Tentang infalibilitas dan Paus= ‘Holy Father’

[Dari Admin Katolisitas: Berikut ini adalah pertanyaan dari Alexander Ponto, yang menyertakan surat menyurat antara dia dengan seorang temannya dari gereja Protestan. Nama temannya kami edit/ sebut saja “B“, agar tidak menyangkut ke pribadi]

Pertanyaan:

ini beberapa bagian paling akhir (saat ini) dari surat menyurat antara saya dan teman protestan saya (B). saya mohon bantuan. apakah saya ada salah pengertian?

Alexander Ponto, December 7 at 9:17am
ini jawaban dari romo : dasar kepercayaan Orang katolik adalah injil dan ajaran gereja yang menjaga pengertian yang benar mengenai Injil. Injil bisa salah dimengerti, oleh karena itu, perlu dipelajari dengan baik, dan mohon roh kudus untuk menerangi.

B, December 8 at 4:42pm
wheiz.. mantap.. tanya Romo :D
sekarang, bagaimana menurut pendapatmu tentang jawaban Romo itu? :)

Alexander Ponto December 8 at 4:47pm
biasa ae. lek mnrtmu lak apa?

B, December 8 at 4:55pm
loh.. wakakak endak endak..:P (PS: aku cegek ngeliat jawabanmu, ga sesuai ekspektasi’ku). sek sek… maksudku gin.. aku perjelasi :)

dasar kepercayaan orang katolik adalah injil dan ajaran gereja. Aku sekarang ga mempermasalahkan injil dulu :)

“ajaran gereja yang menjaga pengertian yang benar mengenai injil” => menurutmu, apakah ajaran gereja yang dah kuno itu 100% bener? apakah ada kemungkinan bahwa ajaran (pengertian) yang mereka dapatkan itu kurang bener?

“Injil bisa salah dimengerti, oleh karena itu perlu dipelajari dengan baik, dan mohon Roh Kudus untuk menerangi” => siapa yang bisa salah mengerti Injil? siapa yang bisa diterangi Roh Kudus untuk mendapatkan pengertian yang benar tentang injil?

Alexander Ponto December 8 at 6:04pm
bagiku biasa ae. soal e aku ket awal wes males mbahas ini. ora penting bagiku. *menguap*

wong ket awal aku wes ngomong lek bagiku katolik = protestan (podo wae)

————————————————————————————————-

kuno atau baru tidak menjamin 100% bener. lek km tanyak kemungkinan, kemungkinan selalu ada, baik di katolik maupun di protestan

lek mnrtku, sapa ae isa salah mengerti. rasa e seh semua orang isa diterangi roh kudus.

opo’o km menanyakan hal2 itu?

B, December 9 at 10:00am
“kuno atau baru tidak menjamin 100% bener. lek km tanyak kemungkinan, kemungkinan selalu ada, baik di katolik maupun di protestan” => that’s it… ini jawaban mantap ;) berarti, dengan jawabanmu ini, kamu mengatakan bahwa kamu ga setuju dengan kepercayaan katolik :) Lihat.. pemikiran romo (injil dan ajaran gereja 100% benar) dan pemikiranmu (injil 100% bener, tapi ajaran gereja tidak 100% benar) 100% bertolak belakang :) Sekarang kamu ngerti bahwa pikiran orang katolik (romo) dan orang kristen (kamu) ada beda’nya? :)

Sekarang, kalo kuno ato baru n katolik ato protestan ga ada yang 100% bener, berarti kita mesti mem’filter semua ajaran yang kita dengarkan, kan? dengan apa kita mem’filter’nya? :) alkitab to? :) Maka dari itu, ujilah semua ajaran2 yang kamu terima dari katolik. Kamu akan menemukan banyaaak yang salah di sono :)

