Keutamaan Petrus (3): Tanggapan terhadap mereka yang menentang keberadaan Petrus di Roma

Pendahuluan

Harus diakui, bahwa banyak orang karena satu dan lain hal tidak percaya akan pengaruh Rasul Petrus dalam sejarah Gereja. Mereka umumnya menutup mata terhadap fakta sejarah yang begitu jelas menyatakan bahwa Rasul memang pernah tinggal di Roma, mendirikan Gereja di sana, dan akhirnya wafat sebagai martir di sana. Dewasa ini, dengan adanya akses yang semakin besar terhadap bukti- bukti sejarah dan terjemahannya, kita dapat mengetahui kenyataan yang sebenarnya, sehingga banyak para ahli dan komentator Protestan-pun mulai mengakui kebenaran ini.

Beberapa keberatan utama Protestan

Jika diperhatikan, terdapat beberapa keberatan Protestan tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma, yang jika diringkas adalah sebagai berikut:

1. Mereka menganggap kata “Babilon” tidak sama dengan Roma.

Bukti sejarah menunjukkan bahwa pada abad- abad awal Gereja awal menggunakan kata figuratif Babilon untuk menggambarkan kota Roma. Pengertian ini tidak pernah dipertanyakan sampai pada sekitar masa Reformasi.
Allan Stibbs  seorang komentator Protestan, mengatakan, “Hanya pada dan sejak Reformasi, beberapa orang mulai condong untuk menganggap kata [Babilon di 1 Pet 5:13] secara literal mengacu kepada Babilon di Mesopotamia atau stasi militer yang bernama Babilon di Mesir.” ((The First Epistle General to Peter, Tyndale New Testament Commentaries (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1959), p. 176 ))

2. Mereka menganggap Rasul Petrus tidak pernah ke kota Roma.

Oscar Cullman, juga seorang Teolog Lutheran, mengatakan, “Pertanyaan [bahwa Rasul Petrus pernah tinggal di Roma] pertama kali diajukan di jaman abad pertengahan, [yaitu] kaum Waldensian yang memegang bahwa Alkitab hanya satu- satunya pegangan ….” ((Oscar Cullmann, Peter: Disciple, Apostle, Martyr, trans. Floyd V. Filson (Philadelphia: Westminster Press, 1953), 71)). Bagi kaum Waldensian (dipimpin oleh Peter Valdes dari Lyon, 1205-1218) dan mereka yang sepaham dengan mereka pada jaman Reformasi sekitar tiga abad setelahnya (1519- 1520), alasannya adalah: karena Kitab Suci tidak secara eksplisit mengatakan demikian.

3. Mereka menganggap Kitab Suci tidak mengatakannya.

Hal ini menjadi tanggapan umum umat Protestan yang memegang prinsip ajaran “Sola Scriptura“, sehingga apa yang tidak tertulis secara eksplisit dianggap sebagai tidak terjadi, atau dapat diragukan.

Komentar tokoh-tokoh Protestan dan bagaimana kita menanggapinya

1. Martin Luther (1483- 1546)
Ia sebenarnya menyimpulkan bahwa Babilon dalam (1 Pet 5: 13) mengacu kepada Roma. Namun ia selanjutnya mengatakan, “Tetapi saya ingin memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk menginterpretasikan ayat ini sesuai dengan apa yang dipilihnya, sebab ini tidak penting.” ((The Catholic Epistles, dalam Luther’s Works, ed. Jaroslav Pelikan (St. Louis, Mo.: Concordia Pub., 1967) 30:144))

Tanggapan kita umat Katolik:
Sesungguhnya keberadaan Petrus di Roma adalah sesuatu yang penting untuk membuktikan kepemimpinan Petrus pada Gereja awal. Sesuatu yang layak disayangkan adalah menyerahkan kepada setiap pribadi untuk menginterpretasikan ayat ini, tanpa mengindahkan bukti sejarah yang sudah dengan jelas menyatakan fakta yang sebenarnya bahwa memang Petrus pernah berada di Roma.

2. John Calvin (1509- 1564)

Dalam komentarnya terhadap teks 1 Pet 5:13, Calvin mengatakan, “Banyak dari para komentator kuno yang berpikir bahwa Roma di sini disimbolkan [dengan Babilon]. Para pengikut Paus (Papists) dengan gembira memegang komentar ini, sehingga Petrus kelihatannya sebagai sudah menjadi kepala Gereja Roma. Karakter yang buruk pada nama ini tidak menghalangi mereka asalkan mereka dapat meng-klaim gelar tersebut; tidak juga mereka mempunyai perhatian besar terhadap Kristus, asalkan Petrus ditinggalkan bagi mereka. Asalkan mereka dapat mempertahankan kursi Petrus, mereka tidak akan menolak untuk menempatkan Roma di daerah yang berhubungan dengan neraka (infernal regions). Tetapi komentar kuno ini tidak mempunyai warna kebenaran, tidak juga saya lihat bahwa ini disetujui oleh Eusebius dan lain-lainnya, kecuali bahwa mereka sudah disesatkan oleh kesalahan bahwa Petrus sudah pernah ke Roma…. adalah mungkin sekali bahwa ia [Petrus] ada di Babilon, dan ini sesuai dengan panggilannya, sebab kita mengetahui bahwa ia ditunjuk untuk menjadi rasul terutama bagi orang-orang Yahudi. Oleh karena itu, ia mengunjungi terutama bagian dunia yang terdapat sejumlah besar bangsa Yahudi.” ((Calvin, seorang bapa Teolog Reformasi, seperti dikutip oleh Stephen Ray, Upon the Rock, (San Francisco, Ignatius, 1999), p. 98-99))

