Pertanyaan:
Stef Yth,
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Stef dan pembaca yang mengikuti gerakan karismatik, saya pribadi tidak menyukai gerakan karismatik dan memiliki kesan negatif terhadapnya karena di dalam gerakan itu terdapat penyimpangan dan kesesatan, sbb:
1. Gerakan karismatik berasal dari denominasi Protestan Pentacostal (yg tergolong heresy/bidat/skismatik) dan tidak ada dalam Tradisi Gereja. Sumbernya saja sudah sesat, tentu gerakannya juga beresiko sesat. Anehnya, mengapa ini bisa sampai tumbuh subur dlam Gereja Katolik?
2. Gerakan karismatik identik dengan tepuk tangan, musik yg keras, jingkrak2 dan sikap emosional. Bukankah berdoa itu memerlukan ketenangan dan keheningan seperti teladan Yesus sendiri?
3. Doa Karismatik yang panjang dan bertele-tele, apakah karena kuasa roh kudus sehingga ia berdoa panjang seperti itu? Ditambah lagi ada yang berdesis-desis menyahuti dengan nama Tuhan(Yesus). Tuhan Yesus saja tidak menyarankan doa yang bertele-tele.
4. kecenderungan memaksakan pemahaman/pendapat pribadi terhadap ayat2 Injil dan menganggap yang tidak sepaham adalah sesat dan berdosa.
5. Penyimpangan dari ajaran Rasul Paulus tentang penggunaan karunia Roh Kudus, khususnya mengenai bahasa roh.
6. yang paling penting(dan paling parah/sesat) adanya Baptisan roh dan praktek penumpangan tangan oleh awam untuk mendapatkan karunia roh serta praktek exorcisme oleh awam .Maksudnya baptisan roh?bukankah kita hanya mengakui satu pembaptisan seperti yang tertulis dalam Syahadat Nicea?Jelas ini melanggar hasil konsili. Dan lagi tidak sembarang orang dapat melakukan penumpangan tangan dan exorcisme.
7. Dikatakan bahwa gerakan karismatik menghasilkan buah2 yg baik. Apa benar yang dihasilkan adalah buah2 sejati?Bukankah umat beragama lain(non Katolik) juga menghasilkan buah2 yang baik melalui sembahyang mereka?
8. Dalam gerakan karismatik terdapat sinkretisme ajran Katolik(benar) dan Protestan pentakostal(sesat).
Munculnya gerakan karismatik dalam Gereja Katolik menyatakan bahwa:
a) ada yang kurang dalam spiritualitas Gereja Katolik maka perlu adanya gerakan karismatik.
sakramen2, ibadat harian, doa, devosi, puasa, meditasi, pemeriksaan batin, latihan rohani, pendalaman Kitab Suci, retret, dsb yg sudah menjadi tradisi Gereja tidak mampu mengubah dan memperbaharui hidup umat Katolik dan memberikan karunia2 roh, maka perlu mengikuti gerakan karismatik.
b)gerakan karismatik adalah upaya yg perlu untuk memperoleh karunia2 roh. Maka jelas gerakan karismatik merendahkan Roh Kudus dan sakramen2 GK.
Jadi kesimpulannya: gerakan karismatik sangat berbahaya kerena mengandung penyesatan dan penyimpangan dari iman dan ajaran Gereja Katolik.
NB: Ini adalah pendapat pribadi berdasarkan pengalaman pribadi, kesaksian teman2 dan beberapa bacaan. Maaf kalau kurang berkenan.
Salam,
Aloysius
Jawaban:
Shalom Aloysius,
Pertama- tama, dalam menyikapi suatu pengajaran Gereja, mari kita kesampingkan perasaan/ pendapat pribadi. Karena kalau demikian halnya, kita menempatkan penilaian pribadi kita di atas ajaran/ keputusan Magisterium. Jika kita terus mempertahankan sikap seperti ini, kita menempatkan diri di posisi yang beresiko, apalagi jika kemudian disertai dengan sikap menganggap diri lebih benar daripada Magisterium; dan karenanya dengan keras menentang pengajaran Magisterium. Sikap demikian tidak menampakkan buah Roh Kudus yang utama dan pertama (lih. Gal 5:22-23), yaitu kasih yang menghendaki persatuan daripada perpecahan, dan kasih yang tidak memegahkan diri dan tidak sombong (lih. 1 Kor 13:4).
Dengan prinsip ini, saya menanggapi pandangan anda:
1. Gerakan karismatik: sesat?
Anda mengatakan bahwa Gerakan karismatik berasal dari denominasi Protestan Pentakostal, dan gereja Pentakostal ini anda pandang heretikal/ skismatik/ sesat, dan karena itu gerakannya juga sesat.
Sejujurnya ini adalah pernyataan- pernyataan yang tidak berhubungan. Memang awal gerakan Karismatik sering dihubungkan dengan apa yang terjadi pada tanggal 1 Januari 1901 di suatu Bible college di Topeka Kansas, Amerika Serikat, atau tanggal 18 April 1906 di pertemuan doa Apostolic Faith Mission di Azusa St. Los Angeles, juga di Amerika- yang keduanya bukan komunitas Katolik-; saat terjadi apa yang kemudian dikenal dengan karunia bahasa roh. Selanjutnya, gerakan yang kemudian mempraktekkan karunia- karunia karismatik Roh Kudus ini dikenal dengan sebutan gerakan karismatik.
Walaupun gerakan ini nampak marak bertumbuh sekarang ini, namun sebenarnya karunia bahasa roh dan karunia karismatik Roh Kudus ini sudah ada sejak jaman para rasul, dan walaupun tidak banyak disorot, karunia inipun sudah ada dalam sejarah Gereja Katolik. Mari bersama kita melihatnya:
Dasar Kitab Suci tentang bahasa roh dan karunia karismatik lainnya:
Karunia bahasa roh yang dikenal dengan istilah glossolalia, disebut di beberapa ayat di kitab Perjanjian Baru, seperti:
1. Mrk 16:17: nubuat Yesus tentang orang- orang percaya, “….mereka akan berbicara dalam bahasa- bahasa yang baru bagi mereka”.
2. Kis 2: ketika Roh Kudus mengurapi keduabelas rasul, maka orang- orang dari kelimabelas bangsa yang berkumpul di Yerusalem mendengar para rasul itu berkhotbah dalam bahasa mereka sendiri.
3. Kis 10: Kornelius yang menerima karunia bahasa roh setelah menerima pewartaan Injil dari Rasul Petrus.
4. Kis 19:1-6: mengisahkan anggota jemaat di Efesus yang menerima karunia bahasa roh setelah menerima baptisan dalam nama Yesus.
5. 1Kor 12-14: mengisahkan bahwa gereja/ jemaat di Korintus menerima karunia bahasa roh dan karunia- karunia karismatik lainnya. Di 1Kor 12:7-11 disebutkan macam- macam karunia tersebut, sedangkan di 1Kor 12:28, disebutkan urutannya, mulai dari karunia sebagai rasul, nabi, pengajar, mukjizat, penyembuhan, pelayanan, pemimpin, bahasa roh.
Selanjutnya, Kitab Suci menyebutkan bahwa manifestasi Roh Kudus dalam bahasa roh itu dapat merupakan: 1) bahasa asing/ bahasa suatu bangsa tertentu, seperti terjadi pada Kis 2, Kis 11:15, dan 1Kor 14:21, ataupun 2) bahasa yang tidak terucapkan (ecstatic utterance), yang tidak dimengerti (1Kor 14:2), seperti secara implisit dikatakan dalam Rom 8:26-27. Karunia ini adalah karunia doa untuk mengucap syukur kepada Tuhan (1Kor 14:16-17) dan Rasul Paulus-pun menggunakan bahasa roh ini di dalam doa- doanya (lih. 1Kor 14: 18-19). Namun, karena tidak dimengerti, sering orang yang tidak percaya menyangka bahwa mereka yang menerima karunia ini sebagai orang yang tidak waras (lih. 1Kor 14:23). 3) Bisa juga terjadi alternatif ketiga bahwa bahasa roh tersebut dapat merupakan bahasa spiritual dan bahasa surgawi yang tak berdasarkan atas bahasa yang dikenal di dunia, namun yang dapat diinterpretasikan menurut bahasa yang dikenal di dunia, seperti yang mungkin terjadi dalam Kis 2:6-8; di mana para rasul berkata- kata dengan bahasa yang baru itu secara bersamaan, namun dapat terdengar oleh orang- orang yang berada di sana, yang datang dari berbagai bangsa, sebagai bahasa mereka sendiri (lih. Kis 2:6)
Dalam tradisi Gereja Katolik
Menarik disimak di sini adalah perkembangan yang terjadi setelah jaman para rasul. Montanus (135-177), adalah seorang yang dikenal sebagai pelopor gerakan karismatik pertama di abad kedua, dengan menekankan adanya karunia nubuat. Ia menekankan bahasa roh dan kehidupan asketisme (mati raga) yang ketat; dan ia mengklaim sebagai penerima wahyu Tuhan secara langsung, sehingga membahasakan diri sebagai orang pertama dalam nubuat-nubuatnya, seolah- olah ia sendiri adalah Tuhan. Gerakan Montanism ini akhirnya memecah Gereja di Ancyra menjadi dua; dan karena itu Uskup Apollinarius menyatakan bahwa nubuat Montanus adalah palsu (Eusebius 5.16.4) Gerakan Montanus akhirnya ditolak oleh para pemimpin Gereja.
Montanus dan para pengikutnya lalu memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja yang ada pada saat itu. Oleh karena itu, tak mengherankan bahwa para Bapa Gereja pada abad- abad awal menekankan agar jemaat tunduk pada pengajaran para uskup yang adalah para penerus rasul; dan mereka relatif tidak terlalu menekankan karunia bahasa roh [kemungkinan mengingat bahwa hal itu faktanya dapat menimbulkan perpecahan]. St. Policarpus (69-159) yang hidup di jaman Rasul Yohanes, tidak menyebutkan tentang bahasa roh, demikian pula St. Yustinus Martir (110-165). St. Irenaeus (120-202) hanya menyebutkan secara sekilas dalam tulisannya Against Heresies. Selanjutnya karunia bahasa roh ini disebutkan dalam tulisan-tulisan St. Hilarius dari Poitiers (300-367) dan St. Ambrosius (340-397), walaupun tidak dikatakan secara eksplisit bahwa mereka mengalaminya. Juga pada masa itu, seorang pertapa Mesir, Pochomius (292-348) dilaporkan memperoleh karunia bahasa roh, yang disebut sebagai “bahasa malaikat”, dan di suatu kesempatan dapat menguasai bahasa Yunani dan Latin yang tidak dipelajarinya terlebih dahulu.
Namun sejak abad ke-3, dengan matinya sekte Montanus dan relatif urungnya para Bapa Gereja untuk mengekspos tentang bahasa roh, maka bahasa roh tidak lagi menjadi praktek yang umum di dalam Gereja. Beberapa Bapa Gereja yang tergolong skeptis tentang bahasa roh di antaranya adalah Eusebius (260 – 340) dan Origen (185 – 254). St. Krisostomus (344-407), uskup Konstantinopel dalam homilinya kepada jemaat di Korintus (lih. Homilies on First Corinthians, xxix, 1, NPNF2, v. 12, p. 168), mempertanyakannya, mengapa karunia bahasa roh tidak lagi terjadi di dalam Gereja; dan selanjutnya mengatakan bahwa di antara karunia- karunia Roh Kudus yang disebutkan di 1Kor 12:18, karunia bahasa roh menempati tingkatan yang ter-rendah (Homily xxxii, NPNF2, v. 12, p. 187).
Selanjutnya, St. Agustinus (354-430) memberikan pengajaran demikian tentang bahasa roh, dan prinsip inilah yang kemudian dipegang oleh Gereja untuk tujuh ratus tahun berikutnya:
“Pada awal mula, Roh Kudus turun atas mereka yang percaya: dan mereka berkata-kata dalam bahasa lidah (bahasa roh) yang tidak mereka pelajari, yang diberikan oleh Roh Kudus untuk mereka ucapkan. Ini adalah tanda- tanda yang diberikan pada saat di mana diperlukan bahasa roh untuk membuktikan adanya Roh Kudus di dalam semua bahasa bangsa-bangsa di seluruh dunia. Hal itu dilakukan sebagai sebuah bukti dan [kini] telah berlalu…. Sebab siapa yang di masa sekarang ini yang menerima penumpangan tangan berharap bahwa saat mereka menerima Roh Kudus juga akan dapat berkata- kata dalam bahasa roh?” (Homilies on 1 John VI 10; NPNF2, v. 7, pp. 497-498).
“… Bahkan sekarang Roh Kudus diterima, namun tak seorangpun berkata- kata dalam bahasa semua bangsa, sebab Gereja sendiri telah berbicara dalam bahasa semua bangsa: sebab barangsiapa tidak di dalam Gereja tidak menerima Roh Kudus.” (The Gospel of John, Tractate 32).
Maka menurut St. Agustinus, bahasa roh adalah kemurahan khusus di jaman apostolik demi kepentingan evangelisasi, yang tidak lagi terjadi di saat itu.
Paus Leo I Agung (440-461) mendukung pandangan St. Agustinus. Maka setelah kepemimpinannya sampai abad ke- 12, tidak ada literatur yang menyebutkan tentang bahasa roh.
Namun demikian, walaupun tidak umum, beberapa kejadian sehubungan dengan bahasa roh terjadi di dalam kehidupan beberapa orang kudus. Seorang biarawati Benediktin St. Hildegard dari Bingen (1098 – 1179) dilaporkan menyanyikan kidung dengan bahasa yang tidak diketahui yang disebutnya sebagai “konser Roh”. Sekitar seratus tahun kemudian St. Dominic (1221) kelahiran Spanyol dilaporkan dapat berbicara dalam bahasa Jerman setelah berdoa dengan khusuk. St. Antonius dari Padua (wafat 1231) menuliskan tentang pengalaman rohaninya bahwa lidahnya menjadi pena Roh Kudus. Demikian pula St. Joachim dari Fiore (1132-1202) yang memulai kebangunan rohani yang mempengaruhi masa akhir Abad Pertengahan.
St. Thomas Aquinas (1247) menyinggung tentang bahasa roh dalam bukunya Summa Theology (ST II-II, q.176, a.1&2), dan mengutip kembali pengajaran St. Agustinus. St. Thomas mengatakan bahwa pada awalnya memang diberikan karunia bahasa roh kepada para rasul, agar mereka dapat menjalankan tugas mereka untuk mewartakan Kabar Gembira kepada segala bangsa. Sebab tidaklah layak bagi mereka yang diutus untuk mengajar orang lain harus diajar terlebih dahulu oleh orang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa karunia bernubuat adalah lebih tinggi daripada karunia bahasa roh (lih. 1Kor 14:5).
Setelah sekitar seabad berlalu, St. Vincentius Ferrer (1350) dicatat telah berbicara dalam bahasa roh. Di Genoa, para pendengarnya yang terdiri dari bangsa yang berbeda- beda, dapat mendengarnya bicara dalam bahasa mereka. Setelah ditanyakan tentang hal ini, St. Vincent menjawab, “Kamu semua salah, dan [sekaligus] benar, sahabat- sahabatku,” katanya dengan senyum, “Saya berbicara dalam bahasa Valencian, bahasa ibu saya, sebab selain Latin dan sedikit bahasa Ibrani, saya tidak mengenal bahasa Spanyol. Adalah Tuhan yang baik, yang membuat perkataan saya dapat kamu mengerti.” Hal ini adalah salah satu yang diuji dalam proses kanonisasi St. Vincentius, dan dinyatakan benar oleh lebih dari 100 orang saksi …. (Angel of the Judgment: A Life of St. Vincent Ferrer, 1953, p. 137-138). Selain dari bahasa roh, St. Vincent dapat (tentu hanya karena rahmat Tuhan) menyembuhkan orang buta, tuli, lumpuh dan mengusir setan pada orang- orang yang kerasukan; dan juga membangkitkan beberapa orang dari kematian. Mukjizat-mukjizat publiknya ini mencapai ribuan.
Di abad ke-16 kejadian-kejadian serupa termasuk berkata- kata dalam bahasa roh dicatat dalam kehidupan dua orang Santo, yaitu St. Fransiskus Xavier dan St. Louis Bertrand (Kelsey, p. 50). Selanjutnya, beberapa orang mistik seperti St. Yohanes dari Avila (1500 – 1569), St. Teresa dari Avila (1515 – 1582), St. Yohanes Salib (1542 – 1591) dan St. Ignatius Loyola (1491-1556), menulis tentang banyaknya pengalaman rohani yang mereka alami, termasuk bahasa roh. (Laurentin. pp 138-142).
Selanjutnya, di abad 19-20, kita mengetahui bahwa St. Padre Pio (1887-1968) juga mempunyai berbagai karunia Roh Kudus dan juga karunia khusus lainnya seperti karunia nubuat, mukjizat, menyembuhkan, membeda- bedakan roh, membaca pikiran/ hati orang lain, karunia dapat mempertobatkan orang, karunia bilocation, dan termasuk juga karunia bahasa roh.
Di gereja- gereja non Katolik
Demikian pula di luar Gereja Katolik, karunia bahasa roh juga dicatat, seperti terjadi pada denominasi Quaker (abad ke-17), Shakers (abad ke-18), gerakan misionaris Moravian dan gereja Methodis (abad ke-18) oleh John Wesley. Gerakan Pentakostal yang terjadi di awal abad 20 merupakan pecahan dari gereja Methodis ini.
Maka walaupun banyak orang menyangka bahwa bahasa roh itu berasal dari gerakan Pentakostal di awal abad ke-20, namun sebenarnya karunia bahasa roh ini sudah lama ada, bahkan sejak awal mula sejak jaman para rasul, dan juga merupakan bagian dari tradisi Gereja Katolik. Memang, kemudian pertanyaannya adalah, mengapa bahasa roh juga diberikan kepada orang- orang di luar kesatuan penuh dengan Gereja Katolik? Nampaknya ini merupakan tanda bahwa Allah bebas melakukan pekerjaaan-Nya seturut kebijaksanaan-Nya. Kita tidak dapat memahami sepenuhnya rencana Allah, namun yang jelas bahasa roh tersebut bukan karunia yang asing bagi Gereja Katolik. Karunia bahasa roh itu sudah lama menjadi milik Gereja Katolik, hanya saja mungkin tidak terlalu ditonjolkan, apalagi dipandang lebih penting daripada ketujuh karunia Roh Kudus yang disebutkan dalam Yes 11.
Dengan demikian, tidak benar bahwa karunia bahasa roh itu berasal dari gereja Protestan, dan karenanya sesat. Bahwa ada aliran- aliran tertentu di luar Gereja Katolik yang juga mengajarkan tentang bahasa roh, tidak menjadikan bahwa bahasa roh ini sesat. Sebab Gereja Katolik, berdasarkan Konsili Vatikan II mengajarkan demikian:
“Gereja tahu, bahwa karena banyak alasan ia berhubungan dengan mereka yang karena dibaptis mengemban nama kristen, tetapi tidak mengakui ajaran iman seutuhnya atau tidak memelihara kesatuan persekutuan dibawah Pengganti Petrus…. Selain itu ada persekutuan doa-doa dan kurnia-kurnia rohani lainnya; bahkan ada suatu hubungan sejati dalam Roh Kudus, yang memang dengan daya pengudusan-Nya juga berkarya di antara mereka dengan melimpahkan anugerah-anugerah serta rahmat-rahmat-Nya, dan menguatkan beberapa di kalangan mereka hingga menumpahkan darahnya. Demikianlah Roh membangkitkan pada semua murid Kristus keinginan dan kegiatan, supaya semua saja dengan cara yang ditetapkan oleh Kristus secara damai dipersatukan dalam satu kawanan dibawah satu Gembala. Untuk mencapai tujuan itu Bunda Gereja tiada hentinya berdoa, berharap dan berusaha, serta mendorong para puteranya untuk memurnikan dan membaharui diri, supaya tanda Kristus dengan lebih cemerlang bersinar pada wajah Gereja.” (Lumen Gentium, 15)
Dari sini kita melihat bahwa Gereja Katolik mengakui adanya karunia- karunia rohani yang diberikan kepada persekutuan- persekutuan doa di luar Gereja Katolik. Selanjutnya, hal yang juga penting diketahui adalah Gereja Katolik tidak menganggap bahwa gereja- gereja Kristen non- Katolik yang ada sekarang adalah bidaah/ heretikal. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Yang lebih ditekankan dalam Gereja Katolik
Maka, meskipun Gereja Katolik juga mengakui adanya karunia bahasa roh, Gereja Katolik lebih menekankan kepada sapta karunia Roh Kudus (lih. Yes 11) yaitu takut akan Tuhan, keperkasaan, kesalehan, nasihat, pengenalan, pengertian, kebijaksanaan. Mengapa? Karena ketujuh karunia tersebut lebih tinggi tingkatannya daripada karunia- karunia karismatik (seperti karunia bahasa roh, nubuat, menyembuhkan, mukjizat, dll), sebab sapta karunia Roh Kudus adalah karunia yang menguduskan seseorang, sedangkan karunia- karunia karismatik tidak otomatis menguduskan seseorang, namun lebih bertujuan untuk membangun jemaat. Oleh karena itu, dapat terjadi misalnya, mereka yang dapat menyembuhkan tersebut tidak kudus hidupnya, dan jika ini yang terjadi, orang itu juga akhirnya tidak berkenan di hadapan Allah, seperti yang dikatakan oleh Yesus sendiri dalam Mat 7:21-23. Maka tantangannya bagi orang yang memperoleh karunia karismatik Roh Kudus adalah juga berjuang untuk hidup kudus dan bertumbuh di dalam ketujuh karunia Roh Kudus tersebut.
Kesimpulan
Karena bahasa roh dan karunia- karunia karismatik Roh Kudus itu sudah ada sejak jaman Gereja awal dan seterusnya dalam sejarah Gereja Katolik, maka tidak dapat dikatakan bahwa bahasa roh dan karunia- karunia lainnya, ataupun gerakan karismatik yang mempraktekkan karunia- karunia tersebut adalah sesat. Namun perlu dihindari adanya praktek- praktek yang menyimpang [seperti yang akan dibahas di bawah ini], yang mungkin terjadi, sehingga gerakan ini dapat mendukung dan memperbaharui Gereja Katolik.
2. Gerakan karismatik identik dengan tepuk tangan, musik yang keras dan jingkrak- jingkrak ?
Ini keliru. Jika kita melihat pengalaman orang kudus (Santa/o) yang menerima karunia karismatik Roh Kudus, kita tahu bahwa karunia karismatik tidak identik dengan tepuk tangan dan jingrak- jingrak. Beberapa pelajar Katolik yang pertama memperoleh karunia bahasa roh dalam retret yang diadakan di Duquesne University, Amerika (Februari 1967) menerimanya melalui doa Adorasi di hadapan sakramen Mahakudus. Selanjutnya, saya juga mengenal orang- orang yang mendapatkan karunia bahasa Roh melalui doa Adorasi Sakramen Mahakudus, doa rosario, dan doa pribadi. Bahkan pengkhotbah kepausan, Fr. Raniero Cantalamessa, memperoleh karunia bahasa Roh dalam doa pribadinya, sehari setelah ia mengikuti semacam SHDR (jadi tidak di dalam SHDR-nya itu sendiri). Demikian juga Mother Angelica, seorang biarawati Karmelit pendiri EWTN, salah satu stasiun TV Katolik terbesar di Amerika (dan dunia) juga memperoleh karunia berdoa dalam bahasa Roh pada saat mendoakan doa brevier/ ibadah harian, yaitu pada saat ia membaca teks Kitab Suci.
Maka persekutuan doa karismatik yang sungguh Katolik, seharusnya tidak menekankan pujian yang hingar bingar, tanpa keheningan. Tepuk tangan, bahkan bersorak dan menari sebagai cara memuji Tuhan tidak dilarang, sebab hal itu juga dicatat dalam Kitab Mazmur, namun tentu harus dalam batas yang normal yang mencerminkan pengendalian diri (lih. Gal 5:23).
3. Doa Karismatik panjang- panjang dan bertele- tele?
Wah, yang ini nampaknya relatif. Sebab bagi mereka yang mendoakannya mungkin tidak terasa demikian, terutama jika mereka mendoakannya dengan kasih. Doa pengulangan (repetition) tidak dikecam oleh Yesus, yang dikecam oleh-Nya adalah doa pengulangan yang sia- sia (vain repetition– KJV). Maka, tidak ada masalah dengan berdoa menyebut nama Yesus berkali- kali, atau Alleluia, atau Salam Maria, berkali- kali. Asal didasari kasih kepada Tuhan, maka doa itu sungguh indah di hadapan Tuhan, sebagaimana pengulangan frasa dalam Mazmur 136 dan 118. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
4. Kecenderungan anggota karismatik memaksakan pemahaman pribadi terhadap ayat- ayat Injil, dan menganggap yang tidak sepaham dengannya adalah sesat?
Ini yang tidak benar dan harus diluruskan. Sebab bagi umat Katolik, parameternya jelas, yaitu apakah interpretasi tersebut sesuai dengan ajaran Magisterium Gereja. Jika tidak sesuai, maka interpretasi pribadi tersebut yang keliru.
5. Penyimpangan dari ajaran Rasul Paulus tentang penggunaan karunia Roh Kudus, khususnya mengenai bahasa roh, pada gerakan karismatik?
Ini nampaknya perlu diperjelas: apakah penyimpangannya/ dalam hal apa. Sebab harus diakui, adanya hal positif dalam gerakan karismatik, walaupun sayangnya ada pula yang negatif. Namun sejauh gerakan karismatik ini sejalan dalam derap langkah paroki, maka mereka tidak menyimpang.
Sejauh pengamatan saya, yang disebut ‘penyimpangan’ itu adalah jika:
– menganggap bahwa karunia bahasa roh adalah segala- galanya; sehingga timbul sikap seolah mengatakan bahwa orang yang menerima karunia bahasa roh itu lebih baik/ kudus daripada orang yang tidak menerimanya. Ini keliru.
– karena penekanan kepada bahasa roh, maka seolah- olah tolok ukur kesuksesan SHDR adalah seberapa banyak orang yang memperoleh karunia tersebut atau setidaknya yang ‘resting in the spirit‘; dan bukan kepada pertobatan sejati. Lebih parahnya, jika diajarkan bahwa seolah- olah bahasa roh dapat dipelajari/ dibuat- buat sendiri, sehingga menjadi tidak otentik dari Roh Kudus.
– terlalu banyak penekanan terhadap karunia- karunia karismatik Roh Kudus (yang kelihatan manifestasinya) sehingga menomorduakan sapta karunia Roh Kudus (yang tidak kelihatan, namun yang membantu orang bertumbuh dalam kekudusan).
– merasa sudah ‘langsung’ berhubungan dengan Roh Kudus, sehingga tidak lagi mau taat kepada pimpinan Gereja (para imam, uskup, dan Paus), karena menganggap bahwa mereka kurang dipenuhi Roh Kudus. Sikap semacam ini jika berlarut- larut dapat menjurus kepada perpecahan/ pemisahan diri dari kesatuan Gereja, dan tentu sikap sedemikian ini keliru.
– merasa sudah benar/ paling benar dalam menginterpretasikan Kitab Suci, sehingga sudah tidak perlu lagi mendengarkan pengajaran Magisterium.
– pandangan yang menganggap ibadah karismatik paling baik, bahkan lebih ‘tinggi’ dari Misa Kudus. Ini keliru sekali, demikian juga jika seorang merasa sudah dipenuhi Roh Kudus, sehingga tidak lagi mengindahkan sakramen- sakramen.
– pandangan yang mengatakan kalau sudah karismatik maka tak perlu lagi berdoa rosario dan berdevosi kepada Bunda Maria.
– hilangnya/ kurangnya ciri khas Katolik dalam ibadah persekutuan doa karismatik, terlalu hingar bingar.
– kelompok tersebut menjadi eksklusif, tidak/ kurang membaur dengan kegiatan paroki.
6. Yang paling parah: penumpangan tangan oleh awam untuk mendapatkan karunia Roh Kudus, praktek eksorsisme oleh awam dan istilah ‘baptisan Roh Kudus’?
Nampaknya harus dibedakan makna penumpangan tangan oleh para klerus/ terbaptis dan para awam. Rm. Boli SVD, pakar Liturgi di situs ini pernah menjelaskan bahwa penumpangan tangan dalam semua perayaan liturgi memang hanya boleh dilakukan oleh para tertahbis, seperti dalam sakramen- sakramen, seperti Ekaristi, Krisma, Pengakuan dosa, Tahbisan dan Pengurapan Orang Sakit. Namun di luar liturgi, belum ada larangan resmi/ tertulis yang menyatakan bahwa orang awam dilarang menumpangkan tangan atas orang yang didoakan.
Lalu juga, harus dibedakan di sini, tentang praktek eksorsisme dan pelepasan. Yang umumnya dilakukan oleh awam adalah pelepasan, namun eksorsisme yang resmi adalah dari Uskup atau imam yang diberi kuasa oleh Uskup. Hal ini pernah dijelaskan Rm. Santo Pr., di sini, silakan klik.
Sekarang tentang istilah ‘baptisan Roh Kudus’. Agaknya penggunaan istilah ini memang tidak tepat. Anda benar, bahwa Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci hanya mengakui satu baptisan (Ef 4:5) dan karena itu istilah yang lebih tepat adalah “pencurahan Roh Kudus/ outpouring of the Holy Spirit” dan bukan “baptisan Roh Kudus/ baptism of the Holy Spirit.” Sebab baptisan memang hanya dapat diterima satu kali, namun rahmat Roh Kudus dapat terus ditambahkan/ dicurahkan berkali- kali sepanjang hidup kita.
7. Apakah benar gerakan Karismatik menghasilkan buah- buah yang sejati? Apa bedanya dengan buah- buah yang baik yang dihasilkan dari agama- agama non- Katolik?
Jika gerakan Karismatik ini dilakukan di dalam koridor Gereja Katolik, seperti yang terjadi pada kehidupan para orang kudus, maka tentu saja dapat menghasilkan buah- buah Roh Kudus yang sejati yang dapat membangun Gereja. Stef dan saya harus jujur mengakui hal ini, sebab kami ‘berhutang’ kepada gerakan karismatik Katolik. Jika bukan karena belas kasih Allah dan rahmat-Nya yang kami terima melalui LISS (SHDR) -yang diadakan oleh gerakan karismatik Katolik- di Filipina tahun 2000 yang lalu, mungkin kami berdua tidak tergerak untuk mendalami iman Katolik, dan tidak terbersit keinginan di hati untuk lebih bersungguh- sungguh ikut membangun Gereja dari dalam.
Selanjutnya, tentang hal- hal yang baik yang ada juga di agama- agama lain, Gereja Katolik mengakuinya, namun pada saat yang bersamaan mengajarkan juga bahwa kepenuhan hidup dan kebenaran ada di dalam Kristus dan Gereja-Nya. Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini [agama- agama non Kristiani]. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.” (Nostra Aetate 2)
Dan tentang karunia- karunia Roh Kudus yang ditemukan di gereja- gereja non- Katolik, Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Kecuali itu, dari unsur-unsur atau nilai-nilai, yang keseluruhannya ikut berperanan dalam pembangunan serta kehidupan Gereja sendiri, beberapa bahkan banyak sekali yang sangat berharga, yang dapat ditemukan diluar kawasan Gereja Katolik yang kelihatan: Sabda Allah dalam Kitab suci, kehidupan rahmat, iman, harapan dan cinta kasih, begitu pula kurnia-kurnia Roh kudus lainnya yang bersifat batiniah dan unsur-unsur lahiriah. Itu semua bersumber pada Kristus dan mengantar kepada-Nya, dan memang selayaknya termasuk gereja Kristus yang tunggal…..
Oleh karena itu gereja-gereja dan jemaat-jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja Katolik.
Akan tetapi saudara-saudari yang tercerai dari kita, baik secara perorangan maupun sebagai Jemaat dan Gereja, tidak menikmati kesatuan, yang oleh Yesus Kristus hendak dikurniakan kepada mereka semua, yang telah dilahirkan-Nya kembali dan dihidupkan-Nya untuk menjadi satu tubuh, bagi kehidupan yang serba baru, menurut kesaksian Kitab suci dan tradisi Gereja yang terhormat. Sebab hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk umat Allah. Selama berziarah di dunia, umat itu, meskipun dalam para anggotanya tetap tidak terluputkan dari dosa, berkembang dalam Kristus, dan secara halus dibimbing oleh Allah, menurut rencana-Nya yang penuh rahasia, sampai akhirnya penuh kegembiraan meraih seluruh kepenuhan kemuliaan kekal di kota Yerusalem sorgawi.” (Unitatis Redintegratio 3)
8. Dalam gerakan Karismatik terjadi sinkretisme antara ajaran Katolik yang benar dan Protestan yang sesat?
Ini keliru. Seseorang tidak akan mengatakan demikian, jika ia telah memahami apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II.
9. Apakah spiritualitas Gereja Katolik kurang lengkap sehingga perlu gerakan Karismatik?
Nampaknya pandangan ini juga tidak tepat. Sebab kita ketahui bahwa sesungguhnya spiritualitas Gereja Katolik sudah cukup lengkap: terdapat banyak cara berdoa dan spiritualitas yang diajarkan oleh para kudus sepanjang sejarah Gereja Katolik. Namun mungkin yang kurang adalah, kekayaan spiritualitas Katolik itu kurang diketahui oleh umat secara umum, sehingga tidak dijadikan sebagai gaya hidup.
Di salah satu Talk tentang Roh Kudus, Scott Hahn (seorang evangelist Protestan yang menjadi Katolik) pernah mengatakan bahwa kemungkinan di jaman akhir ini, Allah melihat bahwa diperlukan manifestasi Roh Kudus yang lebih jelas terlihat untuk meyakinkan manusia akan kehadiran-Nya di tengah umat-Nya. Maka karunia- karunia karismatik Roh Kudus dicurahkan kepada banyak orang percaya termasuk mereka yang tidak berada dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, dengan maksud untuk mempersatukan jemaat menjadi satu kawanan. Maka, bahasa roh dan karunia karismatik lainnya, yang pada awal mula diberikan kepada jemaat dengan maksud evangelisasi ke seluruh dunia, kini kembali dicurahkan, untuk membalikkan hati banyak orang kepada Tuhan dan Gereja-Nya, dan kembali meng- evangelisasi dunia yang dewasa ini sudah semakin jauh dari Tuhan. Nampaknya ini nyata dalam kesaksian hidup Scott Hahn sendiri. Atas pimpinan Roh Kudus, ia bersama dengan istrinya, Kimberly Hahn, yang keduanya adalah mantan lulusan sekolah pendeta, dapat mengenali bahwa kepenuhan kebenaran ada di Gereja Katolik. Mereka lalu bergabung dalam kesatuan dengan Gereja Katolik, seperti tertulis dalam buku mereka yang terkenal, Rome Sweet Home.
10. Gerakan Karismatik mengatakan bahwa gerakan ini perlu untuk memperoleh karunia- karunia Roh Kudus, sehingga jelas merendahkan Roh Kudus dan sakramen- sakramen Gereja Katolik?
Maka, silakan kita menilai dengan obyektif, soal hal perlu atau tidak perlu tentang gerakan Karismatik ini. Sebab jika seseorang sudah dapat menghayati iman Katoliknya dengan baik dan benar, maka mungkin saja gerakan ini tidak diperlukan olehnya. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa ada banyak orang yang dapat ‘terbantu’ melalui gerakan ini untuk semakin menghayati misteri iman yang diajarkan oleh Gereja Katolik.
Ada banyak kesaksian orang Katolik yang mengalami pertobatan sejati setelah mengikuti gerakan Karismatik, dan semakin dapat menghayati makna Ekaristi dan sakramen- sakramen Gereja lainnya. Maka walaupun ada efek-efek negatif yang ditunjukkan oleh sekelompok orang yang menjadi ekstrim [dan ini tentu perlu dihindari], tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada buah- buah yang baik yang dihasilkan melalui gerakan karismatik di dalam Gereja Katolik. Yang terpenting sekarang adalah, pihak hirarki/ otoritas Gereja perlu membimbing gerakan ini, agar tidak keluar dari ajaran iman Katolik, atau semakin memancarkan ciri ke katolikannya, seperti yang disarankan oleh Paus Paulus VI di tahun 1973 dalam mencirikan pembaharuan karismatik, “… pengalaman doa yang mendalam, personal, dan di dalam kelompok, kembali ke doa kontemplasi … kesiapsiagaan bagi panggilan Roh Kudus…”
11. Tentang kesimpulan anda: Gerakan Karismatik berbahaya karena mengandung penyesatan dan penyimpangan iman dan ajaran Gereja Katolik?
Mohon maaf, kami di Katolisitas tidak setuju dengan pandangan ini. Karena pandangan ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI.
Dalam Audiensi dengan Kadinal Suenens dan the Council Members of the International Charismatic Renewal Office, 11 Desember 1979, Paus Yohanes Paulus II berkata demikian:
“…This is my first meeting with you, Catholic charismatics . . . I have always belonged to this renewal in the Holy Spirit. . . . I am convinced that this movement is a sign of His action. The world is much in need of this action of the Holy Spirit, and it needs many instruments for this action. . . . Through this action, the Holy Spirit comes to the human spirit, and from this moment we begin to live again, to find our very selves, to find our identity, our total humanity. Consequently, I am convinced that this movement is a very important component in the total renewal of the Church, in this spiritual renewal of the Church.“
Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 4 April 1998, dalam konferensi gerakan karismatik Katolik juga mengatakan: (selengkapnya silakan klik, klik ini juga)
“You are an ecclesial movement. Therefore, all those criteria of ecclesiality of which I wrote in Christifideles laici (cf. n. 30) must be expressed in your lives, especially faithful adherence to the Church’s Magisterium, filial obedience to the Bishops and a spirit of service towards local Churches and parishes.“
Paus Benediktus XVI juga mengakui gerakan karismatik sebagai gerakan gerejawi/ eccesial movement, dan dalam pernyataannya kepada the Catholic Fraternity of Charismatic Covenant Communities, 31 Oktober, 2008, ia mengatakan:
“As I have been able to affirm in other circumstances, the Ecclesial Movements and New Comunities which blossomed after the Second Vatican Council, constitute a unique gift of the Lord and a precious resource for the life of the Church. They should be accepted with trust and valued for the various contributions they place at the service of the common benefit in a an ordered and fruitful way… “
Dengan demikian, jika kita sungguh mengakui kepemimpinan para Paus ini sebagai penerus Rasul Petrus, dan demi kasih kita kepada Kristus yang telah memilih mereka sebagai pemimpin Gereja-Nya, maka sudah seharusnya kitapun menerima pengajaran mereka, dengan menerima gerakan karismatik Katolik sebagai salah satu gerakan gerejawi. Kita selayaknya juga dapat melihat hal- hal positif yang dihasilkan oleh gerakan ini, dan bersama- sama dengan pihak otoritas Gereja berusaha menghilangkan efek- efek negatif dari gerakan ini, yang diakibatkan karena kurangnya pemahaman akan ajaran iman Katolik. Sebagai umat Katolik, kita memang tidak diharuskan menjadi anggota gerakan Karismatik, tetapi kita juga tidak boleh menolak mereka dengan mengatakan bahwa mereka itu sesat. Dengan mengatakan demikian, seseorang menempatkan dirinya di atas Paus, dan jika demikian, silakan diperiksa, apakah sikap seperti ini membuktikan bahwa ia sendiri dipenuhi atau dibimbing oleh Roh Kudus.
Akhirnya, perlu diketahui untuk Gereja Katolik di Indonesia sudah ada Badan Pelayanan Nasional Pembaharuan Karismatik Katolik Indonesia (BPNPKKI) dapat menjadi sarana untuk membimbing gerakan ini di tanah air agar mempunyai arah yang benar dan turut serta dalam membangun Gereja Katolik dari dalam, sesuai dengan visi dan misinya, di mana di point ke-5 dikatakan, “Untuk memupuk pertumbuhan yang terus menerus dalam kesucian melalui integrasi yang tepat antara penekanan segi karismatik ini dengan kehidupan yang utuh dari Gereja. Hal ini terlaksana melalui partisipasi dalam suatu kehidupan sakramental dan liturgis yang kaya, penghargaan terhadap tradisi doa-doa dan spiritualitas katolik dan pembinaan terus menerus dalam ajaran-ajaran Katolik dibawah bimbingan Magisterium Gereja dan peran serta dalam rencana pastoral Gereja.” Dengan demikian sudah ada langkah- langkah dari pihak otoritas Gereja Katolik di Indonesia untuk mengkoordinasikan gerakan karismatik ini agar sesuai dengan kehidupan Gereja secara keseluruhan.
Selanjutnya, mari bersama dalam kesatuan dengan seluruh Gereja, kita memohon pimpinan Roh Kudus, namun pertama- tama mari memohon kerendahan hati untuk dapat dipimpin oleh Roh Kudus.
Selanjutnya tentang hal-hal positif dan negatif tentang gerakan Karismatik, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Arahan KWI tentang karismatik poin 13, baptisan roh disinggung… bahwa nas2 Kitab Suci tidak menyamakan Baptisan Roh dg Sakramen Baptis… poin ke 14 mengatakan baptisan roh adalah permohonan… sedangkan yg saya baca di artikel ini istilah baptisan roh tidak tepat…
13. Misalnya, Yohanes Pembaptis berkata: “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus” (Mrk 1:8). Lukas mengutip kata-kata Yesus serupa: “Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.” (Kis 1:5). Dalam Perjanjian Baru ada sejumlah ungkapan yang mirip dengan itu.[2] Hampir semua teks itu ditafsirkan para ahli sebagai lukisan mengenai “sakramen inisiasi” yaitu Sakramen Baptis, Ekaristi Pertama dan Sakramen Krisma.[3] Maka semua orang yang secara sah dibaptis, juga terbaptis dalam Roh dan air.[4] Nas-nas Perjanjian Baru tidak menyamakan ‘Baptis dalam Roh’ dengan sakramen baptis.
14. Gereja sekarang memahami ‘Baptis dalam Roh’ sebagai doa permohonan iman yang sungguh-sungguh agar berkat rahmat baptis dan krisma hidup umat digairahkan dan dipenuhi dengan kekuasaan Roh Kudus. Itulah sebabnya di kalangan PKK sekarang lebih dipergunakan istilahpencurahan Roh.[5] Kalau doa tersebut diucapkan dengan penumpangan tangan, itu merupakan ungkapan cinta persaudaraan antara kedua fihak yang kadang-kadang masih lebih diperdalam dengan pembaruan janji baptis. Dalam peristiwa tersebut orang dapat betul-betul mengalami kasih Allah secara mendalam sekali.
Apa arti tidak menyamakan disini? Terimakasih… salam…
[dari katolisitas: Menyamakan dalam hal ini “dapat mengganti”. Jadi, baptisan roh – yang lebih tepatnya pencurahan roh – tidak dapat menggantikan Sakramen Baptis, yang merupakan gerbang keselamatan]
salam
Mohon maaf sebelumnya.
