Stipendium dan Iura Stolae

Pengantar

Tema bulan Liturgi Nasional 2007 adalah Liturgi dan Ekonomi. Sebuah tema yang menarik dan menantang untuk didiskusikan. Apa hubungannya Liturgi sebagai perayaan umat beriman kepada Allah dengan urusan uang, harta benda singkatnya ekonomi yang lebih menyangkut urusan keduniawian? Salah satu kaitan antara liturgi dan ekonomi adalah persoalan stips (stipendium) dan iura stolae dalam perayaan misa. Pertanyaan kadang muncul perihal stips dan iura stolae seperti, mengapa umat harus memberi stips atau iura stolae? Kemana uang yang diberikan umat ketika Imam merayakan ibadat ilahi dan diberi stips atau iura stolae? Mengapa umat harus memberi derma sebagai balas jasa kepada imam yang merayakan peribadatan ilahi? Apa hubungannya liturgi sebagai perayaan iman umat kepada Allah dengan uang (ekonomi) dalam hal ini stips dan iura stolae? Agar kita memiliki pemahaman yang benar tentang hal itu berikut penjelasannya dari sudut hukum gereja dan semoga bermanfaat.

Pengertian Stips dan Iura Stolae

Istilah yang lazim digunakan dalam kodeks (KHK, 1983) yang dimaksudkan dengan stips (stipendium) adalah: sumbangan suka rela umat beriman dalam bentuk uang kepada seorang imam dengan permintaan agar dirayakan satu atau sejumlah Misa untuk ujud/intensi dari penderma. Stips merupakan balas jasa dari penghargaan suka rela bagi sang imam yang telah melayani suatu kebutuhan umat beriman. Tapi bukan kewajiban umat dan imam pun tidak berhak menuntut.

Sedangkan Iura stolae adalah: sumbangan umat beriman kepada seorang imam yang melaksanakan perayaan sakramen (misalnya: baptis, perkawinan) atau melakukan suatu pelayanan pastoral lainnya seperti pemberkatan rumah. Namun karena sudah “salah kaprah” kedua pengertian tersebut disamakan saja, sehingga istilah tersebut juga lazim disebut stipendium. Perlu diperjelas lagi bagi kita pemahaman tentang stipendium maupun iura stolae adalah berbeda dengan persembahan (oblationes) dan derma (alms. donation), kolekte (collection).

Persembahan (oblationes) adalah pemberiaan suka rela dari umat beriman kepada Allah dalam perayaan peribadatan ilahi dalam bentuk natura (roti, anggur, beras, makanan, dll.) maupun dalam bentuk uang. Pemberian dalam bentuk uang yang dikumpulkan disebut kolekte. Maka kalau ada umat yang mengumpulkan sewaktu perayaan atau yang meletakkan uang dalam amplop di atas meja altar dengan tidak menyebut intensinya itu bukan iura stolae, atau stipendium melainkan kolekte persembahan yang harus dipakai untuk kepentingan Gereja atau paroki. Karena itu, imam tidak berhak mengambilnya untuk kepentingan pribadi.

Makna stips Misa

Sejarah kebiasaan memberi stipendium pada perayaan Misa sudah lama dipraktekan dalam Gereja, bahkan usianya sejak kehidupan Gereja itu sendiri. Meskipun nama dan penafsirannya berubah-ubah selaras dengan perkembangan jaman, tetapi intinya tetap sama yakni bahwa stipendium Misa adalah persembahan dari umat sebagai ungkapan pemberian diri umat kepada Gereja.

Menelusuri makna stipendium, baik KHK tahun 1917 dan KHK tahun 1983 menggunakan kata yang sama meskipun konteksnya berbeda. Dalam kodeks KHK 1917, berbicara tentang stipendium diberi judul: de oblate ad Missae celebrationem stipe, sedangkan kodeks KHK 1983 dengan judul lebih singkat stipendium Missae. Kata stipendium dalam KHK 1917, berasal dari kata Latin stips (stipis) yang berarti derma, sedekah, gaji, dan dari kata pendare berarti membayar derma atau gaji. Berbeda dengan KHK 1983, kata stips digabungkan dengan kata kerja offere yang berarti menghaturkan, memberi, mempersembahkan. Paduan kata stips dan offere berarti memberi derma. Dengan demikian makna kata stipendium dalam kodeks 1983 mempunyai arti baru lebih bernuansa rohani/spiritual bila dibandingkan dengan kodeks yang lama.

Aturan kodeks tentang stipendium dan iura stolae

Kitab Hukum Kanonik menegaskan perihal stipendium sebagai suatu kebiasaan/tradisi yang teruji dan merayakan misa sesuai dengan intensi/maksud tertentu dari penderma. Kanon 945, § 1: “Sesuai dengan kebiasaan Gereja yang teruji, imam yang merayakan Misa atau berkonselebrasi boleh menerima stips yang dipersembahkan agar mengaplikasikan Misa untuk intensi tertentu”. Jelas di sini nampak unsur kewajiban dari imam untuk merayakan misa sesuai dengan intensinya. Imam tidak boleh tidak merayakan misa tanpa intensi yang dituntun sesuai dengan maksud dari penderma. Namun demikian imam janganlah memiliki semangat untuk mencari stipendium sampai melupakan tugas pelayanan kepada umat. Demikian juga imam hendaknya melayani semua orang dalam merayakan ekaristi meskipun tanpa stips (stipendium). Hal itu ditegaskan dalam kanon 945, § 2: “Sangat dianjurkan agar para imam merayakan misa untuk intensi umat beriman kristiani, terutama yang miskin, juga tanpa menerima stips”. Kerap kita mendengar keluhan umat bahwa ada imam yang tidak rela melayani umat tertentu karena secara ekonomis kelihatan tidak mampu memberi stipendium. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat hidup seorang imam yang dipanggil oleh Tuhan menjadi imam untuk melayani umat-Nya.

