Kitab Injil memang tidak menuliskan secara rinci tentang kehidupan Yesus di usia 12 sampai 30 tahun. Kitab Injil hanya menuliskan kelahiran-Nya, dan saat Ia berumur 12 tahun, dan kemudian dikisahkan kembali setelah Dia telah berumur 30 tahun dan mengajar. Tidak dikisahkan antaranya, hanya disebutkan bahwa Yesus bertambah besar, bertumbuh dalam hikmat, dan dikasihi oleh Tuhan dan manusia (Luk 2:52).

Di manakah Yesus di usia antara 12- 30 tahun ini? Walau tidak dituliskan secara eksplisit dalam Kitab Suci, kita dapat menyimpulkan bahwa Ia hidup di Nazaret sebagai anak tukang kayu; Ia ‘magang’ membantu ayah angkat-Nya Yusuf, dan setelah Yusuf meninggal, Ia sendiri menggantikannya menjadi tukang kayu. Itulah sebabnya pada saat Ia berkhotbah di Nazaret orang- orang mengenali-Nya sebagai ‘anak tukang kayu’ (Mat 13:55).

Katekismus menuliskan tentang misteri kehidupan Yesus yang ‘tersembunyi’ (usia 12-30 tahun) ini sebagai berikut:

KGK 531 Selama sebagian besar kehidupan-Nya Yesus mengambil bagian dalam nasib kebanyakan manusia: kehidupan biasa tanpa kebesaran lahiriah, kehidupan seorang pengrajin, kehidupan religius Yahudi yang takluk kepada hukum Allah (Bdk. Gal 4:4), kehidupan dalam persekutuan desa. Dari seluruh periode ini, hanya inilah yang diwahyukan kepada kita bahwa Yesus “taat” kepada orang-tua-Nya dan bertambah “hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”. (Luk 2:51-52).

KGK 532 Dalam kepatuhan kepada bunda-Nya dan bapa piara-Nya Yesus memenuhi perintah keempat dengan amat sempurna. Itulah gambaran duniawi mengenai kepatuhan-Nya sebagai Anak terhadap Bapa surgawi-Nya. Kepatuhan Yesus sehari-hari terhadap Yosef dan Maria menyatakan dan mengantisipasi kepatuhan-Nya pada hari Kamis Putih: “Bukan kehendak-Ku…” (Luk 22:42). Dengan kepatuhan Kristus dalam keseharian kehidupan yang tersembunyi itu, mulailah sudah pemulihan kembali apa yang telah dihancurkan oleh ketidakpatuhan Adam (Bdk. Rm 5:19).

KGK 533 Kehidupan yang tersembunyi di Nasaret memungkinkan setiap orang, supaya berada bersama Yesus dalam kegiatan sehari-hari:
“Rumah di Nasaret adalah sebuah sekolah, di mana orang mulai mengerti kehidupan Kristus. Itulah sekolah Injil… Pertama-tama Ia mengajarkan keheningan. Semoga hiduplah di dalam kita penghargaan yang besar terhadap keheningan… sikap roh yang mengagumkan dan yang perlu ini… Di sini kita belajar, betapa pentingnya kehidupan di rumah. Nasaret memperingatkan kita akan apa sebenarnya keluarga, akan kebersamaannya dalam cinta, akan martabatnya, akan keindahannya yang gemilang, akan kekudusannya, dan haknya yang tidak dapat diganggu gugat… Akhirnya kita belajar di sini aturan bekerja dengan penuh ketertiban. O mimbar Nasaret, rumah putera pengrajin. Di sini ingin saya kenal dan rayakan hukum pekerjaan manusiawi yang keras, tetapi membebaskan… Akhirnya saya ingin menyampaikan berkat kepada para pekerja di seluruh dunia dan menunjukkan kepada mereka contoh luhur saudara ilahinya” (Paus Paulus VI, pidato 5 Januari 1964 di Nasaret).

Kitab Injil dituliskan pertama- tama untuk mengajarkan tentang perbuatan dan perkataan Yesus yang berhubungan dengan rencana keselamatan Allah, sehingga memang bukan merupakan kisah riwayat hidup/ biografi Yesus yang mengisahkan hidup Yesus dengan sedetail- detailnya. Hal Yesus ‘berguru’ di Tibet ataupun India, merupakan spekulasi beberapa penulis modern, namun kita umat Kristiani tidak mengimaninya. Tulisan- tulisan itu baru dibuat sekitar abad ke-19, sehingga tidak dapat dibuktikan keotentikannya. Kita umat Kristiani mengimani apa yang tertulis di Kitab Suci tentang Kristus, bahwa Ia dikandung secara ajaib dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria. Kemudian Kristus mengajar para murid-Nya dan orang banyak, serta melakukan banyak mujizat dengan penuh kuasa. Semua ini akhirnya mencapai puncaknya, melalui sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus, Sang Allah Putera. Hal ini jelas dituliskan dalam Kitab Injil, yang sudah dapat dibuktikan otentisitasnya, melalui tulisan para Bapa Gereja yang hidup pada saat Injil tersebut dituliskan dan diturunkan.

58 COMMENTS

  1. Hello Katolisitas,

    Maaf sebelumnya saya posting di kolom komentar ini, saya belum paham bagaimana cara membuka tanya-jawab baru.
    Saya ingin bertanya, mengapa Perjanjian Baru tidak merekam perjalanan hidup Yesus setelah dia hilang dan ditemukan didalam Bait Allah (kalau tidak salah Yesus berumur 12 tahun kala itu), dan hanya berlanjut ketika dia sudah dewasa berumur 30thn (akan dibaptis oleh Yohanes Pembaptis).

    Terima kasih banyak atas replynya!
    Maaf kalau ada bahasa saya yang kurang berkenan.

    Nikholas Widjaja

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik]

  2. Shalom, maaf bertanya, apa dasarnya disebutkan Yesus berusia 33 tahun ketika wafat? Alkitab tidak menunjukkan jelas. Bagaimana cara menghitungnya? Terimakasih. Shaloom. / SWijaya.

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca tanggapan kami di atas, silakan klik]

  3. Katanya Yesus itu adalah Firman yang hidup? kok nggak lengkap firmannya (12-30tahun)

    [dari katolisitas: Firman bukan hanya yang tertulis. Kristus adalah Firman yang menjadi manusia. Jadi apanya yang tidak lengkap?]

    • menurut sejarah, Nabi Isa itu wafat pada usia 33 tahun..
      pada alkitab hanya dikisahkan sejak baru lahir hingga usia 12 tahun
      dan mulai dikisahkan lagi setelah usia 30 tahun..
      lalu kemana kisah nabi Isa selama lebih dari separuh usianya itu..
      apakah tidak ada amalan” yang patut dicontoh umat anda..??
      apakan pada saat itu “Yesus” sedang istirahat..??

      [dari katolisitas: Apakah Anda telah membaca artikel di atas – silakan klik. Kalau Anda telah membacanya, apakah yang Anda dapatkan dari keterangan di atass?]

  4. Shalom, pak Stef.
    Saya sangat setuju Yesus tetap di Nasaret, bukan merantau. Yang kurang setuju dibagian magang dan menggantikan posisi Yusuf sbg tukang kayu, sebab saya percaya kalimat “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku”. Merupakan kalimat nazar yg menurut aturan Musa disegerakan/jangan ditunda-tunda. Yesus remaja sdh fokus bekerja pekerjaan rohani, bukan pekerjaan fisik yg menghasilkan uang. Maria, ibuNya lah yg mencari nafkah ketika Yusuf meninggal. Yesus belum waktunya mengajar & menerima murid, jadi mungkin levelnya sekedar konsultasi tanya-jawab. Misi agungnya beresiko tercemar oleh uang, jika bekerja selayaknya Yusuf. Kita juga tahu Yesus tidak dibayar atau menerima upah dari dunia, Maria lah yg boleh mencari/menerima uang. Mohon maaf sebelumnya jika ada yg salah.

    • Shalom Alex,

      Nazar adalah suatu janji yang diucapkan kepada Tuhan (lih. Bil 30:2). Nah, jawaban Yesus dalam Luk 2:49, “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”, itu adalah jawaban yang diberikan Yesus kepada Bunda Maria dan St. Yusuf, sehingga tidak dapat dianggap secara otomatis adalah nazar dari Yesus yang harus seketika itu juga ditepati. Buktinya adalah, setelah mengucapkan perkataan itu, Yesus toh tetap pulang bersama Bunda Maria dan St. Yusuf ke Nazaret dan tetap hidup dalam asuhan mereka (lih. Luk 2:51). Dengan demikian, Yesus mengajarkan kepada kita teladan ketaatan kepada orang tua; dan juga menyatakan tentang ketaatan-Nya kepada Allah Bapa. Sebab dengan ketaatan-lah Yesus menyelamatkan kita manusia, yang jatuh dalam dosa oleh sebab ketidaktaatan Adam, manusia pertama. Maka sesungguhnya, nazar Yesus adalah: Ia datang ke dunia untuk taat melaksanakan kehendak Allah Bapa, seperti yang tertulis dalam surat kepada jemaat Ibrani:

      “Karena itu ketika Ia [Kristus] masuk ke dunia, Ia berkata: “Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki- tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku-. Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku….. Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.” (Ibr 10:5-7)

      Nah kehendak Bapalah yang membuat Ia kembali ke Nazaret bersama-sama dengan Maria ibu-Nya dan Yusuf ayah angkat-Nya, untuk bertumbuh hingga usia dewasa, saat Ia mencapai kegenapan waktu untuk mempersembahkan tubuh-Nya menjadi korban tebusan untuk menghapus dosa umat manusia.

      Sementara menunggu kegenapan saat itu, Yesus tinggal di Nazaret, hidup sebagai anak tukang kayu, seperti Yusuf, ayah angkat-Nya, dan hidup sebagai tukang kayu. Dengan demikian Yesus menguduskan kehidupan berkeluarga, termasuk kehidupan mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai manusia. Hal ini dicatat secara eksplisit dalam Injil:

      “Bukankah Ia ini anak tukang kayu?” (Mat 13:55)

      “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon?” (Mrk 6:3)

      Maka kita tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa “hanya Bunda Maria ibunya saja yang bekerja mencari nafkah“, sedang Yesus “sekedar konsultasi tanya jawab“, seperti dugaan Anda. Sebab ini adalah interpretasi Anda, yang malah tidak tertulis eksplisit dalam Kitab Suci. (Tidak ada ayat dalam Kitab Suci yang mengatakan demikian). Sebaliknya, Kitab Suci malah menulis dengan jelas bahwa sebelum karya publik-Nya, Yesus adalah tukang kayu, sehingga orang-orang sekampung-Nya mengenali Yesus sebagai “tukang kayu, anak Maria”. Maka pekerjaan mencari nafkah tidak dapat dipertentangkan dengan misi agung Yesus, sebab justru Yesus datang untuk menguduskan segala segi kehidupan manusia, sejak dalam kandungan sampai wafat, termasuk dalam hal melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Sebab pekerjaan yang dilakukan dengan ketaatan dan kesetiaan, dapat menjadi sarana pengudusan manusia. Hal inilah yang diajarkan oleh Katekismus Gereja Katolik, sebagaimana disebutkan di artikel di atas, dan juga pengajaran Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Laborem Exercens/ On Human Work, 26, sebagaimana pernah dijabarkan di jawaban ini, silakan klik.

      Kita tidak dapat mengatakan bahwa uang itu secara otomatis membawa manusia kepada dosa. Yang menjadi akar dosa adalah “cinta akan uang” (1 Tim 6:10) dan bukan uangnya itu sendiri. Uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sifatnya adalah netral. Tetapi keterikatan kepada uang, atau cinta uang, itulah yang dapat menjeratnya melakukan dosa-dosa yang lain. Maka tidak benar, bahwa misi agung Yesus tercemar karena sebelum karya publiknya Yesus bekerja sebagai tukang kayu. Justru sebaliknya, misi agung Yesus menjadi sempurna, sebab Yesus telah menguduskan segala segi kehidupan manusia, yang kemudian mencapai puncak-Nya saat Ia menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib, wafat, bangkit dan naik ke Surga, demi menyelamatkan kita manusia.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org.

  5. ada yang mengatakan yesus pergi ke india untuk mempelajari dhamma dari sang buddha pada usia 13-30 tahunnya.

    [Dari Katolisitas: Sebagaimana telah ditulis di atas, bahwa di dalam Kitab Suci tidak ditulis secara eksplisit tentang di manakah Yesus saat Ia berusia 13-30 tahun, namun besar kemungkinan Kristus menetap di Nasaret dan bekerja sebagai tukang kayu, sehingga demikianlah Ia dikenal sebagai anak tukang kayu (Mat 13:55). Hal Yesus pergi ke India untuk belajar ilmu tertentu, itu merupakan spekulasi, yang tidak dapat dipastikan kebenarannya. Sebagai Putera Allah, pengetahuan Kristus sudah sempurna. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik]

  6. Salam damai kristus,sy orang baru di forum ini,sebelumx sy mau mengucapkan syukur danTerima kasih untuk informasi dan diskusi yg makin menambah iman pengetahuan sy tentang Tuhan Yesus,saya hanya mengambil kesimpulan sederhana saja,bahwa “Tuhan Yesus memang Nabi paling hebat dari semua nabi yg pernah ada”…

    Salam damai dalam Tuhan Yesus

    [Dari Katolisitas: Yesus Kristus, Sang Mesias, memang menjalankan Misi-Nya di dunia sebagai Nabi, Imam dan Raja (lih. KGK 436), namun demikian Kristus bukan hanya Nabi. Kristus adalah Putera Allah yang Tunggal yang sehakekat dengan Allah Bapa. Tentang hal ini klik di sini]

  7. Berkah Dalem..
    Kenapa di Alkitab tidak memuat kisah Yesus diusia 12 tahun sampai 30 tahun? kemanakah Yesus diusia 13 tahun sampai 29 tahun? Apa yang dilakukanNya? Saya pernah baca salah satu buku mengatakan bahwa “petilasan” Yesus/ Isa Almasih ditemukan di daerah Tibet, benarkah Yesus pernah merantau sampai negeri Tibet? Bahkan katanya makam Yesus berada di Tibet?

    >>>(Lukas2:42) Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.
    ……………..??????????……………
    >>> (Lukas3:23) Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli.

    Fidelis

    ( “petilasan” Yesus/ Isa Almasih ditemukan di daerah Tibet )

    [dari katolisitas: Silakan melihat jawaban ini – silakan klik]

  8. Salam Kasih, untuk Bapak Stefanus dan ibu Ingrid, Yang terhormat.

    Berkaitan dengan masa yang hilang dalam kehidupan Yesus, antara umur 12-30, memang sebenarnya merupakan hal yang tidak terlalu penting untuk dipersoalkan, saya setuju dengan jawaban Pak Stef dan Ibu Ingrid. Tetapi masalahnya adalah saat ini beredar beberapa buku yang membicarakan hal ini berdasarkan peninggalan Prasasti yang ditemukan dan membuat Penafsiran yang keliru tentang Yesus. Ada sebuah buku yang mengisahkan tentang perjalanan Yesus ke wilayah sekitar India, dan penulisnya mengatakan bahwa disana Yesus mempelajari ajaran Hindu, dan Ajaran Budha, sebelum kembali ke Nazareth. Dari satu buku ini saja, saya menemukan banyaknya pemahaman yang keliru tentang Pribadi Yesus, yang bisa menggiring pembacanya untuk berpikir bahwa ternyata Yesus-pun belajar ajaran kedua agama itu.

    Berdasarkan hal ini, maka saya pikir ada baiknya bila Gereja Katolik, memiliki jawaban yang lebih pasti tentang hal ini, daripada jawaban agak spekulatif yang terdapat dalam katekismus. Ketika saya membaca isi Katekismus tentang masa yang hilang ini, saya mendapat kesan jawaban ini agak dipaksakan dan mengambang. Perasaan seperti ini akan membuat umat bingung, mau percaya yang mana? Yang Katekismus Resmi atau yang tertulis dalam buku-buku yang beredar luas itu?

