Pendahuluan
Pernahkah anda mendengar komentar bahwa Ekaristi itu hanya ‘karangan’ Gereja Katolik? Atau bahwa Kristus tak sungguh-sungguh hadir dalam Ekaristi? Atau beberapa orang mengklaim bahwa mereka kembali ke pengajaran yang murni dari para rasul untuk memperbaharui iman Kristen? Jika kita mendengar komentar-komentar semacam ini, tak usah kita menjadi resah. Sebab jika mereka dengan sungguh- sungguh tulus mempelajari Kitab Suci, dan dengan konsisten mempelajari sejarah dan tulisan para Bapa Gereja, seharusnya mereka tak bisa berdalih, sebab semua itu malah semakin memberikan bukti yang kuat terhadap kemurnian ajaran Gereja Katolik. Ya, salah satu yang terpenting di antaranya adalah kehadiran Yesus dalam Ekaristi (the Real Presence of Jesus in the Eucharist). Dasar sejarah yang pertama akan kehadiran Kristus di dalam Ekaristi adalah perkataan Yesus sendiri yang disampaikan kepada para Rasul di Perjamuan Terakhir, “Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu…. Inilah Darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang …. perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku….” (lih. Luk 22:19-20). Perjamuan inilah yang dirayakan oleh para rasul dan jemaat perdana (lih. Kis 2:41); dan seterusnya dilakukan oleh Gereja Katolik sampai saat ini. Hal kehadiran Yesus secara nyata dalam perayaan Ekaristi dapat kita ketahui dari tulisan- tulisan para Bapa Gereja, yang menerima pengajaran tersebut dari para Rasul.
Kesaksian dari Para Bapa Gereja
Sesungguhnya kita harus berterima kasih kepada para Bapa Gereja karena oleh kesaksian dan tulisan mereka, kita terhubung dengan jemaat Kristen awal dan bahkan sampai ke jaman para rasul. Mereka adalah saksi yang hidup tentang pengajaran para rasul, dan mereka juga memberi kesaksian tentang para pengarang Alkitab dan keaslian kitab-kitab yang tergabung di dalamnya. Tanpa kesaksian mereka yang mengenal para rasul tersebut secara langsung, kita tidak dapat memperoleh Alkitab. Tanpa kesaksian mereka, kita tidak tahu bahwa Injil Matius ditulis oleh Rasul Matius, dan Injil Markus oleh Markus, dst, sebab di dalam Injil tersebut nama pengarangnya tidak disebut. Demikian pula halnya dengan surat-surat Rasul Paulus. Maka, kita tidak dapat mengacuhkan kesaksian para Bapa Gereja di abad awal ini, sebab mereka menjembatani kita kepada Kristus dan para rasul.
Menarik jika kita membaca tulisan Kardinal Newman, dalam pencariannya sebelum ia menjadi Katolik. Sebagai seorang Anglikan, ia pertama-tama bermaksud menyelidiki sejarah untuk membuktikan adanya penyelewengan yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Namun akhirnya malah ia menemukan kenyataan yang sebaliknya, bahwa pengajaran Gereja Katolik sungguh berakar dari sejarah perkembangan iman umat Kristen awal. Demikianlah yang dituliskan dalam bukunya yang terkenal itu, Essay on the Development of Christian Doctrine (1845)[berikut ini adalah kutipannya]:
“Sejarah Kekristenan bukanlah Protestanism. Jika ada yang namanya kebenaran yang aman, inilah dia. Dan Protestanism juga merasakan hal ini… Ini terlihat dalam keyakinan … untuk membuang semua sejarah kekristenan, dan membentuk Kekristenan dari Alkitab saja: orang-orang tidak akan pernah membuang sesuatu kecuali jika mereka sudah berputus asa tentang hal itu…. Untuk menjadi seseorang yang berakar pada sejarah, maka ia berhenti menjadi seorang Protestan.” ((John Henry Cardinal Newman, Essay on the Development of Christian Doctrine (Notre Dame, Indiana: Notre Dame Press, 1989), p. 7-8.))
Bukti kehadiran Yesus dalam Ekaristi menurut Para Bapa Gereja
Sebenarnya, setiap doktrin Gereja Katolik telah dapat ditemukan dalam tulisan para Bapa Gereja sejak abad-abad awal, seperti, Misa Kudus sebagai kurban syukur, kepemimpinan rasul Petrus dan para penerusnya, doa syafaat para orang kudus, devosi kepada Bunda Maria, dan tentang topik yang sedang kita bahas ini, yaitu kehadiran Yesus dalam Ekaristi. Mari kita melihat beberapa bukti ini:
1) St. Ignatius dari Antiokhia (110), adalah murid dari rasul Yohanes. Ia menjadi uskup ketiga di Antiokhia. Sebelum wafatnya sebagai martir di Roma, ia menulis tujuh surat kepada gereja-gereja, berikut ini beberapa kutipannya:
a. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, dia mengatakan, “…Di dalamku membara keinginan bukan untuk benda-benda materi. Aku tidak menyukai makanan dunia… Yang kuinginkan adalah roti dari Tuhan, yaitu Tubuh Kristus… dan minuman yang kuinginkan adalah Darah-Nya: sebuah makanan perjamuan abadi.” ((St. Ignatius of Antioch, Letter to the Romans, 7))
b. Dalam suratnya kepada jemaat di Symrna, ia menyebutkan bahwa mereka yang tidak percaya akan doktrin Kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi sebagai ‘heretik’/ sesat: “Perhatikanlah pada mereka yang mempunyai pandangan beragam tentang rahmat Tuhan yang datang pada kita, dan lihatlah betapa bertentangannya pandangan mereka dengan pandangan Tuhan …. Mereka pantang menghadiri perjamuan Ekaristi dan tidak berdoa, sebab mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah Tubuh dari Juru Selamat kita Yesus Kristus, Tubuh yang telah menderita demi dosa-dosa kita, dan yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa…” ((St. Ignatius of Antioch, Letter to the Smyrnaeans, 6, 7))
c. Dalam suratnya kepada jemaat di Filadelfia, ia mengatakan pentingnya merayakan Ekaristi dalam kesatuan dengan Uskup, “Karena itu, berhati-hatilah… untuk merayakan satu Ekaristi. Sebab hanya ada satu Tubuh Kristus, dan satu cawan darah-Nya yang membuat kita satu, satu altar, seperti halnya satu Uskup bersama dengan para presbiter [imam] dan diakon.” ((St. Ignatius of Antioch, Letter to the Philadelphians, 4))
2) St. Yustinus Martir (sekitar tahun 150-160). Ia menjadi Kristen sekitar tahun 130, oleh pengajaran dari para murid rasul Yohanes. Pada tahun 150 ia menulis Apology, kepada kaisar di Roma untuk menjelaskan iman Kristen, dan tentang Ekaristi ia mengatakan: “Kami menyebut makanan ini Ekaristi, dan tak satu orangpun diperbolehkan untuk mengambil bagian di dalamnya kecuali jika ia percaya kepada pengajaran kami… Sebab kami menerima ini tidak sebagai roti biasa atau minuman biasa; tetapi dengan cara yang sama seperti Yesus Kristus Penyelamat kita yang mengambil rupa manusia oleh kuasa Sabda Allah, mempunyai tubuh dan darah bagi keselamatan kita, demikianlah kami diajarkan bahwa makanan ini yang atasnya doa syukur dari perkataan-Nya sendiri telah dipanjatkan, yang darinya tubuh dan darah kami oleh transmutasi dikuatkan, adalah Tubuh dan Darah dari Kristus yang menjelma.” ((St. Yustinus Martir, First Apology 66))
3) St. Irenaeus (140-202). Ia adalah uskup Lyons, dan ia belajar dari St. Polycarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes. Dalam karyanya yang terkenal, Against Heresies, ia menghapuskan pandangan yang menentang ajaran para rasul. Tentang Ekaristi ia menulis, “Dia [Yesus] menyatakan bahwa piala itu, … adalah Darah-Nya yang darinya Ia menyebabkan darah kita mengalir; dan roti itu…, Ia tentukan sebagai Tubuh-Nya sendiri, yang darinya Ia menguatkan tubuh kita.” ((St. Irenaeus, Against Heresy, 5, 2, 2.))
4) St. Sirilus dari Yerusalem (315-386), pada tahun 350 ia mengajarkan, “Karena itu, jangan menganggap roti dan anggur hanya dari penampilan luarnya saja, sebab roti dan anggur itu, sesuai dengan yang dikatakan oleh Tuhan kita, adalah Tubuh dan Darah Kristus. Meskipun panca indera kita mengatakan hal yang berbeda; biarlah imanmu meneguhkan engkau. Jangan menilai hal ini dari perasaan, tetapi yakinlah oleh iman, bahwa engkau telah dikaruniai dengan Tubuh dan Darah Kristus.” ((St. Cyril of Jerusalam, Catechetical Lectures: 22 (Mystagogic 4), 6))
5) St. Augustinus (354-430), Uskup Hippo, mengajarkan, “Roti yang ada di altar yang dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan, adalah Tubuh Kristus. Dan cawan itu, atau tepatnya isi dari cawan itu, yang dikonsekrasikan dengan Sabda Tuhan, adalah Darah Kristus….Roti itu satu; kita walaupun banyak, tetapi satu Tubuh. Maka dari itu, engkau diajarkan untuk menghargai kesatuan. Bukankah roti dibuat tidak dari satu butir gandum, melainkan banyak butir? Namun demikian, sebelum menjadi roti butir-butir ini saling terpisah, tetapi setelah kemudian menjadi satu dalam air setelah digiling…[dan menjadi roti]” ((St. Agustinus, Sermons, no. 227, ML 38, 1099, FC XXXVIII, 195-196.))
Melalui pengajaran para Bapa Gereja ini, kita mengetahui bahwa sejak abad awal, Gereja percaya dan mengimani bahwa roti dan anggur setelah dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Dan, maksudnya Ekaristi itu diberikan supaya kita belajar menjunjung tinggi kesatuan Tubuh Mistik Kristus, yang ditandai dengan kesatuan kita dengan dengan para pemimpin Gereja, yaitu uskup, imam dan diakon. Iman sedemikian sudah berakar sejak jemaat awal, dan ini dibuktikan, terutama oleh kesaksian St. Ignatius dari Antiokhia yang mendapat pengajaran langsung dari Rasul Yohanes. Jangan lupa, Rasul Yohanes adalah yang paling jelas mengajarkan tentang Roti Hidup pada Injilnya (lihat Yoh 6). Jadi walaupun doktrin Transubtantion baru dimaklumkan pada abad 13 yaitu melalui Konsili Lateran ke 4 (1215), Konsili Lyons (1274) dan disempurnakan di Konsili Trente (1546), namun akarnya diperoleh dari pengajaran Bapa Gereja sejak abad awal. Prinsipnya adalah: roti dan anggur, setelah dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan, berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Karena itu, walaupun rupa luarnya berupa roti dan anggur, namun hakekatnya sudah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Oleh kesatuan dengan Tubuh yang satu ini, maka kita yang walaupun banyak menjadi satu.
Bukti sejarah
Maka kita dapat melihat bahwa sebelum masa Reformasi Protestan, semua umat Kristen percaya dan mengimani kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi. Maka beberapa gereja yang memisahkan diri dengan Gereja Katolik sebelum masa itu, sebagai contohnya, Nestorianism, Armenianism, gereja Coptic (abad ke -5), gereja-gereja Orthodox (abad ke-11), tetap mempercayai doktrin kehadiran Kristus dalam Ekaristi tersebut. ((Lihat Father Frank Chacon and Jim Burnham, Beginning Apologetics 3, (San Juan Catholic Seminars, Farmington, NM), p. 22.))
Jika sekarang ada orang berkata bahwa doktrin tentang kehadiran Yesus dalam rupa roti dan anggur itu sepertinya tidak mungkin, maka sesungguhnya sejak zaman jemaat awalpun, banyak orang yang juga berpendapat demikian. Hal ini dituliskan di Alkitab, yaitu bahwa sejak saat Yesus mengajarkan hal Roti Hidup ini, banyak orang tidak percaya dan meninggalkan Dia (lih Yoh 6: 60). Tentu, jika maksud Yesus hanya mengajarkan bahwa roti itu hanya melambangkan Tubuh-Nya dan anggur itu hanya melambangkan Darah-Nya, Ia tentu dapat mengatakan demikian, “Di dalam roti ini adalah Tubuh-Ku”, atau “Roti ini adalah Tubuh-Ku.” Namun Yesus tidak berkata demikian, sebab Ia dengan jelas berkata, “Inilah Tubuh-Ku” (Mat 26:26; Mrk 14:22; Luk 22:19). Maka, Tradisi Gereja Katolik mengartikan ayat ini secara literal bahwa maksud Yesus adalah: “Ini, substansi ini, yang tadinya roti, sekarang menjadi Tubuh-Ku.”
Banyak dari para pengikut Kristus sejak awal menganggap perkataan-Nya ini sulit dimengerti. Namun faktanya, walaupun demikian, Gereja Katolik tetap memegang teguh ajaran ini selama banyak generasi. Ini adalah suatu bukti yang kuat bahwa ajaran ini berasal dari Allah sendiri, sebab jika tidak, ajaran ini tidak mungkin langgeng dan tidak mungkin dipercayai oleh umat yang tersebar di seluruh dunia.
Bukti dari Mukjizat Ekaristi
Gereja mencatat begitu banyak mukjizat Ekaristi yang terjadi, ((Lihat buku karangan Joan Carroll Cruz, Eucharistic Miracles (Rockford. Illinois: TAN Books, 1987).)) namun mari kita melihat mukjizat yang paling terkenal, yaitu mukjizat yang terjadi di Lanciano, Italia, pada abad ke-8. Saat itu sekitar tahun 700, seorang imam Basilian pada sebuah biara di Lanciano meragukan ajaran bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi. Maka suatu hari, pada saat mempersembahkan Misa Kudus, saat ia selesai mengucapkan perkataan Konsekrasi, tiba-tiba hosti itu berubah menjadi sebuah lingkaran daging dan anggur itu menjadi darah. Sang imam menjadi sangat terkejut, bahwa Tuhan telah secara ajaib menjawab segala keraguannya. Sampai sekarang, potongan daging dan darah [sekarang berupa gumpalan darah kering] ditahtakan dan dapat dilihat di dalam gereja itu. Saya berkesempatan menyaksikan sendiri bukti mukjizat ini, saat saya berziarah ke Lanciano pada tahun 2000.
Mukjizat ini telah berkali-kali diperiksa, dan tidak ada tanda-tanda pemalsuan. Paus Paulus VI memperbolehkan agar diadakan penyelidikan ilmiah terhadap kedua species itu pada tahun 1970-1971, dan tahun 1981 (sertifikat pemeriksaannya ada terpajang di sana), oleh pakar anatomi dan histologi patologi, kimia dan mikroskopi klinis, Prof. Odoardo Linoli dan Prof. Ruggero Bertelli dari Universitas Siena, dengan menggunakan alat-alat yang canggih. ((In 1970-’71 and taken up again partly in 1981 there took place a scientific investigation by the most illustrius scientist Prof. Odoardo Linoli, eminent Professor in Anatomy and Pathological Histology and in Chemistry and Clinical Microscopy. He was assisted by Prof. Ruggero Bertelli of the University of Siena. The analyses were conducted with absolute and unquestionable scientific precision and they were documented with a series of microscopic photographs. These analyses sustained the following conclusions (see more on this link, please click here)
- The Flesh is real Flesh. The Blood is real Blood.
- The Flesh and the Blood belong to the human species.
- The Flesh consists of the muscolar tissue of the heart.
