Pertanyaan:

Saya ingin tahu pandangan katolisitas thd buku the purpose driven life karangan rick warren? Apakah cocok untuk orang katolik?
Alexander Pontoh

Jawaban:

Shalom Alexander Pontoh,

Buku The Purpose Driven Life secara umum menuliskan tentang bagaimana seseorang dapat menemukan makna dalam hidupnya. Walaupun secara umum ini memang bukan topik yang baru, tetapi secara obyektif, sayapun mengakui bahwa Rick Warren cukup baik dalam menyampaikan gagasannya, sehingga buku itu menjadi enak untuk dibaca.

Sejujurnya, menurut pendapat saya pribadi, buku itu banyak menyampaikan hal- hal yang positif, sehingga tentu ini baik. Awal pembahasannya sangat baik, yaitu, tentang bahwa kita berasal dari Allah, dan karenanya harus mencari makna hidup kita di dalam Allah. Kita diciptakan untuk kekekalan, dan karenanya tidak boleh hanya memusatkan diri pada kehidupan duniawi, tapi harus ‘membuat Allah tersenyum’ (h.75), dengan mengasihiNya dan menaaati kehendak-Nya. Bukankah ini hampir sama dengan yang diajarkan oleh Gereja Katolik, dalam seruan Konsili Vatikan ke II, Lumen Gentium Bab V tentang The Universal Call to Holiness (Seruan kepada semua orang untuk hidup kudus), karena kekudusan itu pada dasarnya adalah mengasihi Allah dengan segenap hati dan kekuatan kita dan mengasihi sesama demi kasih kita kepada Allah.

Namun yang menjadi ‘masalah’ di sini adalah hal- hal yang sangat penting yang tidak sempat dibahas di buku tersebut, yang pada topik- topik tertentu seharusnya dibahas, jika ingin menyampaikan kepenuhan kebenaran Kristiani. Beberapa contoh yang saya tangkap misalnya pada renungan hari ke -13, tentang Penyembahan yang menyenangkan Allah, sebagai bukti kasih kita kepada Allah. Dikatakan di sana bahwa penyembahan kepada Allah berkaitan dengan emosi dan doktrin (h. 114, ed. bahasa Indonesia), [karena] kita menggunakan hati dan kepala kita untuk menyembah Tuhan. Walaupun pernyataan ini ada benarnya, namun kurang lengkap. Sebab penyembahan yang sempurna itu harusnya berfokus kepada Allah, apakah cara yang dikehendaki Allah dan bukannya cara yang ‘pas’ bagi emosi, hati dan kepala kita sebagai penyembah. Maksudnya, kita harus mengetahui dan menaati apa yang Tuhan mau terlebih dahulu, dan baru kemudian kita berusaha memahami dan menghayatinya agar penyembahan itu bisa kita resapkan, di kepala dan di hati. Jika kita mau jujur membaca Kitab Suci, kita akan menemukan perintah Kristus, akan bagaimana seharusnya kita mengenang-Nya, yaitu dengan Perjamuan syukur Ekaristi. “Lakukanlah ini, sebagai peringatan akan Daku.” (Luk 22:19; 1 Kor 11:24-25). Perjamuan yang merayakan pengorbanan Tubuh dan Darah-Nya, itulah yang dilakukan-Nya sebelum sengsara-Nya (Mat 26:20-29; Mrk 14:17-25; Luk 22:14-23; Yoh 13:21-30), dan yang kemudian diulanginya pada saat Ia menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya di Emaus (Luk 24:13-35). Melalui persatuan kita dengan Kristus dalam Ekaristi Kudus itulah kita melaksanakan penyembahan yang paling menyenangkan hati Tuhan, sebab itulah yang menjadi kehendak-Nya bagi kita murid- murid-Nya. Maka masalahnya bukan kepada cara penyembahan yang menyenangkan kita atau yang paling bisa kena di hati kita, tetapi kepada cara penyembahan yang menyenangkan hati- Nya. Adalah bagian kita kemudian untuk berusaha memahami dan menghayati cara Tuhan ini (jika perlu sampai memohon dan mengemis pada Tuhan, agar kita dapat memahaminya!), dan alangkah besar rahmat yang kemudian dapat kita alami, baik di hati maupun di kepala, jika kita membiarkan Allah mencurahkan rahmat-Nya melalui cara penyembahan yang dikehendaki-Nya ini…

