Pertanyaan:
Shalom,saya langsung to the point saja. Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan yang menurut saya sudah sangat klasik sekali alias sudah basi.
Ada seorang teman beragama lain yang bertanya mengenai Incorrupt Bodies Of The Saint/Jenazah Santo-Santa yang tidak reput/rusak. Dia bertanya kenapa waktu mati mereka ga dikubur??
Kalo ga dikubur,mungkin saja kan diawetkan??
Apa gunanya tubuh tak habis dimakan waktu,bukankah kita akan dibangkitkan dengan tubuh baru??
Demikian pertanyaannya,semoga pak stef, bu ingrid, ataupun romo dapat menyampaikan tanggapannya.
Thanx…
Gbu…Shalom Joseph Indra,
Jawaban:
Shalom Joseph Indra,
1. Jenazah Santo/a tersebut tidak dikubur?
Setahu saya, jenazah- jenazah Santo- Santa yang tidak rusak tersebut, tadinya juga dikuburkan, sebelum kemudian digali dan ditemukan kembali dalam keadaan tidak rusak (incorrupt). Setidaknya, kita dapat melihat dari kata yang digunakan, yaitu “exhumed” artinya digali kembali dari kubur, atau jelas- jelas tertulis, “setelah kuburnya dibuka….”. Silakan membaca kembali kisah yang terjadi pada jenazah St. John Maria Vianney, St. Catherine Laboure, St. Bernadette Soubirous, St. Zita, St. Catherine dari Bologna, St. Germaine Cousin. Silakan membaca sekilas/ melihat gambar- gambarnya di link ini, silakan klik.
Namun walaupun tidak dikatakan secara eksplisit bahwa semua jenazah para kudus itu dikubur, namun kita dapat mengasumsikannya demikian, karena demikianlah tradisi umum dalam Gereja Katolik terhadap orang yang meninggal (lihat Kitab Hukum Kanonik kan. 1176 §1 dan §3). Kebiasaan mengawetkan jenazah itu bukan tradisi umum Gereja Katolik, tapi tradisi umum Mesir kuno. Tradisi mengawetkan jenazah ini kemudian juga yang menginspirasikan beberapa pendukung Lenin untuk mengawetkan jenazahnya. Maka, di dunia modern, pengawetan jenazah juga berkaitan dengan kedudukan sosial orang tersebut. Sedangkan para biarawan/ biarawati ini adalah orang- orang yang hidup dengan kaul kemiskinan di biara, dan biara tidak mempunyai kepentingan apapun untuk mengawetkan jenazah mereka. Banyak dari Santo- santa tersebut yang bahkan tidak dianggap sebagai seseorang yang istimewa semasa hidup mereka, contohnya St. Bernadette dan St. Therese dari Liseux. Di biara semasa hidup mereka, mereka tidak ‘terkenal’.
Mari kita lihat sekilas kisah St. Bernadette Soubirous:
Bernadette lahir tanggal 7 Januari 1844 di Lourdes, Perancis. Ia lahir dari keluarga yang sangat miskin, yang sulung dari sembilan bersaudara (empat di antara mereka wafat di usia bayi). Pada tahun 1858, Bernadette menerima penglihatan dari Bunda Maria, yang pertama dari total 18 penglihatan yang diterimanya. Pesan dari “perempuan itu” yang kemudian mengaku bernama “the Immaculate Conception” (Perawan yang dikandung tidak bernoda”) adalah seruan agar umat berdoa dan bertobat. Pesan berikutnya adalah agar di tempat penampakan itu didirikan sebuah gereja, dan memang kemudian di sana dibangun Basilika yang bernama Basilica of the Immaculate Conception, yang menjadi tujuan ziarah bagi umat Katolik di seluruh dunia.