Tanggapan kita umat Katolik:
Tanggapan di atas sepertinya mau mengatakan bahwa semua orang sampai abad ke 15  telah ‘tertipu’, seolah tidak ada yang mengerti fakta yang sesungguhnya, dan bahwa Calvin-lah yang mengetahui kebenaran tentang Petrus.  Calvin kelihatannya tidak menyadari akan banyaknya bukti yang menyatakan tentang fakta kehadiran Rasul Petrus di Roma. Memang mungkin ini disebabkan karena banyak dari teks-teks kuno para Bapa Gereja dan sejarahwan baru dapat diketahui dan diterjemahkan di abad-abad terakhir ini.  Pertanyaannya adalah apakah semua penulis di abad- abad awal ini menuliskan sesuatu yang salah tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma? Jika fakta ini salah, mengapa tidak ada dokumen pada abad itu yang menentang pernyataan tersebut? Mengapa bahkan sekte sesat/ bidaah sekalipun tidak ada yang menuliskan protes tentang hal kepemimpinan Rasul Petrus di Roma? Mengapa tidak ada kota lain yang meng- klaim tulang- tulang Rasul Petrus?

Cukup menarik di sini bahwa Calvin tidak memberikan bukti yang menentang keberadaan Petrus di Roma. Ia hanya memberikan alasan bahwa sudah selayaknya Petrus berkhotbah kepada bangsa Yahudi, mengingat tugas utamanya adalah untuk mengajar umat Yahudi, dan karenanya ia tidak mungkin ke Roma. Namun alasan ini tidak tepat, sebab ahli sejarah Paul Johnson mengatakan bahwa diaspora (penyebaran bangsa Yahudi) terjadi sangat cepat pada abad pertama. “Strabo, seorang ahli geografi Roma (60BC- 21AD) mengatakan bahwa bangsa Yahudi adalah sebuah kekuatan bagi seluruh dunia yang berpenghuni…. Mereka telah berada di Roma, selama 200 tahun dan saat itu telah membentuk koloni yang substansial di sana; dan dari Roma mereka telah menyebar ke seluruh kota di Italia, dan lalu ke Gaul dan Spanyol dan menyeberangi laut ke barat laut Afrika.” ((Paul Johnson, A History of the Jews (New York: Harper & Row, 1987), 132)).

Kenyataannya, pengaruh orang-orang Yahudi begitu kuatnya di Roma, sehingga Suetonius mengatakan, “Karena orang-orang Yahudi terus membuat gangguan atas pengaruh ‘Chrestus’, Claudius (41-57) mengusir orang-orang Yahudi ini dari Roma.” ((Eerdman’s Handbook to the History of Christianity, ed. Tim Doley (Grand Rapids, Michigans: Eerdmans, 1977), p. 53)). Para ahli sejarah memperkirakan bahwa pada sekitar tahun 49 terjadilah pengusiran orang-orang Yahudi tersebut, di mana para penguasa Roma saat itu mengira bahwa Petrus adalah ‘Chrestus’ yang mendirikan agama Kristen. (lihat Kis 18:12)

Selanjutnya Peter Davids, seorang ahli Kitab Suci Protestan, mengkoreksi Calvin, dengan mengatakan, “Secara natural memang mungkin saja ‘Babilon’ dapat berarti kota Babilon yang berada di Mesopotamia…. namun pada masa pemerintahan Claudius, komunitas Yahudi sudah meninggalkan Babilon untuk menuju ke Seleucia (Josephus, Antiquities of the Jews. 18.9.8-9), dan itu adalah kurang lebih waktu yang sama saat Petrus meninggalkan Yerusalem setelah penganiayaan yang diadakan atas perintah Kaisar Herodes Agrippa I. Selanjutnya, Babilon mulai punah/ menurun secara umum pada abad pertama sehingga pada tahun 115 bangsa Trajan menemuinya sebagai kota hantu (Dio Cassius, Roman History 68.30). Akhirnya, tidak ada tradisi Siria yang mengatakan bahwa Rasul Petrus pernah melakukan perjalanan/ tinggal di deareh Mesopotamia. Maka kemungkinan besar Rasul Petrus tidak ada di Babilon pada saat yang sama dengan Silwanus (yang kita ketahui melakukan perjalanan ke Asia kecil dan Yunani bersama dengan Paulus). Ini menyebabkan Roma sebagai satu-satunya kemungkinan. Bahwa Roma disebut sebagai Babilon telah dikenal oleh sumber- sumber kalangan Yahudi dan Kristen.” ((Peter Davids, The Epistle of Peter, The New International Commentary on the New Testament (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1990), p 202.

