Aneka Karunia, Satu Roh
Surat Gembala Mengenai
PEMBAHARUAN KARISMATIK KATOLIK
Konferensi Wali Gereja Indonesia
Kata Pengantar
Menanggapi permohonan konvensi nasional Pembaharuan Karismatik Katolik di Indonesia, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dalam sidangnya pada bulan November 1993 mengeluarkan Surat Gembala, yang berjudul Aneka Karunia, Satu Roh. Surat Gembala tersebut dialamatkan kepada semua umat beriman Katolik, bukan hanya kepada peserta gerakan itu saja.
Surat Gembala itu rasanya terlalu panjang untuk dibacakan seluruhnya di gereja-gereja, akan tetapi tidak panjang untuk dibaca atau dipelajari sendiri-sendiri.
Atas saran Presidium KWI, dokumen ini dicetak dalam bentuk buku kecil, dengan huruf tebal dan tipis. Bagian-bagian dengan huruf tebal dimaksudkan untuk dibacakan di gereja-gereja, sedangkan bagian dengan huruf tipis dapat dibaca sendiri.
Demikianlah harap menjadikan maklum adanya.
Jakarta, 30 November 1993,
Mgr. V. Kartosiswoyo, Pr
Sekretaris Eksekutif KWI
Pendahuluan
Para rekan seimamat dan umat beriman yang terkasih,
1. Di antara pelbagai pembaruan rohani dalam Gereja Indonesia kita temukan Pembaruan Karismatik Katolik. ((Selanjutnya disingkat PKK (Pembaruan Kharismatik Katolik).)) Pembaruan ini berkembang cepat dan telah hadir dalam hampir semua keuskupan.
2. PKK disambut dengan gembira di banyak keuskupan. Di sementara tempat PKK diterima dengan hati-hati. Di sejumlah lingkungan pembaruan ini dipandang dengan kekuatiran serta tidak disenangi oleh beberapa fihak. Banyak faktor yang mempengaruhi sikap-sikap yang berbeda-beda tersebut. Maka kami, para Uskup, merasa perlu memberi bimbingan pastoral kepada umat. Konferensi Waligereja Indonesia akan menerbitkan Pedoman Pastoral baru mengenai PKK, melanjutkan Pedoman Pastoral MAWI dari 11 Februari 1983.
3. Selain itu, kami juga menyampaikan Surat Gembala kepada seluruh umat mengenai PKK. Kami ingin mengajak segenap umat, agar Gereja kita semakin menjadi satu persekutuan yang terus menerus membarui iman kepada Allah dalam Sang Putera berkat kekuatan Roh-Nya. Kami bermaksud meletakkan PKK dalam lingkup kegerejaan Indonesia pada umumnya. Seperti semua kelompok pembaruan lain, PKK diharap melanjutkan arah hidup dan pembaruannya dalam kesetiakawanan nyata dengan seluruh Gereja Indonesia. Adapun Gereja kita mau senasib sepenanggungan dengan seluruh rakyat Indonesia: dalam suka dan duka yang sama, senasib sepenanggungan untuk menggapai kesejahteraan jasmani dan rohani demi keagungan Allah Yang Mahabesar.
4. Dalam Gereja sendiri terdapat banyak perbedaan pandangan dan cara merumuskan, mengungkapkan serta mewujudkan iman. Kita harus dapat hidup dalam keberagaman itu tanpa kehilangan kesatuan. Para Rasul sudah memberi teladan berharga: mengatasi perbedaan faham berlandaskan iman. Lebih jauh lagi, kebhinekaan itu justru dapat kita manfaatkan untuk betul-betul mencari pendirian, pengungkapan iman serta perwujudan iman yang sungguh mendalam dan tahan uji. Kita terpanggil untuk saling mengerti dan saling menghargai sebagai saudara-saudara dari satu Bapa, satu Tuhan dan satu Roh. Marilah kita mengusahakan persatuan sambil selalu mengkaji dan menguji, manakah Roh yang mendorong kita: Roh pembaru sejati ataukah bukan. Panggilan dasarnya adalah agar kita sefaham dalam Roh, seraya memberi ruang gerak bagi kebhinekaan penghayatan iman, antara lain seputar PKK. Hanya dengan cara itu kita dapat melaksanakan pengutusan Juru Selamat kita: menjadi saksi bahwa Allah cintakasih betul-betul ada di antara kita. Hanya kalau kita betul-betul saling menghargai dan saling menghormati serta saling menerima, maka kita dapat menjadi pewarta Kabar Gembira secara meyakinkan.
Inti Pembaharuan Gereja
Pembaharuan Gereja dalam Roh
Para rekan seimamat dan saudara seiman,
5. Dalam Sejarah Keselamatan, banyak orang seperti para nabi dan utusan Tuhan, para pendiri tarekat hidup bakti maupun tokoh modern seperti Ibu Teresa dari Calcutta diterima sebagai wujud nyata kehadiran dan karya Roh di dunia yang mau membarui iman umat (bdk. SC a.1). Dalam mereka itu, umat percaya bahwa Allah menghembuskan nafas hidup baru dalam ‘lembah kedukaan’ (bdk. Lagu Salve Regina), menyongsong ‘langit dan bumi yang baru’ (Why 21:1). Para nabi itu menangkap bisikan Roh dalam pasang-surut ziarah umat manusia. Mereka dipanggil juga untuk menafsirkan arah hembusan Roh Allah. Sebab sering kali, cita-cita pembaruan sesuatu kelompok sendiri memang bagus, tetapi pelaksanaannya ‘tidak selalu sesuai dengan cita-cita’. Dalam keadaan itu, Roh sejati akan senantiasa mengundang orang untuk bertobat tanpa henti: artinya terus menerus maju dengan membalikkan arah kembali kepada Tuhan, Sang Mahakudus dan Maha sempurna.