Kitab hukum kanonik juga menyatakan larangan imam menuntut umatnya dalam hal stipendium dalam pelayanan kepada umat secara tegas dinyatakan dalam kan. 848: “Pelayan sakramen tidak boleh menuntut apa-apa bagi pelayanannya selain persembahan (oblationes) yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, tetapi selalu harus dijaga agar orang yang miskin jangan sampai tidak mendapat bantuan sakramen-sakramen karena kemiskinannya”.

Tujuan orang memberi derma dalam bentuk stipendium adalah bagi kesejahteraan Gereja dan penghidupan para pelayannya. Selain itu, umat diajak untuk bertanggungjawab secara ekonomis atas perkembangan hidup Gereja dan para pelayanannya. Kanon 946 menyatakan: “Umat beriman kristiani, dengan menghaturkan stips agar misa diaplikasikan bagi intensinya, membantu kesejahteraan Gereja dan dengan persembahan itu berpartisipasi dalam usaha Gereja mendukung para pelayan dan karyanya”.

Norma-norma dasar

1. Menjauhkan segala bentuk perdagangan stipendium misa

Tidak jarang penerimaan stips atau iura stolae disalahgunakan oleh imam untuk diperdagangkan. Maka kodeks melarang tindakan imam yang dengan sengaja melakukan perdagangan Misa untuk mencari stips. Dengan kata lain imam itu kemana-mana merayakan Misa untuk mendapatkan uang. Pelarangan tersebut didasarkan pada kanon 947 menegaskan: “Hendaknya dijauhkan sama sekali segala kesan perdagangan atau jual beli stips Misa”. Dengan pernyataan itu kodeks mau menegaskan bahwa umat beriman agar tetap menaruh hormat pada ekaristi sebagai tindakan ilahi dan memandangnya sebagai hadiah cuma-cuma dari Allah. Apa yang diberikan secara cuma-cuma hendaknya dikembalikan dengan cuma-cuma. Dengan demikian derma atau stips misa harus dianggap sebagai persembahan bebas dari umat beriman.

Perdagangan stipendium misa bisa diartikan dalam berbagai tindakan seperti:

merayakan misa kalau ada stipendium,
menghimpun sekian banyak stipendium dalam satu misa,
menugaskan imam lain mengaplikasikan misa bagi stipendium di bawah standar tertentu,
menolak permintaan orang miskin yang tidak bisa memberikan stipendium.

Sehubungan dengan permohonan misa tanpa stipendium oleh orang miskin, imam hendaknya memperhatikan isi kodeks kanon 945, § 2 yang menetapkan: “Sangat dianjurkan agar para imam merayakan misa untuk intensi umat beriman kristiani terutama orang miskin, juga tanpa stips”.

2. Jumlah misa dan stipendium

Untuk memahami norma tentang jumlah misa dan stipendium maka kita merujuk pada kanon 948 yang menyatakan: “Jika untuk masing-masing intensi telah dipersembahkan dan diterima stips, meksipun kecil, maka misa harus diaplikasikan masing-masing untuk intensi mereka”.

Kanon ini merupakan prinsip dasar bahwa jumlah misa yang dipersembahkan harus selaras dengan jumlah stipendium yang diterima. Norma kanon tersebut tidak mengijinkan akumulasi banyak persembahan dan melarang setiap imam menitipkan satu intensi lain. Sebagai contoh: penderma memberikan uang Rp. 100.000,- untuk 10 kali misa maka misa dengan ujud itu harus dipersembahkan sesuai dengan permintaan yakni misa sebanyak 10 kali. Setiap hari minggu imam (Pastor Paroki) wajib mempersebahkan misa pro popolo (misa untuk umat di Paroki). Pada saat itu tanpa alasan yang jelas imam tersebut tidak boleh mengaplikasikan intensi misa yang kedua dan ketiga.

3. Kewajiban mengaplikasikan misa

Kan 949, KHK 1983 menyatakan bahwa : “Yang terbebani kewajiban merayakan misa dan menghaplikasikannya bagi intensi mereka yang telah memberikan stips tetap terikat kewajiban itu meskipun tanpa kesalahannya stips yang di terima itu hilang”. Kanon ini menggarsibawahi kewajiban seorang imam merayakan misa kalau dia belum mengaplikasikan misa bagi stipendium yang telah diterima. Jika stipendium itu hilang karena kecurian atau kebakaran maka imam tetap terikat kewajiban mengaplikasikan Misa. Sedangkan imam yang berada dalam kesulitan fisik dan moril memenuhi kewajiban tersebut, hendaknya mengirimkan seluruh stipendium kepada rekan imam lain untuk merayakan misa, atau kepada Ordinaris setempat yang bisa mengaplikasikan bagi ujud tersebut. Seorang imam yang telah menerima pesan misa tidak diperkenankan mengembalikan uang stips kepada pendermanya. Dia harus mengaplikasikan misa bagi ujud dari penderma itu.

4. Penentuan jumlah misa

Kodeks menetapkan tentang penentuan jumlah misa dalam kanon 950: “Jika sejumlah uang dipersembahkan untuk aplikasi misa tanpa disebut jumlah misa yang harus dirayakan, jumlah ini diperhitungkan menurut ketentuan hal stips di tempat, dimana pemberi persembahan bertempat tinggal, kecuali maskudnya harus diandaikan lain secara legitim”. Sebagai prinsip dasar jumlah misa yang dirayakan mengikuti ketentuan stipendium dari keuskupan setempat dimana imam berkarya (misalnya Keuskupan Denpasar menetapkan 1 kali misa stips sebesar Rp. 20.000,-).

5. Stipendium yang dapat menjadi milik imam

Larangan untuk mengambil stips misa lebih dari satu setiap hari adalah suatu disiplin tua yang bertujuan mencegah setiap bentuk kerakusan klerikal. Tentang hal itu kodeks menentukan norma sebagai berikut:

Kanon 951 § 1: “Imam yang pada hari yang sama merayakan beberapa misa, dapat mengaplikasikan setiap misa bagi intensi untuk stips dipersembahkan, tetapi dengan ketentuan bahwa kecuali pada hari raya Natal, hanya satu stips. Misa boleh menjadi miliknya sedang yang lain diperuntukkan bagi tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh Ordinaris, dengan tetap dizinkan sekadar retribusi atas dasar ekstrinsik.

§ 2: Imam yang pada hari yang sama berkonselebrasi misa kedua, tidak boleh menerima stips untuk itu atas dasar apapun”.

Dari pernyataan di atas kan 951, § 1, menunjukkan bahwa:

seorang imam karena tuntutan pastoral dalam sehari dapat merayakan lenih dari satu misa untuk intensi/ujud yang berbeda, namun hanya satu stips yang boleh menjadi miliknya. Sedangkan yang lainnya harus dengan jujur diserahkan untuk kepentingan gereja lainnya misalnya kepentingan seminari, karya karitatif, DHT dll.

jika pada hari raya Natal seorang imam merayakan tiga misa dengan tiga ujud yang berbeda maka ketiga stips tersebut menjadi miliknya.

Sedangkan pada kan 951, § 2 : melarang imam menerima stips kalau pada hari yang sama dia ikut konselebrasi misa kedua. Pernyataan ini mengandung dua konsekuensi:

Seorang imam dizinkan menerima stips kalau misa konselebrasi itu adalah satu-satunya misa yang dirayakan pada hari itu. Ia tidak berhak menerima stips kalau ia ikut konselebrasi lagi pada misa berikutnya.

Kalau pada misa konselebrasi seorang imam menjadi konselebran utama dan kemudian pada hari yang sama dia merayakan satu kali misa lagi, maka imam tersebut boleh menerima stips untuk setiap misa kendati cuma satu stips untuk dirinya dan yang lain dipergunakan untuk maksud yang ditetapkan oleh Ordinaris. Contoh: Imam A pada hari yang sama mengaplikasikan dua/tiga misa untuk ujud yang berbeda. Maka imam A hanya berhak mendapat satu stips, sedangkan yang lainnya diperuntukkan bagi kepentingan paroki atau seturut petunjuk Ordinaris setempat.

Norma-norma yang melengkapi

1. Siapa yang berwenang menentukan jumlah stips?

Kanon 952,

§ 1: Konsili provinsi atau pertemuan para uskup se-provinsi berwenang menentukan lewat dekret bagi seluruh provinsi, besarnya stips yang harus dipersembahkan untuk perayaan dan aplikasi misa dan imam tidak boleh menuntut jumlah yang lebih besar; tetapi ia boleh menerima stips lebih besar yang dipersembahkan secara sukarela dari pada yang ditetapkan untuk aplikasi misa, juga stips yang lebih kecil.

§ 2: Jika tidak ada dekret semacam itu, hendaknya ditaati kebiasaan yang berlaku di keuskupan.

§ 3: Jika anggota-anggota tarekat religius manapun harus taat pada dekret tersebut atau kebiasaan setempat yang disebut dalam § 1 dan § 2.

Apa maksud dari kanon ini? Kanon 952 menetapkan tiga hal berikut ini:

Otoritas yang berkompeten menentukan jumlah stips misa adalah para uskup dalam satu provinsi gerejawi. Mereka menetapkan hal itu dalam pertemuan para uskup (konsili provinsi atau pertemuan pastoral). Hasil pertemuan itu dikeluarkan dalam bentuk dekret yang bersifat bagi semua keuskupan dan provinsi tersebut,

Apabila penetapan bersama itu tidak ada, maka Uskup diosesan berwenang membuat ketetapan sendiri yang hanya mengikat warga keuskupannya dan para imam hendaknya mentaati ketetapan itu,

Para imam tidak diperkenankan meminta jumlah stips yang lebih besar dari ketetapan umum dan menolak menerima stips yang jumlahnya kecil.

Namun mereka tidak dilarang menerima stips yang jumlahnya lebih besar yang diberikan secara spontan dan sukarela. Dalam situasi pastoral tertentu dan luar biasa, pastor paroki bisa menetapkan jumlah stips yang lebih besar, tetapi sangat jarang karena harus dikonsultasikan dengan Uskup dan umat terkait.

2. Tidak mampu menyelesaikan kewajiban misa dan norma mengalihkannya kepada orang lain

Perihal ketidakmampuan seorang imam menyelesaikan sejumlah intensi misa yang harus dirayakan dalam setahun, kodeks memberikan rambu-rambu normatif sebagaimana tertulis dalam kanon 953: “Tak seorang pun boleh menerima sekian banyak stips Misa untuk diaplikasikan sendiri, yang tidak dapat ia selesaikan dalam satu tahun”. Demikian juga kodeks memberikan norma pelengkap dalam hal mengalihakan kewajibannya kepada imam lain. Jalan keluar bagi imam yang tidak mampu memenuhi kewajibannya maka ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh. Pertama, dia tidak boleh menerima stips baru sampai beban misa setahun belum terpenuhi. Kedua, imam bersangkutan boleh mentransfer seluruh stips kepada imam lain yang dikenal dan dipercaya (bdk. Kan. 955, § 1: “Yang bermaksud menyerahkannya kepada orang lain perayaan misa yang harus diaplikasikan, hendaknya segera menyerahkannya kepada imam-imam yang dapat diterimanya, asal ia merasa pasti bahwa mereka itu dapat dipercaya; seluruh stips yang telah diterima harus diserahkan, kecuali nyata dengan pasti bahwa kelebihan diatas jumlah uang yang ditetapkan dalam keuskupan itu diberikan atas dasar pribadinya; ia juga wajib mengusahakan perayaan misa-misa itu sampai ia menerima kesaksian mengenai kesanggupan serta stips yang sudah diterima”). Kalau imam tersebut berhalangan maka beban misa harus diserahkan kepada Ordinaris (bdk. Kan. 956).

