I. Berilah aku minum dan engkau akan menerima air kehidupan

Dalam minggu ke-tiga dalam masa Prapaskah ini, Injil Yohanes sepertinya ingin menampilkan dimensi kemanusiaan Yesus, ketika Dia mengatakan, “Berilah Aku minum” (lih. Yoh 4:7). Namun, St. Agustinus mengartikannya dengan lebih dalam, bahwa Yesus haus akan jiwa-jiwa yang ingin diselamatkan-Nya. Dan seseorang memperoleh keselamatan jiwanya, hanya jika ia menerima Air kehidupan, yaitu Yesus sendiri, karena hanya di dalam Yesus ada Kehidupan kekal (lih. Yoh 14:6). Kelihatannya, ini adalah barter/ pertukaran yang sungguh menguntungkan kita, karena kita hanya memberikan ‘segelas air’ atau diri kita sendiri dan Yesus akan memberikan kehidupan kekal, yaitu dengan memberikan Diri-Nya. Namun, di bacaan minggu ini, hal yang menguntungkan ini adalah suatu tawaran yang nyata, karena Kristus benar-benar mencari jiwa tanpa lelah di dalam setiap kesempatan. Dia datang kepada manusia dan kepada masing-masing dari kita, memohon agar kita semua mau menerima tawaran air kehidupan – yaitu tawaran keselamatan – , sehingga kita manusia dapat memperoleh apa yang menjadi kehendak-Nya, yaitu kebahagiaan dan sukacita di dunia dan kebahagiaan abadi di Sorga.

Paus Benediktus XVI dalam pesan surat gembala Prapaskah kepausan 2011 menuliskan “Hari Minggu Ketiga menampilkan bagi kita di dalam liturginya Yesus yang mengajukan permintaan kepada Wanita Samaria: “Berilah Aku minum” (Yoh, 4:7). Sabda Tuhan itu mengungkapkan bela-rasa Allah terhadap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dan mampu membangkitkan di dalam hati kita kerinduan akan anugerah “mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh. 4:14). Inilah anugerah Roh Kudus yang akan mengubah orang-orang kristiani menjadi “penyembah-penyembah yang sejati”, yang mampu berdoa kepada Bapa “dalam roh dan kebenaran” (Yoh. 4:23). Hanya air inilah yang mampu memadamkan kehausan kita akan kebaikan, kebenaran dan keindahan, Hanya air inilah, yang dianugerahkan Putra kepada kita, dapat menyirami gurun gersang jiwa kita “yang tidak akan bisa tenang sebelum menemukan Allah”, sebagaimana kata-kata kesohor St. Agustinus itu mengungkapkannya.” Mari, kita bersama-sama menimba Sabda Allah bersama-sama, sehingga kita dapat disegarkan kembali oleh Air Kehidupan dan minum tanpa henti dari Sumber Air Kehidupan.

II. Bacaan Injil minggu ke-tiga masa Prapaskah (Yoh 4:5-42)

Bacaan minggu ke-tiga masa Prapaskah diambil dari Kel 17:3-7; Mzm 95:1-2, 6-9; Rom 5:1-2, 5-8; Yoh 4:5-42. Mari kita melihat bacaan dari Injil Yohanes.

5  Maka sampailah Ia ke sebuah kota di Samaria, yang bernama Sikhar dekat tanah yang diberikan Yakub dahulu kepada anaknya, Yusuf.
6  Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas.
7  Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: “Berilah Aku minum.”
8  Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan.
9  Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)
10  Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.”
11  Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?
12  Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?”
13  Jawab Yesus kepadanya: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,
14  tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.”
15  Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air.”
16  Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke sini.”
17  Kata perempuan itu: “Aku tidak mempunyai suami.” Kata Yesus kepadanya: “Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami,
18  sebab engkau sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau berkata benar.”
19  Kata perempuan itu kepada-Nya: “Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi.
20  Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah.”
21  Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.
22  Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.
23  Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.
24  Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”
25  Jawab perempuan itu kepada-Nya: “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami.”
26  Kata Yesus kepadanya: “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau.”
27  Pada waktu itu datanglah murid-murid-Nya dan mereka heran, bahwa Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan. Tetapi tidak seorangpun yang berkata: “Apa yang Engkau kehendaki? Atau: Apa yang Engkau percakapkan dengan dia?”
28  Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata kepada orang-orang yang di situ:
29  “Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?”
30  Maka merekapun pergi ke luar kota lalu datang kepada Yesus.
31  Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia, katanya: “Rabi, makanlah.”
32  Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal.”
33  Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain: “Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepada-Nya untuk dimakan?”
34  Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
35  Bukankah kamu mengatakan: Empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai.
36  Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita.
37  Sebab dalam hal ini benarlah peribahasa: Yang seorang menabur dan yang lain menuai.
38  Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.”
39  Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: “Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat.”
40  Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta kepada-Nya, supaya Ia tinggal pada mereka; dan Iapun tinggal di situ dua hari lamanya.
41  Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya,
42  dan mereka berkata kepada perempuan itu: “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.”

III. Telaah teks

1. Latar belakang dari perikop

Kalau kita melihat ayat-ayat sebelumnya, dari ayat 1-4, maka kita akan melihat bahwa Yesus meninggalkan daerah Yudea menuju ke Galilea. Kalau kita melihat Injil Sinoptik, maka kita tahu bahwa kejadian ini terjadi pada waktu Yohanes Pembaptis dipenjara (lih. Mt 4:12; Mk 1:14). Percakapan Yesus dengan wanita Samaria dan bahwa Yesus tinggal selama dua hari di Sikhar (lih. ay.43) merupakan konfirmasi bahwa keselamatan bukan hanya diperuntukkan untuk kaum Yahudi, namun terbuka juga untuk semua. Hal ini dipertegas lagi ketika Yesus juga pergi ke daerah Tirus dan Sidon (lih. Mt 15:21; Mk 7:24).