Disini saya mengalami sedikit kebingungan dengan apa yang saya dapat di forum ini dengan forum ekaristi.org sehubungan dengan karismatik katolik. Adakah diskusi yang pernah dilakukan antara moderator di 2 forum tsb. Sbg awam saya harus memiliki pandangan spt apa terkait karismatik katolik.
Terima kasih
[dari katolisitas: Kami telah memberikan argumentasi seperti yang telah dituliskan di atas. Silakan mengkaji dan menimbang. Prinsipnya, pada saat ini Vatikan mengakui gerakan ini sebagai gerakan gereja, seperti Legio Mariae, ME, CFC, dll]
Terima Kasih Tim Katolisitas atas tanggapannya.
saya sangat bingung dengan “Glossolalia” itu. memang dasar Kitab Suci ada, tetapi apakah sesuai dengan apa yang terjadi sekarang?
dan apakah bunyi “saka lapa lapa~~” yang diucapkan orang-orang yang berbahasa roh, adalah suara Roh Kudus?
dan saya pernah mendengar bahwa Bahasa Roh itu bisa dipelajari. dan ini yang membuat saya semakin tidak percaya dengan gerakan Karismatik.
mohon bantuannya, Terima Kasih.
Shalom Yulianus,
Silakan terlebih dahulu Anda membaca artikel tentang Bahasa roh, klik di sini.
Jika kita berpegang kepada Kitab Suci dan arahan dari KWI tentang karunia karismatik Roh Kudus, kita mengetahui bahwa karunia-karunia tersebut diberikan kepada Allah secara cuma-cuma, maka tidak dapat dikejar ataupun direbut (Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 16).
Karunia selanjutnya adalah karunia nubuat, “yang biasanya merupakan hiburan untuk meneguhkan atau mendorong orang lebih berbakti dalam jemaat” (Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 16). Karunia nubuat memerlukan tafsir dari orang yang mempunyai karunia discernment, yaitu dapat memilah-milah jenis pengaruh Roh dan akibat-akibatnya. Di sini penting peran pemimpin doa yang bijak agar dapat menyampaikan kepada umat yang bersekutu dalam doa tersebut, entah itu penghiburan, peneguhan, ataupun dorongan ke arah yang baik. Nubuat yang sejati mengungkapkan kehendak Allah “pada saat dan tempat tertentu dan perlu selalu diuji oleh umat, melalui orang yang bertanggung jawab. Pada kasus- kasus tertentu karunia ini malah perlu diuji oleh Uskup.” (Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 28)
Maka, memang walaupun mungkin saja jika bahasa Roh mempunyai susunan, tetapi susunan/ tata bahasa itu tidak dapat dipelajari seperti kita mempelajari bahasa lain di dunia. Hal bagaimana meng-interpretasi bahasa roh itu sendiri-pun memerlukan karunia, dan karunia itu diberikan pada saat dan tempat tertentu (tidak di setiap saat dan di mana saja), dan harus diuji. Olah sebab itu, bahasa roh itu tidak sama dengan bahasa lainnya di dunia yang dapat dipelajari oleh siapa saja dan kapan saja, sebab pada dasarnya bahasa roh ini adalah karunia Allah, dan bukan sesuatu yang berasal dari manusia.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima Kasih Bu Ingrid atas responya,
saya setuju dengan penjelasan Ibu bahwa Karunia itu tidak bisa dipelajari, karena itu diberikan secara cuma-cuma menurut kerelaan-Nya.
dan pelajaran yang bisa saya ambil ialah bahasa roh bukan yang paling penting bagi saya, melainkan Karunia Bernubuat, dimana kita bisa menjadi pewarta.
walapun sekarang masih banyak pertanyaan tentang bahasa roh itu, tetapi saya mulai mengerti sedikit demi sedikit. Terima Kasih Ibu Ingrid atas penjelasannya.
Semoga Tuhan Memberkati,
Shalom Yulianus,
KWI mengingatkan kita bahwa karunia bahasa roh -yang merupakan cara berdoa- bukan yang terpenting, sebab yang terpenting adalah Roh Kudus-nya itu sendiri. Maka memang karunia-karunia karismatik Roh Kudus itu penting untuk membangun jemaat, tetapi yang lebih penting adalah sapta karunia Roh Kudus yang menguduskan kita, sebagaimana pernah diulas di sini, silakan klik.
Di atas semua itu, jangan dilupakan bahwa yang terpenting adalah KASIH, yang adalah buah Roh Kudus. Rasul Paulus pun menempatkan perikop tentang Kasih (1 Kor 13) itu di antara perikop tentang karunia-karunia Roh Kudus (1 Kor 12 dan 1 Kor 14), agar kita menempatkan kasih sebagai yang terutama di atas segala karunia-karunia Roh Kudus tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolsiitas.org
Terima Kasih tanggapannya Bu Ingrid,
saya sangat setuju bu, pernyataan saya diatas jika dalam kondisi antara bahasa roh atau nubuat, saya pilih nubuat karena saya bisa berbagi dengan yang lain, mewartakan Kasih Tuhan dan menjadikan Kasih Tuhan itu sebagai pedoman kehidupan. dan saya yakin juga bahwa Roh Kudus senantiasa berkarya dalam kehidupan saya, walapun saya tidak bisa berbahasa roh.
sekali lagi terima kasih banyak bu atas tanggapannya dan dengan ini wawasan saya semakin bertambah.
Semoga Tuhan Memberkati,
Dear Tim Katolisitas,
setelah saya banyak membaca artikel disini, saya mendapat kendala, khususnya untuk memahami apa itu Bahasa Roh. ada pertanyaan dalam hati saya:
1. apakah sebenarnya Bahasa Roh itu?
2. apakah Bahasa Roh itu bahasa yang orang lain tidak dapat mengerti seperti yang terjadi sekarang ini? sebab dalam Kitab Suci, ketika Para Rasul berbicara dalam Roh, orang lain mengerti apa yang mereka katakan.
mohon bantuannya untuk Tim Katolisitas,
Salam Kasih Kristus Tuhan.
[Dari Katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu artikel ini, silakan klik, dan tanya jawab di bawahnya.]
Untuk para Tim Katolisitas saya ingin bertanya, bagaimana caranya mengikuti Gerakan Karismatik Katolik? Apakah ada syarat-syarat tertentu agar saya dapat mengikutinya? Lalu bagaimana caranya agar saya dapat mengikuti Seminar Hidup Dalam Roh Kudus? Saya seorang Katolik berumur 14 tahun. Mohon bantuannya…
Shalom Aldi,
Silakan Aldi meminta informasi di Sekretariat Paroki, di mana Aldi tinggal. Tanyakan di sana, apakah ada Persekutuan Doa Karismatik Katolik di paroki? Jika ada, silakan menghubungi pengurusnya (Aldi dapat minta no. telpon pengurusnya/ ketuanya). Lalu Aldi tanyakan kapan diadakan Seminar Hidup dalam Roh Kudus, dan silakan mendaftar. Lalu ikutilah SHDR tersebut, jika diadakan selama beberapa minggu, ikutilah semua sesinya selama beberapa minggu itu. Atau, kalau Aldi mendengar diadakannya SHDR di paroki lain yang tidak jauh dari rumah Aldi, silakan mendaftar dan mengikuti di sana. Tak apa, umur 14 tahun juga boleh ikut, asal sudah dibaptis, dan sebaiknya telah menerima sakramen Penguatan. Waktu saya pertama kali ikut PDKK, saya juga masih berumur belasan tahun.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Aldi,
Anda bisa mencari tau ttg komunitas karismatik di paroki, bisa tanya pd romo paroki, melihat umur anda yg masih muda, ada kelompok karismatik khusus anak muda, tapi kalaupun anda mau ikut kelompok karismatik umum, tidaklah menjadi persoalan. Dari sini anda akan mendapat info ttg SHDR. Kl ditempat saya rutin diadakan setiap 4 bulan sekali. Kami selalu mengambil waktu diakhir minggu, kamis, jumat, sabtu (jam 18.30 sd jam 21.30), minggu pagi sd sore. Jadi hanya 4 hari saja.
[Dari Katolisitas: Tidak semua paroki mempunyai kelompok karismatik untuk mudika/ OMK. Maka lebih baik Aldi menanyakan terlebih dahulu ke sekretariat paroki. Lagipula menurut pengalaman saya sendiri yang telah beberapa kali mengikuti SHDR, adalah lebih baik mengikuti SHDR yang diadakan selama beberapa minggu (jika ada) daripada yang hanya 4 hari. SHDR yang dilakukan selama 6 -8 minggu (dengan permenungan ayat-ayat tertentu setiap harinya, pembimbingan dari ketua kelompoknya, termasuk adanya kesempatan konseling dan Pengakuan Dosa) akan memberikan kesempatan yang cukup bagi perjalanan rohani orang yang mengikutinya sehingga dapat memberikan penghayatan yang lebih baik bagi saat pencurahan Roh Kudus, maupun saat setelah SHDR]
Kalau ditempat saya, ikut SHDR tidak harus sdh dibaptis atau beragama katolik, krn kita tdk bisa membatasi gerakan Roh Kudus, selain itu juga Tuhan mencintai semua orang, bukan hanya org katolik saja. Semua orang disayang dan ingin diselamatkan oleh Tuhan tanpa melihat dia beragama apa.
Jadi jika terjadi pengalaman bersama Allah dlm SHDR dan ingin menjadi katolik (dibaptis), kita org karismatik akan menyarankan anda utk mengikuti pembelajaran agama (katekumen) dulu sebelum dibaptis.
[Dari Katolisitas: Ketentuan secara umum adalah yang ikut sudah dibaptis, agar memiliki pemahaman dasar tentang iman Kristiani. Tetapi tentu kadang ada kondisi khusus di mana orang-orang tertentu ingin untuk mengikutinya, maka hal ini dapat diperbolehkan, namun membutuhkan pendampingan khusus, terutama dari ketua kelompoknya yang bertugas untuk memberi penjelasan tentang hal-hal dasar iman Kristiani maupun hal-hal dalam seminar tersebut. Ketentuan ini bukan untuk membatasi gerakan Roh Kudus, melainkan agar tidak jadi salah paham yang berakibat negatif terhadap orang tersebut.]
Tujuan utama dari SHDR ini sendiri (kl ditempat saya) adalah untuk memperkenalkan Allah yg begitu baik dan juga bisa merasakan / mengalami pengalaman bersama Allah. Perkara yg mengikuti ini mengimani atau tidak, itu adalah urusan Tuhan krn semuanya itu adalah rahmat. Jadi kita disini hanya menunjukkan jalan kebenaran dan hidup.
Tuhan sendiri tidak pernah menanyakan agama seseorang saat akan memberi mujizatnya, Yesus tidak pernah menanyakan iman yg sakit, jadi kitapun dalam pelayanan tidak pernah memilah-milah pelayanan kita. Tuhan saja tidak seperti itu, siapa kita yg berhak seperti itu?
[Dari Katolisitas: Nampaknya Anda salah paham. Tidak ada yang memilah-milah, namun untuk mengusahakan yang terbaik bagi umat yang mengikutinya. Jika ada pendampingnya dan pendampingnya mempunyai komitmen untuk membimbing orang yang belum Katolik itu, maka hal tersebut dapat dilakukan. Tetapi sepanjang pengetahuan saya, sebagai ketentuan umum untuk mengikuti SHDR adalah yang sudah dibaptis Katolik, sebab memang biasanya dalam proses nanti ada Sakramen Pengakuan Dosa, yang hanya dapat diikuti secara penuh (dapat menerima absolusi) oleh mereka yang sudah dibaptis Katolik].
Semoga keterangan yg sy berikan diatas bisa sedikit membantu anda. Senang mengetahui anda ingin mengikuti SHDR, semoga saat anda mengikutinya, Allah memberikan rahmatnya.
Salam kasih,
Yindri
Terimakasih atas penjelasannya dari tim katolisitas.org
Yg ingin sy tanyakan adalah mohon ditunjukkan ketentuan umum itu ada diaturan mana, agar sy juga bisa membacanya kl org harus dibaptis dahulu sebelum ikut SHDR? Kalau hal itu dikatakan kebiasaan sih iya, tapi ini disebut ketentuan, walaupun dikatakan umum, sy jg ingin mengetahuinya.
Untuk peserta SHDR yg telah dibaptis, memang ada sakramen pengakuan dosa, tapi bagi peserta yg belum di baptis akan disarankan utk berkonsultasi dgn romo disaat sesi ini. Ini bagus agar peserta yg belum baptispun bisa menyelesaikan masalahnya lebih baik.
Kalau pada akhirnya ada org yg mengikuti SHDR yg belum dibaptis dan ingin menjadi katolik, disini kami juga menyarankan utk mengikuti aturan gereja, yaitu ikut katekumen. Peserta kami arahkan kesana, jadi aturan gereja katolikpun kita ikuti.
Disini saya sampaikan memang betul idealnya orang mengikuti SHDR adalah 6 sd 8 minggu, krn adanya permenungan ayat2 disetiap harinya. Tapi utk situasi tertentu atau keterbatasan waktu dan biaya, hal ini sulit dilakukan dibeberapa tempat. Ada kondisi yg ideal, tapi sayangnya kita sering menemui kondisi / hal2 yg tidak ideal.
Dikomonitas karismatik ini saya hanya berusaha untuk tidak mempersulit orang yg ingin mengenal Allah, kadang kala aturan dan birokrasi yg terlalu berbelit membuat org sulit mengenal Allah.
Kita adalah satu tubuh, saya berharap hal ini tidak menjadi masalah / hambatan, saya hanya berusaha mengajak kembali ketitik awal utk merenungkan tujuan dari semua ini. Karena apapun yg dihadapi, hambatan dll, kata “Allah adalah Kasih” adalah bukan hanya kata2 hiasan biasa, itulah dimana Tuhan sudah memberikan jawaban.
Saya minta maaf jika pendapat saya kurang berkenan disini, saya hanya memberikan argumen saya pribadi dan berusaha membantu banyak org diluaran sana yg terbentur aturan atau biokrasi yg berbelit. Tapi saya tau sekali bahwa aturan ya aturan dan bukan tidak mau tunduk pada semua aturan yg ada, saya sangat menghormati itu. Tapi kadangkala dalam perjalanannya, yg setiap org menginginkan sesuatu yg ideal, ada kasih yg harus diutamakan dan membuat hal ideal tidaklah menjadi ideal dimata kita.
Salam Kasih dalam Kristus,
Yindri
Shalom Yindri,
Konferensi Waligereja Indonesia telah mengeluarkan dua dokumen yang cukup penting sehubungan dengan Pembaharuan Karismatik Katolik di Indonesia, yang secara keseluruhan dapat dibaca di situs ini (silakan klik di judul berikut):
Aneka Karunia, Satu Roh
Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh
Dokumen-dokumen tersebut memang tidak secara rinci menyebutkan syarat-syarat bagi mereka yang mau mengikuti SHDR, tetapi dokumen tersebut memberikan beberapa patokan dasar terhadap gerakan Karismatik Katolik, sehingga atas dasar itu dapat ditarik ketentuan ataupun garis besar pedoman pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam komunitas PDKK, termasuk SHDR.
Dalam Dokumen Aneka Karunia, Satu Roh, dikatakan:
9. Di tengah arus besar pembaruan Gereja itu, kami melihat PKK pertama-tama sebagai suatu cara baru menghayati keyakinan bahwa karisma dasar kita adalah iman akan Roh yang memberi kita kepercayaan kepada Bapa dalam Yesus Kristus….
13 &14. Nas-nas Perjanjian Baru tidak menyamakan ‘Baptis dalam Roh’ dengan sakramen baptis. Gereja sekarang memahami ‘Baptis dalam Roh’ sebagai doa permohonan iman yang sungguh-sungguh agar berkat rahmat baptis dan krisma, hidup umat digairahkan dan dipenuhi dengan kekuasaan Roh Kudus. Itulah sebabnya di kalangan PKK sekarang lebih dipergunakan istilah pencurahan Roh. Kalau doa tersebut diucapkan dengan penumpangan tangan, itu merupakan ungkapan cinta persaudaraan antara kedua fihak yang kadang-kadang masih lebih diperdalam dengan pembaruan janji baptis. Dalam peristiwa tersebut orang dapat betul-betul mengalami kasih Allah secara mendalam sekali.
15. Alangkah baiknya kalau para pemula diberi penjelasan secukupnya sebelum betul-betul masuk dalam Persekutuan Doa. Dengan penjelasan itu buahnya lebih bagus, misalnya berupa komunikasi yang lebih luwes dengan saudara se-Gereja dan kesetiaan yang tinggi kepada Gereja.
Dari ketentuan ini, kita ketahui bahwa SHDR dan pencurahan Roh Kudus yang terjadi di dalamnya diperuntukkan pertama-tama untuk orang yang sudah dibaptis dan menerima sakramen Krisma. Sebab melalui Pembaptisan-lah seseorang diteguhkan dalam keyakinan yang menjadi karisma dasar PKK, yaitu iman akan Roh Kudus yang memberi kepercayaan kepada Bapa Allah Bapa dalam Kristus (lih. no.9). Pencurahan Roh Kudus yang diterima dalam SHDR dimaksudkan untuk menggairahkan kembali karunia iman dan rahmat sakramen baptis dan krisma (lih. no. 13& 14). Di samping itu di dalam doa-doa SHDR juga dilakukan pembaruan janji baptis.
Nah, pengertian di atas ini menjadi alasan yang masuk akal untuk menentukan bahwa prasyarat umum bagi peserta SHDR adalah orang-orang yang sudah menerima sakramen Baptis dan Krisma, sebab tujuan dan maksud diadakannya SHDR tersebut berkaitan langsung dengan rahmat sakramen Baptis dan Krisma tersebut. Jika dalam kasus-kasus khusus ternyata ada orang yang belum dibaptis namun ingin sekali ikut, tentu pihak panitia dapat mengizinkannya, namun untuk orang ini diperlukan pendampingan khusus, agar ia dapat memperoleh penjelasan yang secukupnya tentang iman Katolik (lihat point 15), dan agar ia dapat mempunyai sikap batin yang kondusif terhadap karya Roh Kudus dalam SHDR maupun dalam kegiatan PKK lainnya.
Dokumen yang kedua, yaitu Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, juga menekankan bahwa PKK merupakan pembaruan kehidupan Kristiani secara keseluruhan, dan bersifat gerejawi (lih. no. 23) dan karena itu mensyaratkan bahwa orang yang dibaharui itu pertama-tama adalah seorang Kristiani dan anggota Gereja- yaitu, orang yang sudah dibaptis. Ada pengalaman saya mengikuti semacam SHDR di India, dan di sana terdapat juga orang-orang non-Katolik yang ikut, namun mungkin kurang didampingi dan diberi penjelasan oleh tim/ panitia. Akibatnya pada saat pencurahan Roh Kudus, malah orang ini mengacau, dan mengganggu umat yang lain. Nah kejadian semacam inilah yang perlu dihindari. Mengalami kejadian ini, saya dapat menghargai sepenuhnya, jika panitia SHDR di Indonesia, dan juga di Filipina dan Singapura, sejauh yang saya ketahui, mensyaratkan sebagai ketentuan umum bahwa yang ikut SHDR harus sudah dibaptis dan menerima Krisma.
Jadi ketentuan umum peserta SHDR, yaitu yang sudah menerima sakramen Baptis dan Krisma, itu dibuat sejalan dengan maksud dan tujuan PKK. Tentu ini demi kebaikan bersama, dan bukan sebaliknya malah membatasi Roh Kudus, atau memperumit birokrasi. Ada banyak cara Roh Kudus bekerja, dan mari menghormati juga cara kerja Roh Kudus yang telah membimbing para pemimpin Gereja untuk memberikan arahan yang benar demi kebaikan PKK itu sendiri, dan semua yang tergabung di dalamnya dalam kesatuan dengan keluarga besar Gereja Katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Pertama-tama saya ingin mengucapkan terimakasih atas penjelasan Bapak/Ibu Yindri dan Ibu Inggrid yang menurut saya sudah sangat jelas.
Kalau boleh bertanya lebih lanjut, apakah SHDR dilakukan di luar kota atau di dalam Gereja Paroki masing masing?
Salam Kasih,
Aldi
[Dari Katolisitas: Umumnya dilakukan di paroki masing-masing, dapat dilakukan di Aula, atau dapat pula, pada acara doa bersama dan Sakramen Pengakuan dosa, dilakukan di gedung gereja. Silakan Aldi bertanya kepada sekretariat paroki/ panitia SHDR. Semoga Tuhan memberkati niatmu yang tulus untuk mengikuti SHDR, dan semoga Ia melimpahimu dengan rahmat-Nya melalui acara tersebut.]
Amin.
Shalom..
Kalau boleh saran, mengikuti Retret Awal di Cikanyere atau Tumpang dalam bimbingan frater dan suster Karmelit rasanya lebih baik dalam penghayatan terhadap iman Katolik. Materinya kurang lebih sama dengan SHDR, termasuk ada doa pencurahan Roh juga di malam terakhir.
Saya pertama kali jatuh cinta kepada iman Katolik karena mengikuti Retret Awal. Dari sana saya mengenal makna Ekaristi yang sesungguhnya dan merasakan Dia sungguh hadir dalam adorasi.
Harus diakui bahwa Allah membentuk kita masing2 dengan cara yang berbeda2. Sehingga kita serahkan semua kepadaNya agar Dia membentuk kita seturut caraNya..
ign
Terima kasih Katolisitas atas segala informasi Iman Katolik selama ini, sehingga pengetahuan saya semakin bertumbuh tentang Katolik. Kebetulan ada satu hal yang saya ingin tanyakan. Bagaimana pendapat Gereja tentang PD Karismatik?
Berkah Dalem.
[Dari Katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu artikel di atas, silakan klik, dan juga artikel ini, silakan klik]
Yth Ibu Ingrid,
saya ada beberapa pertanyaan mengenai karismatik :
1. Saya agak bingung dengan istilah Misa Karismatik, apakah GK mengenal berbagai macam Misa ? kalau iya, ada berapa jenis misa yang diakui oleh GK?
2. Apakah Misa karismatik mempunyai TPE sendiri ? karena saya banyak mendengar bahwa banyak terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan misa karismatik, yang semakin berkembang dan semakin bias…
Salam, RS
Salam Roni,
Misa Karismatik sebetulnya istilah populer untuk misa yang dirayakan dengan penyesuaian untuk kelompok khusus (“misa kelompok”), yaitu kelompok pembaruan hidup dalam Roh yang biasanya disebut kelompok karismatik. Gereja mengenal satu misa, tetapi dengan berbagai macam kemungkinan penyesuaian (yang diijinkan oleh Gereja) untuk kelompok umat yang merayakannya, seperti kelompok anak-anak, orang muda, kelompok petani, nelayan, buruh, kelompok karismatik, kelompok (komunitas) St. Egidio, kelompok budaya tertentu, dan lain-lain. Yang sering jadi masalah adalah bahwa misa dengan penyesuaian untuk kelompok khusus itu dibuat menjadi “misa umat” yaitu misa yang dihadiri oleh berbagai macam kelompok umat seperti misa hari Minggu di gereja paroki yang dihadiri oleh berbagai macam orang. Masalah ini bisa diatasi kalau dibuat pengumuman untuk diketahui oleh seluruh umat bahwa akan ada misa kelompok. Masalah lain adalah kalau penyesuaian itu dibuat sesuka hati tanpa memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang diijinkan oleh Gereja untuk kelompok khusus itu. Jadi hanya ada satu TPE dan dalam TPE itu (terutama dalam buku TPE Imam) diberikan kemungkinan-kemungkinan untuk membuat penyesuaian. Semoga membantu dan bukan menambah kebingungan.
Tks dan doa. Gbu.
Rm B.Boli Ujan, SVD.
Dear Ibu Ingrid dan Team Katolisitas,
Saya senang sekali membaca topik dan bahasan, serta tanggapan Bu Ingrid yg sangat rendah hati dan tulus untuk membagi pengetahuan dan pengalaman tanpa mencoba menghakimi.
Saya ingin menanggapi sedikit, mungkin banyak umat yang merasa kurang pas, karena banyak individu yang merasa mendapatkan karunia roh kudus dengan bahasa rohnya dan merasa lebih baik atau suci hidupnya dibandingkan individu lainnya, sehingga bahasa roh begitu diagung-agungkan dan dipelajari sebagai tolok ukur bahwa seseorang terpilih dan diterima oleh Allah. Bahkan ikut bergabung komunitas hanya untuk merasa lebih baik dari umat yg tidak bergabung. Padahal yang terutama adalah buah-buah kehidupan orang tersebut dan bukan ukuran keahlian bahasa rohnya.
Bagi saya pribadi, menanggapi berbagai kegiatan dan ritual atau cara-cara penyembahan dan pujian, setiap orang memiliki selera dan kecocokan masing-masing yang terbentuk dari pemahaman, pengetahuan, lingkungan, budaya, kebiasaan (seperti orang yang suka pedas, ada juga yang tidak, bagi yang tidak suka pedas bisa beranggapan bahwa “makan kok pedas malahan tidak bisa menikmati makanan dan tersiksa”, tapi bagi yang suka pedas justru itu sarana untuk menikmati makanannya), maka kita harus memaklumi bahwa setiap org bisa memilih mana. Yang sesuai untuk pengembangan dirinya untuk menjadi lebih baik yang terutama untuk menghasilkan buah dan membawa kebaikan bagi sesama dan lingkungan.
“Kalau kita melihat suatu kebenaran dari satu sisi saja dan kita menganggap itu sebagai satu-satunya kebenaran yg mutlak, itu sama dengan kesesatan”
Salam,
Vincentiussan
[dari katolisitas: Menyadari kelemahan kita, maka lebih baik kita mengikuti apa yang diajarkan oleh Magisterium Gereja]
Mungkin link berikut ini dapat melengkapi penjelasan yang sudah diberikan katolisitas.org mengenai pro/kontra atau tantangan yang dihadapi gerakan Karismatik Katolik :
http://www.carmelia.net/index.php/sekali-lagi-makna-pembaruan-karismatik-katolik
Shalom
Apakah ada perbedaan antara karismatik katolik dgn Katolik??
[dari katolisitas: Karismatik Katolik adalah ecclesial movement di dalam Gereja Katolik dan Gereja Katolik adalah Gereja yang didirikan oleh Kristus. Silakan melihat beberapa artikel tentang karismatik ini – silakan klik]
Shalom.
Bagaimana pandangan orang karismatik protestan tentang karismatik katolik ini?
[dari katolisitas: umumnya mereka memandang positif. Namun jangan lupa bahwa doa yang tertinggi dalam Gereja Katolik adalah Sakramen Ekaristi dan bukan doa di dalam gerakan karismatik]
Apakah karismatik katolik ini diakui oleh kepausan atau tidak??
[dari katolisitas: Diakui sebagai ecclesial movement]
terima kasih
Dear tim katolisitas,
Saya ingin share 2 pengalaman saya sekaligus bertanya…
Sekitar 5 tahun lalu, saya pernah mengikuti retret dan saya baru tau bahwa retret tersebut adalah SHDRK dan waktu itu saya sungguh bingung dan gak jelas… Ini sebenernya orang2 lgi ngapain.. Saya disuruh memejamkan mata dan berbicara yesus yesus yesus terus menerus… Karna waktu itu masih gk ngerti akhirnya nurut aja…
Tiba2 aja saya merasakan panas di badan saya (pdhl ruangan itu dingin sekali) lalu saya tak henti2 nya menangis dan tiba2 juga semua orang disana sudah ngomong bahasa roh… Trus seperti biasa saya ikut didoakan dan dibisikkan ntah bahasa apa… bibir saya pengen ikut, tapi saya ngerasa kek orang gila akirnya saya tahan dan cm nangis doang… Malah ada teman saya yang juga malahan jadi lari2 kelilingin ruangan dan gak henti2nya ngomong bertobatlah bertobatlah…Sampai akhirnya didoakan dan menjadi biasa lagi..
Sepulangnya dari retret tersebut, setiap malam rasanya bibir dan otak saya selalu ingin mengucapkan hal2 yang saya sendiri bingung sebenernya apa… Dan saya selalu berusaha menutup mulut saya rapat2…
Pertanyaannya,
1. Waktu yg saya menahan untuk gak mengikuti itu, apakah itu artinya saya menolak bahasa roh tersebut? Dan apakah boleh? Dan mengapa setelahnya otak saya dan bibir saya selalu mau mengucapkan hal yang saya tidak mengerti itu?
2. Mengapa teman saya bs berteriak2 seperti itu? Apakah itu termasuk salah satu pencurahan roh kudus? Jika iya, Kenapa harus didoakan dulu baru akhirnya menjadi tenang?
Share ke2
4 tahun kemudian, saya mengikuti lagi SHDRK dan saat2 pencurahan Roh Kudus, saya berdoa sama Tuhan dan bilang kalau kali ini saya siap menerima karunia dari Tuhan dan akhirnya seluruh badan saya menjadi panas (padahal ruangan tersebut dingin sekali ) dan akhirnya saya mulai berbicara bahasa roh…
Singkat cerita, pada hari terakhir diadakan misa kudus.. Dan pada saat masuk ke bacaan injil, suara romo saya mulai berubah dan sekujur tubuh saya merinding, saya yakin itu bukan romo yg saya kenal yg sedang berbicara, suaranya benar2 berbeda, cara bicaranya seperti orang barat yang susah untuk ngomong “R” dan setelah bacaan selesai, masuklah k homili dan romo mulai berbicara dalam bahasa yang kita gak ngerti, (saya lupa bahasa apa yang digunakan dan romo tersebut tidak bisa bahasa tersebut) dan akhirnya kami semua yang ada di situ serentak berdoa dalam bahasa roh dan menangis…
Akhirnya kaka2 gereja karismatik mendoakan dan romo kembali menjadi normal kembali… Romo bilang bahwa saat itu, yang datang adalah saya lupa (antara Allah Bapa, Allah Putera atau Allah Roh Kudus)… dan romo tersebut dapat membedakan suaranya…. dan romo tersebut bertanya ke kami semua, siapakah kalian sampai dapat mendengar suara Tuhan sendiri? dan saya hanya bs menangis
Yng menjadi pertanyaan saya,
1. Mengapa setiap kali pencurahan roh kudus, tubuh saya terasa panas padahal sebelumnya saya kedinginan di ruangan tersebut?
2. Apakah yang terjadi saat bacaan injil dan homili tersebut, adalah hal yang normal terjadi? Apkah pernah terjadi sebelumnya?
3. Apakah suara Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus memang berbeda2?
Mohon pencerahan
Terima Kasih tim katolisitas
Shalom A.m.,
1. Salah satu manifestasi karunia karismatik Roh Kudus adalah karunia berdoa di dalam roh, sebagaimana pernah dibahas di sini, silakan klik.
Menurut pengetahuan saya, umumnya dan seharusnya semua peserta SHDRK diberitahukan tentang apakah itu bahasa roh, sehingga tidak ada prasangka buruk tentangnya, sehingga ada semacam ‘penolakan’ pada saat ada dorongan dari dalam hati untuk turut berdoa di dalam roh tersebut. Jika persiapan/ pengenalan akan karunia ini tidak diberikan atau karena satu dan lain hal tidak dipahami, maka dapat terjadi peserta tidak siap menerimanya, atau istilah Anda, menolaknya, karena mungkin tidak sepenuhnya mengetahui apakah bahasa roh itu. Ini sesungguhnya bukan menolak Roh Kudus itu sendiri, namun hanya karena kekurangpahaman akan apa yang dialami, maka ada semacam sikap yang tidak mau mengikuti dorongan yang timbul dari hati tersebut.
2. Terus terang, saya tidak mengetahui dengan persis mengapa teman Anda berteriak-teriak. Pada saat pencurahan Roh Kudus, adakalanya seseorang dapat mengalami pengalaman rohani, yang tak sepenuhnya dapat dijelaskan. Menurut kesaksian yang pernah saya dengar maupun keadaan yang pernah saya saksikan, memang ada orang-orang tertentu yang berteriak-teriak, umumnya karena mereka mempunyai pengalaman negatif di masa lalu, entah pengalaman disakiti orang lain (luka batin), kesombongan ataupun karena ikatan dosa tertentu (misalnya pernah melakukan aborsi, atau terlibat ilmu kegelapan); hal-hal semacam ini yang umumnya dapat mengakibatkan seseorang berteriak pada saat didoakan dalam pencurahan Roh Kudus. Kedatangan Roh Kudus membukakan di hati orang tersebut akan adanya dosa-dosa yang dilakukannya sebelumnya, dan dengan demikian, ada semacam dorongan yang keluar dari hati orang tersebut untuk mengakuinya dan membebaskan dirinya dari ikatan dosa itu. Sebab memang salah satu akibat kedatangan Roh Kudus adalah, “Ia [Roh Kudus] akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yoh 16:8). Maka jika seseorang sungguh bertobat setelah mengikuti SHDRK, maka dapat dikatakan bahwa pengalamannya itu sungguh dari Roh Kudus. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kristus, bahwa kita mengetahui baik atau tidaknya pohon dari buahnya (lih. Mat 7:16-20).
Maka nampaknya reaksi berteriak itu datang dari diri orang itu sendiri, setelah Roh Kudus datang dan menunjukkan/ menyingkapkan di dalam jiwanya akan adanya hal-hal negatif yang menjauhkan dirinya selama ini dengan Tuhan. Oleh karena itu, umumnya setelah didoakan, jiwa orang itu kembali menjadi tenang, setelah dengan dukungan doa sesama saudara seiman, ia dengan kehendak bebasnya sendiri menolak segala ikatan tersebut, sehingga ia dapat terbebas darinya, tentu berkat rahmat Tuhan.
3. Mengapa tubuh terasa panas?
Terus terang saya tidak dapat menjawab hal ini. Memang dari beberapa kesaksian yang saya dengar dan yang pernah saya alami, ada perasaan semacam ini. Namun iman kita akan Tuhan tidak tergantung dari perasaan. Maka janganlah perasaan-perasaan macam ini dijadikan patokan, sebab jika demikian malah tidak kondusif dalam kehidupan rohani. Orang yang menempatkan perasaan-perasaan sedemikian sebagai sesuatu yang terpenting dapat cenderung mencari pengalaman-pengalaman semacam ini, dan bukannya sungguh-sungguh mencari Tuhan dan kehendak-Nya di dalam hidup kita.
4. Apakah yang terjadi pada saat bacaan Injil dan homili pada saat itu adalah sesuatu yang normal?
Sejauh pengamatan saya, hal ini tidak umum terjadi. Terus terang sayapun belum pernah mengalami hal sedemikian dari banyak perayaan Ekaristi yang saya ikuti. Maka mohon maaf, saya tidak dapat mengomentari.
Sejujurnya, jika kita kembali ke makna homili sebagai penjelasan dari Sabda Tuhan yang sedang dibacakan pada saat itu, dan bahwa yang mengucapkan juga umumnya adalah imam (para tertahbis) maka kita dapat menyimpulkan bahwa apa yang disampaikan di sana adalah dari Tuhan sendiri. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa di dalam perayaan Ekaristi, Kristus hadir dalam 4 cara: 1) melalui pelayanan imam; 2) dalam rupa Ekaristi (roti dan anggur); 3) dalam liturgi Sabda; 4) dalam jemaat/ umat yang berdoa bersama.
KGK 1088 “Untuk melaksanakan karya sebesar itu, Kristus selalu mendampingi Gereja-Nya, terutama dalam kegiatan-kegiatan liturgis. Ia hadir dalam kurban misa, baik dalam pribadi pelayan, karena yang sekarang mempersembahkan diri melalui pelayanan imam sama saja dengan Dia yang ketika itu mengurbankan Diri di kayu salib, maupun terutama dalam (kedua) rupa Ekaristi. Dengan kekuatan-Nya Ia hadir dalam Sakramen-Sakramen sekian rupa, sehingga bila ada orang yang membaptis, Kristus sendirilah yang membaptis. Ia hadir dalam Sabda-Nya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja. Akhirnya Ia hadir, sementara Gereja memohon dan bermazmur, karena Ia sendiri berjanji: bila dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situlah Aku berada di antara mereka (Mt 18:20)” (SC 7).
Maka dalam keadaannya sebagai ‘in persona Christi‘ (berperan sebagai Kristus), dalam khotbahnya itu, sang imam memang menyampaikan suara Tuhan, walaupun dengan suaranya sendiri sebagai manusia. Itulah sebabnya Gereja mengharuskan para imam untuk mempersiapkan homilinya dengan sungguh-sungguh, dengan memohon pimpinan Tuhan, agar sungguh merupakan perwujudan suara Tuhan kepada umat-Nya, berkenaan dengan Sabda Tuhan yang baru saja dibacakan, atas dasar misteri-misteri penebusan Kristus (lih. Redemptionis Sacramentum, 67- 68)
5. Apakah suara Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus memang berbeda?
Mohon maaf, saya tidak dapat menjawabnya karena saya tidak mengetahuinya. Tetapi kita mempunyai pengharapan bahwa ketika kita memandang Allah dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (lih. 1 Yoh 3:2) kita akan mengetahuinya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Bu Inggrid,
Wah trima kasih bu inggrid untuk jawabannya terutama untuk nomer 3 dan 4…
Begitu saya membacanya, saya benar2 merasa ditegur sama Tuhan…
Thanks Bu Inggrid
God Bless
Syalom bu Ingrid dan tim, awalnya saya juga punya pandangan kurang lbh spt Aloysius, hanya saya tdk sampai menyimpulkan kalau kharismatik termsk aliran yg sesat.
Setelah membaca ulasan diatas, saya dpt lbh mengerti tentang pandangan gereja Katolik terhadap gerakan Kharismatik.
Saya pernah beberapa kali mengikuti pertemuan kharismatik, memang spt yg di sampaikan diatas, ada yg ekstrim tetapi ada jg yg dilakukan dgn rendah hati, tanpa hingar bingar. Yang ingin saya tanyakan,
1.Mengapa setiap ikut dalam doa kharismatik, saya sama sekali tidak bisa ikut masuk, dalam arti ikut tepuk tangan, menyanyi dan mengangkat tangan tinggi sambil berseru alleluya spt yang lain, saya menjadi spt ada di dunia lain, yg terakhir saya pernah ikut (terakhir kali) hanya sebentar saya langsung pulang, krn merasa tidak bisa ikut dalam acara tsb.
2. apakah orang yg bisa berbahasa Roh mengetahui apa yg di ucapkannya?
3. Bagaimana cara membedakan mana yg benar-benar mendpt karunia bahasa Roh dan mana yg hanya meniru-niru?
Terakhir saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Ingrid dan Pak Stef yg telah menulis panjang lebar di web ini, menurut saya situs ini sangat membantu bagi org Katolik awam spt saya ini, krn isinya sangat berbobot dan disajikan dgn bahasa yg informatif.
Sekali lagi terima kasih, Tuhan memberkati, amin.
Shalom FX Tjua,
1. Tidak bisa ikut doa karismatik?
Persekutuan doa karismatik memang memiliki salah satu cirinya, yaitu mereka memuji Tuhan dengan lagu-lagu yang relatif meriah, sering juga dengan diiringi tepuk tangan dan mengangkat tangan.
Kalau Anda tidak dapat memuji Tuhan dengan cara ini, dan Anda memilih untuk doa yang hening dan tenang, maka mungkin memang Anda lebih cocok mengikuti kelompok doa yang demikian, mungkin kelompok devosi Kerahiman ilahi atau doa rosario dalam kelompok Legio Mariae, lebih cocok buat Anda. Tidak apa-apa, semua cara berdoa ini baik dan diterima oleh Gereja Katolik, yang memang berarti universal, merangkul semua.
Memuji Tuhan dengan bertepuk tangan, mengambil dasar dari Mzm 47:1, demikian pula mengangkat tangan, dari Mzm 134:2. Namun kalau Anda memilih untuk berdoa dengan tenang dengan sikap bersujud di hadapan Tuhan (lih. Sir 50:21), tentu itu juga baik. Faktanya, memang terdapat banyak cara untuk berdoa dan memuji Tuhan sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci, dan sepanjang itu dilakukan pada kesempatan yang cocok, maka silakan saja dilakukan.
Maka kalau Anda tidak cocok dengan cara berdoa menurut kelompok karismatik, dan memilih cara yang lebih tenang untuk berdoa, tidak apa-apa. Namun kalau Anda mau mencoba untuk lebih terbuka terhadap cara mereka berdoa, tentu boleh saja. Terus terang, dulupun saya tidak suka berdoa dengan bertepuk tangan dan mengangkat tangan. Saya lebih terbiasa dengan doa yang tenang, sebagaimana dilakukan para anggota Legio Mariae. Namun ada saatnya ketika saya menghadiri persekutuan doa karismatik, saya membuka diri untuk mencoba melakukan cara berdoa dengan bertepuk tangan dan mengangkat tangan, sebagai bukti niat saya meninggalkan keakuan diri saya untuk mencoba memuji Tuhan sebagaimana dilakukan oleh Raja Daud dalam Mazmur. Sungguh, itu adalah saat yang memerdekakan buat saya, dan mengajarkan saya kerendahan hati untuk memuji Tuhan seperti seorang anak kecil. Sekarang saya dapat memahami, mengapa ada orang-orang yang menyukai doa dengan tepuk tangan dan mengangkat tangan, walaupun dalam keseharian saya, dalam doa-doa pribadi, saya memilih untuk berdoa dengan tenang.
2. Apakah doa dalam roh dapat diketahui artinya?
Pada saat orang berdoa dalam bahasa roh, rohnyalah yang berdoa dengan bantuan Roh Kudus, dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan (Rom 8:26). Maka dapat saja secara umum orang itu mengetahui apa yang ingin didoakannya, tetapi apakah persisnya perkataan itu, kemungkinan ia tidak dapat mengetahuinya, sebab tidak diungkapkan dalam bahasa manusia yang ia pahami melalui akal budinya.
Namun ada karunia karismatik yang dikenal sebagai karunia berkata- kata dalam bahasa Roh, yang gunanya untuk membangun jemaat. Ini tidak sama dengan karunia berdoa/ senandung dalam roh. Tentang hal ini sudah pernah dibahas dalam artikel Bahasa Roh, silakan klik di sini.
3. Bagaimana membedakan karunia bahasa roh yang benar dan yang palsu?
Jika mengacu kepada prinsip yang diajarkan oleh Yesus, maka kita melihat kepada buahnya (lih. Mat 7:16,20). Memang kemungkinan tidak dapat kita lihat secara langsung dan kasat mata, namun kita dapat melihat dari buah-buah yang nyata dari kehidupan orang yang bersangkutan. Apakah membuahkan pertobatan? Apakah menjadikannya lebih mengasihi? Apakah membuatnya lebih rendah hati? Jika ya, maka karunia yang diperolehnya otentik dari Tuhan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom,
Sy jemaat protestan dan bukan pengikut gerakan karismatik..sy salut dengan jawaban tim katolisitas yg rendah hati,data based, dan objektik terhadap thread yg dilontarkan aloysius..