3. Lorraine Boettner (1901-1990)

Karl Keating, seorang Apologist Katolik menulis, “Roman Catholicism disebut sebagai “kitab suci” dari gerakan anti Katolik di antara kaum Fundamentalis. Di buku ini posisi anti Katolik diekspresikan dengan panjang lebar. Roman Catholicism ini layak dicermati, sebab kredibilitas gerakan anti- Katolik ini telah tergantung dari kredibilitas satu buku ini.” ((Karl Keating, Catholicism and Fundamentalism (San Francisco: Ignatius Press, 1988), p. 28.))

Boettner mengatakan, “Menurut Tradisi Katolik Roma Petrus adalah Uskup pertama di Roma, dan masa pontifikatnya berlangsung selama 25 tahun dari tahun 42-67, dan ia dibunuh sebagai martir pada tahun 67…. ((Gereja Katolik tidak pernah mengeluarkan pernyataan secara definitif dan infallible tentang masa kronologis kepemimpinan Rasul Petrus.  Boettner mengutip sumber dari Confraternity Bible, tentang 1 Peter, namun data ini hanya dimaksudkan sebagai garis besar dan merupakan interpretasi berdasarkan penyelidikan sejarah, dan bukan pernyataan resmi Gereja Katolik. Yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah bahwa Yesus mempercayakankan kepemimpinan kepada Rasul Petrus, sebagai “Batu Karang” Gereja (lih. KGK 881), dan Paus, yaitu uskup Roma sebagai penerus Rasul Petrus merupakan sumber dan pondasi yang berkelanjutan dan kelihatan bagi kesatuan antara semua uskup dan semua umat beriman (KGK 882) )) Namun demikian, herannya, kitab Perjanjian Baru tidak mengatakan apa- apa tentang kepemimpinan Petrus sebagai uskup. Perkataan Roma disebutkan selama sembilan kali di Kitab Suci dan tidak pernah disebutkan Petrus berkaitan dengannya…. Tidak ada bukti di kitab Perjanjian Baru atau bukti sejarah apapun yang mengatakan bahwa Petrus berada di Roma. Semuanya hanya legenda… Tetapi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa ‘Babilon’ berarti ‘Roma’.” ((Lorraine Boettner, Roman Catholicism, Philadelphia: Presbyterian and Reformed Pub,, 1962) p. 117, 120))

Tanggapan kita umat Katolik:
Selayaknya kita bertanya bukti seperti apa lagi yang dikehendaki oleh Boettner, karena sesungguhnya bukti-bukti itu sudah sangatlah jelas, silakan klik di artikel Keutamaan Paus bagian- 2, untuk melihat contohnya. Apakah Boettner menganggap bahwa semua pengajaran Bapa Gereja pada abad- abad awal sebagai legenda? Jika ya, mengapa ia mempercayai doktrin mengenai Trinitas, ke-Allahan Yesus dan kanon Kitab Suci yang ditetapkan oleh para Bapa Gereja di abad- abad awal?

Walaupun Kisah Para Rasul menceritakan hal-hal yang terjadi dalam tiga dekade pertama setelah kenaikan Yesus ke surga, harus tetap diakui, ada banyak hal-hal yang tidak sempat tertulis di sana. Tahun- tahun Rasul Petrus tidak tertulis di sana, sama seperti detail pelayanan para rasul yang lainnya. Namun para jemaat pertama tersebut mengetahui bahwa sumber kebenaran iman tak melulu tergantung dari “kitab suci” semata, karena pada saat itu Kitab Suci juga belum secara mudah mereka dapatkan. Mereka bertumbuh di dalam iman melalui pengajaran lisan para rasul dan para Bapa Gereja. Maka sesungguhnya di sini, bukan tugas umat Katolik untuk membuktikan keberadaan Rasul Petrus di Roma, karena bukti dan tulisan-tulisan para Bapa Gereja telah sedemikian jelasnya membuktikan hal tersebut. Seharusnya mereka yang menentang kebenaran ini yang harus memberikan bukti/ sumber yang menentangnya, dan inilah yang tidak pernah ada.

Jadi, menarik untuk diamati bahwa seperti halnya Calvin, Boettner juga tidak menyertakan sumber ataupun tradisi mana yang mendukung keyakinannya, yang menentang keberadaan Petrus di Roma. Ia hanya menyatakannya pandangannya untuk mendukung paham Fundamentalis, dan menutup mata terhadap segala bukti yang menunjukkan sebaliknya.