Hal selanjutnya yang tentu berbeda adalah pandangan Warren tentang Gereja, tentang Baptisan (h. 134, 147), justru karena ia tidak sampai membahas lebih mendetail tentang Gereja yang didirikan Kristus. Ia memang menyentuh Mat 16:18, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya…..” (lih. p. 147), namun tidak menyebut lebih lanjut bahwa jemaat yang didirikan oleh Yesus itu adalah jemaat-Nya di atas Rasul Petrus. Maka yang menjadi topik pembahasan Warren adalah persekutuan gereja lokal (lih. h. 186), tanpa melihat apakah gereja tersebut sepenuhnya tergabung dalam kesatuan dengan Gereja yang didirikan Kristus sendiri di atas Rasul Petrus, yang kepadanya Yesus telah berjanji akan melindungi hingga alam maut tidak akan menguasainya.

Pandangan yang kurang lengkap tentang Ekklesiologi (Gereja) mempengaruhi renungan topik berikutnya yaitu Diubahkan lewat kebenaran (hari ke 24, h. 205-). Karena di sana, penekanannya seolah kebenaran hanya diperoleh dari firman Allah dalam Kitab Suci. Kita umat Katolik mengetahui bahwa firman Allah ini tidak semuanya ditulis dalam Kitab Suci, sebab firman Allah juga ada yang disampaikan secara lisan oleh Kristus dan para rasul, yang dilestarikan dalam Tradisi Suci.

Selanjutnya melayani Tuhan dengan prinsip SHAPE (h. 253) dapat saja diterapkan, sepanjang selalu dalam kesatuan dengan Magisterium Gereja, dan dilakukan dengan semangat kerendahan hati.

Demikian yang dapat saya sampaikan sekilas tentang komentar kami terhadap buku The Purpose Driven Life– nya Rick Warren. Buku ini baik bagi pertumbuhan spiritual kita, sepanjang kita melihat bahwa buku ini belum lengkap. Apa yang ditulis di sana bukan resep segalanya untuk mengalami kehidupan yang digerakkan oleh tujuan. Mungkin ini ada kaitannya dengan pernyataan yang dikatakan oleh Rick Warren sendiri di halaman 104: “Allah tidak mengharapkan anda untuk sempurna, tetapi Dia sungguh- sungguh menekankan kejujuran sepenuhnya.” Sedangkan kenyataannya, walau Allah menghargai kejujuran sepenuhnya, namun kita ketahui dari firman Allah sendiri, bahwa Allah menghendaki kita untuk sempurna. Bahkan kesempurnaan itu adalah perintah, bukan hanya sekedar “hendaknya”:

Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat 5:48)

Pencarian kita akan tujuan yang sempurna di hadapan Allah ini akan menghantar kita kepada Gereja yang didirikan-Nya di atas Rasul Petrus, yang masih disertai oleh-Nya sampai saat ini dengan kehadiran-Nya di dalam sakramen- sakramen-Nya, terutama Ekaristi. Bersama Gereja-Nya ini kita mengalami kepenuhan kehidupan yang digerakkan oleh tujuan yang dari Allah, karena Tuhan Yesus sendiri yang menjadi pusatnya. Bersama Gereja-Nya kita menuju kesempurnaan kehidupan kekal yang menjadi tujuan kita semua.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

14 COMMENTS

  1. Saudara tidak akan pernah menemukan buku yang paling lengkap/sempurna kecuali Alkitab tetapi justru masih diperdebatkan sampai saat ini dan yang meperdebatkanya bukan saja orang bukan Kristen tetapi dikalangan orang-orang yang menggelarkan diri mereka orang Kristen. Pendapat saya mudah, kerana manusia-manusia yang mengatakan belum lengkap/sempurna dan memperdebatkannya sendiri belum lengkap/sempurna.

