Sinar Lampu bertengger di tengah gelap gulitanya malam.

Lampu di dalam kegelapan memberikan permenungan alami dalam Misa Pesta Pelindung Santo Yakobus Rasul – Paroki Citra Raya, Tangerang, pada tanggal 25 Juli 2013.

Lebih dari seratus bocah dan orang dewasa, memenuhi ruang dalam dan luar rumah.
Mereka sangat antusias untuk menerima pencerahan spiritual yang akan terkalung pada leher mereka selamanya.

Iman Santo Yakobus yang teguh dan semangat bajanya dijentrehkan/diterangkan dengan apa yang ada di dalam alam semesta.
Gelap gulita yang membentang menyadarkan kebutuhan akan perlindungan Tuhan atas ancaman dari kekuatan jahat.
Sunyi sepi tak akan menyeramkan karena kehadiran Tuhan, yang dilambangkan dengan terang lampu, tak akan pernah meninggalkan.

Hamparan tikar yang mereka duduki mengingatkan tikar plastik dan tikar pandan.
Tikar plastik dan tikar pandan melambangkan dua kekuatan besar di dalam dunia.
Tikar plastik buatan pabrik dan tikar pandan merupakan hasil anyaman tangan.
Tikar pabrik makin mendesak, tetapi tikar pandan bertahan.
Kekuatan dosa menyerang, tetapi kita bertahan karena kita adalah rajutan tangan Tuhan yang tentu sangat kuat karena kuasa Roh Kudus yang melindunginya.
Kemartiran terwujud dalam kesetiaan iman di tengah godaan yang ingin merenggut kebahagiaan yang kekal berkat senjata Allah yang ada di dalam diri kita.

Iman yang tangguh ada dalam diri anak-anak sehingga mereka disebut pemilik Kerajaan Allah.
Ketika aku sedang duduk bersila, seorang anak laki-laki tiba-tiba duduk di pangkuanku sambil berkata seperti orang dewasa : “Romo, sebentar lagi, aku duduk di kelas satu Sekolah Dasar. Sekarang berarti kurang permainan dan tambah belajarnya karena aku sudah bertambah besar. Romo doakan aku ya, besok aku ulang tahun biar rajin belajar dan nanti naik kelas”.
Setelah berkata demikan dengan manjanya, ia ngluyur sambil membawa tas sekolah yang aku hadiahkan. Tas itu tampak lebih besar daripada badannya.

Di samping anak itu, aku melihat seorang wanita yang berusia lebih dari setengah baya tersenyum girang. Ternyata ia adalah neneknya.
Ia mengatakan : “Romo, lare jaler punika wayah kula. Kula, saking Jawi. Kula mriki amarginpun mboten saget dipisahaken sareng wayah kula. Kula ingkang njaggi lan ngopeni wayah kula punika wiwit tasih bayi amargi tiyang sepuhipun kedah nyambut damel ing Tangerang kagem nyekapi panguripan keluargi. Menawi ngomong, wayah kula punika kados tiyang sampun dewoso. Wasis…. sanget …ndamel ngangeni/Romo, anak laki-laki kecil itu cucu saya. Saya datang dari Jawa karena tidak bisa berpisah dengan cucu saya. Saya menjaga dan merawatnya sejak bayi karena orang tuanya harus bekerja di Tangerang untuk memenuhi kehidupan kami. Bicaranya kadang-kadang seperti orang sudah dewasa. Terampil banget dan lancar yang membuat saya sangat kangen padanya ”.

Pesan indah yang perlu dihidupi : Bila kita ingin mendapatkan kejayaan, janganlah cuma memandang tangga, tetapi kita harus belajar menaiki tangga. Kebahagiaan kekal bukan hanya sebuah tontonan yang indah, tetapi perlu perjuangan dengan berani melawati tangga-tangga kehidupan yang kadang-kadang membuat gemetaran. Iman memampukan tetap melangkah sampai pada kesudahannya. Tuhan mengenang orang yang tidak menuntut kehidupan serba mudah : “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sempitlah pintu dan sesaklah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya” (Matius 7:13-14).

Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC