Percaya atau tidak, Api Penyucian itu ada

Sewaktu saya tinggal di Filipina, saya pernah menonton sebuah talk-show dari saluran EWTN (Eternal Word Television Network), yang topiknya adalah Api Penyucian. Saya masih ingat, waktu itu pembicaranya yang bernama Mother Angelica, menerima pertanyaan dari pemirsa, yang rupanya tidak percaya akan adanya Api Penyucian, karena tidak ada kata “Api Penyucian” disebut di dalam Alkitab. Mother Angelica menjawab bahwa, memang kata “Api Penyucian” tidak secara eksplisit tercantum di dalam Alkitab, seperti juga kata ‘Trinitas’, atau ‘Inkarnasi’, namun kita percaya akan maksud dari kata-kata tersebut. Yang terpenting adalah ajarannya, bukan istilahnya. Dengan senyumnya yang khas Mother Angelica berkata dengan bijak, “Although you do not believe it, dear, it does not mean that it does not exist.” (Meskipun kamu tidak percaya, itu tidak berarti Api Penyucian tidak ada).

Apa itu Api Penyucian

Api Penyucian atau ‘purgatorium’ adalah ‘tempat’/ proses kita disucikan. Catatan: ‘Disucikan’ bukan ‘dicuci’, oleh sebab itu disebut Api Penyucian (bukan Api Pencucian). Gereja Katolik mengajarkan hal ini di dalam Katekismus Gereja Katolik # 1030-1032, yang dapat disarikan sebagai berikut:

1) Api Penyucian adalah suatu kondisi yang dialami oleh orang-orang yang meninggal dalam keadaan rahmat dan dalam persahabatan dengan Tuhan, namun belum suci sepenuhnya, sehingga memerlukan proses pemurnian selanjutnya setelah kematian.

2) Pemurnian di dalam Api Penyucian adalah sangat berlainan dengan siksa neraka.

3) Kita dapat membantu jiwa-jiwa yang ada di Api Penyucian dengan doa-doa kita, terutama dengan mempersembahkan ujud Misa Kudus bagi mereka.

Api Penyucian ada karena keadilan Allah: Dosa selalu membawa konsekuensi

Ada orang-orang yang berpikir bahwa jika Allah mengampuni, maka tidak ada lagi yang harus dipikirkan mengenai ‘akibat dosa’ sebagai konsekuensinya. Namun kenyataannya, hampir seluruh bagian Kitab Suci menceriterakan sebaliknya. Selalu saja ada konsekuensi yang ditanggung oleh manusia, jika ia berdosa terhadap Allah, meskipun Allah telah memberikan pengampunan. Kita melihat hal demikian, misalnya, pada Adam dan Hawa, setelah diampuni dosanya, diusir dari taman Eden (Kej 3:23-24). Raja Daud yang diampuni oleh Allah atas dosanya berzinah dengan Betsheba dan membunuh Uria, tetap dihukum oleh Tuhan dengan kematian anaknya (lihat 2 Sam 12:13-14). Nabi Musa dan Harun yang berdosa karena tidak percaya dan tidak menghormati Tuhan di hadapan umat Israel akhirnya tidak dapat masuk ke tanah terjanji (Bil 20:12). Nabi Zakharia, yang tidak percaya akan berita malaikat Gabriel, menjadi bisu (Luk 1:20). Dan masih banyak contoh lain, yang menunjukkan bahwa, selalu ada konsekuensi dari perbuatan kita.

Keponakan saya yang berumur 4 1/2 tahun mempunyai ‘problem’ kebiasaan (maaf) ‘pipis dan pupu’ di celana, dan tampaknya sering dilakukannya dengan sengaja. Sampai akhirnya sepupu saya mendidiknya demikian: setelah celananya kotor, keponakan saya itu disuruh mencuci sendiri celananya. Dengan hukuman ini, maka ia belajar bertanggung jawab, agar kelak ia tidak mengulangi perbuatan itu. Jika kita yang manusia saja mendidik anak-anak dengan mengajarkan adanya ‘konsekuensi’ demi kebaikan mereka, maka Allah yang jauh lebih bijaksana, juga mendidik kita dengan cara demikian, namun tentu saja dengan derajat keadilan yang sempurna. Sebab pada akhirnya, yang diinginkan Allah adalah kita menjadi benar-benar kudus, sehingga siap untuk bersatu dengan Dia yang Kudus di surga. Kekudusan ini harus menjadi milik jiwa kita sendiri dan bukan seolah-olah kita hanya ‘diselubungi’ oleh kekudusan Kristus, padahal di balik selubung itu jiwa kita masih penuh dosa. Allah menginginkan kita agar kita menjadi kudus dan sempurna (lih. Im 19:2; Mat 5:48). Maka, jika kita belum sepenuhnya kudus, pada saat kita meninggal, kita masih harus disucikan terlebih dahulu di Api Penyucian, sebelum dapat bersatu dengan Tuhan di surga. Pengingkaran akan adanya Api Penyucian sama dengan pengingkaran akan keadilan Tuhan. Padahal Keadilan –sama seperti Kasih dan Kesetiaan- adalah hakekat Tuhan, yang tidak dapat disangkal oleh Tuhan sendiri (lih. 2 Tim 2:13).

Api Penyucian ada karena keadilan Allah: Ada perbedaan antara dosa berat dan dosa ringan

Selain masalah konsekuensi dosa, ada pula pengertian dasar mengenai dosa berat dan dosa ringan yang penting kita ketahui untuk memahami pengajaran mengenai Api Penyucian ini. Ada orang berpendapat bahwa semua dosa sama saja, namun Alkitab tidak mengatakan demikian. Pembedaan dosa berat dan dosa ringan disebutkan di dalam surat Rasul Yohanes. Dosa ringan dikatakan sebagai dosa yang tidak mendatangkan maut, sedangkan dosa berat, yang mendatangkan maut (1 Yoh 5: 16-17). Rasul Yakobus juga membedakan kedua jenis dosa; dengan membedakan dosa yang awal dan dosa yang matang (Yak 1:14-15). Untuk pembahasan lengkap tentang dosa berat dan dosa ringan, silakan membaca artikel ini (silakan klik).

Konsekuensi dari pengajaran ini adalah jika kita meninggal dalam keadaan sempurna dalam rahmat Allah, maka kita dapat langsung masuk surga. Namun, jika kita meninggal dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat, maka kita masuk neraka. Jika kita dalam keadaan di tengah-tengah: meninggal dalam rahmat, namun masih mempunyai dosa ringan atau masih menanggung konsekuensi dari dosa-dosa yang sudah diampuni, maka kita masuk ke ‘tempat’ yang lain, yaitu, Api Penyucian.

Api penyucian ada karena keadilan Allah: Kita diselamatkan bukan hanya karena iman saja, tetapi oleh kasih karunia Allah, yang harus diwujudkan dalam perbuatan kasih.

Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita diselamatkan karena kasih karunia Allah oleh iman (lih. Ef 2:8, Tit 2:11; 3:7). Dan iman ini harus dinyatakan dan disertai dengan perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka iman kita itu mati (lih. Yak 2:17, 24, 26). Perbuatan kasih yang didasari iman inilah yang menjadi ukuran pada hari Penghakiman, apakah kasih kita sudah sempurna sehingga kita dapat masuk surga atau sebaliknya, ke neraka. Ataukah karena kasih kita belum sempurna, maka kita perlu disempurnakan dahulu di dalam suatu tempat/ kondisi yang ketiga, yaitu yang kita kenal sebagai Api Penyucian.

Sedangkan pada saat kita masih hidup, perbuatan kasih ini dapat dinyatakan dalam bentuk tindakan langsung, kata-kata atau dengan doa. Doa syafaat yang dipanjatkan dapat dinyatakan dengan mendoakan sesama yang masih hidup di dunia, maupun mendoakan mereka yang telah meninggal dunia. Oleh karena itu, maka Gereja Katolik mengajarkan akan adanya Api Penyucian, dan bahwa kita boleh, atau bahkan harus mendoakan jiwa-jiwa yang masih berada di dalamnya, agar mereka dapat segera masuk dalam kebahagiaan surgawi.

Dasar dari Kitab Suci

Keberadaaan Api Penyucian bersumber dari ajaran Kitab Suci, yaitu dalam beberapa ayat berikut ini:

1. “Tidak akan masuk ke dalamnya [surga] sesuatu yang najis” (Why 21:27) sebab Allah adalah kudus, dan kita semua dipanggil kepada kekudusan yang sama (Mat 5:48; 1 Pet 1:15-16). Sebab tanpa kekudusan tak seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14). Melihat bahwa memang tidak mungkin orang yang ‘setengah kudus’ langsung masuk surga, maka sungguh patut kita syukuri, bahwa Allah memberikan kesempatan pemurnian di dalam Api Penyucian.

2. Keberadaan Api Penyucian diungkapkan oleh Yesus secara tidak langsung pada saat Ia mengajarkan tentang dosa yang menentang Roh Kudus, “…tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.” (Mat 12:32) Di sini Yesus mengajarkan bahwa ada dosa yang dapat diampuni pada kehidupan yang akan datang. Padahal kita tahu bahwa di neraka, dosa tidak dapat diampuni, sedangkan di surga tidak ada dosa yang perlu diampuni. Maka pengampunan dosa yang ada setelah kematian terjadi di Api Penyucian, walaupun Yesus tidak menyebutkan secara eksplisit istilah ‘Api Penyucian’ ini.

3. Rasul Paulus mengajarkan bahwa pada akhirnya segala pekerjaan kita akan diuji oleh Tuhan. “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Kor 3:15) Api ini tidak mungkin merupakan api neraka, sebab dari api neraka tidak ada yang dapat diselamatkan. Api ini juga bukan surga, sebab di surga tidak ada yang ‘menderita kerugian’. Sehingga ‘api’ di sini menunjukkan adanya kondisi tengah-tengah, di mana jiwa-jiwa mengalami kerugian sementara untuk mencapai surga.

4. Rasul Petrus juga mengajarkan bahwa pada akhir hidup kita, iman kita akan diuji, “…untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan… pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1 Pet 1:7). Rasul Petrus juga mengajarkan,

“Kristus telah mati untuk kita … Ia, yang yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan oleh Roh, dan di dalam Roh itu pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang ada di dalam penjara, yaitu roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah…” (1 Pet 3: 18-20). Roh-roh yang ada di dalam penjara ini adalah jiwa-jiwa yang masih terbelenggu di dalam ‘tempat’ sementara, yang juga dikenal dengan nama ‘limbo of the fathers’ (‘limbo of the just‘). Selanjutnya Rasul Petrus juga mengatakan bahwa “Injil diberitakan juga kepada orang-orang mati supaya oleh roh, mereka dapat hidup menurut kehendak Allah” (1 Ptr 4:6). Di sini Rasul Petrus mengajarkan adanya tempat ketiga selain surga dan neraka, yaitu yang kini disebut sebagai Api Penyucian.

5. Kitab 2 Makabe 12: 38-45 adalah yang paling jelas menceritakan dasar pengajaran mengenai Api Penyucian ini. Ketika Yudas Makabe dan anak buahnya hendak menguburkan jenazah pasukan yang gugur di pertempuran, mereka menemukan adanya jimat dan berhala kota Yamnia pada tiap jenazah itu. Maka Yudas mengumpulkan uang untuk dikirimkan ke Yerusalem, untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Perbuatan ini dipuji sebagai “perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan” (ay.43); sebab perbuatan ini didasari oleh pengharapan akan kebangkitan orang-orang mati. Korban penebus salah ini ditujukan agar mereka yang sudah mati itu dilepaskan dari dosa mereka (ay. 45).
Memang saudara-saudari kita yang Kristen non-Katolik tidak mengakui adanya Kitab Makabe ini, namun ini tidak mengubah tiga kenyataan penting: Pertama, bahwa penghapusan Kitab Makabe ini sejalan dengan doktrin Protestan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya diperoleh dengan iman saja atau “Sola Fide, Salvation by faith alone”, walaupun Alkitab tidak menyatakan hal itu. Sebab kata ‘faith alone’/ ‘hanya iman’ yang ada di Alkitab malah menyebutkan sebaliknya, yaitu “…bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman”/ not by faith alone (Yak 2:24). Maka, berdoa bagi orang meninggal yang termasuk sebagai perbuatan kasih, menurut Luther tidak mempengaruhi keselamatan, sedangkan menurut Gereja Katolik itu merupakan hal yang mulia, yang jika dilakukan di dalam iman, akan membawa kita dan orang-orang yang kita doakan kepada keselamatan oleh karena kasih karunia Tuhan Yesus.
Kedua, tradisi berdoa bagi jiwa orang-orang yang sudah meninggal merupakan tradisi Yahudi, yang dimulai pada abad ke-1 sebelum Masehi, sampai sekarang. Maka, tradisi ini juga bukan tradisi yang asing bagi Yesus. Ketiga, Kitab Makabe ini bukan rekayasa Gereja Katolik, sebab menurut sejarah, kitab ini sudah selesai ditulis antara tahun 104-63 sebelum masehi. Karena itu kita dapat meyakini keaslian isi ajarannya. Lebih lanjut tentang hal ini, silakan klik di sini.

6. Rasul Paulus mendoakan sahabatnya Onesiforus yang rajin mengunjunginya sewaktu ia dipenjara, agar Tuhan menunjukkan belas kasihan-Nya kepada sahabatnya itu ‘pada hari penghakiman’ (lihat 2 Tim 1:16-18). Rasul Paulus berdoa agar Tuhan berbelas kasihan kepada jiwa sahabatnya itu pada saat kematiannya.[1] Hal ini tentu tidak masuk akal jika doa yang dipanjatkan untuk orang yang meninggal tidak ada gunanya. Sebaliknya, ini merupakan contoh bahwa doa-doa berguna bagi orang-orang yang hidup dan yang mati. Tradisi para rasul mengajarkan demikian. Selanjutnya tentang Onesiforus (bahwa ia sudah wafat) sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

Selanjutnya, keberadaan Api Penyucian berkaitan dengan Gereja Katolik tentang dua macam ‘hari penghakiman’.[2] Yang pertama, ‘particular judgment’ (pengadilan khusus), yaitu sesaat setelah kita meninggal, saat kita masing-masing diadili secara pribadi oleh Yesus Kristus; dan kedua adalah ‘general/ last judgment’ (pengadilan umum/ terakhir), yaitu pada akhir zaman, saat kita diadili oleh Yesus Kristus di hadapan semua manusia:

1. Segera setelah kita meninggal, kita akan diadili, dan ini dikenal sebagai ‘pengadilan khusus’. “…manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” (Ibr 9:27) Kisah orang kaya dan Lazarus juga menggambarkan akibat penghakiman yang diadakan segera setelah kematian (Luk 16:19-31). Setelah diadili secara pribadi, jiwa-jiwa ditentukan untuk masuk Surga, Api Penyucian atau Neraka sesuai dengan perbuatan manusia tersebut. Jika kita didapati oleh Tuhan dalam keadaan kudus, maka jiwa kita dapat segera masuk surga. Jika belum sepenuhnya kudus, karena masih ada faktor ‘cinta diri’ yang menghalangi persatuan sepenuhnya dengan Tuhan, maupun masih ada akibat dosa yang harus kita tanggung, maka jiwa kita disucikan dulu di Api Penyucian. Jika kita didapati oleh Tuhan dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat maka keadaan ini membawa jiwa kita ke neraka.

2. Pada akhir jaman, setelah kebangkitan badan, kita (jiwa dan badan) akan diadili dalam Pengadilan Umum/ Terakhir. Pada saat inilah segala perbuatan baik dan jahat dipermaklumkan di hadapan semua mahluk, “Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak diketahui dan diumumkan”(Luk 8: 17). Pada saat itu, seluruh bangsa akan dikumpulkan di hadapan tahta Kristus, dan Dia akan mengadili semua orang: yang baik akan dipisahkan dengan yang jahat seperti memisahkan domba dan kambing (lih. Mat 25: 32-33). Hasil Pengadilan itu akan membawa penghargaan ataupun penghukuman, bagi jiwa dan badan. Tubuh dan jiwa manusia bersatu di Surga, apabila ia memang layak menerima ‘penghargaan’ tersebut; inilah yang disebut sebagai kebahagiaan sempurna dan kekal di dalam Tuhan. Atau sebaliknya, tubuh dan jiwa manusia masuk ke neraka, jika keadilan Tuhan menentukan demikian, sesuai dengan perbuatan manusia itu sendiri; inilah yang disebut sebagai siksa kekal.

Setelah akhir jaman, yang ada tinggal Surga dan Neraka, tidak ada lagi Api Penyucian, sebab semua yang ada di dalam Api Penyucian akan beralih ke Surga.

Dasar dari Pengajaran Bapa Gereja dan Tradisi Suci Gereja

1. Tertullian (160-220), mengajarkan agar para istri mendoakan suaminya yang meninggal dan mendoakannya dengan Misa Kudus, setiap memperingati hari wafat suaminya.[3]

2. St. Cyril dari Yerusalem (315-386) mengajarkan agar kita mempersembahkan permohonan bagi orang-orang yang telah meninggal, dan mempersembahkan kurban Kristus [dalam Misa Kudus] yang menghapus dosa-dosa kita dan mohon belas kasihan Allah kepada mereka dan kita sendiri.[4]

3. St. Yohanes Krisostomus (347-407) mengajarkan agar kita rajin mendoakan jiwa sesama yang sudah meninggal.”Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh Bapanya, bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka.[5]

4. St. Agustinus (354-430) mengajarkan, bahwa hukuman sementara sebagai konsekuensi dari dosa, telah dialami oleh sebagian orang selama masih hidup di dunia ini, namun bagi sebagian orang yang lain, dialami di masa hidup maupun di hidup yang akan datang; namun semua itu dialami sebelum Penghakiman Terakhir. Namun, yang mengalami hukuman sementara setelah kematian, tidak akan mengalami hukuman abadi setelah Penghakiman terakhir tersebut.[6]

5. St. Gregorius Agung (540-604),“Kita harus percaya bahwa sebelum Pengadilan [Terakhir] masih ada api penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena kebenaran abadi mengatakan bahwa, kalau seorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, ‘di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak (Mat 12:32). Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa dapat diampuni di dunia ini, [sedangkan dosa] yang lain di dunia lain.”[7]

6. Konsili Firenze (1439) dan Trente (1563), menjabarkan doktrin tentang Api Penyucian ini.[8] Konsili Firenze menyebutkan, “Dan jika mereka bertobat dan meninggal dalam kasih Tuhan sebelum melunasi penitensi dosa mereka…, jiwa mereka dimurnikan setelah kematian dalam Api Penyucian. Untuk membebaskan mereka, tindakan-tindakan silih (suffragia) dari para beriman yang masih hidup dapat membantu mereka, yaitu: Kurban Misa, doa-doa, derma, dan perbuatan kudus lainnya yang diberikan untuk umat beriman yang lain, sesuai dengan praktek Gereja. Hal demikian dinyatakan kembali dalam Konsili Trente, yang menegaskan keberadaan Api Penyucian, perlunya tindakan-tindakan silih (suffragia) dari para beriman untuk mendoakan jiwa-jiwa yang ada di dalamnya, terutama dengan Misa Kudus.

Terlihat di sini bahwa pengajaran tentang Api Penyucian bukanlah ‘karangan’ manusia, melainkan berdasar pada Kitab Suci dan diturun temurunkan dengan setia oleh Gereja. Jika kita manusia harus memilih, tentu lebih ‘enak’ jika tidak ada konsekuensi yang harus kita bayar. Misalnya, pada anggapan: ‘Pokoknya sudah beriman pasti langsung masuk surga. Sekali selamat, pasti selamat.’ Gereja Katolik, yang setia pada pengajaran para rasul, tidak mengajarkan demikian. Walau kita telah menerima rahmat keselamatan melalui Pembaptisan, kita harus menjaga rahmat itu dengan setia menjalani segala perintah Tuhan sampai akhir hidup kita. Jika kenyataannya kita belum sempurna, namun kita sudah ‘keburu’ dipanggil Tuhan, maka ada kesempatan bagi kita untuk disucikan di Api Penyucian, sebelum kita dapat masuk ke surga. Bukankah kita perlu bersyukur untuk hal ini? Sebab jika tidak ada Api Penyucian, betapa sedikitnya orang yang dapat masuk surga!

Jadi, ingatlah ketiga hal ini tentang Api Penyucian

  1. Hanya orang yang belum sempurna dalam rahmat yang dapat masuk ke dalam Api Penyucian. Api Penyucian bukan merupakan kesempatan kedua bagi mereka yang meninggal dalam keadaan tidak bertobat dari dosa berat.
  2. Api Penyucian ada untuk memurnikan dan memperbaiki. Akibat dari dosa dibersihkan, dan hukuman/ konsekuensi dosa ‘dilunasi’.
  3. Api Penyucian itu hanya sementara. Setelah disucikan di sini, jiwa-jiwa dapat masuk surga. Semua yang masuk Api Penyucian ini akan masuk surga. Api Penyucian tidak ada lagi pada akhir jaman, sebab setelah itu yang ada hanya tinggal Surga dan neraka.

Jangan ragu mendoakan jiwa-jiwa yang ada di dalam Api Penyucian

Ayah saya meninggal pada tahun 2003 yang lalu. Saya selalu mengenangnya, terutama akan segala teladan iman dan kasihnya semasa hidupnya. Saya bersyukur bahwa sebelum wafatnya, ia sempat menerima sakramen Pengurapan orang sakit dan menerima Komuni Suci. Sejak saat meninggalnya sampai sekarang, saya mengingatnya dalam doa-doa saya setiap hari, saat saya mengikuti Misa kudus, dan secara khusus saya mempersembahkan ujud Misa baginya, yaitu pada saat memperingati hari wafatnya, hari arwah, dan hari ulang tahunnya. Saya percaya, bahwa sebagai sesama anggota Tubuh Kristus,  tidak ada yang dapat memisahkan kami, sebab kami dipersatukan di dalam kasih Kristus. Tentu saya berharap agar jiwa ayah saya sudah dibebaskan dari Api Penyucian, dan dengan demikian, Tuhan dapat mengarahkan doa saya untuk menolong jiwa- jiwa yang lain.

Dengan mendoakan mereka yang sudah meninggal, saya diingatkan bahwa suatu saat akan tiba bagi saya sendiri untuk dipanggil Tuhan. Dan saat itu sayapun membutuhkan doa-doa dari saudara/i seiman. Semoga mereka yang telah saya doakan juga akan mendoakan jiwa saya, jika tiba saatnya nanti. Demikianlah, indahnya kesatuan kasih antara umat beriman. Kita saling mendoakan, bukan karena menganggap kuasa Tuhan kurang ‘ampuh’ untuk membawa kita kepada keselamatan. Melainkan karena kita menjalankan perintah-Nya, yaitu agar kita saling mendoakan dan saling menanggung beban, untuk memenuhi hukum Kristus (Gal 6:2); dan dengan demikian kita mengambil bagian dalam karya keselamatan Tuhan. Sebab di dalam Kristus, kita semua memiliki pengharapan akan kasih Tuhan yang mengatasi segala sesuatu. Maka kita dapat berkata bersama Rasul Paulus, “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup… tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rom 8:38-39).


[1] Dom Bernard Orchard MA, A Catholic Commentary on Holy Scripture, general editor, (Thomas Nelson and Sons, New York, 1953), p. 1148, ayat ini menunjuk kepada kematian Onesiforus.

[2] Spirago-Clarke, The Catechism Explained, an Exhaustive Explanation of the Catholic Religion, TAN Books and Publishers, Inc.,1921, reprint 1993, p. 256, 270.

[3] Tertullian, “On Monogamy”, Chap 10, seperti dikutip oleh John R. Willis, SJ, The Teaching of the Church Fathers (Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, original print by Herder and Herder, 1966) p. 457.

[4] Lihat St. Cyril dari Yerusalem, Catecheses, 23:10, seperti dikutip oleh John R. Willis, Ibid., p. 418.

[5] St. Yohanes Krisostomus, Homili 1 Kor 4:1,5, seperti dikutip oleh Katekismus Gereja Katolik 1032.

[6] Lihat St. Agustinus, The City of God, Bk 21, Chap. 13, seperti dikutip oleh John R. Willis, SJ, Ibid., p. 456-457.

[7] St. Gregorius Agung, Dial 4, 39, seperti dikutip oleh Katekismus Gereja Katolik 1031.

[8] J. Neuner, SJ- J. Dupuis, SJ, The Christian Faith in the Doctrinal Documents of the Catholic Church, (Theological Publications in India, Bangalore, 7th revised and enlarged edition, 2001), p. 1020-1021.

 

183 COMMENTS

  1. Sakramen Perminyakan dan Peringatan Jiwa-jiwa di Api Penyucian ( 2 November )
    1. Pada umumnya umat katolik beranggapan, calon almarhum/ah yang sempat diberi Sakramen Perminyakan menjelang ajalnya , akan menerima pengampunan atas dosa-dosanya sehingga bisa melenggang masuk surga.
    2. Di lain pihak , gereja masih memberikan fasilitas “peringatan jiwa-jiwa di api penyucian ( mana yang benar : pencucian??) bagi para almarhum/ah yang belum mendapatkan pengampunan penuhmdan belum masuk surga.
    3. Apa perlunya mendoakan lagi para almarhum/ah yang sudah menerima sakramen perminyakan menjelang ajalnya? Bukankah dosa mereka sudah diampuni ketika menerima sakramen perminyakan? Jadi mereka juga tomatis sudah masuk surga?

    • Shalom Herman Jay,

      Secara prinsip tanpa kekudusan (kesempurnaan kasih) tidak seorangpun akan melihat Allah (lih. Ibr 12:14). Jadi, dengan Sakramen Perminyakan dan juga pengampunan dosa, maka seseorang dapat diampuni dosa-dosanya serta dipersiapkan untuk menghadap Allah. Dalam kondisi rahmat (berdamai dengan Allah dan tidak dalam kondisi dosa berat), maka seseorang terhindari dari siksa dosa kekal di neraka. Namun, kalau dia tidak mempunyai kesempurnaan kasih, maka masih perlu disucikan di dalam Api Penyucian.

      Sedangkan indulgensi adalah sarana bagi umat Allah di dunia ini untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan Allah, dengan cara melakukan doa, kasih, misa, pengakuan, dan perbuatan yang disyaratkan untuk dapat membantu jiwa-jiwa di Api Penyucian atau dapat juga ditujukan untuk diri sendiri. Silakan membaca artikel tentang Api Penyucian dan indulgensi di katolisitas. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Shalom katolisitas

    saya mohon penjelasan mengenai api penyucian, sampai kapankah orang berada di api penyucian, sampai ia benar2 suci atau sampai hari penghakiman terakhir? Dan
    Almarhum Ibu saya dahulu pernah bernazar, bahwa jika dirinya diberi kendaraan untuk berobat oleh Tuhan, maka ia akan mengunjungi orang2 sakit tetapi karena kondisi mama saya yg saat itu tidak memungkinkan, sehingga belum bisa melawat orang2 yg sakit hingga akhirnya setelah 4 minggu ibu saya mendapatkan mobil,ia wafat dan belum menjalankan nazarnya, apakah mengingkari nazar/janji dengan Tuhan termasuk dosa berat?

    GBU

    • Shalom Rafael,

      Penjelasan tentang sampai kapan jiwa seseorang berada di Api Penyucian dapat dilihat di sini:

      [qa id=14130]

      Tentang situasi khusus dari ibu Anda, maka memang kalau kita telah berjanji dan apalagi janji tersebut adalah di hadapan Tuhan dan sesuatu yang baik dan mungkin dilakukan, maka kita harus melakukannya. Bahwa akhirnya, ibu Anda tidak dapat memenuhi janji tersebut sampai akhir hidupnya, Tuhan akan memperhitungkannya. Namun, dalam kerahiman-Nya, Dia juga akan memperhitungkan keinginan baik dari ibu Anda dan segala kondisi, sehingga hal yang baik tersebut tidak dilakukan.

      Kalau memang Anda tergerak, Anda juga dapat melakukan janji yang ibu Anda lakukan. Anda lakukan kunjungan orang sakit, bukan hanya karena memenuhi janji ibu Anda, namun juga didorong oleh kasih Anda kepada Yesus. Yesus sendiri yang berkata “ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” (Mat 25:36). Silakan membawa terus ibu Anda di dalam doa-doa Anda serta indulgensi yang ditujukan untuk jiwa ibu Anda. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. Shalom pak Stef & bu Inggrid

    1. Adanya api penyucian kan diyakini oleh umat Katolik, sedangkan untuk umat Kristen mereka tidak meyakini hal tersebut. Sebenarnya apa yang membuat umat Kristen berbeda pemikiran dan keyakinannya terhadap api penyucian ?
    2. Apakah api penyucian ini alkitabiah atau tidak ? jika iya, kenapa? dan jika tidak, kenapa ?

    terimakasih sebelumnya :)

    [Dari Katolisitas: Mohon membaca kembali artikel di atas, silakan klik. Tentu Api Penyucian adalah ajaran yang Alkitabiah, sebab Kitab Suci mengajarkan tentang adanya pemurnian setelah kematian, walaupun memang tidak secara eksplisit menyebutnya ‘Api Penyucian’. Umat Kristen non-Katolik tidak meyakininya, kemungkinan besar karena mereka tidak mengakui Kitab 2 Makabe, yang paling jelas menyebutkan adanya proses pemurnian jiwa-jiwa yang telah meninggal, dan bagaimana orang yang masih hidup di dunia dapat dan dianjurkan untuk mendoakan jiwa-jiwa tersebut.]

  4. Apakah sebutan bagi eks Katolik yang berpindah agama dan menganut agama lain? Apakah disebut kafir atau murtad. Lalu jika sebaliknya seseorang masuk ke dalam agama Katolik apakah dosa-dosanya terdahulu sewaktu hidup di agama yang lama diampuni? Terima kasih, Allah memberkati.

    • Shalom Marianus Yadi,

      Bagi orang-orang Katolik yang mengingkari sebagian dari imannya, maka disebut heretic atau bidat. Namun, bagi umat Katolik yang kemudian meninggalkan seluruh imannya dapat disebut apostasy in faith atau murtad dalam iman. Tidak ada kata terlambat bagi orang yang bertobat. Langkah awal bagi orang-orang yang melakukan dosa ini adalah untuk mengakukan dosanya di dalam Sakramen Tobat.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  5. Shalom Pak Stef,

    Saya turut bersyukur untuk Ayah Bapak yang sempat diurapi dan menerima komuni. Beda halnya dengan Ayah saya yang meninggal di pangkuan Ibu ketika di perjalanan menuju rumah sakit, lalu setiba di rumah saya mendaraskan doa rosario untuk beliau dan ada misa arwah dari Romo Paroki. Saya tidak ingat kapan terakhir beliau menerima sakramen tobat. Semasa hidupnya, hidup dan iman katoliknya cukuplah saya gambarkan menjadi panutan saya sampai sekarang ini, maksud saya, tidak ingin menyebutkan detail ini dan itu.
    Saya mau bertanya,
    1. Bagaimana dengan kasus Ayah saya? Neraka atau Purgatorium?
    2. Saya mendapatkan kisikan dari semacam paranormal bahwa Ayah saya meninggal karena diguna-guna. Pandangan GK sendiri tentang guna-guna?

    Terimakasih, pak Stef.
    Pace e bene

    • Shalom Octavian,

      Sebagai umat Katolik, kita mengharapkan agar sebelum meninggal kita dapat diberi kesempatan untuk menerima sakramen Pengurapan orang sakit yang memberikan viaticum, yaitu Komuni kudus sebelum ajal, sebagai bekal rohani dalam perjalanan menuju kehidupan kekal. Namun nyatanya, tidak semua dari kita memperoleh kesempatan ini, entah karena penyakit datang demikian tiba-tiba, atau karena sebab lainnya. Nampaknya ini yang terjadi pada ayah Anda. Namun demikian, percayalah bahwa Tuhan yang Maha baik, memahami keadaan ayah Anda itu, terutama, jika sepanjang hidupnya ia tekun berdoa dan telah menunjukkan teladan iman dan kasih yang baik, sehingga dapat menjadi panutan bagi anak-anaknya, termasuk Anda. Dengan teladan iman ini, kita dapat berharap bahwa ia wafat dalam pertobatan sejati, walaupun ia belum sempat menerima sakramen tobat. Dengan sakramen Baptis yang sudah diterimanya, dan dengan tobat yang sejati sebelum wafatnya, artinya ayah Anda meninggal dalam persahabatan dengan Allah, dan tidak memisahkan diri dari Allah. Dengan demikian, kita dapat berharap bahwa Allah akan memberikan pengampunan kepadanya. Katekismus mengajarkan bahwa Allah memang mengikatkan keselamatan dengan sakramen Baptis, namun Ia sendiri tidak terikat oleh sakramen-sakramen-Nya (lih. KGK 1257). Dengan demikian, kitapun percaya bahwa rahmat Allah tetap dapat bekerja pada orang-orang yang sungguh mengasihi Dia, walaupun mereka, oleh karena keadaannya, tidak dapat menerima sakramen sesaat sebelum wafatnya. Hanya saja, sebenarnya kita tidak boleh menjadikan hal ini sebagai alasan untuk tidak mengusahakan penerimaan sakramen, sebab kita telah mengetahui bahwa cara yang dikehendaki oleh Allah adalah kita menerima sakramen-sakraman itu, untuk memperoleh rahmat keselamatan-Nya.

      Rahmat Allah yang diterima dalam Baptisan membuat orang yang dibaptis menjadi milik Kristus. Rahmat Baptisan membebaskan orang yang dibaptis dari dosa dan setan (lih KGK 1237). Maka sepanjang orang tersebut tidak membawa dirinya sendiri untuk kembali bermain-main dengan kuasa kegelapan, seharusnya ia tak perlu takut dengan kuasa setan tersebut, sebab dengan Baptisan ia sudah dimeteraikan oleh Kristus menjadi milik-Nya.

      Guna-guna, dan semua bentuk magis dikecam oleh Gereja. Katekismus mengajarkan:

      KGK 2117    Semua praktik magi dan sihir, yang dengannya orang ingin menaklukkan kekuatan gaib, supaya kekuatan itu melayaninya dan supaya mendapatkan suatu kekuatan adikodrati atas orang lain – biarpun hanya untuk memberi kesehatan kepada mereka – sangat melanggar keutamaan penyembahan kepada Allah. Tindakan semacam itu harus dikecam dengan lebih sungguh lagi, kalau dibarengi dengan maksud untuk mencelakakan orang lain, atau kalau mereka coba untuk meminta bantuan roh jahat. Juga penggunaan jimat harus ditolak. Spiritisme sering dihubungkan dengan ramalan atau magi. Karena itu Gereja memperingatkan umat beriman untuk tidak ikut kebiasaan itu. Penerapan apa yang dinamakan daya penyembuhan alami tidak membenarkan seruan kepada kekuatan-kekuatan jahat maupun penghisapan orang-orang lain yang gampang percaya.

      Akhirnya, jika boleh kami menyarankan, janganlah terlalu kuatir dengan segala bisikan negatif tentang apa yang dilakukan orang terhadap ayah Anda. Kehidupan kita adalah pemberian Alah: Allah yang memberi dan Allah pula yang berhak mengambilnya kembali. Maka jika seseorang berpulang/ wafat, itu karena izin Allah. Namun kita percaya bahwa Allah Maha adil dan Maha kasih, dan Ia akan memberikan segala yang baik dan sesuai, kepada mereka yang mengasihi Dia. Kita tidak tahu apakah orang-orang yang kita kasihi yang telah mendahului kita, dapat langsung masuk Surga atau masih perlu dimurnikan dahulu dalam Api Penyucian. Oleh karena itu bagian kita adalah mendoakan jiwa-jiwa mereka. Semoga Tuhan berkenan mengampuni dosa-dosa mereka dan segera menggabungkan mereka ke dalam Kerajaan-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,Ingrid Listiati- katolisitas.org

  6. Syalom..

    1) Apakah api penyucian juga berlaku untuk orang2 kristen non katolik yang ‘baik’ sementara mereka tidak percaya api penyucian?

    2) Apakah orang2 yang tidak tahu dan tidak percaya siapa itu Roh Kudus (karena mereka bukan kristen) dan karena itu menentang Roh Kudus juga tidak akan dapat diampuni?

    Jadi katolik berpandangan bahwa kasih harus dinyatakan dalam iman dan perbuatan. Sedangkan saya pernah baca kalau protestan hanya percaya mereka diselamatkan melalui semata2 iman saja. Wajar kalau begitu setiap hari tetangga protestan saya menyetel lagu2 rohani dengan sound keras pagi sampai sore tapi masih bisa saja ‘mendzalimi’ orang katolik dan merendahkan orang katolik tersebut dengan sikap dan perkataan yang tidak pantas. Ya biar hanya Tuhan yang membalas.

    • Shalom Axel,

      Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan atas beberapa pertanyaan yang Anda ajukan:

      1. Apakah Purgatorium hanya untuk umat Katolik saja atau berlaku untuk umat yang tidak percaya akan keberadaan Purgatorium? Sama seperti neraka bukan hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang percaya akan keberadaan neraka, maka Purgatorium juga tidak hanya diperuntukkan bagi umat Katolik yang mempercayai adanya Purgatorium. Baik percaya atau tidak akan adanya Purgatorium, seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan rahmat atau tidak dalam keadaan berdosa berat, namun belum sempurna di dalam kasih, akan masuk ke Purgatorium sebelum dapat bersatu dengan Allah di Surga.

      2. Dosa menentang Roh Kudus: Penjelasan dosa menentang Roh Kudus bukanlah seperti yang Anda berikan, namun dapat dilihat dalam tanya jawab ini – silakan klik.

      3. Hubungan antara iman dan perbuatan: Dapat dilihat di tanya jawab ini – silakan klik. Perlu menjadi catatan adalah tantangan untuk hidup kudus adalah juga termasuk kita semua yang beragama Katolik. Hal ini justru semakin memacu kita agar terus berjuang dalam kekudusan dengan terus bekerjasama dengan rahmat Allah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  7. Shalom Katolisitas

    Saya tertarik dengan api penyucian, seperti kita tahu bahwa Gereja Katolik mengakui/mempercayai adanya api penyucian.

    Apakah orang yang beragama selain Katolik, ketika meninggal tidak dalam dosa berat, masuk juga dalam api penyucian seperti halnya orang Katolik ?

    Mohon pencerahannya
    Salam kasih.

    [Dari Katolisitas: Jika berpegang kepada prinsip yang diajarkan oleh iman Katolik, nampaknya demikian, asalkan bukan karena kesalahan sendirilah yang mengakibatkan orang tersebut tidak mengenal tentang Kristus dan Gereja-Nya.]

    • Salam Sejahtera untuk kita semua. Saya ingin bertanya, apa perspektif Iman Katolik mengenai Neraka? Apakah gambaran Neraka menurut Iman Katolik sama saja dengan Iman Islam? Apa yang terjadi jika kita meninggal dalam keadaan belum menjadi Katolik. Sekian pertanyaan saya, mohon dijawab

      Shalom

      • Shalom Ilham,

        Silakan membaca di artikel ini, tentang Apakah yang diajarkan oleh Gereja Katolik tentang neraka, silakan klik.

        Situs ini adalah situs Katolik dan fokus kami di sini adalah menyampaikan tentang ajaran iman Katolik. Jika Anda ingin mengetahui mengenai ajaran agama yang lain, silakan Anda bertanya kepada situs yang menyampaikan ajaran agama yang bersangkutan.

        Gereja Katolik mengajarkan bahwa tidak ada seorangpun yang telah ditentukan lebih dahulu (‘ditakdirkan’) oleh Tuhan supaya masuk neraka. Hanya orang yang dengan kehendak bebasnya, terus mengingkari Tuhan (yaitu dengan berdosa berat) sampai akhir dan tidak berobat, yang sampai ke sana. Maka, untuk keadaan orang yang meninggal tetapi belum menjadi Katolik, pertanyaannya adalah, apakah ia wafat dalam keadaan berdosa berat/ mengingkari Tuhan? Apakah ia sudah tahu bahwa Allah telah mengutus Kristus Putera-Nya dan mendirikan Gereja-Nya, untuk menyelamatkan umat manusia? Selanjutnya tentang topik ini, silakan membaca artikel ini, silakan klik.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  8. Shalom pak Stef & bu Ingrid yg t’kasih…

    Saya b’setuju skiranya kta dajar ttg kberada’n purgatorium ni. Tp yg m’bingung’n sya, klu skiranya tmpat ni wjud, buknkah spt mnafi’n tjuan kmatian Kristus d kayu salib..? Bukn kh Kristus mati utk mnebus dosa2 mnusia..? Jd scara logika, x mugkin wjud mati dlm rhmat pnuh @ stengah… Krna kranya kta mati pd ktika b’iman & prcya kpd Kristus, kn dosa2 kta akn otomatis dampuni..? Krna buknkh atas tjuan ni Yesus dtang k dunia..?

