Paus Benediktus XVI mengajarkan, “…Harus diingat bahwa pertama-tama dan yang utama, bahwa wahyu Kitab Suci berakar dalam sejarah….”[1] Artinya, pada dasarnya Kitab Suci adalah kitab yang menyampaikan kebenaran yang sungguh terjadi dalam sejarah manusia. Karena itu, secara umum kita menerima bahwa apa yang disampaikan dalam Kitab Suci adalah fakta yang sungguh terjadi secara historis, kecuali jika didukung oleh bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa para penulis kitab bermaksud menyampaikan perumpamaan atau alegori, ataupun arti lain yang berlainan dengan arti literal/ arti historis.
Menjadi menarik, ketika dewasa ini berkembang pemahaman yang mempertanyakan kebenaran sejarah yang tertulis dalam Kitab Kejadian, khususnya bab 1 sampai 3. Memang kitab tersebut tidak untuk disejajarkan dengan kitab sejarah dan dipahami seperti kita membaca buku sejarah, atau segala yang tertulis di sana harus diartikan secara literal. Sebab memang Kitab Suci ditulis pertama-tama untuk menyampaikan kebenaran ajaran iman. Namun demikian, tidak berarti bahwa sebagai kitab iman, maka apa yang tertulis di sana tidak mengandung kebenaran sejarah sama sekali. Untuk memahaminya mari kita mengacu kepada penjelasan Pontifical Biblical Commission, yang walaupun tidak mempunyai kuasa otoritatif seperti Magisterium, namun toh menyampaikan dasar yang perlu diperhatikan untuk memahami bagaimana menginterpretasikan Kitab Kejadian tersebut. Pontifical Biblical Commission di tahun 1909 mengajarkan bahwa ketiga bab pertama dalam Kitab Kejadian juga mempunyai nilai historis. Artinya, sungguh terjadi sehingga bukan hanya dongeng. Berikut ini terjemahannya:[2]
Concerning the Historical Character of the First Three Chapters of Genesis Pontifical Biblical Commission, June 30, 1909 (AAS 1 [1909] 567ff; EB 332ff; Dz 2121ff) | Tentang Sifat Historis dari ketiga Bab Pertama di Kitab Kejadian Komisi Kitab Suci Pontifikal, 30 Juni, 1909, (AAS 1 [1909] 567ff; EB 332ff; Dz 2121ff) |
I: Do the various exegetical systems excogitated and defended under the guise of science to exclude the literal historical sense of the first three chapters of Genesis rest on a solid foundation? Answer: In the negative. | I. Apakah bermacam sistem eksegesis/ telaah tekstual Kitab Suci yang dikembangkan dan dipertahankan di bawah kedok ilmu pengetahuan untuk mengabaikan arti literal historis dalam tiga bab pertama Kitab Kejadian, mempunyai dasar yang kuat? Jawab: Tidak. |
II: Notwithstanding the historical character and form of Genesis, the special connection of the first three chapters with one another and with the following chapters, the manifold testimonies of the Scriptures both of the Old and of the New Testaments, the almost unanimous opinion of the holy Fathers and the traditional view which the people of Israel also has handed on and the Church has always held, may it be taught that: the aforesaid three chapters of Genesis Contain not accounts of actual events, accounts, that is, which correspond to objective reality and historical truth, but, either fables derived from the mythologies and cosmogonies of ancient peoples and accommodated by the sacred writer to monotheistic doctrine after the expurgation of any polytheistic error; or allegories and symbols without any foundation in objective reality proposed under the form of history to inculcate religious and philosophical truths; or finally legends in part historical and in part fictitious freely composed with a view to instruction and edification? Answer: In the negative to both parts. | II. Meskipun adanya sifat dan bentuk historis dari Kitab Kejadian, hubungan khusus di antara ketiga bab pertama, antara satu bab dengan bab lainnya dan dengan bab-bab berikutnya, banyaknya kesaksian dalam Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Baru, pendapat para Bapa Gereja yang hampir sepakat dan pandangan tradisional yang telah dilestarikan oleh bangsa Israel dan yang selalu diyakini oleh Gereja, bolehkah diajarkan bahwa: ketiga bab pertama Kitab Kejadian memuat (1) bukan kejadian-kejadian nyata, yang sesuai dengan kenyataan obyektif dan kebenaran sejarah, tetapi (2) entah dongeng-dongeng yang diperoleh dari mitos dan kosmogoni dari bangsa- bangsa kuno dan diakomodasikan oleh pengarang suci menjadi ajaran monotheistik setelah dibersihkan dari kesalahan politheisme; atau bermacam perumpamaan/ alegoris dan simbol-simbol tanpa dasar apapun dalam realita obyektif, yang disampaikan dalam bentuk sejarah untuk menanamkan kebenaran- kebenaran religius dan filosofis; atau akhirnya [merupakan] legenda- legenda yang separuh historis dan separuh lagi fiksi yang disusun dengan bebas dengan pandangan untuk pengajaran dan pendidikan? Jawab: Tidak untuk keduanya [(1) Tidak; (2) Tidak)] |