2. Pembagian perikop

Dalam perikop yang cukup panjang ini, kita melihat adanya pendidikan Ilahi (divine pedagogy), yaitu pendidikan yang bertahap, dari perkenalan sampai masuk lebih dalam, sehingga wanita Samaria dapat mengetahui Yesus secara bertahap, dari seorang Yahudi, seorang nabi dan seorang Mesias. Dan pengetahuan ini memberikan kegembiraan, yang dimanifestasikan dalam pewartaan sehingga semakin banyak orang yang percaya kepada Yesus. Mari kita melihat pembagian dari perikop ini.

a. Ayat 5-6: Tempat dan waktu kejadian. Perikop ini terjadi di Sikhar, salah satu kota di Samaria. Secara spesifik diceritakan bahwa percakapan Yesus terjadi di pinggir sumur, sekitar jam 12:00.

b. Ayat 7-9: Tahap perkenalan. Perkenalan antara Yesus dan perempuan Samaria, dibuka dengan Yesus meminta air kepada perempuan itu, di mana perempuan itu mempertanyakan mengapa orang Yahudi mau bercakap-cakap dengan orang Samaria.

c. Ayat 10-15: Menuju tahap persahabatan. Pada tahap ini, Yesus menyatakan Diri-Nya bahwa Dia dapat memberikan Air Hidup. Dalam keterbatasannya, wanita tersebut tidak dapat mengerti Air Hidup yang dimaksud Yesus. Namun, Yesus melayani percakapan wanita ini, yang membandingkan Yakub dengan Diri-Nya dan dengan membandingkan antara air dari sumur Yakub dengan Air Hidup. Percakapan ini menarik hati wanita ini dan dia menginginkan Air Hidup yang ditawarkan oleh Yesus.

d. Ayat 16-19: Syarat untuk menjadi sahabat. Dalam percakapan yang lebih dalam, Yesus membuka dosa dari wanita tersebut, yang hidup dalam perzinahan. Merasa bahwa kehidupannya ditelanjangi, maka wanita tersebut tahu bahwa Yesus bukanlah orang biasa, namun adalah salah satu nabi.

e. Ayat 20-26: Tahap persahabatan. Pertanyaan dan jawaban yang mengarah pada identitas Yesus yang sebenarnya. Setelah wanita tersebut menyadari bahwa Yesus adalah seorang nabi, maka wanita itu mulai bertanya tentang hal-hal yang mengganjal hatinya, yaitu tentang tempat penyembahan. Yesus memberikan jawaban bahwa penyembah-penyembah yang benar tidaklah terbatas pada tempat, namun artinya mereka harus menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran. Dan percakapan ini berlanjut sampai pada identitas Yesus yang sebenarnya, yaitu Kristus, Sang Mesias.

f. Ayat 27-29: Sahabat Yesus mewartakan Yesus. Setelah ada interupsi kedatangan para murid, maka diceritakan bahwa wanita yang telah menjadi sahabat Yesus itu menjadi pewarta dan menceritakan pertemuannya dengan Yesus, sehingga membuat banyak orang datang kepada Yesus.

g. Ayat 31-38: Percakapan Yesus dan para murid tentang melakukan kehendak Bapa dan tuaian. Yesus bercakap-cakap dengan para murid tentang melakukan kehendak Bapa yang mengutus Yesus dan menyelesaikan tugas yang diberikan kepada Yesus. Dan tugas perutusan ini juga diberikan kepada para murid yang harus menuai tuaian yang sudah terlihat menguning.

h. Ayat 39-42: Orang-orang ingin menjadi sahabat Yesus. Karena pemberitaan wanita Samaria, maka banyak orang dari kota itu percaya kepada Yesus. Namun, kepercayaan orang-orang itu kepada Yesus menjadi lengkap setelah mereka bertemu secara langsung dengan Yesus, karena mereka telah mendengar, telah mengetahui, dan telah percaya bahwa Yesuslah Juru Selamat dunia.

a. Ayat 5-6: Tempat dan waktu kejadian

Motif perjalanan Yesus dari Yudea ke Galilea adalah menghindari orang-orang Farisi yang mungkin iri akan kepopuleran Yesus (ay. 1-4). Orang-orang Farisi, mungkin sudah mulai gerah dan iri akan kepopuleran Yesus, sehingga mereka mencoba dengan berbagai cara menjatuhkan Yesus. St. Agustinus mengatakan bahwa kalau Ia mau, Yesus tetap dapat tinggal di Yudea dan tetap dapat lepas dari tangan kaum Farisi. Namun, Yesus ingin memberikan contoh kepada kita, bahwa dalam memberitakan kabar gembira, kita harus melakukannya dengan kebijaksanaan. Dari Yudea ke Galilea ada dua jalan, yaitu menelusuri sungai Yordan atau melalui daerah Samaria. Nama Samaria berasal dari pemilik gunung Samaria, yaitu Semer, yang kemudian dibeli oleh raja Israel, yaitu raja Omri dengan dua talenta perak. (lih. 1Raj 16:23-24). Karena mungkin perjalanan lebih cepat melalui Samaria, maka Yesus masuk ke daerah Samaria. Namun, lebih tepat karena Yesus juga ingin membuktikan bahwa keselamatan bukan hanya diperuntukkan bagi kaum Yahudi. Ini menjadi gambaran samar-samar bahwa Kristus mengajarkan keselamatan bagi seluruh umat manusia, walaupun memang keselamatan datang dari bangsa Yahudi, dalam pengertian bahwa bangsa Yahudi telah menerima wahyu Allah secara bertahap sampai mendapatkan kepenuhannya dalam diri Kristus.

Bangsa Yahudi tidak menyukai orang-orang Samaria, karena mereka adalah bangsa Yahudi yang tidak menjaga kemurnian bangsa Yahudi, namun menikah dengan bangsa-bangsa lain yang bukan Yahudi. Kaum Farisi mengungkapkan kekesalan hati mereka kepada Yesus dengan mengatakan, “Bukankah benar kalau kami katakan bahwa Engkau orang Samaria dan kerasukan setan?” (Yoh 8:48) Mungkin tuduhan ini disebabkan karena Yesus mau bercakap-cakap dengan orang Samaria.

Diceritakan bahwa Yesus sampai ke daerah Samaria di Sikhar sekitar pukul duabelas (ay. 5-6). Dahulu daerah ini diberikan kepada Yusuf oleh Yakub, yang direbut sendiri oleh Yakub dengan pedang dan panah dari orang Amori (lih. Kej 48:22). Yesus yang keletihan dalam perjalanannya dari Yudea menuju ke Galilea, beristirahat di pinggiran sumur Yakub. Sungguh pemandangan yang mencengangkan bahwa Yesus, Sang Putera Allah keletihan. Yesus keletihan, karena Ia adalah sungguh manusia. Yesus yang adalah Sang Firman telah menjadi daging (lih. Yoh 1:1; 1:14). Dalam Track. 15, St. Agustinus menuliskan bahwa tidaklah sia-sia keletihan Kristus, karena dengan keletihan-Nya, Kristus menyegarkan orang-orang yang keletihan dan mencari orang-orang yang keletihan. Di tempat inilah, seorang perempuan yang mengalami keletihan hidup bertemu dengan Kristus yang keletihan, sehingga hidup perempuan ini tidak sama lagi, karena disegarkan oleh Air Hidup.