    @ adakh b’mksud purgatori ni tmpat utk m’hapus’n sgala k’inginan hati kta atas sgala yg jhat..? Tp klu bgtu sptnya mlawan ‘free will’ yg Tuhan beri’n kpd kta..?

    Sya kurng mngerti dasar utk apkh tmpat ni wjud… Sptnya x s’jlan dgn tjuan pnebusan dr Kristus, bhwa stiap orng yg prcya kpdaNya akn b’oleh hdup kekal…

    Dpatkh pak & bu m’nangkap mksd soaln sya ni.? Mhon p’jelasan…
    Thanx in advance…
    God bless…

    • Shalom John,

      Kita percaya akan kesempurnaan karya penebusan Kristus, karena karya tersebut dilakukan oleh Kristus yang adalah sungguh Allah. Kristus melakukannya atas dasar kasih yang sempurna, sampai rela menyerahkan nyawa- Nya untuk kita sahabat-sahabat-Nya (lih. Yoh 15:13). Namun, kesempurnaan penebusan Kristus tidak menjadikan kita, umat-Nya cukup berpangku tangan saja. Sebaliknya, kita dipanggil untuk menjadi kawan sekerja Allah (lih. 1Kor 3:9). Rasul Paulus bahkan mengatakan, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24). Jadi, walaupun karya penebusan Kristus sungguh sempurna, namun kita semua dipanggil untuk turut mengambil bagian dalam penderitaan Kristus untuk pertumbuhan Gereja. Inilah sebabnya, seluruh umat Allah juga turut dipanggil untuk mendoakan anggota-anggota Gereja yang masih berada di dalam proses pemurnian di Purgatorium.

      Alasan berikutnya adalah, karena kesempurnaan penebusan Kristus tidak otomatis diiringi dengan kesempurnaan kasih umat yang ditebus-Nya, yang harus diwujudkan dengan kasih kepada Allah dan sesama. Padahal, sudah menjadi kebijaksanaan ilahi bahwa Surga adalah kesempurnaan kasih. Dan karena Allah itu sempurna adanya, maka untuk bersatu dengan-Nya, kita-pun harus sempurna (lih. Mat 5:48). Dengan demikian, orang-orang yang meninggal dunia dalam keadaan rahmat, namun belum sempurna dalam kasih, masih perlu dimurnikan terlebih dahulu, sebelum dapat bersatu dengan Allah di Surga. Proses pemurnian ini disebut Purgatorium. Dengan demikian, Purgatorium bukanlah mencerminkan ketidaksempurnaan penebusan Kristus, namun sebaliknya, justru menunjukkan kesempurnaan karya ilahi yang menyempurnakan manusia dari dalam sehingga pada saatnya, orang-orang pilihan ini dapat menjadi kudus seperti Kristus (lih. 1Yoh 3:2).

      Pertanyaan yang lain adalah tentang free will. Keinginan bebas yang bertanggungjawab atau yang baik bukanlah memilih baik dan jahat, namun memilih baik dan baik. Dengan kata lain, Api Penyucian justru memurnikan keinginan bebas manusia, sehingga manusia secara bebas dapat bersatu dengan Allah Tritunggal Maha Kudus.

      Mohon lain kali untuk dapat menulis tanpa ada singkatan, sehingga kami tidak perlu menerka-nerka maksud Anda. Semoga jawaban singkat di atas dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Shalom pak Stef yg t’kasih…

        Trima kasih atas p’jelasannya. & mohon maaf jg atas ksilapan sya yg sering m’guna singkatan… Utk m’jimatkn ruang, pak… Skali lg trima kasih jg atas saranannya…

        God bless…

  9. Shalom,
    Romo dan teman-teman seiman.

    Saya mau tanya dalam setahun, berapa kali kita boleh melakukan pengakuan dosa? Dan apabila setelah melakukan pengakuan dosa, apakah kita benar-benar diampuni dan dosa-dosa kita sebelumnya tidak diperhitungkan di dalam api penyucian nanti?
    Terima kasih atas perhatian dan mohon dijawab ya.

    God Bless You

    Jean

    • Shalom Jean,

      Persyaratan yang ditentukan oleh Gereja adalah seseorang mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa sebanyak minimal sekali setahun. Namun jika kita mau bertumbuh secara rohani, memang sebaiknya kita mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan secara lebih teratur, misalnya sebulan sekali. Konon Paus Yohanes Paulus II dan Mother Teresa mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan dosa seminggu sekali, bahkan ada yang mengatakan setiap hari. Ini menunjukkan bahwa semakin seseorang dekat dengan Tuhan, maka ia akan menjadi semakin peka terhadap dosa.

      Melalui sakramen Pengakuan Dosa, dosa kita benar-benar diampuni, artinya hubungan kita dengan Allah, yang telah dirusak oleh dosa, dipulihkan kembali oleh rahmat Allah yang diterima dalam sakramen tersebut. Bahkan dosa yang terberat sekalipun, jika sudah diakui dalam sakramen Pengakuan Dosa, akan diampuni oleh Tuhan, sehingga orang yang berdosa tersebut terbebas dari siksa dosa kekal di neraka.

      Namun siksa dosa sementara tetap ada, yang harus ditanggung oleh orang yang telah berdosa. Siksa dosa sementara ini adalah konsekuensi/ akibat dari dosa tersebut, yang menurut kebijaksanaan Tuhan tetap harus ditanggung oleh orang yang bersangkutan. Contohnya banyak dalam Kitab Suci, seperti ketika Raja Daud telah sungguh bertobat dari dosanya berzinah dengan Batsyeba dan membunuh Uria, maka Allah mengampuni Daud, dan membebaskannya dari kematian selamanya di neraka, namun Daud tetap harus menanggung siksa dosa sementara, sebagai akibat dari dosanya, yaitu anaknya dari Batsyeba itu akhirnya mati (lih. 2 Sam 12:13-14). Atau jauh sebelumnya, Adam dan Hawa, menerima konsekuensi diusir dari taman Eden, karena tidak taat kepada perintah Allah (Kej 3:23). Demikian pula Musa dan Harun yang tidak sepenuhnya taat kepada-Nya, menerima konsekuensi bahwa mereka tidak dapat masuk ke Tanah Terjanji Kanaan, namun hanya memandangnya dari kejauhan (Ul 32: 52). Atau, Zakaria yang tidak percaya akan pemberitaan dari malaikat Allah, lalu menjadi bisu (Luk 1:20). Nah, maka siksa dosa/ konsekuensi dosa itu selalu ada, walaupun orang yang melakukannya sudah bertobat; dan karena ia sudah bertobat maka konsekuensi ini sifatnya sementara. Jika konsekuensi itu belum dilunasi dalam kehidupan di dunia ini, maka hal itu akan dilunasi di kehidupan selanjutnya, yaitu di Api Penyucian. Namun pemurnian dari konsekuensi dosa sementara ini sama sekali berbeda dengan siksa di neraka.

      Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

      KGK 1030    Siapa yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah, namun belum disucikan sepenuhnya, memang sudah pasti akan keselamatan abadinya, tetapi ia masih harus menjalankan satu penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu, supaya dapat masuk ke dalam kegembiraan surga.

      KGK 1031    Gereja menamakan penyucian akhir para terpilih, yang sangat berbeda dengan siksa para terkutuk, purgatorium [api penyucian]. Ia telah merumuskan ajaran-ajaran iman yang berhubungan dengan api penyucian terutama dalam Konsili Firence (Bdk. DS 1304. dan Trente Bdk. DS 1820; 1580). Tradisi Gereja berbicara tentang api penyucian dengan berpedoman pada teks-teks tertentu dari Kitab Suci (Bdk. misalnya 1 Kor 3:15; 1 Ptr 1:7)

      “Kita harus percaya bahwa sebelum pengadilan masih ada api penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena kebenaran abadi mengatakan bahwa, kalau seseorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak (Mat 12:32). Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa dapat diampuni di dunia ini, yang lain di dunia lain” (Gregorius Agung, dial. 4,39).

      KGK 1032    Ajaran ini juga berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal tentangnya Kitab Suci sudah mengatakan: “Karena itu [Yudas Makabe] mengadakan kurban penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya” (2 Mak 12:45). Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang mati dan membawakan doa dan terutama kurban Ekaristi (Bdk. DS 856). untuk mereka, supaya mereka disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan. Gereja juga menganjurkan amal, indulgensi, dan karya penitensi demi orang-orang mati.
      “Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya (Bdk. Ayb 1:5), bagaimana kita dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati? Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk mereka” (Yohanes Krisostomus, hom. in 1 Cor 41,5).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  10. Shalom Pak Stefanus dan bu Ingrid,

    Saya terus terang menyukai website ini, banyak informasi informasi yang berkaitan dengan iman katolik yang saya butuhkan secara spiritual. Saya harap website ini tetap ada terutama bagi mereka mereka yang bimbang dengan iman katolik mereka. Saya mau menanyakan satu hal tentang Lukas 16:20-31, tentang orang kaya dan Lazarus. Kenapa Yesus tidak menunjukkan secara implisit tentang api penyucian? apa karena Ia menggunakan istilah ‘pangkuan Abraham’ maka istilah purgatorium di tiadakan? kenapa orang kaya langsung masuk ke neraka? apakah dia memang layak masuk di sana karena perbuatan di dunia sangatlah jahat atau super jahat sehingga tidak ada pengampunan lagi. Ayat ini sering digunakan oleh saudara saudara kita umat Protestan untuk menyebutkan bahwa tidak ada api penyucian, mereka beralasan hanya ada surga dan neraka.

    Terima kasih atas respon yang baik dari pak Stefanus dan bu Ingrid.

    Tuhan Yesus memberkati.

    • Shalom Wahyu,

      Perikop tentang orang kaya dan Lazarus memang tidak untuk menceritakan tentang Api Penyucian. Jadi, kalau tidak diceritakan di satu perikop, maka bukan berarti ajaran tersebut tidak benar, karena sebenarnya ada banyak ayat-ayat yang mendukung keberadaan Api Penyucian, seperti yang terlihat dalam artikel di atas.

      Tentang istilah pangkuan Abraham, tidaklah sama dengan Api Penyucian. Pangkuan Abraham adalah tempat penantian bagi orang-orang yang dibenarkan oleh Allah namun belum dapat naik ke Surga, karena Surga masih tertutup sampai Kristus naik ke Surga. Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  11. Dear Katolisitas.

    Ibu Ingrid / Bpk Stef

    Mohon pencerahan, saya pernah mendengar bahwa purgatory itu ada tingkatannya, Apakah benar ? jika benar, bagaimana penjelasannya ?

    Terima Kasih.

    • Shalom Yohanes,

      Kita tidak tahu apakah Purgatorium ada tingkatannya atau tidak. Namun, istilah tingkatan mungkin ingin menggambarkan bahwa ada sebagian jiwa ada mengalami pemurnian “lebih lama” dari sebagian jiwa yang lain.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  12. Dear Ibu Ingrid / Bpk.Stef

    Mohon Penjelasan tentang Sheol, Hades, Gehena,
    Apakah itu ada hubungannya dengan Purgatory ??
    Apakah dalam ajaran Gereja Katolik mengenal tentang Sheol, Hades, dan Gehena ??

    Yang saya tahu Gehena adalah Neraka Jahanam. Sedangkan Sheol dan Hades itu apa ya..? apakah itu kata lain dari Purgatory
    Mohon penjelasan.

    Terima Kasih.

    Hormat saya,
    Yohanes 777

    • Shalom Yohanes 777,

      Berikut ini adalah tanggapan yang saya sarikan dari link ini, silakan klik untuk membaca selengkapnya di sana:

      Sejujurnya, kata Latin infernus, dan kata Yunani, Hades, dan kata Ibrani, Sheol itu memang sering dihubungkan dengan kata Hell dalam bahasa Inggris. Infernus, berasal dari akar kata ‘in’, berkonotasi suatu tempat di dalam, di bawah bumi. Haides, dari akar kata ‘fid’, mengacu kepada tempat yang tak kelihatan, tersembunyi dan gelap, menyerupai arti kata hell. Sheol, kemungkinan berasal dari kata yang berarti ‘tenggelam, menjadi kosong/ lubang’, sehingga mengacu kepada semacam gua, tempat di dalam bumi.

      Di dalam Perjanjian Lama kata Sheol umumnya digunakan sebagai tempat semua orang yang sudah meninggal -disebut dunia orang mati- entah orang baik (lih. Kej 37:35) ataupun orang jahat (Bil 16:30). Maka ini termasuk neraka (bagi jiwa-jiwa orang-orang jahat), dan juga tempat pangkuan Abraham (atau disebut limbo of the just, bagi jiwa-jiwa orang-orang yang baik). Tetapi, karena tempat pangkuan Abraham berakhir pada saat Yesus naik ke Surga (karena dengan kenaikan-Nya ke Surga, Yesus membawa serta semua jiwa-jiwa di pangkuan Abraham itu untuk masuk ke Surga) maka sejak itu kata Hades mengacu kepada neraka, tempat penghukuman jiwa-jiwa yang jahat. Sebab setelah kenaikan Yesus ke Surga, orang-orang benar tidak lagi turun ke tempat penantian, tetapi mereka akan masuk ke Surga (2 Kor 5:1). Namun demikian, dalam kitab Perjanjian Baru, istilah Gehenna dipergunakan lebih sering daripada istilah Hades, untuk menggambarkan penghukuman bagi orang-orang yang jahat.

      Nah, maka Sheol ataupun Hades  tidaklah sama dengan Purgatorium (Api Penyucian). Sheol ataupun Hades mengacu kepada arti dunia orang mati secara umum. Sedangkan Purgatorium mengacu kepada suatu tempat/ keadaan pemurnian terakhir bagi orang-orang yang wafat dalam keadaan rahmat, namun belum sempurna, sebelum mereka dapat bersatu dengan Allah di Surga.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  13. Tuhan memberkati pengasuh Katolisitas, saya sangat terbantu dan merasa bersyukur menemukan site ini.

    Salam Kasih

  14. Dear Katolisitas

    Saya menemukan beberapa ayat yg saya tafsirkan pribadi sebagai Api Penyucian adapun ayat2 tsb adalah:

    Aku akan menaruh yang sepertiga itu dalam api dan akan memurnikan mereka seperti orang memurnikan perak. Aku akan menguji mereka, seperti orang menguji emas. Mereka akan memanggil nama-Ku, dan Aku akan menjawab mereka. Aku akan berkata: Mereka adalah umat-Ku, dan mereka akan menjawab: TUHAN adalah Allahku! ” (Zacharia 13:9)

    Sebab Engkau telah menguji kami, ya Allah, telah memurnikan kami, seperti orang memurnikan perak (Mzm 66:10)

    Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan. (Yes 48:10)
    Sebagian dari orang-orang bijaksana itu akan jatuh, supaya dengan demikian diadakan pengujian, penyaringan dan pemurnian di antara mereka, sampai pada akhir zaman; sebab akhir zaman itu belum mencapai waktu yang telah ditetapkan. (Dan 11:35)

    Banyak orang akan disucikan dan dimurnikan dan diuji, tetapi orang-orang fasik akan berlaku fasik; tidak seorangpun dari orang fasik itu akan memahaminya, tetapi orang-orang bijaksana akan memahaminya. (Dan 12:10 )

    Karena setiap orang akan digarami edengan api (Mrk 9:49)

    Apakah menurut Katolisitas ayat2 diatas berbicara tentang Api penyucian?

    Salam Kasih

    • Shalom Willy,

      Terima kasih atas tambahan ayat-ayat tersebut untuk pengajaran tentang Api Penyucian.

      1. Zac 13:9 “Aku akan menaruh yang sepertiga itu dalam api dan akan memurnikan mereka seperti orang memurnikan perak. Aku akan menguji mereka, seperti orang menguji emas. Mereka akan memanggil nama-Ku, dan Aku akan menjawab mereka. Aku akan berkata: Mereka adalah umat-Ku, dan mereka akan menjawab: TUHAN adalah Allahku!” Sekolah Rabbi Shammai di abad awal, menginterpretasikan ayat ini sebagai pendukung pengajaran bahwa jiwa-jiwa akan dimurnikan karena belas kasih dan kebaikan Allah sebelum masuk dalam kehidupan abadi.
      2. Beberapa ayat di dalam Perjanjian Lama juga mendukung bahwa kaum Yahudi mempercayai adanya pemurnian jiwa, seperti di ayat: Mzm 66:10-12; Yes 48:10; Dan 11:35; 12:10; dan masih begitu banyak ayat-ayat lain yang menunjukkan pemurnian.
      3. Markus 9:49 “Karena setiap orang akan digarami dengan api”, juga dapat menjadi salah satu pendukung ayat tentang Purgatorium, terutama kalau kita menghubungkan dengan 2 Mak 12:42-46.

      Terima kasih atas tambahan-tambahan ayatnya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  15. Di sebuah ForDis Katolik saya mengajukan bbrp pertanyaan, dan saya disodorkan link ini.

    Pertanyaan-nya adalah :

    1. Apakah “durasi” (T) selama di purgatori itu pada awalnya fix/tetap bagi semua jiwa yg masuk kesana ? (T = fixed)

    2. Durasi ini menjadi “fleksibel” tergantung dari doa2 yg dipanjatkan ? Misal –sebagai ilustrasi– apabila tidak ada doa, maka T = T – 0 …. medium doa2, maka T = T – 5 …. banyak doa2, maka T = T – 10

    3. Seperti apakah “keadaan” jiwa tsb di Api Penyucian ?

    3a. Apakah jiwa ybs “statis” —> yakni ibarat seorang pasien yg di rawat lukanya utk disembuhkan.

    3b. “dinamis” —> ada state (keadaan) dimana jiwa ybs merasa “menderita” karena penuh penyesalan atas apa yg dia telah perbuat yg tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan atas apa yg dia tidak perbuat apa yg dikehendaki Tuhan sewaktu dia hidup di bumi ?

    3c. Jiwa ybs merasa tertekan (stress/”kesakitan”) dikarenakan proses penyucian tsb tidak “menyenangkan” jiwa-nya ? —> ibarat pasien yg sedang di rawat tsb (point-3a), lukanya perlu di jahit 1000 tanpa obat bius … so, hal ini menyebabkan ybs ingin cepat2 segera selesai proses “penjaitan” tsb.

    4. Berdasarkan pertanyaan point-1, ataukah “durasi”nya di purgatori itu tergantung banyak/sedikitnya perbuatan2 yg tidak sesuai kehendak Allah dan tidak berbuatnya apa yg di kehendaki Allah semasa dia hidup ? —> So, semakin banyak “venial sin” ybs sewaktu hidup di bumi, semakin panjang/lama “durasi”nya jiwa ybs di purgatori ? (T = depends)

    5. Yang terakhir, apakah kesaksian Maria Simma diakui Gereja Katolik ? ataukah ditentang dan masuk kategori “penyesatan” ?

    Terimakasih sebelum dan sesudahnya.

    Salam.

    • Shalom Odading,

      Tidak ada yang tahu secara persis kapan jiwa-jiwa di Purgatorium diangkat ke Sorga. Mereka yang berada di dalam Purgatorium tidak berada di dalam waktu seperti waktu yang kita kenal saat ini. Tentang lamanya pemurnian jiwa juga hanya Tuhan yang tahu. Dan memang doa-doa dari umat Allah yang berada di dunia ini dapat membantu mereka agar dapat dibebaskan dari Api Penyucian. Dapat dikatakan bahwa jiwa-jiwa di Api Penyucian dimurnikan dalam kasih. Dengan demikian, semakin seseorang kurang sempurna dalam kasih, maka proses pemurniannya tentu saja akan semakin ‘lama’. Bagi yang lebih baik dalam kasih, maka proses pemurniannya akan lebih ‘sebentar’. Nah, ‘lama’ dan ‘sebenar’ di Purgatorium tidak dapat kita definisikan dengan waktu yang kita kenal. Yang kita tahu doa-doa kita membantu mereka.

      Jiwa-jiwa di Api Penyucian dapat digambarkan sebagai jiwa-jiwa yang menderita. Penderitaan mereka adalah karena mereka tidak dapat berkumpul dengan Allah yang maha kasih disebabkan karena dosa-dosa mereka. Bagaimana mereka dimurnikan? Jiwa-jiwa tersebut mengalami proses pemurnian sama seperti kayu yang basah dimurnikan dengan api, sehingga menjadi kering sempurna.

      Sejauh yang kami ketahui, wahyu pribadi dari Maria Simma tidak pernah mendapatkan tanggapan secara resmi dari Vatikan. Satu hal yang penting, kita tidak mendasarkan iman kita pada wahyu-wahyu pribadi. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  16. Dear Katolisitas,..saya ingin bertanya, misalkan pada saat akhir zaman yang dikatakan bahwa tidak akan ada lagi api penyucian melainkan hanya ada surga dan neraka tetapi,apabila ada diantara orang2 penuh dosa tersebut ada yang masih punya niat untuk kembali ke jalan yang terang dan benar meskipun ia masih berdosa? namun ia belum sempat melakukan laku tobat apakah ia akan masuk kedalam neraka karena tidak ada lagi Api penyucian?

    • Shalom Andika,

      Paus Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa Api Penyucian ada karena pada prinsipnya manusia tidak dapat menghadap Allah tanpa melewati masa pemurnian. Dengan kata lain, agar kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan ilahi, kita harus secara sempurna dimurnikan terlebih dahulu. Masa pemurnian ini dapat dialami sejak hidup di dunia, sebagaimana dinyatakan dalam Perjanjian Lama dengan persyaratan persembahan untuk pemurnian, maupun dalam Perjanjian Baru, saat para Rasul mengalami penganiayaan karena mewartakan Injil. Masa pemurnian inipun kita alami dalam kehidupan setiap manusia, entah lewat berbagai kesulitan, penyakit ataupun bencana yang dialami, yang seharusnya membawa kita kepada pertumbuhan iman.

      Demikianlah, kita ketahui melalui Kitab Suci bahwa menjelang akhir dunia, akan terjadi perang, kelaparan, kesesatan, kedurhakaan, penganiayaan bagi Gereja/ orang percaya, namun siapa yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat (lih. Mat 24:7-13). Dengan demikian, kita percaya bahwa mereka yang hidup sampai pada akhir dunia, akan mengalami masa penganiayaan yang dahsyat ini, yang menjadi semacam masa pemurnian bagi mereka. Maka terhadap orang-orang ini sudah diberikan kesempatan untuk berbalik kepada Tuhan (bertobat) sebelum wafat di akhir dunia. Jika mereka memutuskan untuk percaya, maka mereka akan masuk surga, sedang jika mereka tetap memutuskan untuk tidak percaya, maka atas keputusan mereka sendiri mereka masuk ke neraka, yaitu dalam keterpisahan kekal dengan Allah.

      Bagi orang percaya, kedatangan Kristus yang kedua mengacu kepada kedatangan Kerajaan Allah dalam arti yang penuh, di mana Tuhan meraja di dalam semua, sehingga tidak ada lagi masa pemurnian, sebab segalanya telah sempurna di dalam Allah. Katekismus mengajarkan:

      KGK 1060    Pada akhir zaman Kerajaan Allah akan sampai pada kesempurnaannya. Lalu orang-orang benar akan dimuliakan dengan jiwa dan badan, akan memerintah bersama Kristus sampai selama-lamanya, dan alam semesta material akan diubah. Lalu dalam kemuliaan itu Allah akan “menjadi semua di dalam semua” (1 Kor 15:28) dalam kehidupan kekal.

      Di atas semua itu, mari kita tetap mengingat bahwa Allah kita adalah Allah yang maha adil dan maha kasih, yang pasti maha mengetahui dan akan memberikan segala sesuatu yang terbaik dan adil bagi semua mahluk ciptaan-Nya. Maka jika seseorang itu memang mempunyai hati yang bertobat, besar harapan kita bahwa Tuhan akan memberikan kesempatan kepadanya untuk bertobat sebelum wafatnya. Semoga demikian yang terjadi pada kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas

  17. sejauh ini, tentang api penyucian masih menjadi pertanyaan bagi saya,
    makna api penyucian bagi kita sebagai orang yang sudah percaya yang telah disucikan/ diselamatkan oleh darah kristus, itu seperti apa..?

    [dari katolisitas: Silakan membaca artikel Api Penyucian ini – silakan klik]

  18. pengasuh katolisitas yg baik

    yg saya dengar sampai saat ini,bahwa banyak orang menganggap surga,api penyucian dan neraka adalah,,TEMPAT,,.akan tetapi pendamping saya seorang imam mengatakan bahwa surga,api penyucian dan neraka adalah SITUASI.artinya orang masuk sorga bukan masuk ketempat yg serba mewah apa2 serba gratis(seperti pendapat banyak orang yg katanya ada BIDADARI nya segala).akan tetapi BERSATUNYA orang itu dng TUHAN (KRISTUS) itulah yg disebut SORGA dimanapun tempatnya,.sebagai contoh ttg kesaksia Maria Sima yg sering didatangi orang2 di Api Penyucian utk(mohon) didoakan.ini berarti orang2 itu tdk diam disuatu tempat ,tapi bisa pergi (kluyuran)ke mana2..jadi katanya Sorga,Api Penyucian dan Neraka adalah SITUASI bukan TEMPAT,,MOHON PENJELASANYA TERIMA KASIH..BERKAH DALEM

    • Shalom Antonius,
      Pertama-tama, mari kita pahami prinsip dasarnya terlebih dahulu, yaitu seseorang yang meninggal dunia, artinya jiwanya terpisah dengan tubuhnya. Tubuhnya tinggal di dunia ini dan mengalami kerusakan, sedangkan jiwanya tetap hidup. Jiwanya inilah yang setelah kematian itu, segera diadili oleh Tuhan Yesus, ini disebut sebagai Pengadilan Khusus. Tentang Pengadilan Khusus dan Pengadilan Umum/ Pengadilan Terakhir ini, silakan membaca di artikel ini, silakan klik.

      Setelah Pengadilan khusus ini, jiwa ini akan ditentukan: 1) entah masuk surga, jika sudah sempurna, 2) atau masuk neraka, jika ia menolak Tuhan dengan dosa-dosanya, 3) atau masuk Api Penyucian, jika walaupun wafat dalam keadaan rahmat/ berdamai dengan Tuhan namun masih belum sempurna, sebagaimana telah disebutkan di atas. Nah, maka yang diadili dalam Pengadilan khusus ini, dan yang kemudian menerima konsekuensinya, adalah jiwa, dan bukan tubuh. Sedangkan jiwa sifatnya adalah kekal dan tidak memerlukan ruang karena tidak mengandung materi. Oleh karena itu secara prinsip, memang setelah Pengadilan khusus itu, yang ada tiga jenis ‘keadaan’ yang menjadi konsekuensinya, yaitu 1) keadaan sempurna bersatu dengan Allah, yaitu Surga; 2) keadaan terhukum, karena terpisah secara total dengan Allah, yaitu neraka; 3) keadaan pemurnian, karena belum sepenuhnya sempurna untuk bersatu dengan Allah, yaitu Api Penyucian. Nah, namun, dalam definisi Api Penyucian yang ada dalam Catholic encyclopedia, digunakan juga istilah ‘tempat’ atau ‘keadaan’ pemurnian setelah kematian agar orang beriman yang wafat dalam keadaan rahmat namun masih belum sempurna ini dapat memperoleh kekudusan yang disyaratkan untuk masuk dalam sukacita surgawi. Maka ‘tempat’ di sini, tidak untuk diartikan seperti tempatdi dunia (yang ada batas-batas fisiknya), namun sebagai suatu keadaan yang benar-benar ada, walaupun bukan di dunia ini.

      Namun setelah kebangkitan badan di akhir zaman, dan diadakan Pengadilan Umum/ Terakhir, maka Api Penyucian tidak ada lagi, yang ada hanya tinggal Surga dan Neraka. Mengingat bahwa setelah kebangkitan badan, tubuh dan jiwa bersatu kembali, entah dalam kemuliaan kekal di Surga, maupun dalam kebinasaan kekal di Neraka, maka kedua keadaan tersebut juga layak dideskripsikan sebagai “tempat”, sebab keadaan tersebut mencakup juga suatu ruang, walaupun kita tidak dapat menjelaskan dengan persis seperti apakah tempat dan keadaan itu. Katekismus menjabarkan keadaan Surga setelah akhir zaman tersebut dengan istilah “langit dan bumi yang baru”, sebagaimana telah kami jabarkan di sini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Shaloom bu Ingrid,

        Bu,saya pernah tanya kepada seorang teman. Api penyucian itu seperti apa?karena sebelumnya,saya mengira api penyucian itu seperti tempat yg penuh dg lidah2 api utk memurnikan jiwa2.
        tapi teman saya bilang,api penyucian bkn seperti itu,api penyucian adalah suatu keadaan dimana jiwa2 bisa melihat,mendengar,tapi tdk bisa melakukan apa2. dan keadaan seperti itu sangat menderitakan/menyengsarakan jiwa2 tsb,shg mereka yg dlm api penyucian sangat2 mengharapkan pertolongan(doa) dari kita yg masih hidup utk membantu meringankan penderitaan dan mempercepat pemurnian mereka utk masuk ke terang(surga) dengan cara mendoakan mereka.

        Apa betul seperti itu Bu?
        Mohon pencerahannya.

        Berkah Dalem

        • Shalom Caecilia,

          Mari kita ingat prinsip utamanya terlebih dahulu, yaitu, bahwa jika seseorang wafat, diadili dan kemudian ditentukan untuk masuk ke dalam Api Penyucian, maka yang masuk ke sana adalah jiwanya saja, dan bukan badannya (sebab badannya tertinggal di bumi). Maka yang disucikan/ dimurnikan di Api Penyucian, setelah wafatnya itu, adalah jiwanya. Maka di dalam Api Penyucian tidak ada api fisik/ api jasmani, sebab yang dimurnikan di sana, bukan sesuatu yang bersifat jasmani, tetapi rohani (yaitu jiwa manusia). Adanya penggambaran lidah-lidah api itu hanya untuk melukiskan proses pemurnian itu, sebagaimana disebutkan oleh Rasul Paulus: “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” (1 Kor 3:15). Di Api Penyucian tersebut, jiwa akan dimurnikan, ‘seperti dari dalam api’, sebab api sering digunakan sebagai lambang sesuatu yang memurnikan, seperti halnya dalam pemurnian logam. Maka teman Anda benar, bahwa Api Penyucian tidak mengindikasikan tempat, namun adalah adanya suatu keadaan pemurnian, di mana Tuhan melenyapkan sisa-sisa ketidaksempunaan.

          Selanjutnya tentang Api Penyucian, dan mengapa doa-doa kita yang masih hidup dapat mendukung saudara-saudari kita yang sedang berada dalam Api Penyucian, silakan membaca teks Audiensi Umum Paus Yohanes Paulus II tanggal 4 Agustus 1999, yang selengkapnya dapat dibaca di link ini, silakan klik:

          3. At times, to reach a state of perfect integrity a person’s intercession or mediation is needed. For example, Moses obtains pardon for the people with a prayer in which he recalls the saving work done by God in the past, and prays for God’s fidelity to the oath made to his ancestors (cf. Ex 32: 30, 11-13). The figure of the Servant of the Lord, outlined in the Book of Isaiah, is also portrayed by his role of intercession and expiation for many; at the end of his suffering he “will see the light” and “will justify many”, bearing their iniquities (cf. Is 52: 13-53, 12, especially vv. 53: 11)….

          5. In following the Gospel exhortation to be perfect like the heavenly Father (cf. Mt 5: 48) during our earthly life, we are called to grow in love, to be sound and flawless before God the Father “at the coming of our Lord Jesus with all his saints” (1 Thes 3: 12f.). Moreover, we are invited to “cleanse ourselves from every defilement of body and spirit” (2 Cor 7: 1; cf. 1 Jn 3: 3), because the encounter with God requires absolute purity.

          Every trace of attachment to evil must be eliminated, every imperfection of the soul corrected. Purification must be complete, and indeed this is precisely what is meant by the Church’s teaching on purgatory. The term does not indicate a place, but a condition of existence. Those who, after death, exist in a state of purification, are already in the love of Christ who removes from them the remnants of imperfection (cf. Ecumenical Council of Florence, Decretum pro Graecis:  DS 1304; Ecumenical Council of Trent, Decretum de iustificatione:  DS 1580; Decretum de purgatorio:  DS 1820).

          It is necessary to explain that the state of purification is not a prolungation of the earthly condition, almost as if after death one were given another possibility to change one’s destiny. The Church’s teaching in this regard is unequivocal and was reaffirmed by the Second Vatican Council which teaches:  “Since we know neither the day nor the hour, we should follow the advice of the Lord and watch constantly so that, when the single course of our earthly life is completed (cf. Heb 9: 27), we may merit to enter with him into the marriage feast and be numbered among the blessed, and not, like the wicked and slothful servants, be ordered to depart into the eternal fire, into the outer darkness where “men will weep and gnash their teeth’ (Mt 22: 13 and 25: 30)” (Lumen gentium, n. 48).

          6. One last important aspect which the Church’s tradition has always pointed out should be reproposed today:  the dimension of “communio”. Those, in fact, who find themselves in the state of purification are united both with the blessed who already enjoy the fullness of eternal life, and with us on this earth on our way towards the Father’s house (cf. CCC, n. 1032).

          Just as in their earthly life believers are united in the one Mystical Body, so after death those who live in a state of purification experience the same ecclesial solidarity which works through prayer, prayers for suffrage and love for their other brothers and sisters in the faith. Purification is lived in the essential bond created between those who live in this world and those who enjoy eternal beatitude.

          Gereja Katolik mengajarkan Gereja yang satu, yaitu Gereja yang masih berziarah di dunia, Gereja yang sedang dimurnikan dalam Api Penyucian dan Gereja yang sudah jaya di Surga. Sebagai Satu Tubuh Mistik Kristus; kita dapat saling mendukung dalam doa. Tentu, mereka yang sudah berada di Surga tidak memerlukan lagi dukungan doa kita. Sebaliknya kitalah yang memerlukan dukungan doa mereka, agar kitapun kelak dapat masuk dalam Kerajaan Surga. Namun kepada jiwa-jiwa yang sedang dimurnikan dalam Api Penyucian itu, doa-doa kita sungguh dibutuhkan untuk mendukung mereka agar mereka dapat segera digabungkan dengan para kudus di Surga. Kelak pada saat mereka telah mencapai Surga, mereka-pun akan mendoakan kita. Demikianlah dipenuhi hukum Tuhan, saat kita saling bertolong-tolongan untuk memikul beban kita (lih. Gal 6:2).

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Shaloom bu Ingrid,

            Terimakasih sekali atas penjelasannya.
            Saya semakin bersyukur,api penyucian adalah bukti kasih Allah yg tak habis2nya utk manusia yg sungguh penuh dosa supaya kalo bisa semua manusia masuk dlm kerajaanNya.
            Syukur juga atas anugerah iman katholik.
            Saya merasa rasa persaudaraan Satu Tubuh Mistik Kristus benar2 kuat,kita benar2 sperti saudara dekat satu sama lain :)
            Saya skrg secara pribadi menjadi lebih peduli dg sungguh2 mendoakan jiwa2 di api penyucian.
            Tak ada hal yg lebih membahagiakan selain mengetahui bahwa kita diselamatkan,dan tak ada hal lain yg lebih mebuat kita bersukacita selain mengetahui bahwa Allah mengasihi kita :)

            Katolisitas menjadi ‘oase’ bagi umat Katholik yg imannya kerdil seperti saya.
            Semoga katolisitas semakin diberkati dan menjadi berkat buat kita semua. Amin

            Berkah Dalem

  19. Kenapa harus terus menerus mendoakan santo2 / orang2 kudus? Sudah ratusan tahun bahkan ada lebih dari seribu tahun. Logika : doa2 orang2 katolik dari dulu sampai sekarang terus mendoakan orang2 kudus yang ada di api penyucian, jadi adanya api penyucucian tidak berguna dan alias tidak ada, krn org2 kudus di api penyucian tidak pernah bisa ke sorga. Buktinya sampai sekarang detik ini, orang2 masih terus mendoakan seakan mereka belum masuk ke sorga.

    • Shalom Chairman,

      Terima kasih atas tanggapan Anda. Ada baiknya Anda dapat membaca terlebih dahulu artikel tentang Api Penyucian di atas – silakan klik. Gereja Katolik melihat bahwa umat Allah yang berada di dunia ini, umat Allah yang berada di Api Penyucian dan yang berada di Sorga terikat dalam satu kesatuan dalam ikatan kasih Kristus (lih. Rom 8:35-39). Dengan demikian, umat Allah yang berada di dunia ini mohon doa dari para kudus yang telah berada di Sorga dan umat Allah yang berada di Sorga dan di dunia dapat mendoakan umat Allah yang ada di Purgatorium.

      Dari logika Anda, maka sebenarnya ada dua hal yang perlu dipertanyakan: (1) Darimana Anda tahu bahwa jiwa-jiwa di Api penyucian tidak pernah masuk ke Sorga? Bukankah kalau seseorang dari Api Penyucian telah masuk ke Sorga namun terus didoakan, maka Tuhan juga dapat menggunakan doa tersebut untuk orang-orang yang membutuhkan?; (2) Darimana Anda tahu bahwa waktu yang ada di dunia adalah sama seperti waktu di Purgarorium? Yang ada di purgatorium adalah jiwa-jiwa dan tidak mempunyai tubuh, dengan demikian, mereka tidak memerlukan waktu sebagaimana manusia.

      Semoga pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat juga membawa pada diskusi yang lebih mendalam.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  20. Dear Katolisitas

    ada yang ingin saya tanyakan mengenai Api Penyucian (Purgatory) saya sudah membaca dari artikel di sini mengenai hal ini, tapi masih menyisakan pertanyaan yaitu:
    1. Api penyucian ini di peruntukkan untuk siapa saja? apakah untuk umat
    Katolik saja yang percaya akan adanya api penyucian.
    2. Tidak semua umat yang percaya kepada Yesus percaya akan Api Penyucian.
    Apakah orang yang tidak percaya akan Api Penyucian tidak terselamatkan?
    3. Apakah Api Penyucian itu suatu tempat lain selain Surga dan Neraka?
    ataukah semuanya itu hanya sebuah keadaan/kondisi seperti yang
    dinyatakan oleh Bapa Paus.
    4. kapankah Api Penyucian itu ada atau diadakan atau disediakan apakah
    sebelum Tuhan Yesus Terangkat ke Surga atau sesudah Nya atau saat Adam
    dan Hawa jatuh ke dalam dosa?

    saya sangat berharap memperoleh jawaban ini selain untuk menguatkan saya, saya pun ingin berbagi dengan saudara/i di Lingkungan saya.

    Terimakasih

    Tuhan Yesus Memberkati

    • Shalom Roni,

      Penjelasan tentang Api Penyucian dapat Anda lihat di artikel ini – silakan klik. Dan berikut ini adalah tanggapan atas beberapa pertanyaan Anda: Api Penyucian ini diperuntukkan bagi siapa saja yang meninggal dalam rahmat Tuhan namun masih belum sempurna dalam kasih. Jadi, Api Penyucian ini bukan hanya untuk umat Katolik namun juga untuk semua umat dari agama lain, termasuk mereka-mereka yang tidak percaya akan keberadaan Api Penyucian ini. Api Penyucian bukanlah tempat, sebagaimana pengertian “tempat” yang kita kenal sekarang. Semua yang berada di Api Penyucian hanya mempunyai jiwa, karena kebangkitan badan hanya terjadi pada akhir zaman dan pada akhir zaman ini tidak ada lagi Api Penyucian. Keberadaan Api Penyucian ada sebelum Yesus datang ke dunia ini, sehingga diceritakan di dalam Kitab Makabe tentang persembahan doa bagi orang-orang yang meninggal karena perang – yang terjadi sebelum Yesus datang ke dunia ini. Kapan persisnya keberadaan Api Penyucian? Minimal ketika manusia yang telah meninggal memerlukan penyucian sebelum masuk ke “Tempat Penantian” atau “Pangkuan Abraham”. Di mana ketika Kristus naik ke Sorga, maka tempat penantian ini tidak ada lagi dan hanya ada Sorga, Api Penyucian dan neraka. Dan ketika akhir zaman, maka hanya ada Sorga dan neraka. Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Terimakasih atas Pencerahannya, senang sekali membaca penjelasan ini. Bolehkah saya mengambil artikel ini. saya ingin sekali berbagi di lingkungan saya. karena banyak warga lingkungan yang bertanya mengenai Api Penyucian ini dan saya kurang memiliki pengetahuan untuk hal ini. tapi dengan artikel ini saya mempunyai harapan untuk memberikan penjelasan bagi warga lingkungan saya.

        jadi saya minta ijin untuk mengambil artikel ini.
        Bolehkah?