III: In particular may the literal historical sense be called in doubt in the case of facts narrated in the same chapters which touch the foundations of the Christian religion: as are, among others, the creation of all things by God in the beginning of time; the special creation of man; the formation of the first woman from the first man; the unity of the human race; the original felicity of our first parents in the state of justice, integrity, and immortality; the command given by God to man to test his obedience; the transgression of the divine command at the instigation of the devil under the form of a serpent; the degradation of our first parents from that primeval state of innocence; and the promise of a future Redeemer? Answer: In the negative. | III: Secara khusus, bolehkah meragukan arti historis literal dalam kasus kejadian-kejadian yang dikisahkan di bab- bab yang sama yang berkenaan dengan pondasi agama Kristiani: seperti antara lain, penciptaan segala sesuatu oleh Tuhan pada awal mula; penciptaan manusia secara khusus; pembentukan wanita pertama dari pria pertama; kesatuan seluruh umat manusia; kebaikan asal mula dari orangtua pertama (Adam dan Hawa) dalam tingkat keadilan, integritas, dan tidak dapat mati; perintah Tuhan diberikan untuk menguji ketaatannya; pelanggaran terhadap perintah ilahi karena bujukan setan dalam rupa ular, penurunan tingkat orangtua pertama (Adam dan Hawa) dari keadaan awalnya yang tidak berdosa; dan janji akan Sang Penebus di masa mendatang? Jawab: Tidak. |
IV: In the interpretation of those passages in these chapters which the Fathers and Doctors understood in different manners without proposing anything certain and definite, is it lawful, without prejudice to the judgement of the Church and with attention to the analogy of faith, to follow and defend the opinion that commends itself to each one? Answer: In the affirmative. | IV. Di dalam interpretasi perikop-perikop itu di dalam bab-bab ini dimana para Bapa Gereja dan Doktor Gereja memahaminya dengan cara yang berbeda-beda tanpa merumuskan sesuatu yang tertentu dan definitif, apakah diperbolehkan, tanpa merendahkan pandangan Gereja dan dengan perhatian kepada analogi iman, untuk mengikuti dan mempertahankan pendapat yang mempercayakan diri sendiri kepada masing- masing [interpretasi tersebut]? Jawab: Ya. |
V: Must each and every word and phrase occurring in the aforesaid chapters always and necessarily be understood in its literal sense, so that it is never lawful to deviate from it, even when it appears obvious that the diction is employed in an applied sense, either metaphorical or anthropomorphical, and either reason forbids the retention or necessity imposes the abandonment of the literal sense? Answer: In the negative. | V. Apakah setiap kata dan frasa yang ada di bab-bab tersebut selalu dan harus dimengerti dalam arti literal, sehingga tidak pernah boleh bergeser sedikitpun darinya, bahkan ketika itu nampak jelas bahwa gaya bahasa digunakan di dalam artian yang berkenaan dengan, entah metaforik (perumpamaan) ataupun antropomorfis (pembandingan dengan keadaan manusiawi) dan entah akal sehat melarang pengingatan atau kebutuhan menekankan pengabaian arti literal? Jawaban: Tidak |
VI: Provided that the literal and historical sense is presupposed, may certain passages in the same chapters, in the light of the example of the holy Fathers and of the Church itself, be wisely and profitably interpreted in an allegorical and prophetic sense? Answer: In the affirmative. | VI. Asalkan arti literal dan historis diasumsikan terlebih dahulu, bolehkah perikop- perikop tertentu di dalam bab- bab yang sama, dengan terang contoh dari para Bapa Gereja yang suci dan dari Gereja sendiri, diinterpretasikan dengan bijak dan berguna, sebagai arti alegoris (perumpamaan) dan profetis (nubuat)? Jawab: Ya, boleh. |
VII: As it was not the mind of the sacred author in the composition of the first chapter of Genesis to give scientific teaching about the internal Constitution of visible things and the entire order of creation, but rather to communicate to his people a popular notion in accord with the current speech of the time and suited to the understanding and capacity of men, must the exactness of scientific language be always meticulously sought for in the interpretation of these matters?Answer: In the negative. | VII. Oleh karena bukan maksud dari para pengarang suci dalam penyusunan bab pertama Kitab Kejadian untuk memberikan pengajaran ilmiah tentang Konsititusi/ penciptaan internal benda-benda yang kelihatan dan seluruh keteraturan penciptaan, tetapi lebih kepada untuk menyampaikan kepada bangsanya gambaran populer sesuai dengan gaya bahasa pada saat itu dan yang disesuaikan dengan pemahaman dan kemampuan manusia, haruskah ketepatan bahasa ilmu pengetahuan selalu dengan teliti dicari di dalam interpretasi hal- hal ini? Jawab: Tidak. |