    • Shalom Johan,

      Alkitab memang adalah buku yang paling sempurna di bumi ini, namun Alkitab tidak memuat segala yang Tuhan Yesus lakukan dan ajarkan. Hal ini jelas tertulis dalam Kitab Suci itu sendiri dalam Yoh 21:25. Sabda Allah memang disampaikan kepada kita baik secara lisan dalam Tradisi Suci para rasul, maupun yang dituliskan dalam Kitab Suci. Maka Kitab Suci saja tidak cukup, ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

      Oleh karena Kitab Suci itu tidak menyampaikan Sabda Allah dengan lengkap, maka kita membutuhkan Gereja yang menyampaikan kepada kita, tidak hanya pengajaran yang berasal dari Kitab Suci, tetapi juga dari Tradisi Suci. Itulah sebabnya penekanan “hanya Kitab Suci saja” seperti yang ditekankan dalam The Purpose Driven Life itu menjadi kurang lengkap. Jadi, jika kami umat Katolik menyatakan demikian, itu ada dasarnya, dan dasarnya itu sendiri kami peroleh dari Kitab Suci.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Untuk Alex

    Bukunya berjudul sama, The Purpose driven Life (Sebuah Perspektif Katolik )
    Covernya juga sama
    Dan harganya lebih murah

    selamat membaca

  3. Syalom

    Wah senang sekali bisa membaca penjelasan dari Mbak Inggrid
    Buku ini adalah buku favorit saya
    Saya membacanya 2 tahun yang lalu
    Buku ini memang belum lengkap
    tapi buku ini telah membuat saya mengambil perubahan besar dalam hidup
    untuk hidup semakin dekat pada Tuhan

    • Wah, saya setuju tulisan pokok diatas, dan juga tanggapan anda. Berangkat dari komunitas Malam Jumat, kami berkumpul sekitar 12 orang, mempelajari bersama buku ini, setiap minggu, satu topik. Kemudian dikembangkan lagi dalam KBG lain, dengan personil fasilitator yang beberapa ikut komunitas pertama. Dengan cara menggali bersama, bukan kotbah, maka sungguh, buku ini sangat bagus untuk siapa pun yang meras menjadi penggerak Komunitas Basis. Bayangkan: 40 topik secara beruntun, bisa dip[akai sebagai pedoman. Suatu saat, inti topik bisa juga diosampaikan dalam kesempatan pertemuan KBG yang lain. Memang, tak ada yang sempurna, saya setuju. Oleh sebab itu kepada setiap penggerak: bacalah referensi utama, dari Ajaran Gereja Katolik, maka Anda akan berkembang dengan leluasa. Terima kasih.

  4. Salam damai sejahtera

    “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat 5:48)

    Kita mengetahui bahwa sudah ada dua orang yang menjadi sempurna yaitu Henok dan Elia

    Apakah saat sekarang ini sudah ada manusia yang telah menjadi sempurna ? Kita belum tahu

    Masih adakah manusia yang akan menjadi sempurna di hari hari yang akan datang ini ,seperti yang diperintahkan oleh Tuhan ?

    Pasti ada , bahkan jumlahnya 144.000 orang .

    Tapi entah kapan mereka akan muncul, semoga kita mendapat kesempatan untuk melihat dan mengalaminya.

    Salam
    mac

    • Shalom Machmud,

      Ya, dari Kitab Suci kita mengetahui bahwa Allah mengangkat Henokh dan Elia di akhir hidup mereka, sehingga mereka tidak mengalami kematian. Ini tentu berkaitan dengan kekudusan mereka saat mereka hidup akrab bergaul dengan Allah.

      Selanjutnya Gereja Katolik tidak hanya mengajarkan tidak hanya Henokh dan Elia saja yang dapat hidup kudus. Bunda Maria yang dipilih Allah Bapa untuk melahirkan Kristus Sang Allah Putera juga adalah seorang yang kudus dan dipenuhi dengan rahmat Allah (‘Hail, full of grace‘, Luk 1: 28). Para Bapa Gereja mengartikan ayat ini sebagai keistimewaan yang diberikan kepada Maria oleh Allah, bahwa karena ia dipenuhi oleh rahmat Allah, maka Maria dikuduskan sejak awal mula, tidak bernoda sejak ia terbentuk dalam rahim ibunya. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Kekudusan Maria sejak dalam kandungan ibunya St. Anna, adalah karena peran istimewanya sebagai Bunda Allah, yang juga sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Karena kekudusan Maria (ia tidak dilahirkan dengan dosa asal) sejak dalam kandungan ibunya dan kekudusannya sepanjang hidupnya, maka di akhir hidupnya Maria diangkat ke surga (silakan klik): semua itu diperoleh karena jasa pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib. Selanjutnya Gereja Katolik juga mengenal para Santa dan Santo sebagai orang- orang yang sempurna, karena mereka telah bersatu dengan Tuhan di surga. Gereja Katolik mengetahui akan hal ini, karena Gereja tidak hanya berpegang kepada Kitab Suci, tetapi juga kepada Tradisi Suci yang dilestarikan oleh Magisterium sampai sekarang.