Sy pikir dimanapun iman seseorang bertumbuh (asal selama ajarannya beriman Yesus itu Tuhan) tdk bs dinilai atau didikte oleh manusia lain..hanya Tuhan Yesus Kristus yg bs menilai dan mendikte..
Silahkan bertumbuh dengan ajaran dan ritual masing2 dengan beriman kepada Yesus Kristus Tuhan dan Juruselamat yg hidup..
Untuk tim Katolisitas,terus maju..Tuhan memberkati pelayanan anda..
Rgds,
Andrew Simbolon
Dear Tim Katolisitas,
sepertinya tim yang mengedit setiap komentar adalah orang yang sepaham dengan gerakan karismatik.
Saya pernah ikut gerakan karismatik diparoki saya, akan tetapi saya berhenti. karena tata cara yang dilakukan sangat berbeda dengan apa yang ada di GK.
seperti praktek yang mereka sebut “Berbahasa Roh” atau “berdesis desis seperti ular”.
jadi, apakah berbahasa roh itu? dengan bahasa apakah ROH KUDUS berbahasa??
apakah dengan “bahasa burung-burung”(artinya bahasa yang tidak jelas)??
[Dari katolisitas: Kalau memang Anda tidak tertarik mengikuti gerakan Karismatik Katolik, maka Anda mempunyai kebebasan untuk tidak mengikutinya dan cobalah untuk bertumbuh dalam sakramen-sakramen maupun kelompok teritorial maupun kategorial yang lain. Tentang bahasa Roh, silakan melihat link ini – silakan klik. Dalam diskusi tentang kelompok Karismatik, kami juga menyoroti efek negatif dan efek positif dari gerakan ini.]
Dear Ingrid.
Sebelum menulis di sini, aku berupaya untuk membaca lebih dahulu sebagian besar tulisan yang berada dalam topik ini. Terima Kasih atas pemahaman Ingrid yang telah menuliskannya kepada kami dengan baik, indah dan benar.
Aku juga membutuhkan jawaban dari kamu yang dikerucutkan, yakni tentang “Penumpangan Tangan”, Ingrid menulis demikian: “Namun di luar liturgi, belum ada larangan resmi/ tertulis yang menyatakan bahwa orang awam dilarang menumpangkan tangan atas orang yang didoakan.”
Bagaimana jika aku tuliskan demikian, “Namun di luar liturgi, (juga) belum ada larangan resmi/ tertulis yang menyatakan bahwa orang awam DIIJINKAN menumpangkan tangan atas orang yang didoakan?”
Apakah bisa lebih dijelaskan dengan tegas, boleh atau tidak?
Terima Kasih.
Shalom Maximilian Reinhart,
Sesungguhnya saya mengutip apa yang sudah pernah dikatakan oleh Rm. Boli tentang penumpangan tangan oleh awam di luar liturgi, dan beliau mengatakannya demikian, yaitu bahwa di luar liturgi belum ada larangan resmi/ tertulis yang menyatakan bahwa orang awam dilarang menumpangkan tangan atas orang yang didoakan. Dengan demikian, karena tidak dilarang maka hal penumpangan tangan di luar liturgis oleh kaum awam diperbolehkan, walaupun memang tidak ada juga semacam anjuran ataupun surat izin tertulis yang menyatakan demikian. Faktanya memang kita tidak dapat mengharapkan bahwa pihak Magisterium mengatur tentang hal-hal praktis non-liturgis sampai sedetail-detailnya. Dengan demikian di luar liturgi, tidak dilarang (artinya: diperbolehkan) orang berdoa, misalnya sambil bergandengan tangan, menyanyikan lagu pujian kepada Tuhan sambil bertepuk tangan atau mengangkat tangan, ataupun sambil bersujud atau tiarap menyembah Tuhan. Namun kalau di dalam liturgi, maka ada ketentuannya, sesuai dengan makna liturgi sendiri yang merupakan karya bersama antara Gereja sebagai Tubuh Kristus dalam kesatuan dengan Kepala-nya yaitu Kristus. Dengan demikian, diberikan ketentuan akan sikap tubuh tertentu agar dapat dipahami peran masing-masing pelaku liturgi dalam perayaan bersama tersebut; dan diperoleh penghayatan yang benar akan makna perayaan liturgi tersebut pada tiap-tiap bagiannya.
Maka yang penting adalah kita mengetahui bahwa sikap tubuh dalam doa-doa non-liturgis -dalam hal ini penumpangan tangan- tidak memberikan efek yang sama dengan penumpangan tangan yang dilakukan oleh kaum tertahbis di dalam perayaan liturgis. Penumpangan tangan oleh kaum tertahbis dalam liturgi seperti dalam sakramen Penguatan dan Imamat memberikan efek meterai di jiwa: pada sakramen Penguatan (Krisma) penumpangan tangan oleh Uskup (atau imam tertentu yang diberi kuasa oleh Uskup) mendatangkan Roh Kudus beserta sapta karunia-Nya yang menguatkan efek sakramen Baptis; dan pada sakramen Imamat, penumpangan tangan oleh Uskup memberikan kuasa imamat kepada imam yang ditahbiskan. Efek penumpangan tangan sedemikian tidak diperoleh dari penumpangan tangan oleh awam di luar perayaan liturgi. Sepanjang hal ini diketahui/ dipahami, maka hal penumpangan tangan di luar perayaan liturgi diperbolehkan, walaupun juga tidak dapat secara mutlak diharuskan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Sy ingin bertanya, Apa yang terjadi pada waktu Retret “Duquesne Weekend”? Apakah para mahasiswa dicurahi oleh org kristen/non-katolik? Apakah dlm tahun itu bahasa roh di abad itu memang sudah ada dlm gereja non-katolik?
Sy merindukan balasan anda, secepatnya..
Thanks..
Shalom Yohanes Budi,
Berdasarkan kesaksian Patti Gallagher Mansfield, salah satu peserta Duquesne Retreat yang dapat dibaca di link ini, silakan klik, diketahui bahwa pertama kali pengalaman pencurahan Roh Kudus dan manifestasi bahasa roh yang diterima oleh para peserta retret diperoleh di kapel, di hadapan sakramen Maha Kudus. David Mangan dan Patti Gallagher adalah dua orang pertama yang mengalami pengalaman pencurahan Roh Kudus sedemikian di retret itu (kedua professor mereka sudah terlebih dahulu mengalami pencurahan Roh Kudus dalam persekutuan doa interdenominasi kira-kira sebulan sebelumnya di bulan Januari 1967.
Sedangkan tentang sejarah pembaharuan Karismatik Katolik, sebagaimana dituliskan oleh Fr. Ian Petit OSB, silakan membaca di link ini, silakan klik. Sejujurnya, kita tidak dapat membatasi gerak Roh Kudus, yang memang dapat bekerja melalui banyak cara, sebab Allah tidak terbatas pada sakramen-sakramen saja. Sakramen memang secara khusus menyampaikan rahmat Allah, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa rahmat Tuhan hanya dapat diperoleh di dalam sakramen saja. Hal ini disampaikan dalam Konsili Vatikan II:
“Selain itu, tidak hanya melalui sakramen- sakramen dan pelayanan Gereja saja, bahwa Roh Kudus menyucikan dan membimbing Umat Allah dan menghiasinya dengan kebajikan- kebajikan, melainkan, Ia juga “membagi-bagikan” kurnia-kurnia-Nya “kepada masing-masing menurut kehendak-Nya” (1Kor 12:11).” (Lumen Gentium 12)
Demikian, pencurahan Roh Kudus dapat dialami tidak hanya di dalam sakramen-sakramen, tetapi juga di dalam doa- doa lainnya, melalui adorasi, meditasi atau pembacaan dan permenungan Kitab Suci, maupun pengalaman rohani lainnya.
Bahwa pengalaman sedemikian juga dialami oleh saudara-saudari kita yang Kristen non-Katolik yang juga dengan tulus mencari Tuhan, itu adalah kebijaksanaan Tuhan, biarlah kita mensyukurinya juga. Namun bahwa pengalaman itu terjadi di dalam Gereja Katolik, itu juga adalah suatu fakta yang lebih lagi kita syukuri sebab hal ini adalah yang dimohonkan secara khusus oleh Paus Leo XIII di akhir tahun 1900.
Semoga Roh Kudus yang sudah dicurahkan kepada kita dapat terus membantu kita untuk bertumbuh dalam iman, harapan dan kasih.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Link pada poin 11, setelah kalimat “Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 4 April 1998, dalam konferensi gerakan karismatik Katolik juga mengatakan:…dst” kenapa jika di-klik yang keluar, “Page not found”? Mohon diperbaiki link-nya.
[dari katolisitas: Linknya saya cek berjalan dengan baik. Silakan mencoba ini: http://www.vatican.va/holy_father/john_paul_ii/speeches/1998/april/documents/hf_jp-ii_spe_19980404_spirito-santo_en.html dan http://www.archdpdx.org/ccr/popes.html ]
-JMJ-
Banyak grup karismatik yang salah mengerti gerakan karismatik itu apa. Contoh-contohnya sudah dibicarakan di sini. Hal ini sama juga dengan kelompok lain di dalam Gereja Katolik atau bahkan pribadi yang menolak untuk menerima ajaran Gereja yang sudah diberikan pada kita, dan tetap bertahan dengan pengertiannya sendiri. Otoritas dari St. Petrus diacuhkan.
Namun ada juga kelompok karismatik yang betul-betul mengerti maknanya dan juga dilaksanakan dengan benar. Mother Angelica sendiri (pendiri TV Catholic terbesar di dunia EWTN) sangat meyakini ini dan pada saat yang bersamaan tetap fokus pada adorasi Ekaristi yg hening. Contoh lain adalah Sr. Briege McKenna dari Irlandia yang memiliki karunia penyembuhan.
Menurut pengalaman saya dari apa yang saya lihat di sekeliling saya, gerakan karismatik ini seperti pintu gerbang untuk orang yang baru masuk Katolik atau yang baru kembali ke Gereja Katolik. Ini karena sering adanya perasaan2 tertentu atau bukti tertentu (mis. kesembuhan dll) di dalam gerakan ini yang menguatkan iman mereka saat itu. Namun kalau kita memang dibimbing oleh Roh Kudus yang benar (kita harus selalu terbuka untuk mengikuti jalanNya), Roh Kudus akan membawa kita untuk membina hubungan penuh cinta yang intim dengan Yesus sendiri. Ini semua memang hanya akan dapat ditemukan dalam keheningan. Dan tentunya Yesus sendiri hadir secara nyata di dalam Sakramen Maha Kudus.
Kalau kita stuck di dalam suatu gerakan yang hanya memberikan emosi atau feeling tertentu, sebaiknya kita stop dan mulai introspeksi apakah kehidupan spiritual kita masih berkembang atau sudah stuck juga.
God bless,
Henny
Kalau saya rasa, gerakan kharismatik itu menakjubkan..
bagi kalian yang tidak percaya, cobalah ikuti kharismatik karena kalian akan mengerti mengapa ada pengikut kristus di dalamnya :D
Tuhan tidak hanya ada dalam 1 gereja :D
Tuhan bisa ada dimana saja, maka tidak menutup kemungkinan kalau Tuhan juga ingin berkarya lewat kharismatik.. :D
jika ada yang mengatakan kharismatik itu sesat, perhatikanlah brother and sister, dasar dari kharismatik dan peraturan” yg ada dalam kharismatik tidak pernah menyimpang dari ajaran kristen khatolik sendiri :D
terkadang manusia harus melihat dan merasakan baru bisa menyatakan :D
saran saya, don’t judge the book from the cover, try to read it until finish then you can judge it :D
karena membahas sesuatu seperti ini, pasti ada konfliknya karena kita sebagai manusia selalu ada argumen atau sesuatu yang menguatkan argumen yang kita percaya :D
dan percayalah jgn terlalu banyak membahas tentang gereja karena sesungguhnya perbuatanmu lah yang di perhitungkan oleh-Nya :D
Yakobus 2 13:26
May Godbless all of us, brother and sister :D
be wise on judging something :D
[dari katolisitas: Silakan melihat diskusi sisi positif dan sisi negatif dari gerakan karismatik di sini – silakan klik]
EHM MUNGKIN INILAH YANG PERLU DILURUSKAN, BAHWA KARUNIA ROH ITU MASIH BERLANGSUNG SAMPAI SEKARANG. YANG MENGATAKAN TIDAK ITUKAN KATA GEREJA. BUKAN KATA FIRMAN. DAN ANDA AKAN MENGERTI KALAU ANDA MENGALAMI SENDIRI. KRISTEN ITU MENGALAMI KRISTUS, BUKAN HANYA SEKEDAR AJARAN, ATURAN2 YANG DIPAKSAKAN.
KITA HARUS KEMBALI DASRNYA ADALAH FIRMAN. BUKAN KATA SANTO, KATA GEREJA.
JANJI TUHAN KEKAL KOK BAHWA IA AKAN MEMBERIKAN PENOLONG, YAITU ROH KUDUS.
KENAPA HARUS JINGKRAK2 SORAK-SORAI, COBA BACA YES 66, 65, MAZ 149, FILIPI 4:4-8.
TUHAN MAU KITA BERSUKA CITA, COBA BACA RAJA DAUD BAGAIMANA MEMULIAKAN TUHAN, , , DAN TUHAN SUKA.
MAKANYA KEMBALI LAGI DASRNYA ADALAH FIRMAN. BUKAN KATA YANG LAIN, ITU SESAT
[dari katolisitas: Pertama mohon untuk tidak menulis pesan dengan huruf besar, karena dalam internet itu sama saja dengan berteriak. Kalau anda memang berdasarkan Firman saja, coba mengartikan Mat 24:36. Apakah Yesus tahu hari kiamat atau tidak? Coba diskusikan dengan teman anda, dan apakah ada jawaban yang berlainan? Dalam kondisi tersebut, bagaimana anda tahu mana yang benar dan mana yang tidak? Silakan juga menginterpretasikan 2Tes 2:15; 2Pet 2:16.]
Selamat Siang Berkah Dalem…
Pendapat saya, tetep saya kurang suka dengan karismatik katolik.. memang itu suatu pergumulan tapi…itu tidak masuk dalam devosi dalam gereja katolik.. alasan nya banyak, salah satu nya ada di awal komentar paling atas..
karismatik hanya akan memecahkan kesatuan katolik dan akan memunculkan katolik difabel yang lain lain..so hanya memberikan saran..
bagi yang sudah masuk ke dalam karismatik katolik.. janganlah jadi kan karismatik sebagai hal utama dan menganggap karismatik adalah segalanya
ingat Sarana penyelamatan Allah tetaplah Ekaristi..puncak keselamatan adalah Ekaristi..
Jaga kesatuan Katolik Kita…jangan sampai terpecahkan…
[dari katolisitas: Kalau anda tidak suka dengan Karismatik, anda tidak perlu bergabung di dalamnya. Seorang anggota karismatik yang tidak menjadikan Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan Kristiani sebenarnya telah salah jalan. Namun, ada banyak anggota karismatik justru merasakan keindahan Sakramen Ekaristi.]
hemmm…saya jadi tertarik untuk ikut karismatik nih, agar tau yang sebenarnya “di dalamnya” kayak apa. apa benar bisa berbahasa roh. Selama ini saya memang tidak tertarik dg karismatik sih karena saya suka yang kalem kalem saja, di keuskupan Mimika, Papua sayangnya tidak ada.
[Dari Katolisitas: Seseorang boleh memiliki bermacam motivasi untuk mengikuti kegiatan karismatik, tidak menjadi masalah. Namun mungkin yang terbaik adalah sikap membuka diri terhadap karya Roh Kudus yang dapat mengubah hidup kita, tentu ke arah yang lebih baik]
Shalom Ingrid,
ini mengenai istilah baptisan Roh. dalam satu diskusi dgn sdr. Aloysius anda mengatakan (dan setuju) bahwa istilah baptisan Roh kurang tepat. lalu anda menuliskan satu opsi istilah yang menurut anda lebih tepat yaitu pencurahan Roh (outpouring).
menurut saya penggunaan istilah baptisan Roh tidak salah, malah kalau dikatakan kurang tepat jadinya menimbulkan celah lagi bagi karismatik untuk dikritik sebagai ada sesuatu yang salah. menurut pendapat saya, yang perlu dijelaskan kepada umat banyak adalah pengertian kata baptis itu sendiri. sebagaimana kita ketahui bahwa asal kata baptis adalah dari bahasa Yunani, bapto – baptizo – baptismos, yang mengandung banyak arti, antara lain: 1. direndam/dicelup, 2. ditenggelamkan, dan 3. dipermandikan (dibaptis). jelas kalau dalam konteks sakramen2 Gereja, arti kata baptis adalah yang pengertian no 3 yaitu penerimaan sakramen baptis oleh seseorang.
namun dalam konteks pembaharuan karismatik, istilah baptis adalah merujuk kepada pengertian no 2 yaitu ditenggelamkan. jadi misalnya dalam salah satu acara yang sering diadakan oleh komunitas karismatis, yaitu SHDR, istilah baptisan Roh itu tetap bisa dipakai ASALKAN dijelaskan bahwa konteksnya bukan mengulang sakramen baptis atau sakramen Krisma, tetapi hanya pinjam istilah kata baptis namun dalam konteks arti kata yang lain, yaitu ‘ditenggelamkan.’ ini adalah sebagai sebuah analogi saja, yaitu ditenggelamkan dalam satu suasana doa sedemikian, dimana Roh Kudus hadir dan menyapa/menyentuh peserta SHDR dengan kasih Tuhan yang memulihkan/menyembuhkan. satu momen yang mengajak kita mengalami kembali satu suasana diliputi oleh kuasa Roh Kudus seperti yang dialami oleh murid2 Yesus dan Bunda Maria saat mengalami Pentakosta di sebuah ruangan di Yerusalem 2000 tahun yl.
tetapi memang istilah baptis Roh dan pencurahan Roh pun, sebetulnya sama-sama memiliki dasar biblisnya. Bagaimana menurut Ingrid terhadap pendapat saya ini? Terima kasih, Tuhan memberkati.
Shalom Vinzen,
Istilah yang tepat adalah “Pencurahan Roh Kudus” dan bukan “Baptisan Roh Kudus”, sebab Gereja Katolik berpegang kepada ayat Ef 4:5, yaitu hanya ada satu baptisan, dan baptisan ini adalah dalam baptisan air dan Roh (Yoh 3:5, KGK 1214-1215).
Oleh karena itu dalam Katekismus Gereja Katolik, dikatakan bahwa Baptisan tidak dapat diulangi (lih. KGK 1272). Atas dasar ini pulalah Gereja Katolik mengakui Baptisan yang diberikan oleh gereja lain yang bukan Katolik, (oleh gereja-gereja dalam persekutuan PGI, asalkan sudah sah diberikan sesuai dengan maksud Gereja, dan diberikan dengan forma dan materia yang sah); sehingga kalau orang yang sudah dibaptis tersebut mau menjadi Katolik ia tidak perlu dibaptis ulang, hanya perlu diteguhkan.
Maka, mari kita jangan menggunakan istilah Baptisan, jika maksudnya bukan Sakramen Pembaptisan, karena ini menjadi tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik (Ini bukan pendapat saya, namun ajaran Kitab Suci dan Gereja Katolik, yang mengatakan bahwa hanya ada satu baptisan).
Istilah Baptisan Roh Kudus itu diajarkan oleh gereja-gereja non- Katolik, yang membedakan antara baptisan air dan baptisan Roh Kudus. Tetapi Gereja Katolik tidak mengajarkan demikian, sebab di dalam Sakramen Baptis sudah diberikan Roh Kudus, dan karena itulah Baptisan dapat dikatakan sebagai pintu gerbang yang memasukkan kita ke dalam kehidupan ilahi, karena kita telah menerima Roh Allah sendiri.
Sebagai umat Katolik, mari kita berpegang kepada ajaran Magisterium Gereja Katolik (sebagaimana tercantum dalam Katekismus Gereja Katolik) dan bukan kepada pandangan kita sendiri.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Stef dan Ingrid,
Saya mau bagi kesaksian hidup saya, semoga bisa ikut menjelaskan tentang misi komunitas karismatik.
Sejak SMU saya senang dengan ilmu-ilmu kebathinan dan kuasa kegelapan (kesaktian). Banyak sekali ragam ilmu2, mulai dari beladiri, ilmu gaib yang saya kuasai. Bahkan saya pernah berikrar masuk satu agama hanya karena tertarik oleh ilmu kesaktian yg dimiliki oleh seorang kyai, dan akhirnya saya bisa belajar dan mendapat ilmu tsb asal mau ucapkan ikrar tsb. Setelah saya lulus kuliah dan menikah dan aktif di Paroki, kebiasaan mencari ilmu kebathinan tidak pernah surut, malah bertambah terus ragamnya, misalnya bertambah dengan menguasai ilmu tenaga dalam. Bayangkan, padahal saya orang Katolik, sudah dibaptis dan aktif pelayanan di Paroki. Bahkan ilmu tenaga dalam ini saya pelajari saat saya menjabat sebagai prodiakon! (tolong jangan ditiru ya)
Tahun 94-96 saya terlibat masalah berat. Akibat ilmu2 hitam tsb kondisi emosi saya labil, bawaannya panas terus, mudah marah, main pukul/kekerasan thd anak2 sehingga mrk dendam dan benci thd saya ayahnya. Akhirnya anak saya ada yg terlibat narkoba krn mngkn masalah emosional, frustrasi dan tertekan akibat tindakan saya yg kasar.
Keadaan rumah tangga saya mulai kacau. Tidak ada damai. Yang ada pertengkaran sengit dan tidak jarang saya main kasar/memukul. Anak tidak betah di rumah karena pasti bertemu saya, dan anehnya memang selalu terjadi pertengkaran/keributan sengit. Saya sadar ada yang salah dalam kehidupan saya, tetapi jalan keluarnya bagaimana saya juga bingung. Saya merasa itu antara lain disebabkan oleh kuasa kegelapan yang ada dalam diri saya.
Sempat saya mencoba mencari bantuan (terutama spiritual) dari gereja, ttp rupanya (pada waktu itu, 1996) di Paroki saya belum punya seksi pelayanan yang khusus menangani masalah2 yg saya dan anak saya alami.
Akhirnya karena situasinya sangat mendesak, dengan sangat terpaksa saya mengikuti saran seorang teman untuk menghubungi satu team pelayanan dari gereja lain. Dan memang harus diakui, bahwa untuk gerak pelayanan menangani masalah, respon dari gereja ini sangat cepat, terlepas dari motivasi mereka menolong saya dan anak saya, bayangkan hari ini telpon besok mereka datang 1 team! Tetapi kejadian itu menggoreskan satu tekad di dalam hati saya, bahwa di gereja saya pun suatu saat harus ada yang sanggup menerima dan menangani kasus-kasus permasalahan umat.
Tidak lama kemudian, di tahun 1996, saya diperkenalkan dengan SHDR dan mengikuti dengan perasaan bertanya-tanya, untuk apa ini, saya benar-benar tidak mengerti, tetapi untuk tidak mengecewakan istri saya yang juga mendukung dan ikut serta, saya mengikuti semua session dengan tuntas.
Rupanya bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan (Rm. 8:28), terjadi dalam diri saya juga. Usai mengikuti SHDR terjadi perubahan2 yg signifikan dalam hidup saya. Saya sudah dilepaskan dari semua ilmu2 kegelapan yang saya miliki oleh team doa dalam acara pertobatan sebelum pencurahan Roh Kudus. Saya mulai mengalami dorongan atau semangat yang menggebu-gebu untuk berdoa dan mendalami Kitab Suci. Entah mengapa saya juga heran, saya rindu sekali untuk dekat dengan hal-hal yang rohani. Saya betah berdoa dan membaca KS berlama-lama, dan herannya selalu dibukakan Tuhan tentang makna ayat2 yang say abaca beserta rangkaian kaitannya. Banyak orang mengatakan bahwa mempelajari KS sangat sukar, tetapi buat saya koq heran sekali, jadi begitu mudah mencerna, memahami dan mengetahui alur kaitannya kemana. Ini pasti pekerjaan Roh Kudus saya yakin. Kemudian di tahun 1997 saya bergabung dengan sebuah komunitas karismatik di sebuah Paroki. Dan sejak saya bergabung itu, orang bilang talenta dalam diri saya bertumbuh secara luar biasa. Ini yang mengatakan adalah teman2 saya lho (nanti dicap sombong lagi …). Saya yang tadinya hidup hanya mencari uang, sibuk bekerja, diubah menjadi orang yang rela meninggalkan pekerjaan saya dan mengorbankan waktu saya untuk hal-hal rohani yang saya dapatkan di komunitas. Saya perlahan tapi pasti mulai dilibatkan dalam berbagai bentuk pelayanan, terus bertumbuh, misalnya tiba-tiba jadi bisa main keyboard (pdhl usia sdh 42), mengiringi team pujian, menciptakan lagu2 rohani, membawakan renungan, dan mendoakan umat. Entah berapa banyak yang pernah saya bantu doa dan lepaskan umat yang memiliki masalah2. Setelah ikut terjun lebih luas lagi dalam pelayanan doa, saya semakin terbuka bahwa ada begitu banyak umat Katolik yang terlibat permasalahan hidup. Ini satu fakta. Tidak jaminan sudah dibaptis menjadi katolik lalu hidup lurus dan bersih. Banyak yang terlibat dengan kuasa2 kegelapan/perdukunan, menyimpan jimat2, mengunjungi orang pintar untuk mendapat rejeki, terlibat kasus perdata/pidana, perselingkuhan/perzinahan, kebiasan2 buruk, pindah agama, dll.
Saya semakin terpanggil untuk melayani mereka, terutama kaum muda. Siapa kaum muda ini? Mereka adalah anak2 kita! Teruna muda gereja kita! Kemudian pelayanan ke penjara, dan ternyata di penjara juga banyak sekali anak-anak kita! Mereka mengalami kejatuhan dan keterpurukan sehingga terlibat kasus perdata dan pidana. Termasuk anak saya juga sempat mengalami masuk tahanan karena kasus narkoba walau pun hanya 2 hari.
Saat ini saya banyak dipakai Tuhan untuk melayani pewartaan Sabda, mengajar SHDR, misi evangelisasi, dan pelayanan mendoakan orang-orang yang terlibat dengan masalah –masalah kehidupan, mereka yang stress, depresi, putus asa, mau bunuh diri. Juga pelayanan ke penjara, orang sakit, pelayanan menjangkau kaum muda. Semoga semakin banyak yang ikut tergerak untuk mendampingi terutama kaum muda. Banyak di antara mereka terlibat dengan kuasa kegelapan, pornografi, narkoba, dan kegalauan menghadapi tekanan hidup.
Maka saya menghimbau kepada siapa pun yang masih mempersoalkan atau memperdebatkan tentang gerakan pembaharuan karismatik, terutama bagi yang mengutak-atik hal-hal negatif yang sempat mereka jumpai tetapi untuk landasan membenarkan diri, mari kita tinggalkan sejenak hal itu, biar itu diurus oleh petinggi2 gereja kita termasuk Sri Paus. Anda tinggal laporkan hal-hal yang kurang berkenan untuk ditertibkan oleh Pastor Paroki, tetapi bukan untuk dihakimi oleh kita sesama umat gereja yang sama.
Saya ajak Anda semua untuk memprioritaskan satu misi yang Tuhan Yesus juga perintahkan kepada kita semua (kalau kita mau disebut murid Tuhan) untuk melaksanakannya, yaitu: mau diutus untuk menjadikan semua bangsa murid Tuhan Yesus (Mat. 28: 19). Anda semua punya talenta dan karunia untuk menjadi berkat bagi banyak umat yang sedang mengalami kejatuhan/keterpurukan iman. Salurkan dan layani mereka. Tidak usah dan tidak berarti bergabung dengan komunitas karismatik, karena banyak sarana dalam gereja yang bisa dipakai Tuhan juga untuk melayani.
Ingat bahwa jumlah kaum religius (imam, biarawan/biarawati) sangat sedikit, tidak seimbang dengan pertumbuhan area wilayah dan jumlah umat yang harus dilayani. Kalau semua masalah kehidupan umat harus ditangani dan dilayani HANYA oleh kaum religius tertahbis (Pastor ), misalnya didoakan saja harus oleh Pastor, maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. Di Paroki saya umat 5000, pastor hanya 3! Jangan sampai pengalaman saya meminta bantuan dari team doa gereja lain terjadi, walaupun situasi mendesak. Karena saat ini team pelayanan doa semacam itu sudah ada di setiap Paroki dan siap membantu dan melayani. Jadilah mitra gereja, bergerak, jangkau, bantu dan layani.
Semoga rakhmat Tuhan menaungi kita senantiasa, sehingga kita bisa saling bergandeng tangan memperluas pelayanan gereja kita yang satu, kudus, katolik dan apostolik, bisa semakin lengkap dan isi mengisi, untuk kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus. Amin.
Yth Admin Katolisitas,
Z adalah seorang Katolik yg juga mengikuti Karismatik. Tapi saya orang yg kritis dan biasax mempelajari dan mengaitkannya dengan ajaran Gereja agar saya tidak salah dan masih berada dalam koridor ajaran Gereja yg benar. Ada yg say mau tanyakan..Biasa dalam mengikuti kegiatan karismatik, kan biasa ada doa sebelum renungan/pengajaran yg biasa dibawakan teman atau kita sendiri kalau sudah giliran kita. Dimana setelah menyanyikan lagu dan ada beberapa orang yg berbahasa roh dan dalam doa atau waktu yg hening itu biasa ad beberapa ada teman yg katax mereka bernubuat atau mendapat nubuat untuk dikatakan. Yg saya mau tanyakan, bagaimana ajaran gereja tentang hal nubuatan ini. Karena katanya mereka mendapatkan dan biasax mereka bilang sendiri. Kayak..”Hai, anak-anakku jgn gelisah n risau hatimu, percayalah padaku dan jangan goyah hatimu. Bagaimana carax kita tahu apa itu benar2 sesuatu dari Allah atau bukan. 2. Setelah renungan biasax diakhiri dengan doa permohonan, ada juga namax sabda pengetahuan dimana biasax ada lagi orang yg mendapat ilham yg berasal dari Roh Kudus yg berkata “Saya merasakan ada orang disni yg masih berkeras hatimu, bukalah pintu hatimu agar Allah dapat masuk dan menolong atau ada orang disni yg sedang merasa ketakutan atas masa depan. Jangan takut..Percayalah kepada Allah. Dia akan sllu menolongmu..Pertanyaan saya sama dengan nubuat tadi. 3. Tentang bahasa roh, apa kah itu karunia tertinggi dari Allah? Z melihat byk org mengatakan kita harus bisa bahasa roh karen katax roh kudus itu sudah hadir dlm diri kita. JAd bgm org yg tdk bis bahasa roh kayak say? Ap artix itu karunia roh kudus tdk jalan dlm diri say..Bgmka penjelasan yg baik tentang hal itu. Soalx byk teman yg minder jg krn tdk bisa bahasa roh dan malah ada yg berusaha utk mencoba..Baru bisakah bahasa roh itu diajarkan? Ad teman say bilang kamu siki lallalabbaba..kayak bgt bunyix..Tar lama2 kau begitu nanti bisa bahasa roh..Z merasa kok aneh
Mohon penjelasanx untuk pertanyaan saya..Bukanx z ragu akan karismatik karena say menyakini ada pekerjaan Allah di sana. Tapi say melihat juga kadang2 ada menyimpang. Karena byk jg kelompok karismatik di daerah saya pada berdiri sendiri dan tidak diatur oleh petugas dalam lingkup parokix. Terlebih say juga mengetahui apa hal itu benar dari Allah atau bukan..GBU
Shalom Acong,
1&2. Tentang karunia nubuat
Tentang karunia nubuat, Katekismus mengajarkan:
KGK 2004 Di antara rahmat-rahmat khusus perlu disebutkan rahmat status, yang menyertai pelaksanaan kewajiban kehidupan Kristen dan pelaksanaan pelbagai pelayanan di dalam Gereja.
“Kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita” (Rm 12:6-8).
Maka tolok ukur tentang keotentikan suatu nubuat adalah, apakah hal itu sesuai dengan ajaran iman kita; dan bagi umat Katolik, ajaran iman mengacu kepada ajaran yang berdasarkan ketiga pilar, yaitu: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja Katolik. Jika yang disampaikan oleh sang pendoa itu sesuai dengan ajaran iman kita, dan didukung pula dengan kesaksian hidupnya yang menunjukkan buah- buah Roh Kudus, maka dapat saja pesan itu berasal dari Roh Kudus yang menggerakkan hati orang tersebut untuk menyampaikan perkataan-perkataan dari Allah untuk membangun jemaat. Namun demikian, karunia karismatik ini sifatnya tidak permanen, artinya diberikan hanya pada saat itu saja (pada saat berdoa bersama tersebut), sehingga tidak dapat diartikan bahwa setelah itu apapun yang dikatakan oleh orang itu semuanya adalah dari Roh Kudus.
Selanjutnya, tentang karunia-karunia Roh Kudus, klik di sini
3. Tentang bahasa roh
Tentang Bahasa roh, sudah pernah dituliskan di sini, silakan klik.
Karunia Bahasa roh bukan merupakan karunia yang tertinggi. Kitab Suci menyebutkan urutan karunia-karunia karismatik Roh Kudus dalam 1 Kor 12:28, yaitu: yang tertinggi/ pertama adalah karunia sebagai rasul, sebagai nabi, sebagai pengajar, karunia melakukan mujizat, menyembuhkan, melayani, memimpin, dan untuk berkata- kata dalam bahasa roh.
Seingat saya tidak ada ayatnya dalam Kitab Suci yang mengatakan bahwa kita harus bisa berbahasa roh. Bahasa roh adalah karunia Allah yang diberikan secara cuma-cuma oleh Allah, yang diberikan sesuai dengan kebijaksanaan Allah. Karena merupakan pemberian Allah, maka memang bukan merupakan sesuatu yang bisa dicoba-coba/ dibuat-buat sendiri/ ataupun diajarkan kepada orang lain, seperti halnya bahasa manusia. Demikian pula, karena bahasa roh merupakan pemberian Allah maka, menurut hemat saya, tak perlu minder jika seseorang tidak memperoleh karunia bahasa roh. Tuhan memberikan karunia-Nya jika dipandang-Nya baik bagi kehidupan rohani orang tersebut. Adakalanya mungkin Tuhan menilai bahwa tanpa berbahasa roh sekalipun, orang itu dapat bertumbuh secara rohani dengan baik, maka Allah dapat memutuskan untuk tidak memberikan karunia bahasa roh itu kepadanya; namun kalau Allah melihat sebaliknya, bahwa dengan bahasa roh maka orang itu dapat bertumbuh imannya, maka Tuhan dapat memberikannya.
Nah, buah Roh Kudus yang seharusnya ada pada mereka yang menerima karunia Roh Kudus adalah sebagaimana disebutkan dalam Gal 5:22-23; kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Dengan demikian, orang-orang yang telah mengalami pencurahan Roh Kudus, harus tinggal di dalam kasih, dan buktinya yang paling jelas adalah jika mereka menjaga kesatuan dan tidak menentang otoritas pemimpin Gereja. Sebab buah yang nyata dari kasih adalah persatuan, bukan perpecahan. Segala sesuatu dapat dibicarakan dengan kasih, dan itulah seharusnya yang terjadi, antara setiap anggota tubuh Kristus, baik antara sesama umat, maupun antara umat dengan para pastor/ imam dan uskup yang telah diberi kuasa oleh Kristus untuk memimpin Gereja-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Katolisitas,
saya setuju dengan uraian tentang karismatik (katolik) ini. Saya juga sangat yakin dengan adanya bahasa Roh, namun satu hal yang ingin saya tanyakan mengenai Bahasa Roh, terutama bentuk atau manifestasi bahasa Roh yang dimaksud secara panjang lebar dengan argumen Kitab Suci maupun patristik : apakah benar bahwa yang dimaksud dengan berbahasa Roh itu adalah kata-kata ungkapan syalakata wala lalalala, dst? I don’t think so indeed!
Saya setuju dengan Bahasa Roh, namun saya tidak yakin jika manifestasi bahasa Roh itu adalah kalimat syawalakata alalalalalalal, dst. Apakah ada bukti kalimat itu yang diucapkan oleh para rasul, para Bapa Gereja, atau bahkan para Santo (atau juga Bapa Suci Yohanes paulus II dan Benedictus XVI)?????
Terima kasih
Syalom
Serambi Salomo
Shalom Suciharto/ Serambi Salomo,
Dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma, Rom 8:26, dikatakan, “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” -dalam bahasa Yunani: alálētos, dalam bahasa Inggris: unspeakable, too deep for words/ not to be expressed in words. Maka, memang manifestasi bahasa roh dapat saja mengeluarkan bunyi yang tidak kita kenal, tidak menyerupai bahasa manapun, dan ya, bisa berbunyi, seperti yang Anda katakan. Biarlah Allah saja, yang mengetahui kedalaman setiap hati manusia, yang menilai, apakah bunyi bahasa roh tersebut otentik atau tidak (dibuat-buat sendiri). Bukan bagian kita untuk menilainya, karena memang bahasa roh itu gunanya untuk membantu kita dalam kelemahan kita untuk berdoa, dan keluhan yang tak terucapkan itu ditujukan kepada Allah dan bukan kepada manusia.
Saya tidak tahu, bunyi seperti apakah yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II ketika beliau berdoa dalam bahasa roh atau ketika Padre Pio berdoa dalam bahasa roh. Namun ini tidaklah penting, sebab fakta bahwa gerakan Karismatik ini sudah diterima oleh Gereja Katolik, ini mengisyaratkan bahwa pihak Magisterium-pun mengetahui bahwa manifestasi bahasa roh dalam gerakan Karismatik Katolik bisa saja merupakan ucapan yang sangat sederhana macam lalalala atau sejenisnya; namun jika itu keluar dari hati dan tidak dibuat-buat sendiri, maka karunia yang sangat sederhana itu dapat saja merupakan karunia berdoa yang otentik Roh Kudus, dan sungguh bukan bagian kita manusia untuk mengatakan sebaliknya. Sebab yang terpenting adalah buah-buahnya setelah itu, yang menunjukkan bahwa bahasa roh itu sungguh otentik, yaitu jika orang yang menerimanya sungguh mengalami pertobatan, dan perubahan hidup ke arah yang lebih baik, terdorong untuk semakin hidup kudus, mengasihi Kristus dan Gereja-Nya, melalui doa, membaca dan merenungkan firman Tuhan, semakin merindukan sakramen-sakramen Gereja, mau bertumbuh dalam komunitas, melayani sesama yang membutuhkan. Sebab buah-buah ini hanya mungkin dihasilkan jika seseorang itu telah dicurahi Roh Kudus, yang salah satu manifestasinya adalah dengan bahasa roh itu, entah bagaimanapun sederhana bunyinya. Pada saat yang sama, mari disadari pula bahwa karunia berdoa dalam bahasa roh itu sesungguhnya merupakan karunia yang paling dasar/ sederhana, jadi bukan segala-galanya. Orang yang menerimanyapun masih harus terus bertumbuh secara rohani, untuk mengalami pertumbuhan dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesama. Juga karena karunia ini adalah dari Tuhan, yang diberikan secara cuma-cuma, maka bukan bagian manusia untuk menghakimi/ menjelaskan mengapa ada orang yang memperolehnya dan ada yang tidak. Tidak berarti bahwa yang menerima karunia bahasa roh itu lebih kudus daripada yang tidak menerima. Tuhan yang Maha Tahu memahami apa yang terbaik bagi semua anak-anak-Nya, dan memberikan karunia-Nya seturut kehendak-Nya sesuai dengan waktu-Nya. Mari kita serahkan segala penilaian ini ke dalam tangan Tuhan, sebab Ia-lah Sang Pemberi segala karunia, dan Ia-lah yang paling memahami cara yang terbaik untuk membuat kita anak- anak-Nya datang mendekat kepada-Nya, dengan ataupun tanpa karunia berdoa dengan bahasa roh. Dan percayalah penilaian Tuhan itu baik adanya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Bu Inggrid,
Terima kasih atas pencerahannya. Saya lebih senang berbahasa Roh dalam perbuatan dan pertobatan sebagaimana ibu jelaskan. sekali lagi terima kasih.
salam dari Serambi Bait Allah
6:43 “Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik.
6:44 Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur.
Lukas 6 : 43 – 44
[dari katolisitas: perlu diperjelas maksud dari memberikan ayat-ayat tersebut di atas.]
Perdebatan / argumentasi terhadap ajaran tidak pernah tuntas dan cenderung bertele-tele dan melelahkan. Masalah karismatik dan ajarannya sebenarnya semua pimpinan gereja sudah mengetahui semuanya. Tinggal mengambil keputusan ya atau tidak untuk melarangnya. Mereka semua tahu bahwa itu bentuk pelanggaran terhadap gereja Katolik. Namun harap dipahami bahwa umat di kelompok karismatik adalah kelompok The Have, jadi mereka ini merupakan sumber dana yang sangat potensial untuk pundi pundi gereja. Dari pada melarang mereka, ya lebih baik dibina, karena potensi dana mereka sangat berlimpah.
[dari katolisitas: Menurut saya men-generalisasi bahwa kelompok karismasik adalah kelompok the have dan berpotensi untuk menambah pundi-pundi Gereja tidaklah mendasar. Dan keputusan telah diambil oleh Gereja, yaitu dengan memberikan status ecclesial movement. Yang terpenting adalah yang berwenang dapat memberikan pembinaan dengan baik kepada gerakan karismatik, sehingga gerakan ini dapat membangun Gereja Katolik yang kita kasihi.]
Sesuatu disebut sesat atau tidak sesat, itu semua tergantung tujuan nya…jika kita orang katolik tetapi tujuan kita bukanlah melakukan kehendak Allah, tetapi untuk keinginan dan kepentingan diri sendiri (kedagingan/duniawi, demikian juga orang kharismatik, inilah yang disebut penyesatan yang sebenarnya…Kebenaran itu relatif, karena Kebenaran itu sebenarnya Kehendak Allah itu sendiri. Ibarat stasiun kereta api dan rel kereta api, agama itu hanyalah stasiun itu, buat apa kita sombong dengan agama kita tetapi ketika kereta itu lewat, kita terlalu asyik dan berbangga dengan stasiun kita, tetapi membiarkan kereta itu lewat melalui rel kereta api itu…kita ternyata ketinggalan kereta (Tuhan)
Shalom Dody,
Kebenaran itu tidak relatif. Kalau Anda mengatakan, “Kebenaran itu relatif, karena Kebenaran itu sebenarnya Kehendak Allah itu sendiri,” artinya Anda menyatakan bahwa kehendak Allah itu relatif, dapat berubah-ubah sehingga kehendak-Nya tentang hal yang salah dan benar menjadi tidak jelas. Ini menjadi tidak sesuai dengan hakekat Allah sendiri, sebab Allah, Sang Kebenaran itu, tetap sama, dahulu, sekarang dan selamanya (lih. Ibr 13:8).
Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa kebenaran itu bersifat relatif. Yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah kebenaran yang sifatnya obyektif, dan Kebenaran ini mengambil nama Yesus Kristus (lih. Yoh 14:6), dan kebenaran inilah yang diajarkan secara konsisten dan secara turun temurun oleh Gereja-Nya. Ajaran tentang hal ini nyata dalam deklarasi Dominus Iesus, yang terjemahannya ada di sini, silakan klik; dan penjelasannya disampaikan di sini, silakan klik.
Dengan pemahaman ini, maka analogi stasiun dan kereta api dapat diinterpretasikan berbeda dengan pemahaman Anda. Sebab yang statis tetap) itu adalah Tuhan, jadi kalau mau dianalogikan, Tuhanlah yang seumpama stasiun tujuannya, karena stasiun tidak berpindah tempat. Sedangkan agama jika dipahami sebagai sarana mencapai tujuan, adalah seumpama kereta api, yang membawa kita sampai ke stasiun tujuan kita.
Memang dipahami bahwa setiap analogi tidak akan dapat secara sempurna menggambarkan Allah, karena Allah itu tak terbatas. Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia adalah jalan, kebenaran dan hidup (Yoh 14:6), sehingga jika ingin dihubungkan dengan analogi stasiun dan kereta api, maka Tuhan Yesus adalah seumpama stasiunnya, namun sekaligus juga kereta apinya. Sebab kehidupan kekal dalam persatuan dengan Allah di dalam Kristus yang menjadi tujuan akhir hidup manusia, adalah bagaikan ‘stasiun’, sedangkan Kristus jugalah yang membawa kita untuk sampai ke sana- maka Ia bagaikan ‘kereta api’nya juga. Nah cara Yesus mengarahkan kita untuk sampai kepada tujuan akhir ini melibatkan Gereja-Nya sebagai Tubuh Mistik Kristus, dan di sinilah kita melihat peran Gereja dan kesatuannya dengan Kristus untuk membawa manusia kepada keselamatan yang dijanjikan Allah; dan bahwa Gereja -sebagai persatuan antara Allah dan manusia- juga sekaligus merupakan tujuan akhir dari keselamatan tersebut.
Dengan pemahaman ini, maka besarlah peran Gereja dalam mengarahkan umat kepada keselamatan. Para pemimpin Gereja diberi kuasa oleh Kristus untuk memimpin jemaat, termasuk menentukan manakah ajaran yang sesat, dan manakah yang benar (lih. Mat 16:19, 18:18). Jadi sepanjang Gereja tidak menyatakan sesuatu sebagai ajaran yang sesat, kita sebagai anggota Gereja juga selayaknya tidak menyatakan hal tersebut sebagai sesat. Anda benar jika mengatakan bahwa orang yang menempatkan kepentingan diri/ keinginan daging sebagai yang utama, adalah orang yang tersesat; dan jika ia mengajarkan hal ini kepada orang lain, maka ia mengajarkan ajaran sesat. Namun kita tidak dapat mengatakan bahwa gerakan kharismatik/ orang yang ikut gerakan kharismatik adalah sesat, sebab belum tentu ia melakukan penyesatan. Kita tidak memahami isi hati setiap orang, sehingga kita tidak dalam posisi untuk menilai, apakah ia mempunyai motivasi melakukan kehendak Allah atau melakukan kehendak sendiri.
Maka, mari, sebagai sesama anggota Kristus, kita menerapkan prinsip kasih sebagai yang utama, dan dengan kerendahan hati mau menerima juga kebenaran sebagaimana diajarkan oleh Gereja. Dengan prinsip ini kita tidak lekas menghakimi sesama, dan juga kita tidak menjadi tinggi hati untuk menganggap diri lebih benar daripada para pemimpin Gereja.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Stef/Inggrid,
Saya awam, tergerak untuk ikut menuliskan keluhan saya bulan lalu saat mengikuti retret 4 hari di pertapaan Karmelit.
Secara garis besar saya cukup senang mengikuti retret di sana, saya juga tidak mempermasalahkan adanya pencurahan Roh Kudus dan nyanyian yang ‘pop’ selama dinyanyikan di luar Ekaristi. Namun hal yang paling sulit diterima adalah:
Tentang Liturgi
1. Saat Misa/Ekaristi dibawakan lagu2 pop non Katolik seperti ‘kumau cinta Yesus, di saat badai(saya g tau judul tepatnya) dan cukup meriah ditambahkan adanya bahasa2 roh di awal.
2. Salam damai juga terlalu riuh, karena semua orang bersalaman dengan banyak orang.
Saya sempat bertanya di media sosial FB (Katolik menjawab) dan ternyata hal tersebut tidak dibenarkan dalam Ekaristi, karena saat Ekaristi kita mengenangkan kurban Paskah.
3. Saat itu, yang membawakan Misa adalah frater (yang saya pikir pastor)
Lainnya
4. Ada juga retret pohon keluarga terjadwal dalam website di pertapaan tersebut. Setahu saya, retret tersebut tidak mengindahkan baptisan karena mengakui adanya dosa turunan yang mungkin tidak terhapus oleh baptis (CMIIW) dan tidak dibenarkan oleh gereja.
5. Saya juga membeli satu buku doa di sana (dengan imprimatur), dan mendapati adanya doa pohon keluarga.
6. Apakah hal2 tersebut dibenarkan (bahasa roh di awal Misa, nyanyian pop, Misa oleh frater, retret pohon keluarga dan doanya) dan apakah gereja punya otoritas jika terjadi pelanggaran?
Pendapat pribadi saya: Menjadi satu keprihatinan (jika memang hal tsb adalah pelanggaran), bahwa ratusan orang yang datang berbondong-bondong dari berbagai daerah tersebut, akan membawa pelanggaran liturgi ke tempat mereka masing2 dan meneruskannya. Bisa dibayangkan jika satu kali retret pesertanya ratusan, maka hanya setahun saja ribuan orang akan jatuh dalam pelanggaran baik dalam hal liturgi maupun pengajaran lainnya tentang gereja Katolik.
Shalom Ve,
Sesungguhnya yang pertama- tama harus dipahami adalah penghayatan dan pelaksanaan liturgi yang baik dan benar (artinya, sesuai kaidah liturgi yaitu kaidah untuk petugas maupun umat dan semangat batin yang dikehendaki Gereja) merupakan sesuatu proses yang berjalan sejalan dengan sejarah Gereja. Liturgi memang seharusnya menjadi ungkapan iman Gereja, sehingga memang ada ketentuan- ketentuan yang harus diikuti, agar kita dapat semakin menjadikannya sebagai bagian dari iman, dan bukan semata bagian dari perasaan. Penghayatan iman dalam liturgi ini selayaknya mengarahkan hati kita kepada pujian dan penyembahan akan Allah di surga, dan bukan semata lantunan lagu rohani yang enak dinyanyikan, sehingga untuk lirik dan musiknya, selera kita sendiri yang menjadi tolok ukurnya.
Namun demikian, musik dan lagu- lagu tradisional tidak dicoret dari perbendaharaan liturgi, karena lagu- lagu sedemikian dapat malah menjadikan liturgi menjadi semakin hidup dan meningkatkan penghayatan umat. Kendati demikian, Gereja cukup selektif dalam memilih lagu- lagu dan alat musik yang dapat dinyanyikan di dalam liturgi, agar tidak berkesan profan/ sekular dan malah menghilangkan dimensi keagungan misteri Allah yang hendak dirayakan. Tentang topik- topik ini sudah pernah dibahas di situs ini (silakan klik di judul- judul berikut), dan rasanya tidak perlu diulangi lagi di sini.
Band sebagai Alat Musik di Misa, Bolehkah?
Apakah Lagu Pop Dapat Dinyanyikan di Misa?
Atas dasar prinsip di atas, sebagaimana dijabarkan di kedua artikel tersebut, izinkan saya menanggapi pertanyaan Anda:
Tentang Liturgi
1. Lagu-lagu rohani
Melantunkan lagu- lagu rohani (dan lantunan bahasa roh) dapat dilakukan dalam pujian dan penyembahan sebelum dan sesudah Misa Kudus, namun di dalam Misa Kudus, mari kita menyanyikan lagu- lagu yang sudah diterima sebagai lagu- lagu liturgis, sebagaimana ada dalam Puji Syukur dan Madah Bhakti. Jika ada lagu- lagu lainnya, silakan dikonsultasikan dengan Romo Paroki/ seksi Liturgi, semoga mereka dapat menilainya berdasarkan prinsip- prinsip lagu liturgi.
2. Salam damai yang terlalu riuh, karena bersalaman dengan terlalu banyak orang, memang tidak dibenarkan.
Redemptoris Sacramentum 72 dengan jelas mengatakan hal ini:
72. “Salam damai hendaknya diberikan oleh setiap orang hanya kepada mereka yang terdekat dengan suatu cara yang pantas.” Imam boleh memberikan salam damai kepada para pelayan, namun tidak meninggalkan panti imam agar jalannya perayaan jangan terganggu. Demikian pula jika karena alasan yang tepat ia ingin memberikan tanda salam damai kepada beberapa di antara umat….”
Salam damai di Misa diadakan sebelum pengucapan doa Anak Domba Allah, yang mengenangkan misteri kurban Kristus yang Maha Agung, dan karena itu, memang menjadi tidak pada tempatnya jika didahului oleh keramaian Salam Damai, yang sebenarnya maksudnya merupakan saat kita mewujudkan niat untuk berdamai/ menyampaikan damai kepada sesama (termasuk dengan mereka yang tidak hadir di Misa, sehingga saudara/i di sekeliling kita menjadi wakilnya) sebelum kita mengambil bagian di dalam persembahan kurban Yesus Tuhan kita (lih. Mat 5:24).
3. Yang membawakan Misa adalah Imam
Berikut ini adalah keterangan yang diberikan oleh Sr. Skolastika P Karm. (dari Lembah Karmel, Cikanyere), tentang hal ini:
“Semua imam CSE dipanggil Frater karena mereka adalah biarawan. Namun, mereka adalah imam yang sudah ditahbiskan dengan yurisdiksi penuh. Contohnya seperti para biarawan fransiskan yang dipanggil dengan sebutan saudara. Tidak benar dan tidak pernah terjadi bahwa ada perayaan Ekaristi di Lembah Karmel yang dipimpin oleh seorang frater yang bukan imam.”
4. Tentang Retret Pohon Keluarga
Kami di Katolisitas mengacu kepada surat resmi yang pernah dikeluarkan oleh Keuskupan Agung Jakarta dalam SURAT VIKEP KAJ ttg Pembaharuan Karismatik Katolik-KAJ: Jakarta, 27 Agustus 2003, yang keseluruhannya dapat dibaca di sini, silakan klik (Lihat di sub judul Dokumen: surat VIKEP KAJ).
Terutama point 2, dikatakan demikian: “… harap diingat bahwa Sakramen Perkawinan menurut paham Katholik memusatkan keyakinan, bahwa pasang surut hidup keluarga, konflik dan rekonsiliasi dalam perjalanan keluarga, kesalahan dan pemulihan sepanjang hidup manusia berkeluarga sudah dirangkum dalam penebusan Tuhan Yesus, yang hidup dalam keluarga, wafat dan bangkit bagi kita semua; menghancurkan segala kekuatan setan, kutuk manusia dsb. Maka PKK-KAJ hendaklah tidak mendukung retret “Pohon Keluarga”, yang dalam prakteknya sekarang dinilai terlalu menyempitkan paham keluarga dengan determinisme psikologis. Kita harus mengembangkan ‘discernment’, untuk tidak menyamaratakan saja segala masalah, melainkan mampu membeda-bedakan manakah dalam keluarga merupakan masalah budaya yang perlu dicermati secara kultural, luka kejiwaan yang perlu disembuhkan secara psikologis, dan dosa yang perlu dimohonkan ampun dari Tuhan.”
5. Tanda Imprimatur dan Nihil Obstat pada buku- buku Katolik memang merupakan filter pertama untuk melihat apakah buku- buku tersebut sudah diketahui dan disetujui oleh pihak otoritas Gereja. Imprimatur artinya: dapat diprint/ dicetak, sedangkan Nihil Obstat artinya: tidak ada pernyataan di buku itu yang menentang ajaran Gereja. Maka, idealnya, memang pihak yang menandatangani itu memeriksa isi buku tersebut dengan sungguh- sungguh sebelum memberikan tanda Imprimatur dan Nihil Obstat. Namun adakalanya karena satu dan lain hal, ada yang terlewat, maka yang terpenting kita melihat prinsip ajaran Gereja Katolik, dan apalagi jika sudah pernah dikeluarkan surat resmi dari otoritas pemimpin Gereja, dalam hal ini Keuskupan. Jika di lapangan masih ada ketidaksesuaian, hal ini yang perlu didialog-kan, untuk dicari penyelesaiannya.
6. Sebagaimana telah disebutkan di atas, memang dimungkinkan masih ada ketidaksesuaian di lapangan, namun mari kita berpegang kepada ketentuan yang sudah dikeluarkan oleh pihak otoritas Gereja, yang bertujuan utama untuk meningkatkan penghayatan iman dalam liturgi dan sakramen, sebagai sarana keselamatan.
Saya pikir hal yang menjadi keprihatinan umat sudah juga menjadi pemikiran para pemimpin Gereja di KAJ. Namun demikian masukan Anda baik, dan semoga menjadi perhatian bagi pembaca dan semua yang terlibat dalam kegiatan Karismatik Katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
menurut saya orang yang mengatakan karismatik itu sesat orang itu adalah orang yang belum mengenal karismatik dan ajaran Katolik pada umumnya
dan meragukan penyelamatan dari Yesus sebagai Tuhan kita.
[dari katolisitas: Menjadi tantangan bagi seluruh anggota karismatik Katolik agar dapat hidup dalam Roh, yang berakar pada kehidupan doa dan kehidupan sakramen yang baik, terutama Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat.]
Salam damai Kristus
2. Kis 2: ketika Roh Kudus mengurapi keduabelas rasul, maka orang- orang dari kelimabelas bangsa yang berkumpul di Yerusalem mendengar para rasul itu berkhotbah dalam bahasa mereka sendiri.
Dari teks di atas jelas bahwa yg dimaksud (seharusnya) bahasa Roh adalah bahasa yg diucapkan dalam “bahasa (bunyi) tertentu tetapi dapat dimengerti oleh segala bangsa yg mendengarnya (saat itu juga tanpa harus mempelajarinya).
Dewasa ini banyak sekali manusia yg mendapat karunia “bahasa roh” yg tidak dapat dimengerti oleh org yg mendengarnya bahkan mungkin oleh dirinya sendiri. Tidak sedikit org memuji/mengagumi mrk yg berbahasa roh yg tdk jelas tersebut, hal ini memicu sikap ingin berbahasa roh walaupun (maaf) membodohi org lain & diri sendiri (lihatlah dipertemuan Kharismatik banyak sekali org yg “bisa” berbahasa roh yg tidak dimengerti bangsa manapun)
Dari penuturan seorg sahabat yg kerap mengikuti Kharismatik atau pertemuan lainnya bahwa di dlm pertemuan kharismatik (PK) diri kita seperti di “charge” dan puji2annya penuh semangat ,tidak seperti di dlm Misa, bahkan sahabat tsb lebih mementingkan PK daripada Ekaristi kudus yg katanya membosankan. Inilah yg kita TAKUTkan bila terlalu banyak Persekutuan2 di luar Ekaristi, umat tidak memilih mana yg TERPENTING, tetapi mereka lebih memilih yg terENAK/tercocok menurut dirinya sendiri.
Tuhan Jesus memberkati
[dari katolisitas: Tentang bahasa roh, silakan melihat link ini – silakan klik. Kalau orang yang aktif di karismatik lebih mementingkan PK dibandingkan Misa, maka orang tersebut telah salah dan menjadi tugas dari kelompok PK untuk memberikan katekese secara benar kepada anggotanya.]
Maaf sbelumnya..
justru saya bingung, saya mengalami goncangan, banyak referensi karismatik diperbolehkan di Gereja Katolik, sedangkan di website [dari Katolisitas: kami edit: salah satu situs katolik] justru meyakinkan kalau bahwa karismatik sesat dan ini juga website Katolik sehingga membuat saya bingung.
[dari Katolisitas: link kami edit/hapus]
Mohon penjelasannya.. Terimakasih..
Shalom Andre,
Supaya Anda tidak bingung apalagi goncang, maka referensi yang harus Anda pegang sebagai pedoman adalah pengajaran resmi yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja Katolik. Sebab semua orang dapat mengeluarkan pandangan tentang hal karismatik ini, namun akhirnya kita sebagai umat Katolik seharusnya berpegang kepada apa yang disampaikan oleh Magisterium Gereja, yang diberi kuasa oleh Kristus untuk mengajar dan memimpin Gereja.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, sejauh ini Magisterium Gereja Katolik tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa gerakan Karismatik Katolik itu sesat. Oleh karena itu, marilah kita juga jangan mengatakan bahwa gerakan tersebut sesat, sebab jangan sampai kita menempatkan pemahaman pribadi kita sendiri di atas pengajaran/ pernyataan Paus ataupun Magisterium Gereja.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
shalom, saya baru saja menemukan situs katolisitas ini dan sangat senang dengan paparan2 penjelasan dari begitu banyak pertanyaan, terutama mengenai karismatik.
semoga pengurus rubrik ini (Stef dan Inggrid) senantiasa dilimpahi kesabaran, kedamaian dan hikmat di dalam memberi jawab thd pertanyaan2 yg (terkadang menurut saya) sangat menyudutkan karismatik, ada unsur kebencian,bahkan iri, mrk hanya melihat satu kasus kecil ttp digeneralisasikan se-olah2 begitu semua (misalnya umat karismatik dicap sombong,sok lebih tahu KS/kebenaran, dlsb)ini jls tidak fair. padahal umat yg ‘tidak beres’ pun dr kalangan kategorial lain jg kalau mau diungkap secara terbuka tentu banyak.
kl sy simpulkan, pertanyaan2 itu timbul bukan krn gerakan karismatik itu salah atau sesat, melainkan dari para penanya itu sendiri yg menurut sy perlu memahami misi kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini.
pertama, mrk (dn hmpr semua sy yakin spt ini) menganggap bhw yg namanya Katolik itu HANYA liturgi atau katekese. mrk lupa bhw ada MISI YESUS di bumi ini yg juga harus dijalankan oleh kita sbg murid2Nya.
di luar sana ada banyak penderitaan, banyak yg mengalami keterpurukan, kehilangan iman, terlibat kejahatan, kuasa gelap, dll. mereka terpuruk, terasing, terluka, tertindas. justru disini umat karismatik saya lht menjadi pelopor terjun mengisi celah2 untuk melayani umat yg bermasalah. jadi jangan hanya dilihat dr acara persekutuan doanya, lagu2nya, atau bahasa roh saja lalu dgn gampang dicap oh itu sesat, karena liturgi katolik tdk begitu. (= dangkal sekali, maaf ya)
ingat bahwa dgn memahami KS melalui komunitas karismatik ini, justru kita jadi tahu bhw ooh ternyata ada misi, sekali lagi ada misi Yesus di bumi ini,yaitu memberitakan Kabar Baik, dan Tuhan tunjuk kita sebagai yg melanjutkan. saya pikir dulu hidup itu cukup berbuat baik, dan tidak lupa ibadah (ke gereja), selesai.
perhatikan di dalam komunitas karismatik, bgm dgn mrk2 yg dgn sukarela menempa dirinya dlm doa, iman, pendalaman KS lalu berangkat menginjil ke pelosok2 (Flores, Irian)? apakah mrk jg sesat? sdgkn anda yg berdiam diri saja hny krn merasa sdh jd umat Katolik yg ‘sejati’ tdk ikut ambil bagian samasekali dalam pelaksanaan misi Yesus ini?
halo??? koq picik sekali ya landasan anda2 melontarkan pertanyaan2 yg mendiskreditkan karismatik?
bgm pula dgn mrk yg dgn sukarela mengorbankan waktunya utk berkeliling melayani doa, konseling, misi evangelisasi? apakah mrk jg sesat?
kedua, para penanya juga yg tidak paham dn tdk melihat ttg perkembangan dari umat karismatik yg mengalami bertumbuh melalui karunia Roh. banyak yg bertumbuh menjadi pewarta sabda, pengajar seminar, konselor, pendoa syafaat, pemimpin pujian,pencipta lagu rohani dll. bukankah ini buah yang baik yg dihasilkan? termasuk saya pernah membuat 1 album lagu2 rohani utk pujian penyembahan.Ibu Lisna Arifin, Bpk Yoppy Taroreh (org katolik asli) adalah pencipta lagu2 rohani yg ternyata malah banyak dipakai oleh denominasi lain.
para penanya heran koq ada awam katolik bisa berdoa/mendoakan/menumpangkan tangan. bukankah Tuhan juga bisa pakai siapa saja untuk menyalurkan kasihNya, dan berarti juga membantu gereja? siapa yg dilayani doa itu? umat katolik sendiri!
salah satu buah yg paling dirasakan adalah, banyaknya pelayan2 umat (awam) yg dipakai Tuhan utk memberi pelayanan penginjilan, doa, konseling, dll, sbg wujud ikut melaksanaan misi Kristus di dlm Mat. 4: 23, misalnya pelayanan ke penjara, kunjungan orang sakit, KRK dn pelayanan doa kesembuhan
ketiga, pengalaman sendiri ketika ikut bergabung dgn komunitas karismatik. justru bnyk mndpt bisikan/gosip yg tdk benar dr teman2 bahwa jangan ikut karismatik, disana anti Maria, tdk boleh doa rosario. kenyataannya betulkah? saya katakan tidak benar sama sekali, dan puji Tuhan lama kelamaan fitnah spt ini hilang dgn sendirinya. malah tmn sy membisiki itu skrng malah jd aktivis karismatik. jd bnyk skli yg hanya krn dengar2an begini begitu lalu ikut2an melontarkan pertanyaan.
kmdn ttg sinyalemen bhw org2 karismatik bnyk yg menjadi sombong, maaf, sy sdh berkecimpung ckp lama di karismatik ttp koq tdk menjumpai hal2 spt yg dikemukakan olh bbrp penanya di rubrik ini. jadi harus fair, kl ada org yg sombong di satu pdpkk paroki, bkn berati di pdpkk paroki lain pun pasti begitu adanya.
keempat, rata2 pengertian ttg gereja masih belum utuh. mereka beranggapan bhw yg namanya gereja itu adalah gereja secara fisik, yakni sebuah gedung yg berdinding, beratap dn terletak di komplek spt s paroki. jadi ketika pelayanan komunitas karismatik (pelayanan doa misalnya) menjangkau umat di luar gedung gereja tadi maka banyak pula yg tidak memahami misi outreach semacam ini. banyak yg mempertanyakan koq umat karismatik tdk melayani saja di parokinya (misalnya jd kolektan, koor, tatib, dll).
jadi cukup berat memang tugas komunitas karismatik ini untuk menjelaskan misinya kepada umat, bhw yg namanya pelayanan di gereja itu bukan hanya pelayanan di gereja yg berdinding dn beratap.
saya terus mendukung dalam doa bagi Stef dn Inggrid, semoga terus dipakai Tuhan untuk memberi penjelasan. dan di atas semuanya, biarlah DIA, Yesus, yang menyatakan kebenaran dan melembutkan hati setiap kita, sehingga kita sebagai sesama umat Gereja yg sama2 saling hormat menghormati, tdk menganggap dirinya yg paling benar. dan semoga semakin sedikit orang yang salah paham ttg karismatik.
sekian, Tuhan memberkati.
Shalom Vinzen,
Terima kasih atas komentar Anda, semoga dapat dibaca juga oleh para pengunjung situs ini yang ingin mengenal lebih lanjut tentang gerakan Karismatik Katolik, yang dapat memberikan kontribusi yang positif kepada kehidupan menggereja.
Mari sebagai sesama umat Katolik kita saling membangun dan menguatkan. Walaupun memang misi ataupun fokus pelayanan tiap-tiap orang berbeda, tetapi marilah kita saling mendukung untuk semakin memuliakan nama Tuhan. Baik pelayanan dalam ibadah (sebagai petugas liturgi) maupun pelayanan kerasulan/ outreach untuk menjangkau orang- orang di luar gedung gereja, sama- sama penting. Bagi rekan-rekan karismatik, mari berjuang untuk bertumbuh di dalam semangat kerendahan hati, agar jangan sampai ada banyak orang melihat seolah-olah orang-orang karismatik itu eksklusif, dan merasa ‘lebih baik’ dengan adanya karunia-karunia tertentu. Agaknya bacaan Kitab Mazmur hari ini (7 Mei 2012) menjadi sangat relevan untuk kita renungkan bersama:
Untuk itu, marilah kita melihat teladan Bunda Maria, yang mempersembahkan jiwa raganya seutuhnya demi memuliakan Tuhan (lih. Luk 1:46). Dan ya, doa rosario tetaplah doa yang sangat penting bagi para anggota Karismatik. Jika pengalaman pencurahan Roh Kudus yang kita alami dalam waktu sekian menit saja dapat mengubah hidup kita, apalagi pengalaman Bunda Maria yang bukan hanya dicurahi, tetapi ‘dipenuhi’ oleh Roh Kudus, sepanjang hidupnya. Mari belajar dari kerendahan hati Bunda Maria dan kesetiaannya, yang menunjukkan bagaimana seharusnya kita hidup di dalam tuntunan Roh Kudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Vinzen,
Saya tersentuh sekali membaca komentar Anda yang luar biasa ini, sehingga memutuskan untuk ikut menanggapi.
Anda menulis: “…dari para penanya itu sendiri yg menurut sy perlu memahami misi kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini.”
Tanggapan saya: Terima kasih sudah mengingatkan saya untuk lebih memahaminya.
Anda menulis: “di luar sana ada banyak penderitaan…. justru disini umat karismatik saya lht menjadi pelopor terjun mengisi celah2 untuk melayani umat yg bermasalah.”
Tanggapan saya: Begitu ya hasil dari berkarismatik; merasa telah menjadi pelopor daripada yang lain? Ini wujud ungkapan bersyukur atau kesombongan ya? Semoga bukan yang kedua! Hanya Anda sendiri yang tahu! Sangat disayangkan kalau ternyata yang kedua, karna orang yang hidupnya dipenuhi oleh Roh Kudus tidak pernah seperti itu.
Anda menulis: “anda yg berdiam diri saja hny krn merasa sdh jd umat Katolik yg ‘sejati’ tdk ikut ambil bagian samasekali dalam pelaksanaan misi Yesus ini?
halo??? koq picik sekali ya landasan anda2 melontarkan pertanyaan2 yg mendiskreditkan karismatik?”
Tanggapan saya: Roh Kuduskah yang memberitahukan Anda bahwa kami-kami ini hanya berdiam diri saja? Roh Kuduskah yang memberitahukan Anda bahwa landasan kami picik sekali? Menurut saya, di sini pun Anda telah melakukan generalisasi terhadap kami yang bukan anggota karismatik.
Untuk semua pembaca, baik yang karismatik maupun yang bukan:
Minggu kemarin saya misa di Jakarta. Di depan saya ada seorang ibu yang membawa buku renungan harian Ruah. Saya tahu Ruah karna dalam dua terbitan terakhir ini saya membacanya.
Masuk liturgi sabda, ibu ini bisa membaca dari buku ini. Hanya, selama khotbah berlangsung, ia tetap asyik dengan bukunya. Selama khotbah berlangsung, ia terus-menerus menghadapkan wajahnya ke bukunya. Umat yang mendengarkan khotbah pasti akan menghadapkan wajahnya kepada yang berkhotbah.
Tentu saja tidak salah membaca Ruah. Namun, jika terus-menerus membacanya tanpa memedulikan khotbah, mungkin perlu dipikirkan lagi.
Saya jadi bertanya-tanya: apa di kelompok kategorial tertentu ia bisa mendapatkan khotbah yang jauh lebih bagus dan menarik daripada khotbah pastor ini, sehingga ia merasa tidak perlu mendengarkan khotbah dalam misa? Saya kira, apapun bentuk kelompok kategorial, apabila misa sedang berlangsung, maka kita semua harus mengikutinya dengan betul-betul, dengan sepenuh hati – sebagaimana yang diajarkan oleh KGK – walaupun di kelompok kategorial kita ada khotbah dan puji-pujian yang hebat dan bagus-bagus. Kita semua pasti sepakat: “Jangan sampai, aktivitas di kelompok kategorial meniadakan keistimewaan Ekaristi. Seharusnya, apapun bentuk kelompok kategorial, harus bisa membawa umat kepada semakin mencintai Ekaristi.”
Demikian. Marilah kita semua, seperti yang selalu ditulis di Katolisitas; kita bertumbuh dalam kekudusan (yang di dalamnya ada kerendahan hati).
Terima kasih.
Salam,
Lukas Cung
[dari katolisitas: Saya yakin bahwa tidak ada maksud Vin
Shalom Lukas Cung dan Vinzen,
Pertama-tama, mari, sebagai sesama umat Katolik kita tidak saling menuduh ataupun berprasangka negatif. Harus diakui bahwa memang setiap komunitas ataupun gerakan gerejawi yang ada di Gereja Katolik mempunyai fokus dan ‘daerah’ pelayanan yang berbeda- beda. Justru perbedaan itulah yang memperkaya keseluruhan Gereja sebagai Tubuh Kristus. Vinzen menyampaikan pengamatannya bahwa kelompok karismatik terjun membantu melayani umat yang bermasalah, yang mungkin tidak terjangkau oleh kelompok lainnya. Biarlah ia mengatakan demikian, jika memang ini yang diamatinya dan dialaminya di paroki/ lingkungan tempat tinggalnya. Jangan kita berburuk sangka dan mengatakan bahwa ia menyombongkan diri. Yang memang harus diwaspadai oleh Vinzen dan rekan-rekan kelompok Karismatik adalah walaupun memang telah membantu umat, namun yang juga perlu diusahakan adalah semangat pelayanan atas dasar kasih dan kerendahan hati, yang melihat bahwa segala karunia berasal dari Allah dan harus dikembalikan lagi untuk kemuliaan Allah, dan bukan untuk kemuliaan pribadi ataupun kelompok.
Sekarang tentang perkataan Vinzen bahwa ada umat yang tidak ikut ambil bagian dalam pelaksanaan misi ini, namun mengkritik gerakan karismatik. Nah, sejujurnya memang pernyataan ini tendensius, mohon maaf jika kami di Katolisitas tidak mengeditnya. Namun saya melihatnya sebagai ungkapan kejujuran mungkin dari pihak Vinzen, yang melihat bahwa faktanya memang ada sekelompok umat yang sangat tajam mengkritik kelompok Karismatik, tanpa mau melihat adanya buah-buah positif yang dihasilkan oleh gerakan tersebut, dan tanpa/ kurang peduli akan usaha evangelisasi. Tetapi tentu saja tidak bijaksana jika mengatakan bahwa semua yang tidak ikut karismatik termasuk dalam golongan ini. Jika Anda (Lukas) tidak termasuk dalam golongan orang yang mengecam Karismatik sebagaimana disebutkan di atas, maka tidak perlu tersinggung dengan ucapan ini. Selanjutnya, Vinzen, mari, walaupun mungkin bukan maksud Anda menyalahkan, namun lain kali baiklah jika Anda menggunakan kata-kata yang lebih kondusif dalam menyampaikan isi hati Anda, agar tidak bernada menyalahkan orang lain.
Sekarang tentang pernyataan Lukas tentang ibu yang membaca Ruah di saat perayaan Ekaristi, sampai tidak mendengarkan khotbah imam. Tentu sikap demikian tidaklah sesuai, sebab partisipasi sadar dan aktif itu apakah ibu mensyaratkan keikutsertaan dalam setiap bagian Misa dengan sepenuh hati dan pikiran. Tetapi masalahnya kita juga tidak dapat mengatakan bahwa kebiasaan ibu itu adalah produk gerakan Karismatik; sebab hal itu sesungguhnya tidak diajarkan dalam gerakan Karismatik. Seseorang yang hidup dalam Roh Kudus, seharusnya semakin peka akan tuntunan Roh Kudus dan akan kehadiran Kristus dalam Perayaan Ekaristi; yang menurut Katekismus didapat dalam 4 cara (lih. KGK: 1088), yaitu: 1) dalam diri imam-Nya (in persona Christi); 2) dalam sabda-Nya dalam bacaan-bacaan Kitab Suci (liturgi Sabda); 3) secara khusus dalam rupa roti dan anggur; 4) dalam jemaat-Nya (atas dasar ayat Mat 18:20, jika dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Nya maka Allah akan hadir di tengah mereka)
Maka seseorang yang semakin peka akan kehadiran Kristus, seharusnya semakin memperhatikan dan menghayati setiap bagian dalam Perayaan Ekaristi karena sungguh Tuhan Yesus hadir di dalamnya. Dalam hal ini Lukas benar, sebab tidak ada kegiatan apapun yang maknanya lebih tinggi dari perayaan Ekaristi, sebab di dalamnya Tuhan Yesus sungguh hadir secara nyata di tengah-tengah umat-Nya.
Akhirnya, jika kita mau melanjutkan perbincangan ini, mari menggunakan perkataan yang membangun, yang menunjukkan buah Roh Kudus, yaitu kasih dan kelemahlembutan (lih. Gal 5:22-23), atas dasar kepercayaan bahwa semua pihak bermaksud baik. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Lukas Chung dan Inggrid,
Rupanya Lukas chung menanggapi pernyataan saya sedikit lepas dari konteks. Saya itu sedang menanggapi para penanya tentang karismatik dirubrik katolisitas, dan ini faktanya bahwa para penanya itu selalu memunculkan satu sampel yang negatif untuk ‘menggugat’ gerakan karismatik. Dan (ini bukti) bahwa tanpa Lukas Chung sadari, ia juga terjebak dalam hal yang sama. [dari Katolisitas: diedit] … bahwa apa pun yang dilakukan oleh komunitas karismatik selalu dicap negatif, apa pun. Mengapa sih kelompok karismatik ini selalu saja dicap sombong? Apa yang disombongkan? Coba berikan bukti yang konkret. [Dari Katolisitas: Sesungguhnya di tulisan-tulisan terdahulu dari orang-orang yang melihat sisi negatif karismatik, hal ini sudah ditulis, misalnya: menganggap rendah orang yang tidak berbahasa roh, mencari karunia-karunia, namun malah kurang menghargai Ekaristi, dst; hal ini juga sejujurnya memang terjadi pada orang-orang tertentu dalam gerakan Karismatik]
Saya mengemukan satu sampel lain, yaitu yang positif, yaitu mengenai gerak dan semangat pelayanan menjangkau orang2 yang sedang mengalami masalah hidup/menderita. Supaya balance pemberitaannya. Lah koq malah dicap sombong lagi. Kalau saya tidak mengemukakan hal-hal yang positif yang sudah dilakukan oleh komunitas karismatik jadinya kan benar anggapan negatif itu? Rubrik ini dibaca banyak orang, mereka juga perlu tahu hal2 yang menurut saya positif yang sdh dilakukan oleh komunitas karismatik sebagai mitra gereja.
Kemudian yang saya herankan lagi, mengapa ilustrasi seorang ibu yang datang ke misa lalu membaca buku Ruah saat homili dikaitkan dengan kategorial tertentu (komunitas karismatik ?) dengan kata-kata sindiran, apakah khotbah di kategorial lain ada yang lebih menarik sehingga ibu tadi lebih memilih asyik membaca buku daripada mendengarkan homili? (begitu kira2 penangkapan saya).
[Dari Katolisitas: kami edit] Apakah semua umat yang tidak menyimak khotbah pastor saat Misa (entah mengobrol, entah asyik BBM, entah apa lagi) apa ada kaitannya langsung dengan komunitas karismatik terutama tentang disinggungnya pujian dan khotbah di sebuah kategorial? Saya tidak mengerti, barangkali Lukas Chung bisa memberi jawab. Ataukah maksud Lukas Chung bahwa ia mengenal ibu tsb dan ternyata umat dari kelompok karismatik. Kalau ya betul, berarti benar kan statemen saya, bahwa setiap penanya atau penanggap (termasuk Lukas Chung), selalu mengemukakan sampel yang negatif. Tetapi kalau saya kemukakan satu sampel yang positif, ditanggapi ooh itu sombong. Jadi sangat tidak fair bukan? Bagaimana dengan sekelompok mudika (sebetulnya bukan hanya mudika), yang asyik mengobrol, SMS, BBM, saat Misa, bahkan hampir sepanjang Misa berlangsung? Saya yakin Lukas Chung dan kita sering menyaksikan pemandangan seperti ini, lalu apakah Lukas Chung juga mau mengkaitkan hal itu sebagai akibat negatif sebuah kategorial lain di Paroki (tegasnya karismatik) dengan analogi yang sama dengan ilustrasi seorang ibu tadi? Beranikah Lukas Chung mengatakan bahwa kalau bukan umat karismatik pasti tidak akan begitu? [Dari Katolisitas: Yang dituliskan oleh Lukas di sana adalah untuk semua, jadi bukan hanya kepada yang Karismatik. Mungkin Lukas hanya melihat kecenderungan bahwa ada umat yang sudah aktif di kelompok katagorial (entah Karismatik atau bukan), namun sayangnya malah kurang menghargai Ekaristi. Jadi kita jadikan saja kisah itu untuk mengingatkan diri kita sendiri, supaya jangan bersikap demikian]
Lukas Chung jangan lupa bahwa dimana pun, umat karismatik itu sangat minoritas dari segi jumlah. Di Paroki saya, umat 5000, tetapi yang ikut karismatik tidak lebih dari 40 orang! Betapa tidak fair,kelompok umat sekecil ini dituntut hidup sangat sempurna dalam iman dan kesalehan dan penampilan hanya karena mereka suka mendengarkan pendalaman KS dalam acara karismatik, tidak boleh ada hal sekecil apa pun yang bisa menjadi celaan. [Dari Katolisitas: kami edit]
Sekian, dan tidak lupa saya juga minta maaf bila ada istilah yang kurang tepat seperti yang Ingrid singgung, tetapi saya bersyukur Ingrid menangkap pesan tulisan saya, bahwa tidak ada maksud saya untuk menyalahkan sekelompok umat yang tidak suka dengan karismatik, hanya sekedar mengingatkan supaya segala sesuatu itu dikemukakan secara balance dan fair. Terima kasih, Tuhan memberkati.
Shalom Vinzen,
Saya mohon maaf karna kalimat yang telah saya tulis berikut ini telah memberikan cap “sombong” kepada kelompok karismatik: “Begitu ya hasil dari berkarismatik; merasa telah menjadi pelopor daripada yang lain? Ini wujud ungkapan bersyukur atau kesombongan ya? Semoga bukan yang kedua! Hanya Anda sendiri yang tahu! Sangat disayangkan kalau ternyata yang kedua, karna orang yang hidupnya dipenuhi oleh Roh Kudus tidak pernah seperti itu.”
Dan juga mohon maaf untuk tanggapan saya telah sedikit lepas dari konteks.
Betul, contoh tentang ibu pembaca Ruah saat khotbah misa ditujukan kepada semua. Tentu saja saya tidak mengatakan bahwa semua umat yang tidak menyimak khotbah pastor saat misa ada kaitannya langsung dengan komunitas karismatik. Saya harap, Anda bisa memahami maksud yang ingin saya sampaikan. Karna, mempelajari KS yang sangat sukar saja, bagi Anda menjadi begitu mudah mencerna, memahami dan mengetahui alur kaitannya ke mana − apalagi terhadap tanggapan saya yang tak seberapa panjang ini.
Dibandingkan saya yang tahun ini 37, Anda yang telah menjadi prodiakon tentu jauh lebih memahami keistimewaan Ekaristi. Saya masih ingat sekali di Paskah Yubileum Agung tahun 2000, saya ikut mengunjungi umat di kampung pedalaman Kalimantan, sambil membawa Komuni kudus. Kami boleh membawanya karna belum dilarang seperti saat ini (yang tentu saja atas seijin uskup kami). Kami harus membawanya dengan hati-hati sekali, umpamanya tidak boleh ditaruh sembarangan di speedboat sehingga bisa terlangkahi. Maksudnya untuk mengunjungi umat di pedalaman sana yang tidak sempat dikunjungi oleh pastor saat Paskah Yubileum Agung. Dan, masih saya ingat jelas sekali; bagaimana perasaan saya berdesir-desir sampai terasa di ulu hati, saat membagikan Komuni kudus kepada umat di kampung yang saya kunjungi. Sayangnya, saat itu saya belum memahami bahwa Komuni adalah Tuhan Yesus yang sungguh-sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur.
Belakangan ini beberapa orang anak muda pernah saya ajak bicara perihal pakaian yang mereka kenakan saat misa kudus. Saya katakan: “Apa yang saya katakan ini akan membuat Anda tidak senang mendengarnya. Tapi saya mau tanya, ‘apakah Anda akan mengenakan pakaian yang sama seperti misa kemarin jika Anda menemui pejabat tinggi Negara – dengan kaos oblong dan sandal jepit?’
Ia akan menjawab: tentu akan lebih rapi jika menemui pejabat tinggi.
Saya bilang: dulu saya pun mengenakan kaos oblong dan sandal jepit saat misa. Tetapi setelah saya sadar bahwa yang saya sambut dalam Komuni adalah benar-benar Tuhan Yesus – bukan sekedar lambang atau simbol belaka – maka pakaian yang saya kenakan saat misa sama rapinya dengan saat saya bertemu pejabat tinggi. Keliru sekali jika pakaian yang saya kenakan malah asal-asalan saat menghadiri Pesta Perjamuan Anak Domba – yang tuan pestanya adalah Tuhan Yesus sendiri, tetapi dalam acara lain umpamanya menghadiri kondangan malah berpakaian lebih rapi. Memang, yang paling penting adalah disposisi hati yang layak saat menyambut Tuhan dalam Komuni kudus. Namun, jika hati sudah sadar bahwa Tuhan sendiri yang disambut, tentu sikap liturgis termasuk cara berpakaian, akan otomatis menyesuaikan dengan pemahaman kita. Rasanya tidak mungkin, sadar bahwa Tuhan Yesus yang disambut saat misa tapi masih berpakaian asal-asalan. Rasanya terbalik; bertemu pejabat tinggi atau ke kondangan saja rapinya bukan kepalang, masa menyambut Tuhan malah berpakaian asal-asalan – harusnya ‘kan sama rapinya.
Nah, pengalaman saya, para orang muda ini menjadi sedikit sadar, dengan saya memberikan contoh nyata yaitu diri saya sendiri. Hasilnya, caranya berpakaian saat misa berubah setelah itu. Baru kemudian saya masuk ke bagian yang hakiki yaitu disposisi hati tadi.