6. Kita menyadari sepenuhnya bahwa Bapa menciptakan kita dengan menghembuskan Roh-Nya kepada seluruh alam (bdk. Kej 1). Sang Putera hadir karena Roh sudi menaungi Bunda Maria (bdk. Luk 1:35; Mat 1:18). Bunda Maria adalah manusia pertama yang secara mendasar adalah ‘orang yang berkarisma’ (bdk. Luk 1:28). Sang Putera menunjukkan dengan kata dan perbuatan-Nya, khususnya dalam Wafat dan Kebangkitan-Nya, bahwa inti kehadiran-Nya adalah mewartakan Kabar Gembira bahwa Allah cintakasih hadir di antara manusia. Menjelang kepergian-Nya, Ia menjanjikan Roh Penolong kepada para murid (Yoh 14:16 dst). Roh ini akan menyatakan kebenaran Allah, mempersatukan para murid dan memberi kesejahteraan kepada semua. (Yoh 14:26 dst). Karya Roh itu nampak dalam hidup Gereja sejak masa perdana sampai sekarang, bahwa Roh menguatkan Gereja dalam kesatuan dengan Bunda Maria (Kis.). Gereja kita dilahirkan, dibesarkan dan dikuatkan hanya karena Roh Kudus menyalakan hati para Rasul, menerangi budi mereka serta meneguhkan kehendak mereka seraya mendampingi karya-karya mereka (Kis 1-2). Roh Kudus pula yang mendampingi persekutuan para murid ketika mereka berselisih faham (bdk. Kis 15:19). Tampak sekali, bahwa pada waktu itu pun cara mengikuti bisikan Roh dalam Gereja sudah dapat berbeda-beda. Namun para murid mengolah perbedaan itu dengan bantuan Roh persatuan. Bahkan Roh itu pula yang diyakini mendampingi Gereja selanjutnya (bdk. Kis 28:23-28). Paus Yohanes XXIII mengajak kita yakin bahwa dalam zaman modern ini Roh itu pun membarui Gereja dalam melaksanakan pengutusan-Nya. Oleh sebab itu, sangat wajarlah kalau dalam Gereja, iman kepada Roh itu dihayati dengan sepenuh hati dan segenap budi. Kami yakin bahwa kita yang dipersatukan dalam iman yang sama kepada Roh Gereja ini, mau juga membarui umat dalam kebersamaan.
7. Dari lain sudut kita belajar juga dari sejarah umat beriman, bahwa Tuhan membimbing dengan cara yang beraneka, Tuhan membangkitkan pembaruan-pembaruan yang beraneka warna serta menolong kita menangkap bisikan Roh-Nya seturut kekayaan belaskasihan-Nya. Oleh sebab itu dengan penuh syukur kita menemukan banyak cara pembaruan dalam Gereja: dulu maupun sekarang. Tidak satu pun cara pembaruan yang bisa mengaku, seakan-akan menjadi satu-satunya cara pembaruan Gereja. Kalau ada orang yang tidak sejalan dengan cara kita membarui Gereja, tidak usah kita terlalu merasa kecewa: sebab Tuhan mempunyai jalan yang jauh lebih besar dari cara kita, untuk membarui Gereja-Nya. Kalau ada orang yang mengkritik cara kita, tidak selalu perlu kita merasa tersinggung; mungkin begitulah cara Roh mau mengingatkan kita agar terus menerus mencari kesempurnaan-Nya. Marilah kita bersyukur bahwa Tuhan mencintai umat-Nya dengan cara yang berwarna-warni.
8. Sementara itu, sekarang ini kadang-kadang ada umat yang bertanya-tanya: kita mendoakan dan mendambakan persatuan, namun di sana sini toh terasa ada perselisihan dan perpecahan. Sesekali orang dan kelompok-kelompok, juga dalam Gereja, tergoda untuk memutlakkan diri serta cenderung beranggapan, seakan-akan gaya pembaruannya paling sempurna sehingga melecehkan usaha orang atau kelompok lain. Kesombongan rohani semacam itu sesungguhnya menggali kesenjangan dan merusak persekutuan gerejawi. Diperlukan gerakan tanpa henti yang dapat membarui dunia dan Gereja untuk benar-benar mewujudkan persaudaraan sejati. Umat manusia memerlukan tanda yang teraba dan terasa, bahwa iman dan agama sungguh meningkatkan persekutuan hidup dengan sesama anak dari Bapa yang satu. Dibutuhkan pula tindakan jelas bahwa iman bukan hanya urusan batin melainkan merasuki seluruh diri manusia: termasuk pikiran, perasaan dan seluruh kodratnya. Gereja dapat terbantu bila ada usaha terus menerus untuk memperlihatkan betapa iman menyentuh lubuk hati manusia yang terdalam, sehingga orang terbebaskan dari penderitaan dan ikatan yang mencekik, seperti ketergantungan pada obat, ketidakjujuran kronis, kekacauan hidup rumah tangga, iri dan cemburu berlebihan, ketidakadilan, kemiskinan, bahkan sakit fisik.