- In the Flesh we see present in section: the myocardium, the endocardium, the vagus nerve and also the left ventricle of the heart for the large thickness of the myocardium.
- The Flesh is a “HEART” complete in its essential structure.
- The Flesh and the Blood have the same blood-type: AB (Blood-type identical to that which Prof. Baima Bollone uncovered in the Holy Shroud of Turin).
- In the Blood there were found proteins in the same normal proportions (percentage-wise) as are found in the sero-proteic make-up of the fresh normal blood.
- In the Blood there were also found these minerals: chlorides, phosphorus, magnesium, potassium, sodium and calcium.
- The preservation of the Flesh and of the Blood, which were left in their natural state for twelve centuries and exposed to the action of atmospheric and biological agents, remains an extraordinary phenomenon.
In conclusion, it may be said that Science, when called upon to testify, has given a certain and thorough response as regards the authenticity of the Eucharistic Miracle of Lanciano.)) Mereka menyimpulkan bahwa potongan daging itu adalah benar-benar daging manusia, dan demikian juga dengan darah tersebut. Daging tersebut berasal dari irisan hati (jantung hati) manusia yang disebut myocardium, dan darahnya bertipe AB, dan mengandung segala protein yang terdapat pada darah segar manusia. Dan ajaibnya, walaupun daging dan darah tersebut telah dipajang selama 1300 tahun, terkena kontak langsung dengan udara, tanpa zat pengawet sekalipun, keduanya tetap tidak rusak secara biologis. (Silakan melihat gambar berikut ini)
Perbandingan Doktrin Ekaristi menurut Gereja Katolik, Luther, Calvin dan Zwingli.
Gereja Katolik, mengambil dasar dari Alkitab dan pengajaran para Bapa Gereja, mengajarkan apa yang disebut sebagai Transubstansiasi, yaitu, pada saat selesainya diucapkan konsekrasi, substansi roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, walaupun rupa luarnya tetap sebagai roti dan anggur. Jadi prinsipnya:
1) Saat konsekrasi, pada saat roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, maka Kristus pada saat itu sungguh-sungguh hadir secara nyata dengan Tubuh dan Darah-Nya pada species roti dan anggur itu. Itulah sebabnya kita harus dengan penuh hormat menyambutNya. Itu pulalah sebabnya kita menghormati Sakramen Maha Kudus, sebab kita percaya bahwa hosti yang telah dikonsekrasikan itu sudah bukan hosti lagi tetapi sungguh-sungguh Tubuh Kristus.
2) Oleh sebab itu dikatakan bahwa Misa Kudus adalah kurban Kristus, yang dilakukan oleh Gereja, untuk memperingati pengorbanan-Nya sesuai dengan pesan-Nya. Pada saat misa, Tubuh dan Darah Kristus yang satu dan sama itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus untuk menjadi korban penebus dosa kita manusia. ((Dalam Misa, Kurban Yesus yang satu-satunya dan sama ini dikorbankan dengan cara berbeda; tidak lagi dengan cara berdarah secara fisik seperti yang terjadi di kayu salib (lihat KGK 1367).))
3) Maka setelah konsekrasi, hanya substansi roti dan anggur-nya saja yang berubah, sedangkan accidents/ penampilan luarnya tetap. Untuk mengerti konsep ini memang diperlukan pengertian filosofis, yaitu bahwa pada setiap benda, kita mengenal adanya substansi dan accidents. Misalnya, hakekat kita manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang terdiri tubuh dan jiwa, yang punya ratio dan kehendak bebas, sedangkan accidents-nya adalah warna kulit, bangsa, tinggi/ berat badan, dst. Jika kita mencampur adukkan kedua hal ini (substansi dan accidents) maka akan sulit bagi kita untuk memahami konsep Transubstansiasi ini. Sebab setelah transubsansiasi, maka yang nampak sebagai hosti sudah bukan hosti lagi, karena substansinya telah berubah menjadi Tubuh Kristus, sedangkan accidents-nya tetap sama, yaitu dalam rupa roti dan anggur.
Martin Luther (1483-1546) tidak membedakan antara substansi dan accidents, maka ia mengajarkan konsep kehadiran Yesus yang disebut sebagai Consubstantion/ Companation. Ia mengatakan bahwa setelah didoakan dengan Sabda Tuhan, maka Kristus hadir secara nyata di dalam roti dan anggur itu bersamaan dengan roti dan anggur itu sendiri. Jadi, menurut Luther, pada roti itu adalah benar-benar Tubuh Kristus, dan Darah Kristus, tetapi juga tetap roti dan anggur biasa. Dalam hal ini, Luther tidak mengartikan ayat, “Inilah Tubuh-Ku” secara literal [padahal pada umumnya ia sangat mementingkan arti literal Alkitab]. Sebaliknya, ia mengartikannya secara figuratif, seolah Yesus mengatakan, “Di dalam dan bersama roti ini adalah Tubuh-Ku”. Maka, dengan kata lain, Luther mengartikan bahwa dalam benda yang sama itu substansinya ada dua: roti sekaligus Tubuh Kristus; dan anggur sekaligus juga Darah Kristus.
Luther berpendapat demikian karena ia mengambil analogi Inkarnasi, yaitu bahwa Tuhan Yesus mengambil rupa manusia, dan karena Ke-Tuhanan-Nya yang omnipresent, maka kemanusiaan-Nya juga dapat hadir di mana-mana, yang dikenal sebagai ubiquitism. Semoga tidak ada yang tersinggung jika kita mengatakan, bahwa sesungguhnya pengajaran ini sulit diterima akal, karena itu sama saja mengatakan bahwa kehadiran-Nya dalam hosti kudus, sama saja dengan kehadiran-Nya dalam semua makanan dan benda-benda yang lain. ((Menurut Fr. Chacon, Ibid., p. 6, Gereja Katolik sebaliknya, membedakan bahwa ada 3 macam kehadiran Yesus: 1) Kehadiran Yesus secara natural di mana-mana sebagai Tuhan, melalui pengetahuan-Nya, kuasa-Nya dan esensi-Nya; 2) Kehadiran Yesus secara spiritual dalam setiap orang yang berada dalam keadaan berdamai dengan Tuhan (in the state of grace); 3) Kehadiran Yesus secara substansial berupa Tubuh dan Darah-Nya, di dalam Ekaristi.)) Ajaran ini sepertinya mencampur-adukkan hal yang suci dan yang profan, antara sakramen dan yang bukan sakramen. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan self-evident principle, (prinsip yang tak perlu dibuktikan kebenarannya), yaitu “sesuatu tidak dapat menjadi dan tidak menjadi dalam waktu yang sama dan dengan cara yang sama.”
Mungkin karena sulitnya prinsip ini diterima secara umum, maka terdapat banyak pendapat yang saling bertentangan bahkan di kalangan gereja-gereja Protestan sendiri. Kita melihat posisi ekstrim yang dianut oleh Ulrich Zwingli (1483- 1531), yaitu bahwa Yesus tidak mungkin hadir secara nyata (bodily/ real prensence) di dalam Ekaristi [mereka menyebutnya Perjamuan/the Lord’s Supper]. Maka roti dan anggur menurut Zwingli hanyalah simbol saja, sebagai tanda akan Tubuh Kristus, dan tanda akan Darah-Nya. Posisi Zwingli ini tidak bisa menjelaskan Sabda yang dikatakan Yesus, “Inilah Tubuh-Ku”, sebab ia mengartikannya sebagai, “Ini adalah simbol Tubuh-Ku”, yang tentu saja tidak sesuai dengan teks Alkitab.
John Calvin (1509- 1564) kemudian mengambil jalan tengah antara Luther dan Zwingli, dengan mengatakan bahwa kehadiran Yesus di dalam rupa roti dan anggur itu merupakan kehadiran yang nyata, namun hanya spiritual, bukan secara badani. Jadi roti itu bukan sungguh-sungguh Tubuh Yesus, dan anggur itu bukan Darah Yesus, namun Yesus secara spiritual hadir di dalamnya. ((Disarikan dari buku Louis Berkhof, Systematic Theology, New Combined Edition, (William B Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids, Michigan/ Cambridge, UK) p. 646.)) Maka bagi Calvin, komuni bukanlah persatuan dengan Tubuh Kristus secara literal, tetapi hanya secara spiritual dengan iman. Oleh karena itu, Calvin serupa dengan Melancthon, murid Luther, yang mengatakan bahwa, kehadiran Kristus tidak tergantung dari perkataan konsekrasi yang diucapkan oleh imam yang bicara atas nama Kristus, melainkan tergantung dari iman pribadi yang menerima komuni. Sebenarnya, jika kita kembali kepada teks Alkitab, kita tidak dapat menemukan dasar bahwa kehadiran Yesus ‘tergantung dari iman pribadi yang menerimanya’. Sebab Yesus hanya berkata dengan jelas dan sederhana, “Inilah Tubuh-Ku…” Dan Gereja Katolik percaya bahwa Sabda-Nya yang berkuasa membuat-Nya menjelma menjadi manusia (lih Yoh 1:14), juga berkuasa mengubah substansi roti itu menjadi Tubuh-Nya. Maka setelah konsekrasi, sepanjang roti itu berupa roti, dan belum terurai menjadi rupa yang lain (rusak secara natural, atau dicerna tubuh manusia), maka Yesus hadir secara nyata oleh kuasa Roh Kudus-Nya.
Selanjutnya, Luther dan Calvin tidak menganggap Ekaristi (the Lord’s Supper/ Perjamuan Kudus) pertama-tama sebagai kurban peringatan dan pernyataan iman akan Misteri Paska Kristus. Karena doktrin “sola fide” (hanya iman saja) yang mereka anut, maka mereka cenderung menganggap Misa yang dilakukan oleh Gereja Katolik sebagai ‘perbuatan’ manusia. Mereka tidak melihat bahwa Ekaristi, yang walaupun melibatkan umat namun pertama-tama adalah perbuatan nyata Kristus sebagai Kepala dengan kesatuan dengan Tubuh Mistik-Nya, yang oleh kuasa Roh Kudus-Nya yang melintasi batas ruang dan waktu, mampu menghadirkan kembali kurban salib-Nya untuk mendatangkan buah-buahnya kepada Gereja-Nya sampai akhir jaman.
Maka, bagi Calvin, Perjamuan Kudus tersebut pertama-tama merupakan pernyataan kasih Tuhan. ((Ibid., p.646.)) Gereja Katolik tidak menyangkal bahwa Ekaristi adalah pernyataan kasih Tuhan, namun Gereja Katolik juga melihat bahwa hal ini tidak terlepas dengan perbuatan Kristus yang mengikutsertaan anggota-anggota Tubuh-Nya untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan yang dilakukan oleh-Nya sebagai Kepala. Dalam Misa, Yesus menjalankan peran-Nya sebagai Pengantara yang tunggal antara Allah dan manusia; dengan mengucapkan syukur kepada Allah Bapa dalam kuasa Roh Kudus, dan pada saat yang sama, menjadi kurban dan Imam Agung untuk menyalurkan rahmat pengampunan dosa demi keselamatan kita. Sebab sudah menjadi kehendak-Nya agar kita mengambil bagian dalam perjamuan Ekaristi agar kita beroleh hidup yang kekal (lih. Yoh 6:54); dan agar kita mengenang-Nya dengan cara demikian sampai kedatangan-Nya kembali (1 Kor 11:26). Maka, adanya Ekaristi, adalah pertama-tama karena rahmat Kristus, yang mengundang kita untuk mengambil bagian di dalam-Nya, dan karena itu, Misa bukan ‘perbuatan’ kita semata-mata.
Konsili Trente
Gereja Katolik melalui Konsili Trente (1564) menolak posisi Luther maupun Calvin, dengan menetapkan sebagai berikut:
Session 13, kanon 2, [menyatakan bahwa Consubstantiation sebagai doktrin yang keliru]: “Barang siapa berkata bahwa substansi roti dan anggur tetap ada di dalam sakramen Ekaristi yang kudus, bersamaan dengan Tubuh dan Darah Yesus, dan menolak perubahan yang ajaib dan tunggal menjadi keseluruhan substansi roti menjadi Tubuh Kristus dan keseluruhan anggur menjadi Darah Yesus, dan rupa luar dari roti dan anggur saja yang tertinggal, seperti yang disebut oleh Gereja Katolik sebagai transubstansiasi: biarlah dia menjadi anathema.” ((Anathema, yang sering diterjemahkan sebagai ‘terkutuk’, namun maksud harafiahnya adalah pemisahan (‘cutting-off’, ‘separation’) untuk menunjukkan bahwa orang tersebut tidak dianggap sebagai anggota kawanan.))
Session 13, kanon 4, [menentang bahwa kehadiran Yesus disebabkan oleh keyakinan pribadi]: “Barang siapa berkata bahwa setelah konsekrasi Tubuh dan Darah Tuhan Yesus tidak hadir di dalam sakramen Ekaristi, tetapi hanya hadir di dalam efek sakramen pada saat itu diterima, dan tidak sebelumnya atau sesudahnya; dan bahwa Tubuh Yesus yang nyata tidak tetap tinggal dalam Hosti yang telah dikonsekrasikan, atau di dalam partikel-partikelnya yang disimpan atau ditinggalkan setelah komuni: biarlah ia menjadi anathema.”
DS 1743, Session 22, bab 2, [menyatakan kesamaan kurban Ekaristi dengan kurban salib Kristus]: “Kurbannya adalah satu dan sama; Pribadi yang sama mempersembahkannya dengan pelayanan para imam-Nya, Ia yang mempersembahkan Diri-Nya di salib, hanya saja cara mempersembahkannya saja yang berbeda.” Maka kurban Misa adalah sama dengan kurban salib Yesus di Golgota, sebab kurban itu menyangkut Pribadi yang sama, yang dikurbankan oleh Imam Agung yang sama, yaitu Yesus Kristus, melalui pelayanan sakramental dari para imam-Nya yang ditahbiskan dan bertindak dalam nama Kristus/ ‘in persona Christi.’
Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik
Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik yang disusun untuk menjabarkan doktrin dengan semangat Konsili tersebut mengajarkan pentingnya Ekaristi dalam kehidupan umat beriman, karena di dalamnya terkandung seluruh ‘harta’ spiritual Gereja, yaitu Kristus sendiri. Oleh karena itu, Ekaristi dikatakan sebagai “sumber dan puncak kehidupan Kristiani”. ((1324, Lumen Gentium 11))
KGK 1324 Ekaristi adalah “sumber dan puncak seluruh hidup kristiani” (LG 11). “Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan, berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Paska kita” (PO 5).
KGK 1375 Kristus hadir di dalam Sakramen ini oleh perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah-Nya. Bapa-bapa Gereja menekankan dengan tegas iman Gereja, bahwa Sabda Kristus dan kuasa Roh Kudus bekerja begitu kuat, sehingga mereka dapat melaksanakan perubahan ini. Santo Yohanes Krisostomus menjelaskan:
“Bukan manusia yang menyebabkan bahwa bahan persembahan menjadi tubuh dan darah Kristus, melainkan Kristus sendiri yang telah disalibkan untuk kita. Imam yang mewakili Kristus, mengucapkan kata-kata ini, tetapi daya kerjanya dan rahmat datang dari Allah. Inilah tubuh-Ku, demikian ia berkata. Kata-kata ini mengubah bahan persembahan itu” (prod. Jud. 1,6).