3. Tempat dan waktu perayaan

Kanon 954, memberi norma pelengkap tentang tempat dan waktu perayaan. Prinsip dasarnya adalah setiap imam harus menghormati keinginan penderma. Jika penderma tidak menentukan tempat perayaan maka imam yang menerima stips bisa mengaplikasikan misa di Gereja atau tempat ibadat yang disukainya.

4. Waktu perayaan

Perihal waktu mengaplikasikan misa, menurut kanon 955, § 2 harus dihitung dari hari menerima stips. Jadi misa harus dipersembahkan dihitung sejak hari imam menerima kesanggupan akan mempersembahkannya. Menurut kanon 202, § 1 yang dimaksud dengan hari dimengerti sebagai jangka waktu yang terdiri dari duapuluh empat jam dihitung terus menerus mulai dari tengah malam kecuali dengan jelas ditentukan lain.

Penutup

Uang sangat dibutuhkan oleh kita semua termasuk Gereja, karena dengan memiliki uang kegiatan dapat berjalan dan sarana pendukung dapat terbangun bagi kelancaran karya pastoral. Tapi uang juga dapat menimbulkan konflik, jika tidak diatur dengan baik. Maka hal pengaturan uang menyangkut stips (stipendium) dan iura stolae dalam hubungannya dengan liturgi, telah diatur dalam kitab hukum kanonik 1983, dengan tujuan tidak terjadi penyalahgunaan dan demi kebaikan publik. Untuk itu wajib bagi seorang imam jika menerima sejumlah stips dari penderma: membuat catatan pribadi, hendaknya di setiap paroki tersedia buku stipendium paroki dan pihak otoritas yang berwenang (Ordinaris) mengawasi beban misa yang telah dilaksanakan (bdk. Kan. 958, § 2) dengan memeriksa buku tersebut. Semoga tulisan sederhana ini memperluas wawasan dan pengetahuan kita tentang stips dan iura stoale dalam kaitannya dengan liturgi ekaristi (misa).

Sumber bacaan:

Seri Kuria keuskupan Denpasar, Apakah pastor tukang nagih stipendium misa? No. 13/Nop. 2005.

CODEX IURUS CANONICI, Pii V Pontificis Maximi iussu digestus, Benedicti Papae XV Actoritate Pomulgatus, Romae, Typis Polyglottis Vaticanis, 1917, AAS, 9 (1917-II), 5-5521.

CODEX IURUS CANONICI, Auctoritate Ioannis Pauli PP. II promulgatus, AAS, 75 (1983-II), 1-318.

Nuovo Dizionario di Diritto Canonico, a Cura di Carlos Salvador, Velasio De Paolis, Gianfranco Ghirlanda, Edizione San Paolo, Torino 1993.

5 1 vote
Article Rating
37 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
RD. Bagus Kusumawanta
RD. Bagus Kusumawanta
10 years ago

Harmoko yth, Paroki sebenarnya sebuah realitas institusi publik (sipil) yang bersifat rohani. Karena paroki merupakan komunitas umat beriman kristiani yang berada di masyarakat. Maka pendirian paroki diakui bukan saja oleh Gereja Lokal (Keuskupan) melainkan juga secara sipil di depan publik sebagai badan hukum yang berhak memiliki harta benda, mengelola, mengalihkan, membeli seluruh aset harta benda bergerak maupun tidak bergerak (bdk Kan 1280-1284, 515). Jadi sebuah persekutuan/komunitas beriman yang di bawah pelayanan seorang pastor menjadi sebuah paroki dengan sendirinya harus mandiri. Mandiri dalam hal pelayanan rohani oleh pastor paroki dengan rekannya, mandiri secara ekonomi, mandiri karena jumlah dan kehadiran umat beriman… Read more »

Ingrid Listiati
10 years ago

Shalom Andreas, Stewardship menurut Dictionary.com, artinya adalah: 1. the position and duties of a steward, a person who acts as the surrogate of another or others, especially by managing property, financial affairs, an estate, etc. 2. the responsible overseeing and protection of something considered worth caring for and preserving: New regulatory changes will result in better stewardship of lands that are crucial for open space and wildlife habitat. Sehingga kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia, artinya adalah ‘pengelolaan’. Kita semua dipercaya oleh Tuhan sebagai pengelola talenta yang dikaruniakan-Nya kepada kita, entah waktu, bakat maupun rejeki. Dasar biblisnya adalah perumpamaan tentang talenta… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  Ingrid Listiati
10 years ago