b. Ayat 7-9: Tahap perkenalan

Pada bagian ini, kita melihat suatu tahap perkenalan antara Yesus dan wanita Samaria. Yesus yang adalah sungguh Allah dan sungguh manusia, rela untuk meminta air pada wanita Samaria ini. Dia yang kehausan berkata kepada wanita Samaria itu, “Berilah Aku minum” (ay. 7). Dan wanita Samaria itu menjawab “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (ay. 9) Sungguh tepat perkataan wanita ini, bahwa mengapa Yesus, seorang Yahudi mau bercakap-cakap kepadanya seorang wanita dari Samaria. Mungkin lebih tepat lagi, mengapa Yesus yang adalah sungguh Allah dan sungguh manusia, mau bercakap-cakap dengan pendosa. Namun, Yesus menegaskan bahwa untuk inilah Dia datang, yaitu untuk menyelamatkan yang hilang (lih. Mt 18:11; Lk 19:10)

Dalam percakapan ini, kita dapat melihat bahwa walaupun Kristus tahu tidaklah pantas seorang Yahudi bercakap-cakap dengan perempuan seorang diri, dan apalagi perempuan ini adalah perempuan Samaria, ditambah lagi adalah seorang pendosa, namun Kristuslah yang membuka percakapan ini. Inilah sebabnya, Gereja Katolik melihat bahwa Allahlah yang senantiasa mempunyai inisiatif pertama untuk membawa manusia kepada keselamatan. Ini berarti tanpa rahmat Allah, manusia tidak mungkin dapat sampai kepada keselamatan. Kalau untuk mencapai keselamatan diperlukan pertobatan, maka untuk dapat bertobat, juga diperlukan rahmat Allah. Allahlah yang senantiasa haus untuk menyelamatkan manusia dari keterpurukannya dan membawanya kepada keselamatan kekal. Semuanya ini dilakukan karena Allah mengasihi manusia, yang diciptakan-Nya atas dasar kasih. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 50) mengatakan

Dengan bantuan budi kodratinya, manusia dapat mengenal Allah dengan pasti dari segala karya-Nya. Namun masih ada lagi satu tata pengetahuan, yang tidak dapat dicapai manusia dengan kekuatannya sendiri: yakni wahyu ilahi (Bdk. Konsili Vat I: DS 3015.). Melalui keputusan yang sama sekali bebas, Allah mewahyukan dan memberikan Diri kepada manusia, dan menyingkapkan rahasia-Nya yang paling dalam, keputusan-Nya yang berbelas kasih, yang Ia rencanakan sejak keabadian di dalam Kristus untuk semua manusia. Ia menyingkapkan rencana keselamatan-Nya secara penuh, ketika Ia mengutus Putera-Nya yang terkasih, Tuhan kita Yesus Kristus dan Roh Kudus.

Dengan kata lain, Allah rindu untuk memperkenalkan Diri-Nya secara lebih mendalam kepada manusia. Dengan cara apa? Dengan cara menyapa kita umat-Nya, bukan lagi dengan suara yang terdengar dari langit, bukan juga dengan Firman yang tertulis, namun dengan Firman yang menjadi manusia, yaitu dalam diri Yesus.

Dalam kehidupan sehari-hari, kadang Allah memperkenalkan diri-Nya dengan cara yang tidak disangka-sangka. Dua ribu tahun yang lalu, Dia memperkenalkan Diri-Nya di dekat sumur di Samaria dengan cara meminta minum kepada wanita Samaria. Bagaimana Kristus memperkenalkan Diri-Nya pada zaman ini? Karena rahmat menyempurnakan kodrat (grace perfects nature), maka Kristus juga memperkenalkan Diri-Nya, umumnya lewat keseharian dan apa yang kita alami. Yang diperlukan adalah seperti apa yang dilakukan oleh wanita Samaria itu, yaitu dengan menjawab panggilan Kristus dan terus terlibat dalam percakapan dengan Kristus.

c. Ayat 10-15: Menuju tahap persahabatan.

Pada saat seseorang menanggapi sapaan Tuhan, maka Tuhan akan menyatakan Diri-Nya dengan lebih jelas. Inilah saat-saat ketika persahabatan hendak terjalin. Ketika wanita Samaria itu menanggapi sapaan Kristus, maka Kristus membuka Diri-Nya dengan lebih jelas. Dia berkata, “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.” (ay.10) Yesus berkata bahwa Dia mempunyai sumber air hidup dan siap untuk memberikan kepada siapa saja yang memintanya. Namun, sayang bahwa wanita itu tidak mengerti tentang apa itu air hidup, karena dia belum mengerti tentang karunia Allah dan tentang Yesus. Yang ada di dalam pikiran wanita itu adalah air yang bersifat material. Dan dalam ketidakmengertian ini, dia menyangka bahwa Kristus berbicara tentang air yang bersifat material, yang harus ditimba (ay.11), atau perempuan itu bertanya apakah Yesus lebih besar dari Yakub, yang telah memberikan sumur tempat wanita itu setiap hari memperoleh kebutuhannya setiap hari (ay.12).

Dan kemudian Yesus menjawab tantangan wanita itu, dengan membandingkan air sumur dan Air Hidup. Yesus mengatakan bahwa kalau perempuan itu minum air sumur maka dia akan haus lagi dan sebaliknya kalau dia minum Air Hidup, maka dia tidak akan haus lagi, bahkan dia akan menjadi mata air yang terus mengalir sampai pada hidup yang kekal. Walaupun tertarik akan Air Hidup ini, namun perempuan ini masih belum mengerti apakah Air Hidup ini, sehingga dia tetap membandingkannya dengan air yang ada di dalam sumur Yakub. Namun, yang jelas, wanita ini telah tertarik akan pemberitaan tentang Air Hidup yang lebih baik dari air yang mengalir dari sumur Yakub.

Jadi, apakah Air Hidup ini? Air hidup adalah rahmat Allah, terutama adalah rahmat pengudusan (sanctifying grace) atau juga Roh Kudus atau juga Kristus sendiri. Kita mengingat apa yang dikatakan oleh Yesus bahwa barangsiapa yang haus, baiklah ia datang kepada Yesus dan minum. Dan barang siapa percaya kepada Yesus, maka dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup (lih. Yoh 7:37-38). Aliran air ini adalah Roh Kudus, yang tercurah kepada umat Allah setelah Yesus menderita, wafat, bangkit dan naik ke Sorga (misteri Paskah). Bagaimana umat Allah dapat menerima aliran Air Hidup ini? Katekismus Gereja Katolik (KGK, 694) menuliskan:

Air. Dalam upacara Pembaptisan air adalah lambang tindakan Roh Kudus, karena sesudah menyerukan Roh Kudus, air menjadi tanda sakramental yang berdaya guna bagi kelahiran kembali. Seperti pada kelahiran kita yang pertama kita tumbuh dalam air ketuban, maka air Pembaptisan adalah tanda bahwa kelahiran kita untuk kehidupan ilahi, dianugerahkan kepada kita dalam Roh Kudus. “Dibaptis dalam satu Roh”, kita juga “diberi minum dari satu Roh” (1 Kor 12:13). Jadi Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir (Bdk. Yob 19:34; 1 Yoh 5:8.) dari Kristus yang disalibkan dan yang memberi kita kehidupan abadi (Bdk. Yoh 4:10-14; 7:38; Kel 17:1-6; Yes 55:1; Za 14:8; 1 Kor 10:4; Why 21:6; 22:17.)