Dan santo Ambrosius mengatakan tentang perubahan ini:
“Di sini terdapat sesuatu yang tidak dibentuk alam, tetapi yang dikonsekrir dengan berkat, dan daya guna berkat itu melampaui kodrat, malahan kodrat itu sendiri diubah melalui berkat… Bukankah Kristus, yang dapat menciptakan yang belum ada dari ketidakadaan, dapat mengubah yang ada ke dalam sesuatu, yang sebelumnya tidak ada? Menciptakan hal baru, tidak lebih gampang daripada mengubah kodrat” (myst. 9,50,52).
KGK 1376 Konsili Trente menyimpulkan iman Katolik, dengan menjelaskan: “Karena Kristus Penebus kita mengatakan bahwa apa yang Ia persembahkan dalam rupa roti adalah benar-benar tubuh-Nya, maka di dalam Gereja Allah selalu dipegang teguh keyakinan ini, dan konsili suci ini menjelaskannya kembali: oleh konsekrasi roti dan anggur terjadilah perubahan seluruh substansi roti ke dalam substansi tubuh Kristus, Tuhan kita, dan seluruh substansi anggur ke dalam substansi darah-Nya. Perubahan ini oleh Gereja Katolik dinamakan secara tepat dan dalam arti yang sesungguhnya perubahan hakiki [transsubstansiasi]” (DS: 1642).
KGK 1377 Kehadiran Kristus dalam Ekaristi mulai dari saat konsekrasi dan berlangsung selama rupa Ekaristi ada. Di dalam setiap rupa dan di dalam setiap bagiannya tercakup seluruh Kristus, sehingga pemecahan roti tidak membagi Kristus Bdk. Konsili Trente: DS 1641.
KGK 1396 Kesatuan Tubuh Mistik: Ekaristi membangun Gereja. Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membaharui, memperkuat, dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan. Di dalam Pembaptisan kita dipanggil untuk membentuk satu tubuh (Bdk. 1 Kor 12:13).
Kesimpulan
Dari melihat uraian di atas, maka kita melihat betapa doktrin Ekaristi (kehadiran Kristus yang nyata di dalamnya karena Transubstansiasi) yang diajarkan oleh Gereja Katolik mempunyai dasar yang teguh, sebab telah berakar dari Tradisi para rasul dan para Bapa Gereja. Jika pengertian kita tidak demikian, maka itu sama saja kita menilai bahwa para rasul dan para Bapa Gereja dan seluruh Gereja itu selama berabad- abad telah ‘salah pengertian’. Mungkin inilah yang ada di pikiran para Reformer seperti Luther, Calvin, Zwingli, dst. Tetapi akibatnya, begitu mereka menginterpretasikan sendiri ayat Alkitab dan beberapa perkataan Bapa Gereja tanpa melihat konteksnya, maka akhirnya mereka bertentangan sendiri, karena memegang pengertian yang berbeda-beda. Ironinya, mereka sama-sama meng-klaim bahwa mereka mengartikan ayat Alkitab yang sama, yaitu perkataan Yesus, “Inilah Tubuh-Ku…” Mari kita berhenti sejenak, dan merenungkan ayat tersebut. Biarlah dengan kesederhanaan iman dan kerendahan hati, kita dapat percaya dan mengimani, bahwa memang Kristuslah yang mengubah apa yang nampak sebagai roti itu menjadi sungguh-sungguh Tubuh-Nya sendiri, sehingga yang dipegang-Nya itu bukan roti lagi, walaupun rupanya tetap roti. Kuasa mengubah roti menjadi anggur ini tidak diberikan kepada semua orang, tetapi hanya kepada para rasul-Nya, yang kemudian diteruskan kepada para penerus mereka, yaitu, para imam-Nya melalui tahbisan suci. Dengan demikian Ekaristi juga berkaitan dengan Tahbisan Suci. Tangan-tangan yang telah diurapilah yang diberi kuasa Roh Kudus untuk bertindak atas nama Kristus, untuk melakukan mukjizat yang sangat agung ini.
Karena betapa agungnya makna persatuan kita dengan Kristus dalam Komuni kudus, maka sebelum menyambut-Nya kita harus mempersiapkan diri. Betapa dalamnya makna persatuan itu, sehingga harus merupakan kesatuan total: yaitu kesatuan dengan keseluruhan Tubuh Mistik Kristus yang ada di dalam Gereja Katolik di bawah pimpinan pengganti Rasul Petrus. Inilah sebabnya tidak sembarang orang dapat menyambut Tubuh Kristus, walaupun ia mengimani bahwa roti itu sungguh telah diubah menjadi Tubuh-Nya. Sebab masih ada makna lagi yang harus diimani, yaitu apakah ia mengimani Gereja Kristus yang ada dalam Gereja Katolik yang didirikan di atas Petrus (cf. Mat 16:18).
Kita sebagai orang Katolik sepantasnya bersyukur, bahwa kita memiliki Magisterium, ((Magisterium dipegang oleh Bapa Paus sebagai penerus Rasul Petrus dan para Uskup pembantunya yang dalam kesatuan dengan dia.)) yang dengan setia meneruskan pengajaran Kristus yang otentik, terutama untuk pengajaran tentang Ekaristi ini. Kristus telah mengetahui, bahwa tanpa jaminan ‘tak mungkin salah’ (infallibility) yang diberikan kepada pemimpin Gereja-Nya, maka manusia cenderung mengartikan sendiri pengajaran-Nya yang dapat mengakibatkan perpecahan umat. Maka, Kristus memberikan kuasa ‘tidak mungkin salah’ (infallibility) ((Menurut Lumen Gentium 25, Kuasa ‘tidak mungkin salah’, yang diberikan Yesus kepada Bapa Paus ini (infallibility) hanya berkenaan dengan pengajaran Bapa Paus secara definitive mengenai hal iman dan moral.)) kepada Bapa Paus agar pengajaranNya dapat dilestarikan dengan murni. Inilah sebabnya, kita dapat dengan teguh mengimani doktrin Ekaristi, sebab kita yakin itu berasal dari Kristus sendiri. Selanjutnya, mari kita berdoa agar semakin hari kita semakin dapat menghayati kedalaman misteri kasih Tuhan yang dinyatakan melalui kehadiran-Nya dalam Ekaristi. Ekaristi merupakan cara Allah mengasihi kita. Sekarang tergantung kita, maukah kita belajar memahami dan menghayati cara Tuhan mengasihi kita, ataukah kita lebih memilih cara kita sendiri untuk merasakan kasih Tuhan?
1. Apakah hanya imam tertahbis Gereja Katolik yang bisa merubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus?
2. Bila orang yang tidak mengimani Kristus menerima hosti dan anggur yang telah dikonsekrasikan, apakah Kristus tetap hadir di dalam hosti dan anggur yang masuk dalam tubuhnya?
Terima kasih
Shalom Arnold,
Terima kasih atas pertanyaannya. Memang hanya iman tertahbis yang mempunyai jalur apostolik-lah yang diberi kuasa untuk mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus. Artikel tentang imamat tertahbis dapat dilihat di sini – silakan klik. Bila orang tidak mengimani Kristus menerima hosti yang telah dikonsekrir, maka dia sesungguhnya telah menerima keseluruhan Kristus – tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan Kristus – karena perubahan substansi dari roti menjadi keseluruhan Kristus bukanlah terjadi karena iman seseorang, melainkan oleh kata-kata Kristus yang diucapkan oleh imam tertahbis. Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom bapak/ibu Tay,
Apabila tidak ada ada roti, roti tak beragi, atau hosti pada umumnya itu, namun tetap ada imam, apa bisa hosti ini diganti dengan makanan lain seperti umbi-umbian seperti ketela atau ubi?
Bagaimana gereja katolik menyikapi hal ini karena saya membayangkan betapa sulitnya para imam mendapatkan roti tak beragi di daerah pedalaman atau di daerah konflik misalnya. Bukankah perayaan ekaristi tetap harus dilaksanakan?
Terima kasih sebelumnya, berkah dalem.
[Dari Katolisitas: Silakan klik di sini untuk membaca ketentuan bahan pembuat Ekaristi, silakan klik. Perayaan Ekaristi bermakna perayaan kenangan akan Perjamuan Terakhir Tuhan Yesus, dan mengandung simbolisme yang berkaitan juga dengan Kristus sebagai Roti Hidup (Yoh 6). Karena itu, tidak relevan untuk menggantikan bahan pembuat hosti dengan bahan lain yang tidak mengacu kepada simbolisme “roti” itu. Nampaknya makna penting ini tidak dapat digantikan, dan kalau diganti malah mengaburkan makna Kristus Sang Roti Hidup, yang jelas dinyatakan dalam Perayaan Ekaristi.]
Syalom
Kalau saya mau lihat makna kehadiran Kristus seperti yang di kataka “sebab kita percaya bahwa hosti yang telah dikonsekrasikan itu sudah bukan hosti lagi tetapi sungguh-sungguh Tubuh Kristus”. Seperti kahadiran badani Kristus. Menurut saya ini terlalu berlebihan dengan mengatakan bahwa roti itu adalah Sungguh-sungguh ‘Tubuh’ Kristus , apakah dengan kata lain kalian “memakan Tubuh Kristus”?? Tetapi menurut saya pemahaman seperti ini seperti pemahaman orang farisi tentang hari sabat, tidak boleh berjalan sejauh sekian mil, tidak boleh membawa barang kecuali seberat kapas padahal mereka sendiri berbuat hal yang tidak seharusnya, hingga akhirnya orang Samarialah yang di akui oleh Tuhan Yesus saat menolong orang yang kerampokan. Di dunia ini kan ada yang namanya kata kiasan , yang saya rasa di zaman Tuhan Yesus bahkan mungkin di zaman perjanjian lama, seperti kata peMazmur tau kata Amsal sering menggunakan kata kiasan ini, menurut saya itulah yang dipakai untuk mengambarkan Tubuh dan Darah Kristus.
Saya juga mau tanya Mengapa salib di katolik masih ada simbol Tuhan Yesus waktu di salib?? Apakah ini juga mengambarkan kehadiran Tuhan Yesus di salib itu?? Jadi Tuhan Yesus tidak pernah bangkit dan tidak pernah naik ke Surga karna salib di katolik Dia masih “Terpaku”. Bukankah kematian tanpa kebangkitan adalah kesia-siaan.
Sory kalo bertentangan kalau ada yang salah tolong kasih tahu. Trimakasih
[dari katolisitas: Silakan membaca terlebih dahulu artikel ini – silakan klik dan klik ini dan klik ini. Tentang korpus pada salib, lihat link ini – silakan klik.]
Shalom kakak pembimbing,
Saya mau bertanya mengenai 1 Korintus 23-32. Di sana dikatakan bahwa jika kita dengan tidak layak menerima roti dan anggur maka kita berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan, apakah kalimat ini juga mendukung kehadiran nyata Tuhan Yesus?
Lalu mengenai ajaran Calvin yang Tuhan Yesus hanya datang secara spiritual saja, apakah ada ayat yang ‘membuat’ Calvin berpikir demikian? Terima kasih dan mohon bimbingannya. Tuhan memberkati
[Dari Katolisitas: Ayat-ayat di 1 Kor 11: 23-32 adalah ayat-ayat yang mendukung ajaran Gereja Katolik, bahwa dalam perayaan Ekaristi, roti dan anggur itu memang diubah menjadi sungguh Tubuh dan Darah Kristus, sehingga jika diterima dengan tidak layak, akan mendatangkan hukuman atas diri orang yang menerimanya. Paham yang mengajarkan bahwa Yesus hanya hadir secara spiritual dan simbolis (sebagaimana diajarkan oleh Calvin) memang secara obyektif tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh ayat 1 Kor 11:23-32, dan ayat-ayat lainnya dalam Injil, yang dikatakan oleh Kristus sendiri, baik dalam Perjamuan Terakhir maupun pengajaran-Nya tentang Diri-Nya sebagai Roti Hidup. Selanjutnya tentang Ekaristi, sudah banyak ditulis di situs ini, silakan melihat artikel-artikelnya di sini, silakan klik.]
Shalom katolisitas,,
Saya ingin bertanya mengenai asal misa (mulai dr lagu pembuka sampai berkat penutup)
Apakah aturan2 itu (lagu pembuka – berkat penutup) adalah buatan manusia? Apakah gereja perdana juga melakukan misa yg sama seperti saat ini?
Thanks, GBU
Shalom Marsell,
Perayaan Sakramen Ekaristi merupakan bagian dari Tradisi Suci para Rasul yang telah dirayakan sejak Gereja Perdana (abad awal), dan tentang hal ini kita ketahui dari catatan para Bapa Gereja, seperti pernah diulas di artikel ini: Perayaan Ekaristi di jemaat perdana, silakan klik.
Adanya aturan-aturan liturgis memang mempunyai sejarahnya sendiri, namun semua itu berangkat dari pengajaran para Rasul tentang makna Ekaristi dan prinsip bahwa dalam perayaan liturgis itu adalah perayaan yang sakral karena Kristus sendiri hadir di dalamnya. Maka prinsip ini mendasari pemilihan lagu-lagu liturgis maupun aturan-aturan lainnya dalam perayaan liturgis. Sedangkan pemisahan antara hal yang sakral dan profan itu mengambil dasar dari Kitab Suci sejak zaman Perjanjian Lama. Seperti saat Tuhan menentukan persyaratan pembuatan bait Allah dan tabut perjanjian (lih. Kel 25-31). Tuhan menentukan sendiri bahannya, ukurannya, bentuknya, nama-nama senimannya, dan bahkan imam yang melayani umat juga dikhususkan dari suku Lewi, dan para imam pun harus mempersiapkan/ mentahirkan diri sebelum melayani di bait Allah. Semua ini menunjukkan, bahwa Allah menghendaki bahwa segala yang berkenaan dengan penyembahan/ ibadah dipisahkan dari hal-hal yang profan. Tuhan tidak berkenan jika hal-hal yang sakral dan profan itu dicampur adukkan, sebagaimana dapat dibaca dalam kitab Daniel (lih. Dan 5). Prinsip inilah yang tetap dipegang oleh Gereja Katolik, dalam perayaan liturgis. Silakan membaca selanjutnya di artikel Sekilas tentang Makna Liturgi, dan pelanggaran liturgi, silakan klik, dan Apa yang harus kuketahui tentang Liturgi, silakan klik.
Maka memang lagu- lagu liturgis itu dibuat oleh manusia, namun dibuat untuk maksud yang sakral, yaitu dikhususkan untuk Tuhan. Dengan demikian, pada prinsipnya, tidak pada tempatnya untuk melambungkan lagu-lagu liturgis di tempat-tempat profan, misalnya di restoran/ kafe atau pub, namun sebaliknya, tidak pada tempatnya menghadirkan musik-musik ala kafe/ pub ke dalam musik liturgis.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam kasih kakak pembimbing,
Saya mohon bimbingannya dalam merenungkan konsep di atas. Tapi menurut pendapat saya setelah kenaikan tubuh Tuhan kan berada di sebelah kanan Allah Bapa. Bagaimana kita memahaminya dengan konteks transubstansial? Ketika saya mendengar kotbah pendeta beliau mengatakan bahwa konsep transubstansial secara tidak sengaja menyatakan bahwa Tuhan Yesus harus dikorbankan terus menerus. Bagaimana kita memahaminya dalam konteks ini? Terima kasih Tuhan memberkati
Shalom Arliando,
1. Bagaimana Kristus yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa dapat juga hadir di tengah kita?
Allah kita adalah Allah Tritunggal yang Omnipresent, artinya, Maha-hadir, Ia tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Ia adalah Allah yang Mahakuasa, yang berkuasa melakukan segala yang melampaui kemampuan kita sebagai manusia. Maka setelah kenaikan Kristus ke surga, dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa, tidak berarti bahwa Ia tidak dapat hadir di tengah-tengah kita saat ini. Adalah janji Kristus sendiri untuk menyertai Gereja-Nya sampai akhir zaman (Mat 28:19-20), maka Kristus menggenapi janji ini dengan kehadiran-Nya di tengah Gereja-Nya.