        Salam Kasih Dalam Yesus

        Roni YN

        [Dari Katolisitas: Silakan mengambil artikel ini, jika dipandang berguna, untuk Anda bagikan kepada warga linkungan Anda, namun mohon disertakan sumbernya, yaitu http://www.katolisitas.org. Terima kasih.]

      • Ytk…Stef…Saya seorang sr…dan saya mau mendalamkan iman saya.dn mau mengerti tentang semua ini…kapan hari lalu ada seseorang tanya sya…sr..apakah anak kecil klo meninggal itu lansung di selamatkan dan lansung naik ke Surga kah??? menurut iman dan kepercayaannya sya dan dengan pemahaman saya akan ajaran Agama Katolik kalau anak kecil juga walaupun mereka tidak pernah berbuat Dosa yg sangat besar dan mereka blm mngerti tentang Iman dan Hidup tapi…mereka juga punya Dosa Asal(Adam dan Hawa) dan Dosa keturunan dari Ke_2 orangtuanya..mngenai penyelamatan itu hal pribadi..tapi kita percaya Yesus adalah Jalan..Kebnaran dan Hidup siapa yg percaya KepadaNya…pasti mendapatkan kehidupan yg kekal..Apalagi untuk anak2 Kecil yg sangat Bersih baik hati maupun pikirannya…olehnya itu kita juga harus Berdoa untuk anak2 kecil yg sudah mninggal biar klo mrka masuk surga dan jadi Malaikat bisa berDoa untuk kita di Dunia ini…Ytk Stef ini adalah Penjelasan yg saya berikan…Dan jujur sr sangat terharu dan tertarik dengan penjelasa2 kamu tentang Iman..Sya mohon kita bisa berbagi demi mendalam Iman dan pengetahuan sya dalam Yesus Kristus Tuhan kita…

        [dari katolisitas: Terima kasih atas kunjungannya ke situs katolisitas ini Suster. Mohon doanya untuk karya kerasulan ini. Jawaban atas pertanyaan yang suster ajukan dapat dilihat di sini – silakan klik.]

    • 1 Yohanes 1:9
      Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.

      bukankah dalam Alkitab berkata, kalau kit bersungguh – sungguh mengakui akan dosa kita kepada Tuhan, Dia adalah Setia dan Adil dan Tuhan akan mengampuni dosa kita? Tuhan tidak melihat dosa masa lalu kita ketika kita memohon ampun dan bertekad untuk merubah hidup kita.

      apakah Tuhan menganjurkan kepada kita untuk melalui api penyucian terlebih dahulu?

      bagaimana dengan 1 yohanes 1:9?

      [dari katolisitas: Apakah Anda sudah membaca argumentasi tentang Api Penyucian di atas – silakan klik. 1Yoh 1:19 menuliskan: Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Orang-orang yang di Api Penyucian adalah telah diampuni dosanya. Dan karena Allah juga adil, maka Dia juga menuntut kita untuk dimurnikan. Dan inilah Api Penyucian]

  21. Dear Katolisitas,

    Kapankah/bila manakah jiwa jiwa di api penyucian masuk ke surga?
    Apakah lamanya / menunggunya bergantung pada banyaknya dosa dosa mereka?
    Ataukah semua menunggu pengadilan umum dulu, baru semua secara serentak / bersamaan masuk surga?

    mohon tanggapan. terima kasih.

    [dari Katolisitas: Umumnya memang kita tidak mengetahui kapankah jiwa-jiwa di Api Penyucian dapat masuk ke dalam surga. Hal ini ditentukan oleh Allah sendiri menurut kebijaksanaan-Nya terhadap jiwa-jiwa tersebut tergantung dari kesiapan mereka untuk bersatu dengan Allah. Hanya kepada beberapa orang tertentu yang memiliki karunia khusus tentang hal ini (contohnya kepada Padre Pio dan Maria Simma), Allah dapat memberitahukan tentang beralihnya jiwa-jiwa tersebut ke dalam Surga. Maka jiwa-jiwa tersebut, jika sudah dipandang siap untuk memandang Allah (lih. 1Yoh 3:2), akan beralih ke Surga, tidak perlu menunggu sampai Pengadilan Umum. Pada saat Pengadilan Umum, mereka yang telah masuk surga akan diadili kembali di hadapan segala mahluk, dan kebaikan mereka akan diumumkan kepada sekalian ciptaan tersebut. Sesudah itu jiwa-jiwa tersebut akan bersatu dengan tubuh mereka yang dibangkitkan dan akan masuk ke dalam kemuliaan kekal dalam langit dan bumi yang baru.]

    • Dear katolisitas
      Jadi pengumuman kebaikan dan kejelekan itu terjadi sebeum penyatuan jiwa danbadan ya? Ooo saya kira badan dan jiwa disatukan dulu baru diumumkan. Terima kasih

      [Dari Katolisitas: Nampaknya pengertian Anda keliru. Silakan membaca artikel di atas terlebih dahulu, silakan klik. Segera setelah kita wafat, kita diadili oleh Kristus (ini disebut Pengadilan khusus), hasilnya tidak diumumkan. Baru setelah terjadi kebangkitan badan di akhir zaman, diadakan Pengadilan Umum (Terakhir) di hadapan segala mahluk, dan di sini hasil Pengadilan itu diumumkan, dan setiap manusia, tubuh dan jiwanya menerima tujuan akhir hidupnya, entah di Surga atau neraka]

  22. Pengasuh Katolisitas yang terkasih,

    Meskipun bahan ini sudah mulai disajikan sejak 3 tahun yang lalu, ternyata saya masih mempunyai 1-2 pertanyaan. Sesudah saya coba saya lakukan browsing seperlunya, semoga betul dugaan saya bahwa hal yang saya angkat ini memang belum ada yang mengangkatnya, kecuali bila saya ternyata terlewat membacanya.

    Mengenai rujukan ke 2 Mak.12:38-45, manakah ayat yang dilukiskan sebagai “yang paling jelas menceritakan dasar pengajaran mengenai Api Penyucian” sepert dituiskan di atas? Apakah yang dimaksudkan adalah ayat 44 yang berbunyi: “Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-oarng mati”. Apakah itu buka pertama-tama karena jasa orang yang mati itu sendiri, dan bukan jasanya orang yang menodakan mereka seperti yang merupakan inti dari uraian di atas yang mengajak kita untuk mendoakan mereka yang sudah mrninggal? Dengan kata lain orang yang sudah meninggal itu memiliki jasa-jasa sendiri di masa hidupnya yang memberikan mereka hak untuk bangkiat (dan masuk surga)? Sepertinya itu bukan memberikan peran dari doa-doa yang dipanjatka oleh ereka yang masih hidup.

    Demikian juga sepertinya rujukan kepada Yak2:24 secara lebih jelas menunjuk pada jasa orang yang meninggal itu sendiri karena dtuliskan bahwa “Jadi kamu lihat bahwa manusia manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan karena iman” yang dapat disambung dengan; DAN BUKAN KARENA DOA ORANG LAIN JUGA.

    Bila jalan pikiran itu demikian tidakkan semestinya tidak }Sola Fide” atau “Not by faith alone” tetapi mestinya “By faith alone but by one’s deeds” juga. Tapi sepertinya bukan dari “other people’s prayers”.

    Apakah tidak begtu seharusnya?

    Syalom

    • Shalom Pak Soenardi,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang Api Penyucian. Dalam 2Mak 12:38-45 dituliskan sebagai berikut [penekanan huruf tebal dari saya]:

      38    Kemudian Yudas mengumpulkan bala tentaranya dan pergilah ia ke kota Adulam. Mereka tiba pada hari yang ketujuh. Maka mereka menyucikan diri menurut adat dan merayakan hari Sabat di situ.
      39    Pada hari berikutnya waktu hal itu menjadi perlu pergilah anak buah Yudas untuk membawa pulang jenazah orang-orang yang gugur dengan maksud untuk bersama dengan kaum kerabat mereka mengebumikan jenazah-jenazah itu di pekuburan nenek moyang.
      40    Astaga, pada tiap-tiap orang yang mati itu mereka temukan di bawah jubahnya sebuah jimat dari berhala-berhala kota Yamnia. Dan ini dilarang bagi orang-orang Yahudi oleh hukum Taurat. Maka menjadi jelaslah bagi semua orang mengapa orang-orang itu gugur.
      41    Lalu semua memuliakan tindakan Tuhan, Hakim yang adil, yang menyatakan apa yang tersembunyi.
      42    Merekapun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang berbudi luhur memperingatkan khalayak ramai, supaya memelihara diri tanpa dosa, justru oleh karena telah mereka saksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab dosa orang-orang yang gugur itu.
      43    Kemudian dikumpulkannya uang di tengah-tengah pasukan. Lebih kurang dua ribu dirham perak dikirimkannya ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sungguh suatu perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan.
      44    Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati.
      45    Lagipula Yudas ingat bahwa tersedialah pahala yang amat indah bagi sekalian orang yang meninggal dengan saleh. Ini sungguh suatu pikiran yang mursid dan saleh. Dari sebab itu maka disuruhnyalah mengadakan korban penebus salah untuk semua orang yang sudah mati itu, supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka.

      Kutipan dari 2Mak di atas, memberikan salah satu dasar tentang adanya Api Penyucian. Yang gugur adalah pahlawan-pahlawan perang bangsa Israel dan ditemukan adanya jimat-jimat berhala di jubah mereka (ay. 38-40). Jadi, mereka adalah orang-orang yang berjasa namun pada saat yang bersamaan juga berdosa, karena menyimpan jimat. Dengan pemikiran ini, maka Yudas Makabe yang mempercayai kebangkitan orang mati (ay.42) mengadakan korban penebus salah untuk orang yang telah mati (43-45). Untuk apakah korban penebus salah ini? Dikatakan di ayat 45: supaya mereka dilepaskan dari dosa mereka. Kita tahu bahwa tidak ada pengampunan di neraka dan tidak ada dosa di Sorga. Dengan demikian, kita melihat bahwa perikop tersebut mempertegas adanya Api Penyucian, di mana jiwa-jiwa dimurnikan yang pada akhirnya akan menuju Sorga. Dan ditunjukkan juga bahwa doa-doa mereka (yang masih hidup) dapat membantu mereka.

      Yak 2:17,24,26 hanya ingin menunjukkan bahwa kalau keselamatan bukan hanya iman SAJA,  namun juga yang diwujudkan dalam perbuatan. Karena perbuatan kita sering tidak menunjukkan kasih yang sempurna, maka untuk mencapai Sorga kita perlu dimurnikan. Jadi, ayat ini memang bukan untuk membuktikan keberadaan Api Penyucian, namun untuk menunjukkan bahwa perbuatan kasih menjadi parameter penghakiman terakhir, yang mempunyai implikasi adanya pemurnian – yang kita percaya adalah Api Penyucian.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  23. Salam damai Kristus Yesus Tuhan kita
    Buat Pak Stef dan Bu Ingrid, atau siapapun yang membaca dan membalas surat saya ini, saya menemukan website ini ketika saya search di google,tentang kejadian setelah kita meninggal,karena pada tgl 1 Agustus 2012 mama saya telah meninggal, dan sebelumnya papa saya jg telah meninggal 16th yg lalu.
    Saya merasa sangat kehilangan,karena belum sempat membalas budi baik yg telah mama lakukan kepada saya,menjelang akhir hayatnya pun dia tidak ingin merepotkan saya.
    Melalui website ini saya akhirnya mengetahui bahwa ditengah-tengah neraka dan surga ada api penyucian,meskipun saya tidak mengetahui di “zona” manakah mama dan papa saya berada,tp saya selalu berdoa agar Tuhan Yesus berkenan mengampuni dan semua dosa2 dan memberikan tempat yang paling indah.
    Saya ingin bertanya apakah kita dapat bertemu kembali dengan keluarga kita setelah kita meninggal nanti?banyak sekali kata2 yg sering kita dengar, “sampai nanti kita bertemu kembali disurga”, bagaimana menurut ajaran dan iman Katholik mengenai hal tersebut?
    Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.

    • Shalom Yuli Rosa,

      Umat Kristiani percaya bahwa Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dan sampai kepada pengetahuan akan kebenaran (lih. 1 Tim 2:4); sehingga Allah mengutus Putera-Nya, Sang Kebenaran itu sendiri, yaitu Yesus Kristus, untuk menjelma menjadi manusia. Maka, umat Kristiani mempunyai iman dan pengharapan bahwa suatu saat nanti semua orang yang mengimani Kristus dan yang setia mengimani-Nya sampai akhir hidupnya akan dapat masuk dalam Kerajaan Surga. Maka bagi yang sama-sama masuk dalam Kerajaan-Nya, tentu akan berjumpa lagi di surga. Sebab jika semua orang yang di surga mempunyai pengetahuan dan kasih yang sempurna, maka ikatan kasih antara sesama anggota keluarga yang sudah dialami di dunia, akan mencapai kesempurnaannya di surga kelak saat segala sesuatunya dipersatukan oleh Allah sendiri di dalam Kristus Putera-Nya.

      Nah, namun kenyataannya, ada banyak juga orang, yang entah karena kesalahannya sendiri, atau bukan kesalahannya sendiri, tidak sempat mengenal Kristus dan Gereja-Nya semasa hidupnya. Pada akhirnya, memang hanya Tuhan yang mengetahui bagaimanakah keadaan mereka setelah kehidupan mereka di dunia ini. Namun khusus untuk mereka yang bukan karena kesalahannya sendiri tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya ini, Gereja Katolik mengajarkan bahwa mereka juga mempunyai kemungkinan menerima keselamatan, asalkan selama hidupnya terus mencari Tuhan sesuai dengan tuntunan suara hatinya, dan mengamalkan kasih. Jika ini terjadi, keselamatan yang diperolehnya tetap adalah keselamatan yang diperoleh karena jasa pengorbanan Kristus.

      Oleh karena itu, Gereja Katolik tetap menganjurkan kita untuk mendoakan orang tua, saudara ataupun kerabat yang telah mendahului kita, walaupun jika mereka tidak seiman dengan kita. Sebab kita tetap mempunyai pengharapan bahwa Tuhan yang berbelas kasih dapat melihat ke kedalaman hati mereka dan jika memang bukan karena kesalahan mereka sendiri mereka tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya, namun hidup mereka berkenan di hadapan Allah, maka Allah tetap dapat memberikan anugerah keselamatan kepada mereka, walaupun mungkin saja mereka didapati tidak sempurna dalam iman, harapan dan kasih, saat mereka wafat. Untuk itu kita yang masih hidup dapat mendoakan jiwa-jiwa mereka agar jika mereka sedang dimurnikan, mereka memperoleh belas kasihan Tuhan dan dapat segera digabungkan dengan jiwa-jiwa para orang kudus di surga.

      Bagi umat Katolik, cara yang terbaik untuk mendoakan jiwa-jiwa yang berada dalam Api Penyucian itu adalah dengan mengajukan intensi/ ujud dalam perayaan Ekaristi, yang adalah perayaan akan kurban Kristus. Karena kita percaya bahwa kurban Kristus adalah kurban yang sempurna, yang mendamaikan umat manusia dengan Allah, maka kita memohon belas kasihan Allah atas jasa pengorbanan Kristus. Karena oleh Dialah, Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya… sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib-Nya (Kol 1:20). Maka sebagai anak yang mengasihi orang tua, kita dapat terus mendoakan jiwa orang tua kita yang telah mendahului kita, sambil menantikan dengan penuh harap, semoga kita kelak dapat kembali bertemu dengan mereka di surga, setelah kita semua disatukan di dalam Kristus.

      Selanjutnya, silakan membaca artikel-artikel berikut ini:

      Bersyukurlah ada Api Penyucian!
      Mengapa kita mendoakan jiwa orang-orang yang sudah meninggal?
      Doa bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian
      Apakah hanya orang Katolik yang diselamatkan?
      Siapa saja yang diselamatkan?
      Apakah itu Baptis Rindu menurut St. Thomas
      Apakah itu “Implicit Desire for Baptism?”

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  24. Dear katolisitas,

    Saya pernah membaca sebuah buku “Jeritas dari Salib” karangan seorang pendeta di Amerika (saya lupa namanya). di sana dikatakan antara lain bahwa kata kata Yesus pada salah satu penyamun: “Aku berkata kepadamu,sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama dengan aku di Firdaus” dijadikan dasar untuk mengatakan (“menyerang” Katolik) bahwa itu adalah bukti bahwa:
    1. tidak ada api penyucian (karena “hari ini juga..”)
    2. penyamun itu tidak perlu dibaptis dulu tapi diselamatkan
    3. penyamun itu tidak perlu mengikuti Ekaristi sudah diselamatkan
    4. penyamun itu tidak minta tolong pada Maria (BundaNya) dulu yang ada di dekat salib, tapi diselamatkan.

    mohon tanggapan dari Katolisitas untuk memberikan argumentasi balasan bila orang kristen nonkatolik “menyerang” dengan dasar tersebut. mohon juga semua pertanyaan saya sebelum ini diposting (lama menunggu tidak apa yang penting diposting).
    terima kasih

    [dari katolisitas: Coba anda mencari di fasilitas pencarian dengan kata kunci: penjahat yang bertobat . Dan sebelum bertanya, cobalah juga untuk menggunakan fasilitas pencarian, sehingga anda dapat langsung membaca jawaban yang mungkin sudah ada di arsip katolisitas.]

    • dear katolisitas,

      setelah saya masukkan kata kunci ‘penjahat yang bertobat’ dan membaca artikel tersebut, ternyata artikel tersebut tidak menjawab pertanyaan saya “mengapa awalnya Yesus berkata: ‘ya Bapa ampunilah…..’ namun setelah itu Ia katakan: ‘ Aku berkata kepadamu sesungguhnya hari ini jua kamu akan bersama dengan Aku di dalam Firdaus”.

      Saat Ia katakan “Ya bapa ampunilah…” seolah Yesus tidak punya kuasa mengampuni. Namun saat ia katakan : “sesungguhnya hari ini juga..” Ia punya kuasa mengampuni. Mengapa hal ini bisa terjadi. Inilah yang saya tanyakan, bukan soal iman dan perbuatan (versi kristen vs katolik).

      mohon penjelasan.

      Submitted on 2012/06/04 at 6:19 am | In reply to yusup sumarno.

      Maksud saya, pertanyaan saya yang berikut ini belum diposting/dijawab.
      (Saat Ia katakan “Ya bapa ampunilah…” seolah Yesus tidak punya kuasa mengampuni. Namun saat ia katakan : “sesungguhnya hari ini juga..” Ia punya kuasa mengampuni. Mengapa hal ini bisa terjadi?)

      • Shalom Yusup Sumarno,

        Dalam Luk 23:34 dituliskan “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Ayat tersebut bukan menyatakan bahwa Yesus tidak mempunyai kuasa mengampuni dosa, karena Yesus telah menunjukkan bahwa Dia mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa, seperti yang ditunjukkan-Nya ketika Dia menyembuhkan orang lumpuh (lih. Mat 9:2,6; Mrk 2:5; Luk 5:20; 7:48). Tujuan Yesus datang ke dunia adalah untuk menebus dosa manusia, menjadi pengantara antara manusia dengan Bapa yang sebelumnya terpisah oleh dosa. Jadi, ketika Yesus disalib, maka Dia mewakili seluruh umat manusia meminta pengampunan kepada Allah dengan harga yang dibayar dengan mahal – yaitu kematian-Nya. Dari sini, kita juga melihat adanya kebenaran akan Kristus, yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Semoga jawaban singkat ini dapat menjawab pertanyaan Anda.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

         

  25. Shaloom..

    Ibu Inggrid apa sudah tepat jika setiap hari saya Novena
    saya menyisipkan doa
    “mohon bantuan untuk jiwa-jiwa di APi penyucian”
    Apakah itu sudah tepat??

    trims

    [dari katolisitas: Adalah hal yang baik, kalau kita mendoakan jiwa-jiwa di Api Penyucian dalam Novena maupun doa-doa kita. Bahkan, doa baku setelah makan dalam bahasa Inggris dituliskan sebagai berikut “We give Thee thanks for all Thy benefits, O Almighty God, who livest and reignest world without end. Amen. May the souls of the faithful departed, through the mercy of God, rest in peace. Amen.”]

  26. Pengasuh Katolisitas yg terkasih,
    saya punya sahabat Katolik, mereka dua2nya cerai (pisah), dan sekarang mereka tinggal bersama tanpa menikah, dan mereka juga aktif ke gereja, ikut komunitas doa
    kami dibingungkan dgn masalah ini, karna mereka merasa diundang Tuhan dlm kerohanian meskipun mereka tinggal bersama. Bagaimana menjawab persoalan semacam ini?
    apakah mereka masuk di api penyucian?
    terimaksih untuk penjelasannya.

    salam,
    kristin

    • Shalom Kristin,

      Dua orang Katolik yang telah bercerai dan kemudian dua orang ini tinggal bersama tanpa adanya ikatan apapun serta aktif dalam banyak kegiatan, dapat menjadi batu sandungan. Hal pertama yang perlu dilakukan oleh kedua orang tersebut adalah  mencoba membereskan perkawinan mereka, terutama dengan melalui konseling keluarga atau kalau memang dipandang bahwa perkawinan mereka sebenarnya tidak sah, maka mereka dapat mengurus anulasi atau pembatalan perkawinan. Namun, bukan berarti bahwa orang-orang ini tidak boleh bertumbuh secara rohani. Justru orang-orang seperti ini memang membutuhkan doa dan sakramen-sakramen. Sakramen Tobat adalah sakramen yang dapat mereka terima terlebih dahulu. Tentu saja, karena Sakramen Tobat mensyaratkan dosa yang disesali – yang berarti harus meninggalkan dosa yang telah dilakukan – maka sudah seharusnya dua orang tersebut tidak boleh melanjutkan kehidupan mereka yang sekarang serta memutuskan untuk hidup terpisah.

      Dalam kondisi tinggal bersama bukan dengan pasangan mereka yang sah (yang berarti diasumsikan terlibat dalam hubungan suami istri bukan dengan istri atau suami mereka yang sah), maka mereka sebenarnya telah melakukan dosa berat. Dan kalau kondisi ini terus berlanjut, maka sebenarnya hal ini dapat membahayakan keselamatan kekal mereka. Dengan demikian, kalau mereka adalah sahabat anda, maka ada baiknya dalam kesempatan yang baik, bicarakan hal ini dengan suasana kasih. Kalau sulit bagi anda untuk berbicara dengan mereka, minimal cobalah membuat usulan kepada mereka agar mereka dapat menghadap pastor dan mencoba untuk berbicara dengan pastor tentang masalah ini. Intinya, kalau kita mengasihi seseorang, maka kita menginginkan yang terbaik bagi mereka, yang berarti agar mereka juga dapat hidup dalam kebenaran, sehingga mereka pada akhirnya akan mendapatkan keselamatan kekal. Jangan lupa juga mendoakan mereka.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  27. Shaloom,
    saya ingin bertanya. Bagi saudara-saudara kita yg selama hidupnya berbuat baik tetapi mereka tidak mengenal Tuhan contoh untuk saudara-saudara kt yg non Katolik/Kristen. Lalu setelah meninggal, mereka akan masuk ke mana? Terus terang saya masih bingung mengenai hal ini. Terima kasih untuk waktu dan jawabannya,Tuhan memberkati

    [dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik]

    • linknya bagus, namun juga belum menjawab apakah kunci untuk memasuki surga? apakah yakin dapat memasuki surga? tanpa harus membahas umat lain terlebih dahulu, istilahnya bercermin pada diri sendiri

      [Dari Katolisitas: Pada akhirnya memang hanya Allah saja yang menentukan apakah kita dapat masuk surga. Yang disampaikan di situs ini bukan penghakiman dari Tuhan, melainkan patokan ajaran iman Kristiani yang diajarkan oleh Gereja Katolik untuk mengarahkan manusia ke surga. Sebagai umat Kristiani kami mempunyai iman dan pengharapan akan dapat sampai ke surga, namun dengan kerendahan hati kami mengakui bahwa pada akhirnya Tuhan yang menentukan. Di sini tidak dibahas ajaran agama lain atau umat lain, namun hanya berfokus kepada ajaran iman Katolik. Semoga dipahami.]

  28. Salom saudara2ku yg terkasih dalam nama Tuhan Yesus. Ijinkan saya memberi pendapat di sini dan semoga saudara dapat berpikir dengan jernih dan berdoalah agar kita dipimpin oleh Roh Kudus agar kita mendapat kebenaran atas persoalan2 kita. dan saya mohon maaf bila nanti pendapat saya tidak berkenan dihati saudara. Menurut saya API PENYUCIAAN itu tidak berlaku lagi bagi kita yg sudah mati. Karna apa di Alkitab sendiri tidak ada satu ayatpun yahng mengatakan bahwa orang kristen yg mati tapi masih ada sedikit dosanya atau karna dosa kecil akan masuk kedalam api penyucian. tapi Alkitab sudah menjelaskan bahwa UPAH DOSA ADALAH MAUT. TIDAK PEDULI BESAR ATAU KECILNYA DOSA yang KITA LAKUKAN, dosa adalah dosa. dan bacalah diAlkitab bahwa kita dituntut untuk hidup bersih tanpa cela dan kerut dihadapan Tuhan 2 YOH 3:11. dan bacalah di Alkitab mulai dari KORINTUS sampai dengan di WAHYU, bahwa kita harus hidup bersih dan kudus sebab Tuhan kita adalah KUDUS dan menyangkal diri kita didalam hal2 kedagingan. Jadi menurut saya orang kristen itu di sucikan agar sempurna dihadapan ALLAH selama orang tersebut masih hidup, dengan jalan mengakui dosa kita, mengampuni orang lain dan meninggalkan perbuatan2 lama/ bertobat dan berusaha tekun dalam doa pujian dan penyembahan.Dan diAlkitab banyak sekali ajakan dan nasehat supaya bertobat dan mematuhi ajaranNYA bagi orang yang masih hidup. Bukan untuk orang mati ajakan bertobat tersebut. Dan kita hendaklah rajin membaca kitab suci sendiri agar kita memahami ajaran Tuhan yg sesungguhnya. Dan ingat Tuhan kita adalah Tuhan yang pencemburu, DIA menginginkan diri kita yang seutuhnya bukan setengah baik setengah jahat. Dan Tuhan juga memperingatkan kita untuk berjaga-jaga setiap saat agar kita jangan terkejut pada saat kedatanganNYA atau tiba2 kita mati menemui ajal sedangkan kita berbuat dosa atau masih hidup didalam dosa, dan mendapatkan diri kita didalam api kekal. Demikianlah pendapat saya semoga bermanfaat.

    [dari katolisitas: Diskusi tentang hal ini telah dilakukan cukup panjang lebar. Jadi, silakan membaca artikel di atas – silakan klik, dan cobalah untuk membuat argumentasi berdasarkan artikel di atas, sehingga tidak terjadi pengulangan argumentasi.]

    • Shalom Fransiscus,

      Sepanjang pengetahuan saya tidak disebutkan secara eksplisit kapan sebenarnya Surga, neraka dan Api Penyucian tersebut diciptakan Tuhan. Namun pada prinsipnya ketiga hal tersebut ada, sehubungan dengan keadaan yang layak bagi mahluk ciptaan-Nya.

      Demikian jawaban yang kami peroleh dari Dr. Lawrence Feingold STD, pembimbing Teologis situs katolisitas.org:

      It would seem to me that heaven, hell, and purgatory were created when creatures merited to enter those states. Heaven and hell thus would have been created when the angels merited heaven and hell. This would have been in the moment after their creation when they made their free response to God, either of conformity with His will in faith, hope, and charity; or, on the other hand, rebellion and a rejection of faith, hope, and charity. The angels were not created in heaven, but had to merit heaven through an act of faith, hope, and charity.
      Since the angels are pure spirits, it would seem that heaven is a purely spiritual state in which they receive the beatific vision. Likewise, hell would be a spiritual state in which they are forever deprived of the beatific vision.
      As for purgatory, it would have been created, I would think, when a human being died in a state of grace but still needing to purge the temporal punishment for their sins. This would probably have been the case for Adam and Eve and many of their children and children’s children.

      After Adam and Eve and others finished being purged in purgatory, they would have gone to a place of consolation which was not yet heaven, and in which they did not yet gain the vision of God. Jesus refers to this place of consolation as the bosom of Abraham. Only after Christ’s death on Calvary was heaven opened, as Jesus descended to “hell” on Holy Saturday to bring to heaven those who were awaiting Him. “Hell” here refers to the bosom of Abraham, also spoken of as the “limbo of the just.”

      Terjemahannya:

      “Nampaknya bagi saya, Surga, neraka dan Api Penyucian diciptakan ketika mahluk ciptaan layak untuk memasuki keadaan itu. Karena itu, Surga dan neraka diciptakan ketika para malaikat layak untuk masuk Surga dan neraka. Ini terjadi pada saat penciptaan mereka, ketika mereka membuat tanggapan yang bebas kepada Tuhan, entah itu kesesuaian/ ketaatan terhadap kehendak-Nya di dalam iman, harapan dan kasih; atau di sebaliknya, pemberontakan, dan penolakan iman, harapan dan kasih. Para malaikat tidak diciptakan di Surga (tempat adanya beatific vision), namun harus menjadi layak masuk Surga melalui sebuah tindakan iman, harapan dan kasih.

      Karena para malaikat adalah mahluk rohani yang murni, maka Surga adalah keadaan rohani yang murni di mana mereka menerima “beatific vision” (pandangan surgawi). Sebaliknya, neraka adalah keadaan rohani di mana mereka yang di sana selamanya tidak memperoleh “beatific vision” /pandangan surgawi. Sedangkan untuk Api Penyucian, keadaan itu diciptakan, menurut hemat saya, ketika seorang manusia wafat di dalam kondisi rahmat, namun masih perlu dimurnikan dengan hukuman sementara atas dosa- dosa mereka (lih. KGK 1030-1031). Ini kemungkinan terjadi pada Adam dan Hawa dan banyak anak- anak mereka dan keturunannya.

      Setelah Adam dan Hawa dan yang lainnya selesai dimurnikan di Api Penyucian, mereka beralih ke tempat penghiburan yang belum merupakan Surga, dan yang di dalamnya mereka belum memperoleh pandangan/ penglihatan akan Tuhan. Yesus menyebut tempat penghiburan ini sebagai “pangkuan Abraham.” Hanya setelah wafatnya Yesus di Kalvari, Surga terbuka, dan Yesus turun ke tempat penantian ini pada hari Sabtu Suci, untuk membawa ke Surga jiwa- jiwa yang menantikan-Nya di sana. Tempat penantian ini mengacu kepada “pangkuan Abraham”, yang juga disebut sebagai “limbo of the just” (limbo orang- orang benar)

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

      • dan berikut ini adalah ringkasan kesaksian dari seseorang yg dibawa Tuhan ke neraka bernama VICTORIA NAHALE:
        Kunjungan ke-2 di Neraka
        Pada 18 Oktober 2005 Saya terbangun pada jam 05H30 tetapi saya tak dapat pergi bekerja. Saya merasa lemah dan mabuk; Saya tak bisa bergerak atau berbalik badan di tempat tidurku, kehadiran Tuhan sangat-lah kuat dalam ruangan itu. Saya bergetar dan merasakan listrik diseluruh tubuhku. Tuhan datang membawa-ku tepat sebelum jam 08H00 sebab ku-perhatikan jam tangan, pukul 07H48, dan Dia tiba saat itu. Dia menyalamiku dan berkata kita harus pergi lagi sebab waktunya terburu habis. Saya berdiri dan mulai berjalan. Cara kami berjalan saat ini berbeda dari saat yang lain; walaupun kaki kami bergerak, kami seperti terapung daripada berjalan. Sementara dalam perjalanan, Yesus berkata bahwa semua dosa adalah buruk dan tak ada dosa kecil atau dosa besar. Semua dosa membawa pada kematian, tak peduli besar atau kecil. Tuhan mengatakan padaku bahwa kami akan mengunjungi neraka lagi lalu bertanya jikalau saya ketakutan. Saya menjawab bahwa saya takut.
        Dia berkata,”Roh ketakutan bukan dari Bapa-Ku atau Dari-Ku, namun dari iblis. ketakutan akan menyebabkan-mu melakukan hal yang menibakan-mu di Neraka.”
        Tanpat Iman tidak mungkin berkenan pada Allah dan ketakutan berlawanan dengan Iman. Sangat jelas bahwa ketakutan tidak berkenan pada Allah sebab merusakkan satu Iman. Selama kami dalam perjalanan, kami berjalan bersama tetapi saat kami tiba di gerbang neraka, Dia memegang tanganku dan menggenggamnya setiap detik kami di Neraka. Saya sangat bersukacita bahwa Tuhan memegang tangan-ku sebab kepalan tangan-Nya menghalau segala ketakutan dari padaku.Tempat itu masih sama: tak ada perbedaan dari awal. Ada serangga, cacing, sangat panas, bau, tengkorak, jeritan: segala sesuatu sama seperti pada awal kunjungan. Kami masuk gerbang kotor itu dan Tuhan membawaku pada kelompok yang satu. Banyak orang yang kukenal selama mereka hidup di bumi. Orang-orang malang berada dalam kesengsaraan; mereka terlihat putus asa dan menderita tetapi yang terburuk adalah wajah –wajah yang terlihat putus harapan.
        Tuhan tunjukan seorang wanita setengah usia yang kukenal sebelum mati. Dia alami kecekaan mobil awal tahun 2005. Saya terkejut melihatnya di Neraka sebab kami mengenalnya sebagai seorang yang takut akan Allah dan mencintai Allah. Tuhan katakan bahwa wanita ini cinta Tuhan dan Tuhan-pun mencintainya;Dia melayani Tuhan saat di bumi;Membimbing banyak orang pada Tuhan dan mengetahui Firman Tuhan dengan baik. kasih pada yang miskin dan membutuhkan; memberi dan menolong mereka dalam banyak hal.dia hamba Tuhan yang baik hampir disemua hal.
        Perkataan itu sangat mengejutkanku dan saya bertanya pada Tuhan mengapa Dia membiarkan seseorang yang melayani Tuhan sangat baik berada dalam Neraka. Tuhan memandangku dan berkata bahwa wanita ini telah percaya tipuan si-jahat. Walaupun wanita ini tahu benar Firman Tuhan dengan baik, dia percaya tipuan setan bahwa ada dosa besar dan dosa kecil. Dia berpikir bahwa dosa ‘kecil’ tak akan membawanya ke neraka sebab, bagaimanapun juga, dia adalah orang kristen.
        Tuhan melanjutkan, “Aku pergi menemui-nya beulang- kali dan mengatakan untuk berhenti melakukan apa yang dibuatnya namun banyak kali dia ber-alasan bahwa apa yang dilakukan-nya sangat kecil dan dia menyimpulkan peringatan-Ku sebagai perasaan bersalah-nya saja. Ada saat dia berhenti untuk sementara namun kemudian dia menguatkan dirinya sendiri bahwa peringatan itu bukan dari-Ku tetapi suara-nya sendiri sebab dosa itu terlalu kecil untuk mendukakan Roh Kudus.”
        Saya bertanya pada Tuhan dosa apakah yang diperbuatnya dan Tuhan menjawab, “Wanita ini mempunyai seorang teman suster di RS Oshakati. Kapan saja wanita ini sakit, dia tak akan pergi ke RS dan membayar kartu RS sebagai praktek biasa; dia akan menelepon temannya dan mengatakan agar menyiapkan obat-obatnya dari bagian apotek. Temannya selalu merasa dipaksa melakukannya dan meminta wanita ini mengambil obat pada jam yang ditentukan. Pertama, dia putuskan menerimah tipuan si-jahat tentang dosa kecil dan besar dan menolak kebenaran-Ku;dia menyebabkan orang lain berdosa dan mencuri baginya namun yang lebih buruk dari semuanya, DIA MENDUKAKAN ROH KUDUs. Inilah yang menyebabkannya di Neraka.Tak perduli jika kau membawa milyaran jiwa pada Tuhan;ada kemungkinan masuk neraka sebab mendukakan Roh Kudus. Kamu tak harus perduli dengan keselamatan orang lain namun kamu harus berhati-hati tak lupa jiwamu sendiri. Peka-lah pada Roh Kudus setiap saat”Setelah itu Tuhan berkata kami harus kembali.
        Banyak orang Kristen mendengar cerita ini mendapatinya sebagai persoalan. Mereka akan bertanya padaku, “bagaimana dengan jastifikasi, Rahmat dan Anugerah?” dan “Adakah kemungkinan kehilangan keselamatan itu setelah menerimanya?” “Bukankah hal itu sedikit keras?” “Dapatkah Allah sedemikian kasar?”
        Baiklah,seperti ku-sampaikan dimana-mana dalam buku, Saya tak membawah ajaran teologia disini. Saya hanya menyampaikan padamu apa yang telah Tuhan tunjukan dan katakan pada-ku dan yang Tuhan ijinkan ku-alami. Tolong pelajari Alkitab anda bagi semua jawaban. Perhatikan fasal-fasal berikut ini dan adili dirimu sendiri.
        “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri di tolak”. (1Korintus 9:27)

        “Jika demikian,apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?sekali-kali tidak!bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup didalamnya?(Roman 6:1-2)
        “Hendaklah dosa jangan berkuasa lagi didalam tubuhmu yang fana,supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.” (Roman 6:12)
        “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran,maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa kita, tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dasyat yang akan menghapuskan semua orang durhaka.” (Ibrani 10:26 –27)
        Dapatkah aku keneraka setelah melayani Tuhan dan membawa jiwa bagi-Nya? Engkau-lah hakimnya!

        • Shalom Torina,

          Terima kasih atas kesaksian yang anda sharingkan. Terus terang, saya tidak tahu tujuan anda untuk memberikan kesaksian ini kepada kami. Kalau tujuan anda adalah untuk berdiskusi tentang dosa berat dan dosa ringan, maka silakan memberikan dasar dari Kitab Suci yang kita yakini bersama dan bukan berdasarkan penglihatan atau kesaksian seseorang yang sangat sulit dibuktikan kebenarannya. Dalam diskusi seperti ini, penglihatan seseorang tidak akan memberikan bobot apapun. Ada begitu banyak kesaksian dari para santa-santo di dalam Gereja Katolik, namun tidak perlu saya kemukakan, karena anda juga tidak akan mempercayainya. Silakan membaca tanggapan kami terhadap kesaksian-kesaksian seperti ini di sini – silakan klik. Jadi, kalau anda ingin meneruskan diskusi tentang dosa berat dan dosa ringan, silakan membaca link-link ini – silakan klik, klik ini dan klik ini, dan kemudian silakan menanggapinya.

          Dengan adanya pembagian dosa berat dan dosa ringan, bukanlah dimaksudkan agar umat Katolik dapat berbuat dosa ringan sebanyak mungkin. Sebaliknya, umat Katolik dituntut untuk hidup dalam kekudusan – silakan klik. Namun, hidup kudus adalah satu perjuangan, yang diwarnai jatuh bangun. Dan perjuangan hidup kudus ini harus dilalui, baik oleh umat Katolik maupun non-Katolik. Semoga dapat diterima.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  29. Syaloom,

    di artikel pengenalan akan Kitab Suci Bag 2 ditulis

    “Perlu juga diketahui bahwa Luther mempertanyakan keaslian kitab 2 Makabe, dari segi historis dan karena di kitab tersebut juga berisi dasar doktrin Api Penyucian, yang bertentangan dengan prinsip-nya “Salvation by faith alone””

    Mao tanya, Apakah Api penyucian sebenarnya cuma ada di PL dan di PB Harus nya tidak ada? Apa dasar nya Gereja Katolik yakin di PB Api Penyucian tetap exist?

    Terima Kasih.

    [dari katolisitas: silakan membaca artikel di atas – silakan klik, dengan lebih teliti lagi, karena di artikel tersebut disebutkan dasar-dasar dari PL, PB, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja.]