Shalom Andreas, Sebagai umat Katolik, kita berkewajiban menyumbang untuk kebutuhan material Gereja, hal ini diajarkan dalam Katekismus dan Kitab Hukum Kanonik: KGK 2043     Perintah kelima… Umat beriman juga berkewajiban menyumbangkan untuk kebutuhan material Gereja sesuai dengan kemampuannya (bdk. KHK Kan. 222) KHK Kan 222     § 1 Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk membantu memenuhi kebutuhan Gereja, agar tersedia baginya yang perlu untuk ibadat ilahi, karya kerasulan dan amal-kasih serta sustentasi yang wajar para pelayan. § 2 Mereka juga terikat kewajiban untuk memajukan keadilan sosial dan juga, mengingat perintah Tuhan, membantu orang-orang miskin dengan penghasilannya sendiri.     Kan 1260    Gereja mempunyai hak… Read more »

kent
kent
10 years ago

maaf sebelumnya,sbg umat Katolik sy kecewa, rupanya penilaian sy terhadap Pastor terlalu tinggi, dlm segi materi rupanya para imam sama saja dgn para pendeta, sekali lg maaf atas kekecewaan sy Ekaristi adalah pemberian diri Kristus seutuhnya bagi umat manusia secara cuma cuma, maka sangat tdk cocok unsur uang msk dlm perayaan Ekaristi, karena jk msh melekat dgn unsur uang Ekaristi bisa kehilangan makna yg merupakan pemberian GRATIS dari Tuhan. Gereja sdh berhasil menjauhkan unsur uang dr sakramen Tobat & Minyak suci, kini saatnya Gereja menjauhkan unsur uang dr Sakramen Ekaristi ,terutama melalui praktek pemberian stipedium dan uang untuk intensi misa.”… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  kent
10 years ago

Shalom Kent, Sebenarnya kita tidak perlu kecewa dengan para pastor bahkan kita harus bangga bahwa Gereja Katolik mempunyai pastor-pastor yang sungguh memberikan diri mereka sepenuhnya kepada Tuhan dan Gereja. Pastor tidak akan menjadi kaya dengan menerima stipendium. Di Singapore stipendium berkisar S$ 20, di Amerika sekitar US$ 10, di Indonesia daerah Bali sekitar Rp 20,000. Dalam peraturan seorang Romo hanya dapat menerima 1 stipendium setiap hari, kecuali hari Natal. Jadi, silakan menghitung sendiri total stipendium yang didapatkan seorang pastor dengan merayakan perayaan Ekaristi. Stipendium bukannya membayar Ekaristi namun, memberikan apa yang memang menjadi bagian dari seorang pastor. Dalam Perjanjian Lama,… Read more »

maria
maria
10 years ago

Dear katolisitas sy ingn melakukan silih jg sekaligus menolong sodara2 sy dg srg intensi misa utk pembebasan jiwa di api penyucian.sy prnh 2x meminta bantuan intensi misa tp untuk pembebasan jiwa2 di api penyucian.intensi pertama sy tdk disebutkn diawal misa spti yg lain,misalnya ‘intensi misa kali ini utk arwah x ato ucpn syukur/ulg tahun dll…’tdk ada tp saat konsekrasi mmg disebutkn tp koq berubah jd api pencucian? kmd yg ke-2,utk intensi yg sama,diawal jg tdk disebutkn cm begini ‘intensi misa kali ini utk…(hening)kita doakn intensi kita masing2,saat konsekrasipun tdk diucpkn intensi misa sy. pertanyaan saya 1.salah pengucapan api penyucian(mjd api… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  maria
10 years ago

Shalom Maria, Sementara menunggu jawaban Rm Boli, berikut ini saya sampaikan tanggapan tentang pertanyaan Anda. Jika nanti jawaban Romo Boli berbeda dengan jawaban ini, silakan mengacu kepada jawaban Rm Boli, sebab beliaulah yang ahli dalam hal ini. Pertama-tama perlu kita sadari bersama bahwa Tuhan adalah Allah yang Maha Tahu, Ia memahami segala sesuatu, termasuk segala intensi permohonan yang ada dalam hati kita. Maka Allah tetap dapat menerima meskipun ada ketidaksempurnaan pengucapan nama ataupun istilah tertentu dalam doa-doa kita. Menurut Fr. Edward McNamara, profesor liturgi di universitas Regina Apostolorum, Roma, tidak ada persyaratan untuk menyebutkan intensi Misa Kudus (silakan membaca teks… Read more »

Romo Bernardus Boli Ujan, SVD
Reply to  maria
10 years ago

Salam, Maria, sebelum Vatikan II biasanya imam sendiri mengetahui dalam hati intensi Misa dan tidak mengucapkannya secara lantang. Sesudah Vatikan II ada kecenderungan untuk mengucapkannya secara lantang agar dapat diketahui umat dan turut mendoakannya. Hanya saya belum menemukan satu pedoman yang mengharuskannya. Dari pengalamanku sebagai imam, ada juga intensi yang kuucapkan dalam hati saja dan saya yakin Tuhan mendengarkannya. Bila ada intensi yang bertentangan dengan ajaran Gereja, imam tidak boleh mendoakannya, misalnya berdoa dengan isi kutukan bagi orang lain. Sampai sekarang Gereja masih mengajarkan bahwa ada tempat penantian (tempat penyucian) dan manusia yang masih hidup bisa mendoakan arwah yang masih… Read more »

Innocentius Herdianto
Innocentius Herdianto
11 years ago

syalommm..
“mohon bantuannya.. besok saya dpat jadwal membawakan ibadat sabda dalam sebuah pertemuan komunitas mahasiswa. saya berencana membawakan materi “keuangan Gereja katolik”. mohon bantuan info nya tentang :
1. kolekte tiap minggu (berapa untuk paroki, ke keuskupan, vatikan)
2. iuara stola, Stipendium (apakah untuk pastor atau ke paroki)
trimakasih

[dari katolisitas: Silakan melihat artikel ini – silakan klik]

RD. Bagus Kusumawanta
RD. Bagus Kusumawanta
Reply to  Innocentius Herdianto
11 years ago

Innocentius Yth

Kolekte hari raya tertentu seperti Minggu Panggilan semuanya untuk Vatikan, kolekte hari Minggu biasa untuk paroki, namun ada ketentuan 10 persen ke keuskupan, ada juga yang 5 persen saja. Iura stolae untuk pastor yang bersangkutan namun diberikan ke kas pastoran untuk biaya hidup (living cost para pastor)

salam
Rm Wanta

brian
brian
11 years ago

Shalom Katolisitas,

Dalam perayaan ekaristi saya selalu dengar beberapa istilah seperti iure stolae, stipendium dan intensi. Saya mau tahu apa perbedaan antara iure stolae, stipendium dan intensi.