      Sedangkan untuk jumlah 144.000 orang yang dimeteraikan dengan meterai Allah (Why 7:4), maksudnya adalah arti simbolis, karena ayat berikutnya menyatakan bahwa angka itu adalah untuk menggambarkan “suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya” (Why 7:9). Jumlah kumpulan orang yang tak terhitung banyaknya ini (jadi bukan sekedar 144.000 orang) juga disebutkan dalam penglihatan Nabi Daniel sebagai “seribu kali beribu- ribu melayani Dia (Allah) dan selaksa kali berlaksa- laksa berdiri di hadapan-Nya…. maka orang- orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepada-Nya.” (Dan 7:9,14)

      Adalah harapan kita bahwa kita akan termasuk dalam bilangan orang- orang yang beribu kali berlaksa- laksa tersebut di hadapan Allah di surga, suatu saat nanti.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Salam damai sejahtera

        Dear Ingrid

        Saya masih belum paham tentang jawaban Ingrid berikut ini :
        Selanjutnya Gereja Katolik juga mengenal para Santa dan Santo sebagai orang- orang yang sempurna, karena mereka telah bersatu dengan Tuhan di surga. Gereja Katolik mengetahui akan hal ini, karena Gereja tidak hanya berpegang kepada Kitab Suci, tetapi juga kepada Tradisi Suci yang dilestarikan oleh Magisterium sampai sekarang.

        Dan 7 : 10 (bukan ayat 9) memang benar mereka ada beribu-ribu dan ber-laksa2, tapi mereka mengalami kematian terlebih dahulu sebelum menjadi sempurna.
        Demikian juga dengan Wah 7 : 9; mereka tidak sama dengan Henokh dan Elia yang tidak mengalami kematian tapi diubahkan dan terangkat.

        Semua orang Kristen walaupun bukan Katolik pun mengetahui bahwa setiap orang yang sudah mati dan masuk di dalam Sorga bersama dengan Kristus adalah orang yang sempurna, termasuk para Santa dan Santo.
        Namun mereka beda dengan Henokh dan Elia, sebab Henokh dan Elia berdua tidak mengalami kematian, tapi terangkat hidup2 .

        Yang ingin saya tanyakan :

        Adakah di dalam pengajaran para Bapa Gereja, Tradisi Suci serta Magesterium terdapat pengajaran tentang “ORANG-ORANG SEMPURNA” yang akan muncul di akhir zaman ini, seperti yang tertulis di 1Kor 15 : 51- 52 ?
        Ataukah ayat-ayat tersebut hanya simbolis semata bagi anda dan teman-teman Katolik lainnya ?

        1Korintus 15 : 51
        Ingatlah, aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: Bahwa BUKAN sekalian KITA ini AKAN MATI, tetapi KITA sekalian AKAN DIUBAHKAN,
        1Korintus 15:52
        di dalam sesaat, di dalam sekejap mata pada bunyi sangkakala yang akhir; karena sangkakala akan berbunyi, dan segala orang mati akan dibangkitkan dengan keadaan yang tiada akan binasa, dan KITA ini AKAN DIUBAHKAN.

        Inilah orang-orang sempurna yang tidak mengalami kematian yang akan muncul di akhir zaman.

        Terima kasih
        Salam
        Mac

        • Shalom Machmud,
          1. Perihal Henokh dan Elia, dan para orang kudus.