    Berkaitan dengan hal ini, barang kali Pak Stef dan Ibu Ingrid masih ingat, kemarin saat saya memberi komentar tentang Tritunggal, saya bercerita tentang sebuah keluarga yang bertemu Yesus dan Bunda Maria, dan mendapat beberapa Karunia dari Yesus, salah satunya bisa berkomunikasi dua arah,Langsung dan seketika dengan Yesus dan Bunda Maria setiap saat.
    Meskipun soal Masa yang hilang dari kehidupan Yesus ini mungkin tidak terlalu penting, tetapi ternyata ketika Ibu itu bertanya pada Yesus, Dia memberikan jawaban yang pasti bahwa Yesus memang pergi ke India, tetapi bukan untuk belajar Ajaran Hindu dan Budha, tetapi hanya untuk mengenal dua agama yang pengaruhnya sangat kuat di Asia Timur dan Tenggara. Mengapa ini perlu? karena jumlah penduduk di kedua wilayah itu sangat besar dan ini akan berpengaruh pada saat nanti ajaran-Nya harus disebar-luaskan oleh para Pengikut-Nya disana. Dari keterangan Yesus, dikatakan bahwa Dia menghabiskan waktu 2 tahun untuk perjalanan menuju India, 6 tahun berada diwilayah yang sekarang menjadi negara Banglades, 6 tahun berada di wilayah India Utara, dan 4 tahun terakhir digunakan untuk perjalan pulang ke Nazareth. Perjalanan pulang lebih lama, karena saat itu Yesus sudah mulai mengajar, selama berada di kota-kota yang dilalui-Nya.
    Keterangan ini saya Peroleh dari suami Ibu itu pada tahun 2008, karena saya bertanya tentang hal itu. Padahal suami istri itu, sudah menanyakan tentang masa yang hilang itu pada tahun 2001, saat Karunia mereka masih baru.

    Saya berharap informasi ini berguna, untuk menjawab kesimpangsiuran berita tentang masa yang hilang itu. Mungkin saya akan dianggap lancang karena merasa lebih tahu, atau saya dianggap bodoh karena begitu mudah percaya pengakuan keluarga itu. Saya melihat Keluarga ini bukan dari Karunia yang mereka miliki, tetapi dari buah yang mereka hasilkan selama 11 tahun ini. Karya mereka sangat berguna. Sangat banyak umat katolik yang semula ingin beralih ke agama lain karena kecewa atau ragu, segera membatalkan niatnya setelah bertemu keluarga ini. Mereka berhasil membuat lebih dari 9 paranormal mau bertobat, dan mau melepaskan ilmunya, demi mendapatkan Keselamatan melalui Yesus, seperti yang diyakinkan oleh keluarga ini. Mereka bahkan berhasil membuat beberapa umat dari agama lain, bisa memandang Yesus lebih dari sekedar Nabi, dan mengakui bahwa apa yang diajarkan Yesus memang lebih Lembut dan Penuh Kasih daripada Nabi nabi yang mereka ketahui. Itulah beberapa karya mereka, selain menyampaikan berita berita yang penting seputar Yesus, dan Bunda Maria .

    Saya mengucapkan terima kasih bisa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan hal seperti ini, di situs yang hebat ini.
    Terima kasih kepada Pak Stef dan Ibu Ingrid, atas kesempatannya.

    Salam Kasih dalam Yesus

    • Shalom FX. Slamet,

      Terima kasih atas komentarnya tentang Yesus di umur 12-30 tahun. Katekismus Gereja Katolik telah memberikan kepastian jawaban dan bukan spekulatif tentang hal ini, karena KGK memberikan penjelasan berdasarkan Kitab Suci, yang merupakan wahyu umum. Untuk memberikan jawaban bahwa Yesus pergi ke India berdasarkan wahyu pribadi justru menjadi satu hal yang diragukan kebenarannya, karena wahyu pribadi belum tentu benar. Seseorang dapat saja diberi karunia oleh Tuhan, namun karunia dan penglihatan tidak dapat menjadi dasar iman yang kokoh. Seseorang dapat saja mempertobatkan orang lain, namun bukan berarti semua yang diajarkan adalah benar. Kebenaran ajaran dapat kita lihat dari apa yang telah diajarkan oleh Magisterium Gereja, yang bersumber pada Kitab Suci dan Tradisi Suci. Dengan demikian, mari kita menempatkan wahyu umum dan wahyu pribadi pada tempat masing-masing, dimana wahyu umum mengikat seluruh umat beriman dan terjamin kebenarannya, sedangkan wahyu pribadi tidak mengikat umat beriman dan dapat salah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  9. Shalom,

    Tidak ada keterangan secara detail dalam Injil yang menjelaskan kehidupan Yesus antara usia 12-30 tahun. Karena didasari rasa ingin tahu manusia mencoba BERSPEKULASI dengan bermacam teori tentang keberadaan Yesus dalam kurun waktu tersebut.

    Alhasil banyak perdebatan ‘kosong’ yang tidak mempunyai dasar dalam Injil. Perdebatan yang terjadi hanya berdasar spekulasi teori orang yang satu melawan spekulasi teori orang yang lain. Injil sendiri tidak berkata apa2 tentang masa usia Yesus antara 12-30 tahun, mengapa dipaksakan harus ada?

    Masalah tetek bengek yang tidak terlalu penting sering dijadikan seolah-olah sesuatu yang sangat penting dalam keimanan Kristen. Inti keimanan Kristen bukan dimana Yesus saat usia 12-30 tahun tetapi pada ajaran2 Yesus dengan puncaknya saat Dia mengorbankan Tubuh dan DarahNya.

    Yesus sendiri mengkritik orang Farisi dan ahli Taurat soal adat istiadat orang Yahudi yang kerap me-‘sakralkan’ sesuatu yang bukan perintah Tuhan

    • Shalom Gani,

      Terima kasih atas komentar anda. Di dalam situs ini, pembahasan tentang dimanakah Yesus di usia 12-30 hanya ada di tanya jawab ini, yang merupakan satu dari ribuan artikel di situs ini. Dengan demikian, pembahasan tentang hal ini bukanlah merupakan fokus dari situs ini. Namun, pertanyaan sekitar hal ini adalah merupakan hal yang umum, karena memang Kitab Suci tidak menjelaskan tentang hal ini dan umat Allah juga ingin tahu apa yang sebenarnya dilakukan oleh Yesus dalam masa selama itu. Tidak ada yang menempatkan hal ini sebagai pokok iman Kristen. Namun, bagi orang yang mengasihi, memang ingin tahu segala sesuatu tentang orang yang dikasihi. Itu adalah latar belakang diskusi jika ingin dilihat dari sisi positifnya. Semoga anda juga dapat melihatnya dari sisi ini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • (Lukas3:23) Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli. Kenapa Tuhan Berfirman Kira2, dan menurut anggapan orang. Apakah Tuhan berfirman menurut orang,ato lupa hingga memakai kira2,

        • Shalom Benconk,

          Dalam membaca Kitab Suci, Gereja Katolik mengartikan suatu ayat dengan membaca ayatnya secara keseluruhan dan melihat konteks keadaan masyarakat pada masa kejadian Injil itu ditulis, agar dapat diketahui maksudnya. Ayat Luk 3:23 mengatakan: “Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf….” Dari sini diketahui bahwa kata ‘kira-kira’ itu berkaitan dengan kata ‘tiga puluh tahun’; dan maksudnya adalah untuk menjelaskan kata ‘tiga puluh tahun’. Maka yang terpenting adalah mengetahui makna ‘tiga puluh tahun’ ini: 1)  menurut tradisi Yahudi, seorang harus genap tigapuluh tahun barulah ia dapat tampil sebagai menjadi guru rohani (rabi); 2) ini mengacu kepada fakta bahwa Yesus menghabiskan waktu jauh lebih lama sebagai orang biasa dalam kehidupan-Nya yang tersembunyi. Sedangkan sebagai Guru yang mewartakan Injil Kerajaan Allah, dilakukan-Nya dalam 3 tahun terakhir dalam kehidupan-Nya. Ini mendorong kita untuk meneladani-Nya, yaitu untuk menemukan Allah dalam kehidupan sehari-hari; dan bahwa kehidupan dan pekerjaan sehari-hari dapat menjadi sarana pengudusan bagi kita, sebab Tuhan Yesus sudah menguduskan kehidupan sehari-hari manusia, melalui kehidupan-Nya dalam keluarga kudus di Nazaret dan dalam pekerjaan-Nya (dalam hal ini sebagai tukang kayu).

          Maka kata ‘kira-kira’ di sini berkaitan dengan keadaan usia Yesus saat itu yang mencapai sekitar tiga puluh tahun yaitu usia yang menjadi persyaratan seorang rabi Yahudi. Dikatakan ‘kira-kira’, karena tidak menjadi masalah apakah usia Yesus sebenarnya tiga puluh tahun lewat sebulan atau dua bulan, yang terpenting sudah genaplah usia yang disyaratkan menurut hukum yang umum berlaku di bangsa Yahudi. Kata ‘kira-kira’ ini tidak ada pengaruhnya terhadap ajaran iman, karena tidak menyangkut kepada ajaran iman Kristiani. Sedangkan inti ajaran iman Kristiani yang adalah kasih, maupun ajaran Yesus lainnya, tidak pernah disampaikan dengan kata ‘kira-kira’. Maka dalam membaca Kitab Suci, kita perlu memilah, manakah yang menjadi pesan utama, dan manakah yang menjadi keadaan yang disampaikan untuk melengkapi/ menerangkan suatu keadaan tertentu, yang tidak menjadi pesan utama.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Damai Kristus,

      Terima kasih atas tanggapannya, saya setuju dengan anda pak ST.

      Dalam beberapa forum diskusi, pertanyaan ini sering dilontarkan entah hanya sekedar wacana untuk memenuhi rasa ingin tahu tetapi ada juga yang sengaja dilontarkan untuk ‘melemahkan’ keimanan Kristen. Sayangnya banyak saudara seiman yang tanpa sadar “digiring” terjebak dalam pencarian fakta otentik “The Lost Age” tsb.

  10. Dear Bu Inggrid,

    Berikut saya kutip sebagian tulisanmu,

    “Jadi hal hidup Yesus usia 13- 29 tahun memang tidak dituliskan dalam Kitab Suci, bukan karena ada firman yang hilang, tetapi karena pada selang waktu itu, Tuhan Yesus yang menjelma menjadi manusia, sungguh- sungguh masuk ke dalam kehidupan keluarga, hidup bersama ibunya Bunda Maria dan ayah angkat-Nya, St. Yusuf, yang adalah tukang kayu. Dengan demikian Tuhan Yesus menguduskan kehidupan keluarga dan kehidupan pekerja.
    Dengan fakta sebagian besar kehidupan Yesus yang dilewatinya di dalam kehidupan sehari- hari sebagai pekerja ini, kita diajak untuk merenungkan bahwa di dalam kehidupan sehari- hari, dalam pekerjaan maupun keluarga kita, Tuhan Allah hadir dan menguduskannya.”

    Pertanyaan saya:
    1. Apa artinya atau maknanya Tuhan Yesus menguduskan kehidupan keluarga dan kehidupan pekerja.
    2. Bagaimana anda mengetahui bahwa hal ini dikuduskan oleh Tuhan Yesus? Sedangkan hal lain tidak dikuduskan oleh Beliau??
    3. Apa bedanya dng kehidupan Yesus bersama para murid selama 3 tahun, kita dapat juga mengataka dikunn bahwa Tuhan Yesus menguduskan periode 3 tahun tsb karena IA hidup pd periode itu bersama dng murid-2Nya.

    • Shalom Marzel,

      Terima kasih atas pertanyaan anda tentang kehidupan Yesus ketika berumur 13-29 tahun. Dengan kedatangan Kristus ke dunia dan dengan mengambil kodrat manusia, maka Kristus menguduskan manusia dan semua hal yang Dia lakukan, tidak terkecuali menguduskan pekerjaan sehari-hari di rumah maupun pekerjaan sebagai mata pencaharian. Jadi, kehidupan berkeluarga maupun kehidupan pekerja adalah dapat menjadi kesempatan untuk menguduskan diri maupun membantu sesama dalam berjuang dalam kekudusan. Dan kehidupan Yesus ketika melakukan pelayanan juga menunjukkan bahwa pelayanan juga menjadi kesempatan untuk hidup kudus. Bahkan ketika Yesus dibaptis, Yesus menguduskan air, sehingga air dipakai menjadi materi (matter) dari Sakramen Baptis. Dia juga menguduskan pernikahan, ketika Dia menghadiri pernikahan di Kana. Dengan kata lain, dengan mengambil kodrat manusia, maka Yesus menguduskan manusia dan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia sejauh berhubungan dalam pencapaian tujuan akhir dari manusia, yaitu Sorga. Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  11. Salam dalam damai Kristus…

    Kalau saya [yang pernah belajar teologi dan Kitab Suci], tidak terlalu penting telaah tentang kronologis hidup Yesus secara bertahap.

    “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup”

    yang pernah dikatakan Yesus menjadi simpulan akhir.

    “Masa lalu” Yesus (umur 12-30 tahun) justru menjelaskan satu hal penting dalam perjalanan iman kita akan pribadi Yesus sendiri. Apa itu? Kata-kata yang diungkap seorang serdadu saat menyaksikan “efek dahsyat” kematian Yesus di Salib,

    “Sungguh Dia ini anak Allah”.

    Kedua “credo” ini sudah tercatat di atas kertas bernama Kitab Suci dan tercatut di hati kita yang mengimani Yesus. Lagi, itu sudah mewakili Dia yang kita imani (YESUS) dan dia yang mengimani (Serdadu).

    Note:
    Dari jaman ke jaman ada banyak orang senang mencari referensi (bukti) tentang apa yang mereka lihat, dengar, lakukan. Hal yang sama terjadi juga dengan tokoh tertentu yang mashyur/terkenal. Ini sih oke-oke saja. Tapi, bila data tertulis tidak mendukung usaha di atas, lantas apakah kita langsung tidak percaya dan meragukan segala hal baik yang dia lakukan?

  12. Shalom Paulus,

    Sekedar saran, mudah2an bisa membantu… daripada mendebatkan antara iman dari Injil yang “sah” & “tidak sah” versi Katholik Roma, mungkin sudah saatnya buat anda untuk memulai kembali ke titik awal kekristenan itu sendiri… ke titik awal gereja2 Kristus abad pertama dan perkembangan selanjutnya, namun bukan ke arah terbentuknya Katholik Roma, tapi ke arah terbentuknya gereja timur… sebagai gambaran mungkin bisa dimulai dengan Injil2 yg digunakan, tata cara peribadatan & pengaruh rasul Thomas di gereja2 timur. Memang banyak materi2 dari gereja timur yang dianggap bertentangan dengan gereja Katholik Roma, masalahnya kenapa? Untuk jawabannya silahkan anda pelajari sendiri sejarah gereja timur dan perkembangannya.

    Dan saya harap mudah2an anda menemukan apa yang anda cari yaitu iman akan Kristus!

    Karena yang mengimani Yesus Kristus tidak hanya kita tapi juga mereka yang dianggap “berbeda” …

    Damai Kristus besertamu,
    Johanes Prabhawa

    • Shalom Johanes Prabhawa,

      Agaknya perlu dipahami di sini bahwa Gereja Katolik baik Barat maupun Timur, berasal dari sumber yang sama, yaitu pengajaran para rasul. Kanon Kitab Suci memang baru ditetapkan secara resmi pertama kali tahun 382 oleh Paus Damasus I, dan kemudian oleh Konsili Hippo tahun 393 dan Carthage 397, namun dasarnya adalah atas tulisan- tulisan para Bapa Gereja abad awal, yang notabene merupakan Bapa Gereja baik bagi Gereja Timur maupun Barat (Roma). Tentang mengapa Injil hanya ditentukan ada empat, itu bukan ditentukan oleh Gereja Barat (Roma) semata, tetapi berdasarkan kesaksian para Bapa Gereja di abad- abad awal yang mengajarkan demikian, terutama St. Papias (70-163), St. Irenaeus (115-202) uskup Lyons, St. Clement dari Alexandria (150-215) dan St. Athanasius, uskup Alexandria (296-373). Para Bapa Gereja ini juga diakui sebagai Santo oleh Gereja Timur. Dalam keempat Injil yang disebutkan oleh St. Irenaeus, injil Thomas tidak termasuk, dan karena itu injil Thomas tidak diakui sebagai Injil kanonik yang termasuk dalam Kitab Suci, walaupun dapat saja dibaca untuk menambah ilmu pengetahuan. Maka masalahnya di sini bukan apakah ‘sah’ atau ‘tidak sah’ versi Katolik Roma, sebab pada saat kanon Kitab Suci ditetapkan juga belum ada keterpisahan antara Gereja Barat (Roma) dan Timur, sebab keputusan kanonik itu juga ditetapkan berdasarkan oleh para Bapa Gereja yang diakui baik oleh Gereja Barat (Roma) maupun Timur.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati, katolisitas.org

       

  13. Selamat Paskah , Ibu Ingrid dan teman 2 Katolisitas ,
    Maaf saya baru saja cuti panjang , saya agak kurang setuju dengan pandangan terakhir dari ibu Inggrid , soal agar kita membaca dari sesuatu yang sudah pasti benar ; pasti benarnya itu menurut siapa ya? . Saya pikir , saya yang mencoba membaca dan mendengarkan , selama ini juga masih diliputi dengan keragu- raguan . Saya justru ingin mendengarkan dari mereka yang merasa yakin benar , bagaimana agar bisa seperti itu .