Sekian dan terima kasih!

[dari katolisitas: Silakan membaca artikel di atas – silakan klik]

feliz
feliz
12 years ago

Terima kasih Romo, walaupun jawaban Romo belum terlalu memuaskan. Saya melihat keganjilan dari jawaban Romo karena seharusnya KHK juga mempunyai teori manakala hal-hal yang seharusnya dibuat, tetapi dalam praktek tidak dibuat, karena posisi KHK merupakan yang tertinggi (untuk seluruh gereja di dunia), sedangkan ordinaris wilayah di bawahnya (apakah cara berpikir saya salah?) saya mencoba melihat posisi KHK seperti Undang-undang dasar, lalu di bawahnya ada undang-undang daerah, atau peraturan pemerintah, dan sebagainya. Kalau KHK tidak mempunyai teori mengenai sanksi, sepertinya mustahil ordinaris wilayah akan membuat sanksi karena tidak memiliki landasan teori. Salam dan terima kasih

Romo Wanta, Pr.
Reply to  feliz
12 years ago

Feliz Yth

Pemikiran anda tidak sama dengan para penulis KHK 1983. Tidak perlu semua hal yang kecil diatur dalam KHK. Uskup memiliki kewenangan membuat aturan dan hukum partikular sendiri untuk keuskupannya sesuai kewenangannya. Mengatur membuat pedoman pengelolaan keuangan dan pengaturan harta benda gereja. KHK mengatur yg universal. Jadi soal aturan penggunaan stips/iurae stolae diserahkan pada para uskup diosesan untuk gereja lokalnya masing-masing. Harap maklum

salam
Rm Wanta

Feliz
Feliz
Reply to  Romo Wanta, Pr.
12 years ago

Terima kasih romo atas jawabannya, saya akan mencoba memaklumi dan saya semakin mengerti mengapa Tuhan Yesus dahulu sering mengkritik para ahli kitab dan para pejabat agama Yahudi yang begitu taat dengan hukum Yahudi tetapi seringkali memberi beban berat kepada umatnya dan lebih jelek lagi mereka sendiri berlindung dalam hukum. Selama hukum tidak mengatur, berarti tidak bisa disalahkan. Tetapi Tuhan yang mahabesar itu mengetahui segalanya.

maria
maria
Reply to  Romo Wanta, Pr.
12 years ago

salam setelah membaca tnya jwb diatas, sy agak se7 dg sdr Feliz ttg rawannya stips krn di daerah sy, smg, umat yg mengadakan ibadat lingkungan dn mendtgkn pastor PASTIlah seorg yg mampu krn mampu memberi uang saku ato segala fasilitasnya. Jadi menurut dr pengalaman di daerah sy, kehadiran seorg Pastor adl hal istimewa tp sy tdk ingin mempermasalahkn hal tsb krn apa yg dilakukan oleh seorang pastor baik maupun buruk adl tanggung jwb org tsb dg Tuhan krn tentunya pastor lbh mengerti ttg baik dn buruk. Jika sy ingin intensi misa utk arwah ayah dn nenek sy, bagaimana crnya? Apakah… Read more »

Romo Wanta, Pr.
Reply to  maria
12 years ago

Maria dan Feliz yth KHK 1983 adalah Undang Undang universal Gereja, buku VI bicara tentang Hukum Acara Pidana, jadi ada sangsi bagi siapa saja yang melanggar hukum. Uskup selaku wakil rasul Kristus dengan kewenangannya dapat membuat dan memberlakukan Hukum partikular yang tidak bertentangan dengan hukum universal, bahkan Konferensi Uskup dapat membuat Hukum nasional bagi umat -Nya. Soal Stips Konferensi dan Uskup Diosesan dapat mengaturnya secara detil dengan merujuk KHK 1983. Gereja Katolik Indonesia belum memiliki peraturan tentang hal ini secara nasional, tetapi Uskup masing masing sudah ada yang memiliki. Mohon maaf jangan berpikir negatif terhadap Imam dan Uskup seperti yang… Read more »

Gust
Gust
12 years ago

Yth. Romo Wanta

apakah hukum gereja juga mengatur sanksi jika ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh seorang imam berkenaan dengan penyalahgunaan stipendium? Terima kasih atas infonya

Romo Wanta, Pr.
Reply to  Gust
12 years ago

Gust yth

Pelanggaran atas penyalahgunaan stipendium tidak diatur khusus dalam KHK yang mengatur secara universal. Aturan penggunaan dan sanksi bagi penyalahgunaan stipendium dapat diatur dalam aturan keuskupan (lex specialis) dimana Uskup berhak untuk mengatur penggunaan stips.

salam
Rm Wanta

Gust
Gust
Reply to  Romo Wanta, Pr.
12 years ago

terima kasih romo, atas infonya

Feliz
Feliz
12 years ago

Maaf Romo, saya mau bertanya lagi. Saya belajar tentang sumber daya manusia, di sana ada istilah compensasi dan benefit. Menurut saya, stipendium adalah bagian dari compensasi dan benefit walaupun hukum gereja sudah memberi arti baru supaya tidak menonjolkan segi materinya, tetapi hakikatnya tetap sama sebagai balas jasa. Dahulu para imam tugasnya benar-benar hanya melayani umat sehingga dia hidup dari pemberian umat atau stipendium, iura stolae, tetapi ketika organisasi gereja sudah lebih baik, maka dibuat uang saku dan stipendium dianggap sebagai tambahan (apakah cara berpikir ini benar Romo?) Di zaman sekarang para imam pun bekerja di lembaga-lembaga seperti sekolah, rumah sakit,… Read more »