Maka, yang mau saya katakan kepada Anda di kesempatan ini adalah: saya (kami) pun tidak berdiam diri saja, saya (kami) pun bersaksi dengan cara saya (kami) sendiri, walaupun tidak terjun melayani umat yang bermasalah seperti yang telah Anda lakukan selama ini. Karna saya (kami) pun “diutus” setelah menghadiri misa kudus. Semoga bisa Anda terima cara bersaksi yang demikian.
Saya kira cukup sampai kali ini saja tanggapan saya dalam perbincangan kita ini.
Terima kasih.
Salam,
Lukas Cung
shalom Lukas Chung,
senang berjumpa kembali dengan anda, walau pun bbrp hari kemarin sy ckp sibuk dgn berbagai jadwal kegiatan & pelayanan.
saya mau mengutip bagian akhir ungkapan anda sbb:
“Maka, yang mau saya katakan kepada Anda di kesempatan ini adalah: saya (kami) pun tidak berdiam diri saja, saya (kami) pun bersaksi dengan cara saya (kami) sendiri, walaupun tidak terjun melayani umat yang bermasalah seperti yang telah Anda lakukan selama ini. Karna saya (kami) pun “diutus” setelah menghadiri misa kudus. Semoga bisa Anda terima cara bersaksi yang demikian.”
tanggapan saya:
oh tentu saja saya pribadi bisa memahami dan senang sekali mengetahui bahwa anda pun ternyata sudah melakukan banyak hal sebagai anggota gereja, melalui talenta anda, melalui bidang/wilayah pelayanan yang Tuhan berikan kpd anda, dan semoga semakin banyak yg mau diutus spt anda, dan semoga kita semua bisa bersatu ya, membangun gereja melalui mengemban misi Tuhan Yesus: menabur kasih kepada sebanyak mungkin orang yang kita jumpai, dari kategorial mana pun kita, karena kita semua sama-sama diutus, dan mengemban misi perutusan. kita adalah umat satu atap, satu gereja, satu baptisan gereja katolik.
dan saya berharap semua kesalahpahaman tentang komunitas karismatik, gerak/misi pelayanan komunitas karismatik bisa selesai sampai disini; sama-sama saya jg minta maaf krn tidak luput dari kekhilafan atau telah keliru mengambil argumentasi.
terima kasih, Tuhan memberkati.
Dear Stef dan team..
Jika Vatican pada akhirnya mengeluarkan pernyataan bahwa gerakan Karismatik sesat dan harus dilenyapkan dari Ajaran Bunda Gereja, apakah pendukung Karismatik seperti Stef mau mematuhinya? Karena bukan tidak mungkin di hari depan keputusan ini ada sama seperti dulu Vatican pernah melarang ajaran SSPX..
Terimakasih
Berkah Dalem
Shalom Robertus,
Terima kasih atas pertanyaan anda tentang gerakan karismatik. Sesuai dengan apa yang kami tuliskan, pandangan kami terhadap gerakan karismatik adalah mengikuti pandangan dari Vatikan. Karena Vatikan melihat bahwa gerakan karismatik adalah menjadi salah satu ecclesial movement, maka sudah seharusnya kita tidak memandang gerakan ini sebagai gerakan yang sesat. Kita harus mengakui bahwa ada sisi positif dari gerakan ini, walaupun ada efek-efek negatif yang ditimbulkannya. Jika di kemudian hari ternyata lebih banyak efek-efek negatif yang terjadi sehingga Vatikan melarang gerakan karismatik untuk melindungi umat Allah, maka sudah seharusnya seluruh umat Katolik juga mematuhinya, termasuk kami di katolisitas.org. Dalam kondisi sekarang ini, maka sudah seharusnya gerakan karismatik Katolik dapat menampilkan jati dirinya sebagai ecclesial movement di dalam Gereja Katolik, yang dapat membantu anggotanya untuk semakin mengasihi Kristus dengan bertumbuh dalam sakramen-sakramen, tradisi kekayaan Gereja dan mengasihi sesama. Mungkin perlu pemikiran, agar gerakan karismatik katolik dapat juga menampilkan sisi kontemplatif. Tentang SSPX pernah dibahas di sini – silakan klik. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
shalom pak Stef dan bu Inggrid..saya sangat bersyukur telah menemukan website ini karna atas penjelasan yang luar biasa dri bapak dan ibu serta pengasuh website ini sehingga saya semakin teguh dengan iman Katolik saya..
ada yang ingin saya tanyakan menyangkut apakah kharismatik katolik itu,,karna ada beberapa keluarga saya termasuk tante saya yang mengikuti kegiatan ini,,saya telah membaca dalam forum di web [dari Katolisitas: kami edit] bahwa kegiatan ini sebenarnya sesat,,memang seperti itukah??klo memang benar berarti sya bisa mengingatkan tante saya ini..terima kasih buat penjelasannya..
smoga Tuhan memberkati pak Stef dan ibu Inggrid serta semua pengasuh website ini…
[Dari Katolisitas: silakan membaca artikel- artikel ini (silakan klik di judul berikut):
Apakah gerakan Karismatik Katolik sesat?
Gerakan Karismatik: Sisi positif dan negatif
Semoga pertanyaan Anda terjawab di sana.]
shalom,
sedikit sharing saja.
saya baru mengikuti Gerakan Pembaharuan Karismatik Katolik sekitar 2 tahun lebih. pada awalnya saya selalu merasa diri saya yang paling benar, sangat kaku terhadap ajaran Katolik. saya bahkan mengatakan teman-teman saya bersalah karena mengikuti aliran yang menyesatkan ini.
disini saya menulis “Gerakan Pembaharuan Karismatik” bukan gerakan karismatik, karena saya menyadari bahwa kharisma itu bukan hak saya, itu datangnya dari Tuhan. saya percaya, melalui Roh Kudus yang telah saya terima dalam pembabtisan, Tuhan telah menyertakan didalamnya karunia-karunia didalamnya, supaya saya bisa menggunakannya untuk semakin mendekatkan diri saya kepada Tuhan. yang saya lakukan disini bukan untuk menciptakan karisma yang membuat posisi saya di atas Roh Kudus, tetapi saya memperbahurui diri oleh Kuasa Roh Kudus.
sebelum saya mengikuti Gerakan Pembaharuan Karismatik, hidup saya dipenuhi dengan sifat ke-aku-an. saya selalu mengeluh, menyalahkan orang lain, bahkan saya tidak segan-segan untuk mengkritik orang sesuai dengan keinginan saya. bahkan kadang saya merasa vatikan telah salah langkah dalam menetapkan ajaran, seolah-olah saya sudah menyamai yang maha tahu. kehidupan saya menjadi sangat tidak menyenangkan. saya dijauhi orang lain karena saya dianggap batu. saya mulai kehilangan keyakinan saya akan Tuhan.
suatu hari, teman saya mengajak saya untuk mengikuti retret hidup dalam Roh Kudus (RHDRK), yang kemudian membukakan mata saya, bahwa saya hanyalah satu orang diantara milyaran orang di dunia ini. kemudia saya terjun dalam gerakan ini bukan karena saya ingin menerima karunia bahasa roh ataupun nubuat. yang saya kejar adalah supaya semakin hari saya semakin dekat dengan Kristus. semakin hari hidup saya semakin diperbaharui oleh Roh Kudus yang telah diberikan kepada saya pada saat pembabtisan. walaupun saya bukanlah apa-apa, tetapi saya sangat senang, karena dalam diri saya tumbuh sebuah kecintaan akan Tuhan, keinginan untuk mendalami ajaran Katolik, supaya semakin hari hidup saya semakin memancarkan kehidupan seorang Kristen.
mari kita melihat Gerakan Pembaharuan ini sebagai sebuah sarana untuk meningkatkan iman kita, bukan sebuah gerakan yang patut diperdebatkan, karena gerakan berasal dari Katolik untuk kita semakin mendalami makna ke-Katolik-an kita.
thanks,
God Bless.
Bagaimana pandangan Gereja terhadap Persekutuan Doa Kharismatik Katolik yang tumbuh begitu pesat, dan yang pernah saya ikuti adanya ajaran bahasa Roh, dan yang sangat mengejutkan adalah puji – pujiannya jauh dari nuansa Katolik, bahkan cenderung seperti ajaran Kristen yang lain ( Pantekosta )…???
[dari Katolisitas: jawaban dari pertanyaan Anda telah pernah diuraikan di dalam artikel di atas thread ini, untuk membacanya, silahkan klik di sini.]
Salam damai, sekedar sharing untuk gerakan karismatik Katolik. Sejak saya mengikuti retret lembah karmel. Saya mengalami langsung sentuhan kasih Allah dan pertobatan mendalam dengan sesal sempurna berkat roh Kudus. Selama ini saya hanya tahu kasih Allah secara teori saja, tetapi sekarang saya telah mengalaminya sendiri. Dengan mengalaminya, saya makin cinta dan rindu akan sakramen Ekaristi. Saya menghadiri Ekaristi bukan sebagai kewajiban, tetapi kebutuhan dan kerinduan mendalam. Roh Kudus telah menyulut api cinta kasih terhadap Kristus di dalam hati saya. Semoga setiap dari kita mampu mengalami sendiri kasih Allah yang begitu indah dan tak ternilai melalui pembaharuan hidup dalam roh. Allah sungguh rindu untuk bersatu dengan kita, anak-anakNya.
[Dari Katolisitas: Terima kasih atas sharing anda. Semoga sharing ini dapat berguna bagi semua pembaca]
Shallom….
Salam kenal semuanya….aku orang baru di sini, baru seminggu ini aku masuk di forum ini.
Saya ingin mengucapkan PUJI SYUKUR kepada TUHAN,karena saya telah menemukan KATOLISITAS.
4-5 tahun yang lalu, aku sedang mengalami krisis rohani, dan aku coba cari di NET forum2 yang bisa memberikan aku pencerahan.
Setelah ketemu beberapa forum, di sana aku menemui banyak sekali kata2 hujat, kasar, dll di antara anggotanya, dan akhirnya ketemu forum yang Katholik.
Tetapi di situ pun aku merasa kurang cocok, bukan karena pengajarannya, but lebih dikarenakan, di sana banyak mengunakan kata2 yang keras dalam pengajarannya, kurasa tidak mencerminkan orang2 Katholik yang terkenal lemah lembut. Yang aku kurang bisa menerima di sana, dikarenakan mereka menganggap sesat gerakan Karismatik, malah tidak segan2 mengatakan Romo yang ikut mendukung Karismatik itu sesat juga.
Setelah setahun di forum Katolik itu, bukannya pencerahan yang kudapat… malah tambah kacau rohani aku. Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari forum itu, cuman waktu itu aku berpikir……kenapa …orang2 yang mendukung KARISMATIK kagak ada yang bikin forum??????
Seminggu yang lalu, secara iseng, aku cari2 forum lagi….eeee…ketemu Katolisitas…
Mudah2an di Katolisitas aku mendapat pencerahan.
Tolong ya…teman2,…
GBU
NOBERT
[dari katolisitas: Selamat datang di situs ini. Tentang Karismatik, silakan juga membaca diskusi ini – silakan klik]
Saya sangat setuju dengan pendapat anda, bahwa sewaktu masih kecil hingga telah berkeluarga saat, keluarga besar saya tidak pernah mengajarkan berdoa dengan cara yang demikian, jelas akan dikenai hukuman yang sangat keras, dipukul atau ditendang oleh bapa atau kakek, kata orang tua saya itu adalah sama saja dengan merendahkan dan menghina rasa hormat dan martabat ajaran gereja dan sikap bagaimana berdoa. Keluarga saya adalah penganut agama Katolik Roma garis keras, salah satu buktinya Uskup Belo adalah kerabat dekat dengan orang tua saya, dan segudang pastor dan suster dalam keluarga saya. Jadi jelas meski di Timor-Leste (dulunya Timor-Timur) sekarang ajaran tersebut berkembang dengan pesat, namun pertanyaannya sejauh mana pandangan gereja Katolik Timor-Leste melihat hal tersebut. Dan semoga ajaran ini tidak akan digunakan untuk menghancurkan hakekat ajaran Gereja yang pernah saya peroleh sewaktu masih kecil dari orang-orang terkasih saya…….semoga. Sekian dan terima kasih banyak.
[dari katolisitas: Kalau Gereja Katolik telah mengakui gerakan Karismatik sebagai ecclesial movement, maka yang harus dilakukan adalah mencoba mengurangi atau menghilangkan efek-efek negatif dari gerakan ini dan memperbesar efek-efek yang baik. Silakan melihat diskusi tentang sisi positif dan negatif gerakan karismatik di sini – silakan klik.]
Shalom,
Saya sebagai mantan Protestant dari aliran Anglican Karismatik dan mempunyai pengalaman dalam gerakan pantekosta dan karismatik akhirnya memilih untuk masuk Katolik dan lebih merasa tenang dalam ibadah yang sederhana namun mempunyai kesan mendalam kepada pembangunan rohani saya. Saya tidak menolak adanya orang Katolik yang menjadi lebih ekumenis apabila menyertai gerakan Karismatik cuma saya juga sedih ramai dikalangan kita Katolik yang menjadi terlalu ekumenis sehingga ada yang menyambut komuni di perjamuan kudus golongan pantekosta /protestant sebagai mendukung bahawa kita semuanya satu di dalam Roh. Malahan ada yang dari kalangan protestant/ pantekosta juga yang merasa bahawa mereka pantas menyambut komuni kudus di misa katolik walaupun mereka sadar itu adalah tidak sepatutnya terjadi kerana bagi mereka, dalam karismatik, tiada wujud akan arti denominasi, tiada wujud akan arti beda teologi, tiada wujud akan arti mengenal katekismus dan di mata pengikut aliran karismatik.
Di mata mereka , baik Katolik maupun Protestant bisa berbahasa roh, bernubuat, menyembuhkan orang, dan sebagainya..maka kenapa harus ada perbedaan antara Katolik dan non Katolik ? memang ada yang namanya disebutkan sebagai the Religious Spirit ( yang ditujukan untuk menyindir dan melabel kepada orang2 yang mengikut ibadah non karismatik dan ritual2 yang dianggap kaku dsbnya ) terus juga harus kita ketahui, aliran karismatik juga mengalirkan ajaran NON DENOMINATIONAL yang serasa saya, akhirnya perlahan lahan memadamkan sempadan antara denominasi dan akhirnya anak anak Katolik kita juga tidak mampu untuk mengenal beda Protestant dan Katolik.
Seperti yang selalu saya katakan sebelumnya, saya sudah sekian lama mengikuti gerakan Karismatik sejak dari usia yang sangat muda dan itu sudah mendarah daging dengan diri saya namun keagungan pengajaran Kristus yang dijaga oleh gereja Katolik membuatkan saya menyedari dan insaf bahawa saya harus pindah ke Katolik untuk berada dalam kepenuhan rahmat penebusan dan penyelamatan Kristus. Apakah saya anti Karismatik? Tidak, namun bisa saya katakan bahawa saya sudah puas berkarismatik dan saya akhirnya lebih senang begini, berdoa dalam cara yang sederhana, seperti para santo dan santa yang saya kagumi. Kini saya sangat sangat bersyukur atas iman Katolik yang dianugerahkan Tuhan kepada saya dan doa saya agar saya mati pun dalam iman Katolik.
Tuhan memberkati,
Linda Maria
Shalom Ibu Linda Maria,
Menarik membaca cerita Ibu. Pengalaman saya agak berbeda. Dua anggota keluarga saya batal tertarik menjadi Katolik justru krn menganggap Gereja Katolik disini sdh berubah lebih menjadi gereja Karismatik. Bertahun2 lalu faktor yg mengganjal mereka adalah ttg doktrin Maria dan Pengakuan dosa, setelah bergumul dan mempelajari, dua masalah tsb selesai, kini ganjalan terberat adalah soal gerakan karismatik dlm gereja Katolik ini. Penjelasan2 demi penjelasan sdh saya lakukan, namun teori vs fakta yg berbeda yg terjadi di lapangan menyulitkan saya meyakinkan mrka. Sebaliknya anggota keluarga saya yg lain saat ini sdh banyak yg beralih menjadi penganut gereja non Katolik yg beraliran Karismatik. Gerakan ini memang sukses menarik bagi banyak orang, sebaliknya amat mengkhawatirkan bagi saya. Waktu yang akan membuktikan apakah Karismatik ini akan berbuah baik baik atau buruk, saya pribadi tdk mau ambil resiko, sebisanya seluruh keluarga saya jauhkan dari ikut2an aktivitas gerakan ini, sama spt sikap saya bertahun2 lalu saat facebook (maaf ini bukan berarti membandingkan gerakan karismatik dgn facebook) disukai banyak org dan semua memuji dan mendukung, saya justru melihat sisi bahaya bagi anak2 atau masyarakat yg kurang terdidik shg melarang mrka ikut2an. Mereka yg tdk percaya dan anggap remeh (termasuk hirarki Gereja), silakan lanjut.
Salam dalam kasih Tuhan,
Antonius H
Shalom Antonius H,
Memang setiap orang dapat mempunyai pengalaman yang berbeda- beda tentang sesuatu hal sama. Itulah sebabnya wajarlah jika terdapat pengalaman yang berbeda- beda tentang gerakan Karismatik Katolik. Anda dapat menyuarakan pengalaman dan pendapat anda, namun mari kita pegang prinsipnya dalam percakapan di forum ini, yaitu yang memegang kata akhir adalah keputusan pihak otoritas Gereja, dan bukan pandangan pribadi. Sampai saat ini, pihak otoritas Gereja yang diwakili oleh Paus (baik Paus Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI) memutuskan untuk menerima gerakan Karismatik Katolik ini sebagai gerakan gerejawi. Artinya, gerakan itu diakui menjadi bagian dari gerakan- gerakan yang ada di dalam Gereja Katolik. Namun demikian, jika ada orang yang tidak mau mengikutinya, itu adalah haknya secara pribadi, sehingga tidak apa-apa, sama seperti tidak semua orang terpanggil untuk mengikuti ME (Marriage Encounter) ataupun Legio Mariae, yang juga adalah kegiatan gerejawi lainnya yang telah disetujui oleh pihak otoritas Gereja Katolik.
Selanjutnya, sama seperti kita tidak dapat mengatakan bahwa ME itu sesat, demikian juga kita tidak dapat mengatakan bahwa gerakan Karismatik Katolik itu sesat. Karena itu, tidak selayaknya kita mengatakan bahwa gerakan karismatik itu ‘perlu dihindari’ atau bahkan seolah mengisyaratkan bahwa pihak hirarki Gereja telah salah mengambil keputusan karena memperbolehkan gerakan tersebut ada dalam Gereja Katolik, seperti yang saya tangkap secara implisit dalam komentar anda. Jika anda tidak setuju dengan keputusan Gereja tentang karismatik ini, silakan anda menulis kepada pihak CDF di Vatikan, sebab merekalah yang dalam posisi memberikan penjelasan ataupun mempunyai otoritas untuk memutuskan dalam hal ini.
Demikian semoga dapat diterima. Mari, dengan sikap kerendahan hati kita menerima apa yang sudah ditentukan oleh penerus para rasul, sebab merekalah yang sudah dipilih Tuhan untuk memimpin kita sebagai satu kesatuan Gereja Katolik. Dengan sikap ini, kita dapat turut menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan dalam Tubuh Kristus ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
saya mungkin mengalami apa yang Linda Maria alami,, cuma bedanya iman saya berkembang justr dari PDKK yang saya ikuti. di keluarga saya hanya saya dan kakak perempuan yang khatolik sedangkan yang lain masih Kong Hu Cu. saya tidak mempermasalahkan hal itu, namun sungguh sangat sulit buat saya dan kakak saya untuk memahami iman khatolik itu sendiri.
saya sudah ikut merayakan ekaristi di gereja sejak kelas 6, walau kami belum menerima komuni. ketika saya kelas 3 SMP satu bulan sebelum saya ikut katekumen saya sudah ikut kharismatik. dan anda tahu apa ujian Tuhan buat kami?? kami tidak bisa selalu mengikuti kegiatan doa lingkungan, berhubung kakak saya belum pulang kerja ataupun tidak ada kendaraan. kami akhirnya memutuskan untuk mengikuti kegiatan kharismatik saja. berhubung di kelompok kami, karismatik dan doa lingkungan diadakan di hari tang sama.
dari kharismatik lah kami belajar bahwa Yesus hadir di Khatolik, Yesus itu sangat berharga buat kami, sepanjang perjalanan kami yang 3 tahun menjadi “umat belum sah” harus kami jalani demi Yesus.selain dari katekumen, dari kharismatik pula saya dan kakak saya belajar untuk bisa lebih mengasihi Yesus. betapa berharganya Yesus dalam kehidupan saya.
bahkan ketika saya mendapat karunia bahasa roh pun, saya merasa bahwa Khatolik itu semakin berharga dan sungguh2 gereja yang di Bangun Yesus. semua teman Protestan yang bilang kepada saya bahwa khatolik itu membosankan dan ibadahnya formal, langsung hilang dari pandangan saya.
bahkan sampai sekarang saya merasa bahwa saya sangat merasa sempurna di Khatolik. bukan saya sombong. tapi sampai sekarang saya sangat menikmati iman khatolik saya. bahkan ketika teman saya yang protestan meragukan bahwa saya khatolik jadi tidak mungkin bisa bahasa roh, saya tidak peduli.
sekarang saya sudah hampir satu tahun di babtis. saya seorang khatolik, tapi tetap ikut karismatik. saya tetap merayakan ekaristi tiap minggu. berbahasa roh di Kharismatik setiap minggu, juga saya selalu novena kepada Bunda maria dan Hati kudus Yesus, bahkan santo/santa. saya menjadi singer di Pers. doa dan sekarang saya sedang berusaha menjadi lektor dan pemazmur di Gereja, saya sangat bahagia dengan hidup khatolik saya.
bahkan saya merasa bahwa di khatolik, ketika saya berada di misa ekaristi, saya makin merasa kehadiran Yesus di altar. saya tidak salah memilih khatolik, karena saya punya Satu Tuhan dalam diri Bapa, Yesus dan Roh Kudus pun saya rasakan disana. lengkap dengan adanya Bunda Maria yang sudah seperti Orang tua saya sendiri, yang selalu mendengar dan menyampaikan keeinginan berat saya pada Yesus. dan juga para pendoa yang setia, yaitu parasanto/santa, terutama santo Yudas Tadeus, Santo Antonius, dan Santa Bernadette yang sering saya novenakan.
demikianlah sharing saya, maaf bukan saya ingin menyombogkan diri dari semua cerita saya. saya hanya ingin berbagi, kepada para pembaca lain, yang mungkin mengalami banyak kesusahan selama memasuki gereja Khatolik.
demikan,, terima kasih..
Shallom,
Damai Kristus menyertai kita semua.
Saya mempunyai kesan yg baik saat melihat penjelasan yg detail mengenai topik gerakan kharismatik, dan juga topik lain sperti rebah dalam Roh, dsb.
Saya memang bukan berjemaat di Gereja Katolik. Saya dari salah satu Gereja yang bernafaskan kharismatik / pentakosta. Saya sangat menghargai penjelasan disini, sungguh baik. Memang prihatin melihat ada kelompok yg menyatakan bahwa gerakan kharismatik adalah sesat, dan karunia Roh Kudus yg supranatural tidak lagi terjadi, bahkan ada yang bilang bhw kuasa yang digunakan gerakan kharismatik berasal dari iblis.. Penilaian yg sungguh tidak berdasar. Karena mereka bisa saja menghujat Roh Kudus dg pernyataan itu..
Sekali lagi saya berterima kasih buat tulisan ini. Semakin meneguhkan. Saya juga mendukung gerakan dalam Gereja Katolik. Kita semua bersaudara dlm Kristus dan setujuan untuk melayani Allah, serta bertumbuh sebagai penyembah2 yg benar yg bertumbuh dibaharui dlm Roh Kudus.
Tuhan memberkati kita semua.
Amin.
Shalom Timotius,
Terima kasih atas tanggapan anda. Memang ada sisi positif dan sisi negatif dari gerakan karismatik ini. Kami telah mendiskusikannya secara panjang lebar di sini – silakan klik. Harus diterima sebagai suatu kenyataan bahwa ada juga sisi-sisi negatif dalam gerakan ini. Untuk itulah biasanya senantiasa ada pastor pembimbing dalam gerakan karismatik, sehingga efek-efek negatif dapat dihilangkan. Kalau anda dari Kristen non-Katolik, saya menyarankan agar anda dapat membaca artikel tentang Gereja Katolik di sini – silakan klik. Yang dapat kita renungkan adalah apakah Yesus mendirikan satu Gereja atau banyak gereja? Kalau Yesus mendirikan satu Gereja, maka mengikuti perintah Kristus, kita harus mencoba untuk masuk di dalamnya. Saya membuka diri untuk berdiskusi dengan anda. Semoga Tuhan memberikan rahmat-Nya kepada kita, sehingga kita dapat memberikan diri kita kepada kebenaran, yang akan membebaskan kita. (lih. Yoh 8:32)
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Inggrid Yth,
Sambungan dari diskusi 1. Disini saya masih membicarakan poin 1.
Inggrid menulis:
“St. Thomas mengatakan bahwa pada awalnya memang diberikan karunia bahasa roh kepada para rasul, agar mereka dapat menjalankan tugas mereka untuk mewartakan Kabar Gembira kepada segala bangsa. Selanjutnya ia mengatakan bahwa karunia bernubuat adalah lebih tinggi daripada karunia bahasa roh (lih. 1Kor 14:5).
Sekitar seratus tahun kemudian St. Dominic (1221) kelahiran Spanyol dilaporkan dapat berbicara dalam bahasa Jerman setelah berdoa dengan khusuk.
St. Vincentius Ferrer (1350) dicatat telah berbicara dalam bahasa roh. Di Genoa, para pendengarnya yang terdiri dari bangsa yang berbeda- beda, dapat mendengarnya bicara dalam bahasa mereka…. Adalah Tuhan yang baik, yang membuat perkataan saya dapat kamu mengerti.”
Diatas dijelaskan bahwa karunia bahasa roh yang diterima para rasul dan St Vincentius adalah untuk kepentingan pewartaan Injil/evangelisasi. Disamping itu, orang-orang yang mendengarkannya mengerti akan bahasa roh yang diucapkan oleh para rasul dan St Vincent. St Thomas menambahkan karunia bernubuat lebih tinggi daripada karunia bahasa roh.
Lalu, coba bandingkan dengan apa yang terjadi dalam setiap gerakan karismatik Katolik(dan protestan) dimana para pesertanya mengklaim bahwa mereka menerima karunia bahasa roh. Untuk kepentingan apakah karunia bahasa roh itu? Adakah orang-orang lain mengerti jika seseorang berkata-kata dalam bahasa roh?
Inggrid menulis:
“Seorang biarawati Benediktin St. Hildegard dari Bingen (1098 – 1179) dilaporkan menyanyikan kidung dengan bahasa yang tidak diketahui yang disebutnya sebagai “konser Roh”. Di abad ke-16 kejadian-kejadian serupa termasuk berkata- kata dalam bahasa roh dicatat dalam kehidupan dua orang Santo, yaitu St. Fransiskus Xavier dan St. Louis Bertrand (Kelsey, p. 50). Selanjutnya, beberapa orang mistik seperti St. Yohanes dari Avila (1500 – 1569), St. Teresa dari Avila (1515 – 1582), St. Yohanes Salib (1542 – 1591) dan St. Ignatius Loyola (1491-1556), menulis tentang banyaknya pengalaman rohani yang mereka alami, termasuk bahasa roh. (Laurentin. pp 138-142).
Selanjutnya, di abad 19-20, kita mengetahui bahwa St. Padre Pio (1887-1968) juga mempunyai berbagai karunia Roh Kudus dan juga karunia khusus lainnya seperti karunia nubuat, mukjizat, menyembuhkan, membeda- bedakan roh, membaca pikiran/ hati orang lain, karunia dapat mempertobatkan orang, karunia bilocation, dan termasuk juga karunia bahasa roh.”
Makan pertanyaan saya adalah:
1. Kapankah mereka menerima karunia bahasa roh? Apakah serupa keadaannya dengan gerakan karismatik/persekutuan doa karismatik Katolik/seminar hidup baru sekarang ini?
2. Apakah waktu itu sudah ada(populer) gerakan karismatik/persekutuan doa karismatik Katolik/seminar hidup baru?Kalau belum ada, kenapa mereka bisa menerima karunia bahasa roh?
2. Apakah mereka meminta agar diberi karunia bahasa roh ? Atau Allah memberikannya karena Allah menghendakinya?
Coba bandingkan dengan gerakan karismatik/persekutuan doa karismatik Katolik/seminar hidup baru sekarang ini.
Inggrid menulis:
“Oleh karena itu, tak mengherankan bahwa para Bapa Gereja pada abad- abad awal menekankan agar jemaat tunduk pada pengajaran para uskup yang adalah para penerus rasul; dan mereka relatif tidak terlalu menekankan karunia bahasa roh [kemungkinan mengingat bahwa hal itu faktanya dapat menimbulkan perpecahan]”
Saya pikir pernyataan diatas sudah jelas terlebih kalimat di dalam kurung siku mendukung pernyataanku pada poin 1, dan hal itu memang sesuai dengan fakta pada saat itu dan juga saat sekarang.
Inggrid mengutip tulisan St Agustinus:
“Ini adalah tanda- tanda yang diberikan pada saat di mana diperlukan bahasa roh untuk membuktikan adanya Roh Kudus di dalam semua bahasa bangsa-bangsa di seluruh dunia.”
Orang-orang yang mengikuti gerakan karismatik Katolik adalah orang-orang yang sudah dibaptis. Syarat untuk dibaptis(dewasa) adalah percaya akan Bapa, Putra, dan Roh Kudus dan ini diungkapkan saat mengucapkan Credo dan diulangi terus melalui pembaharuan janji baptis pada Misa Paskah. Maka menurut tulisan St Agustinus diatas, tidak perlu lagi orang-orang meminta karunia bahasa roh karena sudah percaya akan adanya Roh Kudus.
Inggrid menulis:
“Gereja Katolik lebih menekankan kepada sapta karunia Roh Kudus (lih. Yes 11) yaitu takut akan Tuhan, keperkasaan, kesalehan, nasihat, pengenalan, pengertian, kebijaksanaan. Mengapa? Karena ketujuh karunia tersebut lebih tinggi tingkatannya daripada karunia- karunia karismatik (seperti karunia bahasa roh, nubuat, menyembuhkan, mukjizat, dll), sebab sapta karunia Roh Kudus adalah karunia yang menguduskan seseorang, sedangkan karunia- karunia karismatik tidak otomatis menguduskan seseorang, namun lebih bertujuan untuk membangun jemaat.”
Kalau begitu, seharusnya sapta karunia Roh Kudus menjadi karunia utama yang harus dikejar atau diminta melalui gerakan karismatik Katolik. Kenapa sebaliknya, malah lebih mengutamakan karunia karismatik atau karunia bahasa roh yang kurang penting untuk jemaat dan merupakan karunia yang terendah?
Sekarang, Poin 2.
Inggrid menulis:
“Beberapa pelajar Katolik yang pertama memperoleh karunia bahasa roh dalam retret yang diadakan di Duquesne University, Amerika (Februari 1967) menerimanya melalui doa Adorasi di hadapan sakramen Mahakudus. Selanjutnya, saya juga mengenal orang- orang yang mendapatkan karunia bahasa Roh melalui doa Adorasi Sakramen Mahakudus, doa rosario, dan doa pribadi. Bahkan pengkhotbah kepausan, Fr. Raniero Cantalamessa, memperoleh karunia bahasa Roh dalam doa pribadinya, sehari setelah ia mengikuti semacam SHBDR (jadi tidak di dalam SHBDR-nya itu sendiri). Demikian juga Mother Angelica, seorang biarawati Karmelit pendiri EWTN, salah satu stasiun TV Katolik terbesar di Amerika (dan dunia) juga memperoleh karunia berdoa dalam bahasa Roh pada saat mendoakan doa brevier/ ibadah harian, yaitu pada saat ia membaca teks Kitab Suci.”
Jelas sekali dari fakta-fakta diatas, bahwa umat Katolik tidak perlu mengikuti gerakan karismatik untuk menerima karunia bahasa roh. Ditegaskan sekali lagi bahwa karunia bahasa roh kurang penting untuk jemaat.
Inggrid menulis:
“Maka persekutuan doa karismatik yang sungguh Katolik, seharusnya tidak menekankan pujian yang hingar bingar, tanpa keheningan. Tepuk tangan, bahkan bersorak dan menari sebagai cara memuji Tuhan tidak dilarang, sebab hal itu juga dicatat dalam Kitab Mazmur, namun tentu harus dalam batas yang normal yang mencerminkan pengendalian diri”
Coba bandingkan dengan prakteknya. Terlebih lagi coba perhatikan setiap kali ada Misa Karismatik. Berapa banyak pelanggaran yang terjadi.
Inggrid menulis:
“Namun sejauh gerakan karismatik ini sejalan dalam derap langkah paroki, maka mereka tidak menyimpang.”
Saya tidak mengerti. Bisa tolong dijelaskan tentang ‘derap langkah paroki’ itu seperti apa? Tolong juga dijelaskan ‘sejauh gerakan karismatik ini sejalan dalam derap langkah paroki’?
Sejauh pengamatan saya, semua bentuk penyimpangan yang Inggrid sebutkan di poin 5 sungguh terjadi dalam praktek gerakan karismatik Katolik.
Inggrid menulis:
“penumpangan tangan dalam semua perayaan liturgi memang hanya boleh dilakukan oleh para tertahbis, seperti dalam sakramen- sakramen, seperti Ekaristi, Krisma, Pengakuan dosa, Tahbisan dan Pengurapan Orang Sakit. Namun di luar liturgi, belum ada larangan resmi/ tertulis yang menyatakan bahwa orang awam dilarang menumpangkan tangan atas orang yang didoakan.”
Kalau begitu kenapa dalam gerakan karismatik harus dengan melakukan penumpangan tangan? Apakah tidak ada sikap doa yang lain yang layak dan wajar yang dapat dilakukan oleh awam? Bukankah dengan melakukan itu, mereka secara tidak langsung mengurangi makna penumpangan tangan yang hanya dilakukan oleh kaum tertahbis dalam sakramen-sakramen dan perayaan liturgi?
Inggrid menulis:
“Lalu juga, harus dibedakan di sini, tentang praktek eksorsisme dan pelepasan. Yang umumnya dilakukan oleh awam adalah pelepasan, namun eksorsisme yang resmi adalah dari Uskup atau imam yang diberi kuasa oleh Uskup. ”
Pelepasan apa yang dimaksud? Apa yang dilepaskan? Bagaimana cara pelepasan itu? Coba bandingkan dengan prakteknya.
Inggrid menulis:
“karena itu istilah yang lebih tepat adalah “pencurahan Roh Kudus/ outpouring of the Holy Spirit” dan bukan “baptisan Roh Kudus/ baptism of the Holy Spirit.”
Itu hanya alasan supaya gerakan karismatik bisa diterima dalam Gereja Katolik. Bungkusnya berbeda, tapi isinya tetap sama. Lagipula, perubahan nama dari baptisan roh menjadi pencurahan roh, jelas mengindikasikan adanya kesalahan dalam gerakan karismatik.
Bukankah kita sudah menerima Roh Kudus melalui sakramen Baptis dan Krisma? Lalu kenapa musti ada lagi pencurahan Roh Kudus? Berarti Pencurahan Roh Kudus telah merendahkan Sakramen Krisma.
Poin 8.
Inggrid menulis:
“Ini keliru. Seseorang tidak akan mengatakan demikian, jika ia telah memahami apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II.”
Justru kalau seseorang benar-benar memahami ajaran Gereja Katolik, maka ia akan dapat melihat dengan jelas adanya sinkretisme ajaran Gereja Katolik dan denominasi protestan(pentakostal) dalam gerakan karismatik.
Poin 9.
Inggrid menulis:
“Namun mungkin yang kurang adalah, kekayaan spiritualitas Katolik itu kurang diketahui oleh umat secara umum, sehingga tidak dijadikan sebagai gaya hidup.’
Maka dari itu, sudah seharusnya umat Katolik mempelajari dan mempraktekkan spiritualitas Katolik dalam hidup sehari-hari. Pertama-tama umat mempelajari katekismus Gereja Katolik sehingga mempunyai dasar iman dan ajaran yang kuat.
Inggrid menulis:
“Di salah satu Talk tentang Roh Kudus, Scott Hahn (seorang evangelist Protestan yang menjadi Katolik) pernah mengatakan bahwa kemungkinan di jaman akhir ini, Allah melihat bahwa diperlukan manifestasi Roh Kudus yang lebih jelas terlihat untuk meyakinkan manusia akan kehadiran-Nya di tengah umat-Nya. ”
Ini masih kemungkinan dan merupakan pendapat pribadi Scott Hahn.
Apakah yang dimaksudkan oleh Scott Hahn dengan ‘manifestasi Roh Kudus yang lebih jelas terlihat’? Saya kurang mengerti hal itu.
Inggrid menulis:
“Maka, bahasa roh dan karunia karismatik lainnya, yang pada awal mula diberikan kepada jemaat dengan maksud evangelisasi ke seluruh dunia, kini kembali dicurahkan, untuk membalikkan hati banyak orang kepada Tuhan dan Gereja-Nya, dan kembali meng- evangelisasi dunia yang dewasa ini sudah semakin jauh dari Tuhan. ”
Apakah sungguh demikian? Kenapa bahasa roh dan karunia karismatik lain yang “seperti terjadi pada denominasi Quaker (abad ke-17), Shakers (abad ke-18), gerakan misionaris Moravian dan gereja Methodis (abad ke-18) oleh John Wesley” tidak membuat mereka bergabung kembali ke Gereja Katolik? Malah sebaliknya, menimbulkan banyak perpecahan diantara mereka sendiri?
Kenapa bahasa roh dan karunia karismatik lain seperti yang terjadi pada Montanus dan para pengikutnya justru membalikkan hati mereka dari Tuhan dan Gereja-Nya?
Inggrid menulis:
“Atas pimpinan Roh Kudus, ia bersama dengan istrinya, Kimberly Hahn, yang keduanya adalah mantan lulusan sekolah pendeta, dapat mengenali bahwa kepenuhan kebenaran ada di Gereja Katolik. Mereka lalu bergabung dalam kesatuan dengan Gereja Katolik, seperti tertulis dalam buku mereka yang terkenal, Rome Sweet Home.”
Scott Hahn dan Kimberly Hahn mengenali kepenuhan kebenaran ada di Gereja Katolik setelah mempelajari ajaran dan iman Katolik termasuk tulisan-tulisan dari Bapa-bapa Gereja. Jadi mereka menjadi Katolik bukan karena ikut gerakan karismatik. Sama halnya dengan Blessed John Henry Newman, G.K. Chesterton, Dave Armstrong, Jimmy Akin, Patrick Madrid, Marcus Grody dan masih banyak lagi.
Justru kalau kita mempelajari sejarah, umat Katolik yang mengikut gerakan karismatik mempunyai peluang besar untuk meninggalkan Gereja Katolik; dan umat Protestan yang mengikuti gerakan karismatik akan sangat sulit untuk menjadi Katolik.
Inggrid menulis:
“Karena pandangan ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI.”
Apakah itu sifatnya pendapat/pandangan pribadi dari Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI?
Atau apakah pandangan dari Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI tersebut dinyatakan secara ex cathedra sehingga sifatnya infallible?
Kalau pandangan tersebut tidak dinyatakan secara ex cathedra, berarti pandangan tersebut bisa saja salah(fallible). Sejarah Gereja Katolik telah membuktikan bahwa gerakan-gerakan yang didukung oleh para paus belum tentu gerakan itu berarti benar dan sesuai dengan iman Katolik. Banyak gerakan yang pernah didukung oleh para Paus tapi kemudian dilarang lagi oleh para Paus, misalnya Ordo Templar, SSPX, Katolik Integral, dll. Jadi dalam hal gerakan karismatik memang boleh-boleh saja pendapat saya bertentangan dengan pendapat Paus dan Uskup.
Kardinal Newman pernah mengatakan bahwa pada masa Arian, 80% Uskup Katolik adalah pengikut bidaah Arian, tapi Roh Kudus tidak mungkin kalah meskipun para Uskup pro Trinitas hanya segelintir. Toh akhirnya Uskup yang pro Trinitas menang saat Konsili. Jadi didukung banyak Uskup bukan jaminan itu benar. St. Katarina dari Siena juga pernah bersikap kritis dan keras terhadap Paus yang tidak benar.
Salam,
Shalom Aloysius,
1. Tentang manifestasi bahasa roh.
Seperti telah dituliskan di atas, terdapat tiga jenis kemungkinan manifestasi karunia bahasa roh, yaitu 1) karunia berdoa dan berkata- kata dalam bahasa roh/ bahasa yang tak terucapkan (Rom 8:26); 2) karunia untuk berbicara dalam bahasa lain di dunia yang tidak pernah dipelajarinya (lih. Kis 2, Kis 11:15, 1Kor 14:21), atau 3) karunia untuk berkata- kata dalam suatu bahasa lain yang tidak ada di dunia, yang dapat dimengerti oleh pendengarnya dalam bahasa yang ada di dunia (lih. Kis 2:7-11).
Tentang karunia bahasa roh ini, nampaknya ada dua macam, yaitu 1) karunia berdoa dalam bahasa roh; ini merupakan karunia doa yang merupakan kemampuan yang tetap untuk berdoa setiap waktu dalam suatu bahasa yang tidak dikenali akal budinya, dan karunia ini dimaksudkan untuk membangun iman secara pribadi; 2) karunia berkata- kata dalam bahasa roh; ini merupakan manifestasi sesaat dari Roh Kudus, yang mendorong seseorang untuk berbicara dengan keras dalam bahasa roh di pertemuan jemaat. Pengelompokan ini pernah ditulis oleh Sr. Maria Skolastika di http://www.carmelia.net , seperti dikutip di sini, silakan klik
Rasul Paulus mengatakan bahwa dalam doa- doanya, ia berdoa dengan bahasa roh, dan juga dengan akal budinya (lih 1 Kor 14:14-15). Dengan berdoa dalam bahasa roh ini, memang akal budinya tidak turut berdoa, artinya ia sendiri tidak memahami perkataan doanya; namun Allah yang menyelidiki hati nurani setiap orang memahami maksud Roh itu (lih. Rom 8:27). Dengan demikian, doa dalam bahasa roh bukanlah doa yang sia- sia, sebab doa tersebut menyampaikan isi hati orang yang berdoa kepada Allah dan Allah memahami maksud doa tersebut. Nah, dalam pertemuan doa karismatik yang sering terjadi adalah umat bersama- sama berdoa dalam bahasa roh, seringkali dinyanyikan menjadi senandung yang diawali bersama dan diakhiri bersama. Jika setelah doa bersama ini ada seseorang yang berkata- kata dalam bahasa roh di depan jemaat, maka memang seharusnya perkataan ini diinterpretasikan, agar dapat dimengerti dan membangun jemaat.