Air kehidupan inilah yang digambarkan oleh rasul Yohanes mengalir dari tahta Allah dan tahta Anak Domba (lih. Why 22:1), yang merupakan lambang Roh Kudus. (lih. KGK, 1137). Jadi dengan demikian, Air Hidup bersumber dari Kristus sendiri melalui misteri Paskah. Air Hidup itupun dapat berarti Roh Kudus, yang diterimakan melalui Sakramen Baptis, sehingga umat Allah dapat menerima rahmat pengudusan, yang membuat seseorang berkenan kepada Allah dan dapat turut berpartisipasi didalam kehidupan Tritunggal Maha Kudus. (lih. KGK, 1266) Air kehidupan inilah yang ditawarkan oleh Yesus kepada wanita Samaria ini.

d. Ayat 16-19: Syarat untuk menjadi sahabat.

Setelah perempuan itu menyatakan ketertarikannya kepada Air Hidup ini, maka Yesus menjawab dengan jawaban yang terlihat tidak berhubungan, yaitu “Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke sini.” (ay.16) Perempuan ini mengatakan bahwa dia tidak mempunyai suami. Yesus kemudian mengungkapkan hal yang paling tersembunyi atau sisi gelap dari perempuan ini, yaitu bahwa perempuan ini telah mempunyai lima suami, dan yang sekarang hidup bersama dengannya adalah bukan suaminya. Mungkin perempuan ini telah menikah dengan 5 suami dan kemudian yang sekarang hidup bersamanya adalah bukan suaminya yang resmi.

Dengan demikian, pada waktu seseorang ingin menerima Kristus, menerima Roh Kudus dan menerima rahmat pengudusan dalam Baptisan, yang pertama harus dilakukan adalah pertobatan. Pertobatan adalah syarat untuk menjadi sahabat Kristus. Kristus membantu kita untuk mengetahui diri kita yang sebenarnya, yaitu manusia yang berdosa. Pertobatan adalah langkah awal untuk dapat menerima Roh Kudus dan tanpa pertobatan, kita tidak dapat menerima Dia. Ini berarti Sakramen Baptis – di mana orang yang dibaptis menerima Roh Kudus – hanya dapat diterimakan kepada orang yang sungguh-sungguh bertobat, yang berarti meninggalkan cara hidup yang lama dan berbalik menuju jalan Kristus. Pertobatan ini adalah pekerjaan Roh Kudus. Oleh karena itu, Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Dominum et Vivificantem menekankan bahwa Roh Kudus meyakinkan dunia akan dosa ((DeV, 35)), karena Roh Kudus menyelidiki segala sesuatu bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah (lih. 1Kor 2:10).

Dengan demikian, pertobatan hanya dimungkinkan oleh Roh Kudus. (KGK, 1989) Tanpa inisiatif dari Roh Kudus, maka tidaklah mungkin seseorang dapat bertobat. Gereja Katolik mengenal adanya dua pertobatan, yaitu pertobatan pertama dan pertobatan kedua. Pertobatan pertama mengacu kepada pertobatan yang mengantar seseorang kepada Sakramen Baptis. (KGK, 1427), yang kemudian harus dilanjutkan dengan pertobatan kedua, yaitu pertobatan yang terus menerus. (KGK, 1428) Baik pertobatan pertama dan pertobatan kedua senantiasa digerakkan oleh rahmat Allah (lih. Yoh 6:44; Yoh 12:32).

Kembali kepada cerita perempuan Samaria, kita melihat bahwa perempuan itu secara tidak langsung mengakui bahwa apa yang dikatakan oleh Yesus adalah benar adanya. Dan karena Yesus dapat menyelidiki hati perempuan itu, maka perempuan itu menyatakan bahwa Yesus adalah seorang nabi. Walaupun pernyataan ini tidak benar, namun pernyataan perempuan itu meningkat derajat kebenarannya, yaitu dari Yesus seorang Yahudi biasa menjadi Yesus seorang nabi. Kedalaman kebenaran ini disebabkan oleh hubungan antara perempuan ini dengan Yesus yang semakin dalam.

e. Ayat 20-26: Tahap persahabatan.

Percakapan yang lebih mendalam dengan Kristus membuat seseorang berhadapan dengan kebenaran. Saling membuka diri dan mempunyai kesamaan nilai adalah merupakan esensi dari persahabatan. Kristus tidaklah puas dengan hanya setengah kebenaran, namun Dia mau agar kita mendapatkan kebenaran yang penuh, yaitu menemukan identitas Kristus yang sesungguhnya. Perempuan Samaria yang mulai percaya kepada Yesus sebagai nabi mulai mengungkapkan akan pertanyaan yang mungkin sudah lama tersimpan di dalam hatinya, yaitu tentang tempat- tempat penyembahan. Santo Yohanes Krisostomus mengatakan bahwa perempuan ini tidak meminta tanda atau kesembuhan, namun dia haus akan kebenaran doktrin. Perempuan ini bertanya manakah tempat yang benar untuk menyembah Tuhan. Orang Yahudi menyembah di tempat Bait Allah yang dibangun oleh Raja Salomo di gunung Sion dan orang Samaria beribadah di gunung Gerizim di daerah Samaria tempat nenek moyang mereka beribadah (ay.20). Yesus tidak menjawab tentang tempat mana yang benar dari keduanya, namun meminta perempuan itu untuk percaya kepada Yesus (ay.21). Kemudian Yesus mencoba mengalihkan pembicaraan bukan pada tempat, namun kepada pengetahuan. Orang-orang Samaria, yang hanya percaya kepada lima kitab Musa kurang mendapat pengetahuan yang lengkap dibandingkan dengan orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi mendapatkan pengetahuan yang lebih lengkap karena pemberitaan para nabi yang diberikan secara terus-menerus dari generasi ke generasi sampai pada kepenuhannya, yaitu dalam diri Kristus.