Memahami Pembaharuan Karismatik
Para rekan seimamat dan saudara seiman,
9. Di tengah arus besar pembaruan Gereja itu, kami melihat PKK pertama-tama sebagai suatu cara baru menghayati keyakinan bahwa karisma dasar kita adalah iman akan Roh yang memberi kita kepercayaan kepada Bapa dalam Yesus Kristus (bdk. Rom 3:21-31). Atas dasar itu Gereja adalah persekutuan orang yang beriman bahwa hidup manusia bukanlah melulu rangkaian sebab-akibat ekonomik atau kumpulan kegiatan politik atau tali-temali proses kebendaan belaka, melainkan wujud manusiawi dari kegiatan Roh yang menggerakkan seluruh umat manusia dalam cinta kasih menuju kepada persatuan kekal dengan Allah berkat ajaran Yesus Kristus. Bagi PKK, iman itu menjadi darah-daging, dalam arti bahwa keluarga karismatik mengalami hidup dan karya Roh dalam segala segi hidup sampai ke inti diri. PKK menghayati hidup karismatis itu dalam keterbukaan pada pengutusan Gereja, agar dunia betul dinaungi oleh Kerajaan Allah, Kerajaan Kebenaran dan Kehidupan, Kerajaan Kesucian dan Rahmat, Kerajaan Keadilan, Cintakasih dan Damai (bdk. Prefasi Kristus Raja).
10. Secara tepat PKK amat menghormati Pentakosta, tatkala para murid secara teraba dan terasa mengalami jamahan kasih Roh secara luar biasa (Kis 2:1-13). Namun kita perlu menangkap pula kenyataan bahwa Pentakosta hanya merupakan awal hidup Gereja. Kita percaya bahwa iman akan kuat kuasa Roh itu justru memungkinkan para murid Yesus Kristus memahami kesatuan dengan Sang Penebus dalam jatuh-bangunnya hidup dan di tengah pergulatan menjadi saksi Kerajaan Allah. (bdk. Kis 1-2)
11. Kita melihat bahwa PKK mendasarkan pembaruannya pada Kitab Suci. Dalam Kitab Suci PKK menemukan sumber kekuatannya sehingga dapat mendorong umat untuk bangga karena menjadi pengikut Kristus dan sekaligus memiliki kerendahan hati karena mengakui bahwa pelaku utama dalam PKK adalah Roh Kudus. PKK juga berani untuk menggabungkan diri dengan Bapa Suci Yohannes XXIII dan para Bapa Konsili Vatikan II yang menjadi pendorong pembaruan seluruh Gereja pada abad kedua puluh. Dalam nafas yang sama PKK juga berlapang dada untuk melihat degup kehidupan Roh Kudus dalam sekian banyak usaha pembaruan rohani Gereja. Dalam cakrawala itu pelbagai perwujudan PKK perlu ditempatkan, dikembangkan dan dievaluasi secara berkala.
A. Pencurahan Roh
Para rekan seimamat dan saudara seiman,
12. Marilah kita membarui pemahaman dan penghayatan kita tentang ‘Roh yang menggerakkan kita’. Kita perlu belajar terus untuk mengkaji dan terus menerus menguji serta dengan cermat mengamati pengalaman: Roh mana yang sedang menggerakkan diri kita. Jawabnya berkaitan dengan pertanyaan: sejauh mana karunia Roh lebih mempersatukan kita dengan Gereja dan bukan menyebabkan kelompok tertutup; ke mana arah pembaruan kita; apa tujuan seminar dan kebangunan rohani serta retret-retret kita. Sebab acara-acara itu dapat digerakkan Roh Kudus, namun juga perlu dijaga agar jangan sampai berasal dari nafsu kesombongan atau kehausan kita akan ketenaran belaka. Pemahaman, hidup dan pelayanan kita, perlu ditilik agar betul-betul memberi tempat kepada Roh Penggerak. Beberapa nas Alkitab kiranya dapat membantu penjernihan kepekaan kita akan Roh dalam hidup kita.
13. Misalnya, Yohanes Pembaptis berkata: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus” (Mrk 1:8). Lukas mengutip kata-kata Yesus serupa: “Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.” (Kis 1:5). Dalam Perjanjian Baru ada sejumlah ungkapan yang mirip dengan itu. ((Luk 24:49 (“Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapaku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi”). Kis 1:8 (“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu”). Kis 2:4 (“Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus”). Kis 8:15-17 (“Setibanya di situ kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh Kudus”). Kis 10:44 (“Ketika Petrus sedang berkata demikian, turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu”). Kis 19:6 (“Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka”).)) Hampir semua teks itu ditafsirkan para ahli sebagai lukisan mengenai “sakramen inisiasi” yaitu Sakramen Baptis, Ekaristi Pertama dan Sakramen Krisma. ((Dalam tradisi katolik hal itu terungkap dalam 3 sakramen, sementara dalam banyak jemaat protestan, hanya baptis yang dikenal (sejumlah di antara mereka mengenal upacara “sidhi” yang berdekatan dengan “krisma” kita). Oleh sebab itu dapat difahami, bahwa di kalangan protestan yang mula-mula merasakan Pembaharuan Kharismatik lalu muncul ‘tradisi baru’ yang disebut ‘pembaptisan dalam Roh’. Bagi kita, orang katolik, tidak perlu: sebab sudah ada Sakramen Krisma.)) Maka semua orang yang secara sah dibaptis, juga terbaptis dalam Roh dan air. ((‘Dibaptis sah’ itu bukan pengertian yuridis atau liturgis saja, melainkan juga pemahaman spiritual dan eksistensial. Bdk. Yoh 3:6; Rom 8:9; Gal 4:4-6.)) Nas-nas Perjanjian Baru tidak menyamakan ‘Baptis dalam Roh’ dengan sakramen baptis.