4. Harry A. Ironside (wafat 1951) dan Jimmy Swaggart (1935-)

Ironside adalah pastor dari Moody Memorial Church dan Swaggart adalah seorang pengarang dan tele-evangelist. Keduanya adalah penulis dan pengkhotbah yang menentang keberadaan Petrus di Roma. Swaggart mengatakan, “Petrus mungkin pernah mampir atau mengunjungi Roma, tetapi tidak ada tanda bukti Alkitabiah untuk mengkonfirmasi hal ini…. [Mengacu kepada surat Rasul Paulus kepada umat di Roma] Karena Petrus tidak disebutkan di sini oleh Paulus, maka dapat disimpulkan dengan kepastian bahwa ia tidak berada di sana pada saat itu! Ini tentu merendahkan pondasi dari jalur apostolik dari uskup Roma. Jika Petrus berada di Roma sebagai uskup (seperti diklaim oleh Gereja Roma) ia akan disapa pertama kali oleh Paulus! Oleh karena itu adalah buang-buang waktu untuk memperhitungkan teori yang tak berdasar ini….!” ((Jimmy Swaggart, Catholicism & Christianity (Baton Rouge, La. :Jimmy Swaggart Ministries, 1986) 23-24))

Tanggapan kita umat Katolik:
Baik Ironside maupun Swaggart hanya mendasarkan pandangannya dari apa yang tertulis di Kitab Suci saja, tanpa memperhatikan bukti- bukti sejarah lainnya yang menunjukkan dengan sangat kuat tentang keberadaan Petrus di Roma. Mereka, seperti tokoh Protestan lainnya, hanya berpegang pada paham “silence in Scripture” tanpa memberikan bukti sumber lainnya yang mendukung pandangan mereka. Dengan demikian, mereka hanya mengatakannya atas dasar pandangan pribadi, dan mengabaikan fakta sejarah umat Kristen.

Mengapa Petrus tidak disebutkan dalam Surat kepada jemaat di Roma

Kenyataan bahwa Petrus tidak disebut di dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma, itu tidak menjadi bukti yang kuat bahwa Petrus tidak ada/ tidak pernah ke Roma. Terdapat beberapa kemungkinan mengapa nama Petrus tidak disebutkan di sini: ((Michael Grant, Saint Peter (New York: Scribner’s, 1995)p. 147-151))

1. Rasul Petrus melakukan perjalanan dengan sangat ekstensif pada saat itu.
Maka dapat diperkirakan bahwa ia mengadakan perjalanan ke daerah-daerah yang lain sementara menggunakan Roma sebagai “home base“, atau ia membantu Gereja dari daerah lain. Karena ia diberi tugas untuk mengabarkan Injil kepada umat Yahudi, maka ia akan merasa wajib untuk mengunjungi daerah-daerah di mana ada kaum diaspora Yahudi. Dalam hal ini Roma merupakan kemungkinan besar, karena sejumlah besar kaum Yahudi di sana. Roma yang juga adalah pusat kerajaan Romawi, juga menjadi pusat Gereja. Kita ketahui dari surat Rasul Paulus bahwa Rasul Petrus melakukan perjalanan untuk pewartaan Injil, disertai oleh istrinya (1 Kor 9:5).

2. Juga, kemungkinan pada tahun 49, Rasul Petrus, bersama dengan orang- orang Yahudi lainnya diusir keluar Roma oleh Kaisar Claudius, dan hanya menyisakan sejumlah jemaat Kristen non- Yahudi. Kita mengetahui dari bukti sejarah bahwa pada tahun itu terjadi kesalahpahaman dari pihak Kaisar Roma (Claudius) bahwa terjadi keributan yang disebabkan oleh seorang “Chrestus”, yang kemungkinan mengacu pada Kristus, di mana Petrus adalah pemimpinnya, yang dianggap sebagai sekte Kristus Yahudi oleh pemimpin kerajaan Roma. Keadaan ini ditulis juga di Kis 18:12. ((Lihat. Suetonius, Life of Claudius, “The Twelve Caesars”, chap. 25, sect 4)

3. Penganiayaan umat Kristen adalah suatu realitas yang mengenaskan pada abad pertama; dan bahwa pasti ada hukuman mati bagi seseorang yang menjadi uskup di Roma. ((Selama 250 tahun Kaisar Romawi berusaha menghancurkan agama Kristen melalui penganiayaan. Ketakutan Kaisar Roma seperti yang dikatakan oleh Kaisar Decius adalah, “Lebih baik bagiku untuk menerima kabar saingan terhadap tahtaku daripada sebuah kabar adanya uskup Roma yang baru.” (seperti dalam Christian History, issue 27, “Persecution in the Early Church” (1990, vol. IX., no. 3) p.22. Tak heran bahwa selama 200 tahun semua Paus, kecuali satu, wafat sebagai martir (lihat Fr. Frank Cachon dan Jim Burnham, Beginning Apologetics 1, Farmington, NM: San Juan Catholic Seminars 1993-1998), p. 17))  Tak ada seorang Kristen-pun yang ingin mengekspos Petrus atau pemimpin yang lain terhadap ancaman hukuman ini, membuat mereka menjadi sasaran bagi kerajaan Roma. Dengan demikian, adalah bijaksana bagi rasul Paulus untuk tidak menyebutkan Rasul Petrus dalam suratnya yang dapat jatuh ke tangan penguasa Roma, sebab jika tidak, pendirian Gereja di Roma akan menjadi berantakan jika dokumen itu jatuh ke tangan orang Roma yang membenci Gereja. “Orang- orang Kristen saat itu sangat berhati-hati untuk tidak membiarkan gerakan-gerakan dan tindakan- tindakan para Uskup mereka diketahui oleh pihak penguasa negara pagan tersebut. Pernyataan Rasul Paulus bahwa ia tidak akan membangun pada ‘pondasi yang sudah diletakkan oleh orang lain’ adalah referensi yang cukup memadai bagi mereka yang kepadanya surat itu dituliskan. ((Leslie Rumble, Radio Replies, ed. with Charles M/ Carty (1938: reprint, Rockford, III: TAN Books, 1979), 2:92)).