Dari apa yang saya alami dalam mengikuti pertemuan persekutuan doa Karismatik Katolik, memang umumnya yang dilakukan adalah bersama- sama menyanyikan doa dalam bahasa roh. Namun demikian, saya juga mengenal adanya suatu kelompok persekutuan doa yang hampir selalu menyampaikan interpretasi dari para pendoa yang berkata- kata dalam bahasa roh di hadapan semua yang hadir. Maka jika anda bertanya, “Untuk kepentingan apakah karunia bahasa roh itu?” Maka menurut hemat saya, adalah pertama- tama untuk kepentingan mereka yang mendoakannya, dan kepada umat yang hadir, jika karunia berkata- kata dalam bahasa roh tersebut diikuti dengan interpretasinya yang dapat menghibur, mengajar dan meneguhkan iman umat.
2. Anda bertanya: “Kapankah para kudus (Santa/o) menerima karunia bahasa roh? Apakah serupa dengan SHB sekarang?”
Para kudus tersebut adalah orang- orang yang senantiasa berdoa, dan hidup keseharian mereka sudah tidak lagi terpisah dari kehidupan doa. Maka walaupun tidak tertulis secara eksplisit kapan, nampaknya mereka menerima karunia tersebut dalam doa- doa pribadi mereka. Jadi memang tidak serupa keadaannya dengan SHBDR sekarang.
3. Apakah waktu itu sudah ada gerakan karismatik/ persekutuan doa karismatik Katolik/seminar hidup baru? Kalau belum ada, kenapa mereka bisa menerima karunia bahasa roh?
Setahu saya, memang belum ada PDKK/ SHBDR pada jaman para kudus itu. Namun demikian itu tidak menjadi masalah. Sebab Roh Kudus dapat mencurahkan karunia- karunianya melalui banyak cara, tidak harus dengan SHBDR. Saya mengenal beberapa orang yang memperoleh karunia bahasa roh ini melalui doa pribadinya, melalui doa rosario, dan doa Adorasi di hadapan Sakramen Mahakudus (tadi tanpa tumpang tangan dari orang lain). Kemungkinan hal ini pula yang terjadi pada para orang kudus, dan juga para rasul, yang memperoleh karunia Roh Kudus melalui doa bersama, tanpa ada yang menumpangi tangan atas mereka.
4. Apakah mereka meminta agar diberi karunia bahasa roh ? Atau Allah memberikannya karena Allah menghendakinya?
Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, terutama point 5.
Perlu dipahami bahwa Allah menguduskan umatnya tidak hanya melalui sakramen dan pelayanan Gereja. Roh Kudus memang memberikan karunia- karunia untuk membangun Gereja, namun karunia- karunia ini harus diterima dengan rasa syukur dan tidak perlu umat mengejar karunia- karunia yang luar biasa. Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Gereja, Lumen Gentium, mengajarkan demikian:
5. Anda berkata, “Kalau begitu, seharusnya sapta karunia Roh Kudus menjadi karunia utama yang harus dikejar atau diminta melalui gerakan karismatik Katolik. Kenapa sebaliknya, malah lebih mengutamakan karunia karismatik atau karunia bahasa roh yang kurang penting untuk jemaat dan merupakan karunia yang terendah?”
Sapta karunia Roh Kudus adalah karunia yang sebenarnya telah kita terima melalui Pembaptisan, bersamaan dengan kita menerima Roh Kudus. Maka sapta karunia Roh Kudus tidak disebut sebagai karunia karismatik, sebab sapta karunia itu sifatnya bekerja di dalam hati, dan tidak terlihat; sedangkan karunia karismatik adalah manifestasi Roh Kudus yang bekerja di dalam Gererja, dan terlihat dari luar (karena itu, disebut manifestasi).
Sejujurnya, saya setuju dengan anda, bahwa sesungguhnya penjelasan tentang sapta karunia Roh Kudus ini perlu diajarkan/ jangan diabaikan dalam Seminar Hidup Baru dalam Roh Kudus (SHBDR) agar jangan sampai umat mengejar- ngejar karunia karismatik, namun malah melupakan ketujuh karunia Roh Kudus yang lebih mendasar namun lebih tinggi tingkatannya daripada karunia karismatik, yaitu: takut akan Tuhan, keperkasaan, kesalehan, nasihat, pengenalan, pengertian, kebijaksanaan (lih. Yes 11). Namun demikian, adalah realita, bahwa adakalanya karunia karismatik tersebut, (walaupun yang paling dasar, yaitu bahasa roh) dapat membantu seseorang untuk bertumbuh di dalam sapta karunia Roh Kudus tersebut. Contohnya, ia dapat lebih mempunyai kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya dan keinginan untuk menyembah Tuhan (ini berhubungan dengan karunia ‘takut akan Tuhan’), ia terdorong untuk lebih lagi bertumbuh dalam pengenalan akan Allah, mengejar kesalehan, dst.
6. Anda berkata, “Jelas sekali dari fakta-fakta diatas, bahwa umat Katolik tidak perlu mengikuti gerakan karismatik untuk menerima karunia bahasa roh. Ditegaskan sekali lagi bahwa karunia bahasa roh kurang penting untuk jemaat.”
Faktanya, walaupun ada orang- orang tertentu yang menerima karunia karismatik Roh Kudus melalui doa- doa pribadi, namun pada umumnya orang menerimanya melalui SHBDR. Saya tidak mengatakan bahwa karunia bahasa roh kurang penting bagi jemaat. Bahasa roh tetap penting bagi jemaat, namun bukan segala- galanya. Rasul Paulus mengatakan, “…janganlah melarang orang yang berkata- kata dalam bahasa roh. Tetapi segala sesuatu harus berlangsung dengan sopan dan teratur.” (1 Kor 14:39-40). Maka yang terpenting di sini adalah mengusahakan keteraturan, agar ibadah bersama tersebut dapat membangun iman umat.
7. Anda berkata: “…. Bandingkan dengan prakteknya. Terlebih lagi coba perhatikan setiap kali ada Misa Karismatik. Berapa banyak pelanggaran yang terjadi (dalam hal pujian hingar bingar dan tepuk tangan)“
Hal ini sesungguhnya dapat menjadi masukan bagi pihak imam maupun seksi liturgi di paroki maupun keuskupan, dan pihak BPK PKK. Semoga pihak yang berwewenang di Gereja dapat memberikan pagar yang jelas, agar gaya penyembahan karismatik, terutama yang diadakan di dalam Misa juga dapat semakin memancarkan ciri khas Katoliknya.
Di samping itu, biasanya Misa Karismatik sudah diumumkan kepada umat sebagai Misa yang diadakan oleh kelompok tertentu (kategorial). Oleh karena itu, biasanya yang hadir adalah mereka yang memang telah condong kepada cara doa penyembahan secara karismatik, sehingga mereka tidak ‘terganggu’ dengan cara doa tersebut. Namun jika itu Misa umum, biasanya memang tidak memakai gaya penyembahan karismatik.
8. Bisa tolong dijelaskan tentang ‘derap langkah paroki’ itu seperti apa? Tolong juga dijelaskan ’sejauh gerakan karismatik ini sejalan dalam derap langkah paroki’? Sejauh pengamatan saya, semua bentuk penyimpangan yang Inggrid sebutkan di poin 5 sungguh terjadi dalam praktek gerakan karismatik Katolik.
Saya tidak tahu anda berasal dari paroki mana, dan mengapa anda sampai berpandangan bahwa gerakan karismatik Katolik sepertinya tidak sejalan dengan derap langkah paroki. Yang saya maksudkan dengan derap langkah paroki adalah: visi, misi dan kegiatan paroki. Maka para anggota gerakan karismatik harusnya membaur dalam kegiatan paroki, membaur dengan kegiatan lingkungan dan wilayah di paroki, sama- sama menggiatkan kegiatan berkomunitas di paroki atas dasar penghayatan akan pembaharuan hidup di dalam Roh Kudus.
Jika kelompok karismatik di paroki cenderung menyimpang, menurut pengamatan anda, silakan anda menghubungi pastor paroki anda, atau pihak BPK PKK di keuskupan anda. Mereka adalah pihak yang bertugas mengkoordinasikan kelompok Karismatik dan semestinya mereka harus mencegah agar jangan sampai terjadi penyimpangan- penyimpangan itu.
9. Kalau begitu kenapa dalam gerakan karismatik harus dengan melakukan penumpangan tangan? Apakah tidak ada sikap doa yang lain yang layak dan wajar yang dapat dilakukan oleh awam? Bukankah dengan melakukan itu, mereka secara tidak langsung mengurangi makna penumpangan tangan yang hanya dilakukan oleh kaum tertahbis dalam sakramen-sakramen dan perayaan liturgi?
Seperti dikatakan oleh Romo Boli, tidak ada ketentuan tertulis di mana orang awam tidak boleh berdoa dengan menumpangkan tangan. Hanya saja diketahui secara tertulis, bahwa rahmat tahbisan (dan rahmat sakramen lainnya yang mensyaratkan imam sebagai pelayannya) hanya dapat diberikan melalui penumpangan tangan para tertahbis.
10. Pelepasan apa yang dimaksud? Apa yang dilepaskan? Bagaimana cara pelepasan itu? Coba bandingkan dengan prakteknya.
Yang dilepaskan adalah setan dan kuasa jahatnya, maupun ikatan luka batin. Romo Santo pernah menulis tentang adanya perbedaan antara pelepasan dan eksorsisme. Silakan membacanya di sini, silakan klik. Pelepasan sesungguhnya dapat dilakukan oleh semua umat beriman, asalkan dengan persiapan rohani yang memadai (dengan iman yang teguh, tidak dalam kondisi berdosa berat, mempunyai kehidupan doa- puasa yang baik). Namun untuk kasus- kasus yang sungguh berat, adakalanya dibutuhkan eksorsisme, yaitu pengusiran si Jahat ke neraka, melalui ritual/ upacara sakramentali yang dilakukan oleh uskup/ imam yang secara khusus ditugaskan untuk itu.
11. Digunakan istilah pencurahan Roh Kudus. “Itu hanya alasan supaya gerakan karismatik bisa diterima dalam Gereja Katolik. Bungkusnya berbeda, tapi isinya tetap sama. Lagipula, perubahan nama dari baptisan roh menjadi pencurahan roh, jelas mengindikasikan adanya kesalahan dalam gerakan karismatik.
Bukankah kita sudah menerima Roh Kudus melalui sakramen Baptis dan Krisma? Lalu kenapa musti ada lagi pencurahan Roh Kudus? Berarti Pencurahan Roh Kudus telah merendahkan Sakramen Krisma.”
Walaupun kita telah menerima Roh Kudus pada saat Pembaptisan (dan penguatannya pada saat Krisma), namun tidak berarti bahwa Roh Kudus tidak bisa lagi dicurahkan di luar sakramen- sakramen tersebut. Jika demikian malah tidak sesuai dengan praktek yang selama ini terjadi dalam sejarah Gereja. Kita mengetahui bahwa pencurahan Roh Kudus dapat terjadi berulang- ulang (walaupun kita sudah menerima Roh Kudus saat dibaptis), seperti pada Misa Paskah, Novena Roh Kudus, dan Pentakosta. Maka pencurahan Roh Kudus tidak merendahkan makna Baptisan dan Krisma.
Soal perubahan istilah tidaklah menjadi masalah. Sebab memang awalnya mungkin istilah ‘baptisan Roh’ adalah istilah yang umum digunakan oleh komunitas Pentakostal, karena mereka tidak mempunyai pengertian yang sama tentang makna Pembaptisan (sakramen Baptis), dan mereka juga tidak merayakan Krisma. Namun setelah gerakan Karismastik menjadi bagian dari Gereja Katolik, maka tentu istilah yang tidak sesuai harus disesuaikan.
12. Anda berkata, “Justru kalau seseorang benar-benar memahami ajaran Gereja Katolik, maka ia akan dapat melihat dengan jelas adanya sinkretisme ajaran Gereja Katolik dan denominasi protestan(pentakostal) dalam gerakan karismatik.”
Nampaknya anda perlu merenungkan kembali pernyataan ini. Apakah anda mau mengatakan bahwa anda lebih memahami ajaran Gereja Katolik daripada Paus Yohanes Paulus II yang terberkati dan Paus Benediktus XVI?
13. Maka dari itu, sudah seharusnya umat Katolik mempelajari dan mempraktekkan spiritualitas Katolik dalam hidup sehari-hari. Pertama-tama umat mempelajari katekismus Gereja Katolik sehingga mempunyai dasar iman dan ajaran yang kuat.
Saya setuju akan pernyataan ini.
14. Anda bertanya, “Apakah yang dimaksudkan oleh Scott Hahn dengan ‘manifestasi Roh Kudus yang lebih jelas terlihat’? Saya kurang mengerti hal itu.”
Jika diperhatikan dari konteksnya, kemungkinan maksudnya adalah bahwa manifestasi Roh Kudus itu menjadi lebih jelas terlihat karena dapat dialami oleh lebih banyak umat beriman, tidak hanya terbatas pada para biarawan/ biarawati (seperti pada kasus para Santa/o) dan orang- orang yang hidup di lingkungan mereka dan generasi mereka; namun dapat menjangkau umat Kristiani secara umum di seluruh dunia, dan masih dapat dialami bahkan oleh orang- orang di generasi berikutnya.
15. Kenapa bahasa roh dan karunia karismatik lain seperti yang terjadi pada Montanus dan para pengikutnya justru membalikkan hati mereka dari Tuhan dan Gereja-Nya?
Nampaknya, di sini kesalahan bukan kepada karunianya ataupun gerakannya, namun kepada manusia yang menerimanya. Sebab memang ada resiko bahwa seseorang yang diberi karunia lebih, akan menjadi tinggi hati/ sombong. Kesombongan inilah yang mendorong seseorang memisahkan diri dari kesatuan Gereja, karena menganggap diri seolah lebih ‘dipenuhi Roh Kudus’ daripada para pemimpin Gereja. Hal inilah yang nampaknya terjadi pada Montanus, maupun pada beberapa umat Katolik yang memutuskan untuk meninggalkan Gereja Katolik, justru setelah menerima karunia karismatik. Namun juga, menurut pengamatan saya, hal pemisahan diri ini dapat pula diakibatkan dari kurangnya bimbingan yang memadai dari pihak Gereja Katolik, sehingga beberapa umat Katolik yang dalam keadaan ‘haus secara rohani’ ini mencari pemuasannya dalam komunitas- komunitas non- Katolik. Inilah yang akhirnya dapat mengakibatkan mereka meninggalkan Gereja Katolik tanpa sempat mempelajari terlebih dahulu kekayaan rohani Gereja Katolik.
Sedangkan yang terjadi pada saudara- saudari kita yang non- Katolik, kemungkinan mereka tidak terekspos akan adanya karunia karismatik Roh Kudus dalam Gereja Katolik. Sebab jika mereka mengetahuinya, bukannya tidak mungkin, mereka juga akan dapat mengakui bahwa Roh Kudus juga bekerja di dalam Gereja Katolik. Selanjutnya yang diperlukan adalah kerendahan hati untuk bersama- sama mengusahakan kembali persatuan para murid Kristus, dan keterbukaan untuk melihat bahwa Roh Kudus yang sama itulah yang telah menjaga keutuhan dan kesatuan Gereja Katolik selama sekitar 2000 tahun sampai sekarang.
16. Scott Hahn dan Kimberly Hahn mengenali kepenuhan kebenaran ada di Gereja Katolik setelah mempelajari ajaran dan iman Katolik termasuk tulisan-tulisan dari Bapa-bapa Gereja. Jadi mereka menjadi Katolik bukan karena ikut gerakan karismatik. Sama halnya dengan Blessed John Henry Newman, G.K. Chesterton, Dave Armstrong, Jimmy Akin, Patrick Madrid, Marcus Grody dan masih banyak lagi. Justru kalau kita mempelajari sejarah, umat Katolik yang mengikut gerakan karismatik mempunyai peluang besar untuk meninggalkan Gereja Katolik; dan umat Protestan yang mengikuti gerakan karismatik akan sangat sulit untuk menjadi Katolik.
Anda benar, bahwa umat Kristen non- Katolik yang bergabung dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik, umumnya memutuskan hal itu setelah mempelajari ajaran iman Katolik. Namun jangan dilupakan, bahwa keinginan untuk mempelajari dan mendalami iman Katolik datang dari Roh Kudus. Maka peran Roh Kudus dan segala karunianya, termasuk karunia karismatik Roh Kudus, dapat mendukung seseorang untuk mempelajari dan mendalami kebenaran dalam Gereja Katolik. Memang tidak berarti bahwa semua umat Kristen non Katolik yang menjadi Katolik itu berasal dari golongan Karismatik, namun harus diakui bahwa beberapa di antara mereka datang dari latar belakang mereka sebagai golongan Karismatik, dan gerakan Roh Kudus inilah yang mendorong mereka untuk akhirnya bergabung dalam kesatuan dengan Gereja Katolik. Contohnya saja, beberapa tokoh seperti James Pinto, Fr. Steven D Anderson, dan Michael Cumbie (mereka sebelumnya adalah para imam dalam komunitas Charismatic Episcopal), Alex Jones (seorang Pentecostal minister/ pastor selama 30 tahun, yang menjadi Katolik, dengan membawa serta 62 anggota jemaatnya).
17. Apakah itu [pernyataan tentang gerakan Karismatik Katolik] sifatnya pendapat/pandangan pribadi dari Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI?
Atau apakah pandangan dari Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI tersebut dinyatakan secara ex cathedra sehingga sifatnya infallible?
Memang pernyataan tersebut bukan pernyataan ex-cathedra, tetapi juga bukan berarti pernyataan tersebut salah, seperti yang mungkin anda kira. Syarat tentang pernyataan ex-cathedra adalah bahwa itu harus menyangkut pengajaran definitif tentang iman dan moral, diucapkan dalam kapasitasnya sebagai penerus Rasul Petrus, dan tentang hal yang berlaku secara universal dalam keseluruhan Gereja. Selanjutnya tentang infalibilitas Paus, klik di sini. Di sini kita melihat bahwa pernyataan persetujuan atau dukungan terhadap suatu gerakan gerejawi tidak termasuk katagori pengajaran iman dan moral, maka tidak mungkin dapat dikatagorikan sebagai ex-cathedra.
18. Anda berkata, “Kalau pandangan tersebut tidak dinyatakan secara ex cathedra, berarti pandangan tersebut bisa saja salah (fallible). Sejarah Gereja Katolik telah membuktikan bahwa gerakan-gerakan yang didukung oleh para paus belum tentu gerakan itu berarti benar dan sesuai dengan iman Katolik. Banyak gerakan yang pernah didukung oleh para Paus tapi kemudian dilarang lagi oleh para Paus, misalnya Ordo Templar, SSPX, Katolik Integral, dll. Jadi dalam hal gerakan karismatik memang boleh-boleh saja pendapat saya bertentangan dengan pendapat Paus dan Uskup.”
Kita tidak bisa membandingkan gerakan Karismatik dengan Ordo Templar, maupun SSPX, sebab jelas konteksnya berbeda. Keberadaan Ordo Templar terkait dengan adanya Perang Salib di abad Pertengahan. Walaupun awalnya sederhana, tapi kemudian ordo ini berjaya. Namun kemudian, di abad ke- 13, banyak serdadu Templars yang wafat di medan pertempuran, sehingga ordo ini terpaksa mengadakan rekruit tanpa diimbangi standar moral serdadunya. Akhirnya ordo ini menurun kualitasnya. Saat terjadi pertentangan antara pemerintahan Yerusalem dan Ordo Templar, pasukan Saladin menyerang Yerusalem, sehingga Yerusalem jatuh. Dengan fakta ini, maka tak mengherankan jika kemudian di awal abad- 14 (1312) Paus membubarkan Ordo Templars ini. Kisah yang lebih lengkap tentang hal ini, klik di sini.
Sedangkan SSPX (Society of St. Pius X) adalah komunitas yang didirikan oleh Archbishop Marcel Lefebvre, Perancis, pada tahun 1970. Misi dari komunitas ini adalah mempertahankan katekismus tradisional, Misa Tridentine (Misa lama/ Old Mass) dan tidak menyetujui Novus Ordo Mass (Misa baru), Konsili Vatikan II, dan Katekismus setelah Vatikan II. Maka terlihat di sini bahwa sejak berdirinya di tahun 1970, SSPX tidak memperoleh dukungan Paus pada saat itu yaitu Paus Paulus VI, karena Uskup Agung Lefebvre menolak otoritas Konsili Vatikan II, dan para Paus yang terlibat di dalamnya dan Paus sesudahnya. Uskup Agung Lefebvre malah mentahbiskan empat orang uskup di luar persetujuan Paus Yohanes Paulus II, dan tindakan pentahbisan tersebut otomatis mendatangkan ekskomunikasi terhadap dirinya sendiri dan para uskup itu. Baru pada tahun 2009, Paus Benediktus XVI mengangkat ekskomunikasi terhadap keempat uskup SSPX ini. Jika kita melihat secara obyektif, kita akan mengenali perbedaan antara SSPX dengan gerakan Karismatik Katolik; sebab gerakan Karismatik tidak mengajarkan doktrin yang menentang ajaran Magisterium Gereja; dan tidak menantang otoritas Paus.
Saya tidak tahu tentang Katolik Integral. Namun apapun gerakan itu, tidaklah mengubah prinsip ini: bahwa saat ini gerakan Karismatik Katolik telah diterima oleh Magisterium sebagai gerakan gerejawi (ecclesial movement). Maka sepanjang gerakan ini masih diakui dan diterima, maka sudah selayaknya kita tidak bersikap a-priori terhadap gerakan tersebut dan menganggapnya sesat.
19. Anda berkata, “Kardinal Newman pernah mengatakan bahwa pada masa Arian, 80% Uskup Katolik adalah pengikut bidaah Arian, tapi Roh Kudus tidak mungkin kalah meskipun para Uskup pro Trinitas hanya segelintir. Toh akhirnya Uskup yang pro Trinitas menang saat Konsili. Jadi didukung banyak Uskup bukan jaminan itu benar. St. Katarina dari Siena juga pernah bersikap kritis dan keras terhadap Paus yang tidak benar.”
Menyamakan heresi Arianisme dengan gerakan Karismatik Katolik juga tidak tepat. Nampaknya pemahaman anda tentang urutan kejadian tentang heresi Arianisme juga tidak tepat. Ajaran sesat Arianisme memang telah diluruskan dalam Konsili Nicea (325) yang meneguhkan ajaran tentang ke-Allahan Yesus. Dari 300 uskup yang hadir, hanya 2 orang uskup yang menolak, ditambah dengan Arius sendiri, dan dengan demikian hasil konsili jelas mengecam posisi Arianisme. Namun demikian, pada masa- masa berikutnya, Arius menggunakan taktik yang lain, sehingga pengaruh ajaran Arianisme tetap ada dan mempengaruhi banyak/ mayoritas uskup, terutama para uskup di Gereja- gereja Timur. St. Athanasius adalah Bapa Gereja yang sangat berjasa dalam mempertahankan ajaran melawan heresi Arianisme, dan ia memperoleh dukungan dari Paus Yulius. Demikian kutipan surat Paus Yulius yang dicatat oleh Athanasius:
Justru di sinilah peran infalibilitas Paus sebagai Uskup Roma, yang tidak pernah sesat dalam hal ajaran iman. Hal ini masih terjadi sekarang.
Jika anda yakin akan adanya penyimpangan ajaran iman oleh gerakan Karismatik, silakan ajukan keberatan anda. Silakan anda bertanya ataupun menulis surat ke CDF (Congregation for the Doctrine of Faith) untuk diteruskan kepada Bapa Paus Benediktus XVI. Atau, silakan saja anda menuliskan tentang keberatan anda kepada Bapa Paus di twitter Vatikan, tentu dengan menyertakan bukti- bukti yang memadai. Semoga anda memperoleh jawaban ataupun penjelasannya.
Nampaknya anda membandingkan upaya ‘mengkoreksi’ Paus tentang gerakan Karismatik dengan upaya St. Katarina dari Siena untuk mengembalikan tahta kepausan Paus Gregorius XI kembali ke Roma dari pemindahannya di Perancis. Saya tidak dalam posisi untuk menilai apakah perbandingan ini setara atau tidak; silakan anda sendiri merenungkannya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam damai Kristus
Kutipan dari jawaban Bu Inggrid mengatakan:
“Namun juga, menurut pengamatan saya, hal pemisahan diri ini dapat pula diakibatkan dari kurangnya bimbingan yang memadai dari pihak Gereja Katolik, sehingga beberapa umat Katolik yang dalam keadaan ‘haus secara rohani’ ini mencari pemuasannya dalam komunitas- komunitas non- Katolik. Inilah yang akhirnya dapat mengakibatkan mereka meninggalkan Gereja Katolik tanpa sempat mempelajari terlebih dahulu kekayaan rohani Gereja Katolik.:
Sebagai umat Katolik membaca petikan di atas sy merasa sedih,seharusnya gereja Katolik tdk usah ‘takut di tinggalkan oleh ‘oknum’ umatnya yg hanya mengejar nafsu duniawi( menggebu-gebu,merasa lega, merasa plong,merasa diurapi’) padahal perasan itu hanya Eforia yg sama akan kita rasakan kala kita menonton konser Michael jackson, mick jagger,Whitney houston, atau pertandingan piala dunia secara langsung ( walaupun dlm hal yg berbeda rasa Eforia itu akan ada).
Gereja Katolik membawa berita ‘Keselamatan’, biarkan mrk yg meninggalkan Gereja Katolik berarti mrk meninggalkan Keselamatan, tidak perlu kita melakukan segala upaya(sprti sales yg akan di tinggalkan pelanggannya) hanya untuk menarik mrk yg akan meninggalkan kita,karena (oknum)umat yg ‘begitu’ nantinya pun akan meninggalkan kita bila ‘rasa haus rohani’nya (nafsu) tdk terpenuhi’
Hal inilah yg “memaksa” Gereja Katolik mengadopsi Gerakan Karismatik(GK).( coba kita jujur pd diri kita sendiri, adanya GK di dlm gereja Katolik karena takut ditinggalkan umatnya yg katanya ‘haus secara rohani’)
Saya tdk anti GK,tetapi yg sy lihat & alami ( saya pernah mengikuti GK)dlm persekutuan GK banyak hal-hal aneh yg terjadi (tiba2 banyak org yg bisa ber”bahasa roh’ walaupun menurut saya mereka itu bukan berbahasa tetapi berbunyi)
saya melihat “perdebatan’ diforum ini juga adalah akibat dari adanya GK (kalau tdk ada GK, tdk akan ada perdebatan yg tiada akhir ini (akhirnya timbul benih-benih perpecahan )
kita sbg umat Katolik jgn saling mendebat & menghakimi ,Mari kita kembali kepada ajaran Katolik yg satu,suci.Katolik & apostolik yaitu mengikuti ajaran Kitab Suci dan Tradisi Suci.
Didlm Kitab suci & Tradisi suci(sejarah Gereja katolik) seluruh kejadian berbahasa roh(bukan ayat tetapi contoh kasus rasul,santo/a berbahasa roh, seperti yg sy baca di forum ini) dapat dimengerti oleh org yg mendengarkan (bahasa roh yg banyak kita lihat skrg ini tdk ada satu orgpun yg mengerti)
2. Kis 2: ketika Roh Kudus mengurapi keduabelas rasul, maka orang- orang dari kelimabelas bangsa yang berkumpul di Yerusalem mendengar para rasul itu berkhotbah dalam bahasa mereka sendiri.
Dari teks di atas jelas bahwa yg dimaksud (seharusnya) bahasa Roh adalah bahasa yg diucapkan dalam “bahasa (bunyi) tertentu tetapi dapat dimengerti oleh segala bangsa yg mendengarnya (saat itu juga tanpa harus mempelajarinya).
Dewasa ini banyak sekali manusia yg mendapat karunia “bahasa roh” yg tidak dapat dimengerti oleh org yg mendengarnya bahkan mungkin oleh dirinya sendiri. Tidak sedikit org memuji/mengagumi mrk yg berbahasa roh yg tdk jelas tersebut, hal ini memicu sikap ingin berbahasa roh walaupun (maaf) membodohi org lain & diri sendiri (lihatlah dipertemuan Kharismatik banyak sekali org yg “bisa” berbahasa roh yg tidak dimengerti bangsa manapun)
Gereja Katolik jangan takut ditinggalkan (oknum) umat,karena masih banyak umatmu yg setia tanpa harus ikut-ikutan gerakan apapun namanya yg hanya mengejar hawa nafsu/ego duniawi.
karena jalan ‘keselamatan’ itu sempit,terjal,panjang dan membosankan,
( umat (kebanyakan) mengikuti Gerakan karismatik dikarenakan merasa bosan dgn Ekaristi kudus yg monoton, padahal saat itulah pertemuan kita sbg umat Katolik bertemu & bersatu secara langsung dgn Jesus Kristus Tuhan kita)
dan ingat Ekaristi bukan ‘talk show’
untuk bpk. Aloysius & Katolisitas salam damai selalu ,Tuhan Jesus memberkati
Shalom Honey,
Nampaknya Anda salah paham, jika menyangka bahwa alasan Gereja Katolik menerima gerakan karismatik hanya karena takut ditinggalkan sekelompok umat yang mempunyai minat terhadap gerakan ini. Kami di katolisitas tidak pernah mengatakan demikian karena pernyataan yang dikeluarkan Magisterium Gereja Katolik juga tidak mengisyaratkan demikian. Pernyataan dari Beato Paus Yohanes Paulus II tentang gerakan Karismatik Katolik menunjukkan bahwa Paus mengakui adanya inspirasi Roh Kudus yang mendorong gerakan Karismatik Katolik, dan karena itu beliau mengakuinya sebagai gerakan gerejawi. Pernyataan serupa juga dinyatakan oleh Paus Benediktus XVI. Jadi, Gereja Katolik menerima gerakan karismatik karena pihak Magisterium melihat gerakan tersebut sebagai suatu yang juga berasal dari Roh Kudus, sehingga menerimanya sebagai salah satu gerakan gerejawi (ecclesial movements).
Maka, keliru jika Anda beranggapan bahwa Gereja Katolik menerima gerakan Karismatik karena takut ditinggalkan umatnya. Yang disampaikan Gereja Katolik adalah ajaran kebenaran. Kalau ada sekelompok orang yang tetap berkeras meninggalkan Gereja Katolik, entah dengan kesadaran dan pengetahuan penuh akan akibatnya, entah tidak, maka Gereja Katolik tidak dapat memaksanya. Namun sebaliknya, Gerejapun tidak akan pernah mengubah ajarannya demi menyenangkan hati umatnya. Konsistensi Gereja Katolik dalam mengajarkan larangan aborsi, larangan penggunaan kontrasepsi, larangan perkawinan sesama jenis, merupakan contoh yang sangat jelas tentang hal ini. Walau banyak gereja-gereja non- Katolik yang mengizinkan hal ini, ataupun tidak melarangnya, namun Gereja Katolik dengan tegas tetap menolaknya.
Maka mari kita menghormati keputusan Magisterium ini sebagai tanda bukti kita menghormati Kristus yang memberikan kuasa memimpin Gereja kepada mereka. Jika kita mengatakan agar jangan saling menghakimi dalam hal ini, mari kita mulai dari diri kita sendiri, agar jangan menghakimi pihak Magisterium yang sudah memutuskan hal ini (yang menerima gerakan karismatik sebagai salah satu gerakan gerejawi), sebab jika bersikap demikian, kita menempatkan diri seolah kita berada di atas Magisterium, dan ini sungguh tidak mencerminkan sikap kerendahan hati yang diajarkan oleh Kristus.
Tentang adanya beberapa macam manifestasi bahasa roh, itu dicatat dalam Kitab Suci, dan tentang hal itu sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Jika Anda tidak dapat memahami cara berdoa seperti yang dilakukan oleh mereka yang di dalam gerakan karismatik Katolik, Anda bebas untuk tidak usah mengikuti gerakan tersebut, tetapi sebaliknya, Anda juga selayaknya memberikan kebebasan dan tidak menentang mereka yang memilih untuk berdoa dengan cara karismatik tersebut, sebab pihak otoritas Gereja Katolik tidak menentang mereka. Maka yang harus terus dibina adalah penghayatan akan iman Katolik dari para anggota komunitas karismatik Katolik ini, agar jangan sampai lupa/ meninggalkan akar dan sumber iman mereka, yaitu Kristus sendiri, yang secara khusus bekerja melalui sakramen-sakramen-Nya.
Mungkin dalam pengamatan Anda, banyak orang yang tergabung dalam gerakan Karismatik Katolik adalah karena bosan dengan perayaan Ekaristi (dan itu sangat disayangkan, memang mungkin ada) tetapi jangan dilupakan adanya banyak orang lain yang tergabung dalam gerakan Karismatik Katolik yang malah semakin menghayati Perayaan Ekaristi. Jadi mari, janganlah terlalu cepat mencap suatu gerakan, hanya berdasarkan dengan pengamatan kita yang terbatas. Fakta negatif yang ada harus menjadi bahan introspeksi diri bagi kalangan komunitas Karismatik Katolik, namun juga jangan sampai mengaburkan mata kita akan adanya banyak buah-buah positif yang dihasilkan oleh gerakan Karismatik Katolik. Secara khusus misalnya kita lihat bagaimana gerakan ini menginspirasikan figur seperti Rm. Raniero Cantalamessa (pengkhotbah kepausan) dan Mother Angelica (pendiri stasiun TV Katolik terbesar di dunia); yang walaupun ‘karismatik’ tetapi tetap setia dan teguh dalam pengajaran iman Katolik, memegang teguh Kitab Suci, Tradisi Suci dan pengajaran Magisterium, dan ya, sungguh setia dan berpaut pada Ekaristi.
Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam damai Kristus bu Igrid
terima kasih atas tanggapannya
Saya tdk anti Gerakan Karismatik (GK), tetapi seluruh teman/kerabat saya yg ikut GK berpendapat, mereka lebih bersemangat & lebih mementingkan GK daripada Ekaristi Kudus (yg kata mrk biasa saja/membosankan). Lebih parah lagi ada 2 pasang kerabat saya (Katolik & sering ikut GK) hari Rabu mrk pergi GK tetapi hari Minggu mrk pergi ke Gereja Non Katolik (mrk tdk lagi memikirkan keKatolikannya)
sampai di sini bu Igrid jgn berkata sangat disayangkan atas kesalahan penafsiran mrk (mungkin masih banyak lagi pasangan2 lain yg tdk kita ketahui keberadaannya).
seandainya Vatikan melarang GK (ada yg dahulu dilegalkan Vatikan, kemudian diharamkan), bukankah org2 seperti mrk akan meninggalkan Gereja Katolik? (memang urusan mrk, tetapi juga tugas kita untuk menjaga kawanan domba-Nya).
Di tahun 90an saya mengikuti GK di paroki Toasebio yg pimpin Romo (undangan), sebelum ‘pencurahan’ Roh kudus dikarenakan suatu hal saya keluar dari ruangan, saat saya kembali di pintu masuk saya bertemu Romo kepala paroki (Romo dari Itali) yg sedang melihat ke dalam (saat itu umat sedang ramai ‘berbahasa roh’), sambil berlalu Romo tsb berkata kpd saya” apakah itu’ di Katolik tdk ada yg begitu”
Apakah Romo Kepala tsb salah? Atau Romo tsb kurang pengetahuannya?
(saya rasa tdk, sampai hari ini mungkin beliau sdh melewati pesta emas Imamatnya.)
Tentang Bahasa Roh
Di dlm Kitab suci & Tradisi suci(sejarah Gereja katolik) seluruh kejadian berbahasa roh (bukan ayat tetapi contoh kasus rasul,santo/a berbahasa roh, seperti yg sy baca di forum ini) dapat dimengerti oleh org yg mendengarkan (bahasa roh yg banyak kita lihat skrg ini tdk ada satu orgpun yg mengerti)
2. Kis 2: ketika Roh Kudus mengurapi keduabelas rasul, maka orang- orang dari kelimabelas bangsa yang berkumpul di Yerusalem mendengar para rasul itu berkhotbah dalam bahasa mereka sendiri.
Dari teks di atas jelas bahwa yg dimaksud (seharusnya) bahasa Roh adalah bahasa yg diucapkan dalam “bahasa (bunyi) tertentu tetapi dapat dimengerti oleh segala bangsa yg mendengarnya (saat itu juga tanpa harus mempelajarinya).
Dewasa ini banyak sekali manusia yg mendapat karunia “bahasa roh” yg tidak dapat dimengerti oleh org yg mendengarnya bahkan mungkin oleh dirinya sendiri. Tidak sedikit org memuji/mengagumi mrk yg berbahasa roh yg tdk jelas tersebut, hal ini memicu sikap ingin berbahasa roh walaupun (maaf) membodohi org lain & diri sendiri (lihatlah dipertemuan Kharismatik banyak sekali org yg “bisa” berbahasa roh yg tidak dimengerti bangsa manapun)
Mungkinkah umat satu ruangan tiba-tiba dapat ‘berbahasa roh’ semua ?
Sebenarnya yg terjadi seperti cerita di bawah ini:( dongeng)
Dahulu kala ada seorg raja yg kejam, siapapun yg tdk memuaskan hatinya akan di hukum, pada suatu hari, raja menginginkan pakain yg paling indah & mahal di dunia,maka penasehat raja di tugaskan untuk mencari penjahit terbaik di kerajaannya.
Sebulan berlalu tak satupun pakaian yg dibuat mrk berkenan di hati sang raja,seluruh penjahit terbaikpun di hukum.
Tinggal satu penjahit muda yg cerdik yg sedang bekerja di depan mesin tenun yg kosong tetapi tangan penjahit itu seakan menenun bahan yg tdk kelihatan, sang penasehat raja penasaran & bertanya “apa yg sedang kamu lakukan hai anak muda?” jawab penjahit itu “hamba sedang membuat pakaian dari bahan sutra nirwana yg hanya bisa di lihat & disentuhkan oleh org yg pandai & bijaksana, lihatlah bagus bukan warna emasnya?”, penasehat itu tdk langsung menjawab tetapi ia berkata dlm hatinya’ bila saya bilang tdk kelihatan berarti saya org yg bodoh & tdk berguna’ lalu ia berkata” wah bagus sekali pakaian itu , baginda pasti senang memakainya”.
demikian juga yg di alami oleh seluruh pegawai istana, karena takut di bilang bodoh& tdk berguna mereka semua berpura-pura ‘melihat & merasakan pakaian yg tdk ada tsb.
Tiba saat baginda raja untuk mengenakan pakaian tsb, raja masuk ke tempat kerja penjahit muda itu dan bertanya” mana pakaian dari sutra nirwana yg engkau buatkan untuk ku? hai anak muda, sebelum sempat penjahit itu menjawab,penasehat lebih dulu berkata “lihatlah, sungguh indah pakaian sutra nirwana berwarna emas ini baginda , pakaian sutra yg hanya dapat di lihat oleh org yg pandai & bijaksana”
sambil di ikuti pujian keindahan oleh seluruh pengawal/pegawai istana, mendengar kata2 penasehat&seluruh pegawai istana yg ‘dapat’ melihat pakaian sutra itu,raja kebingungan, tetapi karena takut di katakan bodoh & tdk bijaksana,dia terpaksa ikut memuji keindahan pakaian itu sambil (pura-pura)mengenakannya. lalu raja keluar istana diikuti penasehat & pengawal yg tdk henti-henti memuji keindahan yg di kenakan Raja (walaupun di mata mrk pada saat itu sang raja tidak mengenakan pakaian apapun,karena takut di anggap tdk pandai $ tdk bijaksana mrk pura-pura melihat pakaian itu yg memang tdk pernah ada).
sesampai diluar istana, rakyatnya kerajaan itu terkejut dan berteriak ” baginda raja sdh gila…lihatlah beliau keluaristana tanpa mengenakan pakaian” mendengar itu bukan main malunya sang raja.
jadi yg terjadi adalah (kalau mau JUJUR)
Karena takut di anggap tdk dicurahi Roh Kudus & kurang beriman,maka umat banyak yg ikut-ikutan ‘dapat’berbahasa roh, (sekian belas kali mengikuti GK tak sekalipun sy ‘dapat’ berbahasa roh, karena saya TIDAK takut di katakan tidak pandai& tdk bijaksana (tdk dicurahi Roh Kudus&kurang beriman)
sampai sekarang sy blm bertemu org yg bisa mengartikan ‘bahasa roh’ yg terjadi di pertemuan Karismatik (jangan dikatakan bahwa bahasa roh tdk perlu diartikan, karena yg terjadi pd para rasul berbahasa roh seluruh bangsa yg mendengarnya mengerti bahasa itu (dari sekian ribu (tiap pertemuan GK ada mukzijat bahasa roh) mukzijat bahasa roh sekarang ini, apa mungkin tdk ada yg sama dgn yg terjadi atas para rasul .
Tuhan Yesus memberkati
Shalom Honey,
Dari apa yang saya ketahui, Gerakan Karismatik Katolik seharusnya tidak menggeserkan Ekaristi Kudus dengan cara ibadah yang lain. Jika ini yang Anda amati dari teman dan kerabat Anda, nampaknya mereka itu salah persepsi, sebab bukan itu yang diajarkan dalam Gerakan Karismatik Katolik. Saya sendiri mempunyai pengalaman yang berbeda dengan Anda, sebab saya mengenal orang- orang yang mengikuti Gerakan Karismatik Katolik yang tidak meninggalkan Ekaristi, malah menempatkan Ekaristi sebagai sumber kehidupan rohani mereka. Namun jika pengalaman Anda semuanya negatif terhadap Gerakan Karismatik Katolik, silakan untuk menulis surat kepada Badan Pelayanan Nasional Pembaharuan Karismatik Katolik Indonesia, silakan klik di sini.
Kitab Suci sendiri mencatat bahwa adakalanya bahasa roh merupakan karunia berdoa dengan keluhan yang tak terucapkan (lih. Rom 8:26) maka dalam hal ini tidak dapat diinterpretasikan/ diterjemahkan dalam bahasa tertentu. Cara berdoa seperti ini memang mungkin asing, atau bahkan ‘mengganggu’ bagi orang-orang yang baru bergabung dalam ibadah Karismatik, namun bagi yang sudah menerima karunia doa macam ini, tidaklah demikian. Maka memang diperlukan keterbukaan hati untuk melihatnya dari sisi yang berbeda. Seseorang yang sejak awalnya sudah menolak bahasa roh karena tidak sesuai dengan persepsinya tentang doa, maka memang agak sulit untuk dapat melihatnya sebagai salah satu cara berdoa yang baik. Jika demikian keadaannya, tidak mengapa, sebab di Gereja Katolik ada banyak cara berdoa dan corak spiritualitas, yang semuanya baik dan mengarah kepada keeratan hubungan dengan Allah, maka silakan Anda pilih sendiri manakah cara yang lebih sesuai dengan Anda. Ada Ibadah Harian (the Liturgy of the Hour/ doa brevier), Adorasi sakramen Mahakudus, Lectio Divina, Meditasi, bermacam devosi (rosario, Kerahiman Ilahi, Hati kudus Yesus, dst), silakan Anda pilih sendiri, sebab kesemuanya baik.