14. Gereja sekarang memahami ‘Baptis dalam Roh’ sebagai doa permohonan iman yang sungguh-sungguh agar berkat rahmat baptis dan krisma hidup umat digairahkan dan dipenuhi dengan kekuasaan Roh Kudus. Itulah sebabnya di kalangan PKK sekarang lebih dipergunakan istilah pencurahan Roh. ((Dengan begitu Sakramen Baptis tidak diulangi, melainkan dihayati lagi, sebagaimana Konstitusi Pastoral Vatikan II mengenai ‘Gereja dalam Dunia’ a.7 berbicara tentang “mereka yang memeluk iman secara lebih pribadi dan eksplisit” dan “yang mempunyai rasa penghayatan lebih hidup tentang Allah”. Sesungguhnya, panggilan untuk menjadi murid dan untuk dibaptis (Mat 28:19) adalah undangan untuk masuk dalam hubungan pribadi dengan Yesus. Namun sering kali orang tinggal dalam kaitan birokratis atau dangkal saja dengan Tuhan. Maka kadang kala perlu ‘disegarkan’ dan ‘dihidupkan’.)) Kalau doa tersebut diucapkan dengan penumpangan tangan, itu merupakan ungkapan cinta persaudaraan antara kedua fihak yang kadang-kadang masih lebih diperdalam dengan pembaruan janji baptis. Dalam peristiwa tersebut orang dapat betul-betul mengalami kasih Allah secara mendalam sekali.
15. Alangkah baiknya kalau para pemula diberi penjelasan secukupnya sebelum betul-betul masuk dalam Persekutuan Doa. Dengan penjelasan itu buahnya lebih bagus, misalnya berupa komunikasi yang lebih luwes dengan saudara se-Gereja dan kesetiaan yang tinggi kepada Gereja. Seminar Hidup Baru dapat menjadi kesempatan berharga untuk itu. Di situ para pemula perlu diingatkan terus bahwa selesainya Seminar Hidup Baru tidak membuat mereka sudah sampai di puncak kekudusan. Mereka masih harus menghadirkan Sang Pengudus itu dalam hidup dan karya sehari-hari. Sebab hanya dengan cara itu mereka sungguh menjadi murid Yesus Kristus dan saudara bagi sesama, terutama sesama yang menderita. Jalan kesucian adalah jalan panjang: kadang melalui hari cerah, namun dapat pula dengan malam gelap. Kita diundang untuk selalu percaya pada kasih Allah: waktu mengarungi padang gersang atau laut yang bergelora maupun tatkala melintasi padang rumput yang hijau atau kebun penuh bunga dan buah.
B. Seputar Karunia-karunia Karismatis
Para rekan seimamat dan saudara seiman,
16. Di kalangan karismatik, banyak dipercakapkan adanya karunia-karunia. Marilah kita kembali ke Kitab Suci. Paulus menulis kepada umat Korintus: “Kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama” (1 Kor 12:7; bdk. LG a.12). Kemudian ia mendaftarkan karunia-karunia Roh yang diberikan demi jemaat. (bdk 1 Kor 12:8-10) Dalam surat itu belum semua karunia disebut oleh Paulus dan malah ada yang dia sebut karunia karismatis, namun sekarang merupakan ‘jabatan’. ((Mis.rasul, guru, pembantu, administrator (bdk. 1 Kor 12:28).)) Karisma itu anugerah cuma-cuma, tanda bahwa Roh mencintai umat. Maka karunia itu tidak dapat kita kejar atau kita rebut, seakan-akan sebagai hasil jerih payah kita dan untuk selama-lamanya boleh kita miliki. Misalnya, “Bahasa Lidah” adalah karunia Roh yang sering tidak tergantung dari emosi dan berupa doa pujian atau permohonan pribadi serta disadari oleh pendoanya. Layaklah pelaksanaannya dalam suasana damai serta dengan memperhatikan situasi dan kondisi. Bahkan perlulah orang ingat kata-kata Paulus bahwa “dalam pertemuan jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga daripada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.” (1 Kor 14:19)
17. Lebih lanjut, ‘karunia nubuat’ dianugerahkan demi pengutusan Allah, yang biasanya berupa hiburan untuk meneguhkan atau untuk mendorong orang lebih berbakti dalam jemaat. (bdk 1 Kor 14:3) Di sini pun orang menyadari keadaannya. Kemudian, nubuat memerlukan tafsir orang yang mampu memilah-milahkan jenis-jenis pengaruh Roh dan akibat-akibatnya. Oleh sebab itu, seyogyanya nubuat terlaksana dalam suasana kelompok yang damai dan dibantu pemimpin doa yang bijaksana.