4. Ada kemungkinan, Rasul Paulus menuliskan suratnya kepada sebuah kelompok khusus dalam komunitas Kristen di Roma. Sebab di sini ia tidak menyebut komunitas tersebut sebagai ‘Gereja’ seperti yang disebutkan pada surat- suratnya yang lain, namun hanya secara umum ‘semua yang di Roma’.

5. Seperti telah disebutkan di point 3, ada kemungkinan juga Rasul Paulus sudah menyebutkan Rasul Petrus walau secara terselubung, “….aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus. Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain, …Itulah sebabnya aku selalu terhalang untuk mengunjungi kamu. Tetapi sekarang, karena aku tidak lagi mempunyai tempat kerja di daerah ini dan karena aku telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu, aku harap dalam perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu dengan kamu, sehingga kamu dapat mengantarkan aku ke sana, setelah aku seketika menikmati pertemuan dengan kamu.” (Rom 15: 19-20, 22-24) Ayat ini menunjukkan bahwa seseorang rasul yang lain telah membangun Gereja (lih. Ef 2:20) di Roma. Karenanya Rasul Paulus percaya bahwa Gereja di Roma telah dibangun dengan baik, dan hanya bermaksud singgah saja dalam perjalanannya ke Spanyol (Rom 15:24, 28).

Menarik di sini untuk melihat bahwa Calvin telah menolak bahwa Rasul Petrus pernah ke Roma, dan menyebutkan bahwa yang tidak setuju dengannya sebagai ‘tersesat’. Namun dalam komentarnya terhadap ayat 1 Kor 15 tersebut, Calvin mengatakan, “… kita dapat menganggap bahwa para rasul adalah para pendiri Gereja, sementara para pastor yang meneruskan mereka mempunyai tugas untuk menjaga dan meningkatkan struktur yang telah didirikan oleh mereka (para rasul). Rasul Paulus mengacu kepada pondasi yang telah didrikan oleh seorang  rasul lainnya sebagai ‘pondasi yang diletakkan oleh orang lain’. ((Calvin’s New Testament Commentaries, trans. T.H. L. Parker (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1965)). Maka memang pertanyaannya adalah siapakah rasul lain yang sudah mendirikan Gereja di Roma sebelum Rasul Paulus mengunjungi Roma? Tentunya ini mudah dijawab dan diketahui seandainya seseorang mau mempelajari Kitab Suci dan kaitannya dengan fakta sejarah dan tulisan para Bapa Gereja, bahwa ‘seorang rasul lain’ yang telah mendirikan Gereja di Roma, adalah Rasul Petrus.

Di atas adalah beberapa kemungkinan yang dapat terjadi, sehingga Rasul Petrus tidak dituliskan di dalam surat Rasul Paulus kepada umat di Roma. Kita harus mengakui bahwa Kitab suci memang secara relatif tidak menuliskan banyak tentang akhir hidup para rasul, termasuk di antaranya tahun- tahun terakhir Rasul Petrus dan Paulus. Di sinilah peran sejarah dan tradisi Gereja awal untuk menjelaskannya. Tradisi ini tidak dipermasalahkan selama 16 abad, dan baru setelah ada Reformasi, keberadaan rasul Petrus di Roma dan keutamaannya sebagai pemimpin para rasul dipertanyakan.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, mari melihat kepada kutipan berikut ini

1. Encyclopedia Britannica memberi komentar terhadap ekskavasi/ penggalian di Roma, yang mengkonfirmasi keyakinan jemaat Kristen awal bahwa Rasul Petrus dibunuh sebagai martir di Roma dan dikuburkan di Roma di bawah basilika St. Petrus, yang dulunya adalah bukit Vatikan dekat dengan Nero’s Circus. John Evangelist Walsh, dalam bukunya The Bones of St. Peter, memberikan penjabaran lengkap tentang penggalian selama 30 tahun di bawah Vatikan dan penemuan serta otentifikasi dari tulang-tulang Rasul Petrus. ((John Evangelist Walsh, The Bones of St. Peter, (Garden City, N.Y: Image Books, 1985)). Oscar Cullman, seorang Teolog Lutheran mengatakan, “Penggalian-penggalian tersebut menyatakan bukti yang mendukung laporan bahwa tempat pelaksanaan hukuman mati Rasul Petrus adalah di daerah Vatikan.” ((Oscar Cullman, Peter: Disciple, Apostle, Martyr, trans. by Floyd V. Filson (Philadelphia: Westminster Press, 1953), 152))