“lek mnrtku, sapa ae isa salah mengerti. rasa e seh semua orang isa diterangi roh kudus.” => ini jawaban yang logis banget… kalo semua orang bisa salah mengerti, knp para orang katolik 100% percaya pada omongan Pope dan enggak di’filter? :) For your info, Pope itu dari bahasa Itali “il Papa”, yang artinya “Holy Father”. Orang katolik menyebutnya sebagai “Holy Father”, karena mereka 100% mempercayai omongan Pope mengenai pemahaman alkitab. Padahal, hanya 1 Holy Father yang ada, yaitu Allah Bapa yang Kudus di Sorga, dan ga boleh sebutan itu disebutkan pada manusia (perintah Allah ke 2 tentang idolatry, dan perintah Allah ke 3 tentang menyebut nama Tuhan dengan sembarangan)

Dikatakan bahwa Pope itu adalah regenerasi dari Petrus. Kalo Petrus ada Pope yang pertama, aku sama sekali ga percaya, karena Petrus enggak akan menyebut dirinya ataupun membiarkan orang lain menyebut dirinya Holy Father. Bahkan, kamu lihat sendiri bahwa Petrus ga mau disamakan dengan Yesus walopun itu hanya hukuman mati (penyaliban), sehingga Petrus request untuk salibnya dibailk untuk membedakan bahwa dia tidak menggantikan posisi Yesus. Lihat betapa radikal’nya Petrus untuk mengidolakan Tuhan. Padahal Yesus dont mind ada 2 orang penjahat yang disalib berdiri persis seperti Dia, krn itu enggak ngefek :)

Jawaban dari Katolisitas:

Shalom Alexander Ponto,

Kelihatannya di surat menyurat di atas, terdapat sedikitnya tiga hal yang dipermasalahkan: 1) Teman anda tidak percaya bahwa Gereja Katolik (yang dipimpin oleh Paus) tidak dapat salah mengajarkan dan menginterpretasi Alkitab/ Injil, 2) Teman anda tidak percaya bahwa Petrus adalah Paus yang pertama, 3) Menurut teman anda seharusnya kita tidak boleh memanggil Paus dengan perkataan “Holy Father” karena harusnya ucapan itu hanya untuk Tuhan.

1. Tentang Infalibilitas

Gereja Katolik (yang dipimpin oleh Paus dan para uskup) tidak dapat salah mengajarkan dan menginterpretasi Alkitab. Kristus memberikan kuasa “infalibilitas/ infallibility” kepada para pemimpin Gereja tersebut yang disebut sebagai Magisterium. Magisterium adalah Wewenang Mengajar Gereja, yang terdiri dari Bapa Paus (sebagai pengganti Rasul Petrus) dan para uskup (sebagai pengganti para rasul) dalam persekutuan dengannya.  Karisma “tidak dapat sesat” (infalibilitas) yang diberikan oleh Yesus, itu terbatas dalam hal pengajaran mengenai iman dan moral. Maka kita ketahui bahwa sifat infalibilitas ini tidak berlaku dalam segala hal, namun hanya pada saat mereka mengajar secara definitif tentang iman dan moral, seperti yang tercantum dalam Dogma dan doktrin resmi Gereja Katolik. Lebih lanjut tentang Magisterium, silakan klik di sini.

Mengapa karisma infalibilitas ini perlu dan penting? Karena justru dengan karisma inilah Tuhan Yesus melindungi Gereja yang didirikanNya dari perpecahan. Tanpa kuasa wewenang mengajar dari Magisterium, maka seseorang dapat mengatakan pemahamannya yang paling benar, dan dengan demikian memisahkan diri dari kesatuan Gereja, seperti yang sudah terjadi berkali-kali dalam sejarah Gereja. Kuasa infalibilitas dari Yesus kepada Petrus dan para penerusnya diberikan  oleh Yesus, pada saat Ia mengatakan kepada Petrus sesaat setelah Ia mengatakan bahwa akan mendirikan Gereja-Nya atas Petrus (Mat 16:18). Yesus berkata, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:19)

Maksudnya di sini adalah Yesus memberikan kuasa kepada Petrus untuk mengajarkan tentang iman dan moral, sebagai ketentuan yang ‘mengikat’ manusia di dunia dan kelak diperhitungkan di sorga. Tanpa kesatuan pemahaman tentang iman dan moral, maka yang terjadi adalah relativisme, dan perpecahan gereja, dan ini sudah terbukti sendiri dengan adanya banyak sekali denominasi Protestan (sekitar 28.000), yang dimulai umumnya dengan ketidaksesuaian pemahaman dalam hal doktrin (baik iman maupun moral) antara para pemimpin gereja Protestan, sehingga yang tidak setuju memisahkan diri.