Bernadette kemudian memasuki biara Sisters of Charity di Nevers di usia 22 tahun. Pada saat ia memasuki biara, ia tidak mengatakan kepada sesama rekan biarawati bahwa ia telah memperoleh penglihatan dari Bunda Maria, namun hanya mengatakannya kepada mother superior-nya. Ia hidup dalam kesederhanaan, menjalankan tugasnya di biara tanpa menarik perhatian. Ia wafat karena tuberlukosis di usia 35 tahun, pada tanggal 16 April 1879 dan dikuburkan.
Tiga puluh tahun kemudian yaitu pada tanggal 22 September 1909, Uskup Gauthey di Nevers memerintahkan agar kubur Bernadette digali. Penggalian ini disaksikan oleh para pejabat Gereja yang menyelidiki proses kanonisasi Bernadette, dua orang dokter dan seorang biarawati dari komunitasnya. Mereka mengklaim bahwa tubuh Bernadette “incorrupt“/ tidak rusak, walaupun rosario dan salib di tangannya sudah berkarat. Mereka memandikan ulang jenazah Bernadette dan mengenakan pakaian baru kepadanya, sebelum menguburkannya kembali dengan peti mati yang baru.
Gereja kembali menggali kuburnya pada tanggal 3 April 1919 (sekitar 40 tahun setelah wafatnya). Dikatakan bahwa pada saat itu ditemukan adanya jamur yang tumbuh di beberapa bagian kulit jenazah Bernadette. Demikian pula ditemukan lapisan garam pada kulitnya yang mengalami perubahan warna. Namun jenazahnya secara keseluruhan tetap utuh. Beberapa bagian tulang dan urat dari pahanya diambil untuk pemeriksaan dan kemudian jenazah itu dikuburkan kembali.
Pada tahun 1925 (sekitar 46 tahun setelah wafatnya) jenazahnya digali kembali. Saat itu, dibuat lapisan lilin untuk menutupi wajahnya, untuk menutupi adanya perubahan pada wajah dan warna kulitnya. Namun selebihnya jenazahnya tetap utuh, walaupun tetap ditemukan deteriorasi yang diduga karena pengaruh kondisi peti matinya. Setelah penggalian yang ketiga ini, jenazah Bernadette diletakkan di peti kristal, sehingga jenazahnya dapat dilihat oleh para peziarah di biara Nevers.
Menarik jika kita membaca apa yang dikatakan oleh Dr. Comte yang menuliskan laporan pemeriksaan jenazah Bernadette pada penggalian ketiga tahun 1925. Berikut ini adalah beberapa kutipannya:
“At the request of the Bishop of Nevers I detached and removed the rear section of the fifth and sixth right ribs as relics; I noted that there was a resistant, hard mass in the thorax, which was the liver covered by the diaphragm. I also took a piece of the diaphragm and the liver beneath it as relics, and can affirm that this organ was in a remarkable state of preservation. I also removed the two patella bones to which the skin clung and which were covered with more clinging calcium matter.
Finally I removed the muscle fragments right and left from the outsides of the thighs. These muscles were also in a very good state of preservation and did not seem to have putrefied at all. ” Doctor Comte continues: “From this examination I conclude that the body of the Venerable Bernadette is intact, the skeleton is complete, the muscles have atrophied, but are well preserved; only the skin, which has shriveled, seems to have suffered from the effects of the damp in the coffin. It has taken on a greyish tinge and is covered with patches of mildew and quite a large number of crystals and calcium salts; but the body does not seem have putrefied, nor has any decomposition of the cadaver set in, although this would be expected and normal after such a long period in a vault hollowed out of the earth.“
Terjemahan yang dicetak tebal:
“Dari pemeriksaan ini, saya menyimpulkan bahwa tubuh Bernadette yang Terberkati tetap utuh, tulang- tulangnya komplit, otot-ototnya telah menyusut (atrofi), namun tetap awet; hanya kulitnya, yang telah kisut, kelihatannya disebabkan akibat kelembaban peti matinya. Jenazahnya mempunyai noda keabu- abuan dan dilapisi oleh jamur di beberapa tempat dan oleh sejumlah besar kristal dan garam kalsium; tetapi jenazahnya tidak kelihatan membusuk ataupun terurai, meskipun inilah yang umumnya terjadi dan normalnya terjadi setelah [jenazah itu] diletakkan di lubang bawah tanah dalam jangka waktu yang lama.“
Pada tahun 1928 Dr. Comte menuliskan laporannya yang dimuat di the Bulletin de I’Association medicale de Notre-Dame de Lourdes:
“I would have liked to open the left side of the thorax to take the ribs as relics and then remove the heart which I am certain must have survived. However, as the trunk was slightly supported on the left arm, it would have been rather difficult to try and get at the heart without doing too much noticeable damage. As the Mother Superior had expressed a desire for the Saint’s heart to be kept together with the whole body, and as Monsignor the Bishop did not insist, I gave up the idea of opening the left-hand side of the thorax and contented myself with removing the two right ribs which were more accessible.” “What struck me during this examination, of course, was the state of perfect preservation of the skeleton, the fibrous tissues of the muscles (still supple and firm), of the ligaments, and of the skin, and above all the totally unexpected state of the liver after 46 years. One would have thought that this organ, which is basically soft and inclined to crumble, would have decomposed very rapidly or would have hardened to a chalky consistency. Yet, when it was cut it was soft and almost normal in consistency. I pointed this out to those present, remarking that this did not seem to be a natural phenomenon.”
Terjemahan yang dicetak tebal:
“Apa yang mencengangkanku sepanjang pemeriksaan ini, tentunya, adalah tingkat keawetan yang sempurna dari tulang, jaringan otot- otot (masih lentur dan keras), jaringan ligamen dan kulit dan di atas semua itu, tingkat [keadaan] liver/hati yang di luar dugaan setelah 46 tahun meninggal. Seseorang dapat menyangka bahwa organ ini, yang pada dasatnya lembut dan condong hancur, akan telah terurai dengan sangat cepat atau telah mengeras/ membatu. Namun, setelah dipotong, [liver ini] lembut dan hampir dalam konsistensi normal. Saya menunjukkan kepada mereka yang hadir, menyatakan bahwa hal ini tidak kelihatan sebagai fenomena yang normal.”
Memang fenomena ini tidak serta merta meyakinkan para skeptik. Mungkin waktu sendiri yang kelak akan membuktikan, sebab mukjizat yang dari Tuhan bagaimanapun tidak akan dapat ditandingi oleh bahan- bahan kimia pembuat mummy. Atau, seperti mukjizat Ekaristi di Lanciano, yang tanpa bahan pengawet sedikitpun, irisan daging hati tersebut tetap utuh sejak mukjizat itu terjadi di abad ke-8, silakan klik di sini untuk membaca lebih lanjut tentang topik ini.
2. Apa gunanya tubuh tak habis dimakan waktu, toh ada kebangkitan badan?
Ya, memang benar, bahwa kita percaya akan kebangkitan badan di akhir jaman, dan iman dan pengharapan kita akan hal ini selayaknya tidak goyah. Memang benar juga, bahwa iman kita selayaknya tidak tergantung oleh tanda ataupun mukjizat tertentu. Namun ada kalanya di dalam kehidupan manusia, Tuhan melakukan mukjizat, justru untuk menunjukkan kuasa-Nya dan bahwa mukjizat-Nya masih tetap terjadi di dunia ini. Selanjutnya adalah bagaimana kita menyikapinya. Karena bagi orang yang percaya, memang sesungguhnya tanda tidak diperlukan, namun bagi orang yang sudah tidak percaya, tanda sebesar apapun juga tetap saja tidak akan cukup. Nah, salah satu tanda yang masih terjadi sampai saat ini adalah bahwa Tuhan mengizinkan para orang kudus-Nya tidak mengalami kerusakan jenazah, untuk menunjukkan besarnya kuasa kasih rahmat-Nya yang mengatasi maut dan kebinasaan.