Namun, pengetahuan orang Yahudipun tidaklah lengkap, karena penyembahan kepada Allah tidak lagi berdasarkan tempat, namun menyembah di dalam Roh dan kebenaran (ay.23), karena Bapa adalah Roh (ay.24). Kristus mengatakan bahwa saatnya akan datang dan sudah tiba saatnya ,yaitu ketika Kristus mati di kayu salib, sehingga tirai Bait Allah terbelah menjadi dua, dan memungkin seluruh umat Allah beribadah bukan hanya di Bait Allah di Yerusalem maupun di gunung Gerizim di Samaria. Kristus juga mengingatkan kepada kita, bahwa penyembah yang benar akan menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran. Penyembahan secara spiritual adalah persembahan diri yang hancur, hati yang patah dan remuk (lih. Mzm 51:17). Namun, penyembahan yang tidak didasarkan pada suatu kebenaran tidaklah cukup. Kita harus menyembah berdasarkan kebenaran yang dinyatakan sendiri oleh Kristus. Ini berarti kalau Kristus menginginkan untuk disembah dengan cara Perjamuan Suci, maka kita tidak boleh mengubahnya. Dengan demikian, sebagai umat Katolik, kita benar-benar dapat menyembah Tuhan dalam Roh dan Kebenaran, secara istimewa dalam setiap perayaan Ekaristi.

Kalau Yesus berkata “saatnya akan datang” (ay.22) dan saatnya adalah setelah Yesus menderita, wafat, bangkit dan naik ke Sorga (misteri Paskah), maka dalam setiap perayaan Sakramen Ekaristi, maka misteri Paskah ini dihadirkan kembali. Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1167) mengatakan:

Benarlah bahwa hari Minggu adalah hari, di mana umat beriman berkumpul untuk perayaan liturgi, “untuk mendengarkan Sabda Allah dan ikut serta dalam perayaan Ekaristi, dan dengan demikian mengenangkan sengsara, kebangkitan dan kemuliaan Tuhan Yesus, serta mengucap syukur kepada Allah, yang melahirkan mereka kembali ke dalam pengharapan yang hidup berkat kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati” (SC 106).
“Kalau kami, o Kristus, merenungkan mukjizat-mukjizat, yang terjadi pada hari Minggu kebangkitan-Mu yang mulia ini, kami lalu berkata: Terberkatilah hari Minggu, karena padanya terjadilah awal ciptaan… keselamatan dunia… pembaharuan umat manusia… Padanya surga dan bumi bergembira dan seluruh alam semesta dipenuhi dengan sinarnya. Terberkatilah hari Minggu, karena padanya pintu-pintu firdaus dibuka, sehingga Adam dan semua orang terbuang masuk ke dalamnya tanpa perasaan takut” (Fanqith, Ofisi Syria dari Antiokia, jilid 6; Bagian musim panas, hal 193b).

Dari percakapan inilah, kemudian perempuan Samaria ini mengatakan “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami.” (ay.25) Walaupun orang-orang Samaria mendasarkan kepercayaannya hanya dari lima kitab Musa, namun mereka dapat menyimpulkan bahwa seorang Mesias akan datang (lih. Kej 3:15; Kej 49:10; Bil 24:17; Ul 18:15). Dan sungguh luar biasa jawaban Yesus. Dia menyatakan jati Diri-Nya dengan mengatakan, “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau.” (ay.26) Perkataan Akulah Dia membawa kita kepada peristiwa ketika Tuhan menyatakan Diri-Nya kepada Musa, yaitu dengan berkata “Akulah Aku” (lih. Kel 3:14). Pernyataan akan jati diri Yesus ini diberikan ketika perempuan ini telah siap untuk menerima satu kebenaran yang lebih tinggi, yaitu kebenaran bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, yang akan memulihkan segalanya. Pada tahap persahabatan ini, perempuan ini telah menerima kebenaran yang bertahap, dari Yesus seorang Yahudi biasa menjadi Yesus seorang nabi dan sekarang menjadi Yesus seorang Mesias – yaitu jati diri Yesus yang sejati. Dan menerima Yesus sebagai seorang Mesias, yang sungguh Allah dan sungguh manusia memberikan kemerdekaaan, karena kebenaran akan memerdekakan (lih. Yoh 8:32) dan memberikan kekuatan kepada seseorang untuk menjadi pewarta.

f. Ayat 27-29: Sahabat Yesus mewartakan Yesus.

Kegembiraan perempuan Samaria karena mengerti akan suatu kebenaran, memberikan dia suatu sukacita yang luar biasa, sehingga dia meninggalkan tempayannya dan pergi ke kota dan berkata kepada semua orang tentang Sang Mesias (ay. 28-29). Perempuan ini, yang telah menjadi sahabat Yesus, telah menunjukkan iman yang hidup, iman yang tidak mati, iman yang percaya dan kemudian berusaha untuk mewartakan apa yang dipercayainya kepada semua orang. Kesaksian dari perempuan ini begitu luar biasa, karena kesaksiannya berdasarkan pengalaman pribadinya dengan Yesus yang menyatakan diri-Nya sebagai seorang Mesias. Orang yang pernah merasakan kedekatan dengan Yesus, menjadi sahabat Yesus dan dibebaskan oleh kebenaran, dia tidak akan pernah tahan untuk menyimpannya sendiri. Dia ingin mewartakannya kepada semua orang. Inilah yang seharusnya menjadi dasar dari pewartaan atau tugas evangelisasi yang harus kita lakukan. Setiap umat beriman yang telah dibaptis mempunyai hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam tiga misi Kristus, yaitu: imam, nabi dan raja. Dituliskan dalam Katekismus Gereja Katolik 783-786:

783.    Yesus Kristus diurapi oleh Bapa dengan Roh Kudus dan dijadikan “imam, nabi, dan raja“. Seluruh Umat Allah mengambil bagian dalam ketiga jabatan Kristus ini, dan bertanggung jawab untuk perutusan dan pelayanan yang keluar darinya Bdk. RH 18-21.

784.    Siapa yang oleh iman dan Pembaptisan masuk ke dalam Umat Allah, mendapat bagian dalam panggilan khusus umat ini ialah panggilannya sebagai imam. “Kristus Tuhan, Imam Agung yang dipilih dari antara manusia (lih. Ibr 5:1-5), menjadikan umat baru kerajaan dan imam-imam bagi Allah dan Bapa-Nya (Why 1:6; lih. 5:9- 10). Sebab mereka yang dibaptis karena kelahiran kembali dan pengurapan Roh Kudus disucikan menjadi kediaman rohani dan imamat suci” (LG 10).

785.    “Umat Allah yang kudus mengambil bagian juga dalam tugas kenabian Kristus“, terutama karena cita rasa iman adikodrati yang dimiliki seluruh umat, awam dan hierarki. Karena cita rasa iman itu “umat berpegang teguh pada iman yang sekali telah diserahkan kepada para kudus” (LG 12), memahaminya semakin dalam dan menjadi saksi Kristus di tengah dunia ini.