Kehadiran Yesus di tengah Gereja terjadi dalam dua cara, yaitu bahwa: 1) Kristus hadir secara rohani di dalam diri umat-Nya yang dalam keadaan rahmat, artinya tidak dalam keadaan berdosa berat. Ia juga hadir secara rohani di tengah-tengah dua atau tiga orang yang berkumpul dalam nama-Nya (lih. Mat 18:20, KGK ). 2) Kristus hadir dalam keseluruhan-Nya, Tubuh, Darah, Jiwa, dan keAllah-an-Nya, dalam Ekaristi (lih. KGK 1374) berdasarkan perkataan Yesus sendiri kepada para murid-Nya dalam Perjamuan Terakhir. Sepanjang sejarah, Gereja sejak zaman para rasul, telah mengenangkan Kristus dengan cara yang dikehendaki oleh Kristus sendiri untuk mengenangkan Dia, yaitu dengan Perjamuan Ekaristi. “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk 22:19; 1Kor 11:24-25), demikian Kristus berpesan. Para Rasul mengajarkan agar kita untuk mengambil bagian dalam perjamuan ini, dan dengan demikian kita “memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.” (1 Kor 11:26). Peringatan akan kematian/ korban Kristus ini menjadi penggenapan nubuat Nabi Maleakhi, yang mengatakan bahwa akan tiba saatnya di mana di antara bangsa-bangsa di seluruh dunia dipersembahkan kurban yang murni bagi nama Tuhan (lih. Mal 1:10-11).
Kehadiran Kristus secara nyata dalam Ekaristi, tidak hanya kita ketahui dari Sabda Yesus sendiri, namun juga dari pengajaran para Rasul. Yesus mengatakan, “Inilah Tubuh-Ku….. -bukan ‘lambang Tubuh-Ku’- dan “Inilah Darah-Ku….” -bukan ‘lambang Darah-Ku’, (lih. Mat 26:20-29; Mrk 14:17-25, Luk 22:14-23). Demikianlah, sejak zaman para Rasul, mereka telah mengimani bahwa Kristus sungguh hadir dalam Ekaristi, sehingga barangsiapa menyambut-Nya dengan tidak layak, ia mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri, karena “ia telah berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan” (1 Kor 11:27-29), sesuatu pernyataan yang menjadi tidak masuk akal, jika roti dan anggur itu hanya sekedar ‘lambang’ saja dan bukan sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Kristus.
2. Apakah dengan Perayaan Ekaristi, kita menyalibkan Kristus berkali-kali?
Tentu tidak. Sebab yang dihadirkan kembali di dalam perayaan Ekaristi, oleh kuasa Roh Kudus, adalah kurban yang satu dan sama, yaitu kurban Kristus. Artinya kurban Kristus di salib dibuat selalu hadir dan dengan demikian karya penebusan kita terus dilaksanakan oleh Allah sampai akhir zaman. Kurban salib Kristus dan kebangkitan-Nya itu adalah peristiwa yang tetap hidup sepanjang zaman, yang di mata Allah yang tak terbatas, adalah peristiwa yang terjadi pada ‘saat ini’. Oleh kuasa Roh Allah itu, peristiwa yang satu dan sama ini dihadirkan kembali, walaupun dengan cara yang berbeda, agar manusia di segala zaman dapat memperoleh buah-nya, yaitu pengampunan dosa demi keselamatannya. Ibaratnya peristiwa ini seperti aliran listrik yang selalu menyala sepanjang zaman, dan perayaan liturgi (terutama perayaan Ekaristi) adalah semacam kabel yang menghubungkan kita dengan aliran listrik yang satu dan sama itu, agar kita dapat memperoleh daya kekuatannya dalam hidup kita.
Oleh karena Kristus telah bangkit dan maut tidak menguasai-Nya lagi, maka penghadiran kembali kurban Kristus ini terjadi tidak dengan cara yang sama dengan kejadian 2000 tahun yang lalu. Di kayu salib-Nya dulu, Kristus secara fisik mencurahkan darah-Nya, namun kini di dalam Ekaristi, kurban tersebut dihadirkan secara sakramental, sehingga kita yang hidup terpisah 2000 tahun dengan zaman Kristus, dapat berdiri di bawah kaki salib-Nya. Dengan kehadiran secara sakramental ini, makna kurban-Nya tetap sama, hanya cara pengorbanannya yang berbeda. Kurban Kristus dalam Ekaristi tetap mendatangkan buah- buahnya yaitu pengampunan dosa-dosa kita. Sebab Kristus tidak terbatas oleh ruang dan waktu dan imamat-Nya tidak berakhir pada kematian-Nya; maka Ia meninggalkan bagi Gereja, suatu kurban yang kelihatan -yaitu kurban-Nya sendiri- untuk dikenang sampai akhir zaman dan agar kekuatan yang menyelamatkan yang mengalir daripadanya dapat dipergunakan untuk pengampunan dosa kita manusia sepanjang zaman; agar manusia dapat dipersatukan kembali dengan Allah dan memperoleh hidup ilahi.
Silakan membaca lebih lanjut dalam artikel “Kurban yang berkenan kepada Allah”, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
shalom..
saya mengutip pernyataan di atas — “Artinya kurban Kristus di salib dibuat selalu hadir dan dengan demikian karya penebusan kita terus dilaksanakan oleh Allah sampai akhir zaman.”
pertanyaan saya, bukankah karya penebusan yang dilakukan oleh Allah di dalam Krsitus hanya sekali yaitu ketika Kristus disalibkan.
jadi, seperti apa dan dengan apakah karya penebusan yang terus menerus dilakanakan oleh Allah sampai akhir zaman.
[dari katolisitas: Gereja Katolik mempercayai bahwa penebusan Kristus adalah satu kali. Dalam setiap perayaan Ekaristi, oleh kekuatan Roh Kudus, kurban Kristus yang hanya sekali dihadirkan kembali dan dipersembahkan kepada Allah Bapa.]
penjelasan-penjelasan tentang Ekaristi rasanya lebih mirip dongeng atau mitos.
[dari katolisitas: silakan membuktikan bahwa argumentasi yang diberikan hanyalah merupakan mitos.]
Dear Team Katolisitas, terima kasih atas pencerahan ini. Saya sungguh banyak terbantu dengan situs ini mengingat suami saya berasal dari Protestan. Saya ingin mengomentari komentar saudara Modi Pinang : apa buktinya kalo ekaristi seperti cerita dongeng. Apakah saudara Modi benar2 katolik?
Maaf team Katolisitas baru seminggu ini saya buka situs katolisitas sehingga baru bisa saya beri koment.
Shallom dan Tuhan memberkati
Maria
[Dari Katolisitas: Hal yang sama sudah kami tanyakan kepadanya, namun belum ditanggapinya. Jika ada orang yang menganggap penjelasan tentang Ekaristi adalah ajaran yang sulit diterima, tidaklah mengherankan, sebab sejak Kristus mengajarkannya 2000 tahun yang lalu, pengajaran ini juga telah menyebabkan Ia ditinggalkan oleh banyak pengikut-Nya (lih. Yoh 6:66). Sedangkan keduabelas murid-Nya, adalah mereka yang tetap percaya kepada segala yang diajarkan-Nya].
Shalom Katolisitas, saya mau bertanya, Apakah Ekaristi Kudus boleh diadakan bukan di RUMAH TUHAN atau di Gereja? Saya mohon penjelasannya dari sudut hukum & tradisi Gereja Katolik, terimakasih Katolisitas, GBU :)
Salam Stefanus,
Boleh saja. Misa lingkungan atau misa komunitas biasa di rumah penduduk.
Orang Katolik sedunia dari abad ke abad sudah mempraktekkan hal ini. Misa di stadion, di padang rumput, di hutan, di gunung, biasa dilakukan dalam keadaan luar biasa, atau keterpaksaan.
Kitab Hukum Kanonik mengaturnya dalam KHK kan. 932 par. 1.
932 § 1 Perayaan Ekaristi hendaknya dilakukan di tempat suci, kecuali dalam kasus khusus kebutuhan menuntut lain; dalam hal demikian perayaan haruslah di tempat yang pantas.
Jadi Ekaristi bisa dilakukan di luar tempat suci, asalkan tempatnya dipersiapkan secara layak. Meja altar di luar tempat suci diganti meja yang layak, dalam KHK 932 par. 2, artinya pengkuh (kokoh), ditutup taplak dan korporal.
932 § 2 Kurban Ekaristi haruslah dilaksanakan di atas altar yang sudah dikuduskan atau diberkati; di luar tempat suci dapat digunakan meja yang cocok, dengan harus selalu ditutup kain altar dan korporal.
Dalam hal ini uskup membuat keputusan dalam tiap kasus (Redemptoris Sacramentum no. 108). Namun imam dilarang merayakan Ekaristi di kuil atau tempat keramat salah satu agama bukan Kristen (Redemptoris Sacramentum no. 109).
Salam,
Yohanes Dwi Harsanto, Pr
Dear katolisitas…
saya percaya akan Yesus yang hadir nyata dan benar dalam Ekaristi, yang menjadi pertanyaan saya adalah, ketika saya dan orang lain telah menyambut komuni, bagaimana kita bisa menjelaskan kehadiran Yesus yang nyata itu dan ada dalam diri kita setelah kita menyambut komuni, karena kalo begitu kita harus menyembah sesama kita juga karena Yesus yg nyata dan benar itu ada dalam dia dan saya…..Terimakasih
Shalom Chmel,
Katekismus mengatakan demikian:
KGK 1377 Kehadiran Kristus dalam Ekaristi mulai dari saat konsekrasi dan berlangsung selama rupa Ekaristi ada. Di dalam setiap rupa dan di dalam setiap bagiannya tercakup seluruh Kristus, sehingga pemecahan roti tidak membagi Kristus (Bdk. Konsili Trente: DS 1641)
Dengan demikian, Kristus secara istimewa hadir di dalam diri kita yang menyambut Ekaristi sampai kira- kira 10-15 menit, sampai saat hosti dicerna di dalam tubuh kita dan tidak lagi berbentuk hosti. Maka cara yang terbaik untuk menghormati Kristus sesaat setelah kita menyambut-Nya dalam Ekaristi kudus adalah, kita bersyukur dan menyembah-Nya, entah di dalam hati, entah melalui lagu- lagu pujian setelah Komuni- dalam kesatuan dengan seluruh anggota Tubuh Yesus yang lain yang juga menyambut-Nya dalam Ekaristi kudus. Selanjutnya, kita juga dianjurkan untuk mengucapkan doa syukur sesudah Perayaan Ekaristi selesai, demi menghormati Kristus yang saat itu sungguh hadir di dalam diri kita masing- masing.
Sesudah Misa selesai, maka kehadiran Kristus memang masih tetap ada di dalam kita, seperti juga kehadiran-Nya di dalam diri semua alam semesta dan mahluk ciptaan-Nya, tetapi kehadiran-Nya ini tidak dapat dibandingkan dengan kehadiran-Nya yang secara khusus dan istimewa dalam Ekaristi; yang kita sembah di dalam perayaan Ekaristi Kudus. Kehadiran Kristus di dalam setiap manusia itulah yang mendasari perintah bahwa kita harus mengasihi sesama kita, sebab Kristus ada di dalam setiap orang, dan karena itu apa yang kita lakukan kepada sesama kita, itu kita lakukan kepada Kristus (lih. Mat 25:40).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syaloom,
Saya dapat pertanyaan dari pihak non-katolik mengenai Kis 2:46
disana dikatakan bahwa Jemaat perdana melakukan komuni setiap hari di rumahnya masing2.
Jadi dia mengatakan kalau tidak harus di gereja, tidak harus melalui imam. Karena jemaat perdana pun melakukannya.
Bagaimana pendapat Katolisitas terhadap ini?
Terima Kasih
Shalom Leonard,
Nampaknya harus dipahami terlebih dahulu prinsip dasarnya. Sebab memang pada abad- abad awal, pada saat jumlah jemaat masih terbatas, mereka belum dapat membangun gedung gereja. Maka mereka mengadakan ibadah Ekaristi di rumah- rumah. Di abad- abad awal juga mereka mengadakan ibadah di ruang- ruang bawah tanah (katakomba) seperti yang masih dapat dilihat peninggalannya sampai sekarang. Namun semua itu tidak mengubah prinsip dasarnya bahwa ibadah Ekaristi itu dilakukan dalam kesatuan dengan uskup yang mempunyai jalur apostolik. Hal ini jelas diajarkan oleh para rasul seperti yang dituliskan oleh St. Ignatius dari Antiokhia (St. Ignatius Martir) murid Rasul Yohanes dan murid Uskup Antiokhia sesudah Rasul Petrus. Kepada jemaat di Smyrna, n.8, St. Ignatius menulis:
“Jauhkan dirimu dari skisma sebagai sumber dari segala kesulitan/ kejahatan. Kamu semua harus tunduk pada uskup sama seperti Yesus Kristus kepada Allah Bapa. Tunduk juga kepada para imam seperti kamu kepada para rasul; dan hormatilah para diaken seperti kamu menghormati hukum Tuhan …. Kamu harus menganggap Ekaristi sebagai yang sah, jika dirayakan oleh uskup atau oleh seseorang yang diberinya kuasa. Di mana uskup berada, biarlah kongregasi umat berada, seperti di mana Yesus Kristus berada, di sanalah ada Gereja Katolik. Tanpa supervisi dari uskup, tidak ada baptisan ataupun perayaan Ekaristi diperbolehkan….”
Prinsip yang sama ini dipegang teguh oleh Gereja Katolik sampai sekarang. Perayaan Ekaristi dilakukan dalam kesatuan dengan Uskup dan Paus yang mempunyai jalur apostolik, yang dapat diurut balik sampai kepada para rasul.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syaloom Bu Inggrid,
Terima Kasih atas penjelasannya. Saya akan sampaikan jawaban ibu Inggrid kepada dia dan akan mereferensikan Katolisitas.org juga.
Thank You
God Bless
SALAM DALAM KASIH YESUS PA STEFANUS DAN IBU INGGRID
SAYA MAU TANYA : BAGAIMANA PROSES TERBENTUKNYA PERAYAAN EKARISTI SEHINGGA SAMPAI SEPERTI SEKARANG INI?
[Dari Katolisitas: Mohon membaca terlebih dahulu artikel di atas, silakan klik, dan juga tanya jawab dibawahnya]
Salam bagi bapak/ibu pengurus Katolisitas.org
Saya ingin bertanya, karna kebetulan tadi misa pastor bertanya,
Sebenarnya sangat sederhana menurut saya, namun membutuhkan alasan dan bukti,
oleh karena itu saya ingin menanyakan kepada bapak/ibu pengurus katolistas.org
pertanyaan adalah, Siapa yang pasa awalnya membuat rangkaian misa yang kita rayakan setiap minggunya?
dimulai dari pembuka, bacaan injil,khotbah,dst,hingga penutup dan berkat?apakah Gereja,Yesus, atau Uskup?
Sebelumnya terimakasih.
Shalom Andry,
Inti perayaan Misa kudus, yaitu peringatan sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga dengan liturgi Sabda dan liturgi Ekaristi, berasal dari Tuhan Yesus sendiri. Kita mengetahui hal ini dari penampakan Yesus kepada kedua murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus (Luk 24: 13-35). Sedangkan liturgi Ekaristi sendiri, dengan doa konsekrasi yang mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan darah Kristus diajarkan oleh Kristus sendiri pada saat Perjamuan Terakhir (lih. Mat 26:20-29, Mrk 14:17-25, Luk 22:14-23). Tradisi ini kemudian diteruskan oleh para rasul, seperti yang dituliskan oleh Rasul Paulus (lih. 1Kor 11:23-26) sekitar tahun 52-55 AD.
“Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang. Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.” (1Kor 11:23-27)
Teks ini menyatakan bahwa perayaan Ekaristi merupakan peringatan sengsara Kristus, yang melaluinya perjanjian baru dan kekal antara Allah dan manusia ditandai dengan Darah Kristus. Maka pengorbanan Kristus pada hari Jumat Agung sudah dirayakan terlebih dahulu dalam Perjamuan Terakhir. Para rasul dan secara implisit juga para penerus mereka, diberi perintah oleh Yesus untuk merayakan Ekaristi untuk memperingati Dia; dan peringatan ini berdaya guna sebagai pernyataan yang tak terputus tentang kematian-Nya yang menebus umat manusia, dan menyatakan kehadiran-Nya di saat itu, sampai pada saat kedatangan-Nya kembali pada kedatangan-Nya yang kedua. Untuk mengambil bagian dalam perayaan ini, seseorang harus mengimaninya, dan dalam kondisi layak (tidak dalam keadaan berdosa berat).
Selanjutnya, kita membaca tentang pentingnya perayaan Ekaristi dalam tulisan- tulisan para Bapa Gereja di abad- abad awal, terutama St. Ignatius dari Antiokhia (110), St. Yustinus Martir (150-160), St. Irenaeus (140-202) dan para Bapa Gereja lainnya yang kutipan teksnya dapat dibaca di artikel di atas, silakan klik.
Maka liturgi Ekaristi sudah ada sejak jaman abad- abad awal. “Secara kasar, teks misa yang kita kenal sekarang berasal dari jaman St. Gregorius (604) dengan urutan dan penyusunannya, sebagai sebuah Tradisi suci yang tidak berubah, kecuali hanya dalam detail- detail yang tidak terlalu penting” (Fr. Adrian Fortescue, The Mass: A Study of the Roman Liturgy [1912], p. 173).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
aduh…….tolong dibantu saya ya??? nih menyangkut ekaristi: kapan ya perayaan ekaristi itu ditetapkan dengan susunan yang baku seprti saat ini? buku mana yang bisa menjelaskan tentang hal ini???
Shalom Fr. Christophorus Rifeleli,
Waduh, terus terang, yang frater tanyakan itu kalau ditulis bisa panjang betul. Mungkin suatu saat nanti kami bisa mengulasnya di Katolisitas, tetapi mohon maaf tidak bisa sekarang. Bahwa memang susunan perayaan Ekaristi terbagi menjadi dua bagian (liturgi Sabda dan Ekaristi) itu bersumber pada pengajaran Tuhan Yesus sendiri, terlihat dari kisah penampakan-Nya kepada dua murid-Nya di Emaus (lih. Luk 24:13-35). Dan kedua bagian ini tetap dipertahankan sampai sekarang. Namun hal susunan teksnya, memang mengalami perkembangan dari jaman para rasul sampai saat ini.
Informasi tentang sejarah tata perayaan Ekaristi dapat dibaca di link New Advent Catholic Encyclopedia, klik di sini, dan di link ini tentang sejarah Roman Mass, di sini, silakan klik.
Mohon maaf karena banyaknya pertanyaan yang masuk, kami belum dapat meringkas dan menerjemahkannya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom team katolisitas berikut tanggapan saya atas artikel ini
Memecah-mecah roti merupakan salah satu bagian didalam peribadatan Kristen. Apakah boleh sembarangan mengadakan Perjamuan Kudus kalau bukan didalam kebaktian Gereja ? Disinilah otoritas para Rasul bekerja.
Orang Kristen dalam Perjanjian Baru mengkhususkan hari pertama setiap minggu untuk menyembah Allah dan untuk memperingati hari kebangkitan KRISTUS (Kisah Para Rasul 20:7; 1 Korintus 16:2).
YESUS sudah merubah pandangan yang salah oleh bangsa Yahudi mengenai makna hari sabat (Markus 2 :27,28) dengan memberikan contoh melakukan pekerjaan yang dilarang walau pada hari Sabtu.
YESUS lebih lanjut mengajarkan soal hari
Roma 14:5,6 Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah.
Salam
Shalom Tristan,
Terima kasih atas tanggapannya. Silakan menjawab apakah yang anda percayai dalam Perjamuan Kudus? Apakah Kristus hadir secara nyata (Tubuh, Jiwa dan ke-Allahan-Nya) atau hanya sebagai simbol? Apakah alasannya dan apakah ada perbedaaan antara apa yang anda yakini dengan apa yang diajarkan oleh Martin Luther? Karena anda ingin menanggapai artikel tentang sejarah yang mendasari pengajaran Ekaristi di atas, maka diskusi ini menjadi lebih substansial daripada menghubungkan antara Perjamuan Suci dalam kaitannya dengan hari Sabat. Namun, kalau anda ingin berdiskusi dalam kaitannya dengan hari Sabat, silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik. Dan kalau anda ingin berdiskusi tentang Sakramen Ekaristi, anda dapat bergabung dalam diskusi di sini dengan Sherly – silakan klik atau dengan Indah di sini – silakan klik. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
bagaimana mengenai tanggapan umat Protestan yang menuduh umat Katolik kanibal?
di satu pihak, tuduhan ini juga sekaligus mengakui Hosti memang Tubuh, tapi di sati pihak mereka menganggap umat katolik pemakan daging manusia.. apakah Yoh6:53 bisa membantu menjelaskan?
terima kasih Kak.
Tuhan memberkati slalu..
Shalom Thomas Vernando,
Tuduhan kanibalism terhadap murid- murid Kristus sudah terjadi pada abad- abad pertama, seperti yang dituduhkan oleh pemerintah Roma. Maka tidak usah heran, jika orang yang tidak percaya akan kehadiran Kristus dalam Ekaristi, menuduhkan hal tersebut kepada kita umat Katolik, sebab kita percaya bahwa Ekaristi tersebut adalah Tubuh dan Darah Kristus.
Namun sesungguhnya pengertian umum “kanibalism” pada manusia adalah mengkonsumsi daging manusia [yang lain] dalam keadaan natural yaitu dalam rupa daging; sedangkan dalam Ekaristi, kita menyambut Kristus (Tubuh, Darah, dan ke-Allahan-Nya) secara sakramental, tidak dalam rupa daging dan darah, tetapi dalam rupa roti dan anggur. Oleh sebab itu Kristus mengatakan bahwa daging-Nya adalah benar- benar makanan dan darah-Nya minuman (Yoh 6:55).
Sebenarnya pikiran tentang kanibalism ini sudah ada dalam benak para pengikut Kristus yang mendengar pengajaran-Nya tentang Roti Hidup ini, sehingga, banyak dari mereka memilih untuk meninggalkan Yesus karena ajaran-Nya ini (lih. Yoh 6:60-66). Namun kedua belas rasul memilih untuk setia dan percaya akan perkataan Yesus. Ketika Yesus bertanya, akankah mereka juga mau pergi meninggalkan Dia, Rasul Petrus menjawab, “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal, dan kami telah percaya dan tahu bahwa Eangkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (Yoh 6:68-69).
Iman para rasul inilah yang dilestarikan terus oleh Gereja Katolik. Kita percaya sepenuhnya bahwa Kristus adalah Yang Kudus dari Allah, sehingga mampu mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya [walaupun rupa-nya tetap roti dan anggur] untuk menjadi santapan rohani bagi kita, agar kita dapat mempunyai hidup yang kekal (lih. Yoh 6: 53-54).
Sudah menjadi kehendak Yesus untuk menjadi satu dengan kita, dengan cara kita menyambut-Nya sebagai makanan rohani. Mari kita membiarkan Allah menyampaikan kasih-Nya dengan cara yang dipilih-Nya, yaitu dengan menyambut-Nya dalam Ekaristi kudus. Jika kita sungguh mengasihi Dia, maka kita dapat menerima pengajaran ini dengan iman, dan tidak meninggalkan Dia, atau membuat sendiri pengertian yang lain, sesuai dengan pemahaman kita sebagai manusia.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Kak, salah satu pendeta dari injili berkata bahwa perjamuan terakhir tidak ada hubungannya dengan Yoh 6. gimana kita menjelaskannya?
terima kasih..
Shalom Thomas Vernando,
Terima kasih atas pertanyannya tentang Yoh 6. Silakan melihat diskusi panjang lebar tentang hal ini di sini – silakan klik dan juga ini – silakan klik. Silakan untuk membaca dua link tersebut, dan silakan untuk memberikan argumentasi bahwa Yoh 6 tidak berhubungan dengan Ekaristi. Silakan bertanya apa yang dimaksud dengan “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu” (Yoh 6:53). Apakah ada kejadian di luar Perjamuan Suci, yang dapat dihubungkan dengan ayat tersebut? Kalau ada dimana dan bagaimanakah penerapan dari ayat tersebut? Apakah mereka dapat menunjukkan tulisan para Bapa Gereja (dibawah tahun 600), yang mengatakan bahwa Yoh 6 tidak berhubungan dengan Perjamuan Suci? Semoga pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Kak stef, bagaimana menjelaskan kepada saudara kita yang Protestan yang mempercayai bahwa Ekaristi adalah Tubuh Tuhan bahwa sebenarnya hanya Gereja Katolik’lah yang bisa membuat hal itu terjadi??
terima kasih..
Shalom Thomas,
Sejujurnya, agak sulit bagi seseorang yang menolak Tradisi Suci dan Pengajaran Bapa Gereja, untuk dapat memahami bahwa kuasa untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus hanya diberikan kepada para rasul dan para penerus mereka. Sebab ada kecenderungan, jika tidak mengindahkan ajaran para rasul dan Bapa Gereja, seseorang menginterpretasikan sendiri ayat Kitab Suci terlepas dari apa yang telah sejak semula diajarkan oleh para Rasul dan diterapkan sejak jemaat awal mula. Tanpa pemahaman ini, maka seseorang dapat mengartikan ayat tentang Perjamuan Kudus itu terlepas dari konteksnya dan kaitannya sebagai penggenapan rencana keselamatan Allah yang telah mulai digambarkan dalam Perjanjian Lama.
Saya mengundang anda untuk membaca dasar Alkitab yang mengajarkan tentang adanya perbedaan makna antara imamat jabatan dan imamat bersama, seperti yang sudah pernah dituliskan oleh Stef di sini, silakan klik. Maka sesungguhnya sejak awal mula, Allah menginginkan adanya peran imam jabatan, untuk menjadi perantara antara Allah dan manusia. Inilah yang dilakukan oleh Harun dan suku Lewi pada Perjanjian Lama. Peran ini tidak dihapuskan oleh Kristus, sebab sebelum meninggalkan dunia ini, Kristus menunjuk para rasul-Nya untuk melakukan peran sebagai perantara ini; yaitu untuk mengajar, mengadakan ibadah pemecahan roti/ Ekaristi (lih. Mat 18:18; Luk 22: 14- 20; Kis 2:42), untuk mengampuni dosa (lih. Yoh 20:22-23), mengurapi orang sakit (lih. Yak 5:14). Gereja sejak awal memahami bahwa kondisi- kondisi di atas berkaitan dengan rahmat tahbisan imam yaitu penerus para rasul yang menjadi perantara untuk menyampaikan rahmat Allah itu kepada manusia. Hal ini tidak mengaburkan makna peran imamat bersama bagi kita yang telah dibaptis, karena kita semua sebagai anggota Gereja memang mengambil bagian dalam ketiga misi Kristus yaitu sebagai imam, nabi dan raja, seperti yang pernah juga dibahas di sini, silakan klik.
Namun pembedaan peran imamat jabatan dan imamat bersama ini yang telah berlangsung sekitar 16 abad, kemudian ditolak oleh mereka yang memisahkan diri dari Gereja Katolik. Mereka ini menolak adanya imam jabatan ini dan menekankan hanya pada peran imamat bersama, sehingga dengan demikian seolah- olah semua orang dapat mengartikan Kitab Suci secara pribadi, mengajar tentang iman dan moral, ataupun mengadakan Perjamuan Kudus. Tentu saja, jika kita mempelajari sejarah Gereja, hal ini tidak terjadi pada jaman Gereja awal, yang bersatu dalam kepemimpinan uskup (para penerus rasul) yang dibantu oleh para imam dan diakon.
Walaupun fakta telah jelas memaparkan tentang tidak terpisahnya karunia tahbisan dengan kuasa untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, namun kita tidak dapat memaksakan ajaran ini kepada mereka yang tidak mau menerimanya. Hanya kerendahan hati, ketulusan dan keinginan untuk mencari apa yang benar dan sungguh berasal dari Kristus-lah yang dapat membawa seseorang untuk menerima ajaran Kristus tentang Ekaristi ini. Bukankah ini sudah terbukti dengan kisah Cardinal John Henry Newman (seorang imam Anglikan yang menjadi Katolik setelah mempelajari sejarah Gereja) dan orang- orang seperti Scott Hahn, David Curie, Tim Staples, dst.
Maka, ada baiknya jika anda mengajak teman anda untuk membaca tentang sejarah Gereja awal, ajaran para Bapa Gereja tentang Ekaristi. Silakan anda mendoakan dia, dan semoga, jika Tuhan berkenan, maka teman anda itu akan dapat juga memahami ajaran Kristus yang sejak dahulu telah dilaksanakan dan sampai kini dilestarikan di dalam Gereja Katolik, tentang Perjamuan Ekaristi ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org.
Salam admins Katolisitas,
Saya pernah diberi tahu kl DSA IV itu diambil dari ritus Timur, apa betul ? seharusnya dalam bahasa apa yah ? apakah dengan menggunakan DSA IV itu kita dah otomatis menyelenggarakan misa dalam ritus timur dan hanya beda bahasa saja ?
Anonymous Yth,
Iya, DSA IV disusun berdasarkan tradisi DSA Ritus Timur, bukan diterjemahkan seluruhnya dari satu DSA Ritus Timur, tetapi diambil pokok-pokok pikiran tertentu dari beberapa tradisi DSA ritus Timur (agak banyak dari DSA St. Basilius Caesarea), seperti epiclesis dan sejarah keselamatan. Rumusan sejarah keselamatan yang agak lengkap sedikit banyak dipengaruhi ide tentang misterion atau memoria atau kenangan yang menyelamatkan yang diteliti dan dikembangkan oleh Odo Casel. DSA Basilius ditulis dalam bahasa Yunani. Bila kita menggunakan DSA IV tidak dengan sendirinya kita merayakan misa dalam ritus Timur.
Romo Bernardus Boli Ujan SVD
Syalom Romo Bernadus, saya seorang Katolik yang selalu ingin belajar menjadi katolik militan dengan menghayati nilai – nilai sakramen ekaristi dengan sungguh – sungguh, namun ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan ketika mengikuti perayaan ekaristi.
1. Kenapa doa syukur agung itu ada 10 jenis?terkadang saya ditanyai apa bukti biblisnya?
2. Dalam ekaristi kita menerima tubuh dan darah JESUS, tapi kok yang kita terima cuman roti / hostinya ? anggurnya tidak ?
3. Ketika kita menerima tubuh Kristus, yang benar apakah dengan tangan kita atau di suapin oleh romonya ( yang saya lihat di misa vatican ). ?
4. Kalau kita datang terlambat ke misa, masikah kita diperkenankan menerima hosti ?
5. Bisakah saya mengetahui tradisi suci jemaat perdana tentang susunan ekaristi yang sama dengan yang kita lakukan sekarang ini ?
