sumber gambar: http://princeofpeace.me/events/divine-mercy-sunday

[Minggu Kerahiman Ilahi Kis 5:12-16; Mzm 118:2-27, Why 1-19; Yoh 20:19-31]

Kutatap layar televisi di hadapanku. Kubaca berita duka cita, yang mungkin sebenarnya adalah berita suka cita, jika dilihat dari kacamata surgawi. Mother Angelica, seorang biarawati pendiri EWTN (Eternal Word Television Network)—stasiun TV Katolik terbesar di Amerika, dan mungkin juga di dunia—telah wafat di usia 92 tahun pada hari Minggu Paskah, tanggal 27 Maret 2016 lalu. Bukankah tak ada hari yang lebih indah untuk berpulang ke rumah Allah Bapa selain di hari Raya Paska?

Hari-hari sesudahnya, ucapan belasungkawa dari seluruh dunia mengalir ke biara Our Lady of the Angels di Hanceville, Alabama, USA. EWTN pun menayangkan berbagai acara untuk mengenang Mother Angelica. Terus terang, bagiku, ia adalah seorang teladan dan pewarta iman yang sangat menginspirasi. Tak banyak orang yang dapat berbicara tentang Tuhan Yesus dengan kasih yang begitu besar, seperti yang kulihat ada pada Mother Angelica. Entah sudah berapa banyak jiwa yang dicerahkan melalui pewartaannya, dan dibawa kembali pulang ke pangkuan Tuhan Yesus dan Gereja-Nya. Ia menumbuhkan kembali semangat berdevosi di dalam hati umat Katolik, kepada Tuhan Yesus dan para kudus-Nya.  Ia lah yang pertama kali memperkenalkan kepadaku—tentu lewat salah satu program acaranya—tentang devosi Kerahiman Ilahi, di tahun 1998 yang lalu. Di acara-acara pengajarannya, Mother Angelica sering mengulas tentang kerahiman Allah, yang kita terima terutama jika kita bertobat dan  mempercayakan seluruh hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Dengan kata lain, mengandalkan Tuhan. Itulah pesan yang sangat “khas” di hari Minggu Kerahiman Ilahi. Tuhan Yesus begitu maharahim dan berbelas kasih kepada kita, dan layaklah kita mengandalkan Dia!  

Bacaan Injil hari ini mengisahkan dua peristiwa. Yaitu pada hari Minggu malam, di hari Kebangkitan Yesus, dan kemudian, di hari Minggu seminggu sesudahnya. Di kesempatan pertama, Tuhan Yesus menampakkan diri-Nya, masuk ke dalam ruangan yang pintu-pintunya terkunci, untuk menemui para rasul-Nya yang “takut kepada orang-orang Yahudi” (Yoh 20:19). Mereka mungkin khawatir bahwa orang-orang Yahudi itu pun akan menganiaya mereka, seperti yang telah dilakukan terhadap Guru mereka. Maka Tuhan Yesus datang untuk menghibur dan memberi kekuatan kepada para murid itu. Ia berdiri di tengah mereka, dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu”, lalu menunjukkan bekas-bekas luka-Nya. Para rasul yang berkumpul di sana, kecuali Thomas, mengenaliNya dan bersukacita melihatNya. Tuhan Yesus tak hanya menghibur mereka, namun juga mengutus dan memberikan penugasan baru kepada mereka, setelah menghembusi mereka dengan Roh Kudus-Nya. Tugas baru itu adalah  tugas untuk mengampuni dosa. Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh 20:21-23).  Ini adalah suatu perintah besar dari Yesus  yang mereka lakukan dan yang dengan setia terus dilakukan oleh para penerus mereka—yaitu para imam di Gereja Katolik—di sepanjang zaman.

Rasul Thomas yang tidak ada di sana ketika Yesus datang, tidak percaya bahwa teman-temannya itu telah melihat Yesus yang bangkit. “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yoh 20:25). Ini adalah suatu perkataan yang mungkin juga mewakili kekerasan hati banyak orang sampai saat ini. Banyak orang yang inginnya melihat sendiri suatu tanda atau mukjizat, baru bisa percaya.

Seminggu kemudian Kristus datang lagi, saat Thomas ada di sana. Tanpa diberitahu, Yesus langsung berkata Thomas agar ia meletakkan jarinya di bekas luka di tangan Yesus dan mencucukkan jarinya ke dalam lambung-Nya. Tidak disebutkan apakah Thomas melakukan hal itu, tetapi pada saat itulah Thomas percaya, dan berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku” (Yoh 20:28). Dari ketegaran hati Thomas, pertama-tama kita memperoleh suatu pernyataan kebenaran iman Kristen, yaitu bahwa Yesus adalah sungguh Tuhan dan Allah. Sebab jika tidak demikian, tentunya Yesus akan mengoreksinya. Fakta bahwa Yesus tidak menyangkalnya, itu menunjukkan kebenaran perkataan Thomas. Maka pantaslah kita berterimakasih kepada Rasul Thomas. Kedua, kita menjadi paham, bahwa Yesus menghendaki kita untuk percaya kepada-Nya meskipun tidak melihat-Nya. Atau dengan kata lain, percaya, tanpa harus melihat tanda ataupun mukjizat. Ini merupakan tantangan bagi semua orang beriman.