Mengapa Tuhan membuat tubuh Santa Santo itu tidak rusak (incorrupt)? Walau jawaban sempurnanya ada di tangan Tuhan, namun setidaknya kita dapat melihat bahwa hal ini adalah penggenapan nyata janji Allah yang disebutkan dalam Mz 16:10:
“Engkau tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.” (LAI)
“Orang yang Kaukasihi tidak Kaubiarkan binasa.” (IBIS)
“nor wilt thou give thy holy one to see corruption…. ” (Douay Rheims Bible)
3. Kesimpulan
Jadi sebagai kesimpulan tanggapan saya atas pertanyaan anda, maka dari pemaparan di atas, tidak benar bahwa jenazah para kudus tersebut sudah diawetkan terlebih dahulu, atau jenazah- jenazah tersebut tidak pernah dikuburkan. Sebaliknya, justru jenazah- jenazah itu dikubur dengan normal, sebab mereka itu wafat sebagai orang biasa, bahkan dalam kaul kemiskinan mereka, peti matinyapun umumnya sangat sederhana. Baru kemudian beberapa tahun kemudian, saat diusulkan kanonisasi, dapat terjadi pihak Gereja menggali kubur mereka, dan menemukan jenazah tersebut masih utuh.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom bu, ingrid saya agak kebingungan mengapa harus menggunakan lilin untuk menutupi muka para kudus ? mohon keterangan yg jelas. Tq God Bless
[Dari Katolisitas: Pelapisan dengan lilin pada wajah dan tangan jasad St. Bernadette yang dilakukan oleh firma Pierre Iman pada tahun 1925, adalah untuk memberikan warna yang lebih baik kepada kulit, yang mengalami perubahan warna setelah penggalian kuburnya. Dikuburkan tanpa bahan pengawet apapun, jasad/ tubuh St. Bernadette tersebut ditemukan masih ‘intact’/ utuh, setelah terkubur selama 46 tahun.]
http://www.hidupkatolik.com/2012/09/19/santo-pius-x-ketua-putra-altar-jadi-paus-ekaristi?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook
Sesuai wasiatnya, jenazahnya dimakamkan di sebuah makam sederhana tanpa
hiasan di bawah tanah Basilika Santo Petrus Roma. Wasiatnya juga menolak
pembuangan organ tubuhnya untuk memudahkan proses pembalsaman.
Apakah wasiat dari Santo Pius X memang benar? kalau benar berarti selama ini proses sebelum di kuburkan menggunakan proses pembalsaman agar tidak busuk benar adanya…
apakah maksud dari pembalsaman itu sendiri?
Mohon tanggapannya….
thanks
Shalom Krisna,
Sebenarnya pembalsaman sendiri adalah proses yang normal dilakukan untuk orang-orang yang telah meninggal, seperti yang terjadi di Amerika dan beberapa negara maju yang lain. Umumnya, para paus tidak dibalsam secara total. Pembalsaman secara sederhana biasanya dilakukan agar jenazah tidak rusak dan berbau, sehingga membuka kesempatan kepada umat beriman untuk berdoa dan menunjukkan penghormatan terakhir. Namun pembalsaman ini tidak dapat menjamin bahwa jika dilakukan maka pasti jenazah tidak rusak selamanya. Untuk hal yang terakhir ini memang harus diakui merupakan kondisi khusus. Sebab bahkan pada mumi sekalipun, yang sudah dibalsam, misalnya, tidak mempertahankan kondisi aslinya sebaik yang terjadi pada St. Bernadette Soubirous atau St. Therese dari Liseux. Maka kondisi pembalsaman tidak menjamin jenazah tidak rusak, sebab kalau keadaan aslinya memang rusak/terkorupsi, biarpun dibalsam, juga akan rusak/ mengalami korupsi. Namun jika keadaan memang jenazah tidak terkorupsi, maka pembalsaman dapat menjaga keadaannya agar lebih tahan lama.