Maka fakta sendiri menunjukkan interpretasi pribadi tidak bisa berfungsi sebagai “filter” (istilah yang dipakai teman anda) bagi pengajaran Paus dalam hal iman dan moral. Karena pengajaran Paus (Magisterium) dalam hal iman dan moral sudah pasti 100% benar, sehingga tidak perlu difilter. Mereka mengajarkan berdasarkan sumber dari pengajaran para rasul dan Bapa Gereja yang langsung/ lebih dekat terhubung dengan Kristus, sedangkan kita sekarang terpisah sekian abad dari jaman Kristus. Tentu mereka lebih memahami maksud Kristus daripada kita. Menganggap kita harus “mem-filter” ajaran para rasul itu sama saja dengan menganggap diri “lebih tinggi dari para rasul”.  Ini menurut saya adalah kesombongan rohani. Sebab klaim teman anda bahwa ‘filter’nya adalah Kitab Suci, sebenarnya tidak tepat, karena nyatanya yang dijadikan ‘filter’ adalah interpretasi pribadi tentang ayat- ayat Kitab Suci. Kita juga dapat melihat faktanya, kalaupun pengajaran para rasul dan Bapa Gereja ini “difilter” dengan pandangan pribadi, hasilnya malah perpecahan, dan akhirnya kebenaran dianggap sebagai sesuatu yang relatif. Ini akhirnya menghasilkan faham ketidakpedulian akan agama (religious indifferentism) karena orang berpikir semua pendapat toh akhirnya bisa ‘benar’, sehingga orang tidak peduli pada agama, seperti yang sudah terjadi terutama di negara- negara Eropa.

Yesus, dalam kapasitas-Nya sebagai Allah yang Maha tahu, sudah mengetahui akan kemungkinan ini, pada masa Ia hidup di dunia sebagai manusia. Maka, Yesus hanya mendirikan satu Gereja, dan Ia berjanji bahwa Gereja-Nya tidak akan dikuasai oleh maut (lih. Mat 16:18), artinya tidak akan disesatkan oleh Iblis hingga binasa. Yesus yang mengajarkan perkawinan adalah antara satu laki-laki dan satu perempuan, juga pasti akan menerapkan hal itu sendiri, ketika melalui Rasul Paulus, Ia mengatakan bahwa Ia adalah seumpama Mempelai laki-laki, dan Gereja-Nya adalah mempelai perempuan (Ef 5:22-33). Sebelum sengsaraNya, Ia juga berdoa kepada Allah Bapa, agar para rasul-Nya dan pengikut- mereka (yaitu kita semua sebagai anggota Gereja-Nya) bersatu (Yoh 17:20-23). Dan tentu kesatuan ini termasuk dan terutama dalam kesatuan Baptisan dan kesatuan ajaran, sebagai pesan Yesus yang terakhir yang diberikan kepada para rasul-Nya sebelum Ia naik ke surga (lih. Mat 28:19-20).

Maka penting di sini bagi kita untuk memahami Kitab Suci sesuai dengan pengajaran para rasul, agar kita dapat sungguh melaksanakan apa yang menjadi ajaran Kristus. Kita terhubung dengan para Rasul itu melalui para Bapa Gereja, karena para Bapa Gereja merupakan murid dari para rasul ataupun murid dari murid para rasul; dengan perkataan lain, merekalah yang dengan setia meneruskan ajaran dari para rasul. Melalui kesaksian para Bapa Gereja inilah kita memperoleh kitab-kitab Injil, dan merekalah yang menentukan kanon Kitab suci, yang terdiri dari kitab-kitab yang diyakini sebagai yang diilhami oleh Roh Kudus. Silakan membaca tentang kanon Kitab Suci di sini, silakan klik.

