Hidup setiap manusia itu seperti mosaik yang menyusun kaca jendela Gereja. Gambar itu tersusun dari kepingan-kepingan kaca yang beraneka ragam. Ada yang kecil, ada yang besar. Ada yang berwarna, ada yang bening. Ada yang bersegi, ada yang tidak. Kendati beragam dan berbeda-beda, aku bisa melihat wajah Kristus yang bersinar. Cantik sekali. Hidupku di dunia ini sama seperti sekeping mosaik di tengah kaca jendela