    • Syaloom,

      Terima kasih atas petunjuknya Saya sudah baca lagi. Dan saya punya pertanyaan lagi

      Di jaman PL sebelum Tuhan Yesus datang, ada jiwa2 yang meninggal dan telah masuk ke api penyucian dan setelah selesai dimurnikan akan masuk ke “pangkuan Abraham” baru ketika Tuhan Yesus wafat dan turun ke tempat penantian, Dia mengabarkan Injil kepada orang2 yang sudah dimurnikan oleh api penyucian? Atau sebaliknya yaitu Tuhan mengabarkan Injil terlebih dahulu baru jiwa – jiwa tersebut dimurnikan oleh api penyucian?

      Apakah seperti itu?

      Terima Kasih

      • Shalom Leonard,

        Terima kasih atas pertanyaannya. Kalau kita melihat urutan waktu yang kita alami, memang dapat saja dalam Perjanjian Lama ada Api Penyucian dan juga Tempat Penantian. Bagaimana persisnya kedua hal ini berhubungan kita tidak tahu secara persis, apalagi kalau ditambah bahwa Api Penyucian tidak berada dalam waktu yang kita kenal. Dengan demikian, berapa lama orang-orang yang dibenarkan dalam PL melalui tahap pemurnian di Api Penyucian ini, kita juga tidak pernah tahu, karena lamanya bukan berada dalam waktu yang kita kenal. Yang kita tahu, Tuhan mengabarkan Injil kepada orang-orang yang ada di Tempat Penantian. Semoga dapat membantu.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

  30. syaloom,

    saya mau nanya…apakah org2 yg sudah mengaku dosanya sebelum meninggal akan langsung ke surga atau harus melewati api penyucian…dan bagaimana kita mengetahui atau membedakan org yg masuk surga, neraka, dan api penyucian….

    • Shalom Elis,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang pengakuan dosa dan Api Penyucian. Orang yang benar-benar menyesal atas dosanya, mengaku dosa sebelum dia meninggal – yang artinya dia meninggal tidak dalam kondisi dosa berat – maka orang tersebut tidak akan masuk neraka, namun akan masuk Sorga secara langsung atau Api Penyucian. Namun, kalau dia masuk ke dalam Api Penyucian, maka dia akan masuk Sorga. Walaupun kita dapat memberikan kondisi seseorang masuk ke tiga hal tersebut, namun kita tidak dapat mengetahui secara persis apakah seseorang masuk Sorga, neraka atau Api Penyucian. Secara prinsip, seseorang masuk ke Sorga ketika dia telah berada dalam kesempurnaan kasih, neraka kalau orang tersebut menolak kasih, dan Api Penyucian kalau kasihnya masih belum sempurna. Semoga jawaban singkat ini dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  31. Maaf ibu mengenai api penyucian, jujur saya masih bingung, karena dari kecil saya tahunya cuma kalau kita meninggal masuk surga atau neraka, tidak ada masuk api penyucian. Tapi jujur saya mempercayai bahwa memang itu ada sejak pengalaman teman saya.

    Saya punya teman,. setahu saya sewaktu ibunya mengandung, janinnya hampir tak terselamatkan dan sempat meninggal. Sampai akhirnya ibunya berdevosi kepada Santa Margareta Maria Alacoque dan akhirnya teman saya ini terlahir walaupun susah, dan nama teman saya pun diambil dari nama santa kudus tersebut.

    Teman saya ini dari kecil memang bisa melihat atau berbicara pada mahluk yang tidak nyata (dalam hal ini saya tidak tahu apakah itu hantu, arwah atau apapun). Ia seorang Katolik juga. Kalau saya tidak salah kelebihan ini ia dapatkan memang dari kecil. Namun ia pernah menceritakan kepada saya pernah suatu hari ia sedang melewati pemakaman umum, di mana di situ merupakan pemakaman umum Tionghua dan Katolik. Di sana teman saya bertemu dengan arwah di sana. Arwah perempuan itu bernama “Aching”. Katanya begini, dia meninggal dalam usia 20 tahunan. Saat ini ia sedang sedih karena ia meninggal sakit dan anggota keluarganya yang Kristen (bukan Katolik) tidak mendoakannya/Misa seperti kita mendoakan orang yang sudah meninggal, jadi sekarang ia belum tenang. Makanya teman saya itu sering mendoakan arwah ini dengan rosario. Banyak orang yang menganggap teman saya itu berbohong dan menganggap itu setan!!

    Teman saya juga banyak kedatangan arwah yang mengaku dari api penyucian, misalnya arwah nenek-nenek yang meminta untuk didoakan karena arwah tersebut masih berada di api penyucian. Arwah itu sengaja datang ke teman saya karena ia tahu teman saya bisa melihatnya dan berkomunikasi pada arwah2. Namun ia tidak meminta makanan atau apapun, ia cuma minta didoakan.

    Saya ingin bertanya, apa pendapat tim Katolisitas tentang kelebihan teman saya itu?? Saya sungguh tidak mengarang2 cerita ini, apalagi tentang api penyucian. Justru saya mengetahui ada api penyucian dari arwah yang datang pada teman saya tersebut, baru kemudian saya mencari artikelnya di sini dan juga telah membaca kesaksian Maria Simma. Sungguh membingungkan.

    Terimakasih. Mohon tanggapannya atas cerita teman saya tadi.

    • Shalom Stefanus,

      Memang ada beberapa orang yang mempunyai kesempatan untuk melihat jiwa-jiwa yang menderita di Api Penyucian. Hal ini dialami oleh beberapa santa-santo, seperti Padre Pio, juga dialami oleh Maria Simma. Dan mungkin saja teman anda mengalaminya. Bagi orang-orang yang mengalaminya, maka yang terpenting adalah mendoakan jiwa-jiwa yang malang tersebut, sehingga atas kemurahan Tuhan, maka jiwa-jiwa tersebut dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah iman kita tidak tergantung dari kesaksian-kesaksian di atas. Iman kita berdasarkan pada tiga pilar kebenaran, yaitu: apa yang dituliskan dalam Kitab Suci, dalam Tradisi Suci dan dirumuskan oleh Magisterium Gereja. Adalah hal yang wajar, kalau kesaksian-kesaksian tersebut dapat memperkuat iman kita. Namun, tanpa ada kesaksian-kesaksian di atas, tidak berarti bahwa kita mempercayai iman yang salah. Justru, kekokohan iman kita adalah bersumber dari tiga pilar kebenaran di atas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Terima kasih Bapak….saya banyak belajar dari situs ini, semoga makin maju dan memberikan artikel2 penting lain, salam damai.. Jbu

  32. Syaloom Pengurus Katolisitas,,

    Dulu pas di SMA saya dijelaskan begini oleh guru agama saya. Dia bilang ketika kita hidup kita terdiri dr daging dan roh jadi kita masi bisa di ampuni karena kita masih daging sehingga ketika kita terima Yesus dan di hapus dan ditanggung dosa kita, kita telah di sucikan roh nya jadi ketika kita mati daging sudah tidak ada tp roh masi ada. Berbeda dengan malaikat yang jatuh ke dalam dosa. Karena dia Roh dia sudah tidak bisa diampuni. Kalau kita manusia terdiri dr daging dan roh jadi bisa diampuni.

    Kira2 seperti itu. Saya mikir nya betul jg knapa Malaikat yg jatuh ke dosa tidak bertobat? padahal dia takut sama Tuhan. Nah kalau ada api penyucian, knapa Malaikat yg jatuh ke dosa tidak di sucikan saja lagi?

    Terima Kasih
    Tuhan Berkati

    • Shalom Leonard,

      Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa dan jiwanya bersifat spiritual. Pada saat kita bertobat, dibaptis dan mengikuti Kristus, maka Tuhan memampukan kita untuk menjalankan perintah-Nya atau berjuang dalam kekudusan, sampai akhirnya kita dapat mencapai Kerajaan Sorga. Ketika kita meninggal, maka jiwa kita akan diadili dan pada akhir zaman, jiwa kita akan bersatu dengan tubuh yang telah dimuliakan.

      Tentang pengampunan Tuhan: Kalau Tuhan masih mengampuni umat manusia pada waktu manusia berbuat dosa adalah karena kodrat dari manusia, yang memang tidak mempunyai pengetahuan yang lengkap serta kelemahan manusia adanya kecenderungan berbuat dosa (concupiscence). Bagaimana dengan malaikat? Kita harus mengingat bahwa malaikat adalah murni spiritual (pure spiritual), yang berarti cara mereka mendapatkan pengetahuan bukanlah bertahap, namun mempunyai pengetahuan yang penuh pada saat diciptakan. Oleh karena itu, malaikat yang melawan Allah tidak dapat diampuni, karena perbuatan dosa yang dilakukannya adalah dilakukan dengan pengetahuan yang penuh, baik terhadap dosa tersebut dan kesadaran akan perlawanan mereka terhadap Allah. Jadi, Api Penyucian tidak berguna bagi para malaikat yang jatuh, karena tidak ada penyesalan di dalam diri malaikat yang jatuh. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  33. Dear tim Katolisitas,

    Saya pernah membaca mengenai doktrin api penyucian disebuah website milik gereja Orthodox, mereka tidak mempercayai doktrin ini dengan alasan bahwa, jika api penyucian itu ada pada saat setelah orang meninggal sampai dengan akhir dunia ( saat Yesus datang kedua kali untuk mengadili ) lalu bagaimana dengan orang yang masih hidup pada saat akhir jaman tersebut ? apakah orang2 ini tidak mengalami yang namanya api penyucian ? apakah dengan demikian artinya Tuhan pilih kasih ?

    demikian keberatan yang gereja Orthodox ajukan mengenai doktrin api penyucian, bagaimana tanggapan dari kalian mengenai jawaban tersebut ?

    mohon pencerahan. Terima kasih

    JMJLU,
    CaesarAndra

    • Shalom CaesarAndra,

      Pada prinsipnya, Api Penyucian adalah masa pemurnian jiwa. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian:

      KGK 1030 Siapa yang mati dalam rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah, namun belum disucikan sepenuhnya, memang sudah pasti akan keselamatan abadinya, tetapi ia masih harus menjalankan satu penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu, supaya dapat masuk ke dalam kegembiraan surga.

      KGK 1031 Gereja menamakan penyucian akhir para terpilih, yang sangat berbeda dengan siksa para terkutuk, Purgatorium [Api Penyucian]. Ia telah merumuskan ajaran-ajaran iman yang berhubungan dengan Api Penyucian terutama dalam Konsili Firence (Bdk. DS 1304) dan Trente (Bdk. DS 1820; 1580). Tradisi Gereja berbicara tentang Api Penyucian dengan berpedoman pada teks-teks tertentu dari Kitab Suci (Bdk. misalnya 1 Kor 3:15; 1 Ptr 1:7).
      “Kita harus percaya bahwa sebelum Pengadilan Terakhir masih ada Api Penyucian untuk dosa-dosa ringan tertentu, karena kebenaran abadi mengatakan bahwa, kalau seseorang menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak (Mat 12:32). Dari ungkapan ini nyatalah bahwa beberapa dosa dapat diampuni di dunia ini, yang lain di dunia lain” (Gregorius Agung, dial. 4,39).

      Dengan berpegang kepada pengertian di atas, maka secara umum, kita mengetahui bahwa proses penyucian/ pemurnian jiwa memang dapat terjadi semenjak kita hidup di dunia ini, namun juga setelah kematian, jika kita belum sepenuhnya dimurnikan sebelum kita wafat. Jika kita wafat dalam kondisi rahmat dan persahabatan dengan Allah, namun kita belum sepenuhnya murni/ kudus, maka kita masih dapat mengalami masa pemurnian di Api Penyucian, sebelum kita dianggap Allah siap untuk bersatu dengan-Nya dalam Kerajaan Surga.

      Nah, pada kondisi mereka yang hidup sampai pada saat akhir dunia, nampaknya masa pemurnian ini telah mereka lalui di saat- saat terakhir menjelang akhir hidup mereka/ akhir dunia, karena kita ketahui bahwa akan ada banyak malapetaka (Mat 24, Luk 21:25-26), siksa dan penganiayaan menjelang akhir dunia tersebut, yang sungguh sangat besar, seperti yang kita ketahui juga dari Kitab Suci. Allah yang Maha Adil akan memperhitungkan segala sesuatunya dengan adil, namun prinsip utamanya tetap berlaku bahwa akan ada masa pemurnian jiwa orang- orang benar, sebelum seseorang dapat dikatakan sungguh- sungguh murni/ kudus dan siap untuk masuk dalam Kerajaan Surga. “Sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Allah.” (Ibr 12:14).

      Prinsip pemurnian/ penyucian ini diajarkan di dalam Kitab Suci, seperti telah dijabarkan di artikel di atas. Sesungguhnya pemurnian ini ada karena prinsip keadilan, kebenaran dan kekudusan pada Allah, bahwa segala kesalahan kita, bahkan yang terkecil sekalipun mempunyai konsekuensi, sehingga kita perlu sepenuhnya dimurnikan daripadanya. Dan bahwa hanya jika kita telah sepenuhnya kudus/ benar/ murni baru kita dapat bersatu dengan Allah yang adalah kudus. Oleh karena itu kita perlu dijadikan kudus/ murni, dan yang memurnikan kita adalah Allah sendiri, melalui proses pemurnian yang dapat terjadi sebelum kita meninggal dunia, atau sesudahnya, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya, sebelum kita dapat masuk dalam Kerajaan Surga. Bahwa setelah akhir jaman tidak ada lagi Api Penyucian, disebabkan karena setelah itu tidak ada lagi kehidupan di dunia seperti yang kita kenal sekarang ini, sebab semua telah diperbaharui di dalam Kristus. Maka yang ada tinggal neraka (bagi yang menolak Allah) dan surga (bagi yang percaya kepada-Nya dan kudus di hadapan-Nya); dan kehidupan di surga sendiri merupakan kehidupan yang baru, yang merupakan “kota Yerusalem yang baru/ surga dan bumi yang baru (New Heaven and earth)” di mana segala sesuatunya disatukan di dalam Kristus, dan Allah menjadi semua dan ada di dalam semua (1 Kor 15:28).

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  34. Shalom,

    alur berpikir sorang Katolik
    berdoa utk org mati BUKANLAH SIA2 krn mereka sebenarnya di API PENYUCIAN, makanya msh bisa didoakan.

    OK, saya coba mengikuti alur berpikir tsb.
    Menjadi pertanyaan:

    1. Siapa yg melakukan “penyucian” disana?
    2. Berapa lama waktu seseorang dibakar “api penyucian”?
    3. Api apakah yg membakar/menyucikan “jiwa2” disana?

    terima kasih

    • Shalom Vano,

      1&3. Yang melakukan penyucian di Api Penyucian adalah Tuhan sendiri. Sebab Tuhan dalam Alkitab disebutkan sebagai “Api yang menghanguskan”, walau tentu pengertian api Allah ini tidak sama dengan api yang kita kenal dalam dunia materi (matter), sebab Tuhan adalah Roh dan bukan materi. Kitab Suci menyatakan tentang Tuhan yang dihubungkan dengan api, demikian:

      Tampaknya kemuliaan TUHAN sebagai api yang menghanguskan di puncak gunung itu pada pemandangan orang Israel. (Kel 24:17)

      Sebab TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu. (Ul 4:24)

      Maka ketahuilah pada hari ini, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan di depanmu laksana api yang menghanguskan…. (Ul 9:3)

      Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan. (Ibr 12:29)

      Seluruh Kitab Suci mengisahkan tentang Kasih Allah yang begitu besar kepada umat-Nya, yaitu kasih yang berkobar laksana api. Maka pada saat kita bersatu dengan Tuhan maka kita tergabung dalam kasih-Nya yang berkobar itu. Laksana kayu yang dimasukkan dalam perapian, maka kayu itu memerlukan beberapa saat sebelum ia terbakar sempurna/ sama panasnya dengan api itu. Proses pemurnian itu, sampai jiwa manusia sempurna bersatu dengan Allah di surga, dikenal dengan kondisi yang disebut Api Penyucian.

      2. Berapa lama seseorang dimurnikan (istilahnya dimurnikan, bukan dibakar) dalam Api Penyucian?

      Kita tidak dapat mengukurnya dengan ukuran waktu kita. Karena setelah seseorang beralih dari dunia ini, maka ia tidak lagi terikat oleh dimensi waktu, yang berdasarkan atas waktu rotasi bumi mengelilingi matahari. Maka jangka waktu pemurnian ini ditentukan oleh Tuhan sendiri, sampai Ia menilai bahwa jiwa itu telah sempurna di dalam kasih dan telah siap untuk bersatu dengan-Nya di surga.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Terimakasih atas penjelasannya, pertanyaan saya selanjutnya

        Point No 2
        Ibu Inggrid, menjelaskan : apabila “jangka waktu pemurnian ini ditentukan oleh Tuhan sendiri”, maka berdoa utk org2 di purgatory nampaknya “tdk perlu” sebab nasib mereka ditentukan oleh Tuhan sendiri.
        Itu kesan saya, benarkah?

        Blessings,

        • Shalom Vano,

          Terima kasih atas jawaban dan pertanyaan anda. Dengan argumentasi yang sama, maka dapatkah saya mengatakan “jangka waktu terkabulnya suatu doa ditentukan oleh Tuhan sendiri, maka berdoa untuk orang-orang yang membutuhkan doa-doa kita nampaknya tidak perlu, sebab nasib mereka ditentukan oleh Tuhan sendiri?

          Dengan demikian, maka percuma kita saling mendoakan dan percuma juga ayat yang mengatakan untuk saling mendoakan (lih. Yak 5:16). Namun, saya yakin anda juga percaya akan ayat ini, yang menginginkan umat Allah dapat saling mendukung di dalam doa. Dan dukungan ini juga termasuk untuk orang-orang yang masih ada di Api Penyucian. Semoga jawaban ini dapat diterima.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

          • Shalom Bpk Stef,

            Terima kasih atas jawaban Bapak, saya ingin membuat hipotesa lebih dahulu ttg prugatory dg banyaknya info yg saya dapat dari banyak literatur termasuk di web ini ( tolong koreksi jika ada yg salah / luput )

            1, setelah mati manusia berada di suatu tempat (bukan surga dan neraka)
            2. di tempat itu mereka mengalami suatu keadaan yg disebut dg api penyucian
            3. melalui api penyucian ini, dosa disucikan
            4. doa dapat membantu mempercepat proses api penyucian ini

            alasan mengapa perlu api penyucian dan apa yg terjadi di sana
            1. maunusia (umat) dapat berbuat salah, dan ketika mati ia harus menanggung (menebus) kesalahan tersebut
            2. di tempat itu (setelah mati) manusia (umat) mengalami semacam ‘siksaan’ sebagai proses penyempurnaan
            3. meskipun alami siksa ini, manusia (umat) tetap selamat/masuk surga.

            pendapat saya sementara ini
            1. benar bahwa manusia setelah mati berada di suatu tempat (bukan surga / neraka)

            2. di tempat itu keadaan manusia sudah berbeda (yg percaya alami kebahagiaan seperti yg tergambar di kisah lazarus yg miskin)

            3. penebusan YESUS adl sempurna. dan bagaimana jika umat berbuat salah, jawabnya Tuhan punya parameter tersendiri untuk menghakimi (menentukan) upah yg akan diterimanya (inilah tingkatan di surga). inilah yg akan membedakan umat (sesuai dg buah2 yg dihasilkannya). inilah juga yg terjadi dg orang yg menjaga kekudusan atau yg kurang kudus ketika ia mati. karena itulah Paulus menasihati dan memperingatkan umat untuk menjaga hidupnya. “Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.” Wahyu 2:10 Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan

            4. sulit bagi saya mendapatkan gambaran ttg siksaan yg terjadi di prugatory dan sekaligus berapa lama terjadinya dan bertujuan untuk apa.

            Saya meyakini bahwa di surga ada perbedaan tingkat. dan tingkatan ini (upah) ditentukan oleh apa yg kita kerjakan di dunia. justru adalah aneh jika di prugatory sudah alami proses tebus dosa sehingga sempurna maka seharusnya keadaan di sorga adl sama. APAKAH bro BERPENDAPAT BAHWA DI SURGA TIDAK ADA TINGKATAN? sebab jika di sorga ada tingkatan maka apa yg terjadi di prugatory perlu dipertanyakan secara serius, yaitu untuk apa? jika untuk mencapai kesempurnaan maka seharusnya ketika masuk di surga akan mendapatkan kedudukan yg sama. jika masih ada perbedaan juga, maka sia-sia apa yg dialami di prugatory.

            menarik juga pertanyaan ttg apakah tingkatan di surga bisa berubah menjadi lebih tinggi (mungkin tidak). jika dihubungkan dg teory prugatory maka seharusnya bisa. namun akan kontradiktif dg proses yg sudah dialami di prugatory.

            Saya menanggkap “dalam Gereja Katolik, ada juga pengajaran tentang bagaimana menghindari Purgatory, yaitu dengan hidup kudus, dan ada petunjuk-petunjuk praktisnya dalam kehidupan sehari-hari. Bisa jadi Lazarus, penjahat di sebelah kanan YESUS, mereka terhindar dari Purgatory. Kemungkinan kedua, itu memang bukan purgatory karena masih dalam konsep perjanjian lama sebelum YESUS membuka tirai jalan ke sorga. Yaitu tempat penantian (dalam kebahagiaan maupun penyiksaan).

            rasanya manusia (umat) akan sulit untuk menghindari prugatory, demikian juga mustahil jika penjahat dan lazarus terhindar dari tempat ini. rasanya bahwa itu adl tempat penantian lebih masuk akal. sebab itulah mengapa saya masih kesulitan memahami teory prugatory ini, karena kondisi lazarus dan abraham sangat berbeda dg apa yg terjadi di prugatory. jika kisah lazarus mempergunakan konsep PL, maka teory prugatory menggunakan konsep apa? saya masih belum memahami bahwa kisah ini menggunakan konsep PL sebelum YESUS membuka tirai jalan ke surga. emang setelah YESUS membuka tirai jalan ke surga keadaan di (sebut saja sheol) sudah berpindah / berubah ?

            3. apakah dosa dapat disucikan oleh usaha manusia ? dan apakah dosa dapat disucikan setelah manusia itu mati ?

            4. jika umat diberi kesempatan untuk ‘memperbaiki’ diri, mengapa yang di neraka (sebut saja sheol di bagian/area yg menderita – si kaya dalam kisah lazarus yg miskin) tidak ?

            5. teory ini bisa memprovokasi seseorang untuk tidak menjaga hidupnya, sebab masih ada kesempatan untuk ‘memperbaiki’
            meskipun sudah mati.

            Salam dan trimakasih atas waktunya

          • Shalom Vano,

            Terima kasih atas pertanyaannya. Berikut ini adalah tanggapan yang dapat saya berikan.

            1. Setelah mati, manusia akan mengalami pengadilan khusus (lihat tanya jawab ini – silakan klik), sehingga manusia tahu apakah dia masuk ke Sorga, neraka atau Purgatorium. Bagi yang mati dalam kondisi dosa berat dan tanpa penyesalan, maka orang tersebut akan masuk neraka. Bagi yang mempunyai kesempurnaan kasih, maka orang tersebut akan masuk Sorga secara langsung. Bagi yang masih mempunyai dosa-dosa ringan yang harus dimurnikan, maka orang tersebut akan masuk ke Api Penyucian. Melalui Api Penyucian ini, maka manusia akan mengalami pemurnian, sehingga pada saatnya, dia akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Dan memang doa dapat membantu proses pemurnian ini.

            2. Api Penyucian ada, karena memang banyak manusia yang belum mempunyai kesempurnaan kasih, namun di satu sisi orang-orang ini juga tidak melakukan dosa berat. Mungkin lebih tepat orang-orang yang berada di Api Penyucian mengalami pemurnian dan bukan siksaan. 1Kor 3:15 merupakan ayat yang mendukung keberadaan Api Penyucian, karena walaupun terbakar (dimurnikan di Api Penyucian), namun orang tersebut tetap akan diselamatkan.

            3. Penebusan Yesus memang sempurna dan melalui misteri Paskah, maka keselamatan terbuka untuk seluruh umat manusia. Penghakiman akan senantiasa berdasarkan kasih – yang mensyaratkan iman. Tingkatan kasih ini juga yang menentukan posisi seseorang di dalam Kerajaan Sorga. Tingkatan kasih adalah kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama atas dasar kasih kepada Tuhan, yang kita lakukan selama berada di dunia ini. Ayat yang anda pakai, yaitu Why 2:10 adalah merupakan contoh bahwa seseorang (dalam ayat tersebut adalah jemaat di Smirna – lih. ay 8) untuk tetap setia di dalam penderitaan. Karena bagi umat beriman, semua penderitaan di dunia ini adalah bersifat sementara (yang dilambangkan dengan sepuluh hari oleh rasul Yohanes di ay. 10). Kalau orang setia sampai akhir hayat mereka, maka dia akan memperoleh mahkota kehidupan.

            3. Apakah di Sorga ada tingkatan? Kita tahu ada derajat kesempurnaan kasih di dalam Kerajaan Sorga. Sebagai contoh, Yesus mengatakan “Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.” (Mt 5:19). Tentang Yohanes Pemandi, Yesus mengatakan “Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya.” (Mt 11:11). Setelah manusia masuk dalam Kerajaan Sorga, maka tidak mungkin kasihnya akan bertambah, karena Sorga adalah tujuan akhir. Di tujuan akhir, kasih tidak akan bertambah. Kalau bertambah, maka Sorga bukan lagi menjadi tujuan akhir. Di tujuan akhir, maka orang telah mencapai kepenuhannya dan menikmati tujuan akhir tersebut.

            4. Tingkatan di Sorga – yang berdasarkan kesempurnaan kasih, tidaklah bertentangan dengan pemurnian yang terjadi di Api Penyucian. Api Penyucian memurnikan orang-orang yang masuk di dalamnya, sehingga mereka layak untuk masuk dalam Kerajaan Sorga. Namun, tingkat kasih dari orang-orang tersebut ditentukan dalam kehidupan di dunia ini. Sebagai gambaran, kita tidak akan protes kalau yang terberkati Bunda Teresa dari Kalkuta akan menduduki tempat yang lebih tinggi dari kita, karena kita menyadari bahwa kasih yang dia tunjukkan selama di dunia ini adalah begitu luar biasa dan melebihi kebanyakan manusia. Jadi, walaupun kita melewati Purgatorium, kesempurnaan kasih dari tiap-tiap orang akan berbeda-beda, tergantung bagaimana kehidupan orang tersebut di dunia.

            5. Tentang Lazarus: Pada waktu itu, Sorga belum terbuka, karena Yesus belum naik ke Sorga. Jadi, pada waktu itu, Lazarus ada bersama-sama dengan Abraham dan semua orang-orang benar yang lain, yang disebut bosom of Abraham atau Limbo of the just atau tempat penantian. Mereka yang ada di tempat penantian adalah orang-orang yang dibenarkan oleh Allah, namun masih menunggu Kristus membuka pintu Sorga. Pada saat Kristus wafat dan turun ke tempat penantian, maka pada hari ke tiga Dia bangkit dan membawa jiwa-jiwa ke Sorga pada saat kenaikan-Nya ke Sorga. Dan setelah kenaikan Kristus ke Sorga, maka Tempat Penantian tidak ada lagi, karena pintu Sorga telah terbuka. Namun, keberadaan Tempat Penantian, bukan berarti membuat Api Penyucian tidak ada. Kita melihat ayat-ayat di Makabe, yang menjadi dasar Api Penyucian, yang berarti ada sebelum kedatangan Kristus.

            6. Bagaimana dosa dapat disucikan? Atau lebih tepatnya hubungan kita dengan Tuhan yang terganggu oleh dosa ringan atau terputus oleh dosa berat dapat dipulihkan dengan pertobatan. Dosa ringan dapat dipulihkan dengan Sakramen Ekaristi dan dosa berat dapat dipulihkan dengan Sakramen Tobat atau pertobatan sempurna – pertobatan yang bukan berlandaskan takut hukuman namun karena telah menyedihkan hati Tuhan. Dan ini hanya dapat dilakukan pada waktu kita masih hidup di dunia ini. Dengan demikian, orang-orang yang memutuskan – dengan menggunakan keinginan bebasnya – untuk menolak kasih dan pengampunan Allah, mereka memilih untuk masuk ke dalam neraka. Dan karena orang-orang yang masuk neraka telah memilih dengan sadar untuk memisahkan diri dengan Allah walaupun diberi begitu banyak kesempatan begitu banyak oleh Tuhan di dunia ini untuk memperbaiki dosa-dosa mereka, maka mereka tidak mempunyai kesempatan lagi pada saat pengadilan terakhir.

            Jadi, secara prinsip, apakah kita akan masuk ke dalam Sorga, neraka, atau Api Penyucian ditentukan dari kehidupan kita di dunia ini. Tidak ada kesempatan ke dua setelah kematian. Dan kita percaya bahwa Tuhan telah memberikan rahmat yang cukup bagi setiap orang yang dapat menuntun setiap orang kepada keselamatan. Orang-orang yang masuk ke dalam Api Penyucian bukan diberi kesempatan kedua, namun dimurnikan, yang nantinya pasti akan berakhir di Sorga. Semoga penjelasan di atas telah menjawab beberapa pertanyaan anda. Kalau masih ada yang kurang, silakan menyampaikannya kembali.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            stef – katolisitas.org

          • Penebusan Yesus adalah sempurna. Namun faktanya kuasa kegelapan dari jaman Adam hingga saat ini masih ada. Kita renungkan secara iman dimana kesempurnaan penebusan itu. Dalam Alkitab ada dua hal utama yang mencolok dalam karya Yesus. Satu adalah pernyataan ke-Allahan Yesus (Yesus menyatakan sebagai Putra Allah, Jalan Kebenaran, dll), yang kedua adalah pengajaran. Yesus memperkuat dengan banyak mukjizat untuk menyatakan kebenaran dalam dua hal tadi. Karena kuasa gelap masih ada, maka manusia akan selalu mempunyai dua sisi itu. Yesus adalah putra Allah. Ada kesempurnaan dalam diriNya. Berbeda dengan manusia. Manusia tidak sempurna. Karena mempunyai dua sisi tersebut. Namun Yesus mengajak manusia untuk bersatu dengan diriNya, dengan tubuhNya. Untuk menjadi sempurna dalam kerajaan Surga. Konteks inilah sehingga ada Api Penyucian. Api penyucian menjadikan kita sempurna. Relevansi dengan Pengadilan Terakhir, bukankah kita yang mengenal Yesus telah terpilih?. Dalam doa, kita mewujudkan konektifitas hubungan antara manusia yang hidup dengan Tuhan. Konektifitas itu juga berlaku untuk manusia yang hidup dan yang telah meninggal. Karena yang telah meninggal berada dalam alam Tuhan. Dalam wujud Roh, namun Roh yang masih berdosa. Sedang di dunia ini Tuhan sendiri masih berkarya bagi kita dalam wujud Roh Kudus. Roh Kudus lah sebagai jembatan konektifitas antara kita yang hidup, Tuhan dan manusia yang telah meninggal. Sehingga doa bukan hanya perwujudan dari keinginan kita untuk bersatu sebagai saudara yang percaya dalam Kristus nantinya, namun juga sebagai ungkapan bahwa kita akan tetap bersama di Surga nantinya, dengan orang-orang yang kita cintai saat waktu hidup didunia ini. Apalah arti kebahagiaan di surga jika kita seorang diri. Dari lima agama besar didunia hanya Protestan yang tidak mengakui konsep adanya hubungan manusia hidup dan yang telah meninggal dunia. Sayapun tidak tahu. Banyak orang Katolik menerima bahwa kritikan Martin Luther baik terhadap perbaikan gereja. Namun mengapa harus banyak merubah ajarannya?

  35. Kalau memang “API PENYUCIAN” itu ada, lalu….apa gunanya “DARAH YESUS ?????!!!!!!”……apakah darah Yesus tidak sanggup untuk menyucikan manusia sehingga diperlukan api penyucian ????!!!!!….

    Lalu, untuk apa Yesus capek2 jadi manusia dan mau disalibkan kalau toh ada yang namanya Api Penyucian ???!!!

    Terimkasih…GBU

    • Shalom Penuai,

      Tentu saja, Darah Yesus itulah yang menyelamatkan kita. Gereja Katolik juga mengajarkan demikian. 1 Yoh 1:7 mengatakan,

      Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.

      Ajaran tentang Api Penyucian bukannya bertujuan untuk mengatakan bahwa Darah Yesus kurang berkuasa untuk menyucikan kita. Sebab jiwa- jiwa yang ada di dalam Api Penyucian itu adalah jiwa- jiwa yang nantinya juga pasti masuk Surga, oleh kuasa penebusan Darah Kristus. Adanya Api Penyucian ini yang merupakan kondisi pemurnian jiwa- jiwa, adalah demi sifat keadilan Tuhan sendiri, yang tidak mungkin menerima jiwa yang belum sepenuhnya kudus dan sempurna untuk bersatu dengan-Nya di surga. Sebab tak ada sesuatu yang najis dapat masuk dalam kerajaan surga (Why 21: 27); dan juga, sebab tanpa kekudusan tak ada seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14). Padahal kita ketahui manusia pada umumnya meninggal dalam keadaan belum sepenuhnya kudus, walaupun sudah mengimani Kristus.

      Silakan membaca artikel ini, silakan klik, jika anda ingin mengetahui dasar- dasar pengajaran Gereja Katolik tentang Api Penyucian.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Terimakasih Ibu buat jawabannya…Tetapi menurut saya jawabannya malah Kontradiktif sekali….
        Saya sudah baca artikel Ibu malah tambah kontradiktif. Sebenarnya kita bersyukur atas pengorbanan darah Yesus di Kayu salib atau karena ada Api penyucian.

        Kembali ke pertanyaan awala saya Bu….kalau memang tujuan dari api Penyucian itu untuk menyucikan manusia…lalu..Apa gunanya Darah Kristus ????!!!!!!

        Setahu saya TUHAN tidak pernah bekerja setengah-setengah, sekali Dia menyelamatkan…maka akan selamat. Kalua toh, ada Api Penyucian maka TUHAN Yesus ngak perlu repot2 jadi manusia dan mati menebus manusia. Langsung aja semua manusia yang berdosa dimasukkan ke dalam api penyucian….nahhh…bereskan. Semua masuk surga…..Iblis gigit jari.

        Bukankah itu yang menjadi cita2 TUHAN ???!!! agar tidak ada satupun manusia yang binasa.

        Terimakasih buat jawabannya BU.

        GBU

        [dari Katolisitas: pesan ini disatukan, karena masih satu topik]

        Saya tidak tahu apakah anda pernah membaca buku karangan Maria Simma, yang kalau tidak salah berjudul, “Bebaskanlah kami dari sini”. Maria Simma ini juga memperoleh karunia dapat melihat atau didatangi jiwa- jiwa yang masih berada di dalam Api Penyucian. Maka memang orang- orang tertentu dapat diberi karunia demikian oleh Tuhan. Tentu jika Tuhan memberi, Dia sudah mengetahui bahwa orang yang diberi karunia itu dapat menanggungnya

        Maaf Ibu, mau komentar lagi……

        Bukankah hal seperti ini bertentangan dengan perintah TUHAN sendiri yang menyatakan supaya jangan berhubungan dengan arwah atau roh orang mati ???!!!!!.

        Bahkan TUHAN dengan tegas mengatakan bahwa dunia orang mati dan dunia orang hidup itu telah terputus. Mungkinkah TUHAN membantah FirmanNya sendiri ???!!!!

        Kalau ada jiwa2 atau roh dari orang mati yang menjumpai kita, itu bukanlah Karunia dari TUHAN…tetapi Iblis yang menyamar untuk menyesatkan manusia dengan cara meminta doa. PAdahal sangat jelas bahwa doa kita tidak akan berpengaruh terhadap dunia orang mati. Karena kesempatan mereka telah habis selama mereka di dunia ini.

        Terimakasih Ibu.

        GBU

        • Shalom Penuai,

          1. Anda melihat Api Penyucian dan pengorbanan Kristus sebagai hal yang kontradiktif karena anda menganggapnya sebagai dua hal yang terpisah. Namun kalau anda melihatnya sebagai satu kesatuan, maka tidak akan menjadi kontradiktif.

          Kita tetap diselamatkan oleh jasa pengorbanan Kristus. Darah Kristuslah yang menyelamatkan kita. Tanpa pengorbanan Kristus, semua umat manusia binasa karena dosa, karena upah dosa adalah maut (Rom 6:23). Dengan pengorbanan Kristus maka terjembatanilah jurang yang memisahkan kita dengan Tuhan, dosa- dosa kita ditebus dan kita dapat memperoleh keselamatan. Kristus menjadi yang sulung dari segala ciptaan (Kol 1:15), yang pertama bangkit dari alam maut (Kol 1:18) dan darah-Nya memperdamaikan manusia dengan Allah (Kol 1:20) dan Kristus membuka pintu surga bagi kita manusia.

          Dengan demikian, pengorbanan Kristus itulah yang memungkinkan kita manusia dapat masuk surga. Namun prosesnya bagaimana agar dapat sampai ke sana, itu adalah melalui proses pemurnian, yang juga dilakukan oleh Allah sendiri; entah lewat berbagai ujian hidup di dunia ini, ataupun melalui ujian setelah kita beralih dari dunia ini. Nah, ujian/ proses pemurnian yang terjadi sesaat kita telah wafat ini dikenal sebagai Api Penyucian; di mana Allah sendiri akan memurnikan jiwa seseorang sampai ia siap untuk bersatu dengan-Nya di surga. Kenapa harus ada proses pemurnian ini? Karena ini adalah syarat bagi keadilan Tuhan sendiri, yang tidak akan membiarkan segala yang belum sempurna dan kudus untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga dan memandang Allah (lih. Why 21:27; Ibr 12:14).

          Maka proses pemurnian jiwa tersebut tidak untuk dipertentangkan dengan pengorbanan Kristus. Tanpa pengorbanan Kristus tidak akan ada manusia yang dapat masuk surga, maka tidak ada juga Api penyucian; sebab semua orang akan binasa di neraka. Namun bukan ini rencana Allah; sebab Allah berkehendak agar semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan tentang kebenaran (1 Tim 2:4). Rencana keselamatan Allah ini diberikan melalui penjelmaan Kristus menjadi manusia, yang wafat dan bangkit bagi kita. Namun untuk sampai pada keselamatan itu Allah juga melibatkan manusia untuk bekerja sama dengan-Nya. Jadi, keselamatan ini bukan hanya berarti diselubungi oleh jubah kebenaran Kristus, lalu seseorang dapat langsung masuk surga, walaupun di balik jubah itu, jiwanya masih belum sempurna. Ini kondisi yang bertentangan dengan firman Tuhan dalam Why 21:27 dan Ibr 12:14 tersebut.

          Saya menyadari bahwa ada banyak orang sulit menerima ajaran tentang Api Penyucian ini, terutama mereka yang berpendapat bahwa sekali menerima Yesus, maka sudah pasti selamat, entah ia hidup kudus atau tidak. Tentang topik ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Namun jika anda mempelajari Kitab Suci dari Perjanjian Lama, sampai dengan Perjanjian Baru, anda akan melihat prinsip dasar keadilan Allah yang selalu berdampingan dengan belas kasihan-Nya. Allah tidak hanya mensyaratkan iman yang terlepas dari perbuatan kasih; dan Allah mensyaratkan kekudusan agar kita dapat diselamatkan (Ibr 12:14). Dengan demikian, tidaklah mungkin Allah mau bersatu dengan jiwa yang belum sepenuhnya kudus; atau hanya dinyatakan kudus karena diselubungi oleh jubah Kristus. Maka Api penyucian ini adalah sarana yang diadakan Allah untuk menguduskan umat-Nya, jiwa ia wafat dalam kondisi rahmat, namun belum sepenuhnya sempurna. Dalam kondisi ini, Allah sendiri akan menjadikan jiwa itu sepenuhnya kudus, baru kemudian membawanya bersatu dengan-Nya di surga. Proses penyucian ini dikenal dengan Api Penyucian, karena Allah yang adalah Sang Api Kasih (Ul 4:24; Ibr 12:29) akan menyalakan jiwa kita sampai kita sepenuhnya siap untuk memandang-Nya dalam keadaan-Nya yang sesungguhnya (1 Yoh 3:2).

          2. Mengenai buku Maria Simma itu adalah buku yang mengisahkan tentang pengalaman pribadinya. Umat Katolik tidak diharuskan untuk mempercayainya sama seperti mengimani ajaran Wahyu publik yang disampaikan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci. Namun ajaran untuk mendoakan jiwa- jiwa yang sedang dimurnikan dalam Api Penyucian juga sudah diajarkan baik di dalam Kitab Suci yaitu 2 Mak 12: 38-45; maupun oleh para kudus lainnya, seperti St. Gertrude, St. Padre Pio, St. Faustina Kowalska, dst.