18. “Karunia penyembuhan” sering dikaitkan dengan pengutusan Tuhan. ((Bdk. Luk 9:1-6; 10:1-20. Lih. juga paralelnya dalam Matius.)) Surat-surat Paulus (mis. 1 Kor 12:9.28.30) dan Kisah para Rasul menunjukkan bahwa dalam Gereja Perdana ada penyembuhan. Dalam Gereja kita, sebetulnya Sakramen Tobat dan Sakramen Orang Sakit adalah sakramen penyembuhan, artinya ‘tanda dan sarana penyembuhan dari Tuhan dalam Gereja-Nya”. ((Sekali lagi di sini perlu dicatat, bahwa di kalangan Gereja Protestan tidak dikenal kedua sakramen itu sehingga justru dengan munculnya tradisi “penyembuhan” lewat Pembaharuan Karismatik di kalangan protestan itu kelihatan, betapa tradisi katolik memang amat sesuai dengan dinamika manusia dan selaras dengan dorongan Roh. Sakramen Ekaristi-pun mengandung unsur pemulihan hubungan dengan Tuhan dan penyembuhan. Maka seyogyanya tidak dicampuradukkan.)) Kita lihat dalam Perjanjian Baru bahwa penyembuhan senantiasa berpangkal dari iman dan mengajak orang untuk lebih beriman kepada Tuhan. Oleh sebab itu, seyogyanya kita tidak menciptakan kebiasaan ‘mencari penyembuhan demi penyembuhan’; sebaliknya baiklah kita lebih menegaskan “penyerahan kepada kehendak Tuhan” serta tidak mudah menandai orang yang tidak disembuhkan sebagai “tidak beriman”. Kecuali itu, alangkah baiknya kalau penyembuhan dilakukan dengan memperhatikan lingkungan, dengan memakai kebijaksanaan serta tenggang rasa.
19. Baiklah kita juga tegas membedakan antara doa yang dapat menyebabkan penyembuhan dari aneka “tenaga dalam dan kekuatan jasmani manusiawi” yang kadang kala mengakibatkan beberapa efek ragawi serupa. Jangan lupa bahwa banyak umat kita belum lama meninggalkan dunia tahyul, yang mendewa-dewakan kekuatan alam. Dalam kerangka itu, motivasi dasar dan buah dari PKK selalu perlu dipertahankan, yaitu tobat, damai dengan Allah dan dengan sesama serta iman yang membawa kerendahan hati. Muara setiap kegiatan PKK haruslah kesucian setiap orang di tengah jemaat dan masyarakat.
20. Penyembuhan hendaknya juga tidak melunturkan iman kita kepada arti penderitaan dan Salib, yang dalam kuasa Roh-Nya justru menjadi puncak ungkapan kasih Yesus Kristus kepada kita dan Bapa (Flp 2:6-11). Dalam keadaan miskin, menderita, tersia-sia, kita tetap percaya pada kasih Allah; tanpa menjadi pahit. Maka, Ekaristi yang merupakan peringatan penyerahan diri Tuhan di Salib dan Kebangkitan-Nya perlu lebih menjadi pusat PKK.
21. Dalam Injil, karunia penyembuhan kadang kala berkaitan dengan ‘pembebasan dari roh jahat’ (bdk. Luk 9:1), yang intinya penyembuhan spiritual. Kami minta agar para pemimpin betul-betul mendampingi umat untuk tidak begitu saja menyamakan segala bentuk rasa tertekan dengan ‘pengaruh roh jahat’. Juga dalam hal itu diperlukan discernment, untuk menemukan apakah gangguan itu bersifat fisik dan psikis ataukah betul-betul dari Roh Jahat. Kecuali itu, ‘pengusiran setan’ dalam arti sempit hendaknya dilakukan hanya oleh mereka yang direstui Uskup. Pembebasan dari roh jahat dan setan hendaklah selalu terpadu dalam permohonan penyelamatan menyeluruh, lahir dan batin.
C. Persekutuan Doa
Para rekan seimamat dan saudara seiman,
22. Persekutuan Doa mingguan adalah kesempatan baik untuk menyadari bahwa kita beriman tidak dalam kesendirian, melainkan dalam persekutuan. Dalam hal itu Persekutuan Doa telah lama menjadi salah satu kemungkinan, tempat umat dapat saling mendukung untuk berdoa dengan khusuk. Persekutuan Doa yang baik memusatkan perhatian pada Yesus dan Gereja-Nya. Agar pengarahan itu dapat terlaksana dengan baik, suatu Persekutuan Doa memerlukan moderator dan pemimpin sehari-hari, suatu program inisiasi yang baik dan usaha terus menerus guna menangkap sabda Tuhan melalui Alkitab, Gereja dan masyarakat. Kecuali itu, Persekutuan Doa tersebut harus terintegrasikan dalam jemaat yang lebih luas. Pertemuan Persekutuan Doa tidak boleh menggantikan doa bersama umat lain atau Perayaan Ekaristi mingguan dengan jemaat luas. Sebab melalui Perayaan Ekaristi itulah, ia dipersatukan dengan seluruh Gereja Semesta dalam Sang Putera. Lewat semangat tersebut kita menunjukkan tinggi Perayaan Ekaristi sebagai sakramen utama.