    Pagi ini saya mengikuti misa di Gereja St Ignasius magelang , Tuhan berbicara dengan Thomas , mereka yang percaya kepadaKU akan melakukan pekerjaan pekerjaan KU , wah saya jadi sedih karena rasanya pekerjaan pekerjaan Tuhan itu rasanya sangat berat ; kata romo Felix adalah Menjadi anggur sukacita , menjadi roti yang di bagi bagi , memanggul salib , memberikan hidupku untuk sesama , rasanya belum satupun yang berhasil saya lakukan .
    Jadi saya ambil kesimpulan , saya bukanlah orang yang percaya . Saya jadi ingin mendengarkan sharing dari mereka yang percaya , bagaimana sampai jadi seperti itu .

    Terima ksih .

    Paulus

    • Shalom Paulus,

      Mari kita bahas satu hal saja dari komentar anda. Untuk itu, saya ingin mendengar terlebih dahulu dari anda, bagaimana anda tahu bahwa iman yang anda percayai adalah sesuatu yang benar? Apakah dasarnya dan apakah ada kemungkinan bahwa iman yang anda percayai dapat salah? Setelah anda menjawab pertanyaan ini, nanti kita dapat meneruskan diskusinya. Semoga dapat diterima.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Dear Pak Tay,

        Maaf saya baru sempat menulis lagi. Tampaknya anda agak tersinggung. Seperti yang telah saya kemukakan sebelumnya, saya menganggap apa yang ada dalam keempat Injil kanonik sebagai kebenaran. Tetapi bahwa apakah saya orang yang percaya ?? Saya yakin tidak karena dalam banyak hal saya menyadari saya belum mampu melakukan pekerjaan pekerjaan Tuhan buat orang yang percaya kepadaNya. Jadi saya masih mencari apakah yang salah pada diri saya. Juga saya merasakan dunia ini juga menuju jalan yang salah; terlalu banyak contoh yang meyakinkan saya dunia sedang menuju ke sana. Pertanyaan saya kepada diri saya sendiri kenapa, bukankah semua sudah diciptakan baik dan semua manusia diciptakan sempurna.
        Saya melihat keutamaan seperti itu, sedangkan masalah apakah Yesus manusia pernah jalan2 ke India dst saya merasakan sebagai sama sekali tidak penting dan tidak akan membuat Gereja jadi terpuruk. Gereja & umat (pernah) terpuruk karena umat dan Gereja tidak mampu melakukan apa yang diminta Tuhan, lihatlah pada dunia barat sekarang (dunia Kristen kata orang ), sedang runtuh karena cinta akan uang (kata BBC ); yang agak lumayan seperti filsuf modern Andree Comtee lebih baik jadi atheis yang bermoral kasih. Ini kenyataan dari dunia barat yang dulunya Kristen.
        Saya juga meyakini, hanya ada satu jalan untuk menuju perbaikan, kalau saja kita dapat melakukan apa yang diminta Tuhan. Apakah di zaman modern ini kita bisa ??

        • Shalom Paulus,

          Terima kasih atas tanggapannya. Saya ingin menegaskan bahwa saya tidak tersinggung dengan apa yang anda tuliskan, yang benar adalah saya tidak setuju dengan apa yang anda tuliskan. Di dalam menentukan kebenaran iman, kita harus mempunyai dasar yang lebih besar dari diri kita, lebih besar dari pengertian kita sendiri. Bagi kita umat Katolik, tentu saja kita dapat menggunakan akal budi kita, namun pada saat yang bersamaan kita harus melihat apa yang lebih besar dari kita, yaitu: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Kalau kita memaksakan pengertian kita pribadi, maka secara tidak langsung, kita sebenarnya menempatkan diri kita sebagai acuan kebenaran, yang berarti menempatkan diri kita lebih tinggi daripada Magisterium Gereja. Dan ini sangat berbahaya, karena pengertian kita sering salah.

          Sebagai umat Katolik kita dituntut untuk menciptakan dunia yang lebih baik sekarang ini dan pada saat yang bersamaan mata kita terus tertuju pada tujuan akhir, yaitu Sorga. Kalau kita memperhatikan banyak kerusakan terjadi di dunia ini, maka yang kita perlukan selain berdoa adalah memikirkan apa yang dapat kita lakukan dalam kapasitas kita masing-masing untuk membangun Gereja dan dunia ini. Cobaan dapat datang silih berganti, baik dari dalam maupun dari luar Gereja, namun kita percaya akan janji Kristus sendiri yang akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir dunia. (lih. Mat 16:18) Sama seperti 10% murid Kristus berkhianat, maka ada juga murid Kristus – baik klerus maupun awam – yang tidak menjalankan tugas dan misinya dengan baik, sehingga menjadi batu sandungan. Jadi, dalam kapasitas kita masing-masing, sudahkah kita mengambil bagian untuk membangun Tubuh Kristus, sehingga orang lain tidak hanya melihat yang jelek, namun juga banyak bagian yang baik dari Gereja Katolik?

          Filsuf yang mengajarkan lebih baik menjadi ateis namun bermoral kasih sebenarnya perlu digali lebih jauh, karena ateis sendiri melawan kodrat manusia, yang mempunyai kodrat untuk mengetahui dan mengasihi Allah. Paham relativisme sendiri bertentangan dengan relativisme. Relativisme hanya percaya satu-satunya kebenaran adalah semua bisa benar dan bisa salah. Semua relatif kecuali satu hal, kepercayaan bahwa relativisme yang menjadi absolut. Silakan dibandingkan apel dengan apel. Apakah ada penganut paham ateis yang menghasilkan orang-orang seperti Bunda Teresa dari Kalkuta? Kalau kita mau menilai Gereja Katolik, maka nilailah dari orang yang menjalankan ajaran tersebut dan bukan pada orang-orang yang justru melanggar atau melawan ajaran Gereja Katolik. Dan dalam sejarah perkembangan Gereja, maka kita melihat ada santa/santo yang dibangkitkan oleh Tuhan untuk memberikan contoh dan menyemangati Gereja. Undangan untuk menjadi santa-santo bukan hanya untuk kaum biarawan-biarawati dan klerus, namun juga untuk kita semua. Jadi, pertanyaannya, apakah di zaman modern ini kita bisa melakukan apa yang diminta Tuhan, seperti yang anda tanyakan?

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  14. Shalom, saudara/saudari yang dikasihi Kristus Yesus, pertama-tama saya coba masuk dalam diskusi ini tentang dimanakah Yesus pada umur 13 s/d 29. Dengan rahmat Tuhan kita Kristus Yesus, saya mau bertanya siapa engkau? kalau engkau mengenal Yesus, engkau pasti tahu dimana Yesus saat itu. Saudara/i jangan terbuai dengan yang terlihat atau yang terbaca saja, kalau engkau mau tahu kemana Yesus pergi jadilah sahabat-Nya engkau pasti mendapat jawabannya. Maukah engkau menjadi sahabat Yesus? banyak yang tidak bisa dijelaskan dengan penemuan-penemuan ilmiah tentang kisah Kristus namun kalau engkau dan saya mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, maka kita pasti tidak akan menanyakan mengapa dan kenapa yang ada di dalam kisah Kristus.
    Boleh berdiskusi namun ada batas batas norma dalam berdiskusi tentang Kristus Yesus, tahukaah engkau siapa Yesus itu? tanpa mengenal Dia pribadi lewat pribadi engkau sudah mencoba meraba-raba atau kira-kira atau saya dengar dari si…..saya baca dari buku dari si….
    Mari kita buka Injil : Luk 24:45 Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci, saya tidak bermaksud mengkotbahi namum kerahiman yang saya dan anda terima dari Dia saya harus mewartakan kebenaran Kristus bukan mengolok-olok Dia lagi, saya harus 100 % mengimaninya bukan lagi baca buku dari si A atau dengar dari si B.
    […. dari Katolisitas: kami edit]
    Terima kasih untuk Katolisitas,org dan semua saudara-saudaraku, kalau mau diskusi keotentikkan Katolik disini saya sangat setuju karna saya percaya sepenuhnya kepada tim Katolistas,org. terima kasih
    Salam Kasih dalam Kristus……Stefanus A.T

  15. Bagaimana dengan kutipan ini yang saya ambil dalam situs lain, walau berdasarkan wahyu pribadi Beata Anne Catherine Emmerich tapi mungkin berguna, sebagai berikut : “Sejak usia duabelas tahun, Yesus senantiasa seperti seorang guru di antara teman-teman-Nya. Ia sering kali duduk di antara mereka, mengajar atau berjalan-jalan keliling daerah bersama mereka.”
    Luar biasa, ternyata Tuhan Yesus sudah berkarya dalam lingkungan sekitar tempat tinggalnya di Nazareth pada umur tersebut.
    Hal lain adalah apabila kita percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, kenapa harus mempertanyakan Ia, belajar ke siapa dan dimana pada masa itu ? Tuhan adalah sumber pengetahuan itu sendiri jadi tidak perlu belajar.

    • Salam Damai Kristus sdr. Petrus,

      Menanggapi wahyu pribadi yang anda sampaikan dari Beata Anne Catherine Emmerich sebagai berikut : “Sejak usia duabelas tahun, Yesus senantiasa seperti seorang guru di antara teman-teman-Nya. Ia sering kali duduk di antara mereka, mengajar atau berjalan-jalan keliling daerah bersama mereka.” yang menjadi pertanyaan saya adalah berarti Yesus sebelum dibabtis dan sebelum berumur 30 tahun sudah mempunyai murid.

      Bukankah hal tersebut bertentangan dengan Injil Matius 4 : 18-22 sebagai berikut :

      Yesus memanggil murid-murid yang pertama
      4:18 Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. 4:19 Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia .” 4:20 Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. 4:21 Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka 4:22 dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.

      Jelas sekali judul di Injil Matius tersebut adalah Yesus memanggil murid-murid pertamanya dan pada pembukaan diceritakan bahwa Yesus berjalan sendirian jadi Dia tidak pernah punya murid sebelumnya karena jika Dia mempunyai murid maka Ia kemungkinan akan bersama muridNya.

      Selanjutnya lihatlah bagaimana jawaban Yesus kepada Bunda Maria pada perkawinan di Kana yang adalah ibuNya di Yohanes 2:4 sebagai berikut : Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.”

      Jika memang sejak kecil Yesus sudah mengajar dan tampil didepan teman-temannya untuk apa mengatakan perkataan tersebut kepada BundaNya yang menyakiti hati BundaNya. Bukankah itu melanggar hukum taurat. Kecuali memang Yesus mengikuti tradisi bangsa Yahudi boleh mengajar pada umur 30 tahun.

      Berkali-kali Katolisitas mengajarkan bahwa kami “tidak berpegang pada wahyu pribadi” maka sayapun tidak mempercayai wahyu tersebut tetapi juga menghormatinya sebagai suatu bentuk Devosi iman dari Beata Anne Catherine Emmerich.

      Terus anda menuliskan hal ini…..
      Hal lain adalah apabila kita percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, kenapa harus mempertanyakan Ia, belajar ke siapa dan dimana pada masa itu ?

      Mohon dibaca sekali lagi persoalan yang dibahas disini adalah bukan belajar ke siapa tetapi dimana Yesus berada pada umur 12-29 tahun. Kita percaya bahwa Yesus adalah sumber dari segala sumber pengetahuan karena Dia adalah Tuhan. Yang saya tekankan disini adalah ketaatan Yesus pada hukum taurat meskipun Ia adalah pemberi hukum tersebut dengan mengikuti sistem pendidikan yang ditentukan ataupun melewati masa kanak2 seperti yang ditentukan dalam hukum Yahudi.
      Dalam Injil tidak terbukti Yesus melanggar hukum Taurat tetapi tuduhan yang dituduhkan bagiNya pada saat disalib adalah mengaku Anak Allah padahal memang DIa adalah Allah.

      kenapa harus mempertanyakan Ia, belajar ke siapa (sudah dikonfirmasi maksud sebenarnya yang salah diartikan oleh Pak Petrus) dan dimana pada masa itu ? Pertanyaan dimana jelas sangat penting !!!!!! ada tertulis Pak Petrus “siapa yang mencari akan mendapatkan…..”

      Pencarian akan masa Yesus berusia 12-29 tahun dari hasil diskusi membukakan mata kita tentang : KETAATAN, PENTINGNYA DAN KUDUSNYA HIDUP BERUMAH TANGGA, KEHENINGAN DALAM PERENUNGAN DI PEKERJAAN SEHARI-HARI….itulah yang diajarkan SANG PUTERA pada usia 12-29 tahun. Ini luar biasa bagi saya tetapi entah bagi anda…..

      Demikian tanggapan saya pak Petrus dan TUHAN memberkati

      Banyak-banyak salam dalam Kasih Karunia Kristus Tuhan,
      Bernardus Aan

      • Shalom Bernardus Aan,

        Memang, sebagai umat Katolik kita tidak melandaskan iman kita kepada apa yang disampaikan di dalam wahyu- wahyu pribadi. Namun demikian, wahyu- wahyu pribadi yang menyampaikan hal- hal yang tidak bertentangan dengan ajaran Gereja, dapat menambah penghayatan iman kita, yang sudah kita terima dari Wahyu Publik dalam Kitab Suci.

        Beata Anne Catherine Emmerich (1774-1824) memang menuliskan wahyu pribadinya dalam bukunya The Life of Jesus Christ, jilid satu sampai empat; dan kisah tentang masa kanak- kanak Yesus ditulisnya di buku jilid 1. Pernyataan, “Sejak usia duabelas tahun, Yesus senantiasa seperti seorang guru di antara teman-teman-Nya. Ia sering kali duduk di antara mereka, mengajar atau berjalan-jalan keliling daerah bersama mereka,” itu memang tertulis di buku itu. [Jika di edisi bahasa Inggrisnya ada di halaman 330]. Namun menurut saya pribadi, hal ini tidak bertentangan dengan yang disampaikan dalam Injil. Sebab yang dikatakan di sana adalah seperti guru, artinya memang dalam kapasitasnya sebagai anak- anak dan remaja, Ia memang sudah mempunyai jiwa kepemimpinan seperti guru, namun hal penunjukan murid- murid untuk menjadi Rasul bagi Kerajaan Allah memang baru dilakukan-Nya ketika Ia sudah berusia 30-an pada saat Ia sudah tampil di hadapan umum sebagai Guru/ pengajar dewasa (lih. Mat 4:18-22).

        Mungkin ada baiknya kita mengacu kepada kutipan sebelumnya untuk memahami bahwa kepemimpinan Yesus pada masa kanak- kanak dan remaja tidak dapat disamakan dengan kepemimpinan dan ajaran Yesus ketika dewasa. Ketika anak- anak, Ia menjadi teladan anak- anak yang lain, tetapi dengan cara yang normal seperti layaknya anak- anak, demikian pula ketika ia beranjak remaja. Di halaman 324, dikatakan demikian (berikut ini saya terjemahkan):

        “….Ia adalah teladan bagi semua anak- anak di Nazareth; mereka mengasihi Dia dan takut untuk menyedihkan hati-Nya. Ketika mereka nakal dan berbuat kesalahan, orang tua mereka biasanya berkata demikian kepada mereka, “Apakah yang akan dikatakan oleh anak laki-lakinya Yusuf [Yesus] kalau aku katakan kepada-Nya hal ini? Dia pasti akan sedih mendengarnya!” Kadang mereka mengeluh secara halus kepada-Nya di depan anak- anak mereka, dengan berkata, “Katakanlah kepada mereka jangan berbuat ini dan itu lagi.” Dan Yesus menganggapinya dengan ringan seperti seorang anak kecil. Ia akan memohon kepada anak- anak yang lain itu untuk melakukan hal ini dan itu dengan sebaik- baiknya, akan berdoa dengan mereka kepada Bapa-Nya yang di Surga untuk kekuatan agar menjadi lebih baik dan akan mendorong mereka untuk mengakui kesalahan mereka dan memohon maaf saat itu juga….”

        Maka tidak ada yang aneh, jika sebelum masa dewasa Yesus telah memiliki kebijaksanaan dan sifat kepemimpinan di kalangan teman- teman-Nya. Namun manifestasi misi-Nya sebagai Putera Allah yang datang ke dunia, memang baru dinyatakan kepada publik pada saat pembaptisan-Nya oleh Yohanes Pembaptis. Jadi ini tidak bertentangan dengan kisah Injil.