          Mendoakan mereka yang sudah meninggal dunia tidak sama dengan ‘berhubungan dengan arwah roh orang mati’, yang dilarang oleh Tuhan pada PL. Karena pada PL yang terjadi adalah orang berhubungan dengan roh- roh orang mati dengan memanggil arwah tersebut untuk meramal nasib (lih. 1 Sam 28, Im 19:31, 20:6; Ul 18:11). Namun yang terjadi pada Maria Simma atau St. Padre Pio tersebut adalah, mereka tidak memanggil arwah, namun arwah tersebut yang atas seijin Tuhan, menampakkan diri kepada mereka mohon didoakan. Maka di sini tidak ada faktor pemanggilan arwah, meminta petunjuk kepada arwah, ataupun penyembahan kepada arwah; yang ada adalah mendoakan agar arwah tersebut dapat segera bersatu dengan Allah di surga.

          Maka hubungan yang terputus adalah antara kita yang masih hidup di dunia ini dengan mereka yang ada di neraka (Luk 16:19-31) sebab mereka yang di neraka sudah binasa, dan tidak ada doa- doa yang dapat membawa mereka beralih ke surga. Namun mereka semua yang meninggal di dalam Kristus, yang semasa hidupnya mengimani Kristus, makan dan minum Tubuh dan Darah-Nya, mereka itu mempunyai hidup yang kekal, (Yoh 3:16; Yoh 6:53- 58) artinya mereka itu tetap hidup selama- lamanya, walaupun tubuhnya sudah mati. Ini adalah janji Kristus sendiri. Maka jika kita menganggap bahwa orang yang meninggal dalam Kristus itu mati tubuh dan jiwanya, maka ini malah membantah firman Tuhan. Sebab justru buah pengorbanan Kristus adalah untuk memberikan kehidupan kekal kepada mereka yang percaya kepada-Nya. Oleh kemenangan Kristus atas maut, maka Ia dapat mempersatukan semua anggota-Nya sebagai satu Tubuh dan kesatuan ini tidak terpisahkan oleh maut. Maka kita yang masih berziarah di dunia, dan mereka yang sedang dimurnikan di dalam Api Penyucian, dan mereka yang sudah berjaya di Surga, tergabung dalam satu Tubuh Kristus dan diikat oleh kasih Kristus.

          Dengan demikian, tidak semua penampakan diri dari jiwa- jiwa orang yang sudah meninggal merupakan pekerjaan setan. St. Thomas Aquinas dalam Summa Theology mengajarkan bahwa walaupun memang benar, beberapa penampakan adalah pekerjaan setan (ST II-II q. 85 a. 3), Tuhan kadang-kadang mengizinkan penampakan yang ajaib dari orang-orang yang sudah meninggal kepada mereka yang masih hidup dengan dispensasi yang istimewa, demi maksud penyelamatan-Nya yang seluruhnya bijaksana (ST I q. 89 a. 8 repl. obj. 2).

          Selanjutnya, benar jika anda mengatakan bahwa kesempatan kita untuk hidup beriman dan hidup kudus memang hanya berlaku selama kita hidup di dunia ini. Sesudah itu kita akan dihakimi menurut perbuatan kita (lih. Why 20:12) yang akan menentukan apakah kita masuk neraka atau surga. Sedangkan kalau masuk surga, maka pertanyaannya adalah apakah dapat langsung bersatu dengan Allah di surga, atau haruskah dimurnikan dahulu oleh Allah dalam Api Penyucian. Maka Api penyucian ini sendiri bukan merupakan ‘kesempatan kedua’. Mereka yang masuk ke dalam Api Penyucian adalah mereka yang diselamatkan, yang nantinya masuk surga. Mereka yang wafat dalam keadaan berdosa berat dan tidak bertobat, tidak masuk ke dalam Api Penyucian, tetapi ke neraka. Maka Api Penyucian ini diadakan Allah, karena Allah tidak dapat menyangkal hakekat-Nya sendiri sebagai Allah yang kudus dan sempurna (lih 2 Tim 2:13), maka manusia yang akan bersatu dengan-Nya di surga juga harus dibuatnya kudus dan sempurna.

          Demikian tanggapan saya, semoga dapat menjadi masukan buat anda.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

        • Sdr penuai. …Apakah sdr bisa menggaransi bahwa sesudah menerima darah Kristus, lantas sdr tetap menjadi kudus selama namanya…dan saat meninggal pasti dan langsung masuk surgawi? Siapakah yang menjamin? Ngga ada…bahkan Tuhan Yesus sendiri berkata “enyalah kamu hai pembuat kesehatan…..”, jd mohon tidak menggampangkan pola ajaran Yesus. .sebab meskipun kita berseru Tuhan. ..Tuhan. ..sehari 24 jam non stop sebab sudah dibaptis dan menerima Darah Yesus…itu tidak menjamin km masuk surga ….perumpamaan tentang siapa yg masuk surga dan siapa yg tidak masuk surga dalam Injil Matius sangat jelas penggambarannya. Bukan orang yg berseru Tuhan Tuhan yg akan diselamatkan. ..Tetapi perlu diukur dari apa yg sudah kamu lakukan untuk saudaramu yg paling hina. …Masihkah kita mengatakan kita yg percaya Yesus sudah pasti ke surga seperti ajaran beberapa gereja yang tidak benar? Kalau jawabnya tidak. ..maka bersyukurlah ada api penyucian buat oma opa mu yg sudah meninggal..kalau jawabnya iya pasti. ….belajarlah lebih banyak di Injil Matius dan di katolisitas ini

  36. salam kristus Ibu Inggrid

    saya mohon bantuan kepada ibu Inggrid,seperti yang saya baca di atas memang secara explisit tidak disebutkan adanya api penyucian dalam alkitab tapi bisakah ibu memberikan bacaan yang sekiranya bisa membantu menyakinkan atas api penyucian tersebut ada dan kita akan disucikan oleh api tersebut.
    terimakasih

    • Shalam Yunus,

      Kata “Api Penyucian”, seperti juga kata “Trinitas”, memang tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Namun demikian prinsip ajaran tentang hal itu sangat jelas diajarkan di dalam Kitab Suci, baik di dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Api penyucian merupakan proses pemurnian sementara yang terjadi setelah kematian bagi mereka yang wafat dalam kondisi rahmat dan dalam persahabatan dengan Allah (lih. Rom 11:22); namun masih mempunyai jejak/ efek dosa, keterikatan yang tidak semestinya dengan benda ciptaan, ataupun yang kehendaknya belum sepenuhnya sama dengan kehendak Allah. Masa pemurnian ini melibatkan penderitaan (seperti yang dijabarkan oleh Rasul Paulus bagai melewati api, 1 Kor 3:15) sebab di dalam proses ini Api kemuliaan Allah akan membakar semua ketidakmurnian yang masih ada di dalam jiwa orang tersebut, sebab Allah sendiri adalah “Api yang menghanguskan” (Ul 4:24; Ibr 12:29). Baru ketika proses pemurnian ini tergenapi, jiwa itu siap untuk memasuki hadirat Allah dan memandang Allah dalam keadaan Allah yang sebenarnya (lih. 1 Yoh 3:2). Sebab Allah adalah Maha Kudus (Im 19:2) dan sempurna (Mat 5:48); maka tidak ada sesuatupun yang tidak kudus dapat masuk dalam kerajaan Allah (lih. Why 21:27).

      Untuk mempercayai bahwa tanpa kesempurnaan seorang bisa bersatu dengan Tuhan di surga, itu bertentangan dengan hakekat Tuhan yang kudus. Padahal kita ketahui bahwa sebagaian besar manusia wafat dalam keadaan belum sepenuhnya sempurna, meskipun sudah mengimani Kristus. Maka Api Penyucian adalah cara Allah untuk memurnikan umat-Nya untuk memasuki Kerajaan-Nya, untuk mengambil bagian di dalam perjamuan Amak Domba.

      Maka walaupun kata “Api Penyucian” tidak tertulis di dalam Kitab Suci, namun prinsipnya diajarkan di dalam Kitab Suci. Terutama, hal mendoakan jiwa- jiwa yang sudah meninggal diajarkan secara eksplisit di dalam 2 Mak 12:38-46, yaitu dengan mempersembahkan kurban penghapus dosa bagi mereka yang sudah meninggal dunia. Bagi umat Katolik kurban ini adalah Ekaristi. Maka cara yang paling baik untuk mendoakan jiwa- jiwa sesama yang telah wafat di dalam Tuhan adalah dengan mempersembahkan ujud Misa Kudus.

      Selanjutnya, baca beberapa kutipan ini, seperti Mat 12:32, di mana Yesus mengisyaratkan bahwa ada dosa- dosa tertentu yang dapat diampuni pada ‘dunia yang akan datang’. Ini pasti bukan surga, sebab di surga segalanya sudah sempurna, tidak ada dosa lagi; dan ini juga bukan neraka di mana sudah tidak ada lagi dosa yang bisa diampuni. Maka di sini mengacu kepada suatu ‘kondisi’ yang lain, yaitu yang disebut Api Penyucian.

      Mat 18: 21-35 juga mengisahkan melalui perumpamaan, bahwa jika seseorang belum sepenuhnya mengampuni sesamanya, ia tidak dapat masuk dalam Kerajaan Surga. Artinya, seseorang baru dapat masuk surga jika ia telah ‘melunasi semua hutang- hutangnya’, dimurnikan sampai benar- benar sempurna (lih. Luk 12:58).

      Sebab pada hari Tuhan, (hari Tuhan adalah saat kedatangan Yesus yang kedua, yaitu pada saat kematian kita dan saat kedatangan Yesus di akhir jaman), segala pekerjaan kita akan diuji oleh api (lih. 1 Kor 3:10-16). Dan meskipun pekerjaan itu terbakar, kita masih dapat diselamatkan seperti melalui api, dan inilah yang kemudian disebut Api Penyucian. Jiwa- jiwa di dalamnya inilah yang disebutkan oleh Rasul Petrus sebagai roh- roh yang ada di dalam penjara, di mana Injil diberitakan di dunia orang mati, agar setelah dihakimi, roh mereka dapat hidup menurut kehendak Allah (lih. 1Pet 3: 19; 4:6).

      Akhirnya, semoga dapat kita sadari bersama, bahwa tidak mempercayai adanya Api Penyucian tidak menjadikan Api Penyucian itu tidak ada. Kesadaran akan adanya Api Penyucian ini mendorong kita untuk berjuang untuk hidup kudus, dalam persekutuan dengan orang- orang yang telah mendahului kita. Inilah salah satu wujud nyata bahwa kita sebagai sesama anggota Tubuh Kristus saling tolong menolong dan menanggung beban (Gal 6:2); dan bahwa ikatan persaudaraan kita dalam kesatuan Tubuh Kristus itu, tidak terputuskan oleh maut. Sebab Sang Kepala Tubuh adalah Kristus telah berjanji untuk memberikan hidup selama- lamanya kepada kita semua yang memakan Tubuh dan Darah-Nya (lih. Yoh 6: 53-58). Karena itu meskipun tubuh kita mati, namun jiwa kita tetap hidup; dan karenanya tergabung dalam Tubuh Mistik Kristus yang hidup selama-lamanya. Kita mendoakan mereka yang masih dimurnikan dalam Api Penyucian, namun setelah mereka sampai di Surga, merekalah yang kelak mendoakan kita. Demikian pula begitu kita sampai di surga kitapun mendoakan mereka yang masih berziarah di dunia. Dengan demikian, ikatan kasih persaudaran kita sebagai anggota- anggota Kristus tetap ada selamanya, sebab “maut telah ditelan dalam kemenangan” (1 Kor 15:54) oleh Yesus Kristus Tuhan kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  37. Ibu Igrid ytks

    Saya juga mau menambahkan pengalaman ibu Dela, mengenai salah satu anggota keluarganya yang didatangi para jiwa. Salah satu anggota keluarga kami juga punya pengalaman yang sama. Dan kami sudah banyak mendoakan mereka. Dan banyak sekali pengalaman fantastis yang kami alami sebenarnya berkenaan dengan doa untuk para jiwa ini. Jika ada yang berminat untuk mendiskusikan ini, kalau boleh para pengasuh atau ibu Ingrid, untuk meneruskan e-mail saya ke ibu dela sekedar untuk sharing.

    salam

    albertus

  38. Shalom Ibu Ingrid Listiati,

    Saya memiliki saudara yang kebetulan memiliki kharisma khusus untuk melihat atau didatangi oleh jiwa2 di api penyucian. Dan dia sering merasa berat menerima kharisma tersebut. Sebab seringkali dia di datangi oleh jiwa2 malang yang memohonkan doa, atau membawa pesan kepada sauadra2nya untuk mendoakan dia. Jika jiwa tersebut masih termasuk salah satu saudara kita tidaklah menjadi masalah disini, dengan muda ia bisa menyampaikan pesan tersebut, perkara saudara kita mau percaya atau tidak dia kembalikan kepada yang bersangkutan. Namun yang menjadi masalah adalah jiwa2 lain yang bukan saudaranya mendatangi dia juga, seperti jiwa salah seorang tetangga yang dia tidak kenal baru saja meninggal dan malam hari mendatanginya dan memohon pada saudara saya untuk menyampaikan pesan kepada keluarganya, tetapi saudara saya tidak mau dan menolak.

    Dia juga menceritakan bahwa Bunda Maria menjadi pelindung bagi jiwa-jiwa tersebut, dan tiap tanggal 2 november jiwa2 tersebut diijinkan untuk mendatangi keluarga mereka, syukur bagi keluarga yang mendoakan mereka pada hari itu dan mengenang mereka, tetapi sungguh menyedihkan bagi jiwa yang dilupakan oleh keluarganya ia berada di rumah keluarga tersebut seolah tanpa sambutan karena tidak ada yang mendoakannya.

    Saudara saya sendiri merasa “berat” menerima kharisma ini karena dia merasa tidak sanggup namun dia tetap berdoa kepada Tuhan untuk itu. Yang ingin saya tanyakan apakah kharisma ini datang dari Tuhan atau bukan?

    Salam Kasih dalam Tuhan

    • Shalom Dela,
      Saya tidak tahu apakah anda pernah membaca buku karangan Maria Simma, yang kalau tidak salah berjudul, “Bebaskanlah kami dari sini”. Maria Simma ini juga memperoleh karunia dapat melihat atau didatangi jiwa- jiwa yang masih berada di dalam Api Penyucian. Maka memang orang- orang tertentu dapat diberi karunia demikian oleh Tuhan. Tentu jika Tuhan memberi, Dia sudah mengetahui bahwa orang yang diberi karunia itu dapat menanggungnya. Ibaratnya Tuhan memberi kado, Ia juga memberikan kantongnya sekaligus. Jika kadonya besar, maka Ia akan juga membuat kantongnya juga besar, sehingga cukup untuk menyimpannya. Maka jika saudara anda diberi karunia tersebuut, silakan terus dibawa di dalam doa, sebab jika Tuhan yang memberikan, maka Tuhan juga akan memampukan dia untuk menerimanya dengan lapang dan bahkan dengan ucapan syukur. Mungkin awalnya berat, tetapi mohonlah agar Tuhan sendiri yang memampukan dia untuk menggunakan karunia itu untuk melakukan perbuatan kasih kepada sesama, yaitu jiwa- jiwa itu dan keluarga mereka. Sebab yang dibutuhkan oleh jiwa- jiwa itu adalah dukungan doa- doa dari kita yang masih hidup di dunia. Tujuan jiwa- jiwa yang ada di Api Penyucian itu adalah Surga, jadi memang dengan kita mendoakan mereka bukan berarti doa kita yang menyelamatkan mereka; sebab mereka sudah diselamatkan oleh Yesus dan mereka sudah pasti masuk surga. Hanya kita berdoa agar Tuhan Yesus dan Bunda Maria menguatkan mereka dan menghibur mereka pada masa pemurnian mereka di Api Penyucian itu. Dan pada gilirannya nanti jiwa- jiwa itulah yang akan berterima kasih dan berbalik mendoakan saudara anda itu; dan jika saatnya tiba ia dipanggil pulang ke rumah Bapa, betapa banyak jiwa yang akan berdoa untuk saudara anda itu. Inilah sebenarnya prinsip kasih persekutuan orang kudus yang diajarkan oleh Gereja Katolik, berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci, yaitu bahwa ikatan kasih kita sebagai anggota Tubuh Kristus tidak terputus oleh maut.

      Selanjutnya, saya juga menganjurkan agar saudara anda itu mencari seorang pastor pembimbing rohani, yang dapat dijadikan sebagai Bapa Pengakuan-nya (kepadanya ia dapat mengaku dosa dalam Sakramen Tobat). Semoga Pastor ini dapat mengarahkannya dan membimbing pertumbuhan rohani saudara anda, dalam kesatuan dengan Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • Shalom Bu Ingrid. terimakasih atas sarannya nanti akan saya sampaikan kepada saudara saya. Saya tertarik mencari buku yang ibu rekomendasikan itu, nanti akan saya berikan juga kepada saudara saya. Kira2 dimana saya bisa mendapatkan buku tersebut?

        Salam

        Dela

  39. Dear Stef,

    Terimakasih banyak untuk penjelasannya, dan saran untuk anak teman saya, akan saya sampaikan.

    Keberadaan website ini sungguh membantu orang-orang awam yang ingin mendalami iman katolik melalui internet.. Terima kasih kepada Anda berdua yang dengan tekun mengasuh website ini..
    Semoga Tuhan selalu memberkati dan membimbing Anda berdua..

    Berkah Dalem;
    diana santoso

  40. Ytk Ingrid n Stef,

    Tolong tanya, tentang arwah / jiwa di api penyucian, apakah dapat menampakkan diri kepada orang-orang tertentu yang mendapat karunia khusus??

    Ada anak teman saya, yang katanya sering didatangi arwah-arwah, terutama yang meninggal secara tidak wajar, misalnya korban kebakaran, pembunuhan, perkosaan, dll..
    Katanya, arwah-arwah yang datang itu hanya yang dengan seizin Tuhan..

    Yang ingin saya tanyakan, apakah itu arwah beneran atau iblis yang menyamar?
    Bagaimana membedakannya?

    Terima kasih, Berkah Dalem;
    diana santoso

    • Shalom Diana Santoso,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang jiwa-jiwa di Api Penyucian. Jiwa-jiwa tersebut memang dapat menampakkan diri kepada orang-orang tertentu, dengan seijin Tuhan. Kalau arwah-arwah tersebut datang untuk minta didoakan dan minta dipersembahkan misa, serta tidak pernah mengganggu orang yang diberikan penampakkan, maka kemungkinan besar, arwah-arwah tersebut datang dari Api Penyucian. Namun, kalau arwah-arwah tersebut mulai meminta hal-hal yang lain dan mulai mengganggu, maka keberadaan mereka perlu dipertanyakan. Tidak ada keinginan apapun dari arwah-arwah di Api Penyucian, kecuali secepatnya ingin bersatu dengan Allah dalam Kerajaan Sorga. Dan ini hanya mungkin dengan doa-doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang berada di dunia ini, serta para santa-santo di Sorga. Mintalah anak teman anda untuk terus bertekun dalam doa dan berakar pada Sakramen, terutama Sakramen Ekaristi dan Sakramen Tobat. Ceritakan juga hal ini kepada spiritual director atau bapa pengakuan. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  41. dear katolisitas

    Saya mau menanyakan mengenai jasad jenasah yang di kremasi menurut ajaran katolik. Karena pada ibu saya jasadnya dikremasikan pada saat meninggal ( sesuai dengan permintaan ibu saya sendiri semasa masih hidup ).
    tks

    • Shalom Albertus,
      Singkatnya menurut Gereja Katolik, memang yang disarankan adalah jenazah dikubur, namun jika memang ada alasan yang masuk akal, kremasi diperbolehkan, asal selanjutnya abunya tidak dibuang di laut, melainkan dikubur atau disimpan di kolumbarium. Silakan anda membaca di artikel ini, silakan klik, dan tanya jawab di bawahnya, mengapa demikian.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  42. apakah dalam I KOr 13:8 (Kasih Tidak berkesudahan)
    dan …
    iman kita bagi yang percaya pada Yesus, akan hidup yang kekal bisa menjadi dasar alkitabiah bagi kita untuk meminta bantuan doa dari orang-orang kudus dan Bunda Maria??
    karena dengan kasih yang tidak berkesudahan, itu berarti meskipun kita telah mati, kita tetap memiliki kasih, dan kasih itu menjadi “jembatan” untuk kita bisa berhubungan dengan manusia yang sudah meninggal sampai kapan pun (sebelum Yesus datang untuk ke-2 kalinya).

    • Shalom Zepe,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang meminta bantuan kepada orang Kudus. Senandung kasih yang tidak berkesudahan dalam 1 Kor 13 menjadi salah satu dasar. Gereja Katolik juga percaya bahwa mereka yang telah meninggal dunia, tetap hidup, karena mereka tetap hidup di dalam Kristus. Surat kepada jemaat di Roma menegaskan ““38 Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, 39 atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm 8:38-39) Diskusi panjang lebar tentang hal ini dapat dilihat di sini (silakan klik). Silakan membaca link tersebut dan juga dialog di bagian bawah. Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus,
      stef – http://www.katolisitas.org

  43. Shalom,

    Saya pernah membaca sebuah referensi Iman Katolik, seingat saya (maaf jika salah) yaitu Scott Hahn yang mengatakan, “Satu orang Katolik saja, yang pendoa dalam satu rumah/keluarga, maka Allah akan menyelamatkan dia beserta seisi rumahnya” (perihal Purgatorium).
    Benarkah? Maksudnya seperti apa? Mohon penjelasan.

    Dominus vobis cum..

    Petrus.

    • Shalom Petrus,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Anda menuliskan “Scott Hahn yang mengatakan: Satu orang Katolik saja, yang pendoa dalam satu rumah/keluarga, maka Allah akan menyelamatkan dia beserta seisi rumahnya” (perihal Purgatorium).” Saya tidak tahu konteks dari kalimat ini. Kalau memungkinkan, Petrus dapat memberikan kutipan dari teks tersebut secara persis, sehingga saya dapat mengomentarinya dengan lebih baik. Tentang konsep Purgatorium Petrus dapat membacanya di sini (silakan klik). Ayat dari kutipan tersebut mungkin diambil dari “Jawab mereka: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.” (Kis 16:31). Kalau kita hubungkan dengan Purgatorium, maka doa dari anggota keluarga – yang dilakukan dengan benar dan didasari oleh kasih – akan dapat menyelamatkan keluarga kita, termasuk anggota keluarga kita yang masih berada di Purgatorium. Kalau kita percaya bahwa doa orang benar, jika dengan yakin didoakan, akan besar kuasanya (lih Yak 5:16), maka doa dari anggota keluarga sangat besar kuasanya. Kita juga jangan sampai melupakan keluarga kita di dalam iman, yaitu Gereja Katolik, dimana Gereja mendoakan semua jiwa-jiwa yang ada di dalam Api Penyucian, sehingga mereka dapat bersatu dengan Kristus di dalam Kerajaan Sorga. Namun, yang perlu kita ingat adalah, kalaupun mereka diangkat dari Purgatorium menuju Sorga, maka semuanya itu adalah rahmat Allah semata, yang dicurahkan melalui doa-doa dari umat beriman. Semoga jawaban ini dapat berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  44. Salam bu Ingrid, saya ingin menanyakan satu hal yg sangat menggangu saya. Bukankah Pintu SOrga tertutup sejak kejatuhan Dosa Adam dan Hawa, dan baru terbuka ketika Yesus di Kurbankan sebagai Kurban Paskah? Jika demikian mengapa di Perjanjian Lama dengan jelas ditulis bahwa Elia terangkat ke Sorga berbeda dengan pengaktan Henokh yg dijelaskan bahwa ia telah terangkat tanpa menyebutkan terangkat kemana?

    2Raj. 2:1 Menjelang saatnya TUHAN hendak menaikkan Elia ke sorga dalam angin badai, Elia dan Elisa sedang berjalan dari Gilgal.
    2Raj. 2:11 Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai.

    Salam

    • Shalom Vano,
      Dalam kitab Perjanjian Lama, Henokh dan Elia dikatakan masuk “surga” untuk menggambarkan keadaan terberkati yang mereka peroleh dari Tuhan akibat dari kekudusan mereka (mereka yang taat dan bergaul dengan Allah sepanjang hidup mereka). Keadaan terberkati ini juga yang dialami oleh Abraham, seperti yang disebutkan dalam kitab Luk 16:23, dan oleh para Teolog disebut sebagai tempat penantian bagi orang benar atau “limbo of the just”.
      Nah, tempat penantian ini sendiri terdapat dua bagian, yang kita ketahui juga dari kitab suci, yaitu tempat terberkati bagi mereka yang sudah kudus, dan tempat pemurnian, yang di dalamnya terdapat jiwa-jiwa yang masih perlu dimurnikan sebelum masuk ke surga (lih. 2 Mak 12:38-45; 1 Pet 3: 18-20). Sedangkan mereka yang semasa hidupnya memisahkan diri dari Allah, setelah wafat dihukum di neraka, dan kondisi ini tidak berubah dengan kedatangan Kristus.

      Jadi untuk menjawab pertanyaan anda: Henokh dan Elia diangkat ke “surga” oleh kekudusan/ ketaatan mereka, dan surga di sini adalah untuk menggambarkan keadaan mereka yang terberkati di tempat penantian. Namun mereka baru benar-benar memasuki Surga setelah kedatangan Yesus Kristus yang menjemput mereka setelah kebangkitan-Nya dari alam maut. “Yesuslah yang sulung, yang lebih utama dari segala yang diciptakan…. Ia yang pertama bangkit dari orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu….. ” (Kol 1:15-20) Dan dalam keutamaan-Nya inilah Tuhan Yesus membuka pintu surga untuk memperdamaikan segala sesuatu dalam Diri-Nya. Ini sesuai dengan Yoh 3:13, “Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.” Sorga di sini maksudnya adalah persatuan sempurna antara manusia dengan Allah, di mana manusia dapat memandang Allah di dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (1 Yoh 3:2), yang istilah teologisnya adalah beatific vision, seperti yang dijelaskan oleh St. Thomas Aquinas dalam bukunya Summa Theology (ST, Supplement, q. 92). Nah, manusia baru bisa mengenal dan melihat Allah dengan sempurna di dalam Kristus Yesus, oleh karena itu maka seseorang dapat sampai ke Sorga ini, hanya setelah Kristus membuka pintu Surga setelah kebangkitan-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  45. mohon penjelasannya
    dari dasar Kitab suci mengenai Api Penyucian no 4 (empat)

    Rasul Petrus juga mengajarkan bahwa pada akhir hidup kita, iman kita akan diuji, “…untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api- sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan… pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1 Pet 1:7). Rasul Petrus juga mengajarkan, “Kristus telah mati untuk kita … Ia, yang yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan oleh Roh, dan di dalam Roh itu pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang ada di dalam penjara, yaitu roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah…” (1 Pet 3: 18-20). Roh-roh yang ada di dalam penjara ini adalah jiwa-jiwa yang masih terbelenggu di dalam ‘tempat’ sementara, yang juga dikenal dengan nama ‘limbo of the fathers’ (’limbo of the just‘). Selanjutnya Rasul Petrus juga mengatakan bahwa “Injil diberitakan juga kepada orang-orang mati supaya oleh roh, mereka dapat hidup menurut kehendak Allah” (1 Pet 4:6). Di sini Rasul Petrus mengajarkan adanya tempat ketiga selain surga dan neraka, yaitu yang kini disebut sebagai Api Penyucian.

    dalam syahadat iman disebutkan …..yang turun ketempat penantian, pada hari ……………. (disini yg turun ke tempat penantian adalah Yesus sendiri)

    “tempat” sementara dalam konteks surat 1 Petrus, anda menyebutkan “Di sini Rasul Petrus mengajarkan adanya tempat ketiga selain surga dan neraka, yaitu yang kini disebut sebagai Api Penyucian.”

    pertanyaan saya, apakah …yang turun ke tempat penantian, pada….. (tempat penantian) pada syahadat iman, sama dengan “tempat” yang sama spt yang anda sebutkan dalam konteks surat 1 Petrus, adalah “Api Penyucian” (maaf atau anda mendekatkan konteks dari penfasiran surat 1 Petrus tersebut kepada Api Penyucian)

    terimakasih

    • Shalom Jeanedith,
      Tempat penantian — tempat yang dikunjungi oleh Tuhan Yesus sesaat setelah kebangkitan-Nya— adalah “limbo of the just”. Di sini jiwa- jiwa orang benar yang akan masuk surga menanti kedatangan Yesus untuk menjemput mereka, karena baru pada setelah Yesus bangkit, maka pintu Surga terbuka bagi jiwa-jiwa manusia tersebut.
      Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan di Alkitab, kita mengetahui terdapat semacam “perbedaan kondisi” di tempat penantian tersebut. Yang pertama adalah tempat terberkati yang bahkan di kitab PL disebut sebagai ‘surga’; ini adalah tempat bagi jiwa- jiwa orang-orang yang kudus yang wafat sebelum Kristus, seperti Henokh dan Elia, Musa, dan juga para nabi lainnya.
      Sedangkan di tempat penantian tersebut, juga terdapat kondisi kedua, di mana jiwa-jiwa lain yang belum sepenuhnya sempurna menanti dalam masa pemurnian. Kondisi jiwa-jiwa yang dalam masa pemurnian inilah yang disebutkan di dalam kitab 2 Makabe 12: 38-45, dan oleh Rasul Petrus disebut sebagai “roh-roh di dalam penjara” (1 Pet 3:18-20) yang dikunjungi oleh Tuhan Yesus setelah kebangkitan-Nya, untuk menerima pemberitaan Injil.

      Nah, setelah Yesus bangkit, memang tempat penantian ini tidak ada lagi, namun konsep pemurnian (Api Penyucian) tersebut masih ada, sebab tidak ada sesuatupun yang tidak kudus/ sempurna dapat melihat Allah. (Ibr 12: 14) Nah, proses pemurnian inilah yang dijelaskan oleh Rasul Petrus sebagai pengujian kemurnian iman (1 Pet 1:7).

      Semoga menjadi lebih jelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • paham “Limbo” (tempat penantian) dalam syahadat TIDAKLAH SAMA dengan API PENYUCIAN seperti yang kita imani? apakah anda setuju? atau sama?

        • Shalom Jeanedith,
          Untuk menjawab pertanyaan anda , mari kita kembali ke pengertian definisi kedua istilah tersebut:
          1. Tempat Penantian adalah tempat menantinya jiwa- jiwa orang -orang yang dibenarkan Tuhan, yang meninggal dunia sebelum kebangkitan Kristus. Maka jiwa-jiwa ini adalah jiwa semua orang yang meninggal sejak jaman Adam dan Hawa sampai kepada orang yang terakhir meninggal sebelum kebangkitan Yesus dari kematian. Tempat penantian ini ada, karena, jiwa-jiwa tersebut belum dapat masuk ke surga untuk secara sempurna bersatu dengan Allah, sebelum Yesus sendiri membuka pintu Surga bagi semua umat manusia. Kita ketahui juga, dari Kitab Suci, di antara jiwa- jiwa ini, ada yang sudah sempurna/ terberkati, seperti Enokh, Elia dan nabi-nabi lainnya seperti Abraham atupun Musa. Namun ada pula jiwa-jiwa yang lain, yang masih dimurnikan dan memerlukan doa- doa dari umat lainnya di dunia (lih 2 Mak 12:35-48). Semua jiwa- jiwa itu hanya mempunyai satu tujuan: Surga, yang akan mereka masuki setelah Tuhan Yesus membuka pintu Surga dan memandang mereka telah layak untuk bersatu dengan-Nya di Surga.

          2. Api Penyucian adalah suatu tempat/ keadaan pemurnian dari jiwa-jiwa orang-orang yang meninggal dunia dalam keadaan bertobat dan tidak dalam keadaan berdosa berat. Kondisi demikian membuat jiwa-jiwa orang- orang tersebut dibenarkan Tuhan, namun masih harus dimurnikan, karena belum sepenuhnya sempurna dan siap untuk bersatu dengan Tuhan di Surga.

          Maka dengan melihat pernyataan di atas, para Teolog menyimpulkan bahwa walaupun tidak persis sama, namun terdapat kemiripan antara keduanya, terutama jika kita melihat bahwa di dalam tempat penantian tersebut, terdapat semacam keadaan di mana jiwa- jiwa yang masih memerlukan doa-doa dari para beriman di dunia, yang disebut oleh Rasul Petrus sebagai “jiwa-jiwa yang ada di penjara” dan kepada mereka Yesus datang untuk memberitakan Injil (lih 1 Pet 3: 18-20; 1 Pet 4:6), sebelum membebaskan mereka untuk bersatu dengan-Nya di surga. Jiwa-jiwa di penjara ini pasti tidak berada di neraka, karena neraka terpisah sama sekali dengan surga; dan jiwa-jiwa yang di neraka sudah tidak dapat di-Injili dan jiwa-jiwa di neraka tidak dapat beralih ke surga. Maka jiwa-jiwa yang disebut oleh Rasul Petrus ini mengacu kepada tempat ketiga selain Surga dan neraka, dan tempat pemurnian ini kemudian disebut “Api Penyucian.”

          Namun demikian, tempat Penantian (limbo of the just) ini tidak dapat disamakan persis dengan Api Penyucian, sebab di tempat penantian ini juga terdapat jiwa-jiwa yang sudah sempurna seperti Henokh, Elia, dan para nabi lainnya, yang tentunya tidak dapat disamakan kondisinya dengan ‘jiwa-jiwa yang di dalam penjara’ tersebut.

          Demikian semoga menjadi lebih jelas, ya.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  46. SHALOM Ferry Hadiwjaya

    Buku yang mendukung api pencucian / Purgatorium : Buku Catatan Harian St Faustina, Rahasia Api Pencucian, Bebaskan kami dari sini ! ( : Maria Simma ), dan banyak lagi. Atau di situs : indocell.net/yesaya ; ekaristi.org ; katolik.org ; dan seterusnya.

    Semoga membantu

  47. bu Inggrid,
    kalau saya membaca kitab suci, menurut saya
    keslamtan itu anugrah dari Allah dan bukan karena perbuatan kita.
    Menurut saya, dengan kita beriman saja terhadap Yesus maka kita menadi milikNya dan berhak tinggal denganNya.
    Sedangkan perbuatan itu adalah cara kita untuk menunjukkan iman kita. Jadi bukan karena perbuatan kita. Ini sama saja bahwa kita mencintai seseorang tapi tidak menunjukkan rasa cinta kita, kan tidak bisa disebut cinta. Sama saja jika kita ngomong kalau kita beriman tapi kita tidak menunjukkannya. Apakh itu masih bisa disebut iman?Apakah kita bilang iman-iman tidak hanya di mulut saja? Maka dari itu bukan karena perbuatan kita, kita dibenarkan tapi karena iman kita. Hati-hati degan konteks man/perbuatan.karena salah2 kita bisa2 murtad dari ajaran Yesus sendiri. Kan Yesus sudah bilang barangsiapa tidak melalui Dia tidak bisa memperoleh keselamatan. Berarti kalau kita lebih percaya perbuatan bisa membuat kita masuk surga, kita tidak mempercayai bahwa hanya melalui Yesus satu-satunya kita bisa masuk surga. Berbuat baik saja makaakan bisa masuk surga. jadi nda usah percaya Yesus juga bisa masuk surga.
    Maka dari itu menurut saya konteks iman danperbuatan yng ibu kemukakan harus digunaka secara hati-hati. Kita hanya melakukan perbuatauntuk membuktikan iman kita. Tapi tetap iman kita itu yang menyelamatkan. Bukan karena perbuatan kita.
    Lalu, saya juga ingin bertanya tentang penjahat yang disalibkan bersama Yesus.
    Yesus brkata bawa dia akan langsung bersama Yesus di firdaus. Jadi apakah firdaus itu tempat ke 4 surga, neraka, dan api penyucian? atau api penyucian itu sendiri adala firdaus?

    • Shalom Stephanie,

      1. Ya, benar bahwa keselamatan adalah anugerah/ kasih karunia Allah; dan kasih karunia Allah ini tidak dapat dipisahkan dari iman dan perbuatan kasih. Sebab Alkitab mengatakan:

      “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah…. ” (Ef 2:8)

      “Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih…..Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” (Gal 5:6, 14).

      Maka benar jika anda mengatakan bahwa kita diselamatkan karena kasih karunia oleh iman. Ini juga diajarkan oleh Gereja Katolik. Gereja Katolik tidak memisahkan iman dengan perbuatan, sebab iman yang menyelamatkan adalah iman yang disertai dengan perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka iman tersebut adalah mati (lih. Yak 2:17, 26). Maka jika Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita harus melakukan perbuatan kasih, itu bukan karena Gereja Katolik percaya bahwa manusia diselamatkan karena perbuatannya saja. Anggapan ini sungguh keliru. Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa manusia diselamatkan karena usaha/ perbuatannya sendiri, sebab manusia memang diselamatkan hanya oleh Tuhan Yesus Kristus. Pemahaman bahwa manusia dapat memperoleh keselamatan melalui perbuatan adalah ajaran sesat Pelagianisme, yang ditentang oleh St. Agustinus pada awal abad ke -5.

      Maka jika Stephanie ingin mengetahui bagaimana ajaran Gereja Katolik tentang keselamatan, yang melibatkan iman dan perbuatan kasih secara tak terpisahkan, silakan anda membaca jawaban yang pernah saya tulis, yaitu tentang Sola Fide menurut pengertian Gereja Katolik, berdasarkan pengajaran Paus Benediktus XVI, silakan klik. Yang penting di sini adalah kita tidak dapat memisahkan perbuatan kasih dari iman, sebab jika kita mengatakan hanya iman saja (tanpa perbuatan) kita diselamatkan, itu malah bertentangan dengan Alkitab, sebab justru perintah utama dari Kristus adalah perintah kasih, dan hanya dengan mengasihi seseorang dapat dikenal sebagai murid Kristus (lih. Yoh 13:35).

      Selanjutnya, Gereja Katolik juga mengajarkan bahwa keselamatan karena kasih karunia, oleh iman ini juga tidak terlepas dari Pembaptisan. Diskusi yang cukup panjang lebar tentang hal ini dapat dibaca di artikel tanya jawab berikut ini, silakan klik.

      2. Mengenai penjahat yang bertobat yang disalibkan bersama Yesus.

      Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Lk 23:43). Di ayat 43 ini, Yesus menggunakan kata Firdaus, paradise atau dalam bahasa Yunani adalah parádeisos, yang merupakan suatu tempat bagi orang-orang beriman sebelum kebangkitan Kristus. Ini disebut juga sebagai limbo of the just/the bosom of Abraham (Luk 16:23) atau hades, atau tempat penantian. Semua orang yang ada di tempat ini, akan menuju ke Api Penyucian kemudian ke Surga, atau ke Surga secara langsung setelah kebangkitan Yesus. Kita mengingat apa yang dikatakan di dalam “Doa Aku Percaya” … disalibkan, wafat, dan dimakamkan; yang turun ke tempat penantian. Dalam waktu tiga hari setelah kematian-Nya, Yesus datang ke tempat penantian untuk memberitakan wahyu Tuhan secara lengkap, sehingga segala yang ada di langit, di atas bumi, dan yang ada di bawah bumi akan bertekuk lutut dan segala lidah mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (lih. Fil 2:10-11). Dan setelah kebangkitan Yesus, maka tempat penantian ini tidak ada lagi, yang ada hanya Surga, Api Penyucian, dan neraka.

      Maka Firdaus yang dijanjikan oleh Yesus kepada penjahat ini adalah tempat penantian orang beriman ini, karena memang Tuhan Yesus pada hari itu datang ke tempat penantian untuk menjemput jiwa-jiwa orang beriman yang wafat sebelum kebangkitan-Nya. Teks tersebut memang tidak mengatakan secara eksplisit apakah penjahat itu langsung masuk Surga atau dimurnikan dahulu di Api Penyucian setelah kebangkitan Kristus. Namun kita ketahui bahwa oleh imannya dan perbuatan kasihnya, yaitu dengan berani mengungkapkan imannya di tengah penderitaan yang sangat di kayu salibnya, maka penjahat yang bertobat itu diselamatkan dan dapat masuk Surga. Hal seandainya ia masih perlu dimurnikan di Api Penyucian-pun, tidaklah menjadi masalah, sebab tujuannya tetap adalah Surga, dan ia sudah pasti masuk Surga.