2. Oscar Cullman mengatakan, “Dalam periode mendatang, penolakan terhadap tradisi Roma tentang Petrus secara umum sudah hampir tidak ada lagi. Orang- orang seperti Ernest Renan menganggap sebagai suatu fakta bahwa Petrus pernah berada di Roma. Tahun 1897, Teolog Protestan dan sejarahwan A. Harnack menuliskan pernyataan yang jelas bahwa penolakan terhadap keberadaan Petrus di Roma sebagai ‘sebuah kesalahan yang begitu jelas sekarang bagi setiap scholar yang tidak buta’….” Akhirnya Cullman menyimpulkan bahwa bahkan di antara umat Protestan, “kecenderungan umum adalah untuk menerima bahwa Petrus [pernah] tinggal di Roma.” ((Oscar Cullman, Peter, 74-77). Jadi kesimpulannya, menurut Cullman, “…sepanjang hidupnya, Petrus memegang posisi yang penting di antara para rasul; bahwa setelah kematian Kristus, ia memimpin gereja di Yerusalem di tahun-tahun pertama; bahwa ia lalu menjadi pemimpin misi bagi kaum Kristen Yahudi; bahwa dalam kapasitas ini, pada waktu yang tidak dapat secara persis ditentukan, tetapi kemungkinan terjadi menjelang kematiannya, ia datang ke Roma dan di sana, setelah bekerja dalam waktu yang singkat, wafat sebagai martir di bawah kekuasaan Nero.” ((Ibid., 152))

3. Akhirnya, seorang ahli Kitab Suci Protestan yang bernama F.F. Bruce menyimpulkan dengan mengutip perkataan Hans Lietzmann, demikian, “…. Semua sumber awal sekitar tahun 100 menjadi jelas dan mudah dimengerti, dan sesuai dengan konteks sejarah dan satu dengan lainnya, jika kita menerima apa yang mereka sampaikan dengan sederhana kepada kita, -yaitu bahwa Petrus datang ke Roma dan wafat sebagai martir di sana. Dugaan apapun yang lain tentang kematian Petrus [selain dari yang disebutkan di atas] menumpukkan banyak kesulitan di atas kesulitan dan tidak dapat didukung oleh satu dokumenpun.” ((Hanz Lietzmann, Petrus und Paulus in Rome (Berlin, 1927), 238, seperti dikutip oleh Bruce, dalam Peter, Stephen, James and John (Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 1979), 49))

[bersambung ke artikel Keutamaan Paus (4): menurut Dokumen ter-awal Gereja ]

4.2 5 votes
Article Rating
23 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
joe
joe
9 years ago

Salam damai Tuhan, Saya sebagai penganut Katolik di dlm hati saya ada sedikit yg mengganggu mengenai kebijakan Paus Fransiskus sebagai pemimpin Umat Katolik sedunia…..di beberapa media massa saya membaca bahwa melalui pidatonya dlm pertemuan dg 25 organisasi kemanusiaan Paus minta dunia tak lupakan Suriah…Paus sibuk ngurusin negara lain….sementara di belahan dunia lain seperti di Nigeria, dan di negara – negara arab umat Kristen mengalami pembantaian, diskriminasi dan penindasan termasuk di Indonesia, Gereja Gereja banyak yg dirusak dan dibakar….saya tidak pernah mendengar Paus mengeluarkan kecaman keras dan tegas satu patah kata pun… sepertinya Paus tutup mata aja tu…..saya sbg pemeluk Katolik… Read more »

Rm Yohanes Dwi Harsanto
Reply to  joe
9 years ago

Salam Joe, Jika kita hanya melihat satu sumber itu saja, tentu kesimpulannya seperti itu. Namun kita bisa melihat di sumber-sumber lain misalnya silakan klik http://www.huffingtonpost.com/2013/12/26/pope-francis-christian-persecution_n_4503734.html lalu http://www.huffingtonpost.com/2013/08/19/pope-francis-christian-violence_n_3779414.html atau http://ncronline.org/blogs/ncr-today/what-francis-can-do-anti-christian-persecution kemudian http://en.radiovaticana.va/storico/2013/08/18/pope_angelus_faith_and_violence_are_incompatible/en1-720613 juga di http://www.catholicherald.co.uk/news/2014/06/23/persecution-of-christians-worse-than-in-early-church-says-francis/ Untuk konteks Indonesia, hendaknya jangan ditanyakan ke Paus namun ke FMKI (Forum Masyarakat Katolik Indonesia) serta Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan, (di Jakarta Komisi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan), Komisi Kerasulan Awam Keuskupan, dan Komisi Kerasulan Awam KWI dan Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) Konferensi Waligereja Indonesia. Anda akan menjumpai Romo Agus Ulahayanan di Komisi HAK KWI, yang pasti akan mengatakan bahwa konteks… Read more »