        Selanjutnya, menurut penglihatan Beata Anne Catherine Emmerich, Yesus tidak belajar/ menimba ilmu di sekolah kaum Farisi. Yang dilakukan-Nya saat Ia tertinggal di Bait Allah adalah, Ia bertukar pikiran atau malah ‘mengajar’ para guru di sekolah Farisi itu, tentang segala hal, dan nampak bahwa Ia sangat pandai dan bahkan lebih pandai dari para pengajar itu, sehingga mereka terheran- heran semuanya, akan darimanakah Ia memperoleh pengetahuan semacam itu; mengingat mereka tahu bahwa Ia adalah anak Yusuf si Tukang kayu. Maka penglihatan Beata Anne Catherine Emmerich ini lebih sesuai dengan ajaran Magisterium Gereja Katolik tentang pengetahuan Yesus, silakan klik di sini, daripada dugaan sebagian orang yang memperkirakan Yesus belajar di sekolah Farisi atau bahkan sampai ke India.

        Bernardus Aan, ijinkan saya menutup diskusi tentang topik ini sampai di sini. Kita sudah sama- sama mengetahui dasar pemahaman kita; dan mari kita lebih memusatkan perhatian kepada penghayatan akan kehadiran Yesus dalam kehidupan kita sehari- hari, bahkan dalam peristiwa yang kecil dan sederhana; sebab demikianlah yang terjadi dalam Keluarga Kudus di Nazareth.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

        • Salam Damai Kristus bu Ingrid,

          Terimakasih banyak atas kesempatan diskusi ini dan betapa bahagianya keluarga kita karena kita mempunyai pelindung Keluarga Kudus dari Nazaret.

          Sekali lagi terimakasih dan TUHAN memberkati anda dan Tim Katolisitas. Saya berdoa untuk pelayanan anda dan tim Katolisitas.

          Salam dalam Kasih Karunia Kristus Yesus
          Bernardus Aan

  16. Saya ingin memberikan sedikit artikel ttg pertanyaan : Di manakah Yesus di usia 12-30 tahun dari sdr Fidelis. Saya rasa penjelasan ini sangat berguna, saya kutip dari laman Malaysia, karena itu bahasanya juga bahasa melayu.

    ZAMAN KEDEWASAAN ISA AL-MASIH – SEMASA UMUR BAGINDA ANTARA 12 – 30 TAHUN

    “Masih banyak hal-hal lagi yang diperbuat oleh Isa, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu persatu, maka agak dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.”

    Yohanes Fasal 21 ayat 25

    Keempat-empat periwayat Injil hanya menceritakan kehidupan Yesus ketika Ia dilahirkan (Mat. 1:18-25; Luk. 2:1-7), disunat pada usia 8 hari dan diserahkan di Bait Allah (Luk. 2:21-40). Ia kembali muncul di Bait Allah yang sama pada umur 12 tahun (Luk. 2:41-52). Yesus tampil di depan umum setelah dibaptis oleh Yohanes. “Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, baginda berumur kira-kira 30 tahun” (Luk.2:23).

    Jadi, ada “waktu senyap” (“the silent period”) selama 18 tahun, yaitu antara baginda usia 12 sampai usia 30 tahun. “Kesenyapan” ini (minimal kalau kita mengikuti corak fikiran itu), telah menyebabkan banyak penulis mencoba mengisinya menurut tuntutan kepentingan dan andaian-andaian mereka sendiri.

    Dari abad ke abad, khususnya setelah zaman Rasuli yang dimulai pada akhir abad ke-2 Masehi, berbagai spekulasi mulai berkembang. “Kisah-kisah lancung” inilah yang akhir menjadi tulisan-tulisan apokrifa dan pseudographa. 1)

    Sastera ini banyak dijadikan rujukan oleh ahl al-bid’ah (heresy). Contoh-contoh tulisan apokrif ini, misalnya Injil al-Tufuliyah (Arabic Gospel of Infancy) yang berasal dari abad ke 7 Masehi. Dalam buku ini dikisahkan bahwa Isa dapat berbicara pada waktu bayi ketika Dia sedang digendong Maryam, ibu baginda. “Ana huwa Yasu’a Ibn Allah” (Akulah Yesus, Putra Allah), kata bayi Yesus kepada ibu-, “alladzi walidati kamma basyiruki Jibril al-Malak wa atta arsalni lil khalash al-‘alam” (yang dilahirkan sebagai berita gembira dari Malaikat Jibril kepadamu dan aku diutus untuk keselamatan dunia). 2)

    Selanjut, berita Injil Matius 2:13-15 yang berkisah tentang pelarian Isa dan keluarga Baginda ke Mesir, dalam Injil Palsu Matius/Pseudo Gospel of Matthew yang berasal dari abad ke-5 Masehi, dikembangkan menjadi kisah-kisah ajaib yang berlebihan. Seperti pohon korma yang kononnya membungkuk menuruti perintah kanak-kanak Yesus untuk mengeluarkan buahnya dan air segar yang memancar dari bawah pohon itu.

    Demikian pula, kisah-kisah ajaib mengenai remaja Yesus yang membuat burung dari tanah liat, dimuat dalam The Gospel of Thomas (Injil Thomas) berbahasa Yunani. Injil tersebut berasal dari abad ke-3 Masehi. 3) Kisah-kisah ini sangat populer di kalangan sekte-sekte bidat Kristen di tanah Arab menjelang dan pada saat kelahiran Islam.

    THE DEAD SEA SCROLLS: MENCARI JEJAK YESUS/ISA AL-MASIH DI GUA-GUA WADI QUMRAN

    Sejak tahun 1947, setelah penemuan manuskrip-manuskrip Laut Mati, para ahli sibuk mengaitkannya dengan sejarah kekristenan awal. Menurut kesepakatan para ahli yang terkenal, gua-gua Laut Mati menyimpan bukti sejarah orang-orang Eseni (Essene). Kaum Eseni adalah sekelompok orang Yahudi yang tidak puas dengan pemilihan imam besar di Bait Allah Yerusalem. Lalu, mereka mendirikan komuniti tersendiri di Laut Mati di bawah pimpinan seseorang yang bergelar Guru Kebenaran (Moreh Hassedeq) atau Guru Komunitas (Moreh hayyahad).

    Menurut tokoh, James H. Charlesworth, komuniti Qumran dimulai kira-kira tahun 150 S.M. dan berakhir ketika tentera Roma menghancurkan tempat ini pada tahun 68 M. 4) Dari sebelas gua yang dihuni orang-orang Qumran, mereka meninggalkan naskah-naskah kuno termasuk teks-teks Alkitab Perjanjian Lama. Naskah tersebut sebagian besar tertulis dalam bahasa Ibrani/Arami dan sebahagian kecil sisa berbahasa Yunani (khusus gua tujuh). Manuskrip terkuno dapat ditentukan berasal dari tahun 250 S.M., 100 tahun sebelum manuskrip itu dibawa oleh penghuni Qumran dalam tempat pengungsiannya.

    Pada awal penemuan naskah-naskah ini, dunia ilmu pengetahuan seperti tersentak. Lebih-lebih, ketika para ahli sedang mencari-cari 18 tahun kehidupan Yesus yang tidak dikisahkan dalam Kitab Injil (Perjanjian Baru). Hal ini tampak dari judul buku Dr. Charles Francis Potter, The Lost Years of Jesus Revealed. 5)

    Sehingga banyak orang berharap cemas terhadap penemuan terbesar abad ke-20 tersebut. Secara khusus dalam usahanya mencari “benang merah” dengan sejarah kekristenan mula-mula. “Dalam banyak segi”, tulis Duport Summer, “Tuan (Master) Galilea itu tampak sebagai seolah-olah seorang ‘reinkarnasi Guru Kebenaran’ dari Qumran yang sangat mencengangkan.” 6)

    Sedangkan Potter, sambil mengutarakan teorinya bahwa kononnya kaum Eseni Qumran adalah “ibu dari kekristenan”, secara lebih bombastik lagi menulis:

    “Dan sekarang setelah terbukti bahwa sejarah kekristianan dapat ditemukan dalam masyarakat yang disebut Perjanjian Baru (B’rit ha-Hadasah) yang biasa disebut Eseni. Masalah penting yang menantang seluruh dunia Kristen ialah, apakah seorang anak akan mempuinyai keperwiraan, keberanian, dan kejujuran untuk mengakui dan menghormati ibunya sendiri.” 7)

    Robert Einseman, salah seorang dari sarjana peneliti Qumran yang sangat liberal, menunjukkan bahwa banyak petunjuk yang jelas menghubungkan Qumran dengan kekristenan awal. Einseman berasaskannya dari fakta bahwa kekristenan Yahudi awal di Yerusalem desebut Notzrim (im bentuk jamak), yang menunju komunitas “pengikut Isa, orang Nazaret” (Kis. 24:5; Mat. 2:23). Robert Einseman menghubungkan nama Kekristenan awal ini dengan istilah kelompok Qumran yang juga disebut “Notzeri ha-Berit” (yang memelihara Perjanjian).

    Selanjut, Einseman juga mengemukakan fakta tentang ada komunitas Kristen Yahudi pada abad ke-2 Masehi di Jabal Fahin (Yunani: Pella), seberang Yordan, yang disebut “Ebionit”. Karena istilah ini berasal dari bahasa Ibrani Ebiyon, “orang-orang miskin”, maka cocok dengan identitas jemaah Yerusalem sendiri (Gal.2:10).

    Data-data ini oleh Einseman ditafsirkan sedemikian rupa, sehingga terbangunlah teori yang menganggap bahwa Guru Kebenaran (Moreh hassadeq) yang disebut dalam naskah-naskah Qumran adalah Yakobus, saudara Yesus yang juga digelar Ha-Tsadiq (Yang Benar) dalam gereja kuno. Sedangkan 2 watak lain yang jahat, yang oleh Einseman ditafsirkan Kayafas dan pendusta adalah Rasul Paulus. Dengan menyebut Paulus kononnya sebagai pendusta, maka Einseman mempertentangkan kekristenan yang paulinis dengan kekristenan Yahudi di Yerusalem. 8)

    Walaupun ada kemiripan antara komuniti Qumran dengan keKristenan, semua teori di atas terus berubah. Jika pada awal penemuan naskah ini sosok Guru tergolong cukup bermisteri, kini menjadi tidak lagi setelah data-data semakin lengkap dikaji-teliti. Memang, istilah-istilah Eseni, Oseni, Natsorea, Ebiyonim, Notsrim, Hasidim, Zaddikim tampak sebagai variasi-variasi atas tema yang satu dan sama. Istilah Eseni, misalnya, berasal dari kata “osei hattorah” (mereka yang melakukan Torah).

    Jadi meskipun nama-nama itu berkaitan, tetapi semua menunjuk pada latar belakang spiritual/kerohanian bersama. Ertinya, sangat gegabah dan membabi-buta untuk waktu sekarang mencari asal-usul istilah Perjanjian Baru dari Qumran. Sebab istilah itu berakar dari pengharapan Yudaisme pada umum (banding Yeremia bab 31).

    Juga, Mengasalkan tema Injil Yohanes tentang “terang dan gelap” dari salah satu naskah Qumran (1QM) berjudul Milkamah (Perang). Naskah ini memuat “peperangan anak-anak terang dan anak-anak kegelapan.” Sebab tema gelap dan terang adalah tema umum Yudaisme, dan lagi dalam pandangan Qumran peperangan itu bersifat abadi. Sedangkan sebaliknya dalam Injil Yohanes:

    “Terang itu bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan itu tidak menguasai-Nya” (Yoh. 1:5).

    Jadi, terlalu pagi untuk menyimpulkan bahwa kekristenan berasal dari kaum Eseni di Qumran. Apalagi untuk menyimpulkan bahwa Guru Kebenaran itu Isa/Yesus sendiri.

    Kesimpulan semacam itu telah dibuat oleh 2 orang penulis polemik Muslim yang tidak berasal dari kalangan ahli atau pakar. Mereka adalah O. Hasyem dalam buku Tantangan Dari Qumran, 9) dan Saleh A. Nahdi dalam buku, Nafiri Maut dari Lembah Qumran. 10) Berdasarkan penelitian penulis lain yang belum final, antara lain Charles Francis Potter dan Duport Summer yang telah disebutkan di atas, kedua penulis Muslim ini terburu nafsu menyimpulkan bahwa ajaran Kristen adalah hasil pemalsuan dari ajaran Yesus asli. Logik mereka begini, Yesus adalah Guru Kebenaran sendiri. Padahal setelah diteliti, dalam naskah-naskah Qumran tidak ada ajaran mengenai penyaliban Yesus, Tritunggal, dan pokok-pokok ajaran Kristian lainnya.

    Dengan berlagak sebagai ahli dan ‘pakar’, kedua penulis itu juga menguraikan perbedaan-perbedaan ajaran Kristen dengan Guru Kebenaran untuk menyatakan “kepalsuan ajaran Kristen”. Padahal, Yesus jelas-jelas bukan Guru Kebenaran yang dimaksud dalam naskah-naskah Qumran itu. Masa hidup Guru Kebenaran memang terjadi sebelum zaman Kristus. Jean Danielou dalam The Dead Sea Scrolls and Primitive Christianity menulis bahwa Guru Kebenaran dari sekte Eseni di Qumran telah wafat kira-kira tahun 50 S.M.11)

    Lebih-lebih penemuan terakhir dari The Dead Sea Scrolls. Menurut hasil penelitian O’Chalagan, terta salah satu naskah berbahasa Yunani yang ditemukan di gua tujuh adalah serpihan fragmen Injil Markus 6:52-53 dan 1 Timotius 3:16.12). Bukti baru ini menunjukkan bahawa teori yang selama ini menentukan penulisan Injil Markus setelah tahun 60 akan gugur. Sebab menurut kesaksian sejarawan Yahudi, Flavius Josephus dalam Antiquities of The Jews,13) komuniti Qumran berakhir akibat serangan militer Roma pada tahun 68 Masehi.

    Jadi, Injil ini sudah ada di Qumran kemungkinan karena dibawa oleh orang-orang Kristian yang menginjil setelah cetusnya perang Yahudi tahun 66 M. Oleh kerana itu, Injil harus ditulis pada masa yang lebih awal lagi. Bahkan sudah ditemukannya fragmen Surat Paulus di Qumran, jelas telah menggugurkan teori ‘pertentangan Yakobus dan Paulus’ sebagaimana dikemukakan di atas.

    DI MANAKAH ISA AL-MASIH BERADA KETIKA BERUSIA 12 SAMPAI 30 TAHUN?

    Dari deskripsi tersebut di atas, jelas bahwa semua teori yang mencari-cari “the silent period” Yesus itu akan tinggal sebagai spekulasi cerdik belaka. Bahkan teori-teori seperti itu sebenarnya tidak akan muncul apabila kita memahami latar belakang kehidupan Yesus, “yang lahir dari seorang perempuan yang takluk kepada hukum Taurat” (Gal. 4:4).

    Mengapa Yesus ditampilkan hanya kelahiran-, usia 12 tahun dan baru ditulis lagi setelah berusia 30 tahun? Dari perspektif Yahudi, hal itu bukan hal yang aneh. Sebab menurut budaya Yahudi seorang lakI-laki baru boleh mengajar di depan muka umum hanya pada usia 30 tahun.

    Menurut hukum Yahudi, usia seorang anak digolongkan dalam 8 tahapan:

    Yeled, “usia bayi”;
    Yonek, “usia menyusu”;
    Olel, “lebih tua lagi dari menyusu”;
    Gemul, “usia disapih”;
    Taph, “usia mulai berjalan”;
    Ulem, “anak-anak”;
    Na’ar, “mulai tumbuh remaja”; dan
    Bahar, “usia remaja”. 14)
    Dari catatan tentang kehidupan Yesus dalam Injil, kita hanya membaca 3 klasifikasi usia saja yang ditulis, yaitu bayi (yeled), usia disapih (gemul), yaitu ketika Ia diserahkan di Bait Allah di hadapan Simeon dan Anna, dan remaja (bahar, 12 tahun) ketika Yesus diajak Mar Yusuf dan Sayidatina Maryam – kedua orangtuaNya – ke Yerusalem.

    Mengapa Yesus muncul pada usia 12 tahun? Karena usia 12 bagi tradisi Yahudi zaman Yesus begitu penting. Seorang anak laki-laki Yahudi harus melakukan upacara yang disebut Bar Mitzvah (anak Hukum). Menurut legenda Yahudi, pasa usia 12 tahun Nabi Musa meninggalkan rumah putri Fir’aun. Pada usia yang sama juga, Nabi Samuel menerima suara yang berisi Ilahi dan Salomo (Nabi Sulaiman) mulai menerima hikmat Allah dan Raja Yosia menerima visi reformasi agung di Yerusalem.15)

    Dalam rangkaian ritus Yahudi itu, Yesus harus melakukan ‘aliyah (naik) dan Bemah (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat). Upacara ini dilakukan pada hari Sabat, karena itu disebut juga thepilin Shabat.

