Pertanyaan:

Bu Inggrid & Pak Stef yang saya hormati,

Saya ada sedikit pertanyaan mengenai Lukas 14:26 “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”

bagaimana penjelasannya menurut katolisitas.org mengenai ayat tersebut ? mengapa terkesan kita disuruh membenci keluarga kita untuk mengikuti Yesus ? mohon maaf bila sebelumnya pernah dibahas, sebenarnya saya sudah mendapatkan jawabannya, namun saya belum puas bila belum dijawab oleh katolisitas.org :)

terima kasih

JMJLU – Caesarandra

Jawaban:

Shalom Caesarandra,

Terima kasih atas pertanyaannya yang bagus tentang mengapa untuk menjadi murid-Nya, Yesus mengatakan untuk membenci saudara-saudara yang lain. Dikatakan:

Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Lk 14:26)

Yesus mengajarkan dan melakukan kasih

Kalau kita membaca dari seluruh pengajaran Kristus, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Yesus mengajarkan hukum kasih. Dan bahkan Dia mempertegas bahwa dua hukum terutama adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama, seperti yang dikatakan-Nya:

Mt 22:36-39 “36 Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” 37  Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38  Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39  Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. 40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”

Dan kemudian Yesus sendiri telah membuktikan bahwa Dia rela menderita, disiksa, dibunuh di kayu salib demi kasih-Nya kepada Bapa dan kasih-Nya kepada umat manusia. Salib adalah bukti kesempurnaan manifestasi dua perintah kasih ini. Dengan demikian, Yesus yang mengajarkan kasih dan telah menunjukkan kasih ini secara sempurna di kayu salib, tidak mungkin mengajarkan hal yang bertentangan dengan kasih, seperti membenci orang tua dan sesama. (lih. Mt 19:19)

Bagaimana kita mengartikan Lk 14:26?

1. Kasih kepada Allah lebih utama daripada kasih kepada sesama

Pertama kita harus menyadari bahwa Yesus ingin mengajarkan bahwa kita harus mengasihi Yesus – yang adalah Tuhan – lebih utama daripada kita mengasihi sesama. Inilah sebabnya dalam kasih yang bersifat adi-kodrati (supernatural), maka kita harus mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama atas dasar kasih kita kepada Tuhan. Jadi, kita melihat keutamaan kasih kepada Tuhan, yang membantu kita untuk dapat mengasihi sesama dengan lebih baik. Kita juga dapat melihat dalam sepuluh perintah Allah dituliskan dalam dua loh batu, di mana batu pertama adalah perintah untuk mengasihi Tuhan (perintah 1-3) dan batu kedua adalah perintah untuk mengasihi sesama (perintah 4-10).

Kita juga harus menyadari bahwa kasih yang bersifat adi-kodrati, seperti yang dicontohkan dalam kehidupan para kudus, hanya mungkin dilakukan secara terus-menerus karena dorongan rahmat Allah. Tanpa rahmat Allah, maka akan sangat sulit untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Bunda Teresa, yaitu membaktikan hidupnya demi orang-orang yang termiskin dan tertindas sepanjang hidupnya.

2. Membenci berarti mengasihi dengan kadar yang berbeda

Membenci [miseí, pres. act. indic. 3d person sing.] dalam hal ini berarti mengasihi dengan kadar yang kurang (to love less). Jadi ayat tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia mengasihi bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan lebih besar dari kasihnya kepada-Ku, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Inilah sebabnya, ayat ini dapat menjadi bukti dari ke-Allahan Yesus, karena kalau Yesus hanya manusia biasa, mengapa dia menyuruh semua orang untuk lebih mengasihi Yesus daripada mengasihi orang tua? Ini hanya menjadi masuk akal, kalau Yesus adalah Tuhan. Dengan demikian, benarlah bahwa kasih kita kepada Allah harus lebih besar daripada kasih kita kepada sesama, termasuk kepada orang tua dan saudara-saudari kita sendiri. Ini juga dipertegas di Mt 10:37 yang mengatakan “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.

Ayat-ayat yang saya kutip sebelumnya dapat membantu kita:

Mat 22:37-39: “37 Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 38  Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 39  Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Yesus tidak mengatakan bahwa kita mengasihi Tuhan seperti mengasihi sesama, namun Yesus mengatakan dengan jelas di ayat tersebut bahwa mengasihi Tuhan dengan segenap hati, pikiran, akal budi adalah perintah yang terutama. Sebagai hasil mengasihi Tuhan, maka kita dapat menjalankan perintah ke-dua, yaitu mengasihi sesama. Hanya dengan sikap inilah, maka kita dapat bertumbuh dalam kekudusan, dan mengikuti Yesus dengan setia sepanjang hidup kita.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

Previous articleTuhan Yesus tidak mendirikan Gereja?
Next articleKeselamatan: susah atau gampang?
Stefanus Tay
Stefanus Tay telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat.

2 COMMENTS

  1. Halo pak Stef,

    Mau ikutan usul tambahan jawaban (mnrt pendapat saya) thd kutipan ayat tersebut:

    1. Dari bidang komunikasi:
    Yesus sebagai seorang orator memilih kata-kata yang bersifat ekstrim untuk memperjelas metafora yang beliau harapkan untuk ditangkap audiens-nya. Kalau kata-katanya biasa saja, maka tentu respons audiens menjadi berbeda.

    2. Dari linguistik:
    Tidak tertutup kemungkinan terjadinya inkompatibilitas terjemahan-demi-terjemahan dari beberapa bahasa yang digunakan di alkitab, sampai akhirnya ke bahasa indonesia, telah menimbulkan pilihan kata yang “terdengar lucu” dalam bahasa Indonesia modern.

    3. Dari historis-sosio-antropologi:
    Profil audiens saat itu (mungkin) sebagian besar adalah: non-Katolik/Kristen, rakyat jelata (low-educated), serta dianggap oleh Yesus menjalankan norma sosial yang bertentangan dengan ajaran-Nya, maka beliau menggunakan pilihan kata itu untuk mengajak mereka meninggalkan perilaku (yang dianggap) negatif yang selama ini dipraktekkan oleh mereka & keluarganya, untuk menuju perbaikan kualitas hidup sesuai ajaran Nya.

    4. Paling bijak adalah untuk tidak terjerumus dalam usaha untuk mengartikan setiap jengkal kata-kata dalam Alkitab secara harafiah & kata-per-kata. Marilah menangkap esensi dibalik sepenggal paragraf itu, beserta implementasi nyata-nya dengan ukuran & parameter kekinian.
    Sebab pembahasan kata-per-kata ini menjadi waste of resources & waste of time, apalagi bila yang dibahas adalah terjemahan Alkitab dlm bahasa Inggris, Indonesia, atau Latin, yang pasti tidak dapat terhindar dari kendala linguistik, historis, politis, kultural, tradisional, sosial, & lainnya.

    Salam,

  2. Bu Inggrid & Pak Stef yang saya hormati,

    Saya ada sedikit pertanyaan mengenai Lukas 14:26 “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.

    bagaimana penjelasannya menurut katolisitas.org mengenai ayat tersebut ? mengapa terkesan kita disuruh membenci keluarga kita untuk mengikuti Yesus ? mohon maaf bila sebelumnya pernah dibahas, sebenarnya saya sudah mendapatkan jawabannya, namun saya belum puas bila belum dijawab oleh katolisitas.org :)

    terima kasih

    JMJLU

    [dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]

Comments are closed.