786.    Umat Allah juga mengambil bagian dalam fungsi Kristus sebagai raja. Kristus menjalankan fungsi raja-Nya dengan menarik semua orang kepada diri-Nya oleh kematian dan kebangkitan-Nya (Bdk. Yoh 13:32.). Kristus, Raja dan Tuhan semesta alam, telah menjadikan Diri pelayan semua orang, karena “Ia tidak datang untuk dilayani, tetapi untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang” (Mat 20:28). Untuk seorang Kristen, mengabdi Kristus berarti “meraja” (LG 36) – terutama “dalam orang-orang yang miskin dan menderita”, di mana Gereja “mengenal citra Pendiri-Nya yang miskin dan menderita” (LG 8). Umat Allah mempertahankan “martabatnya sebagai raja”, apabila ia setia kepada panggilannya, untuk melayani bersama Kristus.
“Semua orang, yang dilahirkan kembali dalam Kristus, dijadikan raja oleh tanda salib, sementara urapan Roh Kudus mentahbiskan mereka menjadi imam. Karena itu, semua orang Kristen yang rohani dan berakal budi harus yakin bahwa mereka – terlepas dari tugas-tugas khusus jabatan kami – berasal dari turunan rajawi dan mengambil bagian dalam tugas-tugas seorang imam. Apa yang lebih rajawi daripada jiwa yang dalam ketaatan terhadap Allah menguasai badannya? Dan apa yang lebih sesuai dengan tugas-tugas imam daripada menyerahkan kepada Tuhan hati nurani yang murni dan di atas altar hati mempersembahkan kepada Tuhan kurban tak bercela yakni kesalehan?” (Leo Agung, serm. 4,1).

Seharusnya, perkataan perempuan Samaria ini adalah merupakan perkataan kita, ketika dia mengatakan “Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?” (ay.29). Kita harus membawa semua orang kepada Kristus yang telah terlebih dahulu menyentuh kita. Mungkin terlihat bahwa perempuan Samaria masih meragukan identitas Kristus. Namun, sebenarnya, kita juga dapat melihat bagi perempuan ini, identitas Kristus adalah telah pasti baginya, yaitu Kristus adalah Mesias. Namun, dengan perkataan “Mungkinkah Dia Kristus itu?“, perempuan Samaria ini tahu bagaimana untuk mewartakan Kristus dengan lebih efektif. Dia ingin agar orang-orang tersebut untuk tidak hanya percaya akan pemberitaannya, namun agar orang-orang itu melihat dan merasakannya sendiri, agar orang-orang tersebut merasakan dan mendengar sendiri dari Kristus, “Mari ikutlah Aku” (Mt 4:19; Mk 1:17; Mt 9:9). Inilah yang seharusnya kita lakukan dalam pewartaan, yaitu mengantar orang-orang kepada Kristus sendiri dan membiarkan orang-orang untuk mengalami Kristus, sehingga mereka juga dapat menjadi pewarta yang lain. St. Cyril (Sirilus) mengkontraskan orang-orang Yahudi yang tidak mau menerima Kristus sebagai Mesias, walaupun telah menerima kabar sukacita dari Kristus yang dibarengi dengan mukjizat, dengan perempuan Samaria ini, yang dalam satu kali percakapan telah dapat menerima kebenaran yang memerdekakan.

g. Ayat 31-38: Percakapan Yesus dan para murid tentang melakukan kehendak Bapa dan tuaian.

Setelah bercakap-cakap dengan perempuan Samaria ini, kini Yesus berpaling kepada orang-orang yang mendapatkan keistimewaan, yaitu para murid yang senantiasa dekat dengan-Nya. Bagaimana Yesus memberikan pengertian kepada para murid? Dengan menggunakan kesempatan atau kejadian yang terjadi saat itu. Ketika para murid menawarkan makanan kepada Yesus (ay.31), maka Yesus mengatakan bahwa ada makanan dalam diri Yesus yang tidak mereka kenal, yaitu melakukan kehendak Bapa yang mengutus Yesus dan menyelesaikan pekerjaan-Nya (ay.32,34). Kita mengingat apa yang dikatakan oleh Yesus dalam percobaan di padang gurun, ketika iblis mencobai Yesus untuk mengubah batu menjadi roti (lih. Mt 4:3) yang kemudian dijawab oleh Yesus bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, namun dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Yesus menekankan akan tugas-Nya untuk datang ke dunia untuk menyelesaikan tugas yang diberikan Bapa kepada-Nya, yaitu untuk menyelamatkan dunia dari belenggu dosa. St. Agustinus mengatakan, sama seperti perempuan Samaria itu yang tidak mengerti “air”, maka para murid juga tidak mengerti “makanan”.

Kristus mengungkapkan bahwa para murid mengatakan tentang tuaian material, yang terlihat oleh mata (ay.35). Namun, apakah mereka juga melihat bahwa perlu adanya tuaian spiritual, yang dapat mengantar orang kepada hidup yang kekal? (ay.36). Lebih lanjut Yesus mengatakan bahwa semakin banyak orang datang kepada Yesus, maka para penabur – yaitu pemberitaan para nabi di dalam Perjanjian Lama – dan penuai – yaitu para murid – akan mendapatkan sukacita yang besar. Bahkan seluruh isi Sorga akan bersorak-sorai jika ada salah satu pendosa bertobat (lih. Lk 15:7). Dengan ini, Yesus memberikan tugas perutusan kepada para murid, yaitu untuk menuai apa yang telah ditabur oleh para nabi di dalam Perjanjian Lama (ay. 38-39).

h. Ayat 39-42: Orang-orang ingin menjadi sahabat Yesus.

Tidak lama setelah diskusi tentang tuaian, kemudian datanglah banyak orang-orang Samaria yang percaya akan pemberitaan perempuan Samaria itu. Inilah tuaian yang telah siap dipetik. Orang-orang Samaria yang percaya akan pemberitaan dari perempuan Samaria itu datang kepada Yesus. Mereka tidak puas hanya mendengar cerita dari perempuan Samaria, sehingga mereka ingin mendengarnya secara langsung dari Yesus. Itulah sebabnya mereka meminta Yesus untuk tinggal dua hari lamanya (ay.40), sehingga lebih banyak lagi orang yang percaya karena perkataan Yesus (ay.41). Hal ini terekam dalam Injil, yang menuliskan “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.” Ini juga yang seharusnya dilakukan oleh kita semua yang telah mengenal Allah dalam melakukan pewartaan. Kita berusaha agar orang-orang yang kita wartakan mendengar sendiri kesaksian dari Yesus. Dengan apa? Dengan mengajak mereka untuk mendalami Firman Tuhan, dengan mengajak mereka untuk mendengarkan apa yang dikatakan Gereja – karena Kristus telah memberikan kuasa kepada Gereja-Nya (lih. Mt 16:16-19) dan Kristus sendiri yang mengatakan “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.” (Lk 10:16).