Berpura- pura berbahasa roh tentulah bukan sesuatu yang benar, tetapi bukan berarti bahwa karunia berbahasa roh itu adalah sesuatu yang ‘pura-pura’ saja. Kitab Suci mencatatnya maka karunia itu memang benar ada.
Mari janganlah menggeneralisasikan suatu gerakan hanya atas dasar pengamatan kita sendiri. Jangan pula kita mencap sesat, untuk sesuatu yang sudah diakui oleh Gereja Katolik. Sikap berprasangka buruk macam ini tidak membangun kesatuan di dalam jemaat. Jika kasih-lah yang menjadi prioritas utama dalam kehidupan kita sebagai umat Katolik, maka kita perlu mempunyai sikap positif dan tidak cepat menaruh prasangka negatif dalam pikiran maupun perkataan kita, apalagi terhadap sesama anggota Gereja sebagai Tubuh Kristus sendiri, yang sama- sama mempunyai Kristus sebagai Sang Kepala.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam kasih Kristus
Selamat Paskah bu Ingrid & staff Katolisitas.org
Terima kasih atas tanggapan sebelumnya,
Pertama saya ingin meluruskan satu hal,berdasarkan tulisan saya sebelumnya bahwa saya tdk pernah mencap sesat Gerakan Karismatik(GK)(saya pernah mengikuti GK),saya pun tdk menolak Bahasa roh yg tertulis di Kitab Suci(KS)karena memang sungguh karunia bahasa roh itu ada.
2. Kis 2: ketika Roh Kudus mengurapi keduabelas rasul, maka orang- orang dari kelimabelas bangsa yang berkumpul di Yerusalem mendengar para rasul itu berkhotbah dalam bahasa mereka sendiri.
Yang menjadi permasalahan adalah karena bahasa roh yang sekarang terjadi khususnya pada pertemuan GK, tidak sama dengan bahasa roh yg terjadi atas ke-dua belas murid Yesus (bahasa roh sekarang ini tidak ada yg dapat mengerti).
Ibu Ingrid menulis “Kitab Suci sendiri mencatat bahwa ada kalanya bahasa roh merupakan karunia berdoa dengan ‘keluhan yang tak terucapkan'(BUKAN ‘bahasa yang tak terartikan’) (lih. Rom 8:26) maka dalam hal ini tidak dapat diinterpretasikan/ diterjemahkan dalam bahasa tertentu.
Saya setuju dgn ibu Ingrid mengenai ayat ini (Rom 8:26)di akhir ayat ini tertulis “Keluhan yang tak terucapkan” berarti TIDAK perlu diterjemahkan karena memang TIDAK ada kata-kata/bahasa yg terucapkan.
Lain halnya dgn ‘Bahasa roh’ yg sekarang ini sering kita jumpai pada saat pertemuan GK,disini kita melihat & mendengar (banyak)umat secara bersamaan dengan fasih mengucapkan (yg katanya)’bahasa roh'(TIDAK sesuai dgn ayat KS yg Ibu Ingrid berikan Rom 8:26).
Saya menulis ini bukan oleh karena tidak sesuai dgn persepsi saya’ saya mempertanyakan ‘bahasa roh’ (zaman)sekarang ini karena didalam Kitab Suci tertulis & memang mengajarkan bagaimana cara berbahasa roh dengan BENAR.
1 Korintus 14:27 “Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan HARUS ada seorang lain untuk MENAFSIRKANNYA”.
Dengan demikian jelas bahwa ber-‘bahasa roh’ yg sekarang ini sering kita jumpai pada pertemuan Gerakan Karismatik TIDAK sesuai dengan Kitab Suci khususnya 1Korintus 14:27.
Untuk jelasnya(kalau tdk keberatan) ibu Ingrid baca di majalah Hati Baru edisi No.08 Tahun XIII Agustus 2010, pada rubrik ‘Percakapan’ asuhan Rm. Gerardus Widyo-Soewondo MSC.dgn judul:
“Apa kata Kitab Suci tentang Bahasa Roh”
disitu ada seorg anggota GK(Yelli)yg kebingungan karena sekian waktu mengikuti GK TIDAK dapat ber-bahasa roh & di katakan ‘kurang beriman’ oleh anggota Gk lainnya ( Kenyataan ini sesuai dgn ‘dongeng’ yg saya tulis sebelumnya di atas mengenai “pakaian Raja berbahan sutra dari nirwana” yg hanya dapat di lihat & dirasakan oleh mereka yg (merasa)pandai/bijaksana.)
Rm Gerardus menjawab:(petikan sebagian jawaban)
Berkata-kata dalam bahasa roh menurut 1Kor. 12-14
(a) Apa masalahnya
Melihat reaksi Paulus yg cukup keras dan tegas dalam1Kor 12:”Sekarang tentang karunia-karunia Roh,Aku mau,saudara-saudara,supaya kamu mengetahui kebenarannya”(ay1),kita bisa bertanya-tanya:ada apa di Korintus berkaitan dengan gejala berkata-kata dalam bahasa roh itu?
Rupanya di sana terjadi gejala ini: ada orang-orang yg sepertinya berkata-kata dlm bahasa roh,tetapi artinya koq “terkutuklah Yesus”.dua hal yg sangat bertolak belakang,di satu pihak berkata-kata dgn bahasa roh adalah satu dari karunia-karunia Roh Kudus yg adalah Roh Yesus sendiri dan setetusnya…
di sesi (b) Rm Gerardus menulis “Tetapi di Korintus & di zaman modern ini rupanya “berkata-kata dalam bahasa roh”itu,meskipun disebut dan dikatakan begitu,namun kenyataannya tdk langsung dan dengan sendirinya menjadi tanda dari hadirnya Roh Kudus. Dengan demikian kesejatian “berkata-kata dalam bahasa roh”itu dipertanyakan, disangsikan,atau bahkan tidak ada sama sekali.
Mengapa ? dan seterusnya…(lengkapnya saya Email ke Katolisitas.org.
Tuhan Yesus memberkati
Shalom Honey,
Saya tidak mengatakan bahwa Anda mencap Gerakan Karismatik sesat. Namun tulisan- tulisan Anda yang Anda kirimkan ke situs ini menunjukkan kesan yang cukup negatif terhadap Gerakan Karismatik Katolik, atas dasar pengalaman dan pandangan pribadi Anda. Kami di Katolisitas tidak dapat membenarkan Anda karena pandangan Anda tidak mewakili pandangan otoritas Gereja Katolik. Maka saya mengusulkan, jika Anda berkeras dengan pandangan Anda, agar Anda menyampaikan uneg-uneg Anda ini ke pihak CDF saja di Vatikan, atau kepada BPN PKK (Badan Pelayanan Nasional Pembaruan Karismatik Katolik) saja agar dapat menjadi perhatian mereka.
Anda berpandangan bahwa bahasa Roh dalam Gerakan Karismatik Gereja Katolik tidak sama dengan yang bahasa roh yang tertulis dalam Kitab Suci, sehingga secara implisit Anda meragukan bahasa roh yang ada di dalam Gerakan Karismatik Katolik (GKK). Namun, pihak otoritas Gereja Katolik tidak meragukan otentisitas bahasa roh yang ada pada Gerakan Karismatik Katolik (GKK), terbukti dengan diakuinya GKK sebagai ecclesial movement / gerakan gerejawi dalam Gereja Katolik. Jika pihak otoritas Gereja meragukannya, tentu gerakan ini tidak akan diterima sebagai gerakan gerejawi. Jika ada orang- orang tertentu yang mengikuti SHBDR lalu ‘berpura-pura’ mandapat karunia bahasa roh, itu adalah masalah mereka sendiri; tetapi hal itu tidak membatalkan kebenaran bahwa ada orang- orang lain yang sungguh-sungguh menerima karunia bahasa roh itu.
Terdapat beberapa jenis manisfestasi bahasa roh, dan ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, dan rasanya tak perlu diulangi lagi di sini.
Sepanjang pengetahuan saya dalam Seminar Hidup Baru dalam Roh Kudus yang diadakan di GKK diajarkan bahwa bahasa roh bukanlah segala-galanya yang menjadi tolok ukur apakah seseorang telah dicurahi Roh Kudus atau tidak. Anggapan yang menganggap bahasa roh adalah segala- galanya adalah anggapan yang keliru, dan kalau ada anggota GKK yang beranggapan demikian, itu tidak mewakili apa sesungguhnya diajarkan di dalam GKK. Silakan anda tanyakan saja ke BPN PKK dan saya rasa mereka akan menjawab hal yang sama. Mengapa? Karena Kitab Suci mengajarkan bahwa manifestasi karunia karismatik Roh Kudus itu ada bermacam- macam, dan bahasa roh itu hanya salah satunya (lih. 1 Kor 12:28). Karunia-karunia karismatik Roh Kudus itu membuat orang yang menerimanya melakukan seperti yang Yesus lakukan/ “to act like Jesus“; sedangkan karunia Roh Kudus yang lebih tinggi tingkatannya adalah sapta karunia Roh Kudus, karena sifatnya menjadikan orang yang menerimanya menjadi seperti Kristus/ “to be like Jesus“. Tentang sapta karunia Roh Kudus yang menghantar orang yang menerimanya ke surga, sudah dibahas di sini, silakan klik.
Demikian tanggapan saya. Saya mohon maaf saya tidak dapat melanjutkan pembicaraan ini, karena memang sudah menjadi kebijakan kami di Katolisitas hanya menampilkan dua kali putaran dialog, apalagi jika argumen masing- masing pihak sudah jelas disampaikan. Anda sudah menyampaikan argumen Anda dan kami sudah menanggapinya. Kami tidak dapat setuju dengan pandangan Anda atau dengan siapapun yang menentang keputusan dan kebijaksanaan otoritas Gereja Katolik yang sudah menerima Gerakan Karismatik Katolik sebagai gerakan gerejawi dalam Gereja Katolik.
Mari sebagai sesama anggota Gereja Katolik, kita menghormati dan menghargai keputusan Magisterium Gereja Katolik ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam damai Kristus Ibu Ingrid
Sebelumnya saya ingin bertanya kepada ibu Ingrid/Katolisitas sebagai lembaga,sebenarnya apa tujuan dari web Katolisitas/forum ini dibentuk?
{ perkiraan saya(mudah2an)untuk kemajuan iman umat Katolik agar selalu setia kepada ajaran Tuhan Yesus Kristus dan Rasul-Rasulnya,serta agar umat tidak mudah terbawa arus zaman sekarang ini dimana banyak org yg demi kepentingan diri/golongannya seenaknya memilih & mengartikan ayat-ayat Kitab Suci (KS)sesuai dgn seleranya}
Sekali lagi saya katakan bahwa saya tidak anti Gerakan Kharismatik (GK),yg saya kritisi disini adalah apa yg terjadi didalam GK yaitu umat berbahasa roh TIDAK sesuai dengan apa yg diajarkan Rasul Paulus seperti yg tertulis pada Kitab Suci.
1 Korintus 14:27 “Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan HARUS ada seorang lain untuk MENAFSIRKANNYA”.
Saya dengan tegas menyatakan bahwa saya sangat meragukan bahkan menolak bahasa roh di dalam pertemuan apapun di zaman sekarang ini,karena TIDAK sesuai dengan apa yg diajarkan Rasul Paulus seperti yg tertulis pada Kitab Suci 1 Korintus 14:27 .
Seperti halnya yg dikatakan oleh Romo Gerardus Widyo Soewondo MSC di majalah Hati Baru edisi No.08 Tahun XIII Agustus 2010, pada rubrik ‘Percakapan’ di sesi (b) Rm Gerardus menulis “Tetapi di Korintus & di zaman modern ini rupanya “berkata-kata dalam bahasa roh”itu,meskipun disebut dan dikatakan begitu,namun kenyataannya tdk langsung dan dengan sendirinya menjadi tanda dari hadirnya Roh Kudus. Dengan demikian kesejatian “berkata-kata dalam bahasa roh”itu dipertanyakan, disangsikan,atau bahkan tidak ada sama sekali.
Mengapa ? dan seterusnya…
(apakah Ibu Ingrid/Katolisitas meyakini hal yg bertentangan dengan Kitab Suci? atau ayat 1Kor14:27 tidak perlu di patuhi karena tidak sesuai selera ? )
yang saya tulis di sini bukan merupakan pikiran/atau pandangan saya pribadi tetapi semua ini berdasarkan ajaran Rasul Paulus yg ditulis pada Kitab Suci 1Korintus14:27.
apakah otoritas Gereja Katolik dapat membatalkan/menghapus apa yang di ajarkan Rasul Paulus yang sudah tertulis di dalam Kitab Suci( 1Kor14:27)
Ibu Ingrid menulis:’Sepanjang pengetahuan saya dalam Seminar Hidup Baru dalam Roh Kudus yang diadakan di GKK…dst’
{Saya tidak menyinggung Seminar Hidup Baru, yg saya tulis “Untuk jelasnya(kalau tdk keberatan) ibu Ingrid baca di majalah Hati Baru edisi No.08 Tahun XIII Agustus 2010, pada rubrik ‘Percakapan’ asuhan Rm. Gerardus Widyo-Soewondo MSC.dgn judul:
“Apa kata Kitab Suci tentang Bahasa Roh” }
Apakah Romo Gerardus salah menulis (menyangsikan bahasa roh) di majalah Hati Baru?
Apakah Romo Gerardus membaca Alkitab lain sehingga dia bisa menyangsikan bahasa roh?
atau Alkitab Ibu Ingrid/Katolisitas kurang lengkap sehingga tidak ada ayat-ayat yang di diajarkan Rasul Paulus tentang bahasa roh khususnya 1Korintus 14:27?
Ibu Ingrid menulis:”Kami di Katolisitas tidak dapat membenarkan Anda karena pandangan Anda tidak mewakili pandangan otoritas Gereja Katolik”.
Apakah Katolisitas mewakili otoritas Gereja Katolik ?
sehingga (merasa) dapat membenarkan atau menyalahkan pendapat umat Katolik ?
Apakah Katolisitas.org hanya tempat beradu argument(sesama umat Katolik) tanpa penyelesaian? kalau ya, lebih baik tutup saja websites ini,karena hanya akan menimbulkan perpecahan diantara umat Katolik yang satu Kudus & Apostolik.
saran saya seharusnya Katolisitas.org menampung kasus2 yg di didiskusikan yg (memang)tidak sesuai dengan Kitab Suci tetapi di lakukan oleh umat Katolik, lalu pihak Katolisitas.org menyampaikan/mendiskusikan kepada otoritas Gereja Katolik, agar otoritas Gereja Katolik mengetahui hal2 apa saja yg terjadi diumatNya.
Bila didalam sharing pihak Katolisitas.org selalu menyarankan umat untuk langsung saja menanyakan kepihak otoritas Gereja Katolik atau pihak lainnya ,sangatlah tidak profesional dan menunjukan ketidak mampuan orang-orang yg mengelolanya.
Mari kita saling membina Iman Katolik kita agar dapat tumbuh lebih baik lagi sesuai Kitab Suci dan Tradisi suci.
Rasul Paulus bersabda “Kalau ada orang yang mau berkata-kata dalam bahasa roh,jangan melarangnya”, Tetapi katanya”jika ada yang berkata-kata dalam bahasa roh,biarlah dua atau sebanyak-banyaknya tiga orang,itupun satu demi satu,dan HARUS ada seorang lain untuk menafsirkannya”.
Tuhan Yesus memberkati
Shalom Honey,
Adalah komitmen kami di Katolisitas, untuk menyampaikan ajaran iman Katolik yang sesuai dengan Kitab Suci dan Tradisi Suci sebagaimana disampaikan oleh Magisterium Gereja Katolik. Tentang Visi dan Misi Katolisitas, dapat dibaca di sini, silakan klik.
Kami sudah menyampaikan di artikel di atas, bahwa Magisterium Gereja Katolik telah menerima gerakan Karismatik sebagai gerakan gerejawi (ecclesial movement). Dengan diterimanya gerakan Karismatik Katolik sebagai gerakan gerejawi, maka artinya Magisterium telah menerima bahwa karunia-karunia yang ada di dalam gerakan Karismatik Katolik ini (termasuk karunia bahasa roh) adalah karunia yang berasal dari Roh Kudus. Maka yang perlu dipertanyakan adalah interpretasi yang meragukan otentisitas karunia-karunia Roh Kudus dalam gerakan Karismatik Katolik ini, karena Magisterium Gereja Katolik sendiri tidak meragukannya.
Anda mengatakan bahwa Anda, “sangat meragukan bahkan menolak bahasa roh di dalam pertemuan apapun di zaman sekarang ini, karena TIDAK sesuai dengan apa yg diajarkan Rasul Paulus 1Kor 14:27.” Tetapi ini adalah interpretasi Anda pribadi, dan tidak mewakili pandangan Magisterium Gereja Katolik. Sedangkan yang disampaikan oleh Magisterium Gereja Katolik, yang dijabarkan dalam Surat Gembala Mengenai Pembaharuan Karismatik Katolik, dengan judul “Aneka Karunia, Satu Roh”, yang dikeluarkan oleh Konferensi WaliGereja Indonesia tanggal 10 November 1993, yang ditandatangani oleh Mgr. Julius Darmaatmadja, SJ dan Mgr. M.D. Situmorang OFMCap tentang karunia-karunia Roh Kudus adalah: bahwa karunia bahasa roh yang disebut bahasa lidah tersebut adalah berupa karunia doa pujian atau permohonan pribadi. Dengan demikian, karena merupakan doa pribadi, tidaklah selalu harus dapat diinterpretasikan/ diumumkan di hadapan jemaat. Namun demikian, di dalam pertemuan jemaat, tetaplah harus diperhatikan nasihat Rasul Paulus, yaitu agar bahasa roh tersebut disampaikan dalam suasana damai (lih. 1 Kor 14:33), dan adalah lebih baik jika disampaikan kata-kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain.
Kutipan dari Surat Gembala KWI tersebut adalah sebagai berikut:
“B. Seputar Karunia-karunia Karismatis
Para rekan seimamat dan saudara seiman,
16. Di kalangan karismatik, banyak dipercakapkan adanya karunia-karunia. Marilah kita kembali ke Kitab Suci. Paulus menulis kepada umat Korintus: “Kepada tiap-tiap orang dikaruniakan pernyataan Roh untuk kepentingan bersama” (1 Kor 12:7; bdk. LG, 12). Kemudian ia mendaftarkan karunia-karunia Roh yang diberikan demi jemaat (bdk 1Kor 12:8-10). Dalam surat itu belum semua karunia disebut oleh Paulus dan malah ada yang dia sebut karunia karismatis, namun sekarang merupakan ‘jabatan’. (Misal: rasul, guru, pembantu, administrasi (bdk. 1Kor 12:28). Karisma itu anugerah cuma-cuma, tanda bahwa Roh mencintai umat. Maka karunia itu tidak dapat kita kejar atau kita rebut, seakan-akan sebagai hasil jerih payah kita dan untuk selama-lamanya boleh kita miliki. Misalnya, ‘Bahasa Lidah’ adalah karunia Roh yang sering tidak tergantung dari emosi dan berupa doa pujian atau permohonan pribadi serta disadari oleh pendoanya. Layaklah pelaksanaannya dalam suasana damai serta dengan memperhatikan situasi dan kondisi. Bahkan perlulah orang ingat kata-kata Paulus bahwa “dalam pertemuan jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga daripada beribu-ribu kata dengan bahasa roh.” (1Kor 14:19)”
Maka di sini KWI sendiri mengakui bahwa: 1) bahasa lidah yang ada di dalam Gerakan Karismatik Katolik adalah karunia Roh Kudus. Namun lebih lanjut KWI mengatakan bahwa 2) pelaksanaan bahasa lidah ini dalam pertemuan jemaat harus dalam suasana damai, dengan memperhatikan situasi dan kondisi; dan 3) walau pelaksanaan doa dengan karunia bahasa lidah/ bahasa roh ini tidak dilarang, namun adalah lebih baik jika disampaikan kata-kata yang dapat dimengerti oleh jemaat secara umum.
Nah, sekarang mari kita lihat dalam pelaksanaannya dalam pertemuan doa gerakan Karismatik Katolik. Sejauh yang saya ketahui dan yang pernah saya ikuti, umumnya kelompok persekutuan karismatik Katolik melaksanakan doa dalam bahasa roh/ bahasa lidah ini secara bersama-sama diiringi oleh musik, lalu berhenti juga bersama-sama, diikuti saat hening. Walaupun tidak sering terjadi, sesekali dalam suatu kelompok persekutuan tertentu, ada satu atau dua orang yang berkata-kata dalam bahasa Roh di hadapan jemaat, lalu ada orang lain yang menginterpretasikannya. Namun umumnya dalam kelompok Karismatik Katolik yang dilakukan adalah berdoa bersama-sama memuji Tuhan dalam bahasa roh, yang merupakan doa pribadi, namun dilakukan bersama-sama dalam alunan musik, dan diakhiri bersama-sama, lalu ditutup dengan doa pemimpin pujian. Kalau diamati, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar, atau bahkan dapat dikatakan, hampir seluruh doa-doa dan pengajaran/ renungan tentang Sabda Tuhan dalam pertemuan Karismatik Katolik disampaikan dalam bahasa yang dimengerti oleh umat secara umum, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa bahasa roh/ bahasa lidah mendominasi seluruh pertemuan. Dengan demikian, yang dilakukan oleh gerakan Karismatik Katolik ini tidaklah menyalahi apa yang disampaikan oleh KWI.
Sekarang bagaimana kalau ada orang tertentu, atau bahkan pastor/ Romo tertentu yang meragukan karunia bahasa Roh dalam gerakan Karismatik Katolik? Saya tidak dalam posisi menjatuhkan vonis, namun secara obyektif dapat dilihat bahwa ia memposisikan dirinya di posisi yang tidak sama dengan posisi Magisterium Gereja Katolik, yang di Indonesia ini diwakili oleh KWI, sebagaimana saya sampaikan di atas.
Honey, mohon maaf, saya tidak dapat melanjutkan diskusi ini dengan Anda, sebab Anda berkeras menyampaikan interpretasi pribadi Anda sendiri tentang 1Kor 14:27. Kami di Katolisitas berpegang kepada penyataan Vatikan dan KWI yang mengakui gerakan Karismatik Katolik, dan dengan demikian mengakui bahwa karunia bahasa roh yang ada dalam Gerakan Karismatik Katolik ini adalah karunia dari Roh Kudus yang sama dengan Roh Kudus yang berkarya di zaman para rasul. Jika suatu hari pihak Vatikan atau KWI mengeluarkan pernyataan yang berbeda, kami akan mentaatinya; namun sejauh ini, yang disampaikan adalah sebagaimana yang telah kami sampaikan di atas. Jika Anda masih merasa belum terjawab dengan tanggapan kami, silakan Anda menulis surat kepada pihak CDF (Kongregasi Ajaran Iman) di Vatikan dan tanyakanlah secara definitif apakah interpretasi Anda sesuai dengan interpretasi Magisterium tentang 1 Kor 14:27 tersebut dalam kaitannya dengan bahasa roh dalam Gerakan Karismatik Katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Inggrid Yth,
Terima kasih atas tanggapan Anda.
Saya ingin berdiskusi lebih lanjut dengan Anda. Saya ingin berdiskusi secara tahap demi tahap, maka kita akan mulai dengan poin 1 dulu.
Inggrid menulis:
“Walaupun gerakan ini nampak marak bertumbuh sekarang ini, namun sebenarnya karunia bahasa roh dan karunia karismatik Roh Kudus ini sudah ada sejak jaman para rasul, dan walaupun tidak banyak disorot, karunia inipun sudah ada dalam sejarah Gereja Katolik.”
Saya setuju bahwa karunia bahasa roh sudah ada sejak jaman para rasul. Namun bukan itu yang saya maksud. Yang saya maksud ialah sejarah kemunculan GERAKAN KARISMATIK. Bisakah Inggrid membuktikan bahwa GERAKAN KARISMATIK sudah ada dalam sejarah Gereja Katolik? Mungkin Inggrid juga perlu mengetahui sejarah masuknya gerakan karismatik kedalam Gereja Katolik. Karismatik berasal dari Protestantisme dan kental dengan Protestantisme. Terlebih Karismatik adalah hasil Protestantisme modern. Denominasi seperti Lutheran, Baptist dan yang lain kurang suka kharismatik.
Inggrid menulis:
“Selanjutnya, Kitab Suci menyebutkan bahwa manifestasi Roh Kudus dalam bahasa roh itu dapat merupakan: 1) bahasa asing/ bahasa suatu bangsa tertentu, seperti terjadi pada Kis 2, Kis 11:15, dan 1Kor 14:21, 2) bahasa yang tidak terucapkan (ecstatic utterance), yang tidak dimengerti (1Kor 14:2), seperti secara implisit dikatakan dalam Rom 8:26-27. Oleh karena itu, dikatakan bahwa bahasa roh tersebut perlu diinterpretasikan (1 Kor 14:13) oleh orang lain dalam jemaat (1Kor 14:27-28). Sebab justru karena tidak dimengerti, sering orang yang tidak percaya menyangka bahwa mereka yang menerima karunia ini sebagai orang yang tidak waras (lih. 1Kor 14:23). Padahal karunia ini adalah karunia doa untuk mengucap syukur kepada Tuhan (1Kor 14:16-17) dan Rasul Paulus-pun menggunakan bahasa roh ini di dalam doa- doanya (lih. 1Kor 14: 18-19). Namun demikian, bisa juga terjadi alternatif ketiga bahwa bahasa roh tersebut dapat merupakan bahasa spiritual dan bahasa surgawi yang tak berdasarkan atas bahasa yang dikenal di dunia, namun yang dapat diinterpretasikan menurut bahasa yang dikenal di dunia, seperti yang mungkin terjadi dalam Kis 2:6-8; di mana para rasul berkata- kata dengan bahasa yang baru itu secara bersamaan, namun dapat terdengar oleh orang- orang yang berada di sana, yang datang dari berbagai bangsa, sebagai bahasa mereka sendiri (lih. Kis 2:6)”
Pada praktek dan kenyataannya, darimana kita dapat mengetahui dan membedakan bahwa bahasa roh yang diucapkan oleh seorang peserta gerakan karismatik adalah otentik/asli dan termasuk ke dalam ketiga jenis bahasa roh? Selama ini dalam pertemuan doa karismatik, banyak orang berbahasa roh namun tidak ada seorangpun yang dikaruniai untuk menerjemahkan/menafsirkannya. Lalu apalah gunanya bahasa roh itu.
Inggrid menulis:
“Menarik disimak di sini adalah perkembangan yang terjadi setelah jaman para rasul. Montanus (135-177), adalah seorang yang dikenal sebagai pelopor gerakan karismatik pertama di abad kedua, dengan menekankan adanya karunia nubuat. Ia menekankan bahasa roh dan kehidupan asketisme (mati raga) yang ketat; dan ia mengklaim sebagai penerima wahyu Tuhan secara langsung, sehingga membahasakan diri sebagai orang pertama dalam nubuat-nubuatnya, seolah- olah ia sendiri adalah Tuhan. Gerakan Montanism ini akhirnya memecah Gereja di Ancyra menjadi dua; dan karena itu Uskup Apollinarius menyatakan bahwa nubuat Montanus adalah palsu (Eusebius 5.16.4) Gerakan Montanus akhirnya ditolak oleh para pemimpin Gereja.
Montanus dan para pengikutnya lalu memisahkan diri dari kesatuan dengan Gereja yang ada pada saat itu. Oleh karena itu, tak mengherankan bahwa para Bapa Gereja pada abad- abad awal menekankan agar jemaat tunduk pada pengajaran para uskup yang adalah para penerus rasul; dan mereka relatif tidak terlalu menekankan karunia bahasa roh [kemungkinan mengingat bahwa hal itu faktanya dapat menimbulkan perpecahan]. St. Policarpus (69-159) yang hidup di jaman Rasul Yohanes, tidak menyebutkan tentang bahasa roh, demikian pula St. Yustinus Martir (110-165). St. Irenaeus (120-202) hanya menyebutkan secara sekilas dalam tulisannya Against Heresies. Selanjutnya karunia bahasa roh ini disebutkan dalam tulisan-tulisan St. Hilarius dari Poitiers (300-367) dan St. Ambrosius (340-397), walaupun tidak dikatakan secara eksplisit bahwa mereka mengalaminya. Juga pada masa itu, seorang pertapa Mesir, Pochomius (292-348) dilaporkan memperoleh karunia bahasa roh, yang disebut sebagai “bahasa malaikat”, dan di suatu kesempatan dapat menguasai bahasa Yunani dan Latin yang tidak dipelajarinya terlebih dahulu.”
Lihat! Sejarah sendiri telah membuktikan gerakan Montanism menghasilkan penyesatan, perpecahan dan pemisahan diri dari Gereja Katolik. Pada awalnya Gereja menerima gerakan montanism. Lalu pada akhirnya, Gereja menolak. Ini juga terjadi pada gerakan karismatik Katolik. Memang hingga sekarang Gereja masih menerima. Dan sejauh ini, bibit penyesatan dan perpecahan telah dihasilkan melalui gerakan karismatik Katolik. Banyak fakta dan kesaksian mendukungnya. Mungkin karena Gereja sangat hati-hati dan juga karena gerakan karismatik sudah terlanjur populer dalam Gereja Katolik sehingga gerakan ini masih diterima.
Inggrid menulis:
“Dengan demikian, tidak benar bahwa karunia bahasa roh itu berasal dari gereja Protestan, dan karenanya sesat. Bahwa ada aliran- aliran tertentu di luar Gereja Katolik yang juga mengajarkan tentang bahasa roh, tidak menjadikan bahwa bahasa roh ini sesat. ”
Saya tidak mengatakan demikian. Yang saya katakan ialah:”Gerakan karismatik berasal dari denominasi Protestan Pentacostal (yg tergolong heresy/bidat/skismatik) dan tidak ada dalam Tradisi Gereja. Sumbernya saja sudah sesat, tentu gerakannya juga beresiko sesat.”. Sekali lagi saya tidak pernah mengatakan bahwa bahasa roh itu sesat dan bahwa bahasa roh berasal dari gereja Protestan. Mohon kalimat saya pada poin 1 dibaca dan dipahami dengan benar.
Inggrid menulis:
“Maka menurut St. Agustinus, bahasa roh adalah kemurahan khusus di jaman apostolik demi kepentingan evangelisasi, yang tidak lagi terjadi di saat itu. Paus Leo I Agung (440-461) mendukung pandangan St. Agustinus.”
Petanyaan saya : untuk apakah umat Katolik mengejar karunia bahasa roh dalam gerakan karismatik Katolik sekarang ini? Apakah untuk kepentingan evangelisasi? atau untuk kepentingan diri sendiri? atau untuk apa?
Inggrid menulis:
“Demikian pula di luar Gereja Katolik, karunia bahasa roh juga dicatat, seperti terjadi pada denominasi Quaker (abad ke-17), Shakers (abad ke-18), gerakan misionaris Moravian dan gereja Methodis (abad ke-18) oleh John Wesley. Gerakan Pentakostal yang terjadi di awal abad 20 merupakan pecahan dari gereja Methodis ini.”
Darimana kita tahu bahwa karunia bahasa roh yang terjadi pada denominasi Quaker, Shaker, Moravian, Methodis dan Pentakostal adalah otentik? Apa parameternya? Siapa yang menyatakan bahwa itu otentik?
Untuk poin 1 cukup dulu. Break dulu. Poin 2 next time(to be continue..).
Salam,
Shalom Aloysius,
1. Mengapa disebut ‘gerakan’ Karismatik?
Nampaknya anda terganggu dengan istilah ‘gerakan’ dalam Gerakan Karismatik Katolik. Sejujurnya, memang mungkin kata ‘gerakan’ itu kurang tepat, karena seharusnya yang lebih tepat adalah “jalan hidup yang berdasarkan Roh Kudus” (Spiritual way of life). Hal ini disampaikan oleh Fr. Vincent M. Walsh, Vice Chancellor dari Keuskupan Agung Philadelphia, dalam bukunya, A Key to Charismatic Renewal in the Catholic Church, (Indiana: Abbey Press, 1976). Namun demikian, Fr. Walsh mengatakan bahwa kata ‘gerakan’ ini digunakan sebab dapat memperjelas dua hal: yaitu 1) untuk mewakili sekelompok besar orang yang mempunyai nilai- nilai yang sama, dan menggunakan kekayaan Pentakostalisme [pengalaman pencurahan Roh Kudus seperti di masa Pentakosta 2000 tahun yang lalu] demi kebaikan mereka dan kebaikan Gereja; 2) beberapa atau bahkan banyak orang berusaha untuk memastikan bahwa pencurahan Roh Kudus tidak akan terbuang sia- sia atau menjadi tidak efektif di dalam Gereja (lih. Fr. Vincent M. Walsh, A Key to Charismatic Renewal in the Catholic Church, p. 13)
Selanjutnya dalam Gereja Katolik, gerakan Karismatik hanya mempunyai satu tujuan utama, yaitu agar Tuhan dimuliakan dan agar datanglah Kerajaan-Nya di muka bumi ini. Hal ini dapat ditandai dengan penyembuhan dari penderitaan ataupun sakit penyakit, terutama dari luka- luka batin yang dialami. Oleh karena itu, gerakan ini lebih tepat jika dikatakan sebagai ‘gerakan doa’, berdasarkan iman bahwa jika seseorang mempunyai hubungan yang pribadi dengan Yesus Kristus, maka penyembuhan dapat terjadi dan hal ini dapat sedikit demi sedikit mengubah dunia di mana kita hidup (lih. Fr. Vincent M. Walsh, Ibid., p. 14).
2. Anda bertanya, “Bisakah Ingrid membuktikan bahwa GERAKAN KARISMATIK sudah ada dalam sejarah Gereja Katolik?“
Terus terang saja, pertanyaan ini perlu diperjelas, maksudnya apa. Sebab jika maksudnya pengalaman pencurahan Roh Kudus, dan karunia karismatik Roh Kudus, ini sudah dialami oleh para murid (seperti dicatat di Kisah Para Rasul dan Surat- surat Rasul Paulus) dan juga dialami oleh para kudus (Santa/ Santo) yang mempunyai karunia karismatik Roh Kudus, yang mereka gunakan untuk membangun Gereja. Namun kalau yang anda maksud adalah apakah sudah pernah terjadi dalam sejarah Gereja Katolik adanya sekumpulan orang- orang yang menamakan diri kelompok gerakan Karismatik Katolik, mungkin jawabnya adalah: belum ada. Atau lebih tepatnya, menurut pengamatan saya dari sumber- sumber yang saya ketahui, tidak ada yang mencatat bahwa gerakan Karismatik Katolik seperti sekarang ini sudah pernah terjadi dalam sejarah Gereja Katolik.
Namun baik jika kita ketahui bahwa suatu ‘gerakan’ ataupun ‘spiritual way of life‘ dalam Gereja Katolik itu tidak harus sudah ada/ terjadi dahulu baru dapat diakui oleh Gereja Katolik. Dalam sejarah Gereja Katolik terdapat banyak ‘spiritual way of life‘ yang sudah diakui oleh Gereja, seperti spiritualitas Fransiskan, Dominican, ataupun Karmelit. Spiritualitas tersebut mengikuti teladan para Santo/a yang mendirikannya, yang sebelum didirikan oleh para Santo/a tersebut juga tidak ada. Gerakan spiritualitas Karismatik memang tidak mengikuti seorang Santo/a tertentu, namun atas kejadian- kejadian seperti yang terjadi di Kisah Para Rasul.
3. Anda berkata, “Mungkin Inggrid juga perlu mengetahui sejarah masuknya gerakan karismatik ke dalam Gereja Katolik.”
Terima kasih atas anjuran ini. Saya sudah membaca tentang sejarah masuknya gerakan Karismatik Katolik, dan informasi yang saya baca tidak membuat saya serta- merta berpandangan negatif atas gerakan ini. Memang dalam Gereja Katolik gerakan Karismatik dimulai pada tahun 1967, dalam retret pelajar (dan staf pengajar) Katolik di Duquesne University, Pittsburg, Amerika Serikat. Mereka prihatin terhadap apa yang terjadi di dunia pada saat itu (yang juga masih berlangsung sampai saat ini) di mana terjadi penurunan praktek religius, yang tak hanya terjadi di kampus, tetapi di seluruh Gereja, sehingga mereka mengharapkan pembaharuan dalam Gereja, Petakosta yang baru, seperti yang pernah terjadi pada jaman para rasul.
Konsili Vatikan II sendiri mengajarkan kita agar kita tidak menolak apa yang baik yang ada di agama- agama lain (lih. Nostra Aetate 2), dan bahwa dapat ditemukannya karunia- karunia Roh Kudus di luar kawasan Gereja Katolik, walaupun kepenuhan upaya keselamatan diperoleh hanya melalui Gereja Katolik (lih. Unitatis Redintragtio 3). Atas dasar prinsip ini, maka tidak menjadi masalah, jika awal terjadinya gerakan Karismatik di Gereja Katolik melibatkan peran gereja Pentakostal, dalam hal ini komunitas Pentakostal di Pittsburg, Amerika Serikat.
3. Anda bertanya: “Darimana kita dapat mengetahui dan membedakan bahwa bahasa roh yang diucapkan oleh seorang peserta gerakan karismatik adalah otentik/asli dan termasuk ke dalam ketiga jenis bahasa roh? Selama ini dalam pertemuan doa karismatik, banyak orang berbahasa roh namun tidak ada seorangpun yang dikaruniai untuk menerjemahkan/menafsirkannya. Lalu apalah gunanya bahasa roh itu.“
Nampaknya, jawaban kuncinya adalah Mat 7:16, 20, yaitu dari buahnyalah kita akan mengetahui apakah bahasa roh yang mereka terima itu berasal dari Roh Kudus atau bukan. Jika karunia berdoa dalam bahasa roh itu otentik, maka akan terlihat buahnya yang positif dalam diri orang tersebut, dan orang lain dapat melihatnya juga, misalnya, orang yang bersangkutan dapat menjadi lebih bersyukur, makin menyadari kehadiran Tuhan dalam hidupnya, makin rendah hati, makin ingin mendalami imannya, makin ingin melayani Tuhan dan sesama, dan bermacam hal positif lainnya.
Memang secara umum, lebih banyak orang yang dapat berdoa dalam bahasa Roh, daripada yang mempunyai karunia untuk menafsirkannya. Itulah sebabnya Rasul Paulus mengatakan, “Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya” (1 Kor 14:13). Sebab melalui karunia menafsirkan bahasa roh dan bernubuat, jemaat dapat dibangun, dinasihati dan dihibur (lih. 1 Kor 14:3,5). Namun demikian bukan berarti, berdoa/ berkata- kata dalam bahasa roh itu tidak ada gunanya. Sebab Rasul Paulus mengatakan demikian, “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah…. Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat.” (1 Kor 14:2-4). Maka, dengan karunia berdoa bahasa roh, seseorang dibimbing oleh Roh Kudus untuk membangun dirinya sendiri -dalam hal iman dan hidup rohani; dan dengan demikian secara tidak secara langsung membangun jemaat. Sebab jemaat terdiri dari kesatuan pribadi- pribadi; maka banyaknya pribadi yang telah diubah oleh Tuhan dan mempunyai hubungan yang pribadi dengan Dia, akan dengan sendirinya membangun Gereja dari dalam.
4. Apakah gerakan Karismatik Katolik serupa dengan aliran sesat Montanisme di abad ke-2?
Anda menyamakan gerakan Karismatik Katolik yang terjadi sekarang ini dengan Montanisme di abad ke-2. Tentu kedua hal ini tidak sama, karena konteksnya berbeda. Memang benar, pada awalnya Montanisme diterima Gereja, namun kemudian ditolak, karena Montanus lalu mengajarkan hal- hal yang bertentangan dengan ajaran para rasul dan Bapa Gereja, menolak untuk taat kepada mereka, dengan mengklaim diri sendiri sebagai penerima Wahyu Tuhan. Ajaran semacam ini tidak sesuai dengan ajaran para rasul, dan karena itulah Gereja menyatakan Montanisme sebagai ajaran yang menyimpang. Sedangkan gerakan Karismatik yang terjadi sekarang, tidak mengacu kepada suatu tokoh tertentu, dan tidak mengajarkan doktrin- doktrin yang bertentangan dengan ajaran Magisterium Gereja Katolik. Jadi kita tidak dapat menyamakannya dengan gerakan Montanisme.
Gerakan Karismatik Katolik yang diakui oleh Magisterium Gereja Katolik dipimpin oleh orang- orang yang percaya akan Tuhan Yesus yang telah memberikan kuasa kepemimpinan-Nya di dalam Gereja yang didirikan-Nya, yaitu Gereja Katolik. Para pemimpin ini taat kepada hirarki kepemimpinan Gereja Katolik, dan inilah yang membedakan gerakan Karismatik Katolik dengan Montanisme.
5. Anda mengatakan, “Gerakan karismatik berasal dari denominasi Protestan Pentacostal (yg tergolong heresy/bidat/skismatik) dan tidak ada dalam Tradisi Gereja. Sumbernya saja sudah sesat, tentu gerakannya juga beresiko sesat.“
Pandangan anda ini tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Paus Benediktus XVI tentang bidaah/ bidat/ heresy, seperti yang pernah dibahas di sini, silakan klik. Kita tidak bisa mengatakan bahwa denominasi Protestan yang ada sekarang ini tergolong heresy atau bidaah. Sebab mereka ataupun pendirinya memang sejak awalnya tidak pernah bersatu secara penuh dengan Gereja Katolik/ dibaptis secara Katolik. (Kisahnya berbeda dengan Martin Luther, yang memang seseorang yang tadinya Katolik, tetapi kemudian memisahkan diri dari kesatuan Gereja Katolik, dengan mengajarkan ajaran- ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik).
Baik jika kita menyimak apa yang ditulis dalam dokumen Konsili Vatikan II tentang hal ini:
6. Anda bertanya, “Untuk apakah umat Katolik mengejar karunia bahasa roh dalam gerakan karismatik Katolik sekarang ini? Apakah untuk kepentingan evangelisasi? atau untuk kepentingan diri sendiri? atau untuk apa?“
Jika seseorang mengikuti gerakan Karismatik karena mengejar karunia bahasa Roh, ia memiliki motivasi yang keliru. Seperti telah disebut di atas, gerakan Karismatik pertama- tama adalah gerakan doa [oleh bimbingan Roh Kudus], yang membawa seseorang ke dalam hubungan yang lebih personal dengan Kristus, yang diawali dengan pertobatan yang sejati. Jika kemudian setelah pertobatan dan hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan ini, kemudian Tuhan berkenan memberikan karunia- karunia karismatik seperti karunia berdoa dalam bahasa Roh maupun karunia- karunia lainnya, itu adalah pengalaman berikutnya, dan bukan yang terutama. Namun jika karunia- karunia karismatik Roh Kudus itu diberikan, tujuan utamanya adalah untuk membangun jemaat (Gereja), dan ini disebutkan dalam 1 Kor 14:12.