Terima kasih Romo Bernadus atas jawaban – jawabannya, kiranya TUHAN YESUS selalu membimbing dan mengkuduskan anda terus – menerus dalam melaksanakan janji Imamat.
Budi Yth
Pertanyaan anda tentang DSA mengapa jumlahnya 10 tidak ada kaitannya dengan 10 perintah Allah atau angka hoki dll. Juga tidak ada bukti biblis bisa 5 saja. Apa yang dikerjakan oleh Komlit KWI adalah memberikan alternatif DSA yang kontekstual Indonesia selain 4 DSA kanon Romawi. Kalau datang terlambat misa sebaiknya tidak menerima hosti kudus karena tidak mengikuti secara utuh perayaan ekaristi apalagi telatnya sampai persembahan tidak mendengarkan sabda Tuhan dan homili.
Tradisi yang sama perayaan ekaristi diambil dari tata cara perjamuan umat Israel dalam PL dan umat perdana (Kisah para rasul 2) mereka sehati sejiwa berkumpul, mendengarkan sabda, membawa hasil pekerjaan mereka sebagai persembahan dan merayakan ekaristi. Dua hal pokok dari liturgi ekaristi: perayaan Sabda dan liturgi Ekaristi
salam
Rm Wanta
Tambahan dari Ingrid:
Perihal komuni satu rupa (hanya Hosti saja) sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Perihal menerima Komuni dengan tangan atau dengan mulut kedua-duanya diperbolehkan. Pihak Vatikan menyerahkan pengaturan hal ini ke pihak keuskupan, namun pada akhirnya, setiap umat dapat menerima Komuni, sesuai dengan penghayatannya, entah dengan berdiri atau berlutut, baik di tangan atau di lidah, asal diterima dengan iman, hormat dan penghayatan yang benar. Di Indonesia memang umumnya umat menerima komuni sambil berdiri, entah dengan lidah atau dengan tangan. Jika umat ada yang memilih untuk menerima Komuni dengan berlutut, itu juga diperbolehkan oleh Vatikan, klik di sini untuk mendengarkan keterangan Cardinal Arinze dalam hal ini, seperti yang dinyatakan di sini, silakan klik. Sedangkan jika kita membaca dari tulisan para Bapa Gereja, seharusnya memang lebih dianjurkan untuk menerima Komuni dengan lidah (di mulut)
Silakan membaca di artikel ini selanjutnya, silakan klik, dan di sini, silakan klik
Sedangkan untuk sejarah yang mendasari ajaran tentang Ekaristi, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Budi,
1. Kenapa doa syukur agung itu ada 10 jenis?terkadang saya ditanyai apa bukti biblisnya?
Dalam teks asli bahasa Latin dari Missale Romanum 2002 terdapat 4 DSA dan lampiran 2 DSA Tobat (dalam terjemahan menjadi DSA V dan VI), 4 DSA utk pelbagai kepentingan (dalam terjemahan menjadi DSA VII dengan 4 pilihan prefasi) serta 3 DSA untuk Anak-remaja-orang muda (dalam terjemahan menjadi DSA VIII, IX, X). Kerangka dasar untuk semua DSA terdapat dalam doa syukur pujian atas roti tak beragi dan piala anggur yang terdapat dalam perjamuan malam terakhir menurut Injil Sinoptik dan Injil Yohanes.
2. Dalam ekaristi kita menerima tubuh dan darah JESUS, tapi kok yang kita terima cuman roti / hostinya ? anggurnya tidak ?
Praktek menerima Tubuh dan Darah dalam Gereja Perdana, lama kelamaan berubah menjadi komuni dengan hosti kudus saja. Ini terjadi karena alasan praktis pastoral (antara lain umat bertambah banyak). Lebih kemudian diberi makna teologis liturgis yaitu bahwa dengan menerima hosti kudus, sebenarnya kita menerima seluruh di Yesus Kistus.
3. Ketika kita menerima tubuh Kristus, yang benar apakah dengan tangan kita atau di suapin oleh romonya ( yang saya lihat di misa vatican ). ?
Kedua cara itu tidak dilarang, hanya untuk komuni dengan tangan perlu diusahakan pengesahan KWI dan persetujuan dari Takhta Apostolik (Bdk Redemptionis Sacramentum no.92).
4. Kalau kita datang terlambat ke misa, masikah kita diperkenankan menerima hosti ?
Dalam hal ini suara hati kita sendiri yang turut mempertimbangkan kebiasaan setempat.
5. Bisakah saya mengetahui tradisi suci jemaat perdana tentang susunan ekaristi yang sama dengan yang kita lakukan sekarang ini ?
Garis besar yang diwariskan dari perjamuan malam terakhir Yesus Kristus bersama murid-murid-Nya: Ritus Pembuka (persiapan), Homili dan Doa, Perjamuan, Ritus Penutup. Dalam abad II : Umat berkumpul, semua hening lalu pemimpin berdiri dan langsung memulai pembacaan Kitab Suci (Kitab para Nabi, Kenangan Para Rasul), Homili, Doa Umat, Kecupan Damai lalu perjamuan Ekaristi dengan doa syukur-berkat.
P.Bernardus Boli Ujan SVD
Bu Inggrid,
Saya pernah ke Lanciano tahun 2008 dan saksi hidup melihat dengan mata kepala sendiri mujizat tersebut persis seperti gambar di atas, bahkan saya mengabadikannya dengan kamera dan begitu kagum akan mujizat ini.
Berbahagialah kita dengan EKARISTI ini sehingga kita tidak akan pernah kelaparan dan kehausan…
Salam dalam kasih Kristus
Lourdes
kalau tidak salah. dengan ilmu pengetahuan biologi kita sekarang, kalau tidak salah, kita bisa membuat kloning dari seseorang dengan mengetahui DNA-nya. Apakah sudah di tes/cek DNA (manusia tetapi darah) siapakah yg ada di darah (yg berupa gumpalan) itu? Apakah dari DNA di darah itu dibuat kloning-an dari “empu” nya darah itu?
Maaf kalau pertanyaan saya agak aneh,
Alexander Pontoh
Shalom Alexander Pontoh,
Sepanjang pengetahuan saya proses kloning hanya mungkin dilakukan (seandainya mau dilakukan) sepanjang donor selnya masih merupakan sel yang hidup. Sedangkan sel-sel darah Yesus yang tersimpan di gereja Lanciano tersebut sudah merupakan sel-sel darah yang membeku, jadi sudah mati, hanya saja, tidak membusuk, sehingga ini saja merupakan suatu mukjizat tersendiri. Perihal cara kloning, silakan anda klik di wikipedia, namun jika sel yang ingin dikloningkan sudah mati, maka tidak bisa dilakukan kloning.
Data test darah tersebut adalah serupa dengan hasil test darah yang dilakukan pada Kain Kafan Turin. Lebih lanjut tentang Kain kafan Turin (the Shroud of Turin) ini silakan anda membaca di link ini, silakan klik, atau, membeli bukunya, untuk melihat laporan ilmiah mengenai pemeriksaan darah yang dilakukan atas bercak darah pada kain kafan tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Bpk. Stefanus dan Ibu. Inggrid,
Ada beberapa pertanyaan yang saya ingin tanyakan.
1. Sejak kapan hosti pada saat ekaristi diubah dari roti tak beragi jaman Yesus menjadi bentuk seperti wafer tipis seperti sekarang ini? Karena saya pernah mengikuti ibadah di Gereja Orthodox dan mereka masih memakai jenis roti yang sama dengan jaman para Rasul (katanya).
2. Apa alasan mengubah bentuk roti tersebut? Bukankah lebih baik jika mempertahankan Tradisi seperti jaman para Rasul? Karena menurut saya, hosti adalah perwujudan nyata Yesus yang hadir dalam ekaristi. Bukankah lebih baik jika wujud itu sama seperti pada awalnya?
Saya tunggu jawabannya…
salam dalam nama Tuhan dan terima kasih,
FN Inco Harper
Paroki Slipi, Kristus Salvator Jakarta Barat
Shalom Inco,
1. Pertama kali catatan penggunaan hosti ditemukan dalam tulisan St. Epiphanus di abad ke -4, namun hal penggunaan ini sudah mulai ditemukan dalam gambar-gambar di katakomba (gereja bawah tanah Roma di abad-abad awal). Memang mengenai bentuk dan ukuran-nya bervariasi dan berangsur-angsur disamakan, dan karenanya ada beberapa perbedaan sesuai dengan tempat dimana diadakan perjamuan Ekaristi.
Konsili pertama yang berusaha menyeragamkan hosti ini diadakan di Arles tahun 554, yang menganjurkan para uskup untuk menggunakan hosti yang sama yang digunakan di Arles. Maka menurut catatan Mabilon, sejak abad ke- 6, hosti yang digunakan adalah kecil, tipis dan putih, seperti yang kita kenal sekarang. Dan sejak abab ke-8, penggunaan hosti ini menjadi semakin umum. Lebih lanjut, silakan membaca mengenai hosti ini di link ini, silakan klik.
Memang ibadah Gereja Orthodox memakai jenis roti yang lain (umumnya roti biasa/ leavened bread). Hal leavened/ leavened bread ini memang harus diakui sebagai hal disipliner, dan bukan doktrinal. Sebab memang tak bisa dipastikan jenis roti yang dipakai oleh Yesus dalam Perjamuan Terakhir. (Ada yang mengatakan roti tak beragi, seperti roti yang dimakan pada perjamuan Paska Israel, tetapi ada juga yang mengatakan ‘leavened’ bread biasa). Gereja Katolik tetap mengakui dan menghormati tradisi beberapa Gereja Timur yang memakai jenis roti yang berbeda; namun doktrin yang dipegang tetap sama, kehadiran Yesus dalam Ekaristi kudus.
Maka yang penting adalah doktrin bahwa setelah konsekrasi roti/ hosti tersebut berubah menjadi Tubuh Kristus. Memang menurut Gereja Latin bentuk yang licit adalah hosti, sedangkan menurut beberapa Gereja Timur seperti Byzantine ataupun Orthodox adalah roti ‘leavened’.
2. Maka melihat alasan tradisinya masing-masing, maka menurut Gereja Latin pemakaian unleavened bread adalah sesuai dengan jenis yang dipakai oleh Yesus sendiri pada waktu Perjamuan Terakhir, walau kemudian bentuk dan ukurannya disesuaikan demi kepraktisan. Tentu dengan menggunakan hosti, resiko “remah- remah” roti yang terbuang menjadi lebih kecil. Sebab kita umat Katolik percaya bahwa setelah konsekrasi, seluruh hosti, termasuk partikel-partikelnya yang terkecil sekalipun diubah menjadi Tubuh Kristus. Dengan demikian, secara obyektif kita mengetahui, bahwa jika untuk dibagikan kepada umat yang jumlahnya banyak, maka pemakaian hosti seperti sekarang memang terlihat lebih baik (dari pada roti beragi biasa ataupun roti tak beragi yang bentuknya bundar/ persegi dan besar); dalam hal mengurangi resiko tercecernya remah-remah tersebut.
Terus terang dalam hal lebih baik atau tidaknya, sebaiknya, menurut saya, kita serahkan kepada pihak otoritas Gereja. Mereka pasti sudah mempertimbangkannya masak-masak demi kepentingan Gereja secara universal, tentang bagaimana pengadaannya, atau untuk menyediakan hosti pada daerah terpencil, dst, sehingga diputuskan penggunaan hosti seperti sekarang. Yang lebih terpenting di sini adalah prinsipnya, yaitu roti tak beragi, untuk dibagikan kepada umat, dan sedapat mungkin menghindari adanya remah-remah yang tercecer.
Demikian yang dapat saya sampaikan untuk menjawab pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Ytk Ibu Inggrid
Saya mohon penjelasan ketentuan tata letak Sibori di Altar untuk masuk didalam Doa Syukur Agung / Konsekrasi .
Sebagaimana yang kita ketahui persiapan persembahan, Imam akan meletakkan kain putih / Corporale di altar tepatnya diatas Relique berikut Piala berisi anggur dan Satu Hosti Besar diatas Patena.
Yang menjadi pertanyaan saya di manakah seharusnya menurut tata perayaan Ekaristi Imam meletakkan Sibori yang terisi hosti yang belum di konsekrasi ( misalnya ada 7 or 8 Sibori )
1. Harus berada di dalam/ sekeliling Corporale yang disiapkan ??
2. Boleh di mana saja asal diAltar ?
3. Apakah Sibori dalam keadaan tertutup / terbuka wkt Konsekrasi.?
Mohon maaf kalau salah masuk forum,
Jawaban Ibu sangat diharapkan, terima kasih.
Salam Kasih Kristus.
Budiyanto Yth
Jawaban atas pertanyaan anda:
1. Meletakkan sibori yang belum dikonsekrir saat persembahan sejauh bisa memungkinkan diletakkan di atas persis Corporale (ukuran kain biasanya kecil tidak bisa muat semua sibori). Corporale fungsi utama untuk meletakkan corpus Christi saat perayaan ekaristi. Namun jika tidak memungkinkan karena sibori banyak maka ada satu dua sibori diletakkan di atas corporale dan yang lain di sekitarnya meski tidak persis di atas coporale. Tuhan Allah mengerti masksud kita.
2. Sibori dalam keadaan terbuka namun jika ada angin kencang misalnya di lapangan terbuka bisa ditutup.
salam
Rm Wanta
Syalomm,,,
Damai Tuhan ada di tengah2 kita…..
sbnarnya kalo ngebahas tntang prbedaan kristen dn katolik gk akan ada titik temu jika keduanya tidak bisa menghargai prinsip msing2…
Lebih baik bgi kita sbgai pngikut kristus bsa sling mnerima prinsip2 diantara keduanya…
toh kita diselamatkan oleh krn kita prcya dan mnerima Yesus sbg Tuhan kn, dan kedua aliran ini juga mempercayainya,bukan begitu sdr2?? (sebab oleh karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh IMAN )
kalo kita membaca dan merenugi kitab 1 korintus 3 : 4-9,di situ kita akan tahu ,bhwa sebenarnya kristen&katolik adalah sama,terutama di ayat 7 pda perikop tsb,Krn pda keduanya Tuhan-lah yg memberi prtumbuhan Iman..
Salam kasih dari Kristus Tuhan…
Shalom Daniel,
Terima kasih atas komentar anda. Ya memang kita sebagai orang yang percaya kepada Kristus, harus saling menghargai dan menghormati. Namun itu bukan berarti untuk menyembunyikan kebenaran yang sifatnya obyektif. Kami di http://www.katolisitas.org berusaha menyampaikan fakta secara obyektif yang kami ketahui tentang pengajaran Gereja, dan sesudahnya memang kami menyerahkan segala sesuatu kepada hati nurani para pembaca. Kami tidak memaksakan pandangan kami, dan kami menghormati setiap pandangan yang kami terima dalam rubrik tanya jawab ini. Tetapi tentu saja, jika kami melihat ada pandangan yang bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik, kami harus menyatakannya, sebab memang sudah menjadi komitmen kami di situs ini untuk menyampaikan ajaran Gereja Katolik, sesuai dengan pengajaran Magisterium, yang menjaga, meneruskan dan mempertahankan kemurnian pengajaran para rasul.
