Persembahan Perpuluhan

Pertanyaan:

Kawan saya yang protestan sering menekankan pentingnya persembahan persepuluhan.. bahkan mereka menunjukan ayat yang mendukung itu misalnya ā€œā€¦ujilah Akuā€¦Aku akan membuka tingkap tingkap langit..dst (wah lupa lengkapnya). Jadi mereka merelakan 10% dari penghasilannya untuk gereja karena bagian tersebut wajib dikembalikan kepada Tuhan.

Bagaimana prakteknya pada Katolikā€¦ seorang romo pada homili pernah menegaskan bahwa gereja Katolik tidak mengharuskan persembahan persepuluhan, yang terpenting adalah keikhlasan dari persembahan, karena nilai dari persembahan tersebut adalah relatifā€¦ bagi si kaya mungkin persepuluhan adalah sesuatu yang mudah.. tetapi bagaimana dengan umat yang hidup pas-pasan, 10%? ā€¦,mana tahanā€¦. tetapi persepuluhan ini juga alkitabiahā€¦

Bagaimana kita menyikapi hal iniā€¦ kami serahkan tanggapannya pada forum iniā€¦ terima kasih
Tormento.

Jawaban:

Shalom Tormento,

Terimakasih atas pertanyaannya yang mungkin sering menjadi pertanyaan umat Katolik. Memang saya juga sering mendengar tentang ayat yang dipakai untuk menekankan pentingnya persembahan persepuluhan. Maka marilah kita melihat bersama-sama meneliti tentang hal ini.

I. Definisi:

Persembahan yang diberikan kepada imam karena dedikasi mereka kepada urusan keagamaan dan juga pelayanan kasih mereka. Dan ini juga menunjuk kepada persembahan kepada Tuhan, sebagai penguasa atas manusia, yang biasanya persembahan ini diberikan kepada para pelayan Tuhan.

II. Dasar dari Kitab Suci di Perjanjian Lama tentang persepuluhan:

Ada beberapa ayat yang dapat kita lihat tentang persembahan persepuluhan, seperti: Abraham memberikan persembahan persepuluhan kepada imam agung Melkizedek (Kej 14:20). Juga menjadi dikatakan bahwa persembahan tersebut adalah sebanyak sepersepuluh (1 Sam 8:15; 1 Sam 8:17), yang menjadi suatu ekpresi akan pengakuan bahwa semua berkat berasal dari Tuhan (Kej 28:22). Dan peraturan ini juga ditegaskan di dalam kitab Imamat 27:30.
Sepersepuluh juga dapat berupa hasil bumi (Im 27:30), hasil ternak (Im 27:32); persembahan kepada Tuhan (2 Taw 31:6).
Dan akhirnya dipertegas di kitab Maleakhi 3:6-12, dimana di ayat 10 dikatakan “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.

