Bagi orang Kristen, Yesus adalah “segalanya”, dan ini adalah sumber kebajikannya. Ini adalah fokus pesan Paus Fransiskus saat Misa Senin pagi [17/06/2013] di Domus Sanctae Marthae. Paus juga menegaskan bahwa kebenaran Yesus melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat, yang lebih unggul dibandingkan dengan keadilan semacam “mata ganti mata, gigi ganti gigi” itu. Di antara mereka yang hadir pada Misa yang dirayakan oleh Kardinal Attilio Nicora, adalah sekelompok kolaborator dari Otoritas Informasi Keuangan Vatikan dan sekelompok kolaborator dari Museum Vatikan dengan didampingi oleh direktur administrasi Museum, Pastor Paolo Nicolini. Uskup Agung Manila, Kardinal Luis Tagle, juga turut hadir.
“Jika seseorang menampar pipi kananmu, tawarkan pipi kirimu juga”. Paus Fransiskus memfokuskan homilinya pada kata-kata Yesus yang menggetarkan bumi bagi murid-murid-Nya. Tamparan pipi – katanya – telah menjadi klasik dipakai dan digunakan oleh beberapa orang untuk menertawakan orang-orang Kristen. Dalam kehidupan, jelasnya, logika sehari-hari mengajarkan kita untuk “berjuang mempertahankan keberadaan kita” dan jika kita menerima sebuah tamparan “kita bereaksi dan kembali membalas dua tamparan guna membela diri kita sendiri”. Di sisi lain, Paus mengatakan, ketika saya menyarankan para orangtua untuk memarahi anak-anak mereka, saya selalu berkata: “Jangan pernah menampar pipi mereka”, karena “pipi adalah martabat”. Dan Yesus, lanjutnya, setelah perihal menampar pipi lebih lanjut mengajak kita untuk menyerahkan jubah kita juga, untuk menelanjangi diri kita sepenuhnya.
Kebenaran yang Ia bawa – Paus menegaskan – adalah jenis lain dari keadilan yang benar-benar berbeda dari “mata ganti mata, gigi ganti gigi”. Ini merupakan keadilan yang beda. Hal ini jelas ketika St Paulus berbicara tentang orang-orang Kristen sebagai “orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa dalam diri mereka sendiri namun memiliki segala sesuatu di dalam Kristus”. Jadi, keamanan Kristiani tepatnya adalah “segalanya” ini yang berada dalam Kristus. “Segalanya” – ia menambahkan – adalah Yesus Kristus. Hal-hal lain “tidak berarti apa-apa” bagi seorang Kristen. Sebaliknya, Paus memperingatkan, “untuk roh dunia “segalanya” berarti sesuatu: kekayaan, kesombongan”, itu artinya “diterima dengan baik dalam masyarakat” di mana “Yesus bukan apa-apa”. Jadi, seorang Kristen akan berjalan 100 kilometer meski ia hanya diminta untuk berjalan 10 kilometer, “sebab baginya ini “tidaklah ada apa-apanya”. Dan dengan ketenangan, “ia rela memberikan pakaiannya saat diminta jubahnya”. Ini adalah rahasia kebajikan Kristiani yang selalu melangkah bersama-sama dengan kelemahlembutan”: itu adalah” segalanya”, yang adalah Yesus Kristus:
“Seorang Kristen adalah seorang yang membuka hatinya dengan semangat kebajikan, karena ia memiliki “segalanya”: Yesus Kristus. Hal-hal lain “tidak ada apa-apanya”. Beberapa ada yang baik, mereka memiliki tujuan, tapi dalam momen harus memilih dia selalu memilih “segalanya”, dengan kelemah lembutan itu, kelemahlembutan Kristiani yang merupakan tanda murid-murid Yesus: kelemahlembutan dan kebajikan. Untuk hidup seperti ini adalah tidak mudah, karena kalian benar-benar akan menerima tamparan! Bahkan pada kedua pipi! Tapi seorang Kristen adalah lemah lembut, seorang Kristen penuh kebajikan: dia membuka hatinya. Kadang-kadang kita menemukan di antara orang-orang Kristen ini seorang yang kecil hati, dengan ciut hati…. Ini bukan Kekristenan: ini adalah keegoisan, yang bertopeng Kekristenan”.
“Seorang Kristen sejati” – Paus melanjutkan – “tahu bagaimana memecahkan oposisi bi-polar ini, ketegangan yang ada antara “segalanya” dan yang “tidak ada artinya samasekali”, sama seperti Yesus telah mengajarkan kita: “Cari dulu Kerajaan Allah dan keadilannya, yang lainnya akan datang sesudahnya”.
“Kerajaan Allah adalah “segalanya”, yang lainnya adalah sekunder. Dan semua kesalahan orang Kristen, semua kesalahan Gereja, semua kesalahan kita berasal dari saat kita mengatakan “yang tidak berarti” adalah “segalanya”, dan “segalanya” itu kita katakan tidak masuk hitungan … Mengikuti Yesus tidak mudah, namun tidak sulit juga, karena pada jalan kasih Tuhan melakukan hal-hal sedemikian rupa sehingga kita dapat melangkah maju; Tuhan sendiri yang membuka hati kita”.
Inilah yang harus kita doakan – Paus mengatakan – “ketika kita dihadapkan dengan pilihan antara [menerima] tamparan, [melepaskan] jubah, [melangkah] 100 kilometer”, kita harus berdoa kepada Tuhan untuk “membuka hati kita” sehingga “kita penuh kebajikan dan lemah lembut”. Kita harus berdoa supaya kita tidak “berjuang untuk hal-hal kecil, “yang tak berarti apa-apa” dari kehidupan sehari-hari”.
“Ketika seseorang menentukan pilihan untuk “yang tidak berarti apa-apa”, dari pilihan yang menimbulkan konflik dalam keluarga, dalam persahabatan, antar teman, dalam masyarakat. Konflik yang berakhir dengan perang: untuk “sesuatu yang tidak ada artinya”! “Sesuatu yang tidak berarti apa-apa” selalu menjadi benih perang. Karena itu adalah benih keegoisan. “Segalanya” adalah Yesus. Mari kita mohon kepada Tuhan untuk membuka hati kita, membuat kita rendah hati, lemah lembut dan penuh kebajikan karena kita memiliki “segalanya” dalam Dia; dan mari kita mohon kepada-Nya untuk menolong kita menghindari pemicuan masalah sehari-hari yang berasal dari “sesuatu yang tidak berarti apa-apa”.
(AR)
Paus Fransiskus,
Domus Sanctae Marthae, 17 Juni 2013
Diterjemahkan dari: www.news.va