Dengan demikian adalah suatu pandangan yang keliru, jika Gereja Katolik yang setia berpegang kepada pengajaran para rasul dan Bapa Gereja tersebut disebut sebagai Gereja yang “kuno”. Kita harus melihat Gereja itu sebagai “pemberian” Kristus yang dibentuk oleh Kristus sendiri, dan bukannya Gereja yang bisa kita bentuk sesuai keinginan hati manusia. Maka dengan pengertian ini Gereja hanya bisa kita terima, dan bukannya sesuatu yang bisa ‘didirikan’ oleh manusia atas dasar pemahaman pribadi manusia tentang suatu ajaran, yang sudah ‘disesuaikan’ atau dimodernisasi sesuai dengan kebutuhan. Ini adalah pandangan yang keliru tentang Gereja.

Nah, dengan keinginan Yesus untuk mempertahankan kesatuan Gereja-Nya, maka sudah menjadi konsekuensi bahwa Ia memberikan kuasa tidak dapat sesat/ infalibilitas kepada pemimpinnya (yaitu Bapa Paus) untuk mengajarkan hal iman dan moral. Maka infalibilitas hanya berlaku pada: 1) Ajaran yang  diajarkan Paus secara “ex-cathedra” (artinya dari kursi Petrus/atas nama Rasul Petrus), maupun dalam pernyataan ajarannya yang lain, yang otentik dalam kapasitasnya sebagai Imam Agung di Roma; 2) Ajaran Paus itu menyangkut pengajaran definitif tentang iman dan moral, 3) Ajaran tersebut berlaku untuk Gereja secara universal; 4) Namun demikian, jika para uskup dalam persekutuan dengan Paus mengajarkan secara definitif tentang iman dan moral, ajaran mereka pun juga infallible/  tidak dapat sesat. Keempat hal ini dijabarkan dalam Konsili Vatikan II, menegaskan kembali apa yang telah ditetapkan dalam Konsili di Konstantinopel (869-70), Lyons (1274) dan Florence (1438-45). Pada saat ketiga syarat di atas terpenuhi, maka pengajaran tersebut dapat dikatakan sebagai pengajaran Magisterium, dan ajarannya termasuk dalam Tradisi Suci.

Tradisi Suci dan Kitab Suci inilah yang harus dilihat sebagai “deposit of faith“, perbendaharaan iman, dan keduanya tidak terpisahkan, karena bersumber pada sumber yang sama yaitu pengajaran Kristus dan para rasul. Namun, jika ketiga syarat ini tidak dipenuhi, misalnya Paus mengajar atas nama pribadi, dan bukan tentang iman dan moral, tidak pula menyangkut Gereja universal, maka pengajarannya tidak dapat dikatakan “infallible/ tidak dapat sesat.” (Contoh:  Paus Benediktus XVI yang adalah seorang pianis handal, pandai juga dalam musik. Namun dalam hal musik, ajarannya tetap bisa salah, karena ia mengajar tidak dalam kapasitas sebagai Rasul Petrus, dan hal yang diajarkannya bukan tentang iman dan moral).

Interpretasi pribadi akan Kitab Suci tanpa pemahaman yang benar, sesuai dengan Tradisi Suci, akan menghasilkan perpecahan, dan ini sudah terbukti di dalam sejarah, dengan adanya 28.000 denominasi gereja protestan yang masing-masing meng-klaim, mendapat inspirasi dari Roh Kudus. Sebenarnya, jujur perlu di renungkan, mengapa jika Roh Kudus adalah Roh Kasih, Roh pemersatu dan Roh Kebenaran, mengapa orang-orang yang mengaku dituntun oleh-Nya tidak dapat lagi mengasihi (tidak lagi sabar menanggung segala sesuatu 1 Kor 13:7) sehingga harus memisahkan diri? Mengapa orang-orang tersebut tidak membuat pembaharuan di dalam Gereja seperti yang dilakukan oleh para orang kudus, tetapi malah meninggalkannya? Mengapa kebenaran yang  mereka yakini bisa berbeda-beda, dan bertentangan? Dalam hal ini, sebagai umat Katolik kita perlu bersyukur, sebab dengan adanya kepemimpinan Magisterium Gereja, Gereja Katolik dapat tetap eksis dalam persatuan selama lebih dari 2000 tahun. Dengan ketaatan, umat Katolik menerima pengajaran dari Magisterium, justru karena kita yakin yang diajarkan oleh mereka mempunyai dasar dari Alkitab, pengajaran para rasul dan Bapa Gereja, dan bukan dari interpretasi pribadi.