7. Anda bertanya, “Darimana kita tahu bahwa karunia bahasa roh yang terjadi pada denominasi Quaker, Shaker, Moravian, Methodis dan Pentakostal adalah otentik? Apa parameternya? Siapa yang menyatakan bahwa itu otentik?“
Nampaknya sekali lagi kita perlu mengacu kepada jawaban Tuhan Yesus sendiri, “dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka” (Mat 7:16). Sebab karunia bahasa roh (dan karunia- karunia karismatik lainnya) dimaksudkan Allah untuk membangun iman dan mempersatukan umat-Nya. Jadi seharusnya melalui karunia- karunia karismatik ini, kita dapat semakin melihat persamaan di antara umat Katolik dan Kristen non- Katolik sebagai murid- murid Kristus. Walaupun mungkin akan memakan waktu yang tidak singkat, namun bukannya tidak mungkin kesadaran akan persamaan inilah yang suatu saat nanti dapat mempersatukan semua murid Kristus dalam satu kawanan, di bawah pimpinan Bapa Paus, yang adalah penerus Rasul Petrus, yang atasnya Yesus telah membangun Gereja-Nya (Mat 16:18).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Ibu Ingrid,
Saya ingin menuliskan dua peristiwa yang saya alami.
Peristiwa Pertama: Saya Pertama Kali Kenal Karismatik Katolik
Pertama kali saya kenal karismatik Katolik tahun 1997. Waktu itu saya ikut rekoleksi yang rupanya dibawakan oleh orang-orang karismatik, yang salah satu sesinya adalah bahasa roh. Saya saksikan bagaimana peserta-peserta yang baru pertama kali ikutan, langsung bisa berbahasa roh, hanya saya yang tidak bisa. Dan, dari peristiwa bahasa roh massal ini, saya menganut dua paham berikut sampai saat ini, yaitu:
1. Kemampuan berbahasa roh adalah eksklusif, artinya hanya bagi orang-orang tertentu yang hidupnya kudus. Kalaupun terjadi, ada orang yang baru pertama kali ikut, kontan langsung bisa berhasa roh, maka itu sangat jarang terjadi – itu kehendak Allah, tapi tak mungkin massal tanpa pandang bulu. Bagi saya, orang yang bisa berbahasa roh, berarti dirinya dipenuhi dengan Roh Kudus, yang saya yakin ia orang yang berkenan kepada Allah. Hanya orang kudus yang hidupnya berkenan kepada Allah. Jadi, dari dulu saya yakin, bahwa untuk bisa berbahasa roh, itu tidak bisa serta-merta-instan-sekali langsung jadi, karna saya yakin, Roh Kudus itu bukan murahan yang mau kepada siapa saja (kalau dihubungkan dengan contoh-contoh yang Ibu Ingrid tulis di atas, tampak deretan orang kuduslah, atau paling tidak orang biasa yang kehidupan rohaninya sudah cukup baik, yang bisa berbahasa roh) – sebagaimana kira percaya lantara Bunda Maria kudus, maka Allah berkenan menjadi buah tubuhnya. Kalaupun secara massal terjadi meraung-raung, mendesis-desis, jatuh tak sadarkan diri, dan sebagainya, itu syukur banyak orang yang tersentuh hatinya, bukan lantas bahasa roh. Ih, memangnya Roh Kudus itu murahan, mau kepada siapa saja… Seperti kesaksian berikut yang pernah saya dengar: seorang suami bersaksi, “Setelah saya mengakui perselingkuhan saya kepada istri saya, hati saya langsung dipenuhi dengan Roh Kudus, Saudara-saudara!”…Pikir saya: bedakan dong hati yang lega, dan hati yang dipenuhi dengan Roh Kudus – mana mungkin, setelah ngaku selingkuh kepada istri, yang dosa selingkuh pasti masih melekat, lantas Roh Kudus serta-merta masuk ke hatinya… memangnya Roh Kudus itu murahan apa…
2. Dari dulu saya tidak berani melambaikan tangan dan sebagainya, sambil nyanyi lagu bertemakan: mau percaya, mau menyangkal diri, mau memuliakan Tuhan, mau cinta Yesus selamanya – sebagai ekspresi ibadat. Karna saya takut, cara ekspresi ini akan membuat saya merasa sudah hebat, merasa sudah sangat beriman. Kita semua tahu, kata-kata bisa menstimulus seseorang. Nah, saya takut, kalau saya keseringan nyanyi: “Ku-mau cinta Yesus selamanya…walaupun bumi berguncang, ku-tetap cinta Yesus selamanya”, lama-lama saya akan sangat yakin telah seperti itu. Maka, daripada cara ekspresi ibadat seperti itu, saya lebih senang, sambil memandang kepada hosti yang diangkat oleh imam saat konsekrasi, saya berujar “Ya Yesus, Putra Daud, kasihanilah kami orang yang berdosa ini!” – yang karna saya sadar akan keberdosaan saya, sehingga pengakuan dosa secara rutin masih sangat penting buat saya.
Saya pernah lihat baju seseorang yang dibordir “I love Jesus”. Saya pikir, orang ini luar biasa; dia sudah mantap sekali dalam hal mencintai Yesus. Sedangkan saya, lebih suka kata-kata “Jesus loves me”, dan Mazmur 23 ayat 1.
Contoh yang paling gampang: membaca artikel “Peranan Orang Tua dalam Pembinaan Iman Anak”, di point 8 Ibu Ingrid menulis “Orang tua perlu memiliki kelapangan hati untuk memperkenalkan panggilan hidup membiara kepada anak- anak; dan memupuk hal tersebut, jika orang tua melihat adanya benih panggilan itu tumbuh dalam diri sang anak”, nyatanya anak saya sekarang baru berusia < 2 tahun, tapi saya sudah takut sekali kelak ia memilih jalan hidup ke situ. Jadi, bagaimana mungkin, dengan lantang saya nyanyi, lengkap dengan tangan kanan di angkat, dan tangan kiri menyentuh dada, saya bernyanyi “Ku-mau cinta Yesus selama…kutetap cinta Yesus selama”, kalau nyatanya saya belum memiliki “kelapangan hati” sebagaimana yang Ibu Ingrid tulis di atas. Kepada manusia saja, saya tidak boleh bilang “mencintainya” tapi nyatanya tidak demikian, apalagi kepada Raja segala raja – sangat tidak lucu kalau saya bilang mencintaiNya, tapi nyatanya tidak demikian.
Maka, daripada lagu-lagu pop yang disukai di karismatik Katolik, saya selalu lebih senang sama lagu-lagu di Madah Bakti, yang membantu saya menyadari betapa Tuhan Yesus sangat mencintai saya walaupun saya orang yang berdosa – kalau lagu-lagu pop itu sebaliknya, membantu saya menyadari betapa saya telah mencintai Yesus.
Mohon Ibu Ingrid berkenan meluruskan dua paham ini agar lebih sesuai dengan yang diajarkan oleh KGK.
Peristiwa Kedua: Kurang dari Satu Bulan yang Lalu, Saya Ikut PD
Diajak ikut oleh kenalan, baiklah saya ikut kali ini, dengan harapan agar saya berubah menjadi lebih bisa menerima karismatik Katolik.
Puji-pujiannya sama seperti biasa.
Khotbah dari pastor sangat inspiratif, lengkap dengan alat-alat peraga yang dibawanya.
Hanya saja, saya jadi sangat bingung setelah mendengar khotbahnya.
Di awal khotbah, pastor ini menyatakan kritiknya terhadap khotbah pastor-pastor lain, yang kata pastor ini isi khotbahnya melarang umat Katolik menjadi kaya.
Saya langsung bersemangat. Pikir saya, ini menarik, dimensi apa lagi yang akan disampaikan oleh pastor ini. Maka saya simak khotbahnya, yang rekaman lengkap videonya pasti ada di panitia PD.
Kalau saya rangkum, pastor ini berkhotbah: tidak ada salahnya orang Katolik menjadi kaya, itu boleh-boleh saja, tidak ada yang melarang, asalkan kekayaan yang dimiliki tidak membuat kita melupakan Tuhan.
Kalau begitu, saya pikir, apa bedanya dengan khotbah-khotbah yang ia kritik di awal tadi, karna pastor-pastor lain juga menyampaikan yang sama.
Lalu, orang-orang PD yang mendengar khotbahnya, antusias sekali menyetujuinya. Cuma saya yang diam saja, dalam hati berujar: pastor ini pakai teknik mengkritik orang lain dengan tujuan membuat orang yang mendengarnya merasa apa yang dikhotbahkannya lebih benar daripada khotbah-khotbah yang ia kritik. Begitu ya cara mencekoki umat PD….
Di samping itu, Ibu Ingrid, yang saya sangat tidak setuju dengan khotbah pastor ini, menurut saya dari isi khotbahnya, ia penganut teologi kemakmuran. Kalau mungkin, saya ingin bilang kepadanya “Please, Pastor, jangan kaucekoki umat PD-mu dengan teologi kemakmuran, mau jadi apa nanti…” – kata-kata yang pasti akan membuatnya meradang.
Jadi, begitulah Ibu Ingrid, berharap saya akan lebih bisa menerima karismatik Katolik, malah sebaliknya, saya merasa semakin tidak cocok dengannya.
Terima kasih.
Salam,
Lukas Cung
Shalom Lukas Cung,
Terima kasih atas sharingnya. Memang karunia bahasa Roh sering menjadi perdebatan. Namun, kita harus melihatnya secara seimbang. Di satu sisi, memang ada karunia bahasa roh, dan ini harus kita terima. Di sisi yang lain, bahasa roh bukanlah segalanya. Seseorang dapat hidup kudus tanpa karunia bahasa roh, namun dia bertumbuh dalam kekudusan karena tujuh karunia Roh Kudus seperti yang disebutkan di dalam Yesaya 11:2 – lihat artikel ini, silakan klik, disamping juga Tuhan memberikan tiga kebajikan Ilahi serta rahmat-rahmat yang membantu.
1. Karunia bahasa roh (dalam pengertian praying in tongue) di dalam kelompok karismatik bukanlah diberikan hanya kepada orang-orang yang hidupnya kudus, namun lebih kepada orang-orang yang merindukannya, yang mensyaratkan keterbukaan hati dan pertobatan hati. Kalau ada orang-orang yang meraung-raung, biasanya hal tersebut terjadi karena luka di dalam hatinya atau dalam kadar yang ekstrem orang tersebut dapat juga depresi atau manifestasi dari kuasa-kuasa lain. Kita harus mencermati, bahwa orang dapat saja menerima karunia berbahasa roh, namun, pada akhirnya dia harus bertumbuh di dalam kekudusan yang adalah suatu proses. Untuk bertumbuh dalam kekudusan inilah, umat Allah harus bersandar pada rahmat Allah dan tujuh karunia Roh Kudus, seperti yang disebutkan di dalam Yesaya 11. Bahasa roh dapat dikatakan bagus untuk menyalakan api di hati. Namun, untuk terus bertumbuh secara spiritual yang mendalam, diperlukan keheningan.
2. Harus diakui bahwa tidak semua orang merasa nyaman dengan cara berdoa di dalam kelompok karismatik. Oleh karena itu, kalau anda maupun sebagian pembaca tidak merasa ‘nyaman’ setelah mengikuti ibadah mereka maupun setelah mengikuti SHBDR, maka tidak perlu dipaksakan. Ada begitu banyak spiritualitas dalam Gereja Katolik, dan tidak perlu semuanya masuk kelompok karismatik. Ada sebagian yang masuk Legio Maria, Taize, dll. Namun, semua spiritualitas harus bermuara kepada Sakramen Ekaristi, karena sakramen ini adalah merupakan sumber dan puncak kehidupan kristiani – karena di dalamnya terkandung keseluruhan Kristus. Oleh karena itu, bagi kelompok karismatik, kalau mau bertumbuh dengan baik dan membangun gereja dari dalam, maka perlu ditekankan kepada anggotanya untuk semakin aktif berpartisipasi dalam Sakramen Ekaristi, dan juga termasuk Sakramen Tobat.
Dalam kaitannya dengan contoh yang anda berikan, memang berkata-kata “I love Jesus” adalah sesuatu yang mudah dilakukan daripada benar-benar menerapkannya dalam kehidupan nyata. Namun, bukan berarti kalau kita menyadari kasih kita yang tidak sempurna kepada Tuhan, kemudian membuat kita tidak boleh mengatakan ‘I love Jesus”. Selama kita terus berjuang dalam kekudusan, bangkit kembali kalau kita jatuh dalam dosa, maka kita tetap dapat mengatakan ‘I love Jesus’ dan menjadikannya sebagai pemicu untuk terus bertumbuh dalam kehidupan spiritual kita dan menjadikan perkataan tersebut menjadi sesuatu yang nyata. Mengatakan secara terus-menerus dalam banyak kesempatan di dalam keseharian kita akan mengingatkan kita akan pentingnya mengasihi Kristus.
3. Pengalaman kedatangan anda ke kelompok karismatik, jangan dijadikan ukuran bahwa kotbah pastor pada waktu anda datang adalah merupakan teologi yang dianut oleh kelompok karismatik. Selama isi kotbah tersebut adalah tidak melenceng dari iman Katolik, maka itu adalah sesuatu yang baik. Sebagai contoh, pernyataan bahwa Gereja Katolik tidak melarang umatnya menjadi kaya sejauh tidak melupakan Tuhan, harus dimengerti dengan benar. Sejauh kekayaan bukanlah merupakan tujuan akhir atau merupakan parameter kasih Allah, maka tidaklah menjadi masalah. Namun, kalau sebaliknya, memang harus disikapi dengan hati-hati, sehingga seseorang tidak terjerumus kepada teologi kemakmuran yang tidak sesuai dengan iman Katolik – lihat artikel ini, silakan klik. Inilah sebabnya, setiap kelompok karismatik harus mempunyai pastor pembimbing, sehingga pengajaran yang diberikan tidak melenceng dari iman Katolik yang benar.
Akhirnya, kalau memang anda telah mencoba kelompok karismatik dan membuat anda tidak bertumbuh, maka anda tidak perlu bergabung dengan mereka. Carilah bentuk spiritualitas yang lain, yang dapat membantu anda bertumbuh secara spiritual dan membawa anda kepada kehidupan sakramen yang lebih baik. Yang menjadi masalah adalah tidak adanya kelompok-kelompok yang memberikan bentuk-bentuk spiritualitas yang lain, selain Legio Maria. Semoga saja akan ada yang mulai untuk merintis kelompok doa hening, kelompok doa meditasi berdasarkan St. Teresa Avila dan St.Yohanes Salib. Secara prinsip, semua spiritualitas katolik yang otentik harus bersumber pada Kristus dan mengarah kepada Sakramen Ekaristi. Semoga jawaban ini dapat memberikan masukan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terima kasih, Pak Stef…masukan yang sangat mengena di hati.
Shalom Bu Ingrid yang baik,
Terimakasih atas penjelasan panjang Anda yang sangat mencerahkan. Ada satu hal yang saya mau tanyakan, berhubungan dengan pernyataan Anda bahwa karismatik sudah masuk dalam magisterium Gereja Katolik. Pertanyaan saya: dimana kita bisa melihat bahwa sesuatu (i.e. karismatik) termasuk dalam magisterium? Adakah semacam dokumen resmi dari vatikan yang menyatakan bahwa yang termasuk dalam magisterium, adalah this, this and this one?
Apakah kalau sesuatu sudah termasuk dalam Ecclessial movement, dapat berarti juga bahwa hal ini sudah otomatis masuk dalam magisterium? Lalu di sebelah mana pengajaran Gereja-nya, berikut dengan aturan-aturan Gereja-nya? (layaknya dalam suatu pengajaran, tentunya ada pakem tentang apa yang harus dilakukan, boleh dilakukan, dan tidak boleh dilakukan).
Pada situs vatican di bawah ini,
http://www.vatican.va/roman_curia/pontifical_councils/laity/documents/rc_pc_laity_doc_20051114_associazioni_en.html
adalah kelompok yang dikategorikan sebagai ecclessial movement, CMIIW, dan dari segitu banyaknya di antaranya hanya 2 nama yang secara jelas memberi nama charismatics pada nama kelompoknya, tapi barangkali ada juga kelompok karismatik lain yang tidak menggunakan charismatics sebagai nama. Saya rasa, hanya nama-nama di atas yang sudah diakui oleh vatikan. Lalu bagaimana dengan kelompok-kelompok karismatik yang sekarang mulai menjamur di Indonesia. Apakah mereka ini ada dibawah salahsatu kelompok yang sudah diakui oleh vatikan, kalau ada, termasuk di kelompok yang manakah? Dan seandainya tidak ada, apakah masih diperbolehkan bagi ‘mereka’ ini menyebut bahwa karismatik (secara general) sudah diakui oleh vatikan, sementara kenyataannya hanya beberapa kelompok saja yang sudah diakui, dan itupun mempunyai tatacara ibadat/pd yang kita tidak tau seperti apa/ada kemungkinan berbeda dengan yang ada di tanah air.
Salam dalam Kristus
Shalom Wawan,
Nampaknya anda perlu membaca dahulu tentang apa pengertian Magisterium, silakan klik di sini
Karena Magisterium itu bukan kegiatan ataupun gerakan, maka Ecclesial Movement (gerakan gerejawi) tidak termasuk Magisterium. Namun Magisterium (Paus dangan kolese uskup yang dalam kesatuan dengan Paus) dapat mengeluarkan daftar yang memuat apa saja gerakan yang diakui sebagai ecclesial movement, dan itu sudah secara resmi dikeluarkan di link yang anda berikan itu, yang berjudul International Associations of the Faithful, yang dikeluarkan oleh Pontifical Council for the Laity. Di daftar itu tertera nama gerakan Karismatik yang diakui pihak Kepausan, yaitu International Catholic Charismatik Renewal Services (ICCRS) (di daftar ada pada no. 38). ICCRS bertujuan untuk memajukan gerakan karismatik Katolik yang ada di 220 negara, termasuk di Indonesia. Jika anda membaca situs BPK, anda dapat membaca bahwa BPK di Indonesia juga mengacu kepada ICCRS ini. Dengan demikian kegiatan karismatik Katolik yang ada di Indonesia ini berada dalam kesatuan dengan ICRRS yang telah diakui di Vatikan.
Saya percaya, bahwa seharusnya semua kelompok karismatik di tanah air melapor kepada pihak paroki dan paroki akan melaporkannya/ mengkoordinasikannya ke BPK. Sedangkan kelompok karismatik Katolik yang tidak berada di bawah koordinasi paroki, juga mestinya terdaftar di BPK, sehingga tidak ada yang tidak di bawah koordinasi BPK. Selanjutnya adalah tugas BPK untuk membina dan mengkoordinasikan kelompok- kelompok ini agar setia dalam iman Katolik, dan bahkan semakin bertumbuh di dalam penghayatan akan iman Katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Bu Ingrid yang baik,
Terimakasih sekali lagi atas penjelasannya. Ada lagi yang mau saya tanyakan seandainya masih berkenan,
1. Masih sehubungan dengan Magisterium atau wewenang mengajar dari Paus ini, dalam bentuk apakah pengajaran Paus mengenai karismatik ini?
2. Apakah ICCRS menerbitkan semacam ‘general instruction’ tentang karismatik dan tatacaranya, sehingga gerakan ini ‘tidak keluar jalur’ dari apa yang dinyatakan valid oleh vatikan? Kalau ada dimana kita bisa membacanya?
3. Sehubungan dengan pertanyaan no.2, apakah musik yang hingar-bingar ini menjadi suatu persyaratan? Jika tidak, apakah tidak memungkinkan dilakukan dengan diiringi lagu-lagu liturgis (yang merupakan ‘kekhasan’ dari Gereja Katolik), dan dipimpin oleh seorang yang tertahbis dalam persatuan penggembalaannya bersama Paus dan Uskup (meskipun Anda menyatakan bahwa tidak ada peraturan yang menyatakan bahwa penumpangan tangan harus dilakukan oleh seorang imam)?
4. Mohon maaf sebelumnya, penjelasan akan sapta karunia yang membentuk kekudusan dan karunia khusus seperti berbicara dalam bahasa roh untuk membangun jemaat (kalau tidak salah jawaban ini tempo hari dijawab oleh Pak Stef), berasal dari kisah dalam Alkitab kemudian diambil kesimpulan sendiri, ataukah ada dasar lain selain itu, i.e. KGK, Pengajaran Paus, etc.
Salam dalam Kristus,
Shalom Wawan,
1. Pengajaran Paus tentang Karismatik?
Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pengajaran resmi tertulis dari Magisterium tentang Karismatik. Yang ada adalah audisi (Papal audience) tentang persetujuan dan dukungan para Paus (yaitu Paus Paulus VI, Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI) terhadap gerakan Karismatik Katolik, dan pengajaran secara umum tentang peran Roh Kudus dalam kehidupan Gereja, seperti yang tertulis dalam dokumen Konsili Vatikan II tentang Gereja, Lumen Gentium, Katekismus dan surat ensiklikal dari para Paus yaitu, Divinum Illud Munus oleh Paus Leo XIII (1897), Mystici Corporis oleh Paus Pius XII (1943), dan Dominum et vivificantem (1986).
2. Apakah ICCRS menerbitkan general instruction tentang karismatik dan tatacaranya?
Tentang hal ini lebih baik anda tanyakan sendiri kepada mereka, silakan anda klik di situs mereka.
3. Terus terang saya tidak mengetahui apakah ada ketentuan secara mendetail tentang musik yang disyaratkan dalam persekutuan doa Karismatik Katolik. Yang jelas jika sudah masuk ke dalam musik liturgi (di dalam Misa Kudus) musik hingar bingar ini seharusnya dihindari dan alat musik yang dianjurkan adalah organ, sesuai dengan apa yang ditulis dalam dokumen Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concillium, 120:
“Dalam Gereja Latin orgel pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional, yang suaranya mampu memeriahkan upacara-upacara Gereja secara mengagumkan, dan mengangkat hati umat kepada Allah dan ke surga.
Akan tetapi, menurut kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan gerejawi setempat yang berwenang, sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaan dalam liturgi, sesuai pula dengan keanggunan gedung gereja, dan sungguh membantu memantapkan penghayatan Umat beriman.”
4. Tentang Sapta Karunia Roh Kudus dan karunia Karismatik Roh Kudus.
Ulasan di situs Katolisitas tentang sapta karunia Roh Kudus (klik di sini), tentang Karunia Roh Kudus (klik di sini) dan tentang gerakan Karismatik (klik di sini) memang ditulis oleh Stef dan saya, namun dasar- dasarnya adalah dari Kitab Suci (terutama dari Yes 11), dari Bapa Gereja, terutama St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas, dan pengajaran Magisterium, seperti tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik (di artikel disingkat sebagai KGK), dan Konsili Vatikan II.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bu Ingrid yang baik,
Terimakasih atas penjelasan-penjelasannya.
Sejujurnya saya bukan orang yang menyukai cara-cara berdoa di kalangan karismatik seperti yang sekarang ada ini, meskipun saya juga bukan anti terhadap orang-orang dari golongan ini. Saya hanya bisa berharap bahwa orang-orang dari golongan karismatik ini dapat mempunyai pemikiran seperti Bu Ingrid dan Pak Stef yang tetap menjunjung tinggi ajaran dan keseluruhan dasar iman Gereja Katolik: Tradisi Suci, Magisterium dan Alkitab, karena dari hampir (kalau tidak dapat dibilang semua) dari mereka yang pernah saya temui, cenderung untuk mengaburkan ajaran Katolik (atau mereka sendiri bingung), saya tidak tau sengaja atau tidak (ke arah Protestanism dan Pantekostalism), dan herannya ini termasuk juga Imam2 karismatik dan pengajar evangelisasi, meskipun mereka tetap melafaskan doa-doa Katolik, apalagi kalau sudah dikatakan bahwa “yang terutama adalah karya Roh Kudus”, maka mereka berpikir bahwa ajaran-ajaran Gereja Katolik, Tradisi, dan Pengajaran bisa ditaruh di prioritas nomor sekian, sedangkan ayat Alkitab bisa dipilih sepotong2 yang menunjang pemikiran mereka.
Saya sempat kepikiran demikian: Apakah orang-orang ini menerima apa yang mereka sebut dengan karya Roh Kudus, dan mereka mendapatkan kekuatan dari hal ini di saat pengetahuan mereka akan pengajaran Gereja Katolik masih sangat minim, sehingga “semangat”-nya mereka dapat, tapi apa yang diwartakan hanya sebatas minimnya pengetahuan mereka. Hal ini mungkin berbeda kalau melihat pada Bu Ingrid dan Pak Stef yang mengalami pengalaman spiritualitas di dalam karismatik dalam keadaan pengetahuan tentang Gereja Katolik sudah sangat matang. Ini pemikiran saya saja.
Saya akan tetap selalu berdoa untuk Tahta Suci, agar suatu saat ada penjelasan yang tegas dan khusus mengenai hal ini berikut dengan aturan-aturan dan penjelasan-penjelasannya (semacam/seperti apa yang Bu Ingrid jelaskan tetapi dikeluarkan oleh Tahta Suci), bukan sekedar menyediakan wadah saja (barangkali kalau tidak disediakan wadahnya bakal punya pengertian dan aplikasi sendiri2 seperti apa yang terjadi pada denominasi protestan saat ini yang mencapai puluhan ribu denom) karena bagaimanapun juga, selama Paus belum menyatakan secara ex-cathedra (karena menurut saya hal ini jelas menyangkut iman, meskipun Bu Ingrid menyatakan tidak), hal ini tetap menjadi sesuatu yang abu-abu (dalam konteks orang yang mengaburkan pengajaran GK yang saya sebutkan di atas.
Salam dalam Kristus
Shalom Wawan,
Ya, mari kita berdoa bagi Paus, agar suatu saat beliau mengeluarkan peraturan/ pengajaran yang lebih rinci tentang hal Karismatik ini.
Jika kita lihat dari isi dan susunan katanya, memang pernyataan pengakuan Paus tentang gerakan Karismatik sebagai gerakan gerejawi memang bukan merupakan pernyataan dogmatik tentang iman dan moral. Pernyataan tersebut juga tidak diawali dengan tulisan, “Kami, dengan kuasa yang diberikan oleh Kristus, selaku penerus Rasul Petrus menetapkan ….. dst”, maka pernyataan tersebut tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai ex-cathedra. Pengakuan Paus akan gerakan Karismatik Katolik adalah setara kedudukannya dengan pengakuan beliau akan gerakan gerejawi lainnya seperti Marriage Encounter dan Legio Mariae.
Namun suatu haru nanti, dapat saja Paus menetapkan sesuatu untuk memperjelas doktrin tentang Roh Kudus yang selama ini telah kita ketahui, khususnya tentang karunia- karunia Roh Kudus, dan jika demikian, anda benar, ini termasuk hal iman. Sejauh ini penjelasan yang sudah cukup rinci tentang peran Roh Kudus dalam kehidupan Gereja dituliskan dalam surat ensiklik Bapa Paus Yohanes Paulus II yang terberkati, yang berjudul Dominum et Vivificantem. Di sana disebutkan peran utama Roh Kudus adalah untuk “menginsyafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman akan dosa” (lih. Yoh 16:8-9); yang artinya dengan menyatakan kedalaman kasih Tuhan, Ia menunjukkan kepada manusia akan kejahatan yang terkandung di dalam dosa (lih. DeV, 39). Dengan demikian, pertobatan sejati menjadi bukti yang paling nyata untuk melihat apakah sungguh seseorang telah menerima Roh Kudus dan hidup di dalam-Nya; dan hal ini pulalah yang harus ada dan menjadi fokus dalam gerakan Karismatik Katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
saya mengimani semua ajaran dan hukum yang ada dalam gereja katolik yang telah di sahkan oleh wewenang mengajar yaitu magesterium gereja melalui kitab suci juga tradisi suci. begitu juga dengan gerakan karismatik karna saya juga kadang-kadang mengikutinya,,hanya yang saya sayangkan banyak saya melihat bahwa orang-orang yang saya kenal aktif di PD Karismatik (dan juga orang yang bekerja di ladang Tuhan selain PDK) terkesan sombong rohani, terkesan lebih kudus, lebih suci bukan karna mereka kurang simpatik pada saya,,tapi memang dalam perjalanan hidup dimana saya banyak bergaul dengan teman-teman yang aktif di PDK justru perbuatan mereka kurang menunjukkan KASIH,,selalu menganggap orang lain yang tidak sepaham dengan mereka mengenai iman dan keyakinan adalah orang-orang yang malang hidupnya, padahal KASIH KRISTUS tak terbatas pada orang-orang yang mengimaniNYA, Dan sebenarnya, kalaupun kita melakukan sesuatu bagiNYA, itu karena Dia berkenan memakai kita menjadi alat dalam mencapai rancangan-Nya atas Dunia yang dikasihi-Nya. Kitab Suci juga mengkatakan IMAN tanpa PERBUATAN adalah MATI. dan Bukan setiap orang yang berseru kepadaNYA melainkan yang melakukan kehendakNYA yaitu KASIH (kepada DIA dan sesama).
“Pax Christi Nobiscum”
Shalom Jubandri,
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada sebagian anggota gerakan karismatik yang berkesan sombong. Namun, kesombongan ini juga dapat kita jumpai di kelompok-kelompok yang lain. Itulah sebabnya peran pembina kelompok karismatik sangat diperlukan. Pengajaran tentang kekudusan, ekklesiologi, sakramen, iman Katolik harus juga diajarkan di dalam kelompok-kelompok karismatik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Mohin ijin ikutan beropini : seperti yg ditulis berkali kali gerakan karismatik ini juga menghasilkan buah buah yang positif. Tinggal pertanyaan kritis berikutnya buah2 yang dikatagorikan baik tsb parameternya apa? Ukurannya bisa sangat subyektif. Ukuran yg kasatmata/nyata misalnya : jadi lebih rajin ke gereja (dan ikut misa tentunya), menghentikan kebiasaan hidup yg tidak sehat dan maksiat, jadi lebih sering berdoa, dll. Parameter sisi lain yg juga bisa dipertanyakan adalah : pencerahan dan pertobatan yg diperoleh lewat pintu masuk ibadah karismatik tsb apakah kemudian menghasilkan pemahaman iman Katolik yang benar? Atau justru krn ia “lahir atau “masuk” melalui gerakan karismatik disposisi pikiran dan hatinya malah mengalami distorsi yg (jika diteliti) malah tdk sesuai dgn doktrin Katolik yang dlm perkembangannya sulit dikoreksi. Secara kasatmata dan nyata ia penganut Katolik dgn menjalankan segala kewajiban ritual, namun esensi doktrin yang dipahami dan dianutnya sebenarnya tidak sesuai dgn doktrin Katolik.
Kalau mau fair tentu saja resiko distorsi spt ini tdk cuma lewat gerakan karismatik, juga banyak pintu masuk lainnya. Lalu mungkin pd akhirnya kita balik lagi berbicara ttg proses katekisasi.
Menurut saya gerakan karismatik (juga gerakan2 lain apapun namanya, entah apa lagi yg akan muncul) akan selalu beresiko jika dari dalam gereja sendiri tidak meningkatkan kualitas proses katekisasi. Meminjam apa yg dikatakan Bpk Samuel R pd forum ini, awalnya seseorg mengatakan ikut ibadah karismatik hanya sbg “suplemen”, tapi dlm perkembangan tanpa sadar ia ketagihan justru PDKK menjadi makanan pokok, ikut misa ekaristi dan ikut katekisasi iman yang jadi suplemen. Tentu pendapat saya ini cuma wacana tidak berkonotasi membuat kesimpulan, mungkin juga hanya pengamatan kasuistis. Akan menjadi masalah besar jika dugaan/pengamatan ini adalah ternyata puncak gunung es.
Silakan koreksi dan berbeda pendapat. Terima kasih.
Salam dalam kasih Tuhan,
Antonius H
Shalom Antonius H,
Kami di katolisitas tidak menutup mata bahwa di samping efek positif, juga terdapat efek negatif dari gerakan karismatik Katolik. Ini sudah panjang lebar dibahas dalam artikel terdahulu di sini, silakan klik. Namun jangan sampai, karena adanya efek negatif yang sifatnya kasus per kasus ini, lalu umat Katolik sendiri menganggap gerakan ini sesat. Mengapa? Karena secara mendasar, sumber penggerak dari gerakan ini [yaitu Roh Kudus] dan karunia karismatik Roh Kudus yang menjadi ciri khas gerakan karismatik juga bukan merupakan hal baru yang asing bagi Gereja Katolik. Bahwa ada orang- orang tertentu yang karena kurang memperoleh bimbingan yang benar kemudian menjadi salah arah apalagi sampai memisahkan diri dari Gereja Katolik, itu merupakan fakta yang memprihatinkan, tetapi jangan sampai karena kasus khusus ini, maka keseluruhan gerakan yang dapat membangun Gereja malah ditolak. Bapa Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI sendiri menerima gerakan ini; lalu siapakah kita, sampai kita menolaknya?
Bahwa ada yang dapat diperbaiki dalam gerakan karismatik Katolik, kami juga setuju, dan nampaknya hal ini sudah mulai dilakukan oleh pihak- pihak yang berwewenang. Dibutuhkan usaha keras untuk memberikan katekese yang baik pada umat, agar tidak terlalu menekankan bahasa roh, tetapi pertobatan sejati; agar tidak mengejar karunia- karunia karismatik, tetapi lebih kepada mengejar kekudusan; agar tidak menganggap cara berdoa karismatik sebagai satu- satunya yang terbaik, namun tetap berakar dalam sakramen- sakramen Gereja, sebab itulah yang dikehendaki Tuhan. Jadi memang dibutuhkan kesabaran, kerja keras dan terutama juga doa- doa dari semua umat Katolik baik klerus maupun awam, agar gerakan karismatik ini dapat menjadi sungguh ‘Katolik’ dan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi kehidupan menggereja.
Soal apakah efek negatif karismatik ini merupakan puncak gunung es, seperti yang anda khawatirkan, akan dijawab oleh waktu. Namun mari menaruh harapan kepada kerja keras semua pihak yang tergabung dalam pembinaan gerakan karismatik Katolik, dan mereka yang bertugas dalam bidang katekese umat, dan juga terutama kepada Tuhan Yesus sendiri yang menjaga kesatuan Gereja-Nya agar gerakan karismatik Katolik ini dapat turut mendukung misi Gereja: yaitu membawa Kristus kepada dunia; dan dunia kepada Kristus oleh kuasa Roh Kudus-Nya!
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Pax et Bonum
Mohon ikut memberi pendapat tentang opini di atas.
Menurut pemahaman saya Gereja Katolik sudah mempunyai ajaran yang lengkap dan sangat baik dan saya kira sempurna dalam hal ini saya yakin dan percaya tidak ada SISI NEGATIF dan POSITIF semuanya POSITIF, mengapa kita masih mencari-cari cara2 (menurut versi kita) lain untuk lebih mencintai Kristus yang masih ada SISI NEGATIF dan SISI POSITIF.
Apakah tidak lebih baik membaca, memahami, dan melaksanakan Ajaran Gereja yg sudah ada.
Terimakasih
SALAM
[Dari Katolisitas: Mohon dipahami, bahwa yang dibicarakan di sini tentang sisi positif dan sisi negatif, adalah bukan tentang ajaran Gereja Katolik (yang sudah lengkap dan baik/ positif semuanya), melainkan tentang gerakan Karismatik, yang memang mempunyai efek positif dan negatif terhadap kehidupan rohani umat beriman. Pemaparan tentang gerakan Karismatik Katolik di situs ini dimaksudkan agar para pembaca dapat melihat fakta yang ada, dan menyikapinya secara obyektif dan bijaksana, sebab gerakan Karismatik ini tetap dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap Gereja Katolik, asalkan berada di dalam bimbingan otoritas Gereja.]
Salam kasih semuannya,
Sekedar mengingatkan kembali akan pembinaan dan pendidikan iman katolik yang berdasarkan atas kesadaran akan respect, love and trust, sehingga kita keduabelah pihak (Pro and Contra Gerakan Karismatik Katolik) akan sama-sama merasa aman, dicintai dan diterima dengan terbuka sebagaimana adanya.
Bahwasanya kepekaan hati setiap manusia dalam menanggapi sapaan dan panggilaNya berbeda-beda. Ada yang cukup dengan disapa dengan lembut saja atau sebaliknya harus dinyatakan dengan jelas sekali. Selain itu juga ada yang harus diingatkan cukup sekali dua kali saja, namun ada yang harus diingatkan berkali-kali. Itu semua karena keterbatasan manusia dengan segala kelemahan atau kesombongannya. Untuk itu, berbahagialah dan bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik. Allah Bapa yang memberikan karunia terindah dari mulai yang terendah agar hati manusia dimampukan atau diberi kesadaran untuk bisa mendengar dan menanggapi sapaanNya.
Kiranya artikel yang sangat bagus dan bermanfaat sekali dari bu Ingrid (26/06/2008) tentang “Kerendahan hati: Dasar dan Jalan Menuju Kekudusan” dapat membantu kita masing-masing dengan jujur untuk bisa mengintrospeksi diri dan menyikapi dengan benar dan baik terhadap Gerakan Karismatik Katolik ini.
Pembaca Katolisitas yg terhormat,
sejak mengikuti retret yg diadakan kelompok karismatik tahun lalu yg dipimpin oleh romo Yohanes Indrakusuma,saya benar2 tersentuh,saya bertobat dan saya merasa selalu berkobar-kobar u lebih tahu tentang ajaran Katolik.saya sangat bersyukur dg adanya komunitas ini.
Bagi saya ini adalah pengalaman yg luar biasa dan membuat hidup saya lebih peka.Roh Kudus benar2 menyentuh saya.
trimakasih karismatik.
salam damai
Shalom …
Sedikit mengomentari pernyataan Aloysius :
1. Kemungkinan besar, Sdr. Aloysius menulis panjang lebar begitu karena pengalaman pribadinya saat mengikuti salah satu Persekutuan Doa Karismatik (kalau tidak pernah ikut tentu tidak bisa menulis ‘anti” dengan panjang lebar) dan yang selalu di ingat adalah sisi negatifnya
2. Sdr. Aloysius saat mengikuti PD Karismatik melihat, mendengar dan merasakan suatu keanehan yang terjadi dalam PD tersebut, bisa jadi hatinya menolak dg keras cara2 karismatik tersebut, dan mungkin juga karena melihat bahwa orang-orang yg dia kenal aktif di PD Karismatik terkesan “sombong rohani, terkesan lebih kudus, lebih suci” atau juga karena melihat “oknum” orang2 karismatik yg tidak simpatik bagi sdr Aloysius
3. Sangat jelas, detail dan gamblang yang dijelaskan oleh Ingrid, semoga membuka hati sdr Aloysius untuk tidak langsung “menjudge negatif” secara global kepada PD Karismatik Katolik, tapi jika merasakan keanehan atau sisi negatif saya yakin itu pasti karena kesalahan oknumnya saja.
4. Saya pribadi sebagai umat yang menyukai karismatik katolik tidak fanatik selalu di nasehati oleh sesepuh saya bahwa hendaknya janganlah menjadikan diri saya menjadi sombong rohani, tidak perlu memamerkan karunia yang dimiliki (misal bahasa roh atau doa mendesis2) dan jauhkan sikap seolah2 lebih Kudus dibandingkan yang lain, saya dinasehati untuk tidak membawa kebiasaan karismatik dalam pertemuan non karismatik (spt misa lingkungan dan pertemuan2 lain yg dihadiri oleh umat non karismatik). Sikap rendah hati patut di lakukan di setiap pertemuan dengan umat non karismatik katolik, agar saya nantinya jangan di cap “oh…si Samuel orang karismatik tuh….”
5. Bagi saya pribadi ikut dalam Praise & Worship (Penyembahan dan Pujian) yang dilakukan dalam pertemuan karismatik adalah semacam vitamin iman saya untuk semakin mendekatkan diri kepada Yesus Kristus, kepada Allah Bapa yang begitu baik, mengasah hati dan perasaan saya semakin peka akan kehadiran Allah. Betapa indahnya saya bisa bersama-sama umat lain memuji dan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, dengan bernyanyi, berdoa bersama-sama dan mendengarkan Firman yang diberikan kepada kami semua saat itu.
6. Ambil sisi positifnya, buang sisi negatifnya…yang penting arahkan hati dan pikiran hanya satu tujuan Untuk Kemuliaan Yesus Kristus Tuhan Allah kita…..amin.
7. Saya bersyukur kepada Yesus Kristus, karena salah satu Romo yang saya kenal, dari mulai anti karismatik, menolak karismatik, menolak bahasa roh, menolak doa tumpang tangan rest in the spirit, menolak lagu2 karismatik, sampai akhirnya Tuhan Yesus yang membimbing dan memberikan karunia sebagai pengajar Karismatik yang saat ini mulai banyak diundang ke berbagai pertemuan-pertemuan dan seminar-seminar. Dari yang tadinya harus ditemani dan dibantu membuatkan segala macam presentasi dan lagu2 karismatik sampai menjadi pengajar yang karismatik minded. Luar biasa !
Samuel R.S
Katolisitas dan pembaca yang terhormat.
Saya sangat setuju dengan apa yang di katakan oleh admin Katolisitas mengenai gerakan karismatik Katolik.
Saya juga sangat terbantu dengan adanya gerakan karismatik, karena karismatik membuat saya lebih menghayati Sakramen-sakramen serta tradisi suci dalam gereja terlebih lagi dalam kepatuhan terhadap magisterium Gereja. Karismatik membuat saya lebih haus lagi akan pengetahuan akan teologi-teologi katolik.
Oleh sebab itu, saya sungguh prihatin ada beberapa orang dari kalangan gereja sendiri ( Katolik ) malah mencaci Karismatik, padahal mereka sendiri belum mengenal / mengetahui persekutuan doa Karismatik itu sendiri.
sebab itu, mari kawan ku kita lebih dewasa dalam hal iman bukan hanya menurut kan perasaan anda saja dan pikiran anda saja….
Tuhan kita jauh lebih besar dari pada apa yang anda pikirkan, yang bisa anda pikirkan dan yang akan anda pikirkan.
—–Salam——-
Stef Yth,
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Stef dan pembaca yang mengikuti gerakan karismatik, saya pribadi tidak menyukai gerakan karismatik dan memiliki kesan negatif terhadapnya karena di dalam gerakan itu terdapat peyimpangan dan kesesatan, sbb:….
[Dari Katolisitas: kami edit. Pertanyaan selengkapnya dan tanggapan kami sudah disampaikan di atas, silakan klik]
Comments are closed.