VIII : In the designation and distinction of the six days mentioned in the first chapter of Genesis may the word Yom (day) be taken either in the literal sense for the natural day or in an applied sense for a certain space of time, and may this question be the subject of free discussion among exegetes? Answer: In the affirmative. | VIII. Dalam penentuan dan pembedaan enam hari yang disebutkan di dalam bab pertama kitab Kejadian, bolehkah kata Yom (hari) diartikan entah dalam arti literal sebagai hari yang natural atau di dalam arti untuk dikenakan kepada sejumlah rentang waktu, dan bolehkah pertanyaan ini menjadi subyek diskusi bebas di antara para ahli Kitab Suci? Jawab: Ya, boleh. |
Sedangkan tentang gaya bahasa/sastra (literary genre) kesebelas bab pertama dalam Kitab Kejadian, menurut surat dari Sekretaris Komisi Kitab Suci kepada Kardinal Suhard. Uskup Agung Paris, tanggal 16 Januari, 1948, mengatakan:[3]
“…Masalah tentang bentuk-bentuk sastra dari kesebelas bab kitab Kejadian adalah lebih samar dan rumit. Bentuk gaya bahasa/ sastra ini tidak persis sesuai dengan katagori klasik, dan tidak dapat dinilai menurut sastra Yunani-Latin ataupun sastra modern. Maka historisitas (nilai sejarah) dari bab-bab ini tidak dapat disangkal ataupun dengan mudah diafirmasi, tanpa penerapan norma-norma sastra yang tidak cocok dengan klasifikasi sastra dimana mereka digolongkan. Maka, jika diterima bahwa dalam bab-bab ini sejarah dalam pengertian klasik dan mnodern tidak ditemukan, maka juga perlu diakui bahwa ilmu pengetahuan modern juga tidak memberikan solusi positif kepada semua masalah di bab-bab ini…. Jika seseorang menentang dengan sikap apriori bahwa penjabaran di bab-bab tersebut tidak mengandung sejarah dalam pengertian modern, ia akan dengan mudahnya beranggapan bahwa bab-bab ini sama sekali tidak benar secara historis, meskipun kenyataannya bab-bab ini menghubungkan dengan cara yang sederhana dan figuratif, yang sesuai dengan kemampuan orang-orang yang kurang berpendidikan/ mempunyai pengetahuan, kebenaran-kebenaran fundamental yang mengacu kepada urusan keadaan jiwa dan tubuh, dan menggambarkan dengan cara populer tentang asal usul umat manusia dan asal usul sebuah bangsa terpilih ….”
Umat Kristiani mengimani bahwa Kitab Suci ditulis oleh pengarang kitab atas ilham Roh Kudus; artinya tidak harus ia sendiri mengalami atau menjadi saksi kejadian tersebut, sebab Roh Kudus-lah yang mengilhami dia untuk mencatat segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan faktanya, seperti yang dikehendaki oleh Allah. Dengan prinsip ini tidak harus Adam dan Hawa atau para saksinya (sekitar 4000-an SM) yang mengarang Kitab Kejadian; dan Tradisi Gereja mengajarkan kepada kita bahwa kelima kitab Musa yaitu Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan dikarang oleh Nabi Musa, yang hidup sampai sekitar 1400-an SM; namun pengeditan naskah Pentateukh dilakukan oleh para penerusnya sampai sekitar tahun 550 SM.
[1]Paus Benediktus XVI, Verbum Domini, 42.
[2]Dom Orchard, OSB, A Catholic Commentary on Holy Scripture, (London, New York: Thomas Nelson & Sons, 1953), p. 68-69.
[3]Dom Orchard, OSB, A Catholic Commentary on Holy Scripture, (London, New York: Thomas Nelson & Sons, 1953), p. 74-75.
Salam kasih, Pak Stef dan Bu Ingrid,
Terima kasih atas penjelasannya. Saya ingin bertanya:
1. Kej 4:16 Lalu Kain pergi dari hadapan TUHAN dan ia menetap di tanah Nod, di sebelah timur Eden.
Kej 4:17 Kain bersetubuh dengan isterinya …. Pertanyaan saya: Setelah membunuh Habel, adiknya, Kain dihukum dan diusir pergi. Tidakkah itu berarti ia pergi meninggalkan ayah dan ibunya ke tempat yang jauh? Tidakkah di tempat lain itu ia bertemu dengan perempuan yang kemudian menjadi istrinya?
Sebab baru pada Kej 4:25 dikisahkan tentang adanya keturunan Adam dan Hawa yang lain, yakni Set dan yang lainnya (Kej 4:25 “Adam bersetubuh pula dengan isterinya, lalu perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki dan menamainya Set …”).
2. Anak saya bertanya begini: Zaman dinosaurus hidup itu sebelum atau sesudah Adam dan Hawa? Saya bingung menjawabnya. Mungkin begini pemikirannya: Kalau dinosaurus itu hidup sebelum Adam dan Hawa, benarkah waktu itu belum ada manusia? Tetapi kalau dinosaurus itu hidup sesudah Adam dan Hawa, bagaimana penjelasannya sehingga Adam dan Hawa bisa bertahan hidup, juga tidak ada cerita mengenai hal itu. Atau bagaimana?