Romo Wanta, Pr.
Reply to  Feliz
12 years ago

Feliz Yth Saya senang anda semangat bertanya, itu tanda baik. Setiap pekerja di pastoran selalu mendapat gaji kecuali karena dia memang menyatakan tidak mau dan kerja volunteer. Gaji pekerja paroki ada yang diatur oleh keuskupan dan ada pedomannya sendiri. Maaf iura stolae atau stips bukan compensasi dan benefit. Kami para imam tidak melayani untuk dapat benefit, kalaupun ada, imam itu tidak benar dalam melayani. Iura itu dari iure hak, stolae adalah lambang kuasa jabatan imamat dengan stolae saya atas nama Tuhan dan Gereja melaksanakan tugas pelayanan rohani. Dia mempersembahkan dan membawa korban jemaat pada Allah dan hidup dari pelayanan persembahan/korban… Read more »

Feliz
Feliz
Reply to  Romo Wanta, Pr.
12 years ago

Terima kasih Romo, jadi uang bukan tujuan, tetapi pelayanannya. Semoga imam2 tetap berjalan seperti yang Romo katakan. Berarti pandangan yang mengatakan imam tidak mempunyai apa-apa kurang benar ya Romo? Karena menurut Romo, seorang imam mempunyai hak atas pelayanannya. Dan kalau coba dikalkulasi yang didapat seorang imam bisa lebih besar dari UMR untuk standard kota. Sekarang cukup banyak awam yang juga melayani umat secara rohani dengan kebangunan rohani. Apakah dia juga punya hak atas pelayanannya? Mungkin karena data dan perhitungan maka teman saya pernah mengajak saya untuk pelayanan dan dia bercerita, dia bisa hidup dari pelayanan kepada jemaat. Guru saya dahulu… Read more »

Romo Wanta, Pr.
Reply to  Feliz
12 years ago

Feliz Yth Saya mohon anda membaca buku-buku ttg imam seperti Imam Di Ambang Batas, Imam Diosesan Akar Tunggang Gereja Lokal, Imam Jantung Hati Yesus dll, carilah di Obor atau Kanisius, dengan cara itu anda akan paham. Soal stips bisa dibaca di majalah Liturgia dari KWI silakan datang di kantor kami Jl. Cut Meutia 10, Jakarta Pusat. Bisa bertemu dengan saya dan bisa diskusi panjang lebar welcome. Setiap umat beriman memiliki hak dan kewajiban termasuk imam. Imam memiliki sesuatu karena karunia Tuhan dan jabatan berkat tahbisan. Soal KRK biasanya tidak untuk imam per se, tapi ada tim sendiri entah KTM karismatik… Read more »

zeska
zeska
13 years ago

shalom pak stef & bu ingrid.. saya senang membaca artikel2 & tanya jwb yg ada di katolisitas.org, benar2 membantu pertumbuhan iman katolik saya. pak, bu, saya ingin tanya tentang intensi misa. Apakah ada pengaturan bahwa intensi dalam misa hanya 1 ataukah bisa borongan? Di paroki saya, romo hanya memperbolehkan 1 intensi dalam 1 kali misa, kalau mau 2 atau lebih ya yang lain hanya di doakan saja. Sedangkan di paroki lain sering dibacakan intensi misa hari ini a, b, c, dstnya, buanyak sekali. Apakah ada bedanya antara intensi dan di doakan? apakah bedanya intensi cuma satu dengan yang borongan? Mohon… Read more »

zeska
zeska
Reply to  Rm Gusti Kusumawanta
13 years ago

Romo Wanta yth, Terimakasih Romo, untuk jawabannya. Jawaban Romo “Aturannya setiap misa yang dirayakan oleh seorang Imam hanya boleh diambil satu intensinya saja namun tidak berarti tidak boleh mendoakannya dalam misa karena umat memohonnya.” Berarti kalau Romo di paroki saya memberitahukan bahwa intensi misa hari ini untuk si A, kemudian untuk si B dan si C hanya di doakan; itu artinya stips yang diambil oleh Romo adalah dari si A sedangkan stips dari si B dan si C diserahkan ke Pastoran, gitu ya Romo? Kalau bobot dalam misanya tidak ada bedanya? antara yang intensi dan yang di doakan sama? Selama… Read more »

zeska
zeska
Reply to  zeska
13 years ago

Terimakasih banyak Romo atas penjelasannya..

antonius
antonius
Reply to  zeska
12 years ago

Romo Wanta dan Tim Katolisitas, Berkah Dalem. Saya senang sekali menemukan situs ini karena sungguh meneguhkan dan mencerahkan iman Katolik saya. Meskipun cukup terlambat, berkaitan dengan tema Stipendium (melanjutkan pertanyaan sdr. zeska), saya ingin mengajukan pertanyaan: seringkali kita menemui pada Misa di beberapa tempat ziarah menerima bukan hanya 1, 2, 3 tetapi sampai puluhan bahkan ratusan intensi Misa (misalnya: di Gereja Ganjuran Bantul Yogyakarta, konon pada Misa prosesi agung bisa menerima 800 – 900 intensi Misa). Bagaimana mestinya Romo dan pengurus paroki setempat mesti menyikapi ‘membludaknya’ intensi Misa seperti itu? Apakah Romo pemimpin Misa tetap hanya mengambil 1 stips tetapi… Read more »

zenny prijowibowo
zenny prijowibowo
13 years ago

Ada istilah baru bagi saya yang cukup menarik “Kerakusan Klerikal”
Whats is this ?