III. Bagaimana kita mengartikan Perjanjian Lama dalam terang Perjanjian Baru.

  1. St. Thomas Aquinas (ST, I-II, q. 98-108) mengatakan bahwa ada 3 macam hukum di dalam Perjanjian Lama, yaitu:
    • Moral Law: Moral Law atau hukum moral adalah menjadi bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah yang tertulis di 10 perintah Allah, dimana terdiri dari dua loh batu, yang mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat (bahkan sampai sekarang) dan dipenuhi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan.
    • Ceremonial law atau hukum seremonial: sebagai suatu ekpresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan, tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna, Kristus menjadi Anak Domba yang dikurbankan. Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Ulasan ini dapat melihat di jawaban ini (silakan klik ini, dan juga klik ini). Kalau kita mau terus menjalankan hukum seremonial secara konsisten, maka kita harus juga menjalankan peraturan tentang makanan yang lain, seperti larangan untuk makan babi hutan, jenis binatang di air yang tidak bersisik (ikan pari), katak, dll. (Lih Ima 11).
    • Judicial law: Ini adalah merupakan suatu peraturan yang menetapkan hukuman sehingga peraturan dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, maka peraturan ini sangat rinci, terutama untuk mengatur hubungan dengan sesama, seperti: peraturan untuk penguasa, bagaimana memperlakukan orang asing, dll. Contoh dari judicial law: kalau mencuri domba harus dikembalikan empat kali lipat (Kel 22:1), hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3). Setelah kedatangan Kristus, maka judicial law ini tidak berlaku lagi. Kalau kita mau konsisten, kita juga harus menjalankan hukuman rajam, hukum cambuk, dll.Ā  Judicial law ditetapkan oleh penguasa sebagai perwakilan dari Tuhan, sehingga hukum dapat ditegakkan untuk kepentingan bersama. Menarik bahwa Yesus tidak mengajarkan judicial law, karena judicial law diserahkan kepada kewenangan otoritas pada saat itu. Dan kewenangan disiplin di dalam kawanan Kristus diserahkan kepada Gereja, dimana disiplin ini dapat berubah sejalan dengan perkembangan waktu dan keadaan. Ini juga yang mendasari perubahan Kitab Hukum Gereja 1917 ke 1983.
  2. Dari pengertian di atas, maka perpuluhan dalam pengertian yang luas dapat masuk dalam ketiga kategori di atas. Perpuluhan dapat menjadi bagian dari judicial law kalau setiap orang harus memberikan kontribusi kepada penyembahan secara publik sesuai dengan cara yang dipilihnya. Namun di dalam hukum Musa, perpuluhan di atur dengan cara yang begitu khusus sebagai manifestasi dari penghormatan dan persembahan kepada Tuhan. Dalam pengertian yang luas, perpuluhan dapat menjadi moral law, karena mengatur persembahan kepada Tuhan. Namun, pengaturan tentang hari persembahan, dengan cara bagaimana persembahan tersebut diberikan, masuk dalam kategori ceremonial law. Dan pengaturan bagi pelanggaran perpuluhan masuk dalam kategori judicial law.

IV. Ajaran Gereja Katolik

  1. Dalam Perjanjian Baru:Rasul Paulus mengatakan “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2 Kor 9:7)
    Rasul Paulus tidak mengatakan sepuluh persen, namun menekankan kerelaan hati dan sukacita.
    Yesus mengatakan “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23:23)
    Yesus menekankan akan hakekat dari pemberian, yaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. Yesus tidak menekankan akan persepuluhan, namun apa yang menjadi dasar perpuluhan.
  2. Kitab Hukum Gereja: Kan. 222 – Ā§ 1. Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk membantu memenuhi kebutuhan Gereja, agar tersedia baginya yang perlu untuk ibadat ilahi, karya kerasulan dan amal-kasih serta sustentasi yang wajar para pelayan.
    Ā§ 2. Mereka juga terikat kewajiban untuk memajukan keadilan sosial dan juga, mengingat perintah Tuhan, membantu orang-orang miskin dengan penghasilannya sendiri.
    Kan. 1262
    – Umat beriman hendaknya mendukung Gereja dengan bantuan-bantuan yang diminta dan menurut norma-norma yang dikeluarkan oleh Konferensi para Uskup.
    Kan. 1263
    – Adalah hak Uskup diosesan, sesudah mendengarkan dewan keuangan dan dewan imam, mewajibkan untuk membayar pajak yang tak berlebihan bagi kepentingan-kepentingan keuskupan, badan-badan hukum publik yang dibawahkan olehnya, sepadan dengan penghasilan mereka; bagi orang-perorangan dan badan-badan hukum lain ia dapat mewajibkan pungutan luar biasa dan tak berlebihan hanya dalam kebutuhan
    Jadi tidak ada yang mengatakan spesifik sepersepuluh bagian.

V. Kesimpulan

Dari dua dasar di atas, maka Gereja tidak perlu mendefinisikan seberapa besar sumbangan yang harus diberikan, namun lebih kepada pemberian sesuai dengan kemampuan dan juga dengan kerelaan hati dan sukacita. Namun itu tidak berarti bahwa bagi yang mampu untuk memberikan lebih dari sepuluh persen kemudian hanya memberikan bagian yang sedikit. Bagi yang mampu, seharusnya bukan hanya sepuluh persen, namun malah lebih pada itu, jika diperlukan. Bagi kaum miskin yang memang tidak mampu untuk memberikan sepuluh persen, mereka dapat memberikan sesuai dengan kemampuan mereka. Persembahan juga tidak hanya berupa uang, namun juga bakat dan waktu. Yang terpenting, semua persembahan harus dilakukan berdasarkan kasih kita kepada Tuhan sehingga kita dapat mengasihi sesama dengan lebih baik.