Mohon pencerahannya. Terima kasih banyak.
Salam Lidwina,
1.Tentang Kain
Yang kita ketahui dari Kitab Suci adalah, setelah berdosa membunuh adiknya Habel, Allah menyuruh Kain pergi keluar dari Eden dan menjadi seorang pelarian/ pengembara (lih Kej 4:11-16). Kita tidak mengetahui secara persis berapa jarak antara Eden dan Nod, karena tidak disebut dalam Kitab Suci.
Nah, tentang wanita yang menjadi isteri Kain, itu adalah saudaranya perempuannya sendiri, sebab dikatakan dalam ayat lainnya:
“Setelah Adam hidup seratus tiga puluh tahun, ia memperanakkan seorang laki-laki …, lalu memberi nama Set kepadanya. Umur Adam, setelah memperanakkan Set, delapan ratus tahun, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Jadi Adam mencapai umur sembilan ratus tiga puluh tahun, lalu ia mati.” (Kej 5:3-5)
Dikatakan di sana bahwa Adam mempunyai anak-anak laki-laki dan perempuan, walaupun tidak dikatakan umur berapakah Adam, ketika mempunyai anak-anak perempuannya itu. Selanjutnya, tentang mengapa di awal sejarah manusia, Allah membiarkan perkawinan sesama saudara, namun berabad sesudahnya hal ini dilarang, sudah pernah diulas di sini, silakan klik.
2. Kapan zaman dinosaurus?
Kitab Suci memang bukan buku sains, namun kita menyakini adanya kebenaran dari apa yang dijabarkan dalam Kitab Suci, dalam hal ini khususnya kitab Kejadian. Dalam kisah penciptaan, disampaikan bahwa tumbuhan dan hewan diciptakan lebih dahulu dari penciptaan manusia. Dengan demikian kita mengetahui bahwa semua hewan, termasuk dinosaurus diciptakan sebelum Allah menciptakan manusia. Tentang berapa tahunkah atau berapa ribu tahunkah dinosaurus sudah ada, sebelum manusia diciptakan, biarlah sains (ilmu pengetahuan) yang membuktikan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Thanks Katolisitas….
saya mau bertanya sebentar
manusia pertama yang diciptakan Allah adalah Adam dan Hawa. Mereka mempunyai tiga anak laki-laki, yakni kain, habel dan zet. pertanyaan saya: mengapa dunia ini dipenuhi dengan manusia? apakah selain Allah menciptakan Adam dan Hawa, Allah juga menciptakan yang lain (bangsa lain) sehingga anak-anak adam dan hawa kawin dengan mereka? ataukah selain kain, habel dan zet, ada juga anak-anak lain (perempuan) dari adam dan hawa, sehingga mungkin saja mereka kawin bersaudara yang menghasilkan banyak keturunan sehingga memenuhi bumi ini?
terima kasih sebelumnya..
[dari katolisitas: Silakan membaca Kej 5:4 “Umur Adam, setelah memperanakkan Set, delapan ratus tahun, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan.”]
Bagaimana setelah air bah memenuhi bumi adakah manusia lain selain keluarga nabi Nuh…
Shalom Cornelius Sigit,
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa bahtera Nabi Nuh merupakan penggambaran akan Gereja. Melalui Gereja Kristus inilah seluruh umat manusia diselamatkan.
KGK 845 Supaya mengumpulkan kembali semua anak-anak-Nya, yang tercerai-berai, disesatkan oleh dosa, Bapa hendak memanggil seluruh umat manusia ke dalam Gereja Putera-Nya. Gereja adalah tempat, di mana umat manusia harus menemukan kembali kesatuan dan keselamatannya. Ia adalah “dunia, yang dipulihkan” (Agustinus, serm. 96,7,9). Ia adalah kapal, “yang berlayar aman di laut yang luas, dengan layar terpasang pada tiang agung salib, yang membabar dalam badai Roh Kudus” (Ambrosius, virg. 18,118). Menurut satu gambaran lain yang sangat digemari oleh para bapa Gereja, ia [Gereja] ditampilkan sebagai bahtera Nuh, satu-satunya sarana yang meluputkan orang dari air bah (Bdk. 1 Ptr 3:20-21).
Atas dasar sabda Tuhan dalam 1 Ptr 3:20-21 yang dijadikan acuan Katekismus di atas, 2 Ptr 2:4-9, yang menyebutkan bahwa “Allah tidak menyayangkan dunia peruba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh….” dan 2 Ptr 3:5-dst, yang menyebutkan bahwa air bah pernah memusnahkan bumi, maka Gereja Katolik mengajarkan bahwa bencana air bah di zaman Nabi Nuh itu sungguh terjadi, dan telah memusnahkan seluruh umat manusia kecuali keluarga Nabi Nuh yang berjumlah 8 orang itu. Dengan demikian bahtera Nabi Nuh itu menjadi gambaran akan Gereja yang melaluinya umat manusia memperoleh keselamatan. Artinya setelah bencana, keluarga Nabi Nuh kemudian menjadi moyang bangsa manusia yang kemudian tersebar di seluruh dunia.