    Sejak abad Pertengahan, usia Bar Mitzvah dilakukan pada usia 13 tahun.16) Menurut literatur / sastera Yahudi abad pertengahan, Sepher Gilgulim, semua anak Yahudi sejak usia 12 tahun, mulai menerima ruach (roh hikmat) dan pada usia 20 tahun ditambahkan bagi nishama (reasonable soul, “jiwa akali”).

    Mulai usia 20 tahun seseorang harus memasuki sekolah khusus Yahudi (Beyt Midrash). Sedangkan tahapan-tahapan pendidikan Yahudi sebagai berikut: Mikra (membaca Taurat) mulai usia 5 tahun, Mishna mulai usia 10 tahun, Talmud pada usia 13 tahun (zamanYesus 12 tahun); Midrash pada usia 20 tahun, dan sejak usia 30 tahun baru boleh mengajar di depan muka umum dan khalayak ramai.17)

    KESIMPULAN

    Dari tahapan-tahapan pendidikan Yahudi pada zaman Isa a.s. serta latar belakang agama dan budaya, jelas bahwa andaian-andaian dan spekulasi-spekulasi mengenai 18 tahun kehidupan Isa yang kononnya “hilang”, sama sekali tidak mempunyai landasan sejarah. Jadi, ke mana Yesus selama usia 12 sampai dengan 30? Jawaban, berdasarkan data-data Injil sendiri (Mat. 13:55; Mrk. 6:3), Yesus menjalani kehidupan seperti layaknya anak-anak Yahudi dan ia bersama keluargaNya bekerja di Nazaret sebagai tukang kayu.

    Mengapa kisah kehidupan baru dicatat setelah usia 30 tahun? Karena memang demikian lazim kehidupan orang Yahudi, sedangkan usia 12 tahun juga disinggung kerana sebagai usia Bar Mitzvah. Adanya spekulasi-spekulasi Yesus telah sampai di India untuk belajar yoga bersama guru-guru dari Timur Jauh sebenarnya adalah hanya cerita dongeng dan fiksi yang hanya menarik didengar, daripada dapat dibuktikan secara historis ataupun sebagai fakta bersejarah.

  17. Berkah Dalem…..
    Sering kita sebagai manusia entah itu dari kepercayaan apa saja masih sering mempertentangkan apa yang tersurat dengan mencari tau dimanakah Yesus pada umur 12-30 Tahun ? dan kalau ada yang mempersoalkannya biasanya akan saya berikan penjelasan dari Injil Yohanes 21 : 25 Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu….

  18. salam

    saya mau menambhkn sedikit ttg keberadaan yesus sblm 30thn
    lukas 2:21~dan ketika genap 8 hari dan Ia harus disunatkan…
    lukas 2:39-40~dan setelah semua yang harus dilakukan menurut hukum Tuhan,kembalilah mereka ke kota kediamannya yaitu kota Nazaret di Galilea.Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat,penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada padaNya.disini yesus umr 8 hari-12 ada di Nazaret
    lukas 2:41-42~tiap2 tahun orang tu Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah ketika Yesus telah berumur 12 tahun pergilah mereka Yerusalem seperti yang lazim pada hari itu.
    disini saya tekankan tiap2 tahun.Yesus adalah Anak yang taat dan berbakti jadi Ia akan selalu mengikuti tradisi itu tiap tahunnya.tdk mungkin Ia pergi merantau ke tibet
    lukas 2:47~dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasanNya dan segala jawab yang diberikanNya.
    jelas Yesus telah menguasai hukum2 Tuhan dan ketentuan Ilahi jadi tidak perlu berguru dan belajar ke negeri seberang.
    lukas 2:49~jawabNya kepada mereka “Mengapa kamu mencari Aku?tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?
    ayat ini semakin mempertegas Yesus tdk perlu pergi mencari tau ttg sosok Ilahi.
    lukas 2:51-52~lalu Ia pulang bersama sama mereka ke Nazaret dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka dan ibuNya menyimpan semua perkara itu didalam hatinya.dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia
    ayat tsb menjelaskan Yesus tdk pernah kemana.Ia ttp hidup dlm asuhan mereka(maria dan yusuf) smp Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya.
    g usah cari kemana2,alkitab menjelaskan semua.hanya kita perlu sedikit teliti dan lebih memahami isi dari kitab suci.menurut saya kitab suci kita adalah kitab sejarah,bersejarah dan komplit
    semoga membantu.

    [Dari Katolisitas: Ya, memang benar demikian, Yesus tinggal dalam asuhan Maria dan Yusuf di Nazareth antara umum 12-30 tahun. Ayat- ayat di atas memang menunjukkan demikian]

  19. jika yesus tuhan, maka berarti ada firman yang hilang antara rentang umur yesus 13-29tahun?

    • Shalom Bara,

      Anda mungkin menafsirkannya demikian, tetapi kami umat Katolik tidak mengartikannya demikian, karena Kitab Suci bagi kami bukan semata- mata buku biografi Tuhan Yesus yang ditulis oleh manusia, dengan cara penulisan yang umum dikenal manusia untuk penulisan biografi. Kitab Suci ditulis atas ilham Roh Kudus, sehingga yang tertulis di sana adalah hal- hal yang dikehendaki oleh Allah, dan bukan oleh manusia penulisnya, walaupun penulisannya melibatkan akal budi penulisnya. Jadi hal hidup Yesus usia 13- 29 tahun memang tidak dituliskan dalam Kitab Suci, bukan karena ada firman yang hilang, tetapi karena pada selang waktu itu, Tuhan Yesus yang menjelma menjadi manusia, sungguh- sungguh masuk ke dalam kehidupan keluarga, hidup bersama ibunya Bunda Maria dan ayah angkat-Nya, St. Yusuf, yang adalah tukang kayu. Dengan demikian Tuhan Yesus menguduskan kehidupan keluarga dan kehidupan pekerja.

      Dengan fakta sebagian besar kehidupan Yesus yang dilewatinya di dalam kehidupan sehari- hari sebagai pekerja ini, kita diajak untuk merenungkan bahwa di dalam kehidupan sehari- hari, dalam pekerjaan maupun keluarga kita, Tuhan Allah hadir dan menguduskannya.

      Paus Yohanes Paulus II mengajarkan tentang hal ini dalam surat ensikliknya, Laborem Exercens, (Tentang Pekerjaan Manusia):

      “Kebenaran bahwa dengan bekerja, manusia berpartisipasi di dalam pekerjaan Allah sendiri, Penciptanya, telah dinyatakan dengan begitu istimewa oleh Yesus Kristus- Yesus yang kepadanya para pendengar-Nya di Nazaret dengan tercengang berkata, “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu…? (Mrk 6:2-3) Sebab Yesus tidak hanya memberitakan Injil, tetapi pertama-tama dan paling utama menggenapi dengan perbuatan-Nya, Injil yang adalah Sabda Kebijaksanaan kekal yang telah dipercayakan kepada-Nya. Oleh karena itu, ini juga adalah “Injil tentang pekerjaan”, sebab Ia yang memberitakannya adalah juga seseorang yang bekerja, seorang pengrajin seperti Yusuf dari Nazaret (lih. Mt 13:55). Dan jika kita tidak menemukan di dalam perkataan-Nya perintah khusus untuk bekerja – tetapi malahan di satu kesempatan larangan terhadap terlalu berlebihannya kekuatiran tentang pekerjaan dan kehidupan (lih. Mt 6:25-34)- pada saat yang sama, kenyataan hidup Yesus sangat jelas menunjukkan: bahwa Ia berada di “dunia yang bekerja”, Ia mempunyai penghargaan terhadap pekerjaan manusia. Ia memang dapat dikatakan memandang dengan kasih, atas pekerjaan manusia, dan bermacam bentuk pekerjaan yang ada, dengan melihat ke dalam setiap pekerjaan itu, sebagai sebuah bentuk khusus keserupaan manusia dengan Tuhan, Sang Pencipta, dan Sang Bapa….” (Laborem Exercens, 26)

      Demikian, Bara, penjelasan saya. Memang untuk mendapatkan interpretasi yang otentik tentang Sabda Allah dalam Kitab Suci, umat Katolik tidak mengandalkan interpretasi pribadi. Interpretasi yang benar dan tepat kami peroleh dari Wewenang Mengajar Gereja, yang oleh bimbingan Roh Kudus telah memberikan Kitab Suci dalam susunannya yang ada seperti sekarang, kepada kami umat Kristiani. Selanjutnya, hal tentang asal usul Kitab Suci silakan klik di sini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Jika begitu, bagaimana kita dapat mengetahui apa yang di tulis oleh para penulis kitab dan penafsiran yang dilakukan gereja adalah ilham dari roh kudus?

        • Shalom Bara,

          Kami umat Katolik percaya kepada Kristus yang telah memberikan kuasa kepada Gereja-Nya untuk mengajar umat-Nya karena Kristus sendiri telah memberikan kuasa ‘melepas dan mengikat’ yang artinya menentukan apakah suatu ajaran iman dan moral itu bersifat mengikat atau tidak dalam kehidupan umat beriman (lih. Mat 16:19; 18:18). Kristus juga berjanji akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman (lih. Mat 28:19-20); sehingga apa yang diajarkan oleh kuasa mengajar Gereja, kami percayai sebagai sesuatu yang berasal dari ilham Roh Kudus, dan ajaran ini tidak akan sesat ataupun menghantarkan umatnya ke alam maut/ neraka, sebab Tuhan Yesus menjanjikannya sendiri kepada Rasul Petrus:

          “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:18-19)

          Dan kepada para rasul-Nya,

          “Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga…. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 18:18, 28:19-20)

          Gereja mengajarkan bahwa Kitab Suci dituliskan oleh para penulis Kitab atas ilham Roh Kudus, sehingga hanya menuliskan apa yang dikehendaki oleh Roh Kudus, dan bukan atas apa yang dikehendaki penulisnya sendiri. Namun demikian, penulisannya melibatkan akal budi dan latar belakang penulis, sehingga untuk memahaminya, diperlukan pemahaman juga atas latar belakang budaya dan gaya bahasa penulis. Harap dipahami, bahwa penulisan Kitab Suci Kristen tidak terjadi hanya dalam satu generasi tetapi dari banyak sekali generasi mulai dari sekitar tahun 1700 sebelum masehi. Hanya kemudian, pembukuannya menjadi kitab Septuaginta (yang memuat Kitab-kitab Perjanjian Lama yang menubuatkan kedatangan Kristus) terjadi pada sekitar abad ke-3 sampai abad ke-2 sebelum masehi. Kitab Septuaginta inilah yang dipergunakan oleh Kristus dan para rasul-Nya. Kitab Septuaginta/ Perjanjian Lama ini kemudian dilengkapi dengan penggenapannya di dalam diri Kristus, yang ditulis dalam Kitab Perjanjian Baru, oleh para rasul dan para murid para rasul.

          Dengan demikian, iman Kristiani mengajarkan bahwa penyampaian Sabda Tuhan kepada umat manusia, tidak melalui Kitab Suci yang turun dari langit, sebab Sabda Allah itu sendiri tidak terbatas hanya pada apa yang tertulis dalam buku. Sabda Allah itu menjelma menjadi manusia, yaitu Kristus Yesus. Sehingga penyampaiannya dan penafsirannya melibatkan orang- orang yang pernah mengalami Kristus, yaitu para rasul dan murid- murid-Nya, yang kemudian menuliskannya (Kitab Suci), ataupun mengajarkannya secara lisan (Tradisi Suci).

          Gereja-lah yang kemudian menetapkan kitab- kitab mana yang otentik- artinya benar- benar diilhami oleh Roh Kudus- untuk menjadi bagian dari Kitab Suci (yaitu pada tahun 382 oleh Paus Damasus I, dan tahun 393 melalui Konsili Hippo, tahun 397 melalui Konsili Carthage/Carthago). Sebab Sabda Allah sendiri mengatakan bahwa Gereja, yang adalah jemaat Allah yang hidup- itulah yang menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran (1 Tim 3:15). Oleh sebab Firman/Sabda Allah (yaitu Kristus sendiri, Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia- lih. Yoh 1:14) diberikan kepada Gereja, maka Gerejalah yang berhak untuk menafsirkannya. Selanjutnya, silakan anda membaca di artikel ini, jika anda ingin mengenal Kitab Suci Kristiani:

          Perkenalan dengan Kitab Suci (bagian-1)
          Perkenalan dengan Kitab Suci (bagian-2)

          Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan (bagian 3)

          Selanjutnya, kita ketahui bahwa Kitab Suci Kristiani tidak pernah mengalami proses standarisasi. Sejarah mencatat proses penyalinan Kitab Suci juga melibatkan kesungguhan dari para penyalinnya, yang sudah pernah diulas di jawaban ini [topik: Beberapa keberatan mengenai kebenaran Alkitab], silakan klik. Kenyataan bahwa secara umum, akurasi dari penyalinan ini yang terjadi dalam jangka waktu ribuan tahun, ini sendiri membuktikan campur tangan Roh Kudus. Selain itu pengajaran kitab- kitab yang ditulis atas ilham Roh Kudus ini juga dikutip oleh banyak Bapa Gereja (yaitu para penerus rasul) sepanjang sejarah Gereja. Ajaran-ajaran ini tidak bertentangan satu sama lain, melainkan saling mendukung dan melengkapi; ini juga adalah salah satu tanda karya Roh Kudus yang ciri utamanya adalah mempersatukan. Sedangkan tulisan- tulisan yang tidak diilhami Roh Kudus dapat mengandung ajaran yang saling bertentangan, dan tidak mendukung satu sama lain.

          Jika kita mengetahui tentang prinsip penulisan dan penafsiran Kitab Suci, maka kita akan memahami bahwa tidak mungkin Kitab Injil itu dipalsukan, seperti yang pernah ditanyakan [Apakah Injil dipalsukan Paulus?] dan pernah kami tanggapi di sini, silakan klik.

          Demikianlah Bara, yang dapat kami tuliskan untuk menanggapi pertanyaan anda. Semoga dapat menjadi masukan juga buat anda.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

           

  20. hmm…sampai sekarang, saya tidak tahu seberapa pentingnya mengetahui kehidupan Tuhan Yesus 12-30 tahun…Bagi, saya yang terpenting adalah ajaranNya itu sendiri…Memang menarik membaca ‘kisah-kisah’ kehidupan ‘orang’ tertentu tapi rasanya, bagi saya yang Yesus adalah Tuhan, hmm, saya lebih tertarik untuk memahami ajaran2Nya…
    Tapi, saya percaya, dia menjalani kehidupan sebagaimana seorang yahudi di masanya saat itu…Dan ‘membaca’ di alkitab bagaimana Tuhan Yesus mengajar dan melaksanakan misinya, saya bisa membayangkan bimbingan Roh Kudus langsung ataupun melalui BundaNya benar2 ‘berhasil’…Jadi semua yang telah dipaparkan ibu Ingrid, saya pun mendukung dan setuju…
    Lagipula, saya kira, injil itu tidak semata2 menjelaskan setiap detail kehidupan Tuhan Yesus tapi lebih kepada ajaran2Nya…dan kalau buat saya pribadi, sih, memang itu yang penting…karena bagi saya, injil itu berbeda dengan biografi…(sama ketika saya membaca kisah2 santo santa…detail2 memang menyenangkan tapi saya lebih suka membaca intisari kisah mereka yang menunjukan kecintaan mereka akan Bapa…tidak perlu detail…yang penting, pesan pentingnya sampai ke hati …)

  21. Dapat kutipan dari Facebook Gereja Katolik

    Injil seolah-olah membisu mengenai kehidupan Yesus sebelum pelayananNya di muka umum.Namun demikian,justru hal ini mengajarkan kita 3 hal: keheningan, pentingnya kehidupan di rumah, dan bekerja penuh ketertiban seperti yg ditunjukkan oleh Sang Putra pengrajin kayu.(bdk KGK No.533)
    -In Obsequio Jesu Christi-

    [dari Katolisitas: Terima kasih atas tambahan ini]

  22. Salam Damai Kristus sdr/i. Fidelis,

    Saya hanya menambahkan yang disampaikan oleh Ibu Ingrid tentang keberadaan Yesus pada usia 12-30 tahun. Jawabannya tidak akan sekeren dan seheboh yang anda duga karena pada usia 12-30 tahun tersebut Yesus berada di Israel. Lalu anda bertanya apa buktinya???