IV. Dari perkenalan sampai menjadi pewarta

Kalau kita membaca perikop ini secara teliti, maka kita akan melihat adanya tahapan dalam mengenal Yesus, dari tahap perkenalan sampai tahap menjadi pewarta. Perempuan Samaria itu mengenali Yesus sebagai salah satu dari umat Yahudi. Semakin lama, percakapan dengan Yesus membuka jati diri perempuan itu, yaitu seorang pendosa, yang pada akhirnya membuka satu kebenaran yang baru – yaitu Yesus adalah seorang nabi. Kesadaran akan dosa ini menjadi elemen penting sebelum masuk ke tahap yang lebih mendalam dengan Yesus, karena persahabatan yang lebih dalam dengan Yesus menuntut hal atau nilai (value) yang sama. Kalau Tuhan adalah kudus dan tidak berdosa, maka satu-satunya yang memisahkan manusia dengan Tuhan adalah dosa. Jadi, kalau manusia ingin berteman dengan Tuhan, hanya ada satu cara, yaitu meninggalkan dosa yang telah dilakukannya dan mengikuti jalan Tuhan – yaitu jalan kekudusan.

Walaupun perempuan ini tahu bahwa Yesus adalah seorang nabi, namun ini bukanlah kebenaran yang lengkap. Yesus menginginkan kebenaran yang penuh untuk perempuan Samaria ini. Percakapan tentang kebenaran tempat penyembahan membuka satu kebenaran yang baru dan hakiki, bahwa Yesus adalah Sang Mesias. Kebenaran ini adalah kebenaran yang membebaskan, kebenaran yang menggembirakan, sehingga perempuan ini tidak mampu untuk menyimpannya sendiri. Meninggalkan segala miliknya, dia berkeliling kota menceritakan apa yang dialaminya bersama dengan Kristus, sehingga banyak orang yang percaya akan cerita perempuan Samaria ini. Namun, orang-orang yang percaya akan cerita perempuan Samaria ini tidak puas hanya mendengar cerita dari sumber kedua. Mereka ingin mengalami Yesus secara langsung, sehingga mereka akhirnya menjadi percaya. Dan kepercayaan yang berdasarkan pengalaman bersama Yesus tidaklah sia-sia. Mereka siap untuk menjadi pewarta, sama seperti perempuan Samaria itu.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita telah mengalami perjumpaan dengan Yesus, yang mengantar kita kepada pertobatan dan mengantar kita kepada seluruh kebenaran? Siapkah kita diutus dan mewartakan kabar gembira? Jangan lupa mewartakan Kristus bukanlah pilihan. Itu adalah perintah, seperti yang diperintahkan Kristus di Mt 28:19-20 “19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.

Catatan: Artikel ini dipakai untuk pendalaman Kitab Suci di Paroki Regina Caeli – Pantai Indah Kapuk, tanggal 23 Maret 2011

Previous articleMesothelioma dan perjalananku menemukan kembali kedamaian sejati dalam GerejaNya
Next articlePeran Roh Kudus mempersatukan Gereja
Stefanus Tay
Stefanus Tay telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat.

9 COMMENTS

  1. Salam kasih semuanya,

    Dengan pembahasan ‘Air Hidup’ ini, ingatan saya kembali segar akan kenangan manis ketika Yesus menyapa dan memanggil hati saya pertama kalinya, yaitu saat saya (kelas 1SD) dengan adik sedang berjalan kaki melintasi GerejaNya. Setelah itu tak henti-henti hati saya terundang untuk datang ke dalam pesta perjamuan kudusNya. Dengan nyata, saya pun tergugah untuk menyambut undanganNya yang sangat terbuka dan tidak memaksa. Kini Kristus Raja menjadi sahabat sejati saya. Kasih setiaNya kepada saya untuk selama-lamanya. Sebab dengan terkabulnya segala harapan dan impian saya untuk memperoleh kebahagiaan dan sukacita di dunia sesuai dengan kehendak Allah Bapa membuat saya pun tetap sadar untuk harus terus berjuang keras agar bisa hidup kudus dalam mencapai kebahagiaan abadi di Sorga.

    Kita tentunya amat sangat beruntung akan anugerah untuk bisa menjadi salah satu sahabatNya dan juga bersyukur akan Roh Kudus yang diutus Bapa dalam namaNya untuk menyertai kita dan diam di dalam kita guna mengajarkan segala sesuatu kepada kita dan mengingatkan akan semua yang telah Dia katakan kepada kita.

  2. Dear Pengasuh,

    Bisakah renungan semacam ini dirilis sebelum tiba waktunya, sehingga kami dapat menggunakannya di Paroki dan Lingkungan kami pada waktunya?
    Terimakasih dan selamat berkarya.
    Tuhan memberkati, bunda melindungi.

    Satu dalam doa,
    Yohanes

    • Shalom Yohanes,
      Terima kasih atas usulannya. Memang artikel seperti di atas biasanya kami tampilkan di website sekitar hari Senin atau Selasa, sekaligus sebagai bahan pendalaman Alkitab. Ini berarti artikel tersebut sudah ada sekitar empat atau lima hari sebelum hari Minggu. Semoga saja artikel-artikel tersebut dapat bermanfaat.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. Seandainya program KPKS yg ada di paroki2 bisa membahas seperti ini tentu akan makin banyak umat Paham dan tertarik. Betul, uraian pak Stef komprehensif dan jelas. Trims pak Stef.
    Antonius H

  4. Syallom Stef dan tim katolisitas,

    Terima kasih atas ulasan yang meneguhkan dalam perjalanan ret-ret agung di masa prapaskah ini. Ada yang ingin saya tanyakan dan mohon penjelasannya :

    Yesus mengatakan kepada perempuan Samaria itu bahwa dia memiliki 5 suami. Dengan pernyataan ini apakah penginjil Yohanes mengacu pada 5 dewa orang Samaria sebagaimana dalam 2 Raja-raja 17, 29 – 41? Dan apakah hal itu berarti bahwa wanita ini merupakan representasi dari orang-orang Samaria, yang di mata orang Yahudi merupakan bangsa yang idolatry (penyembah berhala)? Saya melihatnya seperti itu dimana oleh penginjil Yohanes menuntun wanita Samaria ini (dan juga kita) untuk menyembah Allah yang benar, yakni menyembah Allah dalam roh dan kebenaran.