2. Petrus adalah Paus Pertama

Petrus adalah Paus yang pertama, dan sungguh, kita tidak bisa mengingkari hal ini tanpa mengingkari fakta sejarah, yang tercatat dalam Injil (Mat 16:18). Bahwa pada saat itu ia belum dipanggil sebagai “Paus” tidak mengubah kenyataan bahwa Rasul Petrus-lah rasul yang telah dipilih oleh Kristus sebagai pemimpin Gereja-Nya. Silakan membaca lebih lanjut tentang Petrus sebagai batu karang tempat Yesus mendirikan Gereja-Nya di sini, silakan klik.

3. Tentang panggilan “bapa/ holy father” kepada Paus

Alasan mengapa kita sebagai umat Katolik memanggil “bapa” kepada Paus dan para imam, juga diambil dari Kitab Suci. Umat Protestan umumnya mengambil ayat Mat 23:9 untuk mengatakan bahwa kita dilarang menyebut siapapun di  bumi dengan sebutan “bapa”. Namun pengertian ini adalah interpretasi yang melepaskan ayat ini dari konteks keseluruhan.

Fr. Ray Suriani pernah menjelaskan dengan begitu baiknya, di link ini, silakan klik, bagaimana seharusnya mengartikan ayat tersebut sesuai dengan konteks dan pesan keseluruhan Kitab Suci. Karena larangan Yesus untuk menyebut siapapun sebagai bapa di bumi ini (lih. Mat 23:9) adalah untuk memperingatkan kepada umat bahwa 1) hanya ada satu saja yang dapat kita anggap sebagai Allah Bapa; 2) janganlah seperti ahli Taurat dan orang Farisi yang senang dihormati dan dipanggil sebagai rabbi dan bapa oleh semua orang. Di sinilah pentingnya untuk mempelajari suatu ayat Kitab Suci dalam kaitannya dengan ayat-ayat yang lain di seluruh Alkitab (seperti prinsip yang dipegang oleh Gereja Katolik), karena perintah-perintah Tuhan tidak mungkin bertentangan satu dengan lainnya.

Sebab di perikop-perikop yang lain, Yesus juga menyebut orang tua sebagai bapa dan ibu (lih. Mat 10:35; 19:29). Jika Ia sungguh melarangnya, maka Ia tidak mungkin menyebutkan sendiri panggilan ini. Abraham disebut sebagai “bapa Abraham” bapa leluhur kita (Luk 16:24, Kis 7:2; Rom 4:1, Yak 2:21), dan Rasul Paulus menyebutkan dirinya sebagai bapa bagi umat di Korintus (1 Kor 4:15) dan bapa rohani bagiTimotius (1 Tim 1:2, 2 Tim 1:2), dan bagi Titus (Tit 1:4). Rasul Yohanes juga berkhotbah kepada para bapa (1 Yoh 2:14). Tentunya rasul Paulus, Yakobus dan Yohanes memiliki maksud pada saat menuliskan ayat-ayat itu. Yaitu bahwa di dalam hidup kita ini memang ada orang-orang tertentu yang diberi tugas sebagai bapa untuk berperan sebagai orang tua bagi anak-anak, mendidik dan membesarkan anak-anak mereka. Dan secara rohani, tugas kebapakan itu diberikan kepada para pemimpin umat, yaitu para pastor, seperti teladan Rasul Paulus.