    Buktinya tentu saja ada di Injil. Perhatikan ayat-ayat berikut :

    Yoh 7:14 Waktu pesta itu sedang berlangsung, Yesus masuk ke Bait Allah lalu mengajar di situ.
    Yoh 8:2 Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka.
    Luk 19:47 Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia,
    Luk 20:1 Pada suatu hari ketika Yesus mengajar orang banyak di Bait Allah dan memberitakan Injil, datanglah imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta tua-tua ke situ.
    Yoh 18 : 20 Jawab Yesus kepadanya: “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi.

    Disitu jelas-jelas tertulis Yesus mengajar di Bait Allah dan tidak sembarangan orang bisa mengajar di Bait Allah. Hanya mereka yang memperoleh pendidikan yang tinggi dalam hal taurat yang boleh mengajar di Bait Allah. Bahkan orang-orang Farisi tidak berani melarang Yesus untuk mengajar di Bait Allah.

    Selanjutnya perhatikan ayat berikut :

    Yohanes 8:3-4
    8:3 Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.
    8:4 Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.

    Para ahli taurat dan orang Farisi menyebut Yesus dengan sebutan Rabi. Jabatan Rabi hanya boleh disebutkan untuk seseorang yang sudah menempuh pendidikan taurat yang tinggi bahkan tertinggi. Ahli-ahli taurat dan orang Farisi yang datang kepada Yesus menyebut dia Rabi berarti pendidikan Yesus lebih tinggi daripada mereka atau juga setingkat. Bila anda mencari di Injil maka berkali-kali Yesus disebut Rabi.

    Jadi gelar Rabi dan hak untuk mengajar di Bait Allah diperoleh dengan cara menempuh pendidikan seperti halnya gelar Sarjana S1, S2, S3 pada masa modern ini.

    Kitab Suci bicara tentang asal mula Yesus yaitu “….yang lahir dari seorang perempuan yang takluk kepada hukum Taurat” (Galatia 4:4).

    Jadi Yesus juga menghadapi ketentuan dan pendidikan dari hukum taurat. Dari search google saya menemukan bahwa pendidikan pada masa Yesus adalah sebagai berikut (Copy Paste):

    Tahapan-tahapan pendidikan Yahudi adalah sebagai berikut: MIQRA (membaca Taurat) mulai usia 5 tahun, MISHNA mulai usia 10 tahun, TALMUD pada usia 13 tahun (zaman Yesus 12 tahun); MIDRASH (madarasah) pada usia 20 tahun, dan sejak usia 30 tahun baru boleh mengajar di depan umum.
    Mulai usia 20 tahun tersebut seseorang harus memasuki sekolah khusus Yahudi (BET MIDRASH) dan mereka yang mau melanjutkan sekolah theology, boleh memasuki pendidikan keimaman/ pengajar Taurat. Pendidikan imam Yahudi berlangsung kurang lebih 10 tahun. Mulai dari jabatan imam pendamping, imam muda, hingga imam kepala.

    Jadi berdasarkan hal tersebut dan juga diperkuat dengan ayat-ayat di kitab suci maka disimpulkan bahwa pada usia 12-30 tahun Yesus tidak kemana-mana tetapi menempuh pendidikan di Israel sehingga Ia meraih gelar Rabi yang merupakan gelar pendidikan tertinggi di Israel.

    Maka Yesus tidak pernah jalan-jalan ke tibet dan bila ada makamNya disanapun saya rasa juga tidak masuk akal. Ada perintah “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” Karena itu mari kita menggunakan akal budi kita sebagai berikut :

    “Apakah masuk akal dan budi apabila Yesus menghabiskan masa hidupnya di tibet, hidup bahagia bersama Maria Magdalena, beranak cucu, sementara murid-muridnya bekerja keras memberitakan kabar Injil disertai kabar kebangkitan dan kenaikan Nya ke Surga dan karena kabar ini para murid di salib, dicincang, dipenggal, dikuliti, ditombak dan menjadi martir????” Saya akan bilang “Yesus macam apa dia ini yang membiarkan murid-muridnya tewas terbunuh dan ia hidup bahagia selama-lamanya seperti dongeng-dongeng cinderela.”

    Tentu tidak masuk dalam akal dan budi kan……

    Demikian penambahan dari saya dan semoga berguna dan menjawab pertanyaan dari sdr/i Fidelis.
    TUHAN memberkati.

    Banyak-banyak Salam Dalam Kristus Tuhan,
    Bernardus Aan

    • Shalom Bernardus Aan,

      Sebelum menanggapi komentar anda, saya ingin menyampaikan terlebih dahulu ajaran Magisterium Gereja Katolik tentang pengetahuan yang ada dalam diri Yesus. Yang pertama, dalam kodrat-Nya sebagai Allah, maka Yesus mempunyai pengetahuan yang sama dengan pengetahuan Allah Bapa. Sedangkan dalam kodrat-Nya sebagai manusia, ia mempunyai tiga jenis pengetahuan, yaitu 1) pengetahuan yang diperolehnya dari pengalaman (acquired knowledge), 2) pengetahuan yang ditanamkan dari Allah (infused knowledge) seperti halnya yang ada pada para malaikat, namun tentu, Kristus memilikinya dengan kesempurnaannya; dan 3) pandangan kesempurnaan surgawi (beatific vision) di mana Kristus selalu berada di dalam kesatuan dengan Bapa-Nya. Silakan membaca pengertian tentang ketiga hal tersebut di artikel ini, silakan klik.

      Sebagai seorang manusia yang sempurna, Kristus mempunyai juga pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman (acquired knowledge) walaupun Ia sudah mengetahui segala sesuatunya dengan sempuna sejak awal mula penjelmaan-Nya sebagai manusia, melalui infused knowledge dan beatific vision. Dengan pengertian ini, sebenarnya Yesus tidak perlu belajar dari siapapun tentang kitab Taurat maupun pengetahuan hal- hal lainnya, sebab Ia telah menerima pengetahuan itu dalam kesempurnaannya dari Allah Bapa sendiri. Namun Ia tetap tunduk dan menerima pengajaran dari Bunda Maria dan St. Yusuf, karena apa yang telah diketahui-Nya itu kemudian dialaminya sendiri sebagai manusia, dan dalam hal ini dikatakan dalam Kitab Suci, bahwa Ia bertambah dalam hikmat pengetahuan (lih. Luk 2:52).

      Maka, pandangan anda bahwa Yesus pernah belajar di sekolah pendidikan untuk menjadi Rabbi nampaknya tidak cukup didukung oleh ayat- ayat Kitab Suci, sebab ayat- ayat itu tidak menunjukkan secara eksplisit bahwa Yesus pernah mengenyam pendidikan sekolah Rabbi. Ayat- ayat yang anda sebutkan tidak ada satupun yang mengatakan demikian, itu adalah kesimpulan yang dihubungkan dengan fakta bahwa pada saat itu tidak banyak orang dipanggil menjadi Rabbi, dan karena Yesus dapat mengajar di Bait Allah, seperti halnya seorang Rabbi.

      Demikian tanggapan dari pembimbing Teologis situs Katolisitas, Dr. Lawrence Feingold. STL:

      “The Gospels give us absolutely no evidence that Jesus studied in any kind of rabbinical school. For this reason, people were amazed at His teaching, first when He was 12 in the Temple, and then when He first preached in Nazareth in the synagogue. However, He certainly was literate, for He read from the Torah in the synagogue. I assume that, with regard to acquired knowledge of the Torah, He would have been taught in the home by Mary and Joseph. Obviously, He would have had that knowledge already in a higher way through infused knowledge and the beatific vision.
      He was called rabbi, I presume, because, during His public ministry, He became a teacher of others with disciples following Him, and not because He had a degree from a rabbinical school or followed the teaching of another, such as was the case with Paul who followed Gamaliel.”

      Terjemahannya, [kata- kata dalam kurung adalah tambahan penjelasan dari saya]:

      “Kitab- kitab Injil sama sekali tidak memberikan bukti bahwa Yesus telah belajar di sekolah Rabbinikal manapun. Untuk alasan ini, maka orang- orang tercengang pada pengajaran-Nya, yaitu pertama ketika Ia berusia 12 tahun [saat Yesus hilang dan diketemukan kembali] di Bait Allah, dan kemudian ketika Ia pertama kami berkhotbah di Nazaret di sinagoga. [Jika Ia pernah belajar menjadi rabbi, tentu orang- orang tidak perlu tercengang, sebab sudah biasa ada rabbi yang pandai mengajar]. Namun demikian, Ia [Yesus] adalah seseorang yang terpelajar/ tidak buta huruf, sebab Ia membaca kitab Taurat di sinagoga. Saya mengasumsikan bahwa sehubungan dengan pengetahuan yang diperolehnya (acquired knowledge) tentang kitab Taurat, Ia memperolehnya di rumah dari pengajaran Bunda Maria dan St. Yusuf. [Namun] jelas, Ia telah mempunyai pengetahuan tersebut dalam tingkatan yang lebih tinggi melalui pengetahuan yang ditanamkan dari Allah (infused knowledge) dan pandangan kesempurnaan surgawi (beatific vision). Ia disebut Rabbi, saya kira karena, sepanjang pelayanan publik-Nya, Ia menjadi guru dari banyak orang dengan para murid yang mengikuti Dia, dan bukan karena Ia memperoleh gelar dari sekolah Rabbi atau mengikuti pengajaran dari orang lain, seperti halnya Rasul Paulus yang mengikuti [Rabbi] Gamaliel.”

      Dengan prinsip yang sama, maka tidak masuk akal jika sebelum masa pelayanan-Nya Yesus berada di Tibet untuk belajar kebatinan di sana. Tulisan- tulisan macam itu baru dituliskan di abad- abad akhir ini, contohnya yang ditulis oleh Nicolas Notovitch 1894, (demikian juga tulisan yang mengatakan bahwa kubur Yesus ada di Tibet), yang ditulis kemungkinan untuk menyudutkan iman Kristiani. Namun jelas iman kita memiliki bukti yang lebih otentik sebab dituliskan atas dasar fakta dan bukan legenda. Fakta bahwa Yesus benar- benar wafat dan bangkit dari kematian itu diteguhkan oleh banyak saksi mata, yaitu lebih dari 500 orang, seperti yang ditulis dalam 1 Kor 15:6. Para saksi mata kebangkitan Yesus pada waktu surat itu dituliskan (tahun 56-57) ada yang masih hidup, sehingga dapat mengkonfirmasi pernyataan Rasul Paulus. Menarik untuk disimak, bahwa tulisan- tulisan yang menentang kebangkitan Yesus (misalnya menyatakan bahwa mereka menemukan kubur Yesus, dst) ditulis di abad- abad sesudahnya. Mengapa? Sebab jika ditulis pada saat yang sama dengan jaman Rasul Paulus, maka tulisan itu sudah pasti diprotes oleh para saksi mata yang masih hidup pada saat itu! Maka fakta sejarah yang menunjukkan bahwa ketiadaan tulisan yang menolak kebangkitan Yesus di abad- abad awal, itu sendiri merupakan bukti yang kuat, bahwa memang kebangkitan Yesus sungguh terjadi. Orang dapat saja menulis hal sebaliknya di abad- abad akhir ini, tetapi itu hanya berdasarkan perkiraan sendiri atau legenda, tetapi tidak berdasarkan fakta yang terjadi pada saat kejadian itu terjadi.

      Demikian pandangan kami atas komentar anda, semoga dapat menjadi masukan yang berguna bagi anda. Semoga kita semua menjadi semakin selektif untuk membaca dan memilah, akan informasi mana yang lebih setia dengan kebenaran dan ajaran Gereja Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Salam Dama Kristus Ibu Ingrid,

        Terimakasih atas informasinya. Memang bahwa pengetahuan Yesus tidak perlu di ragukan karena Ia adalah pusat dari segala pengetahuan karena Ia adalah YHWH Yang Menyelamatkan.

        Memang klo membaca tulisan yang saya kemukakan maka sepertinya Yesus mendapatkan pengetahuanNya melalui proses belajar tetapi yang sebenarnya yang saya soroti bukan hal tersebut. Tetapi yang saya soroti adalah Yesus bisa mengakses Bait Allah dimana tidak sembarangan orang boleh mengajar di Bait Allah.

        Jadi apabila menurut taurat anak-anak harus diajar taurat seperti pada tahapan yang saya copy paste maka saya yakin Yesus meskipun dia adalah Pemberi Taurat karena Ia adalah Firman itu sendiri, akan menundukkan diri dibawah hukum tauratNya. Bukankah Ia berkata pada BundaNya waktu perkawinan di Kana “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” Bukankah ketentuan tradisi Yahudi orang boleh mengajar pada usia 30 tahun sedangkan saat itu Yesus baru 29 tahun….????

        Jadi sebenarnya yang ingin saya kemukakan adalah Yesus mengikuti tahapan-tahapan tersebut agar Ia bisa mengajar di Bait Allah selain juga di bukit dan di sungai sehingga pengajaranNya bisa sampai disemua kalangan termasuk Nikodemus.

        Hal ini berbeda dengan Yohanes Pembabtis meskipun ia banyak pengikutnya tetapi ia tidak pernah mengajar di Bait Allah karena memang tidak bisa mengakses ke situ. Adakah Yohanes Pembabtis juga di sebut Rabi karena mempunyai banyak sekali murid? Sama sekali tidak ada bukti di Injil bahwa Yohanes pembabtis di sebut para muridnya sebagai Rabi.

        Jadi apakah Ibu Ingrid bisa membantu saya akan pertanyaan saya sebagai berikut :

        1. Siapa sajakah dan dengan latar belakang apakah yang berhak mengajar di Bait Allah pada jaman Yesus Kristus hidup?

        2. Siapa sajakah dan apa syarat di sebut Rabi pada jaman Yesus hidup?

        Jika bisa mendapatkan jawaban di atas maka saya akan berterimakasih sekali.

        TUHAN memberkati ibu Ingrid dan tim Katolisitas.

        Banyak-banyak Salam dalam Kristus Tuhan,
        Bernardus Aan

        • Shalom Bernardus Aan,

          Nampaknya kita harus menerima terlebih dahulu di sini bahwa Kitab Suci tidak pernah secara eksplisit mengatakan bahwa Yesus pernah belajar tentang Taurat dari para ahli- ahli Farisi, dan karena itu Ia dipanggil sebagai “Rabi”. Rabi memang sebutan bagi guru Taurat di kalangan orang Farisi, dan para Rabi ini menuntut ketaatan absolut dari para muridnya. Hal ini sendiri ditentang oleh Tuhan Yesus (lih. Mat 23:7-8), sebab Ia tidak menginginkan para murid-Nya memperoleh gelar/ sebutan yang umumnya diberikan kepada guru ahli Taurat.

          Maka, kita mengetahui bahwa Yesus, meskipun Ia mengetahui hukum Taurat, Ia tidak menggantungkan pengajaran-Nya semata- mata dari hukum Taurat, seperti para Rabi. Dengan demikian, kita mengetahui pemahaman Kristus akan hukum Taurat, juga tidak sama dengan pemahaman para Rabi tersebut. Oleh sebab itu, karena sama- sama tidak disebutkan secara eksplisit dalam Kitab Suci (apakah Dia belajar dari para ahli Taurat, ataukah Ia menerima pengetahuan tentang Taurat itu dari Bunda Maria dan St.Yusuf, disamping pengetahuan-Nya sendiri yang sudah sempurna tentang Taurat itu) maka lebih logis untuk menerima bahwa Yesus menerima pengetahuan itu dari Bunda Maria dan St. Yusuf. Sebab di Injil Matius dituliskan, “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka.” (Luk 2:51), sedangkan Injil tidak pernah menuliskan apapun tentang kemungkinan Yesus belajar dari para ahli Taurat, yang kemudian malah dikecam oleh Yesus (lih. Luk 11:46, 52).

          Jadi bahwa Yesus kemudian disebut sebagai ‘Rabi’, ini menjadi menarik untuk disimak, karena ini berarti Yesus diakui sebagai guru, baik oleh para murid- murid-Nya sendiri, maupun dari kalangan bukan murid-Nya. Walaupun kita tak pernah dapat mengetahui secara persis sebabnya, karena tak secara eksplisit tertulis dalam Kitab Suci, kita dapat mengetahui bahwa kemungkinan Kristus diakui sebagai guru dan Rabi karena Ia mengajar orang banyak dengan penuh kuasa (lih. Luk 4:32), dan dengan melakukan banyak mujizat yang belum pernah dilakukan oleh para nabi sekalipun, bahkan membangkitkan orang mati (lih. Luk 7:16, Yoh 11:47-48). Kuasa mengajar dan melakukan banyak mujizat dalam nama-Nya sendiri inilah yang membuat orang takjub kepada-Nya (lih. Mat 13:54; Mrk 6:2; Yoh 9:32-33).