      Demikian tanggapan saya atas pernyataan dan pertanyaan anda. Mari bersama menyatakan iman kita dengan perbuatan kasih sehingga dengan demikian kita hidup seturut panggilan kita sebagai murid- murid Kristus.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  48. mungkin ayat2 ini bisa dijadikan rujukan bagi teman2 Katholik [tapi mungkin tidak bagi mereka yg non-Katholik sebab mereka tidak mengakui kitab ini]

    Wisdom [of Solomon] 3:
    [Douay-Rheims Bible]

    1 But the souls of the just are in the hand of God, and the torment of death shall not touch them.
    2 In the sight of the unwise they seemed to die: and their departure was taken for misery:
    3 And their going away from us, for utter destruction: but they are in peace.
    4 And though in the sight of men they suffered torments, their hope is full of immortality.
    5 Afflicted in few things, in many they shall be well rewarded: because God hath tried them, and found them worthy of himself.
    6 As gold in the furnace, he hath proved them, and as a victim of a holocaust, he hath received them, and in time there shall be respect had to them.
    7 The just shall shine, and shall run to and fro like sparks among the reeds.
    8 They shall judge nations, and rule over people, and their Lord shall reign for ever.
    9 They that trust in him shall understand the truth: and they that are faithful in love, shall rest in him: for grace and peace are to his elect.

    Kebijaksanaan Salomo 3:
    [LAI – ITB]

    1 Tetapi jiwa orang benar ada di tangan Allah, dan siksaan tiada menimpa mereka.
    2 Menurut pandangan orang bodoh mereka mati nampaknya, dan pulang mereka dianggap malapetaka,
    3 dan kepergiannya dari kita dipandang sebagai kehancuran, namun mereka berada dalam ketenteraman.
    4 Kalaupun mereka disiksa menurut pandangan manusia, namun harapan mereka penuh kebakaan.
    5 Setelah disiksa sebentar mereka menerima anugerah yang besar, sebab Allah hanya menguji mereka, lalu mendapati mereka layak bagi diriNya.
    6 Laksana emas dalam dapur api diperiksalah mereka olehNya, lalu diterima bagaikan korban bakaran.
    7 Maka pada waktu pembalasan mereka akan bercahaya, dan laksana bunga api berlari-larian di padang jerami.
    8. Mereka akan mengadili para bangsa dan memerintah sekalian rakyat, dan Tuhan berkenan memerintah mereka selama-lamanya.
    9 Orang yang telah percaya pada Allah akan memahami kebenaran, dan yang setia dalam kasih akan tinggal padaNya. Sebab kasih setia dan belas kasihan menjadi bagian orang-orang pilihanNya.

  49. Bu Ingrid, saya ada beberapa pertanyaan, mohon bantuan:

    1. berapa lama seseorang berada di api penyucian, apakah tergantung berat atau ringannya dosa ?
    ada imam yg mengajarkan bahwa jiwa di api penyucian hanya selama 40hari. Jadi kalo belum 40hari, kita perlu “mendoakan” arwah tsb, tapi bila sudah lewat 40hari, cukup “memperingati” hal-hal baik dari pribadi yg meninggal tsb dan tidak perlu mendoakan lagi. Betulkah begitu?

    2. melihat ajaran bahwa ada “proses” dari api penyucian (beberapa lama) kemudian ke surga, berarti ada perubahan keadaan di satu waktu ke waktu lain, bukankah itu artinya bukan kekekalan? Kekekalan dalam pengertian saya adalah tiadanya waktu: tidak ada dulu, sekarang, dan … semuanya aktual. Jadi kenapa ada proses setelah kematian?

    3. Kita hidup bahagia dengan pribadi yg kita kasihi dengan menerima darinya dan memberi kepadanya.
    Di dunia kita hidup bahagia dengan Tuhan dalam wujud kita menerima dari Dia dan memberi kepada Dia lewat pekerjaan-pekerjaan kita. Di Surga yang kekal (tidak ada proses) apakah kita menerima dan memberi juga? Apa yg bisa kita berikan?

    • Shalom Fxe,

      1. Kita tidak pernah mengetahui berapa lama seseorang berada di Api Penyucian. Ini memang keputusan Tuhan, dengan menilik kesiapan jiwa seseorang untuk bersatu dengan Dia di surga. Sebab, tanpa kekudusan, tidak seorangpun dapat melihat Allah (Ibr 12:14). Oleh sebab itu memang Gereja menganjurkan kita untuk selalu mendoakan jiwa-jiwa yang berada di dalam Api Penyucian, termasuk kerabat kita yang telah mendahului kita, dan yang terbaik adalah dengan cara mengajukan ujud Misa Kudus.

      Ketika seseorang meninggal dunia memang ia memasuki suatu alam di mana sudah tidak dapat lagi diukur oleh dimensi waktu dunia yang terpengaruh oleh pergerakan bumi mengitari matahari. Maka yang ada hanya kebijaksanaan Tuhan yang menentukan, apakah seseorang dapat masuk surga, atau neraka, atau jika belum sepenuhnya siap untuk masuk surga, dimurnikan dulu di Api Penyucian. Lamanya/ prosesnya tergantung Tuhan saja, dan bukan hak kita untuk menentukannya.

      Maka tidak benar bahwa seseorang hanya berada di Api Penyucian selama 40 hari. Hal ini sudah pernah dibahas di jawaban ini, silakan klik. Jadi bukan karena Yesus naik ke surga setelah 40 hari, maka sudah pasti kitapun demikian.

      2. Memang Api Penyucian sebenarnya bukan kehidupan kekal. Kehidupan kekal yang diharapkan bagi orang beriman adalah surga. Api Penyucian adalah proses pemurnian jiwa yang disyaratkan oleh keadilan Tuhan, sebelum ia dapat sepenuhnya memandang Allah dan bersatu dengan-Nya di surga. Api Penyucian sendiri akan berakhir pada saat kedatangan Yesus yang ke-dua, sehingga setelah Pengadilan Terakhir di akhir jaman itu, maka tinggal hanya ada surga dan neraka. Proses pemurnian setelah kematian ini merupakan konsekuensi dari keadilan dan kekudusan Tuhan yang tidak dapat bersatu dengan jiwa manusia yang belum sepenuhnya kudus.

      3. Pada saat kita hidup bahagia di Surga, maka kita masuk di dalam kehidupan Allah Tritunggal sendiri, di mana yang ada adalah relasi kasih timbal balik antara Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Maka yang diberi dan diterima adalah Kasih yang tidak berkesudahan. Kita akan memandang Allah di dalam Kristus yang adalah Allah sendiri, “kita akan melihat Dia dalam keadaan yang sebenarnya.” (1 Yoh 3:2). Relasi kasih ini bukan proses, namun merupakan realitas yang tak berkesudahan, kekal selamanya. Di dalam Allah Tritunggal inilah kita selain dipersatukan dengan Allah, kita juga dipersatukan dengan semua umat beriman, sehingga Allah yang adalah Kasih, meraja di dalam semua orang.

      Inilah yang dikatakan oleh Rasul Paulus, “Apa yang tak pernah dilihat oleh mata, dan tak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1 Kor 2:9)

      Selanjutnya tentang hal ini, sudah pernah ditulis di sini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  50. Dominus vobiscum,
    Teologi Katolik mengajarkan bahwa sesungguhnya ada 3 tingkat kehidupan (para kudus, jiwa2 di api penyucian & umat beriman yang masih mengembara di dunia). Yang jadi pertanyaan kenapa di agama lain tidak ada ajaran tentang api penyucian? Tolong penjelasan….
    Terima kasih.

    • Shalom Fendy,
      Saya tidak tahu apakah anda sudah pernah membaca artikel di atas, Bersyukurlah ada Api Penyucian, silakan klik. Jika belum silakan membacanya terlebih dahulu. Dan jika anda masih mempunyai pertanyaan, silakan anda bertanya kembali.
      Ajaran tentang adanya Api Penyucian itu mempunyai dasar dari Kitab Suci, dan Tradisi Para Rasul dan para Bapa Gereja. Maka bagi umat dari agama- agama lain yang tidak berpegang pada Kitab Suci, dan tidak mempercayai Tradisi dan pengajaran para Rasul dan Bapa Gereja, mereka dapat saja tidak mengimani adanya Api Penyucian ini. Namun ini tidak menjadikan bahwa Api Penyucian itu tidak ada, sebab suatu kebenaran akan tetap tidak berubah, meskipun ada orang yang tidak percaya.
      Bagi kita umat Katolik, adanya Api Penyucian ini merupakan pengajaran yang cukup jelas, karena selain sesuai dengan akal sehat, juga sesuai dengan pengajaran para Rasul dan para Bapa Gereja yang telah diturun temurunkan dengan setia.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  51. Shalom…
    Saya berharap pertanyaan ini tidak menunjukkan kecerobohan saya dalam menyimak artikel di atas tentang api penyucian.
    Pertanyaan saya adalah bagaimana kita mengetahui jiwa orang yang sudah meninggal dan selalu kita doakan tersebut sudah terlepas dari proses api penyucian dan masuk ke sorga ? Agar kita dapat mendoakan orang lain lagi yg sudah meninggal. “List nama masuk ke sorga, list baru untuk didoakan”

    Terima kasih

    Salam Kristus.

    Ferry

    • Shalom Ferry,
      Kita memang tidak dapat mengetahui secara persis apakah jiwa kerabat yang telah meninggal masih berada di Api Penyucian ataukah sudah berada di surga. Sebab pada saat seseorang meninggal dunia, jiwanya tidak lagi dibatasi oleh waktu, seperti kita yang masih hidup di dunia ini. Oleh karena itu, memang Gereja menganjurkan agar kita terus menerus mendoakan saudara-saudari kita yang telah mendahului kita, dan bentuk doa yang dianjurkan pertama-tama adalah mengajukan intensi Misa Kudus, dan selanjutnya dengan doa-doa pribadi. Secara khusus adalah pada bulan November, terutama tanggal 1-8 November, di mana Gereja memperingati hari para orang kudus dan hari arwah.
      Di atas semua itu, seharusnya kita memiliki pandangan yang positif terhadap jiwa-jiwa yang berada di Api Penyucian, sebab mereka itu pasti masuk surga, mereka hanya sedang mengalami masa pemurnian agar dapat sepenuhnya bersatu dengan Allah di surga. Memang hanya Tuhan yang mengetahui akan panjangnya masa pemurnian ini, namun kita percaya bahwa Tuhan Maha Adil dan Maha Kasih sehingga Ia pasti memberikan segala sesuatunya yang terbaik bagi setiap orang.
      Prinsip mendoakan jiwa sesama yang sudah meninggal adalah pengajaran Gereja Katolik tentang persekutuan orang kudus. Silakan membaca artikel mengenai hal ini di tanya jawab berikut ini, silakan klik, semoga berguna.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  52. Dear Katolisitas,
    Saya ingin bertanya tentang keberadaan malaikat2 yang ada – yang jumlahnya cukup banyak – yang diciptakan Allah. Karena yang saya dengar, malaikat2 tersebut mempunyai nama dan juga tugas2 tertentu dalam hal membantu manusia yang ada di dunia. Kalau Bu Inggrid atau Bpk. Stevanus bisa membantu memberikan penjelasan mengenai hal ini, saya sangat berterimakasih.

    Syalom,
    Ade A.

  53. Malem ibu inggrid,
    Apakah gereja katolik mengakui kitab suci KING JAMES VERSION?
    GBU
    Adri

    [Dari Admin Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

  54. Maaf tidak ada kaitan dengan artikel di atas…,saya cuma mengomentari tulisan sdr Adri A:

    Pada artikel di atas Adri A menulis demikian:
    Orang tua saya dan adik dan kakak sdh meninggalkan iman katolik tinggal saya yg masih terus menyelidiki kebenaran, semua yg di tulis karena saya mendengarkan penjelasan ibu saya.

    Pada artikel “Beda Baptis Protestan dengan Katolik dan Hal Perjamuan Kudus”, Adri A menulis demikian:
    Saya lagi ikut katekumen tp saya tidak akan di baptis di gereja katolik karena saya sudah di baptis selam di gereja lain dan tentu dengan pendalaman iman tentang baptisan itu sendiri apakah baptisan saya sudah sah menurut GK, apakah sy boleh ikut komuni?

    Adri A mengatakan bahwa orang tua, adik, dan kakaknya sudah meninggalkan iman Katolik,TINGGAL Adri A yang masih terus menyelidiki kebenaran (Kalau memang benar demikian saya berdoa semoga Tuhan segera menuntun kembali domba2 yang hilang ini untuk pulang ke kandang yang sudah disediakanNya …)Ini berarti mereka dari keluarga Katolik karena orangtua,adik,kakak nya sudah terbabtis, dan karena Adri A ditengah2 antara kakak dan adiknya,tentunya juga sudah terbabtis bukan? dari pernyataan ini Adri A adalah Katolik….

    Di artikel “Beda Baptis Protestan dengan Katolik dan Hal Perjamuan Kudus”, Adri A mengatakan bahwa dia lagi katekumenat untuk proses diterima di gereja Katolik karna sudah baptis selam. Ini artinya Adri A adalah Protestan. Dari pemikiran2 dan tulisan Adri A saya tahu kalau Adri A adalah Protestan….

    Pertanyaan saya:apakah Adri A adalah orang yg sama?Kalau jawabannya bukan orang yang sama, saya mohon maaf…artinya anggap saja pertanyaan saya tidak pernah ada….kalau orang yang sama, maka saya menanyakan maksud dari tulisan2 Adri A

    semua yg di tulis karena saya mendengarkan penjelasan ibu saya(komentar saya: semoga bukan orang buta menuntun orang buta….-maaf Adri A,tolong tidak marah…. mohon dilihat dari sudut positifnya)

  55. Shalom..,

    Saya ingin bertanya yang terdapat di (Mat 12:32) ttg menentang, menghujat Roh Kudus. Bisa berikan contoh tidak apa saja wujud-wujud perbuatan tsb yang menentang, menghujat Roh Kudus

    Terima Kasih

  56. Ibu inggrid,
    Orang tua saya mengajarkan bahwa si iblis mengaum seperti singa yg lapar….. dan si iblis yg menjadi malaikat terang….. srigala berbulu domba…….. ini yg harus di waspadai, ibu saya mengajarkan bahwa gereja tidak bisa menyelamatkan karena Tuhan yesus datang ke dunia ini bukan utk bikin gereja tertentu tp Dia datang utk menyelamatkan dan membayar tuntas dosa manusia, karena ada tertulis setiap orang sudah kehilangan kemuliaan Allah maka TY harus datang ke bumi utk karya keselamatan karena hukum taurat juga manusia jatuh dalam dosa makanya dgn kematian TY hukum taurat tidak berlaku lagi.
    Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yg tunggal spy setiap orang yg percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yg kekal.
    Api penyucian tidak ada krn ada dua pilihan yg manusia punya sorga atau neraka, karena ini akan membuat bingung saya dalam pikiran saya semua orang katolik pasti masuk sorga baik yg jahat maupun yg baik karena pemecahan masalahnya adalah lamanya di api penyucian artinya semakin baik hidupnya semakin sebentar di api penyuciannya tp kalau jahat semakin jahat yg semakin lama di api penyuciannya bagaimana dengan saudara2 kita org2 protestan apakah mereka semua masuk ke neraka? kalau baca artikel di atas, adam dan hawa di usir musa, daud dan musa ( hanya musa yg dilarang masuk ke tanah perjanjian) itu semua karena kesalahan mereka sendiri dosa yg dibuat sendiri tp apakah ini nyambung dengan api penyucian?
    Yg menjadi pertanyaan dan ini yg akn menjadi perdebatan lukas 23:43 penjahat yg disebelah kanan TY yg pada hari itu juga Tuhan Yesus menyatakan dia dan Tuhan Yesus akan bersama2 ke taman Firdaus ( yg menjadi pemikiran saya apakah firdaus atau api penyucian )
    Ibu saya pun mengajarkan bahwa dosa kekal tidak bisa di ampuni, dalam arti tidak ada yg bisa menyelamatkan mereka yg melakukan dosa kekal ( karena firman Tuhan hanya punya dua jawaban YA dan TIDAK) klau sampe ada yg lain artinya TY di bilang ama si iblis TY plinplan.
    Di I tesalonika 4:14 Karena jikalau kita percaya bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit maka kita yg percaya juga bahwa mereka yg telah meninggal dalm Yesus akan di kumpulkan Allah bersama sama dengan Dia, jelas dikatakan dikumpulkan bersama dengan Allah bukan di api penyucian dan ketika kedatangan Tuhan Yesus yg kedua kali kita langsung masuk sorga bukan di dalam penyiksaan api penyucian dan ketika Tuhan Yesus datang yg kedua kali orang2 yg masuk kedalam api penyucian lgs masuk sorga. Sama dengan orang mati ya mati tugas dan tanggung jawab mereka di dunia sudah selesai tidak perlu di doakan lagi mereka sudah beres seperti di Ibrani 9:27 ( mati lalu di hakimi ) sekarang tinggal kita yg hidup bekerja keras mempertahankan keselamatan yg sudah di janjikan.
    Orang tua saya dan adik dan kakak sdh meninggalkan iman katolik tinggal saya yg masih terus menyelidiki kebenaran, semua yg di tulis karena saya mendengarkan penjelasan ibu saya.
    Ada pertanyaan
    1. Adakah orang yg mati secara kudus tanpa harus melewati api penyucian? (siapa? ayatnya di mana?)
    2. Bagaimana caranya spy bisa meninggal dgn kudus?
    GBU

    • Shalom Adri,

      Berikut ini saya berusaha menanggapi pernyataan anda, semoga tidak ada yang terlewat, ya:

      1. Ya benar, bahwa Alkitab memang mengatakan bahwa Iblis memang mengaum-aum mencari orang yang dapat ditelannya (lih.1 Pet 5:8).

      2. Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa dan menyelamatkan umat manusia dengan wafat dan kebangkitan-Nya di kayu salib. Karya keselamatan ini diteruskan oleh Gereja yang didirikan-Nya di atas Petrus (lih. Mat 16:18) dan Yesus berjanji akan menyertai Gereja-Nya ini sampai akhir jaman (lih. Mat 28:19-20). Maka tidak benar pernyataan bahwa Yesus datang ke dunia bukan untuk mendirikan Gereja.

      3. Yesus datang ke dunia untuk menggenapi hukum Taurat Musa, bukan untuk membatalkan semuanya. Maka mengenai hukum moral dari Taurat Musa (yaitu ke-sepuluh perintah Allah) masih tetap berlaku, sedangkan hukum seremonial dan yudisial memang tidak berlaku lagi karena semua ini berfungsi sebagai hukum untuk mempersiapkan bangsa Yahudi akan kedatangan Yesus. Sesudah Yesus datang, maka hukum ini tidak lagi berlaku, karena yang lebih sempurna telah datang. Untuk lebih jelasnya mengenai hal ini, silakan membaca tulisan ini, silakan klik

      4. Ya benar, Yesus diutus Allah Bapa ke dunia, "Karena besarnya kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3:16)

      5. Menurut Ajaran Gereja Katolik, Api Penyucian itu ada. Meskipun mungkin banyak orang tidak percaya, itu tidak membuatnya menjadi tidak ada. Jika anda telah membaca artikel di atas, maka anda akan mengetahui dasar-dasar Alkitab-nya. Mengenai para nabi dan orang-orang yang benar yang meninggal sebelum Kristus, mereka memang tidak langsung masuk surga, sebab Yesus belum membuka pintu surga dengan kebangkitan-Nya dari maut. Jiwa para nabi dan orang-orang benar itu masih menunggu di pangkuan Abraham, seperti pada kisah Lazarus (lih. Luk 16:23), sedangkan jiwa orang kaya (bersama-sama dengan jiwa orang-orang  yang terhukum lainnya) itu ada di neraka. Tempat penantian/ pangkuan Abraham ini, walaupun berbeda dengan neraka, bukan surga. Baru setelah Yesus bangkit dari mati, Ia turun ke tempat penantian ini, dan menjemput jiwa-jiwa orang benar tersebut, dan membawa mereka ke surga. Sebab Yesus adalah Yang Sulung yang bangkit dari mati, dan yang lebih utama dari segala sesuatu (Kol 1:28); maka Ialah yang membuka pintu surga kepada segala mahluk.

      Dengan dibukanya pintu Surga oleh Yesus, maka memang dimungkinkan adanya orang beriman yang dapat masuk surga namun belum siap masuk ke surga, karena untuk masuk ke surga, seseorang harus kudus (lih. Ibr 12:14). Maka pernyataan Yesus kepada pencuri yang bertobat bahwa ia pada hari itu akan berada di Firdaus ini, mengacu pada tempat penantian/ pangkuan Abraham, di mana di sana juga terdapat jiwa orang-orang benar yang meninggal sebelum Kristus. Sebab baru pada hari ketiga Yesus bangkit, dan baru pada saat itu Ia membuka pintu surga.

      6. Dosa yang tidak bisa diampuni setahu saya namanya bukan dosa kekal, tetapi dosa menghujat Roh Kudus. Tentang hal ini sudah pernah dijawab di sini, silakan klik.

      7. Konteks 1 Tes 4:14 adalah konteks akhir jaman. Judul perikopnya-pun Kedatangan Tuhan, yang mengacu kepada kedatangan Tuhan Yesus yang kedua pada akhir jaman. Gereja Katolik memang mengajarkan bahwa setelah akhir jaman tidak ada Api Penyucian lagi, yang ada tinggal Surga dan neraka. Terhadap orang-orang yang hidup sampai akhir jaman, Tuhan sudah memurnikan mereka lewat berbagai cobaan menjelang akhir jaman, sehingga mereka yang didapatinya setia, dapat langsung masuk surga, sedangkan yang tidak setia, langsung masuk neraka. Hal "pemurnian"ini memang dapat dilakukan oleh Tuhan terhadap jiwa kita, baik semasa kita masih hidup di dunia, ataupun di Api Penyucian.

      8. Ibr 9:27 yang mengatakan seseorang yang mati lalu dihakimi itu mengacu kepada Pengadilan khusus di mana jiwa orang itu dihakimi oleh Yesus secara pribadi: masuk surga jika ia didapati-Nya meninggal dalam kondisi rahmat dan sempurna dalam iman dan kasih, masuk neraka jika dalam kondisi berdosa berat dan tidak bertobat, dan masuk Api Penyucian, jika meninggal dunia dalam kondisi rahmat namun masih perlu dimurnikan dari dosa-dosa ringan. Sedangkan di akhir jaman nanti, setelah kebangkitan badan, orang itu akan dihakimi kembali di hadapan segala mahluk dalam Pengadilan Terakhir/ Pengadilan Umum. Setelah itu memang Api Penyucian tidak ada lagi, semua yang dimurnikan di Api Penyucian akan beralih ke surga, jiwa dan badannya, demikian pula yang di neraka, juga di sana, jiwa dan badannya. Silakan membaca di sini, silakan klik, untuk membaca lebih lanjut dasar-dasar Alkitab ajaran Gereja Katolik tentang Pengadilan Khusus dan Pengadilan Umum.

      9. Apakah ada orang yang mati secara kudus dan tidak melalui Api Penyucian? Ada. Para Kudus yang diumumkan oleh Gereja Katolik adalah contohnya, (namun ini juga tidak menutup kemungkinan adanya orang-orang lain yang memang hidupnya sungguh kudus, sehingga dapat langsung masuk surga. Merekapun layak disebut orang kudus meskipun tidak diumumkan oleh Gereja). Memang diperlukan penyelidikan panjang untuk menyatakan hal ini, yang harus didukung oleh mukjizat-mukjizat yang otentik. Silakan membaca proses beatifikasi dan kanonisasi dan ketentuannya di sini, silakan klik. Nama-nama mereka yang masuk surga memang tidak tertulis di Alkitab, namun di "kitab kehidupan" (Why 3:5). Perlu kita ketahui Alkitab ditulis dengan fokus utama untuk memberitakan Kristus, sehingga dapat dimengerti,  jika daftar nama orang-orang yang masuk surga tidak tercantum di dalam ayat-ayatnya.

      10. Bagaimana caranya supaya bisa meninggal dengan kudus? Mungkin pertanyaannya yang perlu diubah, Bagaimana caranya supaya kita bisa hidup kudus, sehingga kitapun bisa meninggal dengan kudus?

      Bagaimana caranya untuk hidup kudus, silakan klik di sini, dan untuk refleksi praktis tentang hidup kudus, klik di sini. Bagi orang Katolik, untuk meninggal dengan kudus, adalah dengan sebelumnya berdamai dengan Tuhan, menyesali dosa-dosa, dan menerima Sakramen Pengurapan Orang sakit/ Perminyakan. Jika selama hidupnya kita hidup kudus, dan sebelum wafat kita menerima Sakramen Perminyakan, maka kita mempunyai pengharapan besar, Tuhan akan berbelas kasihan kepada kita. Keputusan tentang apakah kita dapat langsung masuk surga atau masihkan kita perlu dimurnikan di Api Penyucian, kita serahkan kepada Tuhan saja. Ia yang paling mengenal kita dan mengetahui yang terbaik bagi kita, akan memutuskannya dengan adil dan penuh kasih.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • 10. Bagaimana caranya supaya bisa meninggal dengan kudus? Mungkin pertanyaannya yang perlu diubah, Bagaimana caranya supaya kita bisa hidup kudus, sehingga kitapun bisa meninggal dengan kudus?

        Dear Inggrid, sungguh jawaban yang sangat wise dan alkitabiah…Memang perbedaan pemikiran orang Protestan dengan Katolik akan terlihat seperti pertanyaan di atas…Protestan menggambarkan pengharapan iman seolah olah terpisah dari kehidupan real .Sedangkan Katolik melihatnya dalam proses gereja yang sedang berziarah di dunia ini.

        GBU

  57. shalom Romo, bu Ingrid dan pak Stefanus,

    berhubung ini tentang purgatory. Saya baru mendapat satu masukan dari temen Protestan, dan hal ini sungguh membuat aku terkejut sekali.
    Temen aku adalah dari aliran calvinist (gereja reformed injili indonesia – gereja Stephen Tong), dimana mereka diajarkan bahwa org yang meninggal itu akan masuk ke taman “FIRDAUS”. saya bertanya, kok bisa dibilng firdaus? katanya di dlm Alkitab ada dikatakan bahwa di saat Yesus disalibkan dan berkata ke salah satu orang jahat yg tersalib itu “Saat ini juga, kamu ada di Firdaus bersama Aku”.

    Nah, bolehkah Romo, bu Ingrid dan pak Stefanus memberikan penjelasan mendetail tentang hal ini?

    Terima kasih.

    Regards,
    felix

    • Shalom Felix,
      Dalam hal ini, harus diakui bahwa memang terdapat perbedaan tentang pengajaran dari gereja Protestan Calvinism dengan Gereja Katolik. Gereja mengajarkan bahwa sesaat setelah kematian, manusia langsung akan diadili oleh Tuhan Yesus secara pribadi, dan akan ditentukan kemudian apakah jiwanya akan masuk surga, neraka atau masih perlu dimurnikan di Api penyucian. Ini disebut Pengadilan khusus. Sedang di akhir jaman nanti, setelah kebangkitan badan, setiap orang akan diadili kembali oleh Kristus di hadapan segala ciptaan. Ini disebut Pengadilan Umum, dan merupakan pengulangan dari Pengadilan Khusus, yang dilakukan di hadapan publik, di mana segala sesuatu tak akan tersembunyi dan akan dinyatakan (lih. Mat 10:26-27). Setelah Pengadilan Umum/ Terakhir ini tak ada Api Penyucian lagi. Semua jiwa yang ada di Api Penyucian akan masuk surga, jiwa dan badannya, demikian juga mereka yang masuk neraka akan tinggal di sana, jiwa dan badannya.
      Silakan membaca di sini untuk mengetahui dasar-dasar pengajaran Gereja Katolik tentang Pengadilan Khusus dan Pengadilan Umum, silakan klik
      Maka janji Yesus kepada pencuri yang bertobat bahwa ia akan bersama-sama dengan Yesus di Taman Firdaus, itu memang untuk diartikan ke tempat penantian yang umum diajarkan oleh para Bapa Gereja sebagai "limbo of the just"/ pangkuan Abraham (lih. Luk 16:22). Karena Yesus memang pada hari itu (setelah kematian-Nya) pergi ‘menjemput’  semua orang-orang benar yang meninggal sebelum Kristus untuk bersama-sama dengan-Nya menuju ke surga. Dengan kebangkitan Yesus, Ia membuka pintu surga sebagai yang Sulung/ pertama bangkit dari antara orang mati (Kol 1:18), dan sejak saat itu, setiap orang yang wafat dalam nama-Nya dan hidup seturut firman-Nya dapat masuk surga.
      Di sinilah harus diakui pentingnya berpegang pada pengajaran para Bapa Gereja, agar kita tidak salah meng-interpretasikan suatu ayat dalam Alkitab. Jika seseorang tidak berpegang pada pengajaran Bapa Gereja, maka dapat dimengerti jika ia akan menyimpulkan sendiri suatu ajaran berdasarkan pengertiannya.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

    • Luk 23:43
      Kata Yesus kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”

      Naskah Yunani bagi kata “Firdaus” pada ayat di atas menggunakan kata: ????????? [paradeiso] dari akar kata: ?????????? [paradeisos] yg berarti: taman. Istilah ini adalah padanan dari kata Ibrani: pardes [ ???? ] yg dipinjam dari terminologi bangsa Persia: pardes.
      Di seluruh Alkitab Perj. Baru, kata paradeiso itu selain dari ayat di atas, juga digunakan pada ayat 1Kor 12:4.

      Di lain pihak, sorga [atau ”Kerajaan Sorga”] selalu disebut dgn frase: ???????? ??? ??????? [basileia ton ouranon].

      Berdasarkan study kata tsb sudah dapat dikatakan bhw Firdaus bukanlah Kerajaan Sorga.

      Selain itu, pengertian bhw Firdaus yg dijanjikan oleh Yesus itu bukan sorga juga bisa didapat dari ayat ini:

      Kata Yesus kepadanya: “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.” [Yoh 20:17]

      Ayat di atas menunjukkan bhw bahkan setelah Kebangkitan-Nya itu, Yesus belum lagi sampai di Kerajaan Sorga, tempat Allah Bapa ber-tahta.

      Pax et Benevolenti in CHRISTI.

  58. Yth Katolisitas,

    Saya ingin tanya tentang Api Penyucian. Apakah Api Penyucian suatu tempat ataukah suatu keadaan/kondisi ? Mana yang lebih tepat dari sisi teologisnya?

    salam
    chris

    • Shalom Chris,
      Menurut definisinya, Api Penyucian bisa dikatakan sebagai berikut: (sumber: New Advent Catholic Encyclopedia)
      Purgatory (Lat., "purgare", to make clean, to purify) in accordance with Catholic teaching is a place or condition of temporal punishment for those who, departing this life in God’s grace, are, not entirely free from venial faults, or have not fully paid the satisfaction due to their transgressions.
      terjemahannya:
      Api Penyucian (Latin, "purgare", untuk membuat bersih/ memurnikan) sesuai dengan ajaran Katolik adalah sebuah tempat atau kondisi dari penghukuman sementara untuk mereka yang, pada saat meninggalkan hidup ini di dalam rahmat Tuhan, belum sepenuhnya bebas dari kesalahan-kesalahan ringan, atau belum sepenuhnya membayar dengan tuntas pelanggaran-pelanggaran mereka.
      Pengajaran tentang Api Penyucian ini jelada dijelaskan dalam Konsili Florence (Mansi, t. XXXI, col. 1031) dan di deklarasi Konsili Trente (Sess. XXV), sebagai berikut:
      "Whereas the Catholic Church, instructed by the Holy Ghost, has from the Sacred Scriptures and the ancient tradition of the Fathers taught in Councils and very recently in this Ecumenical synod (Sess. VI, cap. XXX; Sess. XXII cap.ii, iii) that there is a purgatory, and that the souls therein are helped by the suffrages of the faithful, but principally by the acceptable Sacrifice of the Altar; the Holy Synod enjoins on the Bishops that they diligently endeavor to have the sound doctrine of the Fathers in Councils regarding purgatory everywhere taught and preached, held and believed by the faithful" (Denzinger, "Enchiridon", 983).
      Terjemahannya:
      "Sedangkan Gereja Katolik, diinstruksikan oleh Roh Kudus, mempunyai dari Kitab Suci dan tradisi kuno dari para Bapa Gereja yang diajarkan di dalam Konsili-konsili dan yang baru-baru ini [diajarkan] di dalam sinode Ekumenikal (Sess. VI, cap. XXX; Sess. XXII cap.ii, iii) bahwa terdapat Api Penyucian, dan jiwa-jiwa yang ada di sana dibantu oleh doa-doa syafaat dari para beriman, namun terutama dengan Korban [Kristus] di Altar yang dapat diterima; Sinode kudus memerintahkan para Uskup agar mereka dengan rajin mengusahakan agar doktrin yang benar dari para Bapa Gereja di dalam Konsili-konsili tentang Api Penyucian diajarkan dan dikhotbahkan dimana-mana, dipegang dan diimani oleh para beriman" (Denzinger, "Enchiridon", 983).
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,

      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  59. Syaloom, bu Inggrid.
    Ada tetangga yang anaknya meninggal 6 tahun yang lalu. Di keluarga hanya anak yang meninggal itu sendiri yang Katolik, sedangkan keluarganya semua non Katolik.
    1. Apakah setelah meninggal 6 tahun yang lalu, kita masih perlu mendoakan dalam bentuk misa arwah atau cukup intensi di gereja saja?
    2. Apakah keluarga boleh mendoakan menurut kepercayaan mereka atau harus menurut agama Katolik?

    Terima kasih sebelumnya.

    Caecilia

    • Shalom Caecilia,
      1. Ya, meskipun seseorang telah meninggal 6 tahun yang lalu, namun kita masih tetap dapat mendoakan jiwanya, sebab memang kita tidak tahu secara persis, apakah ia telah beralih dari Api Penyucian ke Surga, atau masih ada di Api Penyucian. Jika jiwanya masih ada di Api Penyucian, maka jiwanya akan terbantu dengan doa-doa kita. Jika jiwanya telah berada di surga, maka Tuhan akan mengarahkan doa kita demi kebaikan jiwa-jiwa lain yang masih ada di dalam Api penyucian. Maka, jika anda mengenal tetangga itu, maka anda dapat mendoakan jiwanya, dengan mengajukan intensi Misa di gereja, atau bisa juga mengajukan intensi Misa pada saat Misa Arwah setiap tahun pada bulan November, yang biasanya dilakukan mulai tanggal 2- 10 November.
      2. Karena tetangga anda itu selama hidupnya beragama Katolik, maka setelah ia meninggal sebaiknya didoakan secara Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  60. Saya mau tanya, apakah orang berdosa yang belum bertobat masi ada kesempatan untuk masuk dalam api penyucian??

    Dan apakah di api penyucian tiap-tiap jiwa didampingi setiap malaikat?

    Trims

    • Shalom Ericco,
      Terima kasih atas pertanyaannya tentang api penyucian dan malaikat pelindung. Mari kita membahasnya bersama-sama:
      1) Kita harus mengerti definisi tentang dosa, yang terdiri dari dosa ringan dan dosa berat.
      Kalau dosa berat adalah melawan kasih secara langsung, maka dosa ringan memperlemah kasih. Jadi dosa berat secara langsung menghancurkan kasih di dalam hati manusia, sehingga tidak mungkin Tuhan dapat bertahta di dalam hati manusia. Dosa berat atau ringan tergantung dari sampai seberapa jauh dosa membuat seseorang menyimpang dari tujuan akhir, yaitu Tuhan. Dan persatuan dengan Tuhan hanya dimungkinkan melalui kasih. Jika dosa tertentu membuat seseorang menyimpang terlalu jauh sampai mengaburkan dan berbelok dari tujuan akhir, maka itu adalah dosa berat.[8] Lebih lanjut dalam tulisannya “Commentary on the Sentence I,I,3“, St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa dosa ringan tidak membuat seseorang berpaling dari tujuan akhir atau Tuhan. Digambarkan sebagai seseorang yang berkeliaran, namun tetap menuju tujuan akhir.
      Pembahasan tentang hal ini – silakan baca "Masih perlukah Sakramen Pengakuan Dosa – bagian 1" (silakan klik).
      2) Karena dosa berat menghancurkan kasih, maka manusia yang berdosa berat dan tidak dalam keadaan berdamai dengan Tuhan sampai akhir hayatnya, maka orang tersebut tidak dapat diselamatkan.
      Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1861) mengatakan "Dosa berat, sama seperti kasih, adalah satu kemungkinan radikal yang dapat dipilih manusia dalam kebebasan penuh. Ia mengakibatkan kehilangan kebajikan ilahi, kasih, dan rahmat pengudusan, artinya status rahmat. Kalau ia tidak diperbaiki lagi melalui penyesalan dan pengampunan ilahi, ia mengakibatkan pengucilan dari Kerajaan Kristus dan menyebabkan kematian abadi di dalam neraka karena kebebasan kita mempunyai kekuasaan untuk menjatuhkan keputusan yang definitif dan tidak dapat ditarik kembali. Tetapi meskipun kita dapat menilai bahwa satu perbuatan dari dirinya sendiri merupakan pelanggaran berat, namun kita harus menyerahkan penilaian mengenai manusia kepada keadilan dan kerahiman Allah."
      Jadi meskipun kita dapat menarik kesimpulan secara umum, bahwa orang yang meninggal dengan dosa berat yang tidak disesalinya memperoleh hukuman abadi di neraka, namun kita tidak dapat mengatakan secara pasti bahwa seseorang masuk neraka. Hal ini dikarenakan hanya Tuhan yang tahu secara persis apakah sampai akhir hayatnya orang tersebut menyesali dosa-dosanya atau tidak.
      3) Yang masuk ke dalam Api Penyucian adalah orang-orang yang sampai akhir hidupnya meninggal dalam kondisi berdamai dengan Tuhan. Ini termasuk orang-orang yang mempunyai dosa berat namun telah disesalinya sebelum mereka dipanggil Tuhan, dan juga orang-orang yang mempunyai dosa ringan. Jadi orang-orang dalam kondisi dosa berat yang tak tersesali sampai akhir hayatnya tidak masuk ke dalam Api Penyucian, namun masuk ke dalam neraka.
      4) Malaikat pelindung adalah malaikat yang diberikan oleh Tuhan untuk menjaga kita selama kita masih hidup di dunia ini. Oleh karena itu adalah "fitting" bahwa mereka tidak mendampingi orang-orang yang dilindunginya di Api Penyucian. Namun karena kasih, para malaikat pelindung dapat mendoakan manusia yang berada di Api Penyucian, dari Sorga, sampai akhirnya orang-orang yang berada di Api Penyucian bertemu kembali di Sorga.
      Semoga keterangan singkat tersebut dapat menjawab pertanyaan Ericco.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

  61. Salam dalam Kasih Kristus,

    Saya ada 3 pertanyaan:

    1. Kemanakah perginya jiwa-jiwa yang telah dimurnikan di dalam api penyucian?
    2. Kalau ke Surga, apakah jiwa-jiwa tersebut tetap menerima penghakiman terakhir setelah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua?
    3. Para Santo dan Santa adalah orang-orang yang dimurnikan jiwanya di dunia ini sehingga ketika meninggal, jiwa mereka langsung ke Surga. Apakah mereka juga menerima penghakiman terakhir?

    GBU

    • Shalom Alba,
      1. Jiwa-jiwa yang sudah dimurnikan di Api Penyucian akan masuk surga.
      2. Jiwa yang sudah masuk surga tetap akan mengalami Pengadilan Terakhir, bukan untuk mengalami perubahan hasil penghakimannya, tetapi agar penghakimannya diumumkan dan diketahui oleh segenap mahluk, sehingga dipenuhi sabda Tuhan, bahwa tak ada segala sesuatu yang tersembunyi, yang tidak dinyatakan. Setelah kedatangan Yesus yang kedua, di mana terjadi kebangkitan badan, maka, tubuh akan bersatu dengan jiwa. Maka jika manusia akan mengalami keabadian, entah di surga tubuh dan jiwanya, atau di neraka, tubuh dan jiwanya. [Sebelum kebangkitan badan, hanya jiwa saja yang di neraka atau di surga]. Lebih lanjut tentang uraian ini silakan klik disini.
      3. Dengan demikian, Para Santo Santa yang langsung masuk surga sekalipun akan diumumkan pengadilannya pada Penghakiman Terakhir. Pada saat ini malah semua ciptaan akan dapat melihat kekudusan mereka, dan kesetiaan dan kasih mereka kepada Tuhan akan diketahui oleh semua orang. Selanjutanya, maka tubuh dan jiwa mereka bersatu, bersama-sama dengan orang-orang yang benar lainnya, dan bersama-sama masuk dalam keabadian Kerajaan Sorga.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • Salam dalam Kasih Kristus,

        Terima kasih atas jawaban yang diberikan.