          Adanya beberapa pandangan perihal Henokh dan Elia, disebabkan bahwa Kitab Suci tidak secara rinci mengisahkan bagaimana pengangkatan itu jika dikaitkan dengan fakta bahwa Tuhan Yesus yang membuka pintu surga belum turun ke dunia pada saat itu. Sejauh yang saya ketahui, belum ada pengajaran yang sifatnya definitif dari Magisterium Gereja Katolik tentang hal Henokh dan Elia. Namun pada prinsipnya, meskipun dikatakan bahwa Henokh “diangkat” oleh Allah (Kej 5:24), dan Elia “diangkat ke surga” (1 Raj 2:11) namun “surga” di ayat- ayat ini bukan untuk diartikan kondisi persatuan dengan Allah di mana manusia memandang Dia dalam keadaan yang sebenarnya (1 Yoh 3:2)

          Mengapa?

          Karena Tuhan Yesus sendiri mengatakan demikian:

          “Tidak ada seorangpun yang telah naik ke surga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.” (Yoh 3:13)

          Ayat ini mengatakan ‘tidak ada seorangpun’, berarti tidak juga Henokh ataupun Elia yang telah naik ke surga. Maka ayat ini sejalan dengan ajaran Rasul Paulus yang mengatakan bahwa Tuhan Yesuslah “yang sulung, yang utama dari segala yang diciptakan,….. dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan Diri-Nya…, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.” (Kol 1 :15-20). Kita ketahui bahwa pada saat Henokh dan Elia “diangkat” tersebut, Tuhan Yesus belum datang ke dunia, dan belum bangkit dari kematiannya di kayu salib, sehingga pintu surga belum terbuka bagi manusia. Bahwa setelah Yesus bangkit dari mati, maka Ia membawa serta semua jiwa orang benar ke surga, maka baru pada saat itulah semua orang beriman dapat bersatu dengan Allah dan memandang Allah dalam keadaan yang sebenarnya (1 Yoh 3:2).

          Maka keadaan kesempurnaan seseorang diukur dari apakah seseorang itu telah bersatu dengan Allah di surga. Dengan pengertian inilah kita melihat bahwa para orang kudus/ Santa dan Santo dan semua orang benar yang ada di surga adalah orang- orang yang sempurna, walaupun sebelum sampai ke sana mereka mengalami kematian. Jika Henokh dan Elia mengalami pengecualian karena tidak mengalami kematian maka itu sepenuhnya adalah kebijaksanaan Tuhan, yang tidak dapat sepenuhnya kita pahami.

          Sekarang ini ada banyak situs Kristen non- Katolik yang berusaha membuktikan bahwa Henokh dan Elia tidak diangkat hidup- hidup, tetapi mati seperti semua orang lainnya. Silakan anda ketik di google, dan anda akan temukan banyak artikel tentang hal ini. Gereja Katolik tidak berusaha mendefinisikan tentang Henokh dan Elia ini, selain dari yang disampaikan di dalam Kitab Suci. Memang ada banyak teolog yang kemudian mempunyai pandangan yang berbeda- beda tentang hal Henokh dan Elia ini. Umat Katolik diperbolehkan memiliki pandangan yang berbeda tentang hal ini, (karena belum ada penjelasan definitif tentang hal ini), namun yang harus tetap dipegang adalah makna intinya, yaitu Allah berkuasa untuk melakukan pengecualian, jika dipandang-Nya perlu untuk menyelamatkan manusia. Bahwa orang yang benar tidak akan binasa, melainkan akan diubah ke suatu kondisi yang terberkati.
          2. Tentang 1 Kor 15: 51-53

          Berikut ini adalah keterangan yang saya peroleh dari penjelasan the Navarre Bible:

          Menarik untuk diketahui bahwa terjemahan Vulgate pada ayat ini adalah:

          “Behold, I tell you a mystery. We shall all indeed rise again: but we shall not all be changed.” (terjemahannya bebasnya: Kita semua akan dibangkitkan, tetapi tidak semua dari kita akan diubah). Maka maksudnya di sini adalah walaupun semua orang mati akan dibangkitkan, namun tidak semua orang akan ‘diubah’ dalam arti mengalami kemuliaan tubuh kebangkitan yang mengatasi maut. Yang memperolehnya hanya orang- orang benar, sedangkan mereka yang tidak benar akan tetap binasa, baik tubuh maupun jiwanya.