          Jadi nampaknya memang ada kekecualian dalam hal ini. Walaupun Yesus tidak mengenyam pendidikan di sekolah Taurat, namun Ia mempunyai pengetahuan yang sempurna karena kodrat-Nya sebagai Allah, sehingga Ia memahami keseluruhan hukum Taurat. Pemahaman ini, ditambah lagi dengan karismanya mengajar dengan penuh kuasa dan melakukan mujizat- mujizat, yang bahkan tidak dapat dilakukan oleh para Rabi/ ahli Taurat lainnya, menyababkan Kristus dihormati sebagai guru, dan dipanggil juga sebagai ‘Rabi’. Jadi memang benar tidak sembarang orang dapat mengajar di Bait Allah di jaman Yesus hidup. Benar bahwa seseorang yang mempunyai banyak murid, seperti Yohanes Pembaptis, belum tentu dapat langsung disebut Rabi. Sebab Yohanes Pembaptis-pun tidak dicatat dalam Injil sebagai pengajar ataupun yang melakukan bermacam mujizat dengan penuh kuasa Allah. Yang utama dilakukan oleh Yohanes Pembaptis adalah menyerukan pertobatan, membaptis, dan memberitahukan orang- orang akan kedatangan Mesias. Maka benar bahwa yang disebut ‘Rabi’ umumnya adalah orang- orang yang mempelajari Taurat dalam sekolah Rabinikal Yahudi. Namun nampaknya Yesus adalah kekecualiannya, dengan alasan- alasan yang telah disebutkan di atas.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Salam Damai Kristus bu Ingrid,

            Wah..sungguh menarik pembahasan Yesus berusia 12 s.d. 30 tahun. Memang tidak secara explisit Injil menyebutkan bahwa Yesus belajar dari para Rabi. Dan seperti yang saya tuliskan sebelumnya bahwa tanpa bersekolah di sekolah Rabinic pun saya percaya bahwa Yesus menguasai taurat karena DIA ADALAH PEMBERI TAURAT itu sendiri.Tetapi bukankah Injil sendiri tidak secara explisit juga menjelaskan bahwa Yesus Kristus tidak bersekolah disekolah taurat??? Jika ada pasti kita sudah menemukan ayatnya. Seperti yang saya sebutkan pada tulisan sebelumnya bahwa Yesus bersekolah disekolah Yahudi bukan untuk belajar taurat tetapi karena Ia menunjukkan ketaatan kepada Bapa lewat ketaatan pada ketentuan hukum taurat secara penuh seperti ketaatannya pada saat dibabtis oleh Yohanes Pembabtis. Dan dengan ketaatannya dalam menempuh pendidikan maka Ia memperoleh gelar Rabi dan mendapatkan akses untuk mengajar di Bait Elohim sehingga pengajarannya diterima juga oleh kalangan Yahudi terpelajar.

            Beberapa landasan pemikiran akan kemungkinan Yesus taat pada sistem pendidikan taurat adalah sebagai berikut :

            Pertama :
            Bunda Maria adalah suatu bentuk ketaatan sempurna kepada Elohim dan menurut beberapa Injil Apokrif, Sang Theotokos menghabiskan masa kecil dan remajanya di Bait Elohim. Dia berhubungan dekat dengan Bait Elohim karena ia mempunyai saudara yang bernama Elizabet yang adalah keturunan Harun yang bersuamikan Zakharia seorang Imam dari rombongan Abia (Lukas 1:5-25). Jika Elizabet yang keturunan Harun adalah saudaranya maka bukanlah tidak mungkin bahwa Sang Theotokos adalah keturunan dari Harun dari suku Lewi. Saking dekatnya dengan Elizabet sehingga meskipun mengandung Sang Theotokos pun mengunjungi Elizabet saudaranya. Ketika Maria berkunjung Elizabet dipenuhi Roh Kudus dan menyampaikan Salam kepada Sang Theotokos serta mengirimkan Pujian bagi SANG PUTERA yang ada dikandungan. Dengan demikian Elizabet mengetahui identitas SANG PUTERA. Dengan latar belakang Sang Theotokos yang sangat dekat dengan Bait Elohim maka ada kemungkinan SANG PUTERA dibesarkan dengan menempuh pendidikan sesuai dengan hukum taurat.

            Kedua :
            Mari kita lihat ayat berikut :
            Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya (Lukas 2:46-48).

            Ayat ini adalah ayat yang menunjukkan bahwa semenjak kecil Yesus Kristus sudah memiliki kecerdasan dan pengetahuan Ilahi. Hal itu membuat para Alim Ulama terheran-heran. Yesus tidak hanya memberikan pertanyaan dan jawaban tetapi juga mendengarkan mereka. Nah…… melihat kecerdasan Yesus tersebut apakah tidak mungkin para Alim Ulama tersebut berniat untuk mengajar Yesus bukankah mendapatkan murid yang pandai adalah idaman setiap guru. Apakah ketika Sang Theotokos dan Santo Yusuf menjemput Yesus para Alim Ulama ini tidak berkata apapun pada mereka? Atau apakah mereka berkata kepada orang tua jasmani SANG PUTERA untuk menyekolahkan dia kejenjang yang sangat tinggi dengan melihat bakat-bakat Yesus?? Juga perhatikan ayat berikut : Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Lukas 2:49). Bukankah dengan kalimat ini ada kemungkinan bahwa Yesus sesudah remaja ia sering ke Bait Elohim.Melihat kemungkinan-kemungkinan diatas maka ada kemungkinan juga bahwa Yesus juga menempuh pendidikan seperti anak-anak Yahudi pada umumnya.

            Ketiga :
            Ketika Yesus mengajar di Bait Elohim Nazaret orang-orang tidak percaya padanya meskipun mereka terheran-heran akan pengajarannya. Ayat tersebut tertulis sebagai berikut :
            “Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: “Bukankah Ia ini anak Yusuf?” (Lukas 4:22).”

            Terlihat pada ayat diatas mereka tidak mengetahui kecerdasan Yesus sehingga mereka terheran-heran sama seperti para Alim Ulama di Bait Elohim yang terheran-heran melihat kemampuan Yesus pada saat Yesus berusia 12 tahun. Hal tersebut membuktikan bahwa Yesus jarang atau malah tidak pernah bergaul dengan mereka. Tetapi bagaimana mungkin bukankah Yesus juga hidup di Nazaret bersama mereka? Seberapa luaskah Nazaret dan berapakah penduduknya? Jadi ada beberapa kemungkinan kenapa hal tersebut bisa terjadi yaitu :
            1.Yesus tidak pernah bergaul dengan mereka
            2.Yesus tidak hanya menghabiskan masa mudanya di Nazaret tetapi juga didaerah lain sehingga orang Nazaret tidak mengenal kemampuanNya.
            Jika kita memilih jawaban no. 1 adalah tidak mungkin karena berdasarkan pengalaman Yesus usia 12 tahun maka Yesus pastilah menghabiskan waktu bersama dengan para Imam di Nazaret. Yesus bukanlah orang kuper. Jadi kemungkinan terbesar adalah yang kedua yaitu meskipun masih dibawah asuhan orangtuanya Ia sering meninggalkan daerahnya. Kemungkinan besar pada usia yang di tentutak oleh taurat Ia menjalani pendidikan disekolah Nazzaret dan Yerusalem. Bukankah sambil sekolah Ia juga bisa bekerja.

            Keempat :
            Nah…yang keempat ini saya memakai ayat yang dipakai oleh Ibu Ingrid yaitu dari Lukas 11:43-54 dimana Yesus mencela “cara hidup” orang Farisi. Jadi Yesus tidak mencela hukum Taurat karena bila Ia mencela Taurat maka Ia mencela diriNya sendiri yang adalah Pemberi Hukum tetapi Ia menggenapinya. Yesus mencela cara hidup Orang Farisi. Yesus memang Maha Tahu tetapi orang Farisi tidak lah tahu bahwa Yesus adalah Maha Tahu. Jika pada percakapan normal maka orang Farisi pasti berkata pada Yesus bahwa “Engkau memfitnah kami.” Tetapi tidak ada satupun ayat yang menunjukan bahwa mereka menuduh Yesus menfitnah mereka. Ini berarti Yesus memang bergaul dengan mereka dan mengetahui apa kelemahan mereka sehingga mereka tidak bisa menyangkal. Orang munafik akan menyangkal apa yang dituduhkan kecuali kalau yang menuduh benar-benar tahu kehidupan mereka. Pertanyaannya adalah kapan Yesus bergaul dekat dengan kaum Farisi?? Jawabannya tentu saja kemungkinan pada saat bersekolah di BET MIDRASH.

            Mohon tanggapannya sekali lagi Ibu Ingrid terhadap lamdasan pemikiran yang saya utarakan.

            Terimakasih dan TUHAN memberkati.

            Banyak-banyak salam dalam Kristus Tuhan.

          • Shalom Bernardus Aan,

            Ini adalah jawaban saya yang terakhir untuk anda, mengingat kita sudah berdiskusi lebih dari 2 kali putaran. Harap diketahui bahwa yang kita diskusikan di sini merupakan sesuatu yang tidak secara definitif ditentukan oleh Magisterium. Namun alangkah baiknya jika pandangan yang kita pegang mempunyai dasar dari yang sudah ditetapkan oleh Magisterium dan bukan semata dari Injil- injil Apokrif. Sebab, injil- injil Apokrif itu sendiri tidak dapat dibuktikan keotentikannya, sehingga kita tidak dapat mengandalkan tulisan- tulisan tersebut sebagai dasar kebenaran.

            Tentang alasan mengapa orang banyak heran tentang pengetahuan dan hikmat kebijaksanaan Kristus ketika pertama kali Ia mengajar di hadapan umum, hal itu nampaknya bukan disebabkan karena Yesus tidak bergaul dengan sesama orang Nazaret, tetapi karena dalam kehidupan di Nazaret, mereka mengenalnya sebagai tukang kayu, seperti ayahnya Yusuf, dan bukan sebagai pengajar ataupun pengkhotbah. Itulah sebabnya ketika Ia pertama kali tampil di hadapan umum di Nazaret, pada saat ia membacakan teks dari nabi Yesaya dan mengajar di rumah ibadat, para pendengar-Nya menjadi terheran- heran (lih. Luk 4: 16-30).

            Anda benar bahwa sebagai anak manusia, Yesus dapat saja belajar menuntut ilmu, termasuk pengetahuan tentang hukum Taurat. Namun demikian, bukan berarti Ia harus belajar di sekolah Farisi, melainkan pengetahuan itu dapat pula diperolehnya dari Bunda Maria dan St. Yusuf. Sebab adalah hal yang umum di keluarga Yahudi, jika orang tua mengajar anak- anak mereka, terutama mengenai hal iman. Ul 4:9 dan 11:19, memuat perintah Allah agar para orang tua mengajarkan tentang hukum- hukum Allah kepada anak- anak mereka. Gal 4:4, menyebutkan ketaatan Bunda Maria kepada hukum Taurat, yang mensyaratkan terlebih dahulu bahwa ia memahami hukum itu, sebelum menaatinya.

            Jadi, daripada berspekulasi apakah Yesus belajar dari para ahli Taurat di Bet Midrash, lebih baik kita memegang faktanya saja, bahwa Yesus memang memahami hukum Taurat, dan tidak menjadi terlalu penting, darimanakah Ia mempelajarinya sebagai manusia. Sebab di dalam kodrat-Nya sebagai Tuhan, Yesus tidak perlu belajar dari siapapun tentang hukum Taurat itu, sedangkan dari kodrat-Nya sebagai manusia, kemungkinan memang Ia menerima pengajaran dari orang lain, dan dalam hal ini, pertama- tama, Ia memperoleh pengajaran itu dari Bunda Maria dan Yusuf yang mengasuh-Nya, sebab demikianlah yang kita ketahui dari Kitab Suci (Luk 2:51). Memang spekulasi selalu saja dapat dilakukan, tetapi nampaknya dasar pemikiran yang menganggap bahwa Yesus pernah belajar di sekolah Farisi itu sendiri kurang kuat dasarnya, sebab nyatanya Yesus sendiri nyaris tidak dikenal di kalangan kaum Farisi, terbukti pada saat Ia dihukum mati, tidak ada orang Farisi yang menyatakan ‘pernah mengenali-Nya’ sebagai salah seorang dari kalangan mereka. Siapa gurunyapun (jika benar Ia pernah belajar di sekolah Farisi) tidak pernah dinyatakan dalam Kitab Suci, tidak seperti Rasul Paulus yang ditulis dalam Kitab Suci sebagai murid dari Gamaliel (lih. Kis 22:3). Yang dicatat dalam Kitab Suci, malah sebaliknya, kaum Farisi segan pada Yesus, dan jika ada salah seorang dari mereka (yaitu Nikodemus) yang ingin belajar dari Yesus, malah harus menemui Yesus pada waktu malam hari (lih Yoh 3), demi menghindari pengamatan kaum Farisi lainnya.

            Demikian, Bernardus Aan, saya tutup diskusi tentang hal ini. Mohon maaf saya tidak dapat meneruskan diskusi yang didasari atas argumen yang didasari atas tulisan dari kitab- kitab Apokrif, yang belum dapat dibuktikan ke-otentikannya, ataupun atas dasar spekulasi, yang juga tidak tertulis secara eksplisit di Kitab Suci.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

             

          • Syalom saudaraku Bernardus Aan,

            Sebenarnya saya cukup heran, kenapa harus dibicarakan tentang pengetahuan YESUS akan hukum – hukum taurat dan kedekatanNYA dengan orang – orang Farisi. Toh hal itu ya menjadi urusan YESUS sendiri yang menurut saya tidak perlu dibahas.

            Yesus yang adalah Tuhan diatas SEGALA Tuhan, tentunya dia adalah MAHA TAHU. Jadi ketika Yesus di duniapun, dia sudah mengetahui segala hukum, entah hukum taurat sampai UUD 1945pun dia tahu. jadi bukan urusan kita lagi. Sedangkan Tuhan Yesus mau dekat dengan orang farisi atau teleport ke cina untuk ngomong – ngomong ke raja dari dinasti han, ya itu juga bukan urusan kita. Yang perlu kita tahu adalah bahwa YESUS adalah Tuhan dan Dia menunjukkan ketaatan yang sempurna.TITIK

            Tuhan Yesus memberkati & Bunda Maria menuntun anda pada putraNYA

          • Shalom Budi,

            Untuk lebih memahami kisah Injil, setiap orang dapat saja mempertanyakan sesuatu demi memperoleh pemahaman yang lebih baik. Mungkin inilah maksud Bernardus Aan dalam mempertanyakan apakah kiranya Tuhan Yesus pernah belajar di sekolah Rabbinikal/ Farisi.

            Saya telah menanggapi pandangan tersebut dalam jawaban di atas. Namun pandangan anda yang mengatakan “Sedangkan Tuhan Yesus mau dekat dengan orang farisi atau teleport ke cina untuk ngomong – ngomong ke raja dari dinasti han, ya itu juga bukan urusan kita….” juga nampaknya kurang berdasar, walau mungkin anda pikir tidak perlu dipersoalkan. Jika kita membahas suatu topik tertentu, tentu saja kita dapat berandai- andai, namun jika maksudnya adalah untuk semakin memahami, tentu pengandaian kita harus mempunyai dasar yang kuat. Maka komentar di atas yang bernada ‘seloroh’ juga nampaknya tidak perlu, sebab itu seolah- olah menganggap kisah hidup Yesus seperti semacam dongeng seribu satu malam. Ini tentu tidak sesuai dengan pesan Injil. Namun demikian, anda benar, bahwa pada akhirnya Injil mengajarkan kepada kita tentang ketaatan Kristus yang sempurna, yang mencapai puncaknya pada pengorbanan-Nya di kayu salib.

            Demikian tanggapan saya. Semoga kita semua dapat semakin memiliki penghormatan terhadap apa yang disampaikan dalam Injil suci, dan dengan demikian semakin mengenal, menghormati dan mengasihi Kristus Tuhan kita.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Syalom Bu Ingrid,

            Ooooo maksudnya begitu, hm saya pribadi mohon maaf kalau terkesan ‘seloroh’, karena terkadang saya ‘jengkel’ akan hal – hal seperti ini yang menggunakan ‘berandai – andai’ dimana pada ahkirnya akan dimanfaatkan oleh si iblis untuk mengacaukan pikiran kita. Sehingga ahkirnya muncul pengertian alkitab yang berbeda – beda dan menjurus ke arah perpecahan gereja.