23. Sementara itu, pantas dipuji bahwa dalam lingkungan PKK timbul pula persekutuan basis umat yang beraneka. Hal itu merupakan ungkapan kebersamaan dalam iman yang mewujud dalam persatuan manusiawi. Dengan kedekatan manusiawi itu, bakti kepada Allah maupun pelayanan manusiawi dapat berkembang sesuai dengan situasi setempat. Ada yang hanya menjadi lingkungan persahabatan biasa, ada pula yang membentuk kelompok resmi atau kelompok pelayanan, bahkan ada pula yang sampai mengucapkan kaul atau janji penyerahan diri. ((Di antara mereka ada yang bersifat persekutuan awam, ada yang bersifat persekutuan kebiaraan.)) Perkembangan semacam itu amat menggembirakan namun perlu dimurnikan terus menerus dalam terang iman kepada Roh yang membarui Gereja tanpa henti.
24. Bagi para pemimpin Persekutuan Doa, kesibukan memimpin persekutuan itu seringkali sudah merupakan ungkapan keterlibatan mereka dalam pembangunan jemaat Allah. Dalam pada itu, sangat berharga kalau mereka mengajak rekan-rekan agar membuka diri pada partisipasi dalam pembangunan jemaat yang lebih luas. Dengan begitu tidak mau dikatakan bahwa keterlibatan dalam Persekutuan Doa itu bukan aktivitas kegerejaan, melainkan setiap pengelompokan dalam Gereja memerlukan acuan terus menerus kepada persekutuan yang lebih luas. Para moderator, yang sering pastor parokinya sendiri, dapat membantu perluasan cakrawala setiap persekutuan doa agar tak menjadi kelompok kesalehan yang tertutup. Khususnya pembaharuan iman ini dapat membantu umat untuk mendukung Kerasulan Keluarga dan Kerasulan Awam pada umumnya.
D. Tim Pelayanan
Badan Pelayanan Keuskupan, Badan Pelayanan Regio, dan Pelayanan Nasional
Para rekan seimamat dan saudara seiman,
25. Sudah menjadi tradisi yang pantas dipuji bahwa setiap Persekutuan Doa atau sekelompok Persekutuan Doa membentuk semacam Tim Pelayanan guna menyediakan tenaga untuk membantu atau memberi konsultasi bagi kelancaran suatu Persekutuan Doa. Badan Pelayanan Keuskupan, Badan Pelayanan Regio dan Badan Pelayanan Nasional melaksanakan hal itu pada lingkup keuskupan dan nasional. Kami berharap bahwa mereka itu semakin lama menjadi semakin berfungsi sebagai tim pelayanan yang menggiatkan usaha meningkatkan kemampuan memilah-milah dengan tegas (discernment) ((Sangat baik bahwa dalam Konvensi-konvensi diadakan workshop mengenai discernment, sehingga hampir semua BPK sekarang mulai menangkap kepentingan discernment dan belajar melaksanakannya di lingkup masing-masing.)) gerakan-gerakan Roh dalam Persekutuan doa. Khususnya Badan Pelayanan Nasional perlu meningkatkan penyebaran makna dan cara discernment yang sehat.
26. Salah satu bidang yang secara khusus perlu dilayani oleh Badan Pelayanan Keuskupan dan Badan Pelayanan Nasional adalah pendidikan untuk memahami ajaran-ajaran Gereja dan untuk secukupnya mampu menangkap pesan Kitab Suci, terutama bagi para pemimpin Persekutuan Doa dan pewarta. Hendaklah program-program pendalaman diselenggarakan dengan terus memperhatikan ajaran Gereja Semesta dan Gereja Setempat. Dengan begitu lambat laun umat kita memahami bagaimana secara tepat menyambut Sabda Tuhan yang disampaikan melalui Alkitab dan Tradisi Gereja dengan kuasa mengajar Gereja. Hendaknya pendidikan semacam itu di bawah restu Uskup setempat. Hal itu hanya mungkin kalau para pemimpin PKK memelihara persatuan lahir batin dalam kesetiaan dewasa dengan Pimpinan Gereja setempat.
27. Kecuali itu Badan Pelayanan Nasional perlu membantu Badan Pelayanan Regional dan Badan Pelayanan Keuskupan dalam mengarahkan semua Persekutuan Doa untuk lebih meningkatkan mutu persekutuan dan memadukan kegiatan mereka dengan arah Gereja yang lebih luas serta masyarakat kebanyakan. Secara berkala hendaknya Badan Pelayanan Nasional mengadakan evaluasi yang tulus mengenai pengarahan, cita-cita maupun praktek Pembaruan Karismatik secara menyeluruh. Untuk itu diperlukan sistem pemantauan yang berdaya guna. Baiklah Konvensi Nasional menjadi ajang discernment nasional, di samping merupakan momentum kesadaran persatuan nasional. ((Konvensi Daerah dapat menjadi kesempatan discernment pada tingkat Keuskupan atau Provinsi Gerejawi.))