Kita juga harus mengingat bahwa jenazah yang tidak rusak bukanlah menjadi syarat agar seseorang menjadi santa/santo.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
namun ada pendapat seorang dokter ahli forensik yang mengatakan bahwa peristiwa jasad yang tak rusak meskipun telah puluhan tahun dikubur merupakan peristiwa yang tidak aneh. peristiwa itu dapat dijelaskan secara ilmiah dan bukan peristiwa mukjizat. peristiwa itu dapat terjadi karena suatu zat yang terkandung di dalam tanah yang memungkinkan terjadi pengawetan secara alami terhadap jasad tersebut.
namun saya berpendapat bahwa meskipun dapat dijelaskan secara ilmiah namun tanpa kuasa Tuhan hal itu tidak mungkin terjadi. buktinya tidak semua orang mendapat karunia itu. disitulah letak mukjizat Tuhan.
bagaimana pendapat ibu Inggrid?
tambahan bagaimana jika peristiwa ini terjadi pula pada orang non-Katolik? apakah itu juga mukjizat? ataukah bukti bahwa itu merupakan peristiwa ilmiah langka biasa?
Shalom Paulus Ary,
Jika argumen dokter forensik itu benar, maka sesuatu yang perlu diselidiki adalah apakah semua jenazah yang dimakamkan di tanah itu mengalami keutuhan? Sebab penjelasan ilmiah tersebut baru benar, jika semua jenazah yang dikubur di sana tidak ter-dekomposisi. Jika tidak, maka harus diakui ada semacam kekhususan di sini. Memang pada akhirnya, Tuhanlah yang mempunyai kuasa untuk mengizinkan kekhususan ini dapat terjadi pada jenazah orang tertentu; namun jangan lupa bahwa mukjizat keutuhan jenazah ini tidak termasuk dalam mukjizat yang disyaratkan bagi penentuan seseorang dapat disebut Santa/ Santo. Mukjizat- mukjizat yang disyaratkan adalah yang berhubungan dengan kuasa doa dari para kudus itu: apakah oleh perantaraan doa mereka yang sudah berpulang ke rumah Bapa itu, mukjizat dapat terjadi pada umat yang masih berziarah di dunia. Jika ada mukjizat terjadi melalui perantaraan doa mereka, itu berarti bahwa Allah berkenan mendengarkan doa mereka yang sudah dibenarkan oleh-Nya, sebagai penggenapan janji dalam Yak 5:16. Dengan demikian, orang tersebut telah berada dalam persekutuan sempurna dengan Kristus, sehingga layak disebut sebagai orang kudus (Santa/ Santo). Mengenai proses beatifikasi dan kanonisasi telah dibahas di sini, silakan klik.
Dengan demikian, meskipun peristiwa “pengawetan” jenazah yang terjadi secara alami di tanah tertentu karena mengandung zat tertentu, ataupun jika hal itu terjadi pada seorang yang non- Katolik
(jika memang ada), tidak berpengaruh apapun dalam pemahaman Gereja Katolik tentang proses kanonisasi orang kudus. Sebab mukjizat keutuhan jenazah itu bukanlah yang menjadi tolok ukur dari proses beatifikasi dan kanonisasi. Jika itu terjadi maka hanya menjadi fenomena yang meneguhkan saja, namun bukan menjadi sesuatu yang menentukan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom saudaraku Paulus,
Mungkin ahli forensik itu perlu memberikan data – data & foto-nya untuk membuktikan bahwa semua hal itu hanyalah kejadian alamiah dari alam, karena banyak sekali dari penyangga – penyangga yang hanya menyangga tanpa membuktikan apa – apa.
Memang sampai sekarang TIDAK ADA 1 Mayat pun yang utuh KECUALI Mayat orang – orang Kudus dari GEREJA KATOLIK. Apalagi hal ini di dukung dari pernyataan katolisitas yang mengatakan bahwa organ – organ di dalam tubuh mereka masih utuh.