            Hm jadi saya harap Bu Ingrid bisa mengerti ‘kejengkelan’ ini. Terima kasih untuk mengingatkan saya akan penghormatan apa yang sudah disampaikan di Injil

            Tuhan Yesus memberkati & Bunda Maria selalu menuntun anda pada putraNYA

          • Salam Damai Kristus bu Ingrid,

            Terimakasih atas kesempatan diskusi ini dan saya mengambil kesimpulan dari diskusi yang ada disini bahwa masa 12-30 tahun ini entah itu Yesus dididik oleh kedua orangtuanya ataupun spekulasi dia belajar disekolah Rabinik, sama-sama menunjukkan pengajaran tentang KETAATAN KRISTUS akan BAPANYA.

            Untuk itu sama seperti Yesus taat pada BAPA SURGAWI maupun kepada kedua orangtuanya (dengan mendengarkan didikan mereka), maka kita juga harus berusaha untuk taat seperti yang diteladankan oleh Kristus.

            Sementara itu saya dengan tegas menolak spekulasi Yesus pergi ke India karena hal itu bertentangan dengan Injil.

            Terimakasih bu Ingrid ini sangat berguna bagi saya. TUHAN memberkati,

            Banyak salam dalam Kasih Karunia Kristus Tuhan,
            Bernardus Aan.

  23. Berkah Dalem..
    Kenapa di Alkitab tidak memuat kisah Yesus diusia 12 tahun sampai 30 tahun? kemanakah Yesus diusia 13 tahun sampai 29 tahun? Apa yang dilakukanNya? Saya pernah baca salah satu buku mengatakan bahwa “petilasan” Yesus/ Isa Almasih ditemukan di daerah Tibet, benarkah Yesus pernah merantau sampai negeri Tibet? Bahkan katanya makam Yesus berada di Tibet?

    >>>(Lukas2:42) Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu.
    ……………..??????????……………
    >>> (Lukas3:23) Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli.

    [Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

    • Dear Pak Fidelis .

      Saya juga pernah membaca sebuah buku mengenai kehadiran Yesus di India , Tibet dsb pada masa tahun yang hilang tsb ; kemudian ada sejumlah film dokumenter mungkin dari BBC , atau Discovery yang bercerita mengenai hal tsb . Juga saya pernah membaca suatu ulasan dari tokoh spiritualitas ketimuran yang menceriterakan bahwa dia mengambil kisah kehadiran Yesus di India ini dari beberapa kitab Injil ( non kanonik ) ; saya sendiri tidak pernah memeriksa apakah ini memang seperti yang tertulis pada injil non kanonik tsb (Philipus dsb ?) .

      Saya pikir sebegitu banyak permasalahan di dunia ini , memang masalah Yesus akan jadi topik paling Populer dan pasti akan laku di jual seperti Da Vinci Code . Tetapi buat saya membaca buku tsb itu , melihat Tv , film yang isinya terasa agak bertentangan dengan Iman Katolik tidak menjadi masalah karena saya selalu ingin mencoba mendalaminya .

      Namun dari beberapa diskusi , saya setuju dengan pandangan sbb : bahwa tidak penting apakah soal Yesus sudah ke India atau tidak , Yesus – manusia kenapa tidak boleh ke India ,
      dan kalu memang dia ke India lalu apakah masalahnya ? Apakah Iman kita jadi terusik . Apakah kita tidak lebih baik mencoba mendengarkan dan memahami ajaran 2 Yesus dan kemudian kalau kita percaya , kita melakukan apa yang Dia minta . Selesai lah .

      Belakangan ini saya merasakan kita lebih banyak ribut pada soal 2 beginian akan tetapi hidup kita ( saya juga senasib dengan anda ) yang merasa jadi pengikutnya ( anggota kerajaan Allah , anak 2 Allah ) masih penuh dengan perasaan 2 negative , kekuatiran dan kita masih saja mengutamakan hal 2 duniawi . Lantas saya jadi malu sendiri kenapa begini , kenapa dunia jadi makin kacau kalau sebegitu banyak murid 2 Nya .

      Shalom

      Paulus Sutikno

      • Shalom Paulus,

        Jika kita membaca informasi- informasi yanga di sekitar kita tentang iman kita, tentunya perlu kita telaah, apakah kiranya sesuai dengan ajaran iman kita atau tidak. Sebab menerima tanpa menganalisa, tentu tidak membuat kita “bertambah” dalam pemahaman iman kita. Anda benar, bahwa perihal keberadaan Yesus sebelum pelayanan-Nya memang cukup ramai diperdebatkan orang, namun seharusnya tidak perlu mengguncangkan iman kita. Mengapa? Sebab kita memiliki bukti yang lebih otentik, yaitu ajaran yang tertulis dan Kitab Suci, yang berdasarkan oleh fakta dan bukan legenda; dan juga karena kita memiliki Magisterium Gereja Katolik yang memberi pengajaran kepada kita agar kita lebih mengenal Tuhan Yesus dalam kodrat-Nya sebagai Allah dan manusia, pada saat penjelmaan-Nya di dunia. Dengan patokan ini kita mengetahui apakah kiranya Yesus pergi ‘berguru’ ke India sebelum masa pelayanan-Nya atau tidak. Memang mengira- ngira boleh saja, tetapi alangkah baiknya jika dalam mengira- ngira, ada dasar yang kuat yang kita pakai sebagai patokan berpikir/ mengira.

        Saya baru saja menanggapi komentar Bernardus Aan tentang hal ini. Silakan jika anda tertarik juga untuk membacanya, klik di sini.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

        • Dear Ingrid .

          Terima kasih untuk ulasan anda , saya juga sudah membaca jawaban anda untuk Bernard .
          Saya memang tertarik dengan hal 2 seperti itu , dan pernah juga hingga membeli buku soal Injil Barnabas , injil Yudas .
          Analisa sederhana saya , soal Injil Barnabas , cenderung membenarkan pandangan para Ahli akan kebohongan pada injil Barnabas , saya lebih memfokuskan kepada apa yang dikatakan pada injil Barnabas , apakah itu sesuai dengan pengertian saya selama ini mengenai Yesus sebagai manusia .

          Nah ,saya memcoba membaca dari buku yang mengutarakan inil Filipus soal Yesus muda yang hadir di India . Saya justru tertarik dengan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Yesus muda .
          Apakah ini benar tertulis pada inil tsb saya tidak tahu dan tidak pernah memeriksa .
          Salah satu peristiwa adalah sbb : Yesus muda mendapat tegoran dari kaum Brahmana , kenapa Dia bergaul erat dengan orang 2 dari kasta yang rendah , sudra dan paria , karena mereka kaum pendeta ini kagum dengan Yesus muda yang begitu bijaksana ; dan Yesus muda menjawab :
          Bapaku di sorga mengasihi semuanya . ( kata 2 & cerita ini mestinya tidak persis seperti ini , karena saya hanya mengingat saja maknanya ) , dan saya jadi merasa , bahwa Yesus muda dalam inil tsb ( minimal dalam peristiwa tsb ), masih sama dengan Yesus yang kita kenal .

          Seorang guru saya mengatakan , adalah terlebih baik kamu memusatkan dirimu pada bagaimana melakukan apa yang di minta Tuhan , nah disitulah kamu bisa mengenal Tuhan . Itu terlebih baik katanya dari pada kamu percaya tapi tidak melakukan apa yang Tuhan minta .

          Terima kasih .

          Paulus

          • Shalom Paulus,

            Sebenarnya, sebelum kita dapat menerima suatu tulisan dalam Injil sebagai kebenaran, kita perlu juga melihat apakah Injil itu otentik atau tidak. Nah inilah masalahnya dengan Injil Barnabas dan Injil Filipus, yang keduanya tidak otentik, artinya tidak ditulis oleh Barnabas dan tidak ditulis oleh Filipus, sebab tulisan itu berasal berabad sesudah kematian mereka. Injil Barnabas baru ditulis sekitar abad ke- 16 (Selanjutnya tentang Injil Barnabas, silakan klik di sini.) Sedangkan Injil Filipus konon ditulis pada abad ke-2 sampai 3, dan ditulisnyapun oleh kaum Gnostics yaitu aliran sesat di abad- abad awal, sehingga apa yang dituliskan pasti tidak sesuai dengan ajaran Kristus dan para rasul.

            Injil yang otentik dituliskan pada saat saksi mata kebangkitan Kristus masih hidup, sehingga yang dituliskan di sana dapat diuji kebenarannya. Sedang injil-injil yang tidak otentik baru dituliskan berabad- abad kemudian, yang berusaha mengisahkan kisah yang lain dari Injil yang otentik tersebut, tetapi tentu saja ini tidak dapat dipercaya kebenarannya. Sebab tulisan yang ditulis sejaman dengan kehidupan tokoh yang dikisahkan selalu lebih otentik dan benar, daripada tulisan ‘perkiraan’ akan kehidupan sang tokoh itu, yang baru ditulis oleh orang lain yang hidupnya berabad- abad sesudahnya.

            Jadi jika kita mengetahui bahwa isi Injil- injil tersebut adalah karangan manusia (bukan atas ilham Roh Kudus) dan tidak sesuai dengan fakta aslinya, maka tidak ada gunanya memfokuskan diri pada kisah/ ajaran yang disampaikan di sana. Oleh karena itu benarlah prinsip anda, jika anda memusatkan diri untuk melakukan kehendak/ perintah Tuhan, (tentu seperti yang tertulis dalam Injil yang otentik dari para rasul) daripada memusatkan perhatian kepada dongeng/ kisah fiktif buatan manusia yang tidak sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Shalom .Bu Ingrid .

            Terima kasih dengan penjelasan anda , saya setuju untuk memeriksa ke “otentik” an inil non kanonik terlebih dulu , ada ahli yang membahas hal ini dng cukup meyakinkan (Injil Barnabas ) ; tetapi beberapa yang lain terasa sulit buat kita kaum awam karena hal 2 sbb :
            1. Pengetahuan / Kemampuan kita sebagai awam amat terbatas ( dari membaca , melihat film , dsb ) dan bantahan yang ada umumnya tidak cukup meyakinkan , karena tidak dilandasi penjelasan yang mudah dimengerti , melainkan hal sejarah atau menggunakan referensi injil kanonik .
            2. Terlebih banyak yang menyerang injjl ( kanonik ) dari pada yang membahas ke otentik an injil non kanonik / gnostik .
            3. Banyak juga yang menyukai (mengamini ??) injil gnostik – seperti Injil Thomas dsb .

            Karena itulah saya menjadi lebih ingin membaca isi injil non kanonik tsb .

            Lebih lanjut , saya yang terbiasa (dan diajar ) agar selalu bertanya dan bertanya (pada saat kita ingin mengetahui lebih dalam ) , serta mencoba menemukan jawabannya sendiri dari perenungan , akan cenderung mempelajari isi dari injil non kanonik tsb .
            Saat ini saya mencoba mendalami injil 2 kanonik dengan lebih memusatkan / memahami sabda Yesus yang keras dan tegas . Karena saya setuju dengan pendapat beberapa ahli untuk mendapatkan kesadaran / mencari adanya kesalahan pada diri / pikiran saya dengan memahami sabda tsb ( bukannya sabda yang memberikan penghiburan atau sudah jelas artinya ) .
            Saya bahkan merasakan bahwa banyak sabda Tuhan yang keras jarang sekali dibacakan , kalaupun dibacakan , umumnya tidak ada penjelasan , atau kurang mengena penjelasannya ( dari pastor ; menurut akal sehat saya ) . Apakah pendapat ini benar ?
            Dari sabda 2 tsb ( katakanlah Matius 7-21 & 22 ) saya mengamini pendapat bahwa Percaya itu tidak punya arti apa 2 kalau tidak bisa melakukan kehendak Tuhan .
            Sebaliknya kalau saya membaca injil non kanonik ( hanya sedikit dari ulasan penulis buku , ahli yang kristen maupun tidak ) saya juga berusaha menemukan sabda Yesus yang keras dan tegas pula ; apakah ada kesamaan dsb .
            Saya belum menarik kesimpulan apa 2 , mungkin saya harus lebih banyak membaca injil 2 non kanonik tsb .

            Terima kasih .

            Paulus

          • Shalom Paulus,

            Jika saya boleh menyarankan, lebih baik, jika anda tertarik untuk mendalami suatu ajaran tertentu, atau ayat- ayat tertentu dalam Kitab Suci, silakan anda mempelajari apa yang sudah pasti benar, seperti yang diajarkan di dalam Tradisi Suci, yaitu seperti yang diajarkan oleh para Bapa Gereja. Hal ini lebih berguna, daripada mempelajari Injil non- Kanonik yang otentisitasnya tidak jelas, dan cenderung dimanipulasikan oleh pihak- pihak tertentu. Prinsipnya, jika kita mau memahami Kitab Suci, mari kita belajar dari Gereja, yang kepadanya dan olehnya Kitab Suci dituliskan. Jadi jangan kita malah belajar dari orang- orang di luar Gereja yang malah menyerang kebenaran Kitab Suci. Jika anda melakukan ini, bukan pemahaman yang benar yang anda peroleh, melainkan kebingungan dan kebimbangan. Ini malah tidak membangun iman anda, malah memperlemah keyakinan anda sendiri. Jadi, jika saya boleh menyarankan, pergunakanlah waktu kita yang terbatas di dunia ini untuk mempelajari Sabda Tuhan dari sumber- sumber yang dapat dipercaya, untuk membangun iman kita; dan janganlah mengikuti arus saja, seolah mau menerima apa saja yang “menurut orang lain menarik untuk dibaca”. Injil Thomas itu injil Gnostik, dan tidak sesuai dengan ajaran para rasul dan Gereja Katolik, lantas, mengapakah anda malah ingin mendalaminya? Bukankah lebih baik anda mendalami ajaran Gereja, seperti tulisan para Bapa Gereja, Katekismus Gereja Katolik dan dokumen Konsili Vatikan II, daripada membaca buku- buku yang menyimpang dari ajaran Gereja?

            Jika anda berminat, silakan anda membaca seri The Navarre Bible ataupun A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. Dom Orchard, yang cukup baik menjabarkan interpretasi Kitab Suci menurut ajaran Gereja Katolik.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • saya mau ikut bergabung juga dengan sedikit pendapat, menurut saya memang banyak pendapat mengenai kemana Yesus pergi pada waktu umurnya 12-30 tahun tetapi karena Alkitab tidak menceritakan dengan detail maka kita sebaiknya tidak boleh terlalu jauh menafsir dengan tanpa bukti yang jelas. karena Alkitab sebatas menceritakan bahwa Ia adalah seorang tukang kayu maka sebatas itulah penafsiran kita. karena jika diteliti kembali kita tidak dapat menemukan sebab kenapa Yesus harus meninggalkan palestina

          • Salam, Paulus

            Sungguh syukur Allah menanamkan rasa ingin tahu kepada Paulus. Semoga dorongan keingintahuan tersebut boleh Ia arahkan untuk mendekat padaNya bersama dengan Gereja dan BundaNya.

            Otentisitas suatu dokumen kuno, seperti Injil non-Kanonik, hanya merujuk pada keasliannya. Namun, dokumen yang otentik belum tentu melukiskan iman yang otentik. Sebagai ilustrasi, misalnya pada hari ini ada seseorang yang menuliskan biografi tentang Paulus karena ia mengagumi teladan hidup Paulus. Oleh sebab itu, ia mewawancarai Paulus dan orang-orang terdekat Paulus. Di tempat lain, ada orang lain yang juga mengagumi Paulus dan ingin menulis mengenai Paulus. Namun, ia menulis berdasarkan rumor-rumor tidak jelas yang beredar mengenai Paulus. Beberapa abad kemudian, biografi pertama diketemukan dan dikenali oleh keluarga besar Paulus yang meneruskan teladan cerita Paulus turun-temurun. Tak lama kemudian, bografi kedua juga diketemukan dan dijadikan referensi untuk orang-orang yang tidak percaya dengan cerita hidup Paulus.

            Mungkin seperti inilah gambaran mengenai polemik injil kanonik dan non-kanonik. Suatu Injil dinyatakan kanonik karena dikenali oleh mereka yang mengerti dan meneruskan ajaran Kristus. Mereka tidak menemukan hal yang sama atau malah ada hal yang bertentangan dengan ajaran Kristus dalam injil-injil non-kanonik. Menurut hemat saya, saya akan lebih percaya kepada pihak yang memang meneruskan ajaran Kristus : Gereja. Semoga seluruh umat Allah dipersatukan sebagaimana Yesus kehendaki.

            Pacem,
            Ioannes

Comments are closed.