Demikianlah keterangan tentang hubungan Paus Gregorius I Agung dengan Gereja-gereja Timur, yang dikutip dari New Catholic Encyclopedia, (The Catholic University of America, Washington DC, vol VI, 1967), p. 767; dan juga dari New Advent Encyclopedia, silakan klik:
Surat sinode yang ditujukan kepada para Patriarkh di Konstantinopel, Aleksandria, Antiokhia dan Yerusalem menunjukkan bahwa Paus Gregorius I mengakui kedudukan Gereja- gereja Timur. Sejak abad ke-4 kesatuan gerejawi dicapai di antara Gereja-gereja Timur tersebut, atas dasar persetujuan penerimaan surat-surat semacam itu, dan setiap Patriarkh memimpin/mengatur di dalam daerah yurisdiksi mereka. Paus Gregorius meneruskan kebiasaan ini dan tidak akan menghubungi uskup di bawah para Patriarkh itu tanpa melewati Patriarkh tersebut. Namun demikian, secara umum diakui, hak yang mengatasi para Patriarkh untuk naik banding ke Roma, dan faktanya Paus Gregorius memang membatalkan keputusan Gereja Timur (Konstantinopel) terhadap dua orang imam.
Friksi antara Gereja Roma dan Konstantinopel mencuat dalam kasus Yohanes IV (John the Faster) karena ia menggunakan gelar ‘Patriarkh ekumenis’. Paus Pelagius II (pendahulu Paus Gregorius I) menolak untuk mengakui konsili Konstantinopel di tahun 587-588 karena konsili ini diadakan tanpa otoritas Paus dan karena dalam keputusan-keputusan konsili, Patriarkh Yohanes IV disebut sebagai Patriarkh ekumenis…. Istilah ‘Patriarkh ekumenis’ memang bukan istilah baru. Istilah ini sudah dikenal ditujukan kepada Patriarkh Konstantinopel di masa Skisma Akasianisme (484- 519) dan zaman Justinian I (527-565); namun para Patriarkh ini tidak menyebut diri mereka sendiri sebagai Patriarkh ekumenis. Baru pada zaman Yohanes IV, ia mengklaim dirinya sendiri sebagai Patriarkh ekumenis, yaitu saat Yohanes IV mengadakan sinoda di Konstantinopel untuk memeriksa perkara-perkara yang menentang Patriarkh Antiokhia [yang juga bernama Gregorius]…. Keputusan-keputusan sinoda ini dikirim ke Roma dan Paus Pelagius II (579-590) melihat bahwa di sana Yohanes IV disebut sebagai “Uskup Agung dan Patriarkh ekumenis”. Kemungkinan, ini adalah pertama kalinya gelar tersebut diketahui oleh Roma, dan menjadi pertama kalinya digunakan secara resmi sebagai gelar yang diklaim sendiri oleh orang yang bersangkutan. Paus Pelagius menentang penggunaan gelar ini dan melarang wakilnya di Konstantinopel untuk berkomunikasi dengan Yohanes IV. Surat ini dikutip oleh Paus Gregorius dalam surat-suratnya. ((Paus Gregorius I, Epp., V, xliii, in P.L., LXXVII, 771))
Di awal masa kepemimpinannya, sesungguhnya Paus St. Gregorius I (599-604) mempunyai hubungan yang baik dengan Yohanes IV, yang telah dikenalnya ketika ia ditunjuk menjadi wakil kepausan di Konstantinopel (578-584). Namun keadaan berubah saat Yohanes dengan kejam telah menganiaya dua orang imam atas tuduhan mengajarkan ajaran sesat. Kedua imam tersebut naik banding memohon dukungan Paus. Dalam surat-surat keputusan Yohanes IV, Paus membaca klaim Yohanes akan gelar Patriarkh ekumenis, “dalam hampir semua baris” dalam suratnya. ((Paus Gregorius I, Epp., V, xviii, in P.L., LXXVII, 738)) Paus Gregorius menentang hal ini, sebagaimana dapat dibaca dalam surat-suratnya kepada Yohanes IV dan kepada Kaisar Maurice dan Ratu Constantina. Ia mengatakan, bahwa “jika seorang Patriarkh disebut universal, gelar tersebut diambil dari yang lainnya” ((Paus Gregorius I, Epp., V, xviii, ibid., 740)). Selanjutnya, Paus Gregorius mengatakan, “Siapakah yang meragukan bahwa Gereja Konstantinopel berada di bawah pengaturan (subject to) Tahta Apstolik? ((Paus Gregorius I, Epp., IX, xii, ibid., 957)); Dan lagi: “Saya tidak tahu adanya uskup yang tidak berada di bawah pengaturan Tahta Apostolik.” ((ibid.))
Paus secara eksplisit menentang klaim gelar “universal” bagi uskup manapun, termasuk dirinya sendiri. Alasannya menentang digunakannya gelar ini pada uskup manapun dapat diketahui dari surat-suratnya. Sebab istilah ‘universal’ yang ia maksudkan di sini adalah pencoretan keterlibatan semua [uskup] yang lain, sehingga ia yang menyebut diri sendiri sebagai ‘ekumenis’, yaitu ‘universal’, berpandangan bahwa semua Patriarkh dan uskup yang lain sebagai perorangan-perorangan dan hanya ia sendiri yang menjadi pastor/ gembala di dunia …. Artinya, semua yurisdiksi datang dari uskup [yang mengklaim dirinya ekumenis tersebut] dan semua uskup yang lain hanya wakil dan delegasi. Teologi Katolik tidak mengajarkan kepemimpinan macam ini bagi Paus atau siapapun juga. Para uskup diocesan mempunyai ordinaris dan yurisdiksinya masing- masing; mereka menerima otoritas mereka langsung dari Kristus, meskipun mereka menggunakannya di dalam persekutuan dengan Keuskupan Roma. Maka tidak ada Paus yang mengklaim dirinya sendiri dengan gelar “uskup universal”, meskipun kadang gelar tersebut ditujukan kepadanya oleh orang lain, sebagai komplimen.