Itulah jawaban yang dapat saya sampaikan, semoga dapat menjawab pertanyaan Tormento. Mari kita mengasihi Tuhan dengan mempersembahkan apa yang ada di dalam diri kita, baik uang, waktu dan talenta.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://www.katolisitas.org

4.9 8 votes
Article Rating
19/12/2018
60 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
welly
welly
10 years ago

Mempersembahkan kepada Tuhan kok cuma 10%. Apa bukan menghina Tuhan tuh. Mustinya, dianugerahi 100% ya dipersembahkan 100%. Apa artinya mempersembahkan 100%? Pakai setiap sen yang dianugerahkan untuk membangun jiwa raga sebagai putera-puteri Tuhan. Biar hidupnya suci, sehat, sosial, sukses dunia akherat. Bayangin: 10% untuk perpuluhan (lepas dari tangan pribadi, diserahkan kepada Gereja untuk mengelola), 30% untuk pulsa dan internet, 20% untuk merokok…. yang lain ya untuk rumah tangga dan sosial … hiiii… ngeri donggg…. Lha terus, untuk pembangunan iman pribadi? membangun iman keluarga? membangun iman bersama sebagai lingkungan/wilayah/paroki/kelompok kategorial? Kalau emang gak dirancang ya gak heran kalau di rumah, buku… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  welly
10 years ago

Shalom Welly, Gereja Katolik memang tidak membuat patokan 10 % sebagai persyaratan baku persembahan kepada Tuhan. Sebab memang benar, sebagaimana yang Yesus ajarkan, dalam persembahan janda yang miskin yang mempersembahkan segala miliknya kepada Tuhan: bahwa persembahan kepada Tuhan tidak mengenal batas, dan selayaknya menyangkut keseluruhan diri kita. Namun jangan terlalu lekas menilai bahwa orang yang mempersembahkan perpuluhan itu -secara jasmani- pasti tidak mempersembahkan diri mereka secara rohani kepada Tuhan. Sebab tentang hal ini, hanya Tuhan yang mengetahuinya. Adalah tantangan bagi kita agar kita memiliki kemurahan hati untuk memberi dalam bentuk persembahan kolekte, ataupun bentuk pelayanan kasih lainnya, dari segi waktu,… Read more »

heru
heru
10 years ago

Tithes & Offerings These two words areĀ often spoken in the same breath…but what’s the difference between them? ā€œTitheā€ literally means “tenth” orĀ 10 percent. A tithe is the first 10% of your income. An offering is anything you giveĀ in addition toĀ 10%. The BibleĀ says in Deuteronomy 14:23 (Living Bible):Ā “The purpose of tithing is to teach you always to put God first in your lives…”Tithing is a reminder that God is the supplierĀ of everything we have. It is also Godā€™spersonal invitation to experience an outpouring of his blessing in each of our lives. InMalachi 3:10, God essentially says:ā€œGo Dear stef.. Teman protestan saya… Read more »

Ingrid Listiati
Reply to  heru
10 years ago

Shalom Heru, Ketentuan tentang persepuluhan memang kita jumpai dalam sejumlah ayat dalam Perjanjian Lama. Ketentuan itu saling melengkapi, yaitu bahwa persembahan persepuluhan itu untuk diberikan kepada Allah dan juga bahwa persembahan itu untuk diberikan kepada kaum imam dari suku Lewi (lih. Ul 14:22-29, Bil 18:26-28). Maka sebenarnya persepuluhan itu sebenarnya juga termasuk dalam persembahan kepada Allah, termasuk untuk memenuhi perintah-Nya bahwa umat mendukung para imam-imam-Nya. Demikianlah, maka kita membaca di Perjanjian Lama, bahwa persembahan kepada Allah itu dinyatakan dengan persembahan persepuluhan (yang diberikan kepada imam Lewi) dan berbagai jenis persembahan korban-korban bakaran yang disyaratkan untuk ibadah kepada Allah. Namun demikian,… Read more »

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus.Ā 
60
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x