feliz
feliz
Reply to  Rm Gusti Kusumawanta
12 years ago

Rm. Wanta, saya sangat setuju dengan tulisan Romo, memang hukum gereja sudah mengatur semua dengan baik, tetapi seringkali dalam praktek masih ada celah. Bagaimana gereja mengontrol perilaku para imam supaya tidak terjadi kerakusan klerikal? Karena di kota-kota besar kecenderungan ini cukup tinggi. Bagaimana penerapan stipendium secara praktis di gereja atau paroki? Di beberapa keuskupan, stipendium dan semua iura stolae dikelola untuk kehidupan imam / biaya hidup, tetapi ada juga paroki yang membuat lain, biaya hidup diatur dari kolekte dan stipendium / iura stolae sebagai tambahan untuk pribadi imam tersebut. Padahal kalau membaca aturan stipendium seharusnya itu untuk hidup imam atau… Read more »

Romo Wanta, Pr.
Reply to  feliz
12 years ago

Feliz Yth Apa yang saya tulis adalah normatif yang sesungguhnya diterapkan di keuskupan masing-masing dan diapprove oleh konferensi para uskup untuk menjadi pedoman bagi semua imam. Tentang kebutuhan pokok dari imam tergantung dari aturan internal keuskupan. Misalnya di salah satu keuskupan, iura stolae dan stips dikumpulkan untuk karya karitatif orang miskin 15 %, untuk solidaritas antar imam 35%, untuk paroki setempat 15%, untuk imamnya sendiri 35%. Namun aturan partikular ini pun belum ada, bahkan 100% untuk imam tsb atau seluruhnya untuk paroki, untuk imam tsb diberi uang saku per-bulan yang ditentukan sendiri oleh pihak paroki. Tentang uang saku para imam… Read more »

Feliz
Feliz
Reply to  Romo Wanta, Pr.
12 years ago

Terima kasih Romo atas penjelasannya. Jadi sejauh saya tangkap dari penjelasan Romo, semuanya diserahkan pada kebijakan keuskupan yang memungkinkan berbeda-beda dari satu keuskupan ke keuskupan lain. Dan justru di situlah persoalan yang ingin saya tanyakan bagaimana gereja mengontrol pelaksanaan aturan yang baik itu karena situasi zaman berubah, dengan mobilitas yang tinggi, sehingga para imam yang tinggal di satu keuskupan / satu kota belum tentu dia bekerja di keuskupan tersebut (para imam yang berlibur (dalam atau luar negeri) atau tugas belajar atau bertugas di biara) sehingga tidak mengetahui aturan main dalam keuskupan tersebut. Sehingga dengan sendirinya akan menerima 100% dari stipendium… Read more »

Romo Wanta, Pr.
Reply to  Feliz
12 years ago

Feliz Yth Gereja lokal adalah otonom maka uskup diberi kepercayaan penuh untuk memimpin, jemaat yg dipercayakan oleh Tuhan melalui Bapa Suci. Oleh karena semua aturan khusus menyangkut uang saku, iura stolae/stips adalah kewenangan uskup. Dalam KHK hal ini diatur oleh konferensi para uskup. Untuk Indonesia masih diatur oleh para uskup masing masing mengingat wilayah yang berbeda. Tidak bisa disamakan keuskupan misalnya Jakarta dengan Maumere. Yang penting soal hidup imam tiap keuskupan sudah mengaturnya. Setiap imam yang bekerja di luar keuskupannya harus melaporkan pada uskup setempat untuk mendapat yurisdiksi dan jika ada kontrak kerja dia akan mendapat hak yang sama seperti… Read more »

feliz
feliz
Reply to  Romo Wanta, Pr.
12 years ago

Terima kasih Romo, sebelumnya saya minta maaf, saya tidak menyangkal aturan gereja yang sudah sangat baik dan dipikirkan matang-matang. Di Jerman, teman saya bilang, umat tidak memberi uang cash kepada imam sebagai stipendium tetapi bisa melalui cek, atau catatan khusus yang bisa diuangkan kemudian, atau memberikan kepada petugas gereja dan dibuat pencatatan, sehingga intinya ada sistem pencatatan. Sejauh saya pelajari, persoalan korupsi juga bisa menyangkut soal manipulasi data. Di Asia, tingkat korupsi tinggi karena pencatatannya lemah sehingga pengontrolan sulit dibuat. Saya setuju tulisan Romo yang mengatakan persoalan korupsi adalah perbuatan perorangan yang menyalahgunakan wewenangnya tetapi justru di situlah persoalannya, bagaimana… Read more »

Romo Wanta, Pr.
Reply to  feliz
12 years ago

Feliz Yth

Secara teori pertanggungjawaban keuangan hasil iura stolae adalah benar. Namun sekali lagi manajemen kontrol dan laporan buku stips di setiap keuskupan harus dilakukan dan memang itu idealnya. Di sini kita bahas soal teori secara kanonis. Mudah mudahan prakteknya dijalankan, jika tidak, maka kewenangan pimpinan ordinaris wilayah Gereja lokal lah yang harus melakukan tindakan terhadap imamnya.

salam
Rm wanta

Sumitro Michael Sibagariang
Reply to  feliz
10 years ago

Terimakasih untuk saudara Felix, pertanyaan’y dan jawaban dari Romo wanta, Pr. cukup membantu saya untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan yang ada dibenak saya akan istilah –
“iure stolae, stipendium dan intensi. ” tadi saya menayakan hal diatas di Page Katholik menjawab hingga seorang teman sesama pengunjung memberikan saya link untuk mengunjungi site ini.
Salam .GBU

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
37
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x