yon
yon
10 years ago

sebaiknya seluruh pembaca membuka debat ini dalam website: http://www.laskarislam.com/t6048-roma-katolik-vs-kristen-protestan-karya-pdt-budi-asali-m-div

disini gambarannya jelas dari awal sampai akhir. penulispun, harus baca

[dari katolisitas: Penulis di artikel tersebut mendasarkan tulisan pada tulisan Loraine Boettner, yang sebenarnya kalau diteliti buku tersebut memberikan argumentasi yang justru tidak kuat. Sebagian dari tulisan ini telah dibahas di sini – silakan klik. Anda dapat memberikan sanggahan di tanya jawab tersebut]

budiaryotejo
budiaryotejo
10 years ago

wow excelent ZEPE.

m. herman-wib
m. herman-wib
11 years ago

Shalom Ibu Listiati dan segenap staf katolisitas serta sidang pembaca. Ini hanya renungan kecil setelah membaca tulisan Ibu Listiati. Menjadi kebanggaan besar bagi kita umat Katolik karena kita memiliki kebenaran iman berdasarkan fakta sejarah mengenai gereja kita (dan penebusan Nya) yg tidak hanya berdasarkan olah pikir manusia belaka!). Namun kita tidak akan berhenti pada bangga saja. Setelah mengetahui kebenarannya, giliran kita untuk bertanggung jawab atas iman dan kebenaran itu dalam kehidupan sehari-hari agar kita tdk menjadi batu sandungan bagi sesama, dan akhirnya, iman kita lah yg akan menolong kita pada pengadilan terakhir. [Dari Katolisitas: di sini janganlah kita lupa bahwa… Read more »

Kay Roven
Kay Roven
12 years ago

Syalom, Kepala gereja adalah Tuhan Yesus… Yang tidak mkn salah sisanya adalah manusia yang mempunyai kekurangan dan masi melakukan dosa yang di sengaja atau pun tdk di sengaja termasuk paus atau pun petrus… yang menjadi pertanyaan saya Kunci yang dimaksud utk membuka pintu sorga itu apa dan apa yang dimaksud yang diikat dibumi akan diikat di sorga apa yang dilepas di bumi akan dilepas di sorga? Saya tdk tau apa pertanyaan saya ini sudah ada yg pernah mempertanyakannya atau tdk [dari katolisitas: silakan bergabung dalam diskusi ini – silakan klik. Kalau anda ingin berdiskusi secara serius, cobalah membaca dahulu argumentasi… Read more »

Yosua
Yosua
13 years ago

saya memaklumkan mereka ( kaum Protestan ) , hanya Tuhan Yesus Kristus sendiri yang dapat membuka mata hati mareka untuk mengakui bahwa tubuhNYA hanya satu yaitu Gereja Katolik !

semoga kasih karunia dari Allah Bapa dan dari putraNYA Yesus Kristus Tuhan kita bersama dengan Roh Kudus mempersatukan mereka ( saudara2 Protestan ) kembali ke dalam pangkuan GerejaNYA yang Satu , Kudus , Katolik dan Apostolik.

Kuncara
Kuncara
Reply to  Yosua
12 years ago

Kita semua yang percaya pada Yesus Kristus adalah anggota tubuh Kristus, tidak ada satu yang lebih istimewa dari yang lain. Yesus turun ke dunia untuk menyelamatkan umat yang percaya, bukan untuk menujuk kelompok tertentu yang ujung-ujungnya justru menurunkan doktrin-doktrin yang sangat menyimpang. Tidak pernah ada maksud Allah Bapa untuk mengutus AnakNya yang tunggal supaya kita melakukan sakramen-sakramen. Tidak Ada Allah yang kekuatanNya harus dibatasi sedemikian rupa, sehingga untuk doa lebih manjur harus melalui individu2 terlebih dahulu. Apakah ada di dalam Kitab Suci yang mengajarkan bahwa manusia dapat mendengarkan doa jutaan orang sekaligus? Apakah benar Kitab Suci mengajarkan bahwa ada manusia… Read more »

Kuncara
Kuncara
Reply to  Ingrid Listiati
12 years ago

Shalom , “Jika kita membaca 1 Kor 12, kita mengetahui bahwa di dalam tubuh, terdapat banyak anggota, dan masing- masing anggota mempunyai perannya sendiri- sendiri. Dengan peran yang berbeda- beda ini maka setiap bagian anggota tubuh itu unik dan istimewa, namun tidak berarti bahwa semua bagian sama rata perannya. Demikianlah yang terjadi di dalam Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus.” Coba perhatikan 1 Kor 12 di ayat 20 dan 21, jelas di sana dikatakan ada banyak anggota, tetapi satu tubuh dan itu memang yang Tuhan firmakan melalui Rasul Paulus. Saya tidak pernah mengatakan bahwa anggota tubuh Kristus semuannya adalah sama, dan… Read more »