Selanjutnya tentang penjelasan tentang air bah, silakan membaca di link ini, silakan klik. Mohon maaf karena terbatasnya waktu dan energi kami, kami belum dapat menerjemahkannya.
Dan tentang penjelasan Pontifical Biblical Commision, sehubungan dengan ketiga bab pertama dalam Kitab Kejadian dan kesebelas bab dalam Kitab Kejadian, silakan membaca artikel di atas, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Menggunakan logika manusia (yang dilepaskan dari iman), awalnya aku berpikir bahwa tidaklah masuk akal kisah-kisah awal dalam kejadian. Setelah menggunakan “logika” iman ternyata semua masuk akal.
Jika Roh Kudus yang sama menyatakan kebenaran dari Kejadian bab 11 sampai dengan bab terakhir Kitab Wahyu (potongan sangat besar dari keseluruhan Alkitab), maka sangatlah masuk akal bila 11 bab pertama Kejadian (yang hanya potongan sangat kecil dari keseluruhan Alkitab) adalah benar.
Itu lebih masuk akal lagi karena Yesus sendiri yang adalah Allah tidak pernah meralat/mengoreksi 11 bab pertama kitab Kejadian. Jika Ia yang mengatasi ruang dan waktu tidak mengoreksi, maka bagiku itu adalah kebenaran.
Syalom,
Memang semuanya kembali lagi pada yang namanya iman, sebab Katolik/Kekristenan merupakan sebuah agama/kepercayaan.
Yang jadi permasalahan (saya) disini adalah bagaimana hubungan antara ajaran Kekristenan/Katolik dalam kitab suci dengan ajaran-ajaran dari pihak Hinduism/Meditator/Tibet/Osho/Tao/orang yang tercerahkan/agama universal (maaf, saya tidak bisa menemukan kata yang pas)?? Ada yang mengatakan bahwa dalam kitab kejadian kisah adam dan hawa dan pohon kehidupan, merupakan gambaran dari teori Tree of Life yang ada di ajaran2 kuno… yang intinya tentang pencerahan. Ada yang bilang Yesus mengalami pencerahan, lanjutan dari teori Yesus yang mengunjungi Tibet/India.
Ada lagi yang masih saya pertanyakan, tentang kejadian2 tidak logis yang berbau keagamaan, seperti penampakan maria (katolik), penampakan tulisan allah (islam), atau pencerahan. Nampaknya kejadian tersebut menguatkan dasarnya masing2, penampakan maria jelas menguatkan ajaran iman katolik. Pertanyaannya kalau masing2 kejadian menguatkan ajaran dasarnya sendiri maka ada pembenaran disetiap ajaran/agama..?
Sebenarnya saat ini banyak yang ingin saya tanyakan tapi belum muncul di pikiran. Dasar dari pertanyaan saya yaitu bisa dikatakan guncangan iman akibat berbagai informasi tentang teori pencerahan. Sebagai contoh seperti tulisan2 dari Osho, film Sex the secret gate to eden (2006), novel Yesus – Deepak Chopra.
Mohon penjelasannya yang simpel, ringkas, dan mudah dimengerti. Terimakasih, GBU.
Shalom Yohan,
Terima kasih atas pertanyaan Anda yang menarik. Sesungguhnya, kita dapat melihat pertanyaan Anda dari sisi agama kodrati (natural religion) dan agama wahyu / adi kodrati (supernatural religion). Kita mempercayai bahwa karena manusia diciptakan menurut gambar Allah (lih. Kej 1:27), maka manusia dapat mengetahui dan mengasihi Sang Pencipta. Oleh karena itu, tidaklah heran, kalau manusia juga dapat menciptakan satu sistem agama. Namun, pengetahuan kita berdasarkan kodrat kita adalah terbatas. Untuk itu, Tuhan, yang ingin mengkomunikasikan diri-Nya, mewahyukan diri-Nya kepada manusia. Ada tiga agama yang mengklaim bahwa Tuhan mewahyukan diri-Nya, yaitu: Yahudi, Kristen dan Islam. Bagi agama Kristen, Perjanjian Lama tidaklah cukup, karena dalam diri Kristuslah terjadi pemenuhan semua nubuat dari Perjanjian Lama. Dan setelah kematian dari rasul Yohanes, maka tidak ada lagi wahyu publik, karena tidak ada lagi yang perlu ditambah dari kepenuhan kebenaran yang diberikan oleh Kristus.
