[Hari Minggu Biasa XXVIII: Yes 25:6-10; Mzm 23:1-6; Flp 4:12-20; Mat 22:1-14]
Pernahkah Anda mempersiapkan sebuah pesta, katakanlah pesta ulang tahun anak Anda, namun semua orang yang sudah diundang akhirnya tidak datang? Jika pernah, mungkin Anda kurang lebih dapat memahami bagaimana perasaan sang raja yang dikisahkan dalam Injil hari ini. Kerajaan Allah diumpamakan sebagai seorang raja yang mengadakan pesta perkawinan untuk anaknya. Menurut kebiasaan pada saat itu, raja telah mengirim para pelayannya untuk mengingatkan para tamu yang telah diundang, bahwa segalanya telah siap. Raja menantikan kedatangan mereka. Tetapi di luar dugaan raja, semua tamu tidak datang. Kemudian raja mengirim lebih banyak pelayan untuk menyatakan kepada para undangan tentang kesiapan pesta itu, namun ternyata yang diundang cuek saja. Ada yang memilih untuk pergi ke ladang, atau mengurus bisnisnya dan ada yang bahkan menganiaya dan membunuh para pelayan yang diutus oleh sang raja. Bukankah sang raja ini adalah gambaran dari Tuhan sendiri, yang menawarkan hal-hal yang baik kepada kita, namun kerap kali kita kurang menghargainya dengan sungguh?
Orang-orang yang menolak datang ini mewakili mereka yang tenggelam dalam kegiatan mereka sehari-hari. Mungkin mereka berpikir bahwa mereka tidak butuh Tuhan. O, semoga bukan kita sendiri yang termasuk dalam bilangan orang-orang ini! Disadari atau tidak, kita semua dipanggil oleh Tuhan untuk masuk dalam rencana keselamatan-Nya, yang sering dalam Kitab Suci sering digambarkan sebagai perjamuan. Tuhan selalu mengulangi kerinduan-Nya untuk bercakap-cakap dengan kita dengan penuh kasih. Sejauh ini apakah tanggapan kita terhadap ribuan undangan yang kita terima dari Tuhan? Bagaimana kehidupan doa kita? Apakah kita memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan? Apakah kita mengajukan banyak dalih karena enggan memilih jalan hidup yang menuntut banyak pengorbanan dan dedikasi? Apakah kita punya rasa tanggung jawab untuk turut menyampaikan undangan Tuhan kepada sesama? Apakah kita mempunyai perhatian kepada keselamatan sesama? Sebab bermacam dalih dapat juga kita sampaikan, sama seperti para tamu itu, yang menolak undangan sang raja. Sebab ada banyak orang yang lebih tertarik kepada hal-hal duniawi daripada hal-hal yang surgawi; yang lebih condong memilih kesenangan dunia yang sifatnya sementara, daripada mengejar keselamatan kekal.
Tetapi Tuhan tidak undur dari kehendak-Nya agar rumah-Nya terisi. “Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu…” (Mat 22:9-10). Panggilan kepada mereka yang ada di persimpangan jalan diartikan sebagai panggilan kepada semua orang, dari setiap suku, keadaan dan masa. Tuhan berkehendak menyelamatkan semua manusia, dan menantikan jawaban dari setiap jiwa, akan tawaran keselamatan-Nya itu. Ia mengundang setiap orang untuk masuk ke dalam kehidupan ilahi-Nya dan bertumbuh dalam kekudusan. Ia memanggil kita untuk menjadi murid-murid- Nya dan agar kita mempunyai perhatian terhadap keselamatan sesama kita; seperti halnya para pelayan itu yang mengumpulkan orang- orang di persimpangan jalan, untuk dibawa kepada Tuhan. Dan agar setelah itu, kita masuk ke tempat perjamuan dengan pakaian pesta, yang menurut para Bapa Gereja melambangkan perbuatan-perbuatan kasih. Demikianlah, kita semua dipanggil oleh Tuhan untuk masuk ke dalam perjamuan-Nya di Surga (lih. Yes 25:6), bagai domba dituntun menuju suatu padang rumput yang hijau dan air yang tenang (lih. Mzm 23:1-2). Walaupun untuk mencapainya kita bisa saja mengalami berbagai keadaan, baik kekurangan ataupun kelimpahan, namun satu hal yang pasti, jika kita mengandalkan Tuhan maka segala perkara dapat kita tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepada kita (lih. Flp 4:13).
Marilah kita mendaraskan doa yang diajarkan oleh St. Agustinus, “Bantulah kami, Tuhan, untuk membuang dalih-dalih kami yang sia-sia. Kami mau datang ke perjamuan-Mu…. Jangan biarkan keangkuhan kami atau sensualitas atau keterikatan- keterikatan tertentu…. menghalangi jalan kami untuk hadir di perjamuan itu…. Pada akhirnya, siapakah yang akan ada di sana? Para pengemis, penderita sakit, penyandang cacat dan tuna netra… Kami akan datang sebagai orang miskin… Kami telah diundang oleh Ia yang kaya, yang telah menjadi miskin demi kami… Kami akan datang sebagai orang sakit, sebab kami membutuhkan Tabib ilahi untuk menyembuhkan penyakit kami. Kami akan datang sebagai orang timpang, dan kami berkata, “Teguhkanlah langkahku oleh janji-Mu…” (Mzm 119:133). Kami akan datang sebagai orang buta dan memohon, “Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati” (Mzm 13:4, St. Augustine, 112,8)
Shalom,
Terimakasih pak Stef atas tanggapannya, semoga keteladanan Tuhan kita Yesus Kristus yang mau turun kedunia ketika kita masih berdosa, dapat ditiru oleh kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Pardohar
Pada akhirnya nanti Tuhan berkata, ketika Aku lapar engkau memberi Aku makanan, ketika Aku dipenjara engkau mengunjungi Aku, ketika Aku telanjang Engkau memberi Aku pakaian.
Banyak dalih para hamba Tuhan yang enggan untuk mengunjungi jemaat gerejanya yang sakit dan yang sedang berduka, mungkin para hamba Tuhan itu juga secara tidak langsung menolak undangan Tuhan.
Mohon maaf jika saya menafsirkan lain.
Shalom Pandohar,
Menjadi tantangan bagi kita semua agar kita juga dapat melaksanakan perbuatan kasih ini. Namun, kita juga jangan melupakan bahwa perbuatan kasih dapat juga disalur secara jasmani maupun rohani. 14 karya karitatif/ perbuatan kasih yang diajarkan oleh Gereja Katolik (lih. KGK 2447) adalah sebagai berikut:
7 Karya karitatif jasmani:
1. Memberi makan pada orang (Matius 25:35)
2. Memberi minum pada yang haus (Matius 25:35)
3. Memberi pakaian pada yang telajang (Matius 25:36)
4. Memberi tumpangan kepada tunawisma (Matius 25:35)
5. Mengunjungi yang sakit (Matius 25 :36)
6. Mengunjungi tawanan (Matius 25 :36)
7. Menguburkan yang mati (Tob 1:17; 12:12; 14:2)
7 karya karitatif rohani:
1. Membimbing yang ragu-ragu
2. Mengajar yang tidak tahu
3. Menasihati pendosa
4. Menghibur yang sedih
5. Mengampuni kesalahan
6. Menanggung dengan sabar kepahitan hidup
7. Mendoakan yang hidup maupun yang mati
Jadi, mari kita turut berpartisipasi di dalam mengerjakan karya-karya karitatif ini, baik secara jasmani maupun rohani.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Comments are closed.