Para pastor, uskup dan Paus itu berperan dalam kelahiran kita semua umat Katolik secara rohani. Mereka itu adalah yang membaptis kita umat beriman, mengajar kita, membimbing kita dan memberi teladan kepada kita bagaimana mengasihi, seperti Allah Bapa mengasihi kita. Oleh karena itu kita harus berdoa bagi para imam, uskup dan Paus, agar mereka senantiasa dapat melaksanakan tugasnya sebagai “bapa rohani” bagi kita. Kita memanggil mereka sebagai “bapa” untuk menunjukkan hormat kita kepada mereka. Sama seperti banyak pendeta Protestan yang dipanggil Rev./ Reverend oleh jemaatnya, padahal tentu hormat/ reverence juga paling layak diberikan kepada Tuhan.

Maka umat Katolik memanggil Paus sebagai “Holy Father” itu sebagai tanda hormat sebab kita mengakui bahwa ia telah dipanggil oleh Kristus untuk menjadi gambaran kekudusan dan kebapa-an dari Tuhan. Tentu pengertian ini diturunkan, tergantung dari, dan berada di bawah panggilan kita kepada Allah Bapa yang Mahakudus, dan memang tidak untuk menyaingi ataupun mengingkari keunikan kekudusan dan ke Bapa-an dari Allah Bapa.

Demikian yang dapat saya tuliskan untuk pertanyaan anda, semoga bermanfaat.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

5 5 votes
Article Rating
13 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Jessica Celinne Kusnadi
9 years ago

Dear Katolisitas. Mohon bantuan penjelasan terkait dengan penolakan St. Vincentius Lerins tentang doktrin Infabilitas boleh? Terima Kasih. ——————– Dogma Infalibilitas Paus Roma itu tidak pernah ada sejak jaman permulaan Gereja. Bahkan Petrus tidak memiliki Infalibilitas. “Mengapa Rasul Paulus mengatakan “Sekalipunkami”? (Gal 1 : 8) mengapa tidak mengatakan “meskipun aku”? Dia menyatakan bahwa, “Sekalipun itu Petrus, meskipun Andreas, meskipun Yohanes, meskipun itu adalah seluruh rasul, mereka dinyatakan salah dalam pengajaran mereka jika memberitakan kepadamu Pengajaran lain daripada yang kami telah berikan kepadamu, dan maka terkutuklah dia.” Dia tidak berkata,”Jika ada orang yang menyampaikan pengajaran lain kepadamu maka terimalah dia, biarkan dia… Read more »

spatulla
spatulla
10 years ago

Paus tidak mungkin salah dalam mengajar tentang iman dan moral, apakah itu artinya juga paus tidak mungkin menyuruh orang melakukan hal yang bertentangan? maksudnya, paus dimungkinkan untuk melakukan yang bertentangan dengan agama, seperti membunuh, mencuri, dan lainnya kan? tapi, paus tidak mungkin bilang kalau mencuri itu sesuai dengan agama gitu? apakah mungkin paus menyuruh orang untuk melakukan yang bertentangan dengan agama, seperti menyuruh untuk mencuri atau membunuh?

edie
edie
11 years ago

To. Katolisitas

saya mau pernah berdebat bahwa imam/pastur tidak pernah salah dalam pengajaran sesuai dengan ajaran katolik dalam kotbah di Gereja…tetapi kawan saya berdebat Pendeta juga sama tidak bisa salah dalam pengajaran setelah dia membaca web ini artinya kata dia bahwa pendeta (protestan) juga diurapi Tuhan, pertanyaan kok bisa jadi begini pembicaraan , bisa menjaleskan secara jelas perbedaan dalam pengajaran (imam dan pendeta)?