        Orang yang meninggal tidak dalam rahmat Tuhan dan dalam keadaan belum bertobat atas dosa-dosa beratnya, apakah langsung masuk neraka ketika meninggal?

        Kalau sudah masuk neraka, apakah pada akhir zaman nanti dibangkitkan kemudian dihakimi di Penghakiman Umum, dan setelah itu masuk neraka lagi?

        Apakah ada perbedaan antara neraka sebelumnya dengan neraka sesudah Penghakiman Umum/Akhir?

        Maaf sebelumnya kalau pertanyaan saya cukup banyak. Jawaban-jawaban yang diberikan akan sangat penting bagi saya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang lain yang diajukan kepada saya.

        GBU

        • Shalom Alba,
          Untuk menjawab pertanyaan anda:
          1) Orang yang meninggal tidak dalam rahmat Tuhan dan dalam keadaan belum bertobat atas dosa-dosa beratnya, apakah langsung masuk neraka ketika meninggal? Mari melihat ajaran Katekismus Gereja Katolik:

          KGK 1033 Kita tidak dapat disatukan dengan Allah, kalau kita tidak secara sukarela memutuskan untuk mencintai Dia. Tetapi kita tidak dapat mencintai Allah, kalau melakukan dosa berat terhadap Dia, terhadap sesama kita, atau terhadap diri sendiri: "Barang siapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang memiliki hidup kekal di dalam dirinya" (1 Yoh 3:14-15). Tuhan kita memperingatkan kita, bahwa kita dipisahkan dari-Nya, apabila kita mengabaikan perhatian kita kepada kebutuhan-kebutuhan mendesak dari orang miskin dan kecil, yang adalah saudara dan saudari-Nya Bdk. Mat 25:3146.. Mati dalam dosa berat, tanpa menyesalkannya dan tanpa menerima cinta Allah yang berbelas-kasihan, berarti tinggal terpisah dari-Nya untuk selama-lamanya oleh keputusan sendiri secara bebas. Keadaan pengucilan diri secara definitif dari persekutuan dengan Allah dan dengan para kudus ini, dinamakan "neraka".

          KGK 1035 Ajaran Gereja mengatakan bahwa ada neraka, dan bahwa neraka itu berlangsung sampai selama-lamanya. Jiwa orang-orang yang mati dalam keadaan dosa berat, masuk langsung sesudah kematian ke dunia orang mati, di mana mereka mengalami siksa neraka, "api abadi" Bdk. DS 76; 409; 411; 801; 858; 1002; 1351; 1575; SPF 12.. Penderitaan neraka yang paling buruk adalah perpisahan abadi dengan Allah; hanya di dalam Dia manusia dapat menemukan kehidupan dan kebahagiaan, karena untuk itulah ia diciptakan dan itulah yang ia rindukan.
          Jadi jika seorang hidup dalam dosa berat, dan tahu bahwa ia sedang berdosa berat, namun tidak bertobat, maka artinya ia dengan kehendak bebasnya, mengucilkan diri sendiri terhadap Tuhan; dan jika ia mati dalam kondisi ini maka setelah ia mati, jiwanya masuk ke dalam neraka. Namun demikian kita tidak bisa begitu saja menghakimi, jika kita mengetahui ada orang yang hidup dalam dosa berat, dan sedang menghadapi ajal, pasti orang tersebut masuk neraka. Sebab kita tidak pernah tahu, sampai saat terakhir hidupnya, apakah ia sungguh bertobat atau tidak. Isi hati hanya Tuhan yang tahu, maka hanya Tuhan yang tahu, apakah jiwa seseorang masuk neraka atau tidak.

          Pertanyaan berikut ini saya jawab berdasarkan prinsip-prinsip yang sudah saya tuliskan dalam artikel di atas, dan mengenai pengajaran Gereja tentang kebangkitan badan dan Pengadilan Umum/ Terakhir:

          2) Kalau sudah masuk neraka, apakah pada akhir zaman nanti dibangkitkan kemudian dihakimi di Penghakiman Umum, dan setelah itu masuk neraka lagi? Pada saat kebangkitan badan, maka tubuh orang yang berdosa berat itu akan bersatu dengan jiwanya, dan pada Pengadilan Terakhir/ pengadilan umum segala kesalahannya diumumkan di hadapan segala mahluk, dan selanjutnya keseluruhan tubuh dan jiwanya masuk ke dalam neraka, dan mengalami siksa tanpa akhir, yang disebabkan dengan perpisahan abadi dengan Allah. 3) Apakah ada perbedaan antara neraka sebelumnya dengan neraka sesudah Penghakiman Umum/Akhir? Perbedaannya bukan kepada nerakanya, sebab nerakanya tetap sama, sebagai kondisi siksa abadi. Namun karena setelah Penghakiman Terarhir, yang masuk ke dalamnya bukan saja hanya jiwa, tetapi badan juga, maka penderitaan atau siksa yang dialami menjadi semakin nyata, karena dialami baik oleh jiwa maupun badan.
          Semoga kita semua diberi rahmat untuk bertobat dari semua dosa kita sebelum kita menghadap Tuhan.
          Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  62. Shalom sodara ingrid.
    Tmn saya crita ttg keluarganya yg msh konghucu. Papanya suka
    Ke tmpt org pintar minta supaya usahanya berjalan lancar,emank d kabulin sich . sewaktu papany meninggal,usahany jd susah. Dia juga crita ke saya, arwah papanya slalu datang ke mimpinya slalu nangis. Saya crita ke dia ttg purgatory,lalu saya minta ke dia u/doa rosario buat papanya,dia nanya ke saya apa ada kutuk keturunan? Saya blm jwb prtanyaannya. sodara ingrid tlg bantu saya menjwbnya, saya ga tau hrs jwb apa.
    Thx. GBU

    • Shalom Mari,
      Jika teman anda itu beragama Katolik, maka doa yang paling baik untuk orang meninggal adalah ujud doa yang kita mohonkan untuk dibacakan dalam Misa Kudus. Silakan menghubungi petugas sekreatriat paroki untuk memberikan ujud doa tersebut. Karena dengan ujud doa yang dipersembahkan dalam Misa Kudus, artinya kita menggabungkan ujud itu dengan korban Yesus dalam Ekaristi, sehingga Allah Bapa melihatnya sebagai kesatuan dengan korban Yesus Putra-Nya. Semoga dengan mengajukan doa ujud misa tersebut, dan jika juga disertai dengan doa rosario/ novena yang terus menerus setiap hari, maka Tuhan akan berkenan memberikan ketenangan pada arwah papa teman anda itu.
      Perihal kutuk keturunan, sesungguhnya hal itu tidak diajarkan oleh Gereja Katolik. Silakan membaca lebih lanjut di tanya jawab ini (silakan klik), dimana ada yang menanyakan perihal retret pohon keluarga yang intinya memutuskan kutuk keturunan tersebut. Gereja Katolik telah melarang diadakannya retret tersebut, karena meyakini bahwa anak tidak menanggung dosa orang tuanya.
      Demikian jawaban saya semoga bermanfaat.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  63. Romo, Pak Stef, Bu ingrid saya mau tanya
    1. Berdoa Dengan Hio boleh tidak? alasannya?
    2. Jika Orang Tua beragama lain(buddha, islam, hindu atau aliran kepercayaan lainya)meninggal, sedangkan anak-anaknya sudah katholik, dengan cara apakah anak – anak tersebut mendoakan orang tua tersebut(sebelum dikubur(saat di rumah duka) maupun setelah dikubur(3 hari, 7 hari, 100 hari dst))?
    3. Saya menghadiri pemakaman orang tua teman saya, dia dari gereja lain(non katholik), orang tuanya bukan kristen meninggal, yang saya dengar dari pemimpin gereja yang memimpin ibadah berkabung tersebut bahwa sebelum di panggil Tuhan, orang tua yang beda agama tersebut telah menerima Yesus( saya kurang tau apakah bener-bener menerima dengan sungguh atau karena didesak anak-anaknya, dan saya tidak tahu apakah orang tua tersebut dibabtis atau tidak), sehingga bisa diadakan ibadah tersebut dan dikatakan bahwa beliau bisa hidup dengan Tuhan di surga, padahal dari awal sampai dengan sehari sebelum dipanggil, agama orang tua itu bukan kristen. Bagaimana pandangan Gereja Katholik atas kasus ini, benarkah yang selama hidup statusnya agama kristen tetapi saat sakratul maut dia hanya dengan terima Yesus langsung bersanding hidup dengan Tuhan?

    • Shalom Ben,
      1) Berdoa dengan hio, bolehkah?
      Untuk menjawab ini mari kita melihat dulu apakah itu hio. Hio adalah semacam dupa yang demi kepraktisan dibuat dalam bentuk batang. Melihat ‘bendanya’ sendiri maka hio bukanlah semacam ‘benda haram’, karena di dalam liturgi Gereja Katolik sendiri dikenal pemakaian dupa. Asap yang naik ke atas melambangkan doa-doa yang naik ke surga (lihat Mzm 141: 2, dikatakan doa kita seperti ‘persembahan ukupan’). Dalam Injil kitapun mengetahui bahwa persembahan para majus dari Timur untuk menyembah Yesus adalah mas, kemenyan (dupa) dan mur (lihat Mat 2:11). Maka kita ketahui bahwa dupa/ kemenyan adalah salah satu lambang yang menunjukkan persembahan dan penyembahan kita kepada Tuhan. Maka tak heran, bahwa di dalam perayaan Misa Kudus, dupa ini dipakai sebagai salah satu alat penyembahan. Sebagai contoh di gereja-gereja di China dan Taiwan juga ada yang memakai dupa hio untuk membuka perayaan Misa Kudus.
      Masalahnya jadi kompleks ketika dupa ini dipakai bukan untuk penyembahan kepada Tuhan tetapi kepada arwah orang tua. Inilah yang umumnya terjadi di dalam sembahyangan arwah dalam budaya Tionghoa. Walaupun seseorang dapat mengatakan bahwa kita bisa tetap pegang hio, tetapi doanya kepada Yesus saja, tetapi di hadapan semua pelayat yang hadir, bukan itu yang bisa ditangkap. Kebanyakan orang akan melihat, bahwa barangsiapa memegang hio di hadapan jenazah ataupun foto orang yang meninggal, maka ia berdoa menyembah orang yang meninggal itu. Setidak-tidaknya inilah kesan yang pertama-tama dapat ditangkap, bukan? Maka jika ada orang Katolik yang berdoa dengan cara demikian, ia dapat menjadi batu sandungan bagi orang lain yang melihatnya. Hal inilah yang sedapat mungkin harus kita hindari.
      Maka, jika saya boleh mengusulkan, apabila kita harus menghadiri pemakaman yang menawarkan hio:
      – Silakan menghampiri peti tempat jenazah dibaringkan.
      – Dengan menunduk dan dengan sikap hormat, buatlah tanda salib dan mulailah berdoa memohon belas kasihan Allah terhadap jiwa orang yang meninggal tersebut. Janganlah kita menunjukkan sikap tubuh yang ragu-ragu, karena jika kita kelihatan ragu, maka mungkin ada kerabat yang meninggal yang segera menawarkan dupa. Tetapi biasanya, jika kita sudah mengambil sikap doa, maka mereka juga akan menghormati iman kita, dan tidak akan menawari dupa.
      -Tutuplah doa anda dengan tanda salib juga.
      -Jika anda mengenal kerabat yang meninggal, sapalah dan sampaikanlah ucapan turut berduka cita dengan tulus hati.
      Memang agak lebih sulit keadaannya jika yang meninggal adalah kerabat kita sendiri, entah orang tua atau saudara dekat, dan mereka bukan beragama Katolik. Dalam hal ini diperlukan sikap yang bijaksana untuk menjelaskan kepada kerabat kita mengapa kita tidak berdoa dengan hio. Namun tentu kita harus menjelaskan alasannya dengan lemah lembut dan penuh kasih, sebab bagi kita orang Katolik, penyembahan hanya kita berikan kepada Allah, sedangkan penghormatan kita kepada orang tua (dan para orang kudus di surga)  tidak mungkin sama dengan penghormatan dan penyembahan kita kepada Allah. Sikap kita dalam mendoakan arwah orang tua ini, barangkali malah merupakan kesempatan kita untuk memperkenalkan Yesus kepada mereka yang belum mengenal-Nya.
      Mari kita mengingat perkataan Yesus ini:
      "Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga." (Mat 10:32-33).
      Jika kita ingin menjalani ayat ini dengan konsisten, maka kita harus dengan berani menyatakan iman kita akan Kristus di hadapan kerabat kita yang belum mengenal Kristus, dan bukannya malah menyembunyikannya. Asalkan jangan kita lupa, bahwa di atas semua itu, yang terpenting adalah kasih, dan bahwa penjelasan kita tidak boleh dilakukan tanpa didasari kasih, dan tanpa disertai dengan sikap yang penuh kasih.
      Dengan prinsip yang sama maka kita juga harus berani membuat tanda salib sebelum dan sesudah makan, jika kita makan di tempat umum, seperti di kantin/ restoran. Ini bukan soal ‘pamer’, tetapi hal kesetiaan kita mengakui Kristus sebagai Tuhan Penyelamat kita.
      2) Jika orang yang meninggal bukan Katolik dan semua anak Katolik dengan cara apa didoakan?
      Saya ingin mengambil contoh yang dilakukan oleh Ibu Teresa di Kalkuta, India. Beliau dikenal sebagai biarawati yang mendampingi para fakir miskin yang sakit dan hampir mendekati ajal. Biasanya Ibu Teresa atau para suster di sana menanyakan terlebih dahulu dengan cara apa mereka mau didoakan, jika mereka meninggal. Maka para suster itu melakukan sesuai dengan keinginan orang yang mereka layani tersebut. Jika semua sudah terlambat, sebelum ditanya orang itu sudah berpulang, dan tidak memungkinkan diperoleh data tentang yang meninggal, maka orang yang meninggal itu didoakan secara Katolik.
      Dengan prinsip ini, maka jika mungkin, bawalah topik ini dalam pembicaraan di keluarga, sebab bagi kita orang beriman kematian bukanlah sesuatu yang tabu. Mulailah dengan diri anda sendiri dahulu, tentang dengan cara apa anda ingin didoakan jika nanti anda dipanggil ‘pulang’ oleh Tuhan. Harapannya, setelah anda sendiri mengatakan keinginan anda, maka orang tua juga akan mengatakan keinginannya. Dengan demikian anda akan tahu kehendak orang tua anda.
      Namun jika segalanya sudah terlambat, dan tidak ada yang tahu kehendak orang tua, dan tidak ada yang mengetahui komunitas agama orang tua anda, maka tidak menjadi masalah jika orang tua itu didoakan secara Katolik.
      Selanjutnya, memang Gereja Katolik mengajarkan agar kita mendoakan arwah orang tua yang meninggal. Maka setelah ia meninggal, maka karena semua anak-anak Katolik, maka mereka dapat mendoakan orang tua mereka secara Katolik, entah itu 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, tidak menjadi masalah. Lebih lanjut tentang tradisi mendoakan arwah, silakan membaca artikel Bersyukurlah, ada Api Penyucian (silakan klik) dan jawaban ini (silakan klik)
      3) Apakah dengan menerima Yesus sehari sebelum meninggal, seorang dapat langsung masuk surga?
      Sebenarnya ini tergantung dengan bagaimana caranya ia ‘menerima Yesus’. Memang gereja Protestan umumnya memegang ayat Rom 10: 10, yang mengatakan, "Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan." Sedangkan bagi kita orang Katolik ayat Rom 10:10 (pengakuan iman dengan mulut) ini merupakan pernyataan "Aku percaya"/ Credo, pada saat Pembaptisan. Menurut ajaran agama Katolik, juga dibedakan dua Baptisan yang lain, yaitu Baptis darah (Baptism of blood) dan Baptis keinginan/ rindu (Baptism of desire). Silakan membaca lebih lanjut pada artikel: Sudahkah Kita Diselamatkan (silakan klik). Pada akhirnya, yang berhak menentukan apakah seorang masuk surga atau tidak adalah Allah sendiri. Maka marilah kita tidak menghakimi apakah seorang masuk surga atau tidak, sebab memang itu bukan tugas kita. Tugas kita yang terpenting adalah berusaha supaya kita tetap setia melaksanakan janji Pembaptisan kita, agar pada saat giliran kita tiba, kita dapat masuk kerajaan surga. Tugas berikutnya adalah mewartakan kasih Allah kepada orang-orang yang kita jumpai, supaya sebanyak mungkin orang dapat mengalami kasih Allah dan kemudian mengenal dan mengasihi Dia. Tugas mewartakan kasih Allah ini harus dilakukan atas dasar kasih, dan bukannya memaksa atau menakut-nakuti. Setelah melakukan tugas ini maka, kita serahkan saja kepada Allah, sebab hanya Allah saja yang mampu menggerakkan hati manusia untuk bertobat dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya.
      Demikian yang bisa saya sampaikan untuk menjawab pertanyaan anda. Semoga bermanfaat.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • Terima kasih atas penjelasanya, lalu yang saya mau nanyakan berikutnya
        1. dengan kasus bahwa yang akan meninggal mau menerima Tuhan Yesus dengan ucapan, (tanpa dibabtis dan lain – lain yang terkait untuk syarat masuk Katholik), apakah pemakamannya boleh menggunakan cara katholik? dipimpin oleh seorang pastur dll? apakah tidak menimbulkan kerancuan bagi peserta yang hadir, misal peserta lain tau bahwa yang meninggal bukan lah beragama katholik?
        2. Apabila orang yang meninggal tersebut meninggalkan barang2 yang berasal dari agamanya seperti jimat, senjata yang katanya ada “isi”nya di rumahnya, patung dll, apakah perlu diakan misa atau dipanggil seorang pastur dulu tidak untuk melepaskan hal – hal buruk terhadap benda – benda tersebut atau singkatnya apa yang harus dilakukan si anak terhadap “benda2” bapaknya?(disimpan,buang, dikasih orang,sumbang ke tempat bapaknya biasa berdoa, atau apa?)
        terima kasih

        • Shalom Ben,
          1) Pada kasus seseorang yang disaat ajalnya menerima Tuhan Yesus dengan ucapan, namun belum sempat dibaptis, maka sebenarnya ia termasuk mereka yang menerima Baptis Rindu/ "Baptism of desire". Lebih lanjut mengenai baptis rindu ini, silakan membaca di jawaban ini (silakan klik).
          Maka dalam hal ini, pemakaman orang itu dapat diadakan secara Katolik. Pihak keluarga dapat membicarakannya dengan pastor paroki, dan dengarkan apa yang menjadi masukan beliau. Perihal menjelaskan kepada peserta yang hadir dalam acara pemakaman, itu dapat dilakukan oleh pihak keluarga, misalnya dengan memberitahukan secara singkat sebelum acara dimulai, tentang keinginan almarhum/ almarhumah untuk dibaptis, yang dinyatakannya sesaat sebelum wafat.
          2) Apabila orang yang meninggal tersebut meninggalkan barang2 yang berasal dari agamanya seperti jimat, senjata yang katanya ada “isi”nya di rumahnya, patung dll, apakah perlu diakan misa atau dipanggil seorang pastur? Atau singkatnya apa yang harus dilakukan si anak terhadap “benda2″ bapaknya? (disimpan,buang, dikasih orang,sumbang ke tempat bapaknya biasa berdoa, atau apa?)
          Jika kita berpegang pada apa yang diajarkan oleh kitab Makabe (2Mkb 12:38-45), maka anak dari almarhum dapat memohonkan ujud misa kudus untuk memohon ampun atas dosa bapaknya. Bicarakanlah kenyataan tersebut dengan pastor paroki, dan dengarkanlah nasehatnya.
          Pada dasarnya segala jimat-jimat itu harus dihancurkan, biasanya dengan dibakar, lalu dibuang. Sebelum melakukan hal itu, berikut ini adalah contoh doa yang dapat diucapkan, yang intinya adalah memohon agar Tuhan membersihkan si pendoa dari segala pengaruh kejahatan dan ikatan/ belenggu Iblis:
          "Tuhan Yesus, aku menolak segala penggunaan ….. (sebutkan jimat tersebut) dan memohon kepada-Mu untuk menempatkan kuasa Salib kudus-Mu untuk melingkupi aku [dan seluruh keluargaku] sehingga kami terbebas dari segala pengaruh jahat. Dengan pengantaraanMu, dan oleh kuasa Roh Kudus, aku menaikkan doa ini kepada Allah Bapa. Amin."

          Demikianlah yang dapat saya sampaikan untuk menjawab pertanyaan anda. Semoga berguna.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  64. shalom
    saya punya sahabat dari gereja protestan, dia bertanya kenapa di gereja khatolik mengenal peringatan 7 hari-1000 hari orang meninggal?
    terimakasih

    • Shalom Agust,
      Sebenarnya peringatan 7 hari, 40 hari atau 100 hari orang yang meninggal berhubungan dengan pengajaran tentang Api Penyucian. Karena maksud kita mengadakan peringatan hari kesekian orang yang meninggal adalah untuk mendoakan jiwa mereka yang ada dalam Api Penyucian. Silakan membaca dahulu artikel: Bersyukurlah Ada Api Penyucian! (silakan klik) dan jika ada yang kurang jelas, silakan bertanya lagi di bawah artikel tersebut.

      Pada dasarnya, karena maksud kita untuk mendoakan arwah orang yang meninggal, maka, sesungguhnya tidak menjadi masalah mau mendoakan pada hari ke berapa. Hari ke-7 atau  ke-9, hari ke 40 atau 41, juga sesungguhnya tidak masalah. Kebiasaan 7 hari, 40, 100 atau 1000 hari itu lebih kepada tradisi keluarga masing-masing. Jika mau ditambahpun misalnya pada setiap tahun memperingati hari meninggalnya, atau pada hari ulang tahunnya, juga dapat saja keluarga memohon ujud misa untuk mendoakan anggota keluarga yang sudah meninggal.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

      • terima kasih sudah banyak membantu saya dalam menemukan jawaban yang sebnarnya, karena saya tidak mau kalo menjwb salah dan dipakai sebagai acuan orang yang bertanya.
        mohon maaf sblmnya, saya mo bertanya lagi, paman saya pernah menjelaskan bahwa orang yang beda agama nikah dengan orang katolik maka agama yang dibawanya kenapa tidak hilang? saya masih bingung dengan penjelasan paman saya
        terima kasih tuhan memberkati

        • Shalom Agust,
          Terus terang saya kurang menangkap pertanyaan anda. Apakah maksudnya bahwa setelah perkawinan campur maka pasangan yang tidak Katolik tersebut tetap dapat mempertahankan agamanya?
          Perkawinan campur yang diberkati di gereja memang tidak mengharuskan salah satu dari pasangan yang non-Katolik itu menjadi Katolik. Jika ia mau menjadi Katolik, maka ia harus mengikuti terlebih dahulu masa katekisasi, sebelum dapat dibaptis di dalam Gereja Katolik. Pemberkatan perkawinan di gereja hanya dimaksudkan untuk memberkati kesepakatan Perkawinan, dan bukannya untuk Pembaptisan. Namun begitu, jika setelah mendapat dispensasi, perkawinan itu dapat diberkati di gereja, maka perkawinan tersebut [walaupun beda agama] tetap sah, dan kedua pihak terikat hukum ilahi dan hukum kanonik. Kitab Hukum Kanonik mengatakan:
          Kan. 1059 – Perkawinan orang-orang katolik, meskipun hanya satu pihak yang katolik, diatur tidak hanya oleh hukum ilahi, melainkan juga oleh hukum kanonik, dengan tetap berlaku kewenangan kuasa sipil mengenai akibat-akibat yang sifatnya semata-mata sipil dari perkawinan itu.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

          • terima kasih seblmnya atas jwbnya, berarti perkawinan secara katolik tidak hrs seseorang tersebut menjadi katolik.
            saya mo tanya lagi nieh.
            bagaimana sih tips mengajak seseorang untuk menjadi katolik?
            terima kasih sebelumnya tuhan memberkati

          • Shalom Agust,
            Wah, pertanyaan anda cukup unik ya: apa tips untuk mengajak seseorang untuk menjadi Katolik. Ada banyak yang dapat kita lakukan, sebenarnya, namun kita perlu juga mengingat bahwa pada akhirnya, soal mengubah hati adalah pekerjaan Tuhan.
            Namun tetap ada, bagian yang dapat kita lakukan dalam hal ini, misalnya:
            1) Jadilah teman yang baik bagi orang itu. Semoga dengan kesaksian hidup anda yang tulus mengasihi, maka orang itu akan dapat tertarik pada apa yang menjadi iman anda, dan kepada Siapa anda beriman.
            2) Jangan ragu untuk membagikan kisah pertobatan anda; dan bagaimana anda mengalami kasih Allah dalam hidup anda. Silakan anda berdoa terlebih dahulu, sebelum anda membagikan kisah pengalaman rohani ini, supaya Tuhan membantu anda dalam membagikan kesaksian ini, dan agar hati teman anda itu dapat terbuka menerimanya.
            3) Dengarkanlah tanggapan dari teman anda. Jika ia tertarik mendengarkan lebih lanjut, anda dapat terus membagikan pengalaman anda, jika tidak, jangan memaksa. Setidaknya anda telah menanamkan ‘benih’ iman itu dalam hatinya. Semoga suatu saat nanti ia dapat mengingatnya, atau bahkan pada saat yang lain ia dapat tergerak untuk kembali mencari tahu akan apa yang anda sampaikan.
            4) Jika pas kesempatannya, silakan mengajak teman  anda itu ke gereja, untuk mengikuti Misa Kudus, atau kegiatan komunitas di gereja. Alangkah baiknya jika anda mengetahui minat dari teman anda itu, misalnya jika senang menyanyi, ajaklah ia mengikuti koor atau ke persekutuan doa; jika ia berminat doa hening, carilah komunitas doa meditasi, dst. Atau dapat juga anda ajak ke komunitas teman-teman gereja, misalnya teman se-lingkungan atau teman-teman mudika, atau keluarga muda, dst, kelompok yang mungkin dapat menjadi ‘keluarga’ bagi teman anda itu.
            5) Jika ia senang membaca atau mencari tahu akan kebenaran sehubungan dengan iman, silakan memberikan informasi atas buku-buku rohani yang cukup baik untuk dibaca, atau informasi situs- situs Katolik yang baik.
            6) Berdoalah bagi pertobatan orang itu, terutama pada saat anda mengikuti Misa Kudus. Persatukanlah intensi doa anda dengan kurban Kristus, dan serahkanlah segala sesuatunya ke dalam tangan Dia. Jika itu sudah menjadi kehendak Kristus, maka percayalah, Tuhan Yesus akan turut berkarya dalam membawa teman anda itu ke dalam pangkuan Gereja Katolik. Anda dapat membawa permohonan anda ini dalam doa-doa devosi anda, misalnya dalam doa rosario, doa kerahiman Ilahi atau novena kepada Hati Kudus Yesus, dst. Atau bahkan menyertai doa-doa anda dengan berpuasa. Tentang pantang dan puasa pernah ditulis dalam artikel: Mengapa kita berpantang dan berpuasa? dan juga dalam jawaban ini (silakan klik).
            7) Jika anda melihat, bahwa terdapat kerinduan yang tulus pada teman anda itu untuk mengenal lebih dalam tentang agama Katolik, silakan mengajak teman anda itu mengikuti proses katekumen. Jika anda bisa, dampingilah teman anda itu dalam proses katekumen, dan jawablah jika ia memiliki pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan iman. Jika anda kurang yakin bagaimana menjawabnya, silakan bertanya kepada pastor, atau kepada pengajar katekumen (atau juga kepada kami di katolisitas, kami akan berusaha menjawabnya). Selanjutnya, biarlah Roh Kudus bekerja dalam hatinya, dan semoga Allah memberikan kemantapan hati kepadanya untuk menjadi Katolik.

            Di atas semua itu, kita harus percaya bahwa Tuhanlah yang paling mengetahui kedalaman hati seseorang dan segala yang terbaik bagi jiwa orang itu. Jika sampai orang tersebut menjadi Katolik, itu semua karena rahmat Tuhan, dan bukan semata karena usaha anda. Namun bersyukurlah anda, karena dalam mewujudkan rencana-Nya, Tuhan melibatkan anda untuk sedikit mengambil bagian dalam karya penyelamatan Tuhan ini.

            Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga berguna. Selamat berjuang untuk menjadi saksi Kristus.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

          • terima kasih atas semua jwbnnya, dengan adanya semua jwbn atas pertanyaan saya, saya smkn mengerti dan terbuka untuk lebih mendalmi iman katolik yang saya anut. tuhan memberkati

      • Ibu Inggrid,

        Menyambung pertanyaan Bp Agust, bagaimana bila ada permintaan untuk mendoakan pada hari ke 21 dan ke 35 berasal dari orang ‘pintar’ karena keluarga arwah ada yang non katolik? Bolehkah kita berpatokan untuk mengadakan ibadat sabda/misa pada 7, 40 atau 100 hari saja? Alasan orang ‘pintar’ tsb karena orangnya meninggal tepat pada hari Sabtu yang dianggap hari yang kurang baik.

        Salam kasih,

        • Shalom Caecilia,
          Mendoakan jiwa orang yang sudah meninggal termasuk dalam perbuatan kasih yang diajarkan oleh Gereja Katolik, berdasarkan Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1032. Maksudnya tentu saja, kerabat yang masih hidup mendoakan jiwa orang yang sudah meninggal, untuk memohon belas kasihan Allah, agar Allah berkenan mengampuni dosa-dosa orang yang telah meninggal, dan jika jiwanya masih perlu dimurnikan di Api Penyucian, agar selekasnya Allah dapat menggabungkan jiwanya ke surga. Maka di sini dasar permohonan kita adalah kepercayaan kita yang total kepada Allah dan pengharapan akan belas kasihan-Nya kepada kita dan orang yang kita doakan.
          Jika permohonan doa itu dilakukan mengikuti ketentuan hari yang ditetapkan oleh ‘orang pintar’, maka dapat dikatakan bahwa itu ‘menyimpang‘, dari dasar iman kita. Sebab sesungguhnya dasar permohonan kita adalah melulu bersandar pada kepercayaan kita yang total kepada Allah dan belas kasihan-Nya, dan ini tidak ada sangkut pautnya dengan ‘orang pintar’. Sebab yang berkuasa memberikan belas kasihan kepada jiwa orang yang kita doakan adalah Allah saja.
          Maka, jika kita ingin memberikan yang terbaik kepada kerabat/ saudara yang sudah meninggal, ikutilah ketentuan yang diberikan oleh Gereja yaitu mendoakannya/ memohon ujud misa kudus minimal pada hari Arwah yaitu tanggal 2 November atau di dalam jangka waktu 8 hari sesudahnya. Dan dalam 8 hari itu, yang mendoakan harus mengaku dosa dalam Sakramen Tobat, mengunjungi makam, terutama makam orang yang didoakan, mendoakan doa Bapa Kami, Salam Maria, Aku percaya, Kemuliaan, dan mendoakan intensi Bapa Paus, dan mengikuti Misa dan menerima Komuni Kudus. Dengan demikian, maka yang mendoakan akan memperoleh indulgensi dari Gereja yang berguna baik bagi dirinya, maupun bagi jiwa yang didoakan. Untuk pengertian Indulgensi, silakan membaca dalam artikel yang baru saja ditulis oleh Stef, mengenai Indulgensi tersebut.
          Sedangkan di waktu-waktu yang lain, misalnya peringatan hari meninggalnya, hari ke -7, hari ke- 40, ke 100, sebetulnya bukan ketentuan Gereja, hanya saja menjadi tradisi umum umat Katolik. Hal ini tentu saja boleh dilakukan walaupun tidak wajib. Yang lebih utama, sebenarnya yang di bulan November itu sebab pada tanggal 1 November kita merayakan hari Para Orang Kudus, dan tanggal 2 November adalah hari Arwah, dan ini termasuk dalam perayaan liturgi Gereja.
          Demikian keterangan saya, semoga bermanfaat.
          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  65. Shalom Ibu Ingrid Listiati.
    Dalam kehidupan beragama kita selalu dihadapkan pada kenyataan -kenyataan inkulturasi yang tidak bisa kita hindari, umpamanya banyak buadaya-budaya timur yang akhirnya turut mewarnai kehidupan mengereja kita, dan juga pada masa Prapaskah ini, kalangan Tionghwa juga merayakan sembayang kubur (ceng beng -penghormatan kepada arwah orang tua atau leluhur) yang mana dalam budaya Tionghwa tradisi ini sudah turun temurun. kalau tidak salah mulai tgl 22 maret s/d tgl 4 april 2009, bagaimana seharusnya sikap kita sebagai orang Katholik yang notabene adalah keturunan Tionghwa dan kebetulan orang tua kita bukan beragama Katholik. Mohon pencerahan, Salam damai dan Kasih.

    • Shalom Felix,
      Prinsip mengenai Inkulturasi, telah dituliskan oleh Stefanus di sini (silakan klik). Mengenai inkulturasi dengan budaya Tionghoa, dalam hal ini ceng beng, maka kita dapat melihatnya prinsipnya sebagai berikut:

      1. Prinsip menghormati orang tua adalah sesuatu yang baik, bahkan itu merupakan perintah Tuhan yang ke-empat, yaitu perintah yang pertama yang mengatur hubungan kita dengan sesama manusia (Kel 20:12). Jika mereka telah meninggal, kita tetap menghormati mereka, namun tidak dalam kesetaraan dengan menghormati Tuhan.

      2. Maka pada masa ceng beng, kita tetap dapat mendoakan jiwa mereka, hanya dengan cara yang sesuai dengan ajaran Kristiani. Bagi kita orang Katolik, maka cara yang terbaik adalah dengan mengajukan ujud Misa kudus. Kita memohon belas kasihan Tuhan Yesus, agar dapat menolong jiwa mereka, sebagai buah pengorbanan-Nya di kayu salib untuk menebus dosa dunia. Kita percaya bahwa kalau seseorang diselamatkan, itu semua hanya mungkin karena melalui Yesus Kristus (lih. Yoh 14:6).

      3. Jika orang tua tidak beragama Katolik, kita masih tetap dapat mendoakan mereka, karena kita percaya bahwa Tuhan Yesus mengatasi segala sesuatu (Kol 1:18), dan karena tidak ada nama lain yang olehnya kita dapat diselamatkan selain di dalam nama Tuhan Yesus Kristus (Kis 4: 12). Di dalam kuasa-Nya itu, Yesus paling mengetahui kedalaman hati setiap orang, apakah orang itu dapat menerima keselamatan, yaitu apakah ia hidup sesuai dengan ajaran-Nya, namun karena bukan kesalahan sendiri, tidak mengenal Yesus (lih. LG 16).

      4. Dengan kesadaran akan keutamaan Kristus, maka kita dapat menyikapi ‘ceng beng’ dengan bijak. Kunjungan ke makam, membersihkan makam, dan mendoakan jiwa orang tua di makam, tidak menjadi masalah. Perayaan Misa dan doa bersama keluarga untuk mendoakan jiwa orang tua, juga diperbolehkan, malah dianjurkan. Doa sembahyangan ini ditujukannya kepada Yesus untuk mendoakan keselamatan jiwa orang tua, dan bukannya berdoa kepada jiwa orang tua apalagi menyembah mereka seperti menyembah Tuhan.

      5. Jika dalam kumpul- kumpul ingin ada makanan tertentu untuk mengenang orang tua, maka itu dapat saja dibuat untuk dimakan bersama; tetapi makanan tersebut tidak ditujukan untuk menjadi persembahan bagi jiwa orang tua. Karena sebagai orang Katolik, persembahan dan penyembahan kita hanya ditujukan kepada Tuhan. Ini tertulis dalam perintah pertama dari kesepuluh perintah Allah yang mengajarkan agar kita menyembah dan beribadah kepada Tuhan saja (lihat Kel 20:5). Maka persembahan, penyembahan dan doa kita tujukan kepada Tuhan, sedangkan kepada orang tua, kita menghormati mereka, namun tidak dengan derajat yang sama dengan kita menghormati Tuhan.

      6. Perlu diingat, sebetulnya, Gereja menyediakan waktu khusus untuk mendoakan jiwa para orang yang telah meninggal yaitu sepanjang bulan November. Bahkan Gereja sangat menganjurkan agar kita mengenang dan mendoakan jiwa mereka, terutama pada bulan November itu. Namun, tentu saja ini tidak menutup kemungkinan kita mendoakan jiwa orang tua pada waktu lain, atau bahkan setiap hari. Di luar bulan November, kita tetap dapat memohon intensi Misa Kudus untuk mendoakan jiwa mereka, misalnya, pada hari peringatan meninggalnya orang tua, ceng beng ataupun hari lain seperti Hari Raya Kerahiman Ilahi, yaitu seminggu setelah hari Raya Paska.

      Demikian tanggapan saya, semoga bermanfaat, ya.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

  66. shalom
    bp stef dan bu inggrid

    saya mempunyai pertanyaan mengenai orang kudus:
    1. dalam syahadat singkat para rasul “Persekutuan Para Kudus” Para kudus yang dimaksud disini apakah org yang telah meninggal atau kumpulan orang2 yang mengucapkan syahadat ini pada saat misa?
    2. Dalam kitab suci ada kalimat “pada akhir jaman semua orang kudus akan dibangkitkan….” apakah saat ini orang2 kudus yang telah meninggal belum di surga?
    3. dasar kitab suci mana yang mengatakan bahwa doa orang kudus memiliki kuasa untuk membantu umat yang masih di dunia?
    4. Atas dasar apa paus dan uskup menentukan seseorang kapan menjadi kudus? dan darimana kita mengetahui bahwa penilaian paus dan uskup benar adanya untuk para kudus?

    terimakasih, gbu

    • Shalom Martha,
      Sebenarnya ada dari pertanyaan-pertanyaan anda yang telah terjawab dalam artikel ini (silakan klik). Namun berikut ini saya jabarkan untuk memperjelas:

      1. Maksud Persekutuan Orang Kudus dalam Syahadat Singkat adalah Gereja. Hal ini disebutkan dalam Katekismus Gereja Katolik:

      KGK 946:
      Sesudah pengakuan akan "Gereja Katolik yang kudus" menyusul dalam syahadat "persekutuan para kudus". Artikel iman ini dalam arti tertentu adalah pengembangan dari yang terdahulu: "Apa itu Gereja, kalau bukan perhimpunan semua orang kudus?" (Niketas, symb. 10). Persekutuan para kudus itu adalah Gereja.
      KGK 948:
      Ungkapan "persekutuan para kudus" dengan demikian mempunyai dua arti, yang berhubungan erat satu dengan yang lain: "Persekutuan dalam hal-hal kudus" [sancta] dan "persekutuan antara orang-orang kudus" [sancti].
      KGK 954:
      Tiga status Gereja. "Hingga saatnya Tuhan datang dalam keagungan-Nya beserta semua malaikat, dan saatnya segala sesuatu takluk kepada-Nya sesudah maut dihancurkan, ada di antara para murid-Nya, yang masih mengembara di dunia, dan ada yang telah meninggal dan mengalami penyucian, ada pula yang menikmati kemuliaan sambil memandang ‘dengan jelas Allah Tritunggal sendiri sebagaimana ada-Nya’" (LG 49).
      Jadi pengertian Gereja di sini mencakup tiga kelompok, Gereja yang masih mengembara di dunia, Gereja yang berada di Api Penyucian, dan Gereja yang sudah jaya di surga.

      2. Tentang arti kalimat “pada akhir jaman semua orang kudus akan dibangkitkan….", maksudnya adalah Kebangkitan Badan.
      Kita ketahui bahwa setelah kematian, maka kita akan segera diadili dalam Pengadilan Khusus sesuai dengan KGK  1022 (selanjutnya, lihat jawaban ini, silakan klik) Nah, jiwa para orang kudus yang telah diadili dalam Pengadilan Khusus sesaat setelah kematian mereka, sekarang sudah berada di surga. Namun mereka ada di surga tanpa badan mereka, kecuali Bunda Maria, yang jiwa dan badannya telah diangkat ke surga oleh Tuhan sendiri (Maka perayaan Bunda Maria diangkat ke surga sebenarnya bukan hanya untuk memperingati Maria diangkat ke surga, tetapi juga untuk merayakan pengharapan kita, bahwa di akhir jaman nanti pada saat kebangkitan badan, maka jiwa dan badan kita sebagai orang beriman, akan mencapai surga, jika Yesus Kristus pada Penghakiman Terakhir menentukan demikian).