Dalam salah satu tayangan ulang acara Mother Angelica,  yang aslinya diadakan tanggal 28 April 1992, Mother berkata bahwa kesempatan emas untuk membuktikan kepercayaan kita kepada Tuhan adalah di saat-saat paling gelap dalam kehidupan kita. Entah di saat permasalahan besar, sakit penyakit atau bahkan di saat menjelang ajal. Sebab pada saat itu, kata Mother Angelica, kita seperti halnya batu karbon hitam kusam yang sedang menerima tekanan luar biasa besar dan diasah sedemikian rupa untuk menjadi sebuah batu berlian yang cemerlang. Jika kita mampu untuk tetap percaya, maka buahnya adalah sukacita dan damai sejahtera, walaupun keadaannya tampak tetap sama. Betapa perkataan ini diuji ketika Mother Angelica sendiri, yang adalah seorang pembicara dan pengajar iman yang handal, harus menerima kenyataan bahwa ia berangsur-angsur tidak lagi dapat melakukan semuanya itu. Mother  mengalami stroke di tahun 2001, yang membuatnya sulit berbicara, sampai akhirnya tak bisa bicara sama sekali di tahun-tahun terakhir menjelang kematiannya. Namun para biarawati yang merawatnya mengatakan betapa Mother Angelica adalah seorang pendoa dan pejuang iman yang tak pernah menyerah. Ia telah menunjukkan iman, harap dan kasihnya kepada Tuhan Yesus, Kekasih jiwanya, di tengah-tengah penderitaannya yang luar biasa besar dan lama.  Ia yang telah berkali-kali mengalami mukjizat Tuhan semasa hidupnya sampai sebelum mengalami stroke itu, tetap memiliki iman yang sama, ketika tidak lagi mengalami berbagai tanda yang menakjubkan itu. Ia menjadi contoh nyata bagaimana untuk tetap teguh percaya dan mengasihi Tuhan dalam keadaan apapun. Nyatanya, Allah berkenan menjawab doa-doa Mother Angelica, yang dipersembahkannya dalam penderitaannya yang dipersatukan dengan penderitaan Kristus, untuk mendatangkan keselamatan sesamanya melalui karya kerasulan yang dimulainya itu. Justru di masa-masa yang sulit itu, ETWN berkembang sangat pesat sampai ke seluruh dunia. Juga, di tengah turunnya jumlah panggilan membiara di dunia, biara yang dipimpinnya malah kebanjiran postulan. Mereka malah kekurangan kamar untuk postulan yang baru. Demikianlah, tiada penderitaan yang sia-sia, jika disatukan dengan penderitaan Kristus. Semua itu akan mendatangkan buah-buah yang berguna bagi keselamatan kita, sebagaimana dikehendaki oleh Kristus.

Sungguh, besar kemungkinannya, setiap orang akan melalui masa-masa yang serupa. Mungkin kita pun pernah mengalami mukjizat-mukjizat Tuhan, tetapi ada saatnya mukjizat itu tidak lagi kita alami. Akan datang penyakit dan seberapapun kita memohon kesembuhan, mukjizat kesembuhan itu tidak datang. Atau, kita mengalami masalah besar, yang membuat kita tidak bisa lagi mengalami kemudahan ataupun kekuatan yang dulu pernah kita miliki. Di sanalah iman kita diuji, dapatkah kita tetap berkata bersama dengan Rasul Thomas, “Ya, Tuhanku dan Allahku, aku percaya kepadaMu”? Dapatkah kita berkata bersama St. Maria Faustina, “Yesus, aku mengandalkan Engkau”? Namun di saat kita memasrahkan segalanya ke dalam tangan Tuhan, di sanalah Ia mengizinkan kita mengalami keeratan kasih dengan-Nya, ketulusan cinta tanpa kata, yang memurnikan jiwa kita. Jika kita menyatukan penderitaan ataupun pergumulan kita dengan penderitaan Kristus, maka kita pun akan melihat buah-buahnya bagi kehidupan rohani kita, dan sesama kita. Di hari Minggu Kerahiman ini, marilah kita pasrahkan seluruh hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Sebab kita percaya, tak ada sesuatu apapun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (Rm 8:38-39).

Selamat jalan dan terima kasih, Mother Angelica. Bersamamu dan para kudus di Surga, aku menggabungkan pujian syukur kepada Tuhan di Hari Minggu Kerahiman ini,Besar belas kasih dan kerahiman-Mu, ya Tuhan Yesus. kami mengandalkan Engkau!

Previous articleKesembuhan oleh cinta kasih Tuhan lewat mukjizat Ekaristi
Next articleBeriman dan taat adalah perjuangan
stefanus-ingrid
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat. Pengarang buku: Maria, O, Maria