    Terima kasih

    • Shalom Phiner,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Memang dalam lembar yang dibagikan dalam misa mingguan, disebutkan bahwa lima suku, yang diangkut oleh Raja Asyur dari Babel, telah membuat allahnya sendiri dan menempatkannya di kuil di atas bukit-bukit pengorbanan (lih. 2Raj 17:24-41). Kita dapat menghubungkan 5 suami dengan lima allah lain dari bangsa Samaria sebagai suatu tipologi. Namun, tipologi seperti ini tidak dapat menghilangkan makna literal. Sebagai contoh, kalau Yesus mengadakan penggandaan roti, yang disusul dengan pengajaran tentang Roti Hidup (lih. Yoh 6), maka kita juga dapat menghubungkannya dengan manna yang menjadi makanan bangsa Israel pada saat menuju tanah terjanji. Tidak berarti bahwa kejadian Yoh 6 adalah tidak terjadi, namun seharusnya kita dapat menerima makna literal dari Yoh 6 dan pada saat yang bersamaan kita dapat juga menghubungkannya secara tipologi dan juga melihat makna spiritual – baik allegoris, moral dan anagogis (lihat cara menginterpretasikan Alkitab – silakan klik). Jadi, kita harus menerima juga makna literal dari Yoh 4, dan dapat juga menerima makna-makna yang lain, termasuk dalam hubungannya dengan penyembahan berhala. Yang menjadi masalah adalah ketika kita mempunyai sikap: tidak penting yang terjadi di dalam Alkitab, yang penting adalah maknanya. Sikap ini dapat mengaburkan Yesus seperti apa yang kita percayai, apakah Yesus yang dapat membuat mukjizat, yang dapat membangkitkan orang mati, yang mengetahui keruntuhan Yerusalem, yang dapat menggandakan roti, yang bangkit dan naik ke Sorga? Yang menjadi masalah adalah kalau kita mencoba memisahkan Jesus of history dan Jesus of faith, yaitu faham yang ingin mereduksi bahwa hal-hal supernatural yang dilakukan oleh Yesus adalah merupakan Jesus of faith, namun tidaklah terjadi dalam Jesus of history. Semoga jawaban ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Salam Stef, terima kasih banyak atas tanggapannya… bagi saya sih untuk memeditasikan Kitab Suci saya tidak pisahkan Yesus Sejarah dan Yesus yang dimani. Hanya ada tergelitik pertanyaan dalam diri saya: mengapa Gereja memilih perikope ini pada hari minggu prapaskah III? Karena dalam tradisi Gereja, prapaskah merupakan masa pendalaman bagi para katekumen dan calon babtis, yang akan dibabtis di Malam Paskah; maka ketekese penginjil Yohanes dalam perikope ini memberi tuntunan untuk beriman kepada Allah yang benar, “menyembah Allah dalam Roh dan Kebenaran. “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem…”

        Oke salam buat tim katolisitas, semoga link ini tetap sukes memberi pencerahan iman Katolik.

        Submitted on 2011/03/29 at 4:33pm

        Untuk melengkapi pernyataan saya sebelumnya

        Percakapan Yesus dan wanita Samaria ini berlangsung tiga tahap : pertama tentang air, lalu tentang suami dan terakhir tentang tempat kudus untuk menyembah Allah yang benar. Hasilnya, perempuan Samaria secara bertahap terbebas dari prasangkah² nya (rasial, politik dan agama) untuk mengubah pandangannya tentang siapa laki-laki yahudi yang dijumpainya di sumur, dan untuk mengenal secara berturut-turut siapa dia itu : seseorang (laki-laki), seorang nabi dan mesias.

        1. Seorang (laki-laki). Yesus haus dan meminta minum kepada seorang perempuan Samaria yang datang ke sumur. Beberapa saat kemudian, wanita itu berkata kepada orang-orang sekota: “Mari, lihat! Di sana ada seorang …” (Yoh 4, 29a). Dia tidak mengatakan seorang yahudi atau seorang dengan ciri-ciri tertentu, tetapi seorang pria. Pada hal dia sudah tahu bahwa orang yang dia jumpai itu adalah seorang yahudi. Dan orang ini telah disapanya sebagai Tuhan: “Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?” (Yoh 4, 11). Bahkan lebih jauh lagi orang ini telah diakuinya sebagai Allah: “Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kami Yakub, yang memberikan sumur ini kepada kami dan yang telah minum sendiri dari dalamnya, ia serta anak-anaknya dan ternaknya?” (Yoh 4, 12). Yesus menjawab: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh 4, 13-14). Perempuan itu mengakui imannya kepada Yesus: “Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air” (Yoh 4, 15).

        2. Nabi : Yesus mengatakan kepada perempuan Samaria itu bahwa dia memiliki 5 suami. Dengan pernyataan ini penginjil Yohanes mengacu pada 5 dewa orang Samaria sebagaimana dalam 2 Raja-raja 17, 29 – 41. Hal itu berarti bahwa wanita Samaria ini merupakan representasi dari orang-orang Samaria yang di mata orang Yahudi merupakan bangsa yang idolatry (penyembah berhala). Dari pernyataan Yesus ini, wanita Samaria mengakui Yesus sebagai seorang nabi : “Tuhan, nyata sekarang padaku, bahwa Engkau seorang nabi” (Yoh 4, 19). Di sini sampai pada pertanyaan tentang agama dan tempat untuk menyembah Allah. Pertanyaan mendasar adalah agama mana yang benar? Agama yahudi atau agamanya orang Samaria? Dan lebih jauh lagi dalam konteks sekarang, agama katolik atau protestan? Atau yang lainnya? Dan betul penegasan penginjil Yohanes : “… keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian” (Yoh 4, 22c – 23). Suatu kritik pada fundamentalisme agama yang mengabaikan iman yang benar.

        3. Mesias. Wanita Samaria ini berkata kepada Yesus : “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami” (Yoh 4, 25). Atas jawaban Yesus, “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau” (Yoh 4, 26), wanita Samaria ini mengakui imannya. Ia segera meninggalkan tempayannya yang berisi air, dan memang ia tidak membutuhkan lagi, segera berlari ke kota dan memberi kesaksian iman kepada orang-orang sekotanya (bdk. Yoh 4, 28) : “Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?” (Yoh 4, 29)

  5. Terima kasih atas penjelasan yang sangat mendalam tentang perikop ini, membuat pemahaman yang semakin dalam buat saya. Sejujurnya perikop ini menjadi favorit saya sejak masih remaja, setiap kali membacanya selalu berlinang air mata, sungguh menyentuh hati, kasih Allah yang luar biasa, indah dan menakjubkan.
    Terima kasih, Joseph Susila

Comments are closed.