      3. Tentang doa syafaat Para Orang Kudus:
      Ayat- ayat Kitab Suci yang mendasari doa syafaat orang kudus bagi kita, sebenarnya sangat sederhana, antara lain:

      Yak 5: 16: "Doa orang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya"
      Seperti kita dapat meminta orang lain (pastor, pendeta, orang tua, sahabat, dst) untuk mendoakan kita, maka kita dapat juga meminta doa para sahabat Yesus ini (yaitu para orang kudus) untuk mendoakan kita. Doa kita memohon dukungan doa dari para orang kudus, tidak pernah sama artinya dengan doa langsung memohon kepada Allah Bapa; namun kita percaya bahwa para kudus akan mendukung kita dengan doa-doa mereka. Dan alangkah besar kuasa doa mereka (para kudus) sebab mereka telah dibenarkan oleh Tuhan!

      Rom 8: 38: "Sebab aku yakin, bahwa baik maut maupun hidup….. tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." Maka dari sini kita percaya, bahwa meskipun para orang kudus itu telah meninggal, namun kita tetap dapat meminta dukungan doa dari mereka, sama seperti kita mohon doa pada saudara/i kaum beriman yang masih hidup di dunia. Sebab, kita percaya bahwa maut tidak memisahkan kita, dan kasih Allah mempersatukan umatNya, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dalam Kristus.

      Gal 2:20: "namun aku hidup, tetapi bukan aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku"; dan Ibr 7: 25: "Sebab Ia [Kristus] hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka [ semua orang]." Maka, kita percaya bahwa dalam diri para orang kudus, Kristus sungguh hidup di dalam diri mereka; dan karena Kristus di surga terus mendoakan kita dan menjadi Pengantara kita kepada Bapa, maka dengan demikian, Kristus yang hidup di dalam mereka itu menjadikan mereka juga mengambil bagian dalam Pengantaraan Kristus. Maka merekapun menjadi pengantara kita, walaupun semua itu terjadi hanya karena Pengantaraan Kristus, dan sejalan dengan Pengantaraan Kristus. Maka ini tidak bertentangan dengan ayat yang berkata, bahwa esa-lah Pengantaraan Kristus (1 Tim 2:5), karena memang pengantaraan dan doa-doa para orang kudus ini diadakan di dalam Pengantaraan Kristus yang satu-satunya itu; sehingga sangat besar kuasanya.

      1 Kor 3: 9: "Karena kami adalah kawan sekerja Allah…" Para orang kudus dan sesungguhnya kita semua adalah kawan sekerja Allah.  Allah melibatkan manusia untuk melaksanakan karya Keselamatan-Nya. Walaupun tentu saja, Allah dapat bekerja sendiri dalam menyelamatkan manusia, namun dari seluruh Kitab Suci, kita tahu bahwa Ia senantiasa melibatkan manusia, mulaidari para Nabi sampai dengan para Rasul. Maka di surga-pun, hal ini berlangsung dengan doa-doa para kudus untuk menghantar kita ke surga.

      Maka, ayat-ayat tersebut dapat menjelaskan pengajaran dalam Katekismus, yaitu:
      KGK 956:
      Doa syafaat para kudus. "Sebab karena para penghuni surga bersatu lebih erat dengan Kristus, mereka lebih meneguhkan seluruh Gereja dalam kesuciannya; mereka menambah keagungan ibadat kepada Allah, yang dilaksanakan oleh Gereja di dunia; dan dengan pelbagai cara mereka membawa sumbangan bagi penyempurnaan pembangunannya. Sebab mereka, yang telah ditampung di tanah air dan menetap pada Tuhan, karena Dia, bersama Dia, dan dalam Dia, tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita di hadirat Bapa, sambil mempersembahkan pahala-pahala, yang telah mereka peroleh di dunia, melalui Pengantara tunggal antara Allah dan manusia yakni: Kristus Yesus. Demikianlah kelemahan kita amat banyak dibantu oleh perhatian mereka sebagai saudara" (LG 49).

      4. Dasar Gereja Katolik menyatakan seseorang menjadi kudus (Santo/ Santa):
      Proses penentuan pernyataan seseorang menjadi Santo/ Santa dalam Gereja Katolik memakan waktu yang panjang dan memerlukan bukti yang kuat berupa mukjizat-mukjizat yang harus ada, bahkan setelah orang tersebut sudah meninggal, untuk membuktikan bahwa Allah berkenan kepada perantaraan doa orang tersebut. Prosesnya, silakan lihat di sini (silakan klik):
      Maka dari sini terlihat, sebenarnya bukan uskup atau Paus yang menentukan seseorang menjadi kudus, apalagi ‘membuat’ seseorang menjadi Santo/ Santa. Paus hanya menyatakan seseorang menjadi Santa/ Santo setelah melalui proses penyelidikan panjang. Prosesnya itu sendiri melibatkan banyak orang, dan harus dibuktikan dengan mukjizat (minimal 2), dan mukjizatnyapun harus diperiksa secara objektif oleh dokter yang ahli. Proses kanonisasi bukan sesuatu yang mudah, umumnya memakan waktu bertahun-tahun. Namun justru dalam proses itulah terlihat apakah sungguh Tuhan berkenan menyatakan seseorang tersebut sebagai orang kudus-Nya, melalui mukjizat-mukjizat yang disyaratkan terjadi pada saat orang itu telah bertahun-tahun meninggal dunia, yaitu melalui permohonan doa syafaat orang kudus tersebut. 

      "Servant of God": Proses yang dimulai di level keuskupan. Uskup (atau ordinaris) bukan menentukan, tetapi membuka kesempatan penyelidikan ‘calon’ para kudus itu, yaitu  dalam hal kebajikannya, sebagai respons dari permohonan kaum beriman. Penyelidikan umumnya dilakukan setelah lima tahun orang tersebut meninggal dunia, walaupun untuk kasus tertentu, Paus dapat mempercepat proses ini, seperti dalam kasus Ibu Teresa dan Paus Yohanes Paulus II. Setelah informasi lengkap, uskup mempresentasikannya kepada Roman Curia, lalu kemudian ditunjuk seorang postulator (umumnya dari kongregasi- jika itu dari kalangan religius) untuk sungguh-sungguh menyelidiki informasi selanjutnya tentang kehidupan sang "Servant of God" ini.

      "Declaration ‘Non Cultus’, Pada suatu saat dapat diizinkan untuk memeriksa jenazah sang "Servant of God", dan pernyataan bahwa tidak adanya tahayul/ pemujaan yang ditujukan pada sang pelayan Tuhan ini.

      "Venerable/Heroic in Virtue", Setelah segala informasi yang diperlukan terkumpul, Bapa Paus mengumumkan teladan kebajikan dari pelayan Tuhan ini (yaitu yang berhubungan kebajikan ilahi dengan iman, pengharapan dan kasih, dan juga kebajikan pokok, yaitu, kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan pengendalian diri, hingga sampai pada tingkat yang heroik.
      Pada saat ini dapat dicetak kartu doa yang dibagikan pada umat, sehingga umat dapat memohon doa perantaraan mereka, mohon agar mukjizat dapat diperoleh dari perantaraan doa mereka, sebagai tanda persetujuan Tuhan, untuk menyatakan pelayan Tuhan tersebut sebagai orang kudus.

      "Blessed" Beatifikasi adalah pernyataan dari Gereja yang menyatakan bahwa kita dapat percaya bahwa sang pelayan Tuhan tersebut berada di surga. Tahap berikutnya tergantung dari apakah ia seorang martir, atau bukan (konfesor). Jika martir, tidak diperlukan mukjizat lebih lanjut, namun jika non-martir, maka diperlukan sebuah mukjizat melalui doa yang ditujukan dengan perantaraan sang Venerable ini, untuk membuktikan bahwa ia benar-benar telah berada di surga, danTuhan menjawab doa syafaatnya dengan memberikan mukjizat. Sekarang ini yang dapat dianggap mukjizat yang termudah adalah yang melibatkan: 1) pasien yang sakit, 2) yang tidak diketahui bagaimana cara penyembuhannya, 3) doa ditujukan agar Venerable mendoakan kesembuhan pasien, 4) pasien tersebut disembuhkan, 5) Kesembuhannya spontan, instan/ pada saat itu, menyeluruh, dan "lasting"/ tidak berubah, 6) dokter tidak dapat menjelaskan penjelasan normal.

      "Saint",  Untuk menjadi Santo/ Santa diperlukan lagi satu mukjizat. Kanonisasi dalah pernyataan dari Gereja, bahwa sang Santa/ Santo tersebut telah berada di surga, dan memandang Allah dalam Beatific Vision. Pesta nama Santa/ Santo tersebut ditentukan, dan boleh dirayakan.

      Demikian  jawaban saya, semoga berguna. Tuhan memberkati

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati -www.katolisitas.org

  67. Salam,
    Harian KOMPAS edisi 15/04/06 memuat artikel berjudul “Paskah, Semoga Neraka Sepi” oleh [dari admin: saya hapus namanya] seorang pendeta, sahabat [dari admin: saya hapus namanya] seorang romo. Dalam artikel tersebut a.l. dikatakan:
    A). “Kita bisa berharap neraka akan sepi” (ucapan Romo [dari admin: saya hapus namanya], kolom 1, akhir paragrap 4).
    B). “Dalam pada itu hingga kini tidak ada satu namapun yang sungguh dapat kita katakan sebagai penghuni neraka, malah kita berharap, neraka akan sepi” (kolom 2, paragrap 3).
    C). “Yesus mati – masuk ke neraka – lalu bangkit” (kolom 3, paragrap 1).

    • Shalom Yohanes K,
      Terima kasih atas pertanyaannya. Mari kita melihat dua pertanyaan Yohanes.
      I. Neraka akan sepi:

      1) Untuk mengatakan bahwa neraka akan sepi, saya merasa kita harus mendefinisikan apakah sepi berarti tidak ada sama sekali penghuninya, ataukah itu berarti penghuni neraka lebih sedikit daripada surga? Kalau yang dimaksud adalah sama sekali tidak ada penghuninya, saya tidak sependapat dengan beliau. Menjadi perbedaan yang besar kalau kita mengatakan bahwa "neraka akan sepi" dan dengan "kita berharap neraka akan sepi".
      Katekismus Gereja Katolik tidak membahas siapa yang masuk neraka, namun memberikan kondisi bagaimana seseorang dapat masuk ke neraka (KGK, 1033-1037).

      2) Pendapat bahwa neraka akan sepi mungkin sedikit banyak dipengaruhi oleh Origen dan juga Hans Urs Van Balthasar dalam bukunya  Dare We Hope “That All Men Be Saved”? With a Short Discourse on Hell, trans. David Kipp and Lothar Krauth (San Francisco: Ignatius Press, 1988).

      3) Origen berpendapat bahwa orang yang masuk neraka akan bertobat dan kemudian akan diampuni, sedangkan Hans Urs tidak berpendapat bahwa neraka pasti akan sepi, namun berharap bahwa neraka sepi.

      4) Tidak ada satu namapun yang dapat dikatakan sebagai penghuni neraka? Kalau ditanya siapakah yang tahu secara persis penghuni neraka, tentu saja tidak ada yang dapat menentukan, juga termasuk Gereja. Gereja tidak pernah mengatakan secara pasti siapa yang ada di neraka, namun Gereja dapat memberikan kepastian siapa yang masuk surga, yaitu pada saat Gereja menyatakan seseorang sebagai orang kudus atau santa/santo.
      Gereja memberikan kondisi bagaimana seseorang dapat menjadi penghuni neraka, namun tidak dapat menentukan siapa yang menghuni neraka. Katekismus Gereja Katolik mengatakan "Mati dalam dosa berat, tanpa menyesalkannya dan tanpa menerima cinta Allah yang berbelas-kasihan, berarti tinggal terpisah dari-Nya untuk selama-lamanya oleh keputusan sendiri secara bebas. Keadaan pengucilan diri secara definitif dari persekutuan dengan Allah dan dengan para kudus ini, dinamakan neraka" (KGK, 1033).
      Dari kondisi yang di atas, maka kita tidak tahu secara persis apakah seseorang dalam dosa berat sampai pada saat meninggal, tidak menyesal dan menerima kasih Allah.

      5) Dari beberapa bukti dari Alkitab di bawah ini, maka kita melihat bahwa neraka adalah sesuatu yang nyata, dimana kalau kita tidak berhati-hati maka kita juga dapat masuk ke dalam neraka. Itulah sebabnya, St. Paulus mengatakan "Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Kor 9:27), dan "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir." (Fil 2:12).

      a) Kitab Suci memberikan indikasi adanya kemungkinan besar (walaupun tidak memberikan kepastian secara tegas) bahwa Yudas Iskariot berada di neraka, karena Yesus mengatakan "Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci" (Jn 17:12).
      "Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan." (Mk 14:21; Mt 26:24).

      b) Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. ….Tuan, bukakanlah kami pintu! dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang. Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami.Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan!Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar.Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah." (Lk 13:24-29).

      c) Yesus mengatakan di Mt 25:31-46 bahwa kita tidak dapat mengabaikan bahwa Yesus akan memisahkan antara domba-domba dari kambing-kambing, dan Yesus akan mengatakan kepada domba-domba untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga; kepada kambing-kambing, Yesus mengatakan bahwa mereka masuk ke dalam neraka, karena mereka tidak menerapkan hukum kasih.

      II. Yesus mati – masuk ke neraka – lalu bangkit:

      1) Katekismus Gereja Katolik menegaskan bahwa pada waktu Yesus meninggal pada hari Jumat Agung, Dia tidak turun ke neraka, namun ke "limbo of the just" atau penantian orang mati sebagai penyelamat bagi mereka, sehingga merekapun dapat mendengar pemenuhan Kabar Gembira dan memperoleh keselamatan abadi. (KGK, 632-635).

      3) Jawaban lengkap tentang hal ini dapat dilihat di sini (silakan klik).

      Demikian jawaban yang dapat saya berikan, semoga dapat menjawab pertanyaan Yohanes K. Mari kita bersama-sama melihat bahwa neraka adalah sesuatu yang nyata, dan oleh karena itu, kita harus berjuang dengan sungguh-sungguh untuk menghindari neraka dengan cara hidup kudus.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – https://katolisitas.org

  68. Shalom,
    Saya ingin bertanya mengapa ajaran gereja (Katolik maupun Kristen non-Katolik) tidak pernah menyebutkan jin seperti halnya di dalam ajaran agama Islam? Apakah karena kultur Yahudi memang tidak mengenal jin sebagaimana kultur bangsa Arab? Apakah jin itu tergolong ke dalam kelompok setan sekalipun menurut agama Islam ada jin yang baik? Apakah setan itu hanya Lucifer ataukah terdapat banyak setan lainnya? Apakah ada perbedaan antara satan (devil) dan iblis (demon)? Barangkali Bu Ingrid atau Pak Stef pernah menemukan bacaan di luar Alkitab tentang mahluk-mahluk yang bukan manusia ini karena kadang-kadang kita menemukannya di dalam kehidupan sehari-hari.
    Tuhan memberkati.

    • Shalom Andry,
      Dalam Alkitab memang tidak diceritakan adanya jin, namun disebutkan adanya devil dan demon, atau dikatakan sebagai ‘iblis/ si jahat’. Sedangkan kepala dari semua iblis itu adalah Setan/ Iblis (sering ditulis dengan huruf besar, Satan -dalam bahasa Inggris), yang kita ketahui sebagai Lucifer. Setan/ Iblis kepala ini hanya satu, namun iblis-iblis bawahannya itu banyak, yang kita ketahui juga sebagai devil atau demon.
      Nah, iblis ini dapat menampakkan diri kepada orang-orang tertentu dalam wujud yang berbeda-beda. Dalam riwayat hidup orang kudus, kita mengetahui hal ini; yaitu bagaimana mereka berjuang menolak godaan-godaan iblis yang menyamar menjadi rupa-rupa sesuatu, bahkan seseorang. Misalnya St. Antonius Agung (251-356), yang semasa hidupnya sering digoda oleh bermacam iblis, yang menyamar sebagai perempuan, ataupun kemudian sebagai orang liar, binatang, seperti serigala, singa, ular dan kalajengking, yang siap menyerangnya. Ada saatnya St. Antonius sungguh-sungguh dipukuli oleh mereka, yaitu pada saat ia sedang berdoa menyembah Tuhan, sebab mereka tidak senang melihat St. Antonius berdoa dengan sangat khusuk. Ada pula saatnya mereka datang, dan St. Antonius berkata, "Seandainya kamu punya kuasa atasku, salah satu saja darimu akan cukup untuk bertarung denganku." Dengan perkataan ini mereka lenyap bagai asap dan Tuhan memberikan  kemenangan pada St. Antonius atas iblis.
      Kisah yang serupa kita ketahui dari riwayat Padre Pio dari Pietrelcina (1887-1968). Maka memang ada orang-orang tertentu yang dapat melihat wujud iblis, yang dapat mengambil rupa ‘seseorang’, dan ini mungkin yang dikenal sebagai ‘jin’.
      Jadi, adanya iblis bukan karena pengaruh kebudayaan Arab, tetapi karena memang hal itu ada disebut di dalam Alkitab. Dikatakan adalah iblis keluar dari dalam seseorang (Luk 4:41; Luk 8:2, 27-31), atau iblis masuk ke dalam babi (Mat 8:31-32, Luk 8:32-33) atau Iblis menggoda Yesus yang berpuasa di padang gurun (Luk 4: 1-13). Wujud iblis yang mengambil rupa ular kita ketahui dari kisah Adam dan Hawa (Kej 3).
      Namun demikian, menurut tradisi Gereja, tidak dikenal ‘jin’ atau iblis yang baik. Yang kita ketahui adalah iblis (utusan Setan) yang jahat dan malaikat (utusan Tuhan) yang baik. Peran malaikat sangat jelas di dalam Alkitab, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, yang diutus Tuhan untuk menyelamatkan umat-Nya. Dalam Perjanjian Lama, kita melihat peran malaikat yang mengunjungi Lot untuk menyelematkannya dari kehancuran kota Sodom (Kej 19), dan malaikat Rafael yang mengunjugi dan menyertai Tobia untuk mendatangkan kebaikan kepadanya (Tob 5-12).
      Dalam Perjanjian Baru, peran malaikat kita lihat contohnya pada saat Malaikat Gabriel menyampaikan kabar gembira kepada Bunda Maria (Luk 1:26-38); pada saat malaikat mewartakakan kelahiran Yesus kepada para gembala (Luk 2:9-14); dan juga pada saat malaikat menyampaikan kabar kebangkitan Kristus di hari Minggu Paska kepada para murid-Nya (Luk 24:1-12); juga malaikat yang membebaskan rasul Petrus dari penjara (Kis 12:1-19). Malaikat ini umumnya digambarkan dengan cahaya kemuliaan Allah, dan tentu saja para malaikat ini bukan jin.

      Semoga ini dapat menjawab pertanyaan Andry.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

      • Shalom,
        Terima kasih bu atas jawabannya tentang Satan dan Devil/demon. Barangkali suatu saat Ibu juga dapat menulis dari referensi yang Ibu miliki tentang malaikat seperti Gabriel, Michael dan Raphael. Sebagai dokter, saya sering mendampingi orang-orang yang akan meninggal. Ekspresi wajah mereka memang berbeda-beda. Ada yang kesakitan, ketakutan tetapi juga ada yang tenang dan pasrah.
        Seorang pendiri dan pemimpin biara, Sr Meilani PPJK, pada saat akan meninggal, bersaksi bahwa beliau telah dijemput oleh Yesus sendiri. Beliau juga bercerita tentang makhluk terang yang kemungkinan besar sosok malaikat yang datang menjenguknya pada hari-hari terakhir hidupnya. Kesaksian ini meyakinkan saya bahwa pada saat menghadapi kematian nanti, orang yang percaya kepada kehidupan kedua sesudah kematian dan terus memelihara kasih Allah dalam hati-Nya serta bertobat, akan didampingi entah oleh santo-santa pelindungnya, arwah kerabat dan sahabat yang pernah ditolongnya, para malaikat atau mungkin pula Yesus sendiri ketika orang itu tengah menghadapi kesunyian, kegelapan dan kesendirian dalam proses kembali kepada Sang Pencipta.

  69. Syalom Ibu Ingrid Listiati

    Setelah akhir jaman, yang ada tinggal Surga dan Neraka, tidak ada lagi Api Penyucian, sebab semua yang ada di dalam Api Penyucian akan beralih ke Surga.

    Apakah artinya, bahwa pada akhir jaman sedikit sekali yang masuk surga, mungkin semua masuk neraka?, banyak yang dipanggil sedikit yang dipilih, raport yang diterima nilainya jelas dibawah 10. karena “semua orang telah berbuat dosa” (Roma 3:23).

    Apakah ada dasarnya bahwa akhir jaman yang ada tinggal Surga dan Neraka?. Dimana letak keadilan Allah ? Apakah Allah (sebelumnya mendekati akhir jaman) menyetop kasih karunia ? Bagaimanakah perwujutan perbuatan kasih yang telah dilakukan manusia sebelum akhir jaman, apa tidak diakui oleh Allah?.

    Mohon pencerahannya, mohon maaf karena pikiran saya tidak dapat menjangkau sampai disitu.

    • Shalom Julius,
      Pertama-tama mari kita sadari bahwa Tuhan kita adalah Allah yang Maha adil dan Maha Pengasih. Jadi, kita tidak perlu khawatir tentang kebijaksanaan-Nya pada kita manusia pada akhir zaman, sebab yang paling ingin agar manusia selamat adalah Allah sendiri. Lagipula, kita perlu memahami, bahwa masa pemurnian itu dapat berlangsung pada saat kita masih hidup di dunia, maupun pada saat kita sudah meninggal di Api penyucian. Memang, pertanyaannya kemudian adalah bagaimana nasib orang-orang yang mengalami akhir zaman, jika pada akhir zaman tidak ada Api penyucian lagi? Nah untuk memperjelas hal itu, mari bersama kita melihat kenyataan ini, bahwa ada dua kelompok manusia:

      1) Mereka yang hidup dari antara awal mula sejarah manusia sampai sebelum akhir jaman. Pada mereka Tuhan telah memberi kesempatan untuk bertobat. Mereka yang meninggal pada saat belum sempurna akan dimurnikan terlebih dahulu, entah di masa hidupnya atau di Api Penyucian, sebelum kemudian masuk ke surga. Sedangkan yang meninggal dalam keadaan tidak bertobat dan berdosa berat akan masuk neraka.

      2) Mereka yang mengalami akhir zaman, juga pasti akan diberikan kesempatan untuk bertobat sebelum akhir hidupnya. Bermacam kesulitan dan musibah yang akan terjadi sebelum akhir zaman juga dapat kita lihat sebagai masa pemurnian. Pada akhir dunia,  semua jiwa yang masih ada di Api Penyucian akan beralih ke surga. Api Penyucian tidak ada lagi. Mereka yang hidup mengalami akhir jaman (kedatangan Kristus yang kedua) tidak mengalami kematian (lih. 1 Kor 15:51; 1 Tes 4:17). Pada akhir jaman berakhirlah waktu (segalanya tidak dapat diukur menurut waktu manusia lagi yang diukur berdasarkan matahari). Pada akhir jaman ini terjadilah Kebangkitan Badan (Yoh 5:27-29; 11:23-24) dan Penghakiman Terakhir (Mat 25:31-46; Why 20:1-15), saat setiap orang akan diadili oleh Kristus di hadapan semua orang. Pada Penghakiman Terakhir ini, maka keadilan Tuhan akan ditegakkan: Sebab yang salah akan dinyatakan salah, yang benar dinyatakan benar, dan semua dinyatakan secara obyektif. Sesudah Penghakiman Terakhir ini maka tidak ada lagi Api Penyucian, karena tinggal ada dua kemungkinan ini: Orang-orang yang benar akan masuk ke surga, jiwa dan badannya; sedangkan orang-orang yang jahat akan masuk neraka, jiwa dan badannya.
      Dasar bahwa hanya tinggal surga dan neraka sesudah Penghakiman Terakhir, dapat kita lihat melalui pengajaran Yesus sendiri tentang akhir zaman. Yesus berkata bahwa pada akhir zaman itu Ia akan memisahkan seorang dengan yang lain seperti gembala memisahkan domba dari kambing (lihat Mat 25: 31-46). Semua orang yang semasa hidupnya berbuat kasih, terutama kasih kepada mereka yang paling kecil dan menderita,  akan masuk kerajaan-Nya yang abadi (surga), sedangkan orang-orang yang semasa hidupnya tidak berbuat kasih akan masuk kepada penghukuman yang kekal (neraka).

      Sebagai penutup saya ingin mengutip sedikit tulisan  Bapa Paus Benedictus XVI dalam surat ensikliknya Spe Salvi (SS/ Diselamatkan di dalam Pengharapan), yang menghubungkan Penghakiman Terakhir dengan tujuan pengharapan kita:

      "… Tuhan itu ada, dan Tuhan dapat menciptakan keadilan dengan cara yang tidak dapat kita bayangkan, namun dapat kita tangkap melalui iman. Ya, kebangkitan badan itu ada. Keadilan itu ada. Segala penderitaan yang telah lewat seolah ‘diubah’, dan juga akan ada perbaikan yang sesuai/ adil. Untuk alasan ini, iman kepada Penghakiman Terakhir adalah pertama-tama merupakan pengharapan – kebutuhan yang memang jelas dinyatakan di dalam keadaan dunia yang bergejolak di abad ini. Saya yakin bahwa pertanyaan tentang keadilan mengandung argumen yang penting, atau bahkan argumen yang paling kuat, yang mendukung iman akan kehidupan kekal. Pemenuhan kebutuhan murni setiap orang yang tidak dapat dipenuhi di dalam hidup ini, sebab kita mengharapkan akan kasih abadi, adalah alasan yang penting untuk percaya bahwa manusia diciptakan untuk keabadian; namun hanya dengan kaitannya bahwa ketidak-adilan dalam sejarah manusia tidak mungkin akan memegang kata akhir maka sungguh kedatangan Kristus yang kedua dan kehidupan abadi merupakan suatu keharusan yang sangat meyakinkan." (SS 43)

      "Tuhan adalah Keadilan dan Pencipta keadilan. Ini adalah penghiburan dan harapan kita. Dan di dalam keadilan-Nya terdapat juga rahmat. Ini kita ketahui ketika kita mengarahkan pandangan kita pada Kristus yang tersalib dan bangkit….. Pada akhirnya, orang-orang yang jahat tidak akan duduk  di meja perjamuan abadi bersebelahan dengan para korban kejahatan mereka tanpa pembedaan, seolah-olah tidak terjadi apa-apa." (SS 44)

      Jadi, sebagai orang-orang yang percaya kepada Kristus, mari kita menaruh pengharapan kepada hari Penghakiman Terakhir, di mana keadilan dan belas kasih Tuhan akan dinyatakan, sesuai dengan kebijaksanaan Tuhan yang melampaui segala pemikiran kita.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

  70. kenapa ‘api’ bu? kenapa bukan angin, air, atau pun tanah. apakah rasanya seperti dibakar?

    • Shalom Angela,

      Kata ‘Api Penyucian’  berasal dari kata Purgatorium (Latin), yang terjemahan bebasnya berarti ‘proses pemurnian’. Namun berdasarkan apa yang kita ketahui dari Kitab Suci, pemurnian ini adalah seperti melalui api, dan bukan dengan angin, air, apalagi tanah. Jadi jika berpegang pada Sabda Allah dalam Kitab Suci, maka kita akan dapat menerima bahwa Purgatorium diterjemahkan menjadi "Api Penyucian".

      Beberapa ayat penting tentang pemurnian oleh "api" telah saya jabarkan di artikel di atas. Dan berikut ini saya tambahkan beberapa ayat lagi dan alasannya tentang bagaimana purgatorium itu sampai disebut sebagai "Api penyucian":

      1. Dasar yang utama adalah Allah adalah Kasih (1 Yoh 4:8), dan kasih ini merupakan kasih yang ‘menyala’. Kita mungkin dapat sedikit memahaminya jika pernah mengalami ‘jatuh cinta’. Atau jika dalam kehidupan rohani, kita pernah mengalami pengalaman kasih Tuhan yang mengubah kita, sehingga kita mempunyai semangat berkobar-kobar untuk mengasihi dan melayani Tuhan, nah, di situ kita diberi sedikit gambaran tentang kasih Allah. Kasih Allah pada kita tiada terbatas, jauh melebihi kemampuan manusia untuk mengasihi, sehingga penggambaran hakekat kasih itu dalam bahasa dunia dilukiskan sebagai "Api".
      2. Dari Kitab Perjanjian Lama sampai dengan Baru, penggambaran Allah sebagai ‘Api’ ini sangat nyata, dan bahkan Allah Roh Kudus secara jelas digambarkan sebagai ‘lidah api’. Berikut ini beberapa ayat-ayatnya:
        • "Tuhan turun ke atasnya (gunung Sinai) dalam api." (Kel 19:18)
        • "Tuhan akan datang dengan api…" (Yes 66:15)
        • "Dan keluarlah api dari hadapan Tuhan… (Im 9:24; Bil 16:35)
        • "Berfirmalah Tuhan dari tengah-tengah api" (Ul 4: 12)
        • "Kursi tahtaNya dari nyala api…"(Dan 7:9)
        • "Sebab Ia seperti api tukang pemurni logam …" (Mal 3:2)
        • "Hari penghakiman akan datang menyala seperti perapian …(Mal 4:1)
        • "Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api (Mat 3:11, Luk 3:16)
        • "Tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api … Maka penuhlah mereka denga Roh Kudus (Kis 2: 3-4)
        • "Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan." (Ibr 12:29)
        • "Mata-Nya bagaikan nyala api" (Why 1:14)
      3. Api kasih Allah ini sifatnya memurnikan, seperti memurnikan logam. Rasul Paulus mengatakan bahwa yang pada akhirnya segala perbuatan kita akan diuji dengan api, jika perbuatan kita ‘lolos’ maka kita akan mendapat penghargaan, namun jika ‘terbakar’ maka kita mengalami kerugian, dan sebab artinya kita harus melalui proses pemurnian di dalam api penyucian dahulu, sebelum akhirnya kita dapat masuk surga (lih. 1 Kor 3:15).
      4. Maka, Allah yang adalah Kasih yang murni, juga menginginkan agar kita sungguh-sungguh murni agar dapat bersatu sepenuhnya dengan kita di surga. Sebenarnya apa sih yang perlu dimurnikan? Singkatnya, adalah cinta diri. Nah, pada saat ini kita dimurnikan dari segala ketidaksempurnaan kasih yang ada pada kita, misalnya, kalau kita tidak sungguh-sungguh mengasihi orang lain, kurang murah hati dalam membagi kasih, atau kalau kita kurang rajin (malas) membantu orang lain, kurang rendah hati, dst. Nah, memori ini lah yang mungkin membuat kita ‘menderita’ dalam Api Penyucian’ karena kita membiarkan lewat begitu saja kesempatan yang sudah Tuhan berikan pada kita untuk menyatakan kasih kita kepada-Nya melalui kasih kepada sesama. Maka, ingatan kejadian ini dimurnikan, untuk diganti dengan kasih kita yang menyala kepada Tuhan. Sehingga pada akhirnya, di hati kita hanya ada kasih kepada Tuhan. Dan dalam keadaan demikian, kasih ini siap untuk menjadi satu dengan SumberNya, yaitu Allah.
      5. Pemurnian/ penyucian oleh api ini bukan berarti kuasa salib Kristus tidak cukup, sehingga kita masih harus ‘menderita’ di Api Penyucian. Sebaliknya, kita harus berpegang pada esensi dari kehidupan Kristiani, yang bermaksud untuk menjadikan hidup kita seperti Kristus, yaitu termasuk penderitaan dan kematian, untuk sampai kepada kebangkitan dan kemuliaan. Pembenaran oleh Kristus bukan bermaksud agar Kristus saja yang benar, dan kita boleh hidup tidak benar. Atau Dia telah menderita supaya kita tidak usah lagi menderita. Kenyataan yang kita lihat di dunia tidak demikian. Betapa banyak keadaan yang kita lihat, bahwa Tuhan Yesus tidak menyembuhkan seseorang dari sakit jasmani, karena Dia lebih mementingkan kesembuhan rohani orang tersebut. Sebab rencana Tuhan adalah bukan sekedar hanya menambahkan sekian tahun untuk hidup di dunia, tetapi waktu yang tidak terbatas baginya dalam Kerajaan Surga.
      6. Jadi, jika kita percaya bahwa Allah adalah "Api Kasih yang menyala", maka sesungguhnya tidak sulit untuk menerima jika langkah pemurnian untuk sampai kepada Allah adalah dengan api. Hal ini juga diperjelas dengan arti kata Seraphim, yaitu kumpulan para malaikat yang tingkatnya tertinggi di surga, dan terdekat dengan Allah. Seraphim atau Seraph, (bahasa Ibrani) berarti ‘yang menyala/ terbakar’. Jadi semakin dekat dengan Allah, semakin kita dinyalakan oleh Api Kasih Allah itu.

      Demikian yang dapat saya jawab, tentang mengapa disebut sebagai "Api" Penyucian. Memang mungkin karena ‘api’ berkonotasi panas, membakar, dan menimbulkan siksa, maka ada rasa ‘enggan’ untuk membayangkannya. Tetapi begitulah, memang demikian seharusnya, supaya target kita sebaiknya Surga, dan bukan cukup saja di Api Penyucian; agar kita selalu berjuang untuk hidup lebih baik hari demi hari. Karena memang menurut hemat para kudus, dikatakan bahwa perasaan ‘sakit’ yang harus ditanggung di Api Penyucian sangatlah hebat; sebab kita melihat kebahagiaan surgawi di depan mata, dan kita tahu kita akan masuk ke sana, tetapi kita dengan jujur juga melihat betapa kita belum cukup murni untuk bergabung di sana!

      Mari kita berjuang dan berdoa agar masa pemurnian kita tidak terlalu lama, dan agar kita dapat menjalaninya dengan kekuatan yang diberikan oleh Tuhan sendiri hingga akhirnya kita dapat bersatu dengan-Nya di surga.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

  71. Syaloom bu Ingrid,
    Pastur saya mengatakan bahwa jika orang yang sudah meninggal lebih dari 40 hari itu berarti sudah bersatu dengan Allah di surga, jadi jangan mendoakan mereka lagi memohon diampuni dosanya. Mereka sudah bersatu dengan Allah Bapa di surga dan sudah sempurna. Menurut dia dasarnya adalah Tuhan Yesus juga 40 hari setelah wafatNya dia naik ke surga. Jadi misa setelah 40 hari adalah untuk misa peringatan bukan misa arwah. Apakah memang demikian dasar teologinya?
    Terima kasih.

    • Shalom Chandra,
      Waduh saya kurang tahu ya kenapa Pastor anda mengatakan bahwa orang yang sudah meninggal lebih dari 40 hari itu sudah pasti masuk surga. Memang itu terjadi pada Tuhan Yesus, tetapi itu tidak menjadi jaminan bagi semua orang. Lagipula, 40 harinya Tuhan Yesus itu bukan di Api Penyucian, tetapi 40 hari itu adalah jangka waktu dimana Ia berkali-kali menampakkan diri kepada para muridNya untuk membuktikan bahwa Ia sungguh-sungguh bangkit dari kematian. Jadi keadaan Yesus itu sungguh berbeda dengan kondisi kita manusia.
      Menurut pengetahuan saya, Gereja Katolik malah mengajarkan kita untuk berdoa bagi para jiwa yang sudah meninggal, karena kita memang tidak dapat tahu persis kapan waktunya mereka dibebaskan dari Api Penyucian. Jangan lupa juga waktu menurut kita tidak sama dengan waktu Tuhan (40 harinya kita tidak sama dengan 40 hari waktu Tuhan). Rasul Petrus malah mengatakan "bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari" (1 Pet 3:8). Artinya cara Tuhan menghitung hari tidak sama dengan kita. Maka sebaiknya kita tidak berspekulasi dalam hal ini. Tuhan saja yang menentukan jangka waktu bagi tiap-tiap jiwa untuk dimurnikan di Api Penyucian itu, tergantung dari banyaknya akibat dosa yang masih harus ia tanggung sesuai dengan keadilan Tuhan, dan tergantung juga dari doa-doa yang dipanjatkan demi menolong jiwa tersebut. Jika sampai jiwa yang kita doakan itu sudah beralih ke surga, maka doa kita itu akan dialihkan untuk menolong jiwa-jiwa yang lain.
      Selain dari ayat-ayat Alkitab yang tertera di atas, yang mendukung agar kita mendoakan jiwa mereka yang telah meninggal (tanpa batas waktu), kita juga mengenal melalui tradisi Gereja, bagaimana Gereja memberikan Indulgensi, baik penuh maupun sebagian pada kesempatan-kesempatan tertentu untuk kepentingan ini, dan pada Indulgensi ini tidak pernah disebutkan untuk mempersingkat jangka waktu tertentu misal potongan berapa hari atau bulan, karena itu sepenuhnya hak Tuhan yang melihat pada tiap-tiap jiwa apakah sudah cukup dimurnikan untuk bersatu dengan-Nya di surga. Bukti liturgi pada gereja-gereja awal, dan bukti-bukti literatur Kristen awal yang menuliskan praktek mendoakan jiwa-jiwa yang sudah meninggal, juga tidak menentukan batas waktunya.

      Salam kasih dari http://www.katolisitas.org
      Ingrid Listiati

      • Bu Ingrid terima kasih atas tanggapannya yang cepat. Memang sayapun agak kurang sependapat dengan pernyataan itu, saya lebih bisa menerima penjelasan ibu Ingrid. Mungkin yang dimaksud beliau adalah orang yang meninggal dalam Kristus dimana sudah pasti akan ke surga, namun menurut pendapat saya, kitapun tidak bisa menentukan berapa lama seseorang tinggal dalam api penyucian meskipun seseorang meninggal dalam Kristus. Atau barangkali itu adalah cara dia agar kita umatnya tidak terlalu lama sedih berlarut-larut, saya sendiri kurang begitu memahami maksud beliau. Lagipula, jika bisa dipastikan seseorang tinggal di api penyucian “max. 40 hari”, mengapa dalam misa ekaristi kita ada doa untuk orang-orang yang sudah meninggal sbb:” berikanlah istirahat kekal kepada mereka yang meninggal dalam Kristus, kasihanilah dan sambutlah mereka dalam pangkuanMu” Dalam doa tersebut bukankah tidak ada batasan hari seseorang dalam api penyucian? jadi semua orang yang meninggal dalam Kristus kita doakan…

        Terima kasih ibu Ingrid atas penjelasannya.

  72. Syaloom Bu Ingrid,
    Mohon penjelasannya bahwa dasar kitab suci untuk api penyucian adalah seperti yang disebutkan artikel diatas adalah diantaranya:
    1. “Tidak akan masuk ke dalamnya [surga] sesuatu yang najis” (Why 21:27) sebab Allah adalah kudus (Is 6:3) dan
    2.“…tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.” (Mat 12:32).
    Jika dikatakan bahwa yang ada di surga adalah semuanya kudus, tidak ada yang najis, tidak ada dosa yang bisa masuk, pertanyaan saya adalah:
    mengapa di taman eden terjadi pelanggaran perintah Allah oleh Adam dan Hawa, dan mengapa setan yang sudah menentang Allah dapat masuk ke taman eden tersebut? Atau sebelumnya juga terjadi bahwa setan dimana sebelumnya ia adalah malaikat Tuhan dan dia pun tinggal di surga bersama Allah mengapa juga bisa berbuat dosa dengan menentang Allah? Apakah taman eden/taman firdaus lain dengan surga? Apakah Adam dan Hawa sebelum memakan buah terlarang juga sudah mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa?

    Jika semua manusia sudah diselamatkan dan tinggal di surga apakah bisa terjadi lagi perbuatan dosa oleh manusia seperti Adam dan Hawa?

    Mohon maaf jika pertanyaannya agak menyimpang dengan topik artikel diatas tetapi saya rasa masih ada hubungannya dengan ayat yang dikutip.
    Terima kasih

Comments are closed.