DK12
DK12
Reply to  Ingrid Listiati
12 years ago

1. Paus= perannya lebih besar? “Namun kemudian Anda mengatakan, “jawaban dari “Tidak adakah anggota tubuh yang lebih istimewa dari yang lain?” adalah TIDAK ADA” Ini yang tidak konsisten dengan jawaban di atas. Sebab jika kita mengatakan bahwa peran masing- masing anggota berbeda, artinya ada peran yang lebih besar, dan ada peran yang lebih kecil. Misalnya, peran jari tangan berbeda dengan peran jantung. Kalau jantung tidak ada maka tubuh mati, namun kalau satu jari tidak ada, tubuh masih dapat hidup. Walau tentu, tetap dikatakan masing- masing anggota semua penting, namun harus diakui bahwa ada bagian anggota- anggota tubuh tertentu yang mempunyai… Read more »

Fridolin Jimmy
Fridolin Jimmy
Reply to  Yosua
11 years ago

semoga mata hati mereka (orang2 yg menyangkal otoritas) dibukakan oleh kasih Tuhan

Beni
Beni
13 years ago

Shalom…
bagaimana tanggapan mengenai isi situs ini?
http://www.aloha.net/~mikesch/peters-jerusalem-tomb.htm

Terimakasih…

Salam,
Beni

Dela
Dela
13 years ago

Shalom Bu Inggrid, satu pertanyaan yang sering muncul dibenak saya tentang “era” Kepausan adalah demikian. Jika dulu pada era Perjanjian Lama, Allah selalu mengutus para nabi, namun setelah kedatangan Yesus kedunia era kenabian ini berakhir. Pertanyaan saya adalah apakah era kenabian ini telah berganti menjadi era kepausan? Sebab bukankah para Paus kita menjalankan peran sebagai nabi bagi dunia ini? Jika kita melihat peran Paus di era modern ini terutama sekali pada masa2 Paus John Paul II peran sebagai nabi modern tampak nyata. Dan dunia mengakui otoritas Paus sebagai penyuara perdamaian dan moral. Kira2 benarkah demikian bahwa Paus adalah Nabi di… Read more »

Aquilino Amaral
Aquilino Amaral
14 years ago

saya ingin menyampaikan terima kasih atas ibu Ingrid terhadap topik diatas, bahwa orang Protestant pada mulanya adalah katolik, [ …. diedit… namun] memisahkan diri dari gereja katolik. Semua sumber yang mereka dapat berasal dari Bapa Gereja mula-mula. Oleh karena itu bagi kaum protestant, lebih baik anda semua … mengakui keberadaan Petrus di Roma dan segala tradisi suci yang tinggalkan oleh para rasul. Anda (kaum protestan) jangan menafsirkan kitab suci berdasarkan pendapat anda, supaya apa yang anda tafsirkan itu tidak menyimpang dari kitab suci. Yang mempunyai wewenang untuk menafsirkan adalah Magisterium. Kita umat biasa hanya menanggapi semua isi itu dengan iman,… Read more »

Isa Inigo
Isa Inigo
14 years ago

Susahnya berdialog dengan Protestan ialah: bahwa mereka sudah membenci ajaran yang seolah-olah itu adalah ajaran Katolik padahal Katolik sama sekali tak pernah mengajarkan apa yang mereka benci itu. Mereka sebenarnya membenci pemikiran alias tafsir mereka sendiri atas ajaran Gereja. Tafsir mereka sendiri itu hanya berdasarkan Alkitab, padahal Alkitan ditulis dan disusun oleh Gereja Katolik dengan maksud tertentu yang tak boleh ditafsir sesuka hati. Heran, banyak keluhan betapa sukar berdialog dan menerangkan ajaran iman Katolik dengan kaum Protestan (mereka lebih duka disebut Kristen) dibandingkan dengan Islam, Budha, Hindu, dll. Namun kita tetap ajak berdialog, dan orang Katolik sendiri mesti menggali khasanah… Read more »

DELA
DELA
14 years ago

Terimakasih yah Bu Inggrid, Artikel yang sangat bagus. Saya tidak sabar menunggu kelanjutannya.

GBU

Zepe
14 years ago

Saya tidak mengetahui banyak tentang alkitab.. apalagi tentang Petrus.. Tapi saya hanya ingin kasih perumpamaan saja… Ada sebuah peristiwa besar terjadi. Peristiwa itu diceritakan secara turun temurun, Dan kisah dari peristiwa itu, dibuat beberapa catatan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain…agar tidak terjadi kesalahpengertian. Tapi tidak disangka…setelah bertahun-tahun lamanya ada seorang yang menyatakan kalau cerita dari peristiwa itu adalah salah! Padahal dia belum membaca semua catatan yang telah ditulis oleh para pendahulunya turun temurun itu secara keseluruhan. Mana yang anda percaya??? Orang yang membawa catatan tentang peristiwa itu atau orang yang tiba-tiba mengatakan SALAH (padahal belum membaca… Read more »

johanes
johanes
14 years ago

Kebenaran akan memelekkan mata semua orang yang dengan rendah hati mau mengetahuinya. THANKS GOD

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
23
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x