          Katekismus St. Pius V mengatakan bahwa semua orang akan mati, dan ini menjelaskan apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam 1 Tes 4: 15-17, dengan mengatakan, “pada saat mereka diangkat, mereka akan mati” [pandangan ini diambil dari penjelasan St. Ambrosius, yaitu bahwa kematian akan dialami oleh mereka yang masih hidup [pada akhir jaman]- dan lalu, seketika itu juga segera jiwanya kembali kepada tubuh mereka- karena saat itu terjadi kebangkitan badan semua manusia]. Para teolog tidak menganggap hal ini ganjil/ tidak mungkin terjadi, jika dibandingkan dengan kematian yang umum bagi manusia; sebab Tuhan dapat membuat pengecualian bagi generasi terakhir umat manusia, seperti halnya Tuhan membuat pengecualian terhadap Bunda Maria (pembebasannya dari noda dosa juga mungkin terjadi walaupun secara umum manusia mempunyai dosa asal).

          Pada akhirnya kita menyadari bahwa semua hal ini merupakan sebagian dari keseluruhan misteri tentang apakah yang akan dilakukan Allah di akhir jaman, dan Magisterium Gereja Katolik belum menjabarkan hal ini secara rinci sebagai pernyataan dogmatik. Maka penjelasan ayat ini masih terbuka terhadap penyelidikan dan pemahaman teologis. Hal yang ditekankan oleh Gereja Katolik adalah persiapan akan menyambut kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali tersebut, yaitu dengan mengajak semua orang untuk hidup kudus.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Shalom Bu Inggrid,
      Buku rohani memperkaya kita untuk mengenal Allah lebih dalam dimana Tuhan Yesus adalah Allah yang kita kenal pribadinya melalui kitab suci .
      sangatlah tidak penting soal yang menulis itu orang kristen atau orang katolik karena yang lebih penting apakah roh kita dibangun sehingga kita boleh merasakan pengalaman penulis tsb dan akhirnya kita juga bisa mengalami kedalaman rohani spt penulis tsb.
      Paulus sendiri mengatakan kita adalah orang-orang kudus , bukan karena kehebatan kita ttp semuanya adalah karunia , kalau ada Henokh , Elia atau Maria bisa langsung terangkat ke surga , mengapa kita jadi ragu kalau kita juga bisa spt mereka. GBU

      • Shalom Budi Yoga,

        Pada saat kita membaca buku rohani, memang yang terpenting isinya, dan bukan semata siapa penulisnya. Namun jika penulisnya mempunyai formasi iman yang baik dan benar, maka umumnya tulisannya juga baik dan benar, demikian pula sebaliknya. Dalam kerangka pikir inilah saya memberi komentar atas buku The Purpose Driven Life, karena pertanyaan pembaca. Menurut hemat saya, buku itu baik, tetapi kurang lengkap, jika ditinjau dari ajaran iman Katolik. Harap dipahami bahwa situs ini adalah situs Katolik, sehingga tanggapan kami di sini selalu didasari oleh pemahaman akan iman Katolik.

        Tentang Henokh dan Elia, sudah pernah saya tulis di sini, silakan klik. Ya, setiap dari kita telah dikaruniai talenta oleh Tuhan. Siapa yang diberi banyak, akan dituntut banyak oleh Tuhan (lih Luk 12:48); oleh karena itu mari kita berdoa agar dapat menggunakan talenta yang Tuhan sudah berikan kepada kita (termasuk di sini adalah talenta iman dan pemahaman akan iman kita) untuk kemuliaan nama Tuhan.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Saya ingin tahu pandangan katolisitas thd buku the purpose driven life karangan rick warren? Apakah cocok untuk orang katolik?

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

    • Untuk Alex, di gramedia ada buku ini yang berdasarkan perspektif Katolik karangan Joseph M. Champlin.
      bukunya lebih tipis, karena memang berisi tanggapan yang sesuai Iman Gereja..

      Gbu

      • @ Thomas Vernando : judulnya apa?

        [dari katolisitas: dalam bahasa Inggris judulnya “A Catholic Perspective on the Purpose Driven Life”]

Comments are closed.