terima kasih

Ioannes
Ioannes
Reply to  edie
11 years ago

Salam, Edie Ijinkan saya berbagi sedikit pendapat. Pengurapan Roh Kudus adalah salah satu dasar yang sering diungkapkan seseorang untuk membenarkan ajaran atau khotbah. Gereja Katolik sendiri mengimani bahwa Roh Kudus berkarya dalam Gereja, termasuk dalam setiap pelayanNya, para imam. Kita dapat merunut bahwa sedari awal Misa Kudus, kita memohon Allah untuk menyertai kita. Permasalahannya adalah klaim bahwa Roh Kudus menaungi seseorang, entah imam, pendeta, pembicara PD, atau siapapun tidak menjamin semua yang dikatakan atau dikhotbahkan akan bebas 100% dari kesalahan dan diterima mentah-mentah. Berbagai denominasi memiliki ajaran yang tidak jarang bertolak belakang. Namun, masing-masing mengklaim bahwa Roh Kudus yang menggerakkan… Read more »

frist marbun
frist marbun
12 years ago

Saya ingin mengetahui apa maksud dari : * Lukas 12:49-53 ? disebutkan Jesus mengatakan dia datang bukan membawa damai tetapi dia ….datang untuk membawa pertentanganTerima kasih atas partisipasinya. * Lukas 16:1-9 ? mengenai Bendahara yang tidak jujur Kemudian saya mendengar redaksi dalam banyak pembahasan selalu mengatakan bahwa katolik itu tetap satu tidak seperti Protestan yang sampai 28000 dedominasi sengan paham yang berbeda-beda, hati saya tidak enak mendengar redaksi selalu berkata demikian, karena hemat saya justru karena adanya perpecahan didalam katoliklah maka terjadi adanya dedominasi tersebut, apakah tidak kita sadari nahwa protestan itu muncul akibat tidak berhasilnya katolik dalam hal ini… Read more »

Stefanus Tay
Admin
Reply to  frist marbun
12 years ago

Shalom Frist Marbun, Terima kasih atas tanggapan anda. Kami beberapa kali menyampaikan tentang empat tanda Gereja, yaitu: satu, kudus, katolik dan apostolik. Dan perpecahan di dalam gereja non-Katolik, sehingga ada sekitar 28,000 adalah satu kenyataan, yang kalau ditelusuri adalah karena tidak ada otoritas, sola scriptura, dan perbedaan konsep ekklesiologi. Kalau kita membaca sejarah Gereja, maka kita dapat melihat bahwa permasalahan di dalam gereja memang ada, namun banyak santa-santo yang terus memperbaiki Gereja Katolik dari dalam dan tidak memisahkan diri. Kalau anda mau melihat tentang Martin Luther, silakan anda membaca artikel ini – silakan klik. Anda mengatakan “karena hemat saya justru… Read more »

Johanus Adwijan Lebert
Johanus Adwijan Lebert
Reply to  frist marbun
12 years ago

Saya mau bertanya kepada Bapak Frist Marbun :
COPAS : “karena hemat saya justru karena adanya perpecahan di dalam Katoliklah maka terjadi adanya denominasi tersebut” ==> kapan Katolik pecah ya Pak?? Jika anda mampu menjawab, mohon beri sumber referensinya. Terima kasih atas perhatiannya

Salam

Johanus Adwijan Lebert

Ian Huang
Ian Huang
14 years ago

Shalom admin katolisitas.org, saya adalah seorang katolik yang sedang tanya jawab dengan seorang protestan. Topiknya sekarang adalah mengenai kepausan dan infalibilitas yang dipunyainya. Berikut ini adalah argumen dari kawan protestan saya : 1. Saya rasa tidak sah untuk mengklaim bahwa Paus tidak dapat bersalah dalam hal pengajaran iman dan moral Kristen. Apakah ada justifikasi bagi klaim ini? Dimanakah pembenaran dari ayat kitab Suci? Tentu mengklaim mudah, tetapi adakah dasar yang kuat? 2. Kesalahan Petrus dalam beberapa aspek boleh memang dikatakan sebagai kelemahan iman. Artinya sebenarnya dia punya pengetahuan akan kebenaran akan tetapi karena kelemahan iman dia menjadi berdosa (mis. ketika… Read more »

Ian Huang
Ian Huang
Reply to  Ingrid Listiati
14 years ago

Terima kasih banyak atas penjelasannya Ibu Ingrid Listiati
Tuhan memberkati..

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
13
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x