Jika anda mengunjungi situs gereja non- Katolik, merekapun melakukan hal yang sama menurut keyakinan mereka, dan kami memahaminya. Yang penting di sini semangat kasih-lah yang diutamakan, sehingga dialog yang terjadi harus dilakukan dengan kasih (tanpa kata-kata yang kasar dan menyakitkan hati), walaupun tanpa mengaburkan kebenaran yang ingin disampaikan. Kasih dan kebenaran tidak untuk dipertentangkan, dan semoga seluruh perjalanan hidup rohani dan iman kita mengantar kita kepada seluruh Kebenaran itu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Dosen teologi saya seorang protestan.. Pada saat diskusi perpecahan gereja..ia mensharingkan 1 hal..
Beliau terbuka untuk menghadiri ibadah gereja manapun..
Hingga pada akhirnya ia sangat rindu menerima komuni di Gereja Katolik.. entah mengapa kerinduan itu muncul.. Lalu ketika akan komuni,,,, beliau mengatakan bahwa ia sangat kaget mendengarkan perkataan Romo sebelum menerimakan komuni bahwa yang menerima harus yang dibabtis Katolik dan menerima komuni pertama…
Beliau bercerita mengenai pergumulan batinnya. Saya mengerti bagaimana ia bercerita menyiratkan suatu kerinduan yang tak sampai. Saya telah menjelaskan peraturan Gereja untuk komuni, namun rasanya hal itu membuat suatu kekecewaan yang dalam. Sempat terbersit jika tetap maju toh tak ada yang tahu, namun beliau memutuskan untuk tetap tinggal karena ingin mengormati kebijakan Gereja Katolik..
Pertanyaan:
Bagaimana sikap Gereja Katolik untuk merangkul mereka-mereka yang telah memiliki kerinduan seperti ini? Kemungkinan saat itu, beliau pergi seorang diri sehingga tak ada yang welcome beliau di Gereja. Bagaimana sikap saya yang tepat jika ada teman saya yang Kristen non Katolik ingin menghadiri misa dan saya tahu ada kekaguman di hatinya pada perayaan Ekaristi? Jika saya melihat ke gereja seberang mereka sangat antusias sekali menerima kehadiran anggota baru, sampai2 dicatat no.hpn dan alamatnya, disambut dengan hangat sekali. Mohon tanggapan…
Shalom Lopre,
1. Sebagai sesama murid Kristus, Gereja Katolik mengakui jemaat Kristen non-Katolik sebagai sesama saudara dalam Tuhan, walaupun tidak dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik (lihat Unitatis Redintergratio (UR/ Dekrit tentang Ekumenisme, 3). Namun niat kesatuan ini tidak serta merta mengharuskan kita memperbolehkan menerima Ekaristi/ Komuni suci, karena pemahaman mereka tentang Ekaristi berbeda dengan apa yang kita pahami tentang Ekaristi. Sebenarnya pertanyaan anda serupa dengan pertanyaan yang pernah ditanyakan oleh Martha, maka ada baiknya anda melihat jawaban di sini, silakan klik.
Mari kita menghormati keputusan Gereja Katolik ini, Lopre. Sebab tujuannya adalah agar umat dapat melihat kepenuhan kebenaran ajaran tentang Ekaristi yang diberikan oleh Yesus sendiri. Kesatuan yang dilambangkan dengan Komuni Kudus itu memang begitu dalam, dan bukan hanya mensyaratkan iman bahwa hosti dan anggur itu setelah konsekrasi diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Tetapi juga, komuni mensyaratkan penerimaan dengan iman semua ajaran Gereja Katolik. Sebab Komuni (persekutuan dengan Tubuh Yesus itu) tidak hanya pada dengan Tubuh Yesus namun juga dengan Tubuh Mistik-Nya yaitu Gereja Katolik. Selanjutnya, silakan membaca di tanya jawab ini, silakan klik tentang hal tersebut.
Maka memang imam tidak dapat memberikan komuni kepada jemaat Protestan, sebab pengertian mereka akan misteri Ekaristi berbeda dengan penghayatan umat Katolik. Hal ini jelas dikatakan dalam KGK 1400, yaitu:
Persekutuan-persekutuan Gereja yang muncul dari Reformasi, yang terpisah dari Gereja Katolik, "terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya" (UR 22). Karena alasan ini, maka bagi Gereja Katolik tidak mungkin ada interkomuni Ekaristi dengan persekutuan-persekutuan ini. "Kendati begitu, bila dalam Perjamuan Kudus mereka mengenangkan wafat dan kebangkitan Tuhan, mereka mengimani, bahwa kehidupan terdapat dalam persekutuan dengan Kristus, dan mereka mendambakan kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan. Oleh karena itu ajaran tentang Perjamuan Tuhan, Sakramen-Sakramen lainnya, ibadat serta pelayanan-pelayanan Gereja harus merupakan bahan dialog." (UR 22).
Lalu dalam Kitab Hukum Kanonik, juga disebutkan bahwa kekecualian hanya diberikan jika ada bahaya kematian, atau jika ada kondisi lain yang diizinkan karena kebutuhan mendesak menurut kebijaksanaan uskup atau konferensi uskup, seperti dalam KHK 844, § § 1 dan 4. Hal itupun hanya diberikan jika mereka memperlihatkan iman katolik dan dengan disposisi hati yang baik.
Selengkapnya adalah sebagai berikut:
Kan. 844 – § 1. Para pelayan katolik menerimakan sakramen-sakramen secara licit hanya kepada orang-orang beriman katolik, yang memang juga hanya menerimanya secara licit dari pelayan katolik, dengan tetap berlaku ketentuan § 2, § 3 dan § 4 kanon ini dan kan. 861, § 2.
Kan. 844 – § 4. Jika ada bahaya mati atau menurut penilaian Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup ada keperluan berat lain yang mendesak, pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tersebut juga kepada orang-orang kristen lain yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja katolik, dan tidak dapat menghadap pelayan jemaatnya sendiri serta secara sukarela memintanya, asalkan mengenai sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman katolik dan berdisposisi baik.
[tambahan dari menurut The Code of Canon Law, A Text and Commentary yang dikeluarkan oleh The Canon Law Society of America, keperluan berat yang mendesak ini misalnya, kondisi seseorang dalam penjara atau penyiksaan atau penderitaan dan bahaya, atau jika seseorang tinggal sangat berjauhan sekali dengan komunitasnya]
2. Selanjutnya, memang terus terang, sebagai kesatuan umat, kita perlu belajar ‘lebih ramah’ kepada setiap pendatang baru dalam Gereja kita. Walaupun tentu saja, ada juga tingkat kesulitan dalam pengorganisasiannya, terutama jika umat yang datang begitu banyak. Gereja Katolik memang perlu menghidupkan suasana persaudaraan di antara umat, namun ini selayaknya tidak dilakukan secara ‘superfisial’ jika ternyata dalam hal iman dan pengajaran tidak diperoleh kesatuan pandangan. Marilah pertama-tama meng-komunikasikan makna Ekaristi kepada mereka yang non- Katolik, sehingga merekapun dapat memahami dan menghormati ajaran Gereja Katolik. Selanjutnya terpulang kepada hati nurani mereka, bagaimana mereka menyikapinya. Mari kita melihat bahwa doktrin Gereja Katolik adalah sesuatu yang ‘diberikan’ oleh Yesus dan diturunkan oleh para rasul, sehingga kita tidak begitu saja dapat mengubahnya sekehendak hati kita. Namun demikian, ini jangan sampai mengurangi kasih kita kepada sesama saudara di dalam Tuhan, sebab untuk mengasihilah kita semua dipanggil.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Ibu Ingrid yang baik,
Saya punya pengalaman yang serupa tapi tak sama. Dalam sebuah misa kelompok kecil orang Indonesia di salah satu negara Eropa. Ada seorang ibu aktivis Protestan yang hadir. Ibu ini sendiri memutuskan untuk ikut hadir setelah mendengar khotbah ekumenis si romo pada hari sebelumnya. Karena jumlah orang yang sedikit, maka jumlah hosti yang akan dikonsekrasi disesuaikan dengan jumlah penerima. Saya yang waktu itu menghitung tentunya melewati ibu aktivis tersebut dan ibu itu kemudian bertanya, “Kenapa saya tidah dihitung juga? Saya kan juga percaya akan Tuhan Yesus?” Kemudian saya menjawah ibu, “Ibu, anak kecil ini adalah Katolik yang sudah dibaptis dan dia juga percaya Tuhan Yesus, tetapi dia belum dipersiapkan untuk menyambut Komuni. Jadi, maaf, ibu tidak bisa menerima Komuni.” Kemudian seorang ibu lain yang duduk disebelahnya mengajarinya untuk tetap maju dan menerima berkat sambil menyilangkan tangan di dada. Tetapi tampak wajah ibu aktivis tersebut tidak damai. Sampailah waktunya saat Komuni, saya diminta romo yang sudah lanjut usia untuk membantu memegang patena agar romo dapat dengan mudah mengambil Hosti dan mencelupkannya ke dalam cawan yang berisi anggur. Pada saat giliran ibu aktivis tersebut, dia tetap meminta Komuni dan dengan refleks saya membisikkan kepada romo bahwa ibu ini seorang Protestan.Tetapi romo tetap memberikan komuni. Namun kemudian Romo bertanya, “Apakah ibu sungguh percaya bahwa ini adalah Tubuh dan Darah Kristus?” Dan si ibu itu mengangguk.
Seusai misa ibu itu menghardik saya dan mengatakan,” Kamu lihat tadi romo mengijinkan saya menerima Komuni. Romo itu hamba Tuhan tetapi kamu hamba aturan.”
Saya mencoba menjelaskan kepada ibu itu bahwa memang beliau tidak berhak menerima Komuni tetapi yang diperbuat romo juga tidak salah karena sesuai dengan Kan. 844 paragraf 4 seperti yang Ibu Ingrid tulis di atas. Dan itu ditegaskan romo juga dengan bertanya kepada ibu, “Apakah ibu percaya bahwa komuni yang diterima itu sungguh dan bukan simbol dari Tubuh dan Darah Tuhan?”
Sampai akhir perjumpaan, ibu tersebut tetap tidak dapat menerima bahkan menyebarkan rumor ke rekan – rekan yang Katolik bahwa saya seorang fanatik.
Pertanyaan saya,
Apakah ada kesalahan yang saya perbuat dalam menyikapi keinginan ibu tersebut untuk menerima Komuni? Saya tidak ingin membuat kesan bahwa GK adalah Gereja yang eksklusif. Mohon nasihatnya agar saya dapat menyapa lebih baik lagi bila menemui kasus serupa.
Terima kasih
Shalom Edwin,
Izinkan saya mengacu kembali kepada Kan 844- § 4 KHK 1983:
Kan. 844 – § 4. Jika ada bahaya mati atau menurut penilaian Uskup diosesan atau Konferensi para Uskup ada keperluan berat lain yang mendesak, pelayan-pelayan katolik menerimakan secara licit sakramen-sakramen tersebut juga kepada orang-orang kristen lain yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja katolik, dan tidak dapat menghadap pelayan jemaatnya sendiri serta secara sukarela memintanya, asalkan mengenai sakramen-sakramen itu mereka memperlihatkan iman katolik dan berdisposisi baik.
[tambahan penjelasan dari The Code of Canon Law, A Text and Commentary yang dikeluarkan oleh The Canon Law Society of America, keperluan berat yang mendesak ini misalnya, kondisi seseorang dalam penjara atau penyiksaan atau penderitaan dan bahaya, atau jika seseorang tinggal sangat berjauhan sekali dengan komunitasnya]
Jadi sebenarnya, menurut Kanon di atas, meskipun seorang Protestan mempunyai disposisi hati yang baik, percaya bahwa hosti tersebut sudah diubah menjadi Tubuh Kristus, namun jika tidak dalam keadaan mendesak (bahaya mati, perang, penjara/ penyiksaan, bahaya, komunitasnya sendiri tidak ada), maka sesungguhnya ia tidak dapat menerima Komuni kudus di dalam Gereja Katolik. Sebabnya adalah karena komuni selain berarti persekutuan dengan Tubuh Kristus (dalam rupa hosti), tetapi juga persekutuan dengan Tubuh Mistik Kristus (yaitu Gereja Katolik). Ini sudah dibahas di sini, silakan klik.
Oleh karena itu, menurut KHK dan Katekismus (KGK), sesungguhnya sikap anda sudah benar, dan nampaknya malah sikap Romo tersebut yang tidak sesuai dengan ketentuan. Mungkin ada baiknya, lain kali jika memang anda melihat adanya kemungkinan ada jemaat Kristen non- Katolik yang mengikuti Misa Kudus, silakan memberitahukan kepada Romo, agar sebelum Misa Kudus dimulai, Romo dapat memberikan sedikit pengajaran, mengapa Komuni kudus hanya dapat diberikan kepada umat yang Katolik dengan memakai landasan pengajaran dari KGK 1396, 1400, 1401.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya rasa hal ini sangat penting, namun bukan hanya minta no. hp saja, tetapi menunjukkan kepedulian dan perhatian. Saya sendiri sempat kecewa pada umat di lingkungan kelompok. Karena hanya saya dan kakak saya yang menjadi Katolik, namun sungguh kami merasa asing di kelompok karena dari sekian banyak orang, hanya beberapa saja yang peduli pada kami, sisanya sangat cuekk, itulah yang membuat saya kurang nyaman bersama umat di kelompok saya.. saya dan kakak saya seperti tidak ada yang melihat, kami hanya duduk dan ikut lalu pulang, sungguh menyedihkan karena umat di lingkungan kami secuek itu..
Itulah mengapa kami memilih untuk ikut kegiatan karismatik saja sebagai kegiatan sampingan dari Ekaristi… di sana kami bisa benar2 konsentrasi dan mendalami iman kami terhadap Yesus.. daripada datang ke doa kelompok, namun tidak diperdulikan dan hanya mendengar obrolan dan gossip para ibu2 saja setelah doa, justru saya sekarang merasa bukan anggota kelompok karena sikap mereka sendiri terhadap saya.. maaf sebelumnya, namun saya sangat kecewa dan sedih terhadap sikap umat di kelompok saya.. semoga tidak ada yang mengalami seperti saya..dan semoga Gereja Katolik juga memberikan perhatian terhadap umat baru dan paroki2 bisa memberikan pesan2 pada kelompok2 untuk lebih merangkul umat2 kesepian, terimakasih Katolisitas atas sharingnya. Gbu
[dari katolisitas: Kalau anda merasa bahwa kelompok-kelompok kategorial di paroki anda kurang memperhatikan, maka mari bersama-sama, dalam kapasitas masing-masing, kita jangan mengulangi hal yang salah. Kita harus mengambil bagian untuk memperhatikan umat yang lain, sehingga semua umat dapat mengalami kasih Kristus.]
Sy ingin brty tentang kt2 setelah imam konsekrasi,umat menjwd TUHAN,sy tdk pantas Tuhan dtng kpd sy tp bersbdalah sj mk sy akn sembuh.Nah yg d mksd dngn SEMBUH itu sndr apkh dr penykt ato dr dosa2 kt?dn untuk penerimaan komini sbnry roti yg kt mkn bleh d kunyah ato tdk?krn ada yg blng tdk bleh,tp sy sering lht romo sndr yg memimpin misa mkn hosti d kunyah.mhn mnt pnjlsny.Trima kasih
Shalom Asih,
1. Pernyataan, “Ya, Tuhan saya datang pada saya, tapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh” itu diambil dari pernyataan iman seorang perwira di Kaparnaum ang tertulis dalam Mat 8:8; Luk 7:1-10; Yoh 4:46:53. Iman perwira itu dipuji oleh Yesus, dan karena imannya, maka hamba/ bujangnya yang sakit dan hampir mati (lih. Yoh 4:47) disembuhkan.