Semua orang bisa saja mengajukan teori yang bermacam-macam, namun menjadi tugas kita untuk juga semakin menggali iman kita dan tidak perlu takut untuk mempertanyakan iman kita. Tidak menjadi masalah kalau ada elemen-elemen kebenaran juga ada di agama lain, baik agama kodrati maupun adi-kodrati. Namun, bagi kita, Allah yang maha kuasa dalam kebijaksanaan-Nya telah menyatakan diri-Nya secara bertahap dan memuncak dalam diri Yesus Kristus, dan kemudian iman yang diajarkan oleh Kristus diteruskan oleh Gereja-Nya. Apa yang kita percayai bukanlah tergantung dari wahyu pribadi atau penampakan-penampakan. Kalau kita mempercayai Api Penyucian maupun dogma Maria, maka bukan berdasarkan penampakan-penampakan, melainkan pada sumber yang jelas, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja.
Kita juga tidak perlu guncang dengan adanya film maupun novel. Karya novel mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan tulisan-tulisan dari Kitab Suci dan juga tulisan-tulisan dari para Bapa Gereja yang hidup di abad-abad awal, karena kesaksian dari seseorang yang dekat dengan sumbernya akan semakin lebih dapat dipercaya. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Sallo….
Ibu saya mohon penjelasan: Dalam kitab suci dijelaskan ada dua tokoh utama tentang kelahiran TUHAN YESUS, yaitu Santa Maria dan Santu Yosef. Yang ingin saya ketahui adalah ..Tidak ada satupun kitab yang menceritakan bagaimana kehidupan St. Yosef setelah Tuhan Yesus wafat bahkan sampai Naik ke surga. Bagaimana selanjutnya Hubungan Dia DGN St Maria, matinya kpn…Mhn penjelasan dan kmn sy bisa mendapatkan petujuk2 lain…Tuhan Memberkati
[Dari Katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu di artikel ini, silakan klik, dan tanya jawab di bawahnya]
Saya pikir, mendiskusikan topik ini akan sangat sulit, masalahnya tinggal percaya atau tidak.
Jelas dunia barat (yang dulunya Kristen) sekarang sudah meninggalkan agama dengan kitab kejadiannya dan sebagian besar akan ikut teori evolusi.
Sekarang dunia barat juga lebih suka dengan spiritualitas universal atau Taoism, semuanya diberi nama Tao of Physics, Tao of … dst .
Saya sendiri juga tidak tahu apa pendapat Paus Yohannes Paulus II waktu menerima Stephen Hawkings. Tampaknya Paus bisa mengerti. Bahkan figur Teilhard de Cardin SJ sangat dihormati Gereja dengan synthesa antara Kitab Kejadian dan Evolusi.
Nah , kalau saya lebih senang membaca kitab kejadian dengan positive thinking sbb :
1. Bahwa Tuhan menciptakan langit dan Bumi ; dan semuanya baik dan sempurna, dan mestinya kita juga bertugas menjaga ini.
2. Manusia telah diciptakan sempurna sesuai citra Allah, mempunyai Kasih (mempunyai hati nurani) dan kita juga bertugas menjaga ini.
3. Manusia jatuh karena keinginannya untuk menjadi lebih hebat lagi seperti Tuhan (sampai sekarang penyakit ini makin menjadi-jadi), dan tidak sadar bahwa dia sudah dijadikan sempurna (manusia kehilangan jati dirinya).
Saya pikir, tidak semua apa yang di Kitab Suci harus diartikan sebagai sejarah, yang pasti itu ungkapan iman si penulis .
Paulus
Shalom Paulus,
Nampaknya anda keliru jika menyangka bahwa Gereja Katolik dapat menerima ajaran dari Stephen Hawking ataupun ajaran Teilhard de Chardin SJ.
Stephen Hawking adalah orang ilmuwan, yang hanya mau berpegang kepada pembuktian empiris sehingga ia sampai pada kesimpulan yang keliru, yaitu bahwa tidak ada Tuhan, dan segala sesuatu di jagad raya itu tercipta dengan sendirinya. Sesungguhnya prinsip ini selain bertentang dengan ajaran iman Kristiani, juga prinsip ini bertentangan dengan self-evident principle (prinsip yang sudah pasti benar/ tidak perlu dibuktikan), bahwa ’seseorang tidak dapat memberi jika ia sendiri tidak memilikinya terlebih dahulu’, atau bahwa ’sesuatu hanya dapat diciptakan oleh sesuatu yang lebih tinggi tingkatannya’. Sebab apapun yang diciptakan manusia, tidak pernah lebih tinggi martabatnya daripada manusia; dan karena itu, pasti ada “Sang Pencipta” yang lebih tinggi tingkatannya dari manusia, yang dapat menciptakan manusia; dan “Sang Pencipta” ini bukannya ‘ketiadaan’ (nothingness) yang tingkatannya lebih rendah dari manusia, dan juga lebih rendah dari hewan maupun tumbuhan. Pengingkaran tentang prinsip ini sendiri menjadikan teori Hawking menjadi tidak cocok dengan akal sehat, justru karena berlawanan dengan prinsip akal sehat, dan bukan saja berlawanan dengan dogma atau iman. Dengan pemahaman bahwa tidak ada Sang Pencipta, maka Hawking kemudian mengajarkan bahwa tidak ada surga, dan tidak ada kehidupan setelah kehidupan di dunia ini, yang sudah pasti berlawanan dengan ajaran Kristiani yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Jadi walaupun Hawking dapat bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II itu bukan tanda bahwa Paus setuju atau istilah anda, “Tampaknya Paus bisa mengerti“. Paus yang berperan sebagai bapa rohani, dapat saja menerima bahkan pendosa yang terberat sekalipun, ataupun Ali Agca yang pernah mencoba membunuhnya, namun tidak berarti bahwa Paus setuju dengan tindakan pembunuhan itu.