Dan yang terahkir yang penting adalah janganlah iman kita hanya bergantung pada mukjizat, tetapi bergantunglah pada KUASA TUHAN YESUS melalui MAGISTERIUM. Sehingga jika terjadi mukjizat, anggaplah hal itu menjadi tambahan kekayaan iman di dalam Gereja yang membuat kita mendekat pada TUHAN YESUS
TUHAN YESUS Memberkati & BUNDA MARIA selalu menuntun anda pada putraNYA
Kejadian ini hanya terjadi dalam gereja Katolik ! dan para kudus Katolik, kalau karena tanah atau air atau zat kimiah lainnya, tentunya bukan hanya dalam gereja Katolik kan ?! bukankah ini Tuhan mengatakan bahwa, ajaran dalam Gereja Katolik yang direstui Allah ?, sudahlah saudaraku…. jangan kau keraskan hati mu, marilah kita sama sama menunggu kedatangannya yang ke dua….. yang kian mendekat waktunya.Tuhan pernah berjanji pada kita bahwa Tuhan akan menyertai kita sampai akhir zaman, setelah sekian ratus tahun agama Tuhan itu berkembang, tiba tiba, muncul paham baru, dan terjadilah hujatan yang mengerikan terhadap ajaran Katolik sampai saat ini, dan kini Tuhan menginformasikan kepada Dunia, bahwa ajaran agama Katolik tidak berubah sejak awal, Mantan Uskup Agung Ende, Mgr, Gabriel Manek yang wafat di Amerika sekian puluh tahun lalu, jasadnya masih dalam keadaan utuh dan kini telah berada di Larantuka. Di Amerika jasadnya utuh, pindah ke Flores juga tetap utuh, apakah itu karena tanahnya ?
Shalom Team Katolisitas,
Baru-baru ini, tepatnya pada tgl 07 Juli 2010 di Lampung,Tanjungkarang, Pringsewu diadakan penggalian makam Mgr Albertus Hermelink Gentiaras SCJ untuk dipindahkan ke tempat yang baru. Ternyata jasad Alm. Uskup Albertus tersebut termasuk jubahnya masih utuh meski sudah 27 tahun meninggal. http://ratnaariani.wordpress.com/2010/07/08/jasad-utuh-mgr-albertus-gentiaras-hermelink-scj/
Apa gunanya jasad yg tidak habis dimakan waktu seperti yang utarakan pak Joseph Indra, tergantung pada masing-masing individu yg menilai. Tuhan punya kuasa dan rencana tertentu dibalik semua itu. Sejauh yg saya tau sampai saat ini bahwa manusia yang sudah meninggal dan jasadnya masih tetap utuh meskipun sudah dikuburkan dalam waktu yang relatif lama umumnya semasa hidupnya orang tersebut telah menunjukkan dan mempraktekkan hidup yang penuh cinta kasih (kebaikan, jujur dan tulus). Ini penilaian yang bersifat umum. Saya hanya bisa membayangkan bahwa ‘bakteri saja tidak bisa/mau menghancurkan/mendekati jasad orang tersebut’ bukankah ini suatu yang luar biasa?
Mari kita ambil positifnya dari fakta ini untuk menumbuhkan iman dan keyakinan kita akan kebesaran Tuhan yang Maha Kuasa. Semoga….
Shalom,saya langsung to the point saja. Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan yang menurut saya sudah sangat klasik sekali alias sudah basi.
Ada seorang teman beragama lain yang bertanya mengenai Incorrupt Bodies Of The Saint/Jenazah Santo-Santa yang tidak reput/rusak. Dia bertanya kenapa waktu mati mereka ga dikubur??
Kalo ga dikubur,mungkin saja kan diawetkan??
Apa gunanya tubuh tak habis dimakan waktu,bukankah kita akan dibangkitkan dengan tubuh baru??
Demikian pertanyaannya,semoga pak stef, bu ingrid, ataupun romo dapat menyampaikan tanggapannya.
Thanx…
Gbu…
[Dari Katolisitas: pertanyaan ini telah dijawab di sini, silakan klik]
Comments are closed.