E. Dialog dengan Umat Lain
Para rekan seimamat dan umat seiman,
28. Pembaruan karismatik membawa banyak anggota berjumpa dengan umat lain, keluarga protestan dan sekte-sekte beraneka. Adalah menggembirakan bahwa aneka umat dari pelbagai Gereja dapat berdoa bersama dan saling menghormati. Dalam pada itu, perlulah kita berhati-hati, karena perjumpaan semacam itu juga dapat menyebabkan orang memalingkan diri dari Persekutuan Sakramental katolik sendiri atau dari tradisi peribadatan kita, seperti bakti kepada Bunda Maria dan para kudus serta aneka sakramentali lain. Sikap ini seringkali menjadi awal dari langkah meninggalkan ajaran dan Gereja Katolik. Oleh karena itu, para pemimpin karismatik diminta untuk sungguh memperhatikan kesetiaan anggotanya pada khazanah iman katolik dan persatuan dengan Gereja Katolik masa kini.
29. Ada beberapa tanda yang menunjukkan munculnya bahaya pemisahan: yaitu kalau pemimpin persekutuan doa itu memutlakkan Alkitab sebagai satu-satunya yang menentukan iman, ((Bagi kita, pedoman iman adalah Kitab Suci bersama dengan Tradisi dan Kuasa Mengajar Gereja yang secara otentik menafsirkan Alkitab.)) memutlakkan peran rahmat dan iman sehingga orang menyangkal perlunya berbuat keutamaan sosial, melecehkan Sakramen Ekaristi dan Tobat, meremehkan penghormatan kepada Bunda Maria dan para kudus, ((Kita percaya pada “persekutuan para kudus” dan “hidup kekal” yang berarti yakin akan kebahagiaan mereka yang sudah mendahului kita menghadap ke hadirat Allah, khususnya Maria; maka kita menghormati mereka.)) menyuruh kita meninggalkan sakramentali seperti rosario dsb. ((Kita menyembah satu Allah saja dan mau berbakti dengan darah daging sehingga menggunakan simbol-simbol manusiawi agar bakti kita tidak teori dan di otak atau di hati saja.)) Bahaya pemisahan juga membayang, apabila pemimpin Pemimpin Doa menolak komunikasi dan nasihat dari BPN atau BPR atau BPK atau moderator.
30. Kita memang perlu menghargai pendirian saudara-saudara dari Gereja lain, namun berani memegang teguh keyakinan kita. Oleh sebab itu tidak perlu dan sebaiknya jangan meminta mereka yang beriman lain atau dari Gereja lain untuk secara resmi mengajar di Persekutuan Doa kita. ((Lain soal kalau meminta mereka ikut berdoa atau memberi kesaksian saja.)) Kita dapat menunjukkan persaudaraan kita dengan cara lain.
31. Karena bagi banyak orang tidak mudah untuk mengenali perbedaan-perbedaan ajaran dan tradisi itu, maka pantaslah didukung kebiasaan bahwa pengajar yang dari daerah lain senantiasa membawa surat pengutusan dari Uskup atau BPK yang bersangkutan serta diketahui oleh Badan Pelayanan Keuskupan setempat. Setiap pengajar hendaknya memperhatikan kebiasaan yang diakui oleh Badan Pelayanan Keuskupan setempat dan kebijakan Keuskupan serta moderator yang bersangkutan. Masing-masing Badan Pelayanan Keuskupan tentu saja hendaknya selalu menghargai Pimpinan Gereja Setempat sebagai instansi yang melayani seluruh umat dalam memperoleh kepastian pemahaman sejati mengenai Sabda Tuhan. (bdk. 1 Yoh 4:6) Dengan begitu kita tidak bermaksud memenjarakan Roh, akan tetapi hanya mau memberi tempat kepada pelbagai cara orang menerima bisikan Roh.
32. Kadang kala orang menemukan hiburan dalam Persekutuan Doa, yang tidak mereka temukan dalam Ekaristi paroki, misalnya karena hadirin banyak dan beraneka. Maka orang dapat tergoda untuk memutlakkan Persekutuan Doa. Apabila Persekutuan Doa membiarkan kecenderungan ke Gereja lain, maka orang bisa tertarik pergi tanpa banyak pertimbangan. Oleh sebab itu perlulah para pemimpin sungguh membantu menguatkan iman dan kesetiaan para anggota Persekutuan Doa secara tulus. Hal itu dapat terjadi, misalnya, dengan aktif mengusahakan agar doa dan perayaan-perayaan sakramen di Persekutuan Doa dan lingkungan/wilayah/paroki kita semakin lama semakin memikat.