Maka pada saat kita mengucapkan perkataan itu sebelum kita menyambut komuni, kita mengimaninya untuk kesembuhan kita, baik rohani maupun jasmani. Jika kita menerima komuni dengan disposisi hati yang baik, dan jika memang itu seturut kehendak Tuhan maka, kesembuhan rohani dan jasmani akan dapat kita terima dari Tuhan.
Namun demikian harus tetap diingat bahwa komuni tidak dimaksudkan untuk mengampuni dosa berat, sebab orang yang berdosa berat malah seharusnya tidak boleh menerima Komuni. Ia harus terlebih dahulu mengaku dosa dalam Sakramen Tobat (lihat KGK 1385). Baru kemudian ia boleh menerima Komuni, untuk menerima penyembuhan rohani dan karunia kasih yang membantunya untuk menghindari dosa di masa yang akan datang (KGK 1393).
2. Soal Komuni dikunyah atau tidak sebenarnya tidak menjadi soal yang prinsip, karena yang terpenting adalah kita menyambut Ekaristi dengan hormat, menerima dan memakan Tubuh dan Darah-Nya yang hadir dalam rupa Hosti Kudus. Karena dengan demikian, kita menyambut Kristus sendiri, kita tinggal di dalam Dia dan Dia di dalam kita, sehingga kita memperoleh hidup di dalam Kristus (Yoh 6:56-57).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam Damai Bu Ingrid,
Saya baru membaca artikel ini… dan sangat bersyukur karena akhirnya ada artikel yg membahas tentang sejarah ekaristi. Ada sedikit kesalahan redaksional yg saya tangkap dari artikel ini… tidak esensial, tapi alangkah baiknya bila bisa dipertimbangkan utk diralat… itu pun jika saran saya bisa dianggap benar… :)
“Daging tersebut berasal dari irisan hati manusia (myocardium), dan darahnya bertipe AB, dan mengandung segala protein yang terdapat pada darah segar manusia.”
Menurut saya, yang benar adalah jantung, bukan hati… sebenernya dari kata dalam kurung (myocardium) pembaca mestinya ngerti kalo ini hanya salah ketik… tetapi jika ternyata saya salah, saya mohon maaf sebelumnya…
Tuhan memberkati,
Shalom Eddy,
Terima kasih atas masukan anda. Ya, seharusnya memang hosti yang telah berubah menjadi daging itu merupakan irisan daging myocardium yang merupakan irisan jantung manusia. Saya menerjemahkannya sebagai ‘hati’, karena saya ingin menghubungkannya dengan devosi Hati Kudus Yesus, yang tidak disebut sebagai Jantung Kudus Yesus, walaupun kita semua tahu bahwa yang digambarkan di sana adalah jantung. Maka, saya menambahkan dalam tulisan saya, setelah terjemahan ‘hati’ saya beri tanda kurung, (jantung hati).
Sekali lagi terima kasih, Tuhan memberkati.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom,
Saya mau nanya yang di gambar itu, bisa tunjukan tidak yang mana yang dagingnya? yang hitam-hitam itu yah? dan yang gambar ke-3 itu apa?
Thx
Shalom Leon,
Yang di gambar artikel itu terlihat hitam-hitam dalam piala yang terbuat dari gelas itu, adalah gumpalan darah yang membeku. Setelah ditest di laboratorium gumpalan itu adalah darah manusia dengan golongan AB. Sedangkan gambar ketiga, yang bentuknya bundar tersebut adalah hosti yang telah berubah menjadi irisan daging yang jika diteliti merupakan bagian dari daging hati (myocardium). Keduanya, baik irisan daging yang dan gumpalan darah yang mengering tersebut masih ada tersimpan di gereja Lanciano, Italia, dan tidak membusuk, meskipun tidak mengandung bahan pengawet, bertahan sejak dari abab ke -8. Ini sendiri adalah mukjizat yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom Ibu Inggrid
Salam sejahtera dan salam kenal juga tentunya. Saya juga seorang Katholik, dan saya juga besar di keluarga Katholik yang kharismatik.Saya ingin bertanya mengenai Ekaristi Kudus, kenapa kita (umat/jemaat)di gereja Katholik hanya menerima roti(Tubuh Yesus)??Sedangkan Yesus mengatakan “Terimalah dan makanlah…” (waktu Yesus membagi-bagikan roti). Lalu “Terimalah dan minumlah…” (Yesus membagikan anggur). Nah bukankah itu berarti Yesus menyuruh kita untuk menerima kedua-duanya?Terus terang pertanyaan ini sdh lama ada di benak saya, karena apakah bukan seharusnya Ekaristi itu layaknya seperti waktu Yesus mengadakan “Perjamuan Terakhir”?? Terima kasih dan Tuhan Yesus memberkati
Shalom Richard,
Salam kenal juga. Maaf ya atas keterlambatan saya membalas pertanyaan anda. Saya sebenarnya pernah menuliskan jawaban untuk pertanyaan serupa, yaitu, Mengapa Komuni satu rupa sama maknanya dengan komuni dua rupa (silakan klik) dan apakah boleh Komuni hanya hosti saja (silakan klik). Silakan Richard membaca kedua jawaban tersebut, dan jika masih ada pertanyaan, silakan menulis lagi di bawah tulisan yang bersangkutan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam kasih ibu Inggrid.
Saya pikir hal ini adalah hal yang paling dasar untuk umat Katolik untuk menyadari dengan sepenuh hati tentang kehadiran Kristus dalam Ekaristi.
Saya adalah termasuk umat Katolik (dipermandikan sejak bayi) yang juga mempertanyakan hal ini, dan baru sadar akan hal ini sekitar 6 bulan yang lalu.
Sangat ironis karena kesadaran ini baru saya dapatkan setelah 43 tahun menjadi Katolik.
Kesadaran ini juga didapat setelah saya mendapatkan serangkaian peristiwa yang semuanya sepertinya kebetulan, akan tetapi sekarang saya menyadarinya hal itu sebagai hasil karya Roh Kudus dan “kebetulan-kebetulan” itu masih berlanjut sampai dengan sekarang.
Saya yakin kalau umat menyadari kehadiran Kristus dalam Ekaristi maka tidak akan ada lagi umat Katolik yang pergi ke gereja lain ataupun aliran2 keagamaan lainnya (Seperti juga yang telah saya alami).
Setiap Ekaristi menjadi saat yang terindah dalam hidup kita.
Kristus hadir nyata disekitar kita, kita ikut perjamuan bersamaNya dan menyantap Tubuh dan minum DarahNya agar kita dapat menjadi serupa seperti Kristus.
Tuhan telah menyentuh dan menyadarkan saya dan semoga banyak lagi umat Katolik yang sadar akan sentuhanNya untuk kembali pada jalan yang telah di rintis oleh bapa-bapa gereja, diantaranya juga melalui web ini.
Alangkah baiknya jika gereja juga ikut menyebarkan web-web Katolik yang baik agar umat dapat menambah pengetahuan tentang imannya.
Salam dalam Kasih Kristus Tuhan
Rudolfus
Dear Bu Inggrid,
Topik ini sungguh menarik, dan saya mengimaninya sesuai yang diajarkan para bapa gereja sebagaimana dijelaskan di atas. Dan topik ini mestinya mendapat bobot perhatian yg besar krn ini membahas doktrin “persatuan tubuh mistik Kristus yang nyata” (dalam iman dan perbuatan), namun sayangnya sering luput dari perhatian orang, umat katolik khususnya.
Meskipun saya katolik sejak lahir (lahir dari keluarga katolik), sejujurnya saya mengakui bahwa saya baru bisa menerima doktrin ini pada beberapa tahun terakhir ini. Sebelumnya saya juga berputar-putar memahaminya seperti para bidat itu, bahwa hosti (yang sudah dikonsekrir)itu adalah roti biasa yang diimani sebagai “suci”, atau sekedar “lambang” saja, atau kalau waktu diterima adalah sekedar “roh-Nya” (Spiritus) saja yg masuk (sbg efek dari pengudusan oleh imam). Karena itu, sebelum dan setelah menyambut komuni, sikap hati (batin) dan sikap fisik saya ya santai saja,langkah gontai (kedua tangan tidak menyatu di dada) doapun bukan doa syukur, ya karena ga ngerti dan jarang diajarkan.
Saya menyikapinya begini : Bahwa semua penyangkalan (atas hosti yang sungguh-sungguh tubuh-Nya dan sungguh-sungguh darah-Nya) itu “biang keroknya” adalah praktek pemahaman dengan memberi porsi “akal budi” yang lebih besar daripada “iman” itu sendiri. Seperti mereka (meskipun mereka berbaju “sola fide” dan “sola scriptura” saja). Coba perhatikan dengan seksama bahwa ajaran mereka (para bidat itu) adalah bertitik tolak pada pendekatan “menurut saya” (sekalipun ditambahi “berdasarkan ilham/tuntunan roh kudus). Karena memakai pendekatan yang demikian, maka tidak aneh lagi jika kemudian melahirkan puluhan ribu (+/- 38 ribu)denominasi atau aliran/gereja “menurut saya”. Dan masing-masing menyatakan “menurut saya” aliran saya adalah yang paling benar (wow… apa ada “Kebenaran” yang sejati itu terbagi-bagi, atau apakah bisa diimani Yesus yang terbagi-bagi, bukan Yesus yang Satu, Kudus ?). Apakah ada kesalahan waktu Yesus memberikan suksesi kuasa mengajar kepada Petrus ? (lihat Mat16:18-19). Kalau itu ada kesalahan lalu kenapa Yesus diimani sbg Tuhan ? Ini patut kita renungka.
Kita telah diingatkan oleh para bapa gereja, hierarkhi gereja, bahwa menonjolkan akal budi akan melahirkan paham “relativisme” atau “nihilisme” yang melahirkan gagasan semua agama itu sama, semua agama itu benar. Sebaliknya kalau menonjolkan iman saja, akan melahirkan paham kesombongan spiritual, yang ujungnya pada ketahyulan. Yang terakhir ini bisa kita lihat seperti tragedi “jemaat” di Bandung yang meramalkan hari kiamat pada waktu yang rinci (tahun, bulan sampai jam berapa), waktu itu juga dikatakan menurut “sabda tuhan”, tapi akhirnya yang datang bukan hari kiamat, tetapi Polisi. Di gereja kita, saya melihat ada bibit-bibit praktek spt itu,lihatlah gerakan pentakostalism dalam gereja kita. Saya hanya kuatir, tetapi tidak kaget karena para bidat itu dulunya adalah para imam tertakbis juga.
Kembali kepada doktrin “hosti yang sungguh-sungguh tubuh-Nya dan sungguh-sungguh darah-Nya). Saya tidak pernah mendengar (mungkin saja saya salah) bahwa topik ini diseminarkan secara intensif, seperti SHBDR (Seminar Hidup Baru Dalam Roh). SHBDR sudah waktunya perlu diberi teman yang tidak kalah “seksi”nya, yaitu seminar pendamping yang mengambil topik ini. Coba diseminarkan, bagaimana disposisi hati/batin yang benar pada waktu menerima tubuh dan darah Kristus. Saya masih banyak melihat umat waktu Romo mengangkat
“tubuh dan darah Kristus” padangan umat tidak melihat-Nya, tetapi malah menunduk, loh ini kan “lucu” juga. Waktu Romo mengangkat (yang sebelumnya didahului kata-kata “inilah TubuhKu” dan “inilah DarahKu”, kemudian misdinar membunyikan gong dan bel, itu tentunya supaya dilihat! (krn Tuhan ada di situ kan ?), coba perhatikan, kan banyak yang malah menunduk, loh ini bagaimana, he..he… Rasanya banyak dech yang perlu dibenahi lagi. Waktu menerima komuni (yang kita imani sbg sungguh-sungguh tubuh dan darah-Nya) bagaimana rasa syukur, hormat dan sukacita itu harus dialami ???
Pak Stef dan Bu Ingrid mohon bisa lempar bolanya, dan para pembaca yang berkompeten (dengan dimotori para Romo) bisa mempersiapkan dan memfasilitasinya. Maaf, para Romo, umatmu mayoritas tidak searah dengan gerakan pentakostalism yang akhir-akhir ini mulai bangkit. Kami tidak kaget, tapi kuatir juga sebab bukankah Martin Luther itu dulunya seorang Romo/Pastur juga ?
Maaf ya Romo. Saya tetap menghormatimu dan mencintaimu sampai kapanpun, andaikan nanti tinggal satu orang Romo saja. Sebab saya percaya bahwa engkau adalah wakil Kristus yang nampak. Saya tidak mungkin menolak Mat 16:18-19.
Salam dari umatmu yang mbeling ini.
psartono
Shalom PD Sartono,
Ya, saya juga setuju bahwa kebenaran tentang Doktrin Kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi ini harus semakin dihayati oleh semua orang Katolik. Bagaimana caranya, tentu kita dapat mengambil bagian di dalam pewartaan kebenaran ini, sesuai dengan kapasitas masing-masing. Para Romo memang dapat lebih sering membahasnya di dalam khotbah, namun juga para awam memiliki porsinya sendiri untuk turut mewartakannya, pertama di lingkungan keluarga, dan lingkungan pergaulan/ pertemanan, maupun lingkungan gereja/paroki.
Mengenai bagaimana persiapan dan sikap dalam mengikuti perayaan Ekaristi, sudah pernah dibahas di sini (silakan klik). Memang yang terpenting adalah sikap batin, dan jika kita memiliki sikap batin yang baik, maka dengan sendirinya itu akan memancar ke luar dalam sikap tubuh. Cara berpakaian, cara memandang hosti (yang dikonsekrasikan) dan cara menerima-Nya, adalah cerminan sikap batin. Silakan kita introspeksi, apakah kita telah memiliki sikap yang baik dalam menyambut Ekaristi.
Mengenai topik Ekaristi dimasukkan dalam topik SHBDR, itu adalah usulan yang baik. Untuk diskusi mengenai SHBDR sendiri sudah pernah dibicarakan panjang lebar, yang kami akhiri pada jawaban ini, silakan klik. Pada dasarnya, karena pihak Vatikan menganggap kegiatan karismatik sebagai salah satu ‘ecclesial movement‘, maka mari kita tidak berprasangka buruk terhadap kegiatan ini. Baik saya dan Stef pernah mengikuti SHBDR baik di tanah air maupun di luar negeri, dan kami melihat dan mengalami buah-buah yang positif, [walaupun tak dipungkiri, kami juga melihat buah yang negatif].
Sewaktu kami mengikuti LISS (Life in the Spirit Seminar) di Filipina tahun 2000 (program LISS adalah 2 bulan), disambung dengan Growth in the Spirit Seminar/ Seminar Pertumbuhan (2 bulan) yang menjadi kesatuan dengan LISS tersebut, dari situ kami semakin mengenal kekayaan Gereja Katolik. Terus terang saja, dorongan luar biasa untuk mempelajari Kitab Suci dan iman Katolik itu tumbuh setelah kami mengikuti LISS tersebut. Di waktu yang akan datang, kami akan mencoba melihat gerakan ini dari kaca mata Theologi dan Tradisi Gereja Katolik. Mohon kesabarannya, ya. Akhirnya, kami menghimbau agar kita tidak lekas-lekas men-cap gerakan karismatik ini sebagai ‘sesat’, karena sejauh ini gerakan tersebut masih disetujui pihak Gereja. Jika kita setuju bahwa karunia Roh Kudus yang terbesar adalah Kasih, dan kasih itu ditunjukkan dengan sikap dasar yaitu kerendahan hati maka, sikap yang terlalu cepat mengatakan sesat, dengan menghakimi si ini dan si itu, termasuk menghakimi imam, uskup dan bahkan Paus, adalah sikap yang bertentangan dengan semangat kasih tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Comments are closed.