Oleh karena itu, Paus Gregorius menentang klaim “uskup universal” ini ((lih. Epp., V, xx, in P.L., XXVII, 746, xxi, 750)). Sebagai tanggapannya terhadap klaim Yohanes IV tersebut, Paus Gregorius menuliskan tentang dirinya sendiri sebagai “Pelayan dari pelayan-pelayan Tuhan” (“servant of the servants of God“) di awal surat-suratnya, dan dengan demikian, ia meninggalkan bukti kelemahlembutannya kepada semua Paus penerusnya. ((lih. Johannes Diaconus, “Vita S. Gregorii“, II, i, in P.L., LXV, 87)) Sementara itu, para Patriarkh Konstantinopel tetap menggunakan gelar ‘ekumenis’. Patriarkh Orthodoks menyebut dirinya “Uskup Agung Konstantinopel, Roma yang baru, Patriarkh ekumenis”. Namun demikian, bahkan Photius (891), Patriarkh Konstantinopel tidak berani menggunakan gelar tersebut saat menulis kepada Roma. Pada saat skisma yang terakhir, Paus Leo IX menulis kepada Michael Carularius dari Konstantinopel (1053), “How lamentable and detestable is the sacrilegious usurpation by which you everywhere boast yourself to be the Universal Patriarch“. ((Fortescue, “Orthodox Eastern Church“, op. cit., p. 182)). Tidak ada uskup Katolik yang mengambil gelar itu atau mengklaim gelar tersebut.
Shalom Katolisitas, bagaimana dengan gelar Katolikos yang digunakan para Patriarkh dan Uskup Agung Utama beberapa Gereja Timur (baik Katolik maupun Orthodox)? Bukankah Katolik berarti Universal? Apa perbedaan dengan Patriarkh Ekumenis?
Shalom Gregorius,
Dari artikel di atas, kita mengetahui bahwa memang terdapat perbedaan tradisi untuk penggunaan istilah “katolikos” pada kepatriarkat-an Gereja Timur dan pada keuskupan Gereja Barat. Paus Gregorius I, tidak menggunakan gelar uskup universal (katolikos) bahkan untuk dirinya sendiri. Menanggapi surat-surat Patriarkh Yohanes IV yang menyebut dirinya sebagai Patriarkh ekumenis, Paus Gregorius malah memperkenalkan istilah/ gelar “Pelayan dari pelayan-pelayan Tuhan” bagi Paus. Dengan demikian, Paus Gregorius I menekankan pentingnya agar para Paus menyadari perannya sebagai pelayan, walaupun kepausan Roma pada faktanya tetap merupakan Tahta Apostolik yang mengkoordinasikan/ mengatur Gereja-gereja lokal.
Namun dengan adanya gerakan untuk mengusahakan persatuan antara Gereja Barat (Latin) dan Gereja Timur (Orthodoks) maka nampak juga kebesaran hati Paus untuk tidak mempersoalkan penggunaan istilah ekumenis ataupun Katolikos pada Patriarkh Gereja-gereja Timur. Yang nampaknya menjadi perhatian kedua belah pihak adalah mengusahakan saling pengertian antara kedua Gereja sambil terus mengupayakan dasar pemahaman bersama untuk ajaran-ajaran yang pernah dianggap sebagai pemicu perpisahan antara Gereja Ortodoks dari Gereja Katolik. Sekilas perbedaan itu sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, dan di situpun nyata bahwa perbedaan yang mungkin ada sesungguhnya lebih kepada perbedaan ekspresi/ perwujudan dalam kata-kata, tentang suatu ajaran yang sama.
Demikianlah, karena pihak otoritas tertinggi Gereja Katolik tidak terlalu merisaukan penggunaan istilah katolikos maupun ekumenis dalam kepatriarkh-an Gereja Orthodoks, maka demikianlah, kita tak perlu mempermasalahkannya. Lebih baik kita mendoakan saja, agar suatu saat nanti, terjadilah kesatuan kembali antara Gereja Barat dan Gereja Timur, sebagaimana dikehendaki oleh Kristus (lih. Yoh 17:20-22), sehingga kedua Gereja dapat mempunyai kesepakatan tentang hal ini, apakah memang kata katolikos ataupun ekumenis dapat digunakan sebagai gelar kepatriarkhan atau tidak. Sedangkan kalau dalam hal Gerejanya sendiri, Katolikos/ Katolik memang sejal abad-abad awal sudah menjadi nama identitas yang membedakan Gereja para Rasul dengan gereja-gereja lain yang sama-sama mengklaim sebagai Kristen, namun tidak mengajarkan ajaran yang lengkap/ menyeluruh (katolik), sebagaimana diajarkan oleh para Rasul. Tentang hal ini sudah pernah diulas di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Comments are closed.