Selanjutnya tentang Teilhard de Chardin SJ. Ia memang adalah seorang pastor Jesuit, tetapi tidak berarti bahwa ajarannya tentang evolusi yang menentang ajaran Gereja Katolik dapat dibenarkan. Silakan anda klik di Wikipedia, sebagai sumber yang netral, di sanapun dikatakan bahwa ajarannya tidak sejalan dengan ajaran Magisterium Gereja Katolik. Tahun 1925 Pastor Teilhard diperintahkan untuk meninggalkan posisinya sebagai guru di Perancis dan untuk menandatangani bahwa ia menarik kembali pernyataannya yang menentang ajaran tentang dosa asal. Monitum dari Tahta Suci di tahun 1962 mungkin dapat lebih memperjelas hal ini:
“The above-mentioned works abound in such ambiguities and indeed even serious errors, as to offend Catholic doctrine… For this reason, the most eminent and most revered Fathers of the Holy Office exhort all Ordinaries as well as the superiors of Religious institutes, rectors of seminaries and presidents of universities, effectively to protect the minds, particularly of the youth, against the dangers presented by the works of Fr. Teilhard de Chardin and of his followers” (Warning Considering the Writings of Father Teilhard de Chardin, Sacred Congregation of the Holy Office, June 30, 1962.)
Walaupun demikian, Teilhard adalah seorang pastor/ imam Katolik, dan tentu hidupnya tidak melulu mengajarkan teorinya tentang evolusi. Untuk karya- karyanya yang lain dan penyerahan hidupnya yang total untuk Gereja dan penelitian ilmu pengetahuan inilah Gereja tetap menunjukkan penghormatan.
Maka pandangan bahwa Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI seolah setuju dengan pandangan Pastor Teilhard ini tidaklah benar. Mereka yang menyangka demikian, umumnya mengutip perkataan Paus Yohanes Paulus II tentang evolusi (walaupun beliau tidak secara langsung menyebutkan istilah ini) sebagai “sesuatu yang lebih dari sekedar hipotesa”. Maka para pendukung evolusi berpikir bahwa teori evolusi mereka sudah sejalan dengan ajaran Gereja Katolik. Namun perlu diingat di sini bahwa Gereja memang tidak menolak adanya mikro-evolusi (evolusi yang terjadi dalam spesies yang sama), namun Gereja tidak dapat menerima teori tentang makro-evolusi (evolusi dari mahluk yang lebih rendah menuju mahluk yang lebih tinggi yang terjadi dengan sendirinya) karena hal ini bertentangan dengan akal sehat dan Wahyu ilahi. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Berikut ini adalah kutipan perkataan Paus Yohanes Paulus II dalam salah satu general audience di tahun 1985, yang jelas menunjukkan posisi Gereja Katolik, yang tidak sejalan dengan para tokoh pendukung teori makroevolusi:
Demikian pula pernyataan Paus Benediktus XVI saat mengepalai Komisi International Theological Commission di tahun 2004, mengeluarkan pernyataan kesimpulan komisi demikian, “An unguided evolutionary process- one that falls outside the bounds of divine providence- simply cannot exist” (Proses evolusi yang tak terpimpin -yang terjadi di luar batas penyelenggaraan ilahi- tidak dapat eksis). Di homili pengangkataannya saat menjadi Paus, ia mengatakan, “Kita bukan produk evolusi yang terjadi seadanya dan tidak berarti. Setiap kita adalah hasil pemikiran Tuhan. Setiap kita dikehendaki [oleh-Nya], setiap kita dikasihi-Nya, dan setiap kita penting [bagi-Nya]….”
Maka nampaknya pola positive thinking dalam membaca Kitab Kejadian adalah sikap yang benar, dan penjabaran tiga point anda juga benar. Hanya anda nampaknya keliru jika berpikir bahwa ada titik temu/ sintesa antara ajaran Gereja Katolik dengan ajaran Hawking dan ajaran Pastor Teilhard tentang makroevolusi (bahwa manusia berasal dari partikel primordial yang kemudian ber-evolusi). Setiap teori sains yang mencoba untuk menjelaskan bahwa segala alam semesta ini terjadi karena kebetulan sesungguhnya tidaklah bersifat sebagai ilmu pengetahuan, tetapi seperti kata Paus Yohanes Paulus II, “sebuah penggadaian akal budi” (an abdication of human intelligence).