Persekutuan Dalam Satu Gereja
Para rekan seimamat dan saudara seiman,
33. Kita semua sebagai Gereja mengikuti nasihat Paulus “Janganlah padamkan Roh dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat. Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” ((Lih. 1 Tes 5:19-21. Bdk.juga LG a.12.)) Marilah kita setia kepada Roh. Yang ikut PKK hendaknya terus menerus membarui diri dan seluruh Gereja, sehingga Roh sajalah satu-satunya yang mutlak, bukannya cara doa kita. Praktek pembaruan hendaklah berjuang untuk sungguh mewujudkan cita-cita karismatik yang masih harus terus menerus diusahakan. Yang tidak merasa terpanggil bergabung dengan PKK hendaknya membarui Gereja dengan cara sendiri, sehingga cinta kasih mewarnai seluruh umat. Jangan kita berpendapat, seakan-akan cara pembaruan kita sajalah yang menyelamatkan umat. Tidak seyogyanya kita memiliki kesombongan rohani, yang sering mewarnai pembaruan apa pun. Marilah kita saling merangkul tanpa mengikuti kekeliruan umat Korintus yang ditegur Paulus “Karena jika yang seorang berkata ‘Aku dari golongan Paulus’ dan yang lain berkata ‘Aku dari golongan Apolos’, bukankah hal itu menunjukkan bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani?” (1 Kor 3:4). Kita perlu ingat pesan Paulus untuk mengusahakan persatuan (1 Kor 13). Kalau begitu, “kamu memang berusaha memperoleh karunia-karunia Roh, tetapi lebih dari itu hendaklah kamu menggunakannya untuk membangun jemaat.” (1 Kor 14:12)
34. Sementara itu, pembaruan iman dalam Roh perlu terus menerus dipadukan dengan segi kenabian dalam hidup perorangan maupun seluruh umat: doa dan pujian rohani harus terpadu dalam semangat solidaritas nyata dengan orang miskin. ((Bdk. 1 Yoh 3:11-18. Ketika menyambut pertemuan internasional para pemimpin kharismatik di Roma, Mei 1981, Seri paus Johannes Paulus II mengulang kata-kata Paulus VI “orang-orang yang miskin dan membutuhkan serta tertindas dan menderita di seluruh dunia maupun dekat kita, semua berseru kepada kamu sebagai saudara dalam kristus, meminta bukti kasihmu, meminta sabda Tuhan, meminta roti, meminta hidup”.)) Sebab karya Roh mesti tampak dalam buah-buahnya, seperti “cintakasih, kegembiraan, damai, kesabaran, keramahtamahan, kebaikan hati, kesetiaan, kelembutan hati, kesopanan” dan seterusnya. (Lih. Gal 5:22-23) Dengan demikian hidup kita sebagai jemaat berkenan kepada Tuhan dan semua orang. (bdk. Kis 2:47) Dalam keseluruhannya, kita ingat bahwa kegembiraan yang diperoleh dalam bakti kita kepada Roh, yaitu buah Kebangkitan, harus bersatu dengan kasih kita kepada Salib Kristus.
35. Para Uskup dan imam serta pemuka jemaat kami ajak mengikuti seruan Sri Paus Johannes Paulus II untuk menekankan pembaruan rohani Gereja. ((Diucapkan 7 Mei 1981.)) Kewajiban imam untuk memberi bimbingan pastoral kepada umatnya perlu tetap kita junjung tinggi, walaupun, misalnya, ia tidak merasa terpanggil untuk bergabung dengan PKK. Andaikata ada oknum atau kelompok yang agak sulit, itu pun hendaknya tidak menjadi dalih untuk membelakangi saja mereka; sebaliknya, kita sebagai gembala tetap terpanggil untuk menyelamatkan setiap umat. Para imam dan pemuka jemaat yang terpanggil untuk menggabungkan diri dengan PKK kami ajak juga membuka pelayanannya bagi orang dan kelompok lain, sebab kita ditahbiskan menjadi imam untuk seluruh umat.
36. Kecuali itu kami mengajak semua imam, para biarawan-wati dan seluruh umat untuk betul-betul lebih bersemangat mengusahakan tersebarnya pewartaan Kabar Gembira yang berdaya-guna, terciptanya perayaan-perayaan Sakramen yang betul-betul menggairahkan umat, terbentuknya persaudaraan yang penuh kegembiraan dan kesetiakawanan, serta terwujudnya cinta nyata kepada saudara kita, terutama yang miskin dan tersingkir. Upaya itu akan menciptakan Gereja yang merasakan kasih Allah dan membagikan cinta Roh.
Penutup
Para rekan seimamat dan umat seiman,
37. Marilah kita bersyukur apabila berkat pembaruan Gereja, kita mendapat iman yang menggelora, mudah berdoa khusuk, bersemangat untuk membaca Kitab Suci, rajin mengikuti persekutuan. Namun marilah kita memandang hal itu tidak sebagai tanda bahwa kita sudah mencapai puncak kesucian, melainkan lebih sebagai undangan untuk terus menerus mengarahkan diri kepada Tuhan dengan sikap pertobatan tanpa henti. Tak boleh kita lupakan juga, bahwa Tuhan mencintai kita, pun kalau tidak terasa di hati kita.
38. Akhirnya marilah kita bergembira karena adanya pelbagai usaha baik pribadi maupun secara kelompok untuk mendorong upaya pertobatan tanpa henti ke arah kesucian. Kita senang karena banyak upaya mengembangkan pelayanan-pelayanan dalam Gereja, khususnya pewartaan Kabar Gembira dan pengabdian kepada rakyat jelata. Kita bersyukur bahwa banyak yang berusaha menggiatkan dialog antara pemeluk berbagai agama. Diperlukan sikap saling menghormati dan menghargai di antara pelbagai kelompok pembaruan dalam Gereja. Sebab semua itu demi kemuliaan Nama Bapa, yang telah menyelamatkan kita dengan perantaraan Yesus Kristus dalam kuasa Roh-Nya. Marilah kita bersama berdoa: “Datanglah Roh Kudus, penuhilah hati umat-Mu dan baharuilah muka bumi!”
Jakarta, 10 November 1993
Atas nama para Uskup Indonesia
yang tergabung dalam
Konferensi Wali-Gereja Indonesia
Ketua Sekretaris Jendral
(Mgr. J. Darmaatmaja, SJ) (Mgr. M.D. Situmorang, OFMCap)
Terima kasih sangat membantu kami
Comments are closed.