Memang Kitab Suci bukan kitab sejarah, namun tidak berarti bahwa yang disampaikan tidak benar secara literal. Maka dalam menginterpretasikan Kitab Suci, kita harus melihat pertama- tama kepada arti literal yang ingin disampaikan, baru kemudian dapat mengartikannya secara simbolis/ allegoris. Dengan demikian, jika dikatakan bahwa Allah-lah yang menciptakan manusia (lih. Kej 1:27), maka kita sebagai umat beriman harus menerima bahwa manusia tidak terjadi dengan sendirinya secara kebetulan, atau merupakan hasil evolusi partikel- partikel yang terjadi dengan sendirinya, seperti yang diyakini oleh para pendukung teori Darwin/ makroevolusi.
Demikian yang dapat saya sampaikan menanggapi komentar anda, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam damai,
Melanjutkan topik ini, bagaimana halnya dengan penulisan Injil oleh para murid, apakah bab-bab awal kisah kelahiran sampai dengan sebelum Yesus memanggil para murid, diceritakan langsung oleh Yesus kepada para murid yang kemudian dituliskan dalam Kitab Injil atau bagaimana persisnya ? Terima kasih, semoga Tuhan memberkati.
Salam,
Marasudi
Shalom Marasudi,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang penulisan masa kecil Yesus oleh para penulis Injil. Para penulis Injil menuliskan masa kecil Yesus adalah dengan inspirasi dari Roh Kudus. Sumber penulisan dapat saja membandingkan informasi dari cerita Yesus, cerita Bunda Maria, atau penampakan, atau cara yang lain. Namun yang jelas penulis Injil menuliskan masa kecil Yesus, yang juga menjadi bagian dari Injil, sesuai dengan inspirasi Roh Kudus, sehingga tidak mungkin salah. Semoga jawaban singkat ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Bu saya mau tanya,
Di kejadian ada tertulis :
Laki2 dan perempuan diciptakan bersamaan
Kejadian 1
(26) Kemudian Allah berkata, “Sekarang Kita akan membuat manusia yang akan menjadi seperti Kita dan menyerupai Kita. Mereka akan berkuasa atas ikan-ikan, burung-burung, dan segala binatang lain, baik jinak maupun liar, baik besar maupun kecil.”
(27) Demikianlah Allah menciptakan manusia, dan dijadikannya mereka seperti diri-Nya sendiri. Diciptakan-Nya mereka laki-laki dan perempuan.
Diciptakan nabi Adam dahulu
Kejadian 2
(7) Kemudian TUHAN Allah mengambil sedikit tanah, membentuknya menjadi seorang manusia, lalu menghembuskan napas yang memberi hidup ke dalam lubang hidungnya; maka hiduplah manusia itu.
jadian
tolong penjelasannya bu
Tuhan memberkati
[Dari Katolisitas: Pertanyaan serupa sudah pernah ditanyakan dan dijawab di sini, silakan klik]
Dari penjelasan di atas dikatakan bahwa Set memperanakkan anak laki-laki dan perempuan. Lantas Set ini berhubungan intim dengan siapa?
terima kasih
Shalom Vian,
Kitab Suci mengatakan bahwa Adam dan Hawa tidak hanya mempunyai anak Kain dan Habel, tetapi juga Set, dan anak- anak laki- laki dan perempuan lainnya (lih. Kej 5:4) namun tidak disebutkan nama- namanya. Gereja Katolik mengajarkan, berdasarkan Kitab Suci, bahwa seluruh umat manusia berasal dari sepasang manusia pertama, yaitu Adam dan Hawa. Oleh karena itu, memang pada masa awal, terjadi ‘intermarry‘/ perkawinan sesama saudara atau incest. Walaupun memang kemudian, setelah jumlah manusia sudah mulai banyak, perkawinan sesama saudara tersebut dilarang oleh Tuhan (Im 18:6-18), demi kebaikan manusia itu sendiri. Ilmu pengetahuan pada saat ini menyatakan alasannya mengapa hal tersebut dapat menimbulkan/ mempunyai resiko besar akan ketidaknormalan pada keturunan pasangan dari perkawinan antar saudara tersebut.
Selanjutnya tentang perkawinan sesama saudara, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam damai,
Berkaitan dengan kitab Kejadian 1 (sampai dengan 11), saya ingin bertanya apakah ini kisah sejarah, jika ya siapa saksi matanya? Apakah Adam dan Hawa benar-benar manusia pertama, karena akan sangat janggal menurut logika, karena mereka hanya punya 2 anak laki-laki itupun yang satu mati, yang lain pergi jauh, lantas apa bagaimana mereka melanjutkan keturunan? Beberapa pihak meyakini Adam dan Hawa itu kisah sejarah, tapi ada pula penjelasan yang menyatakan itu bukan peristiwa sejarah. Terima kasih atas perhatiannya
Tuhan memberkati
J A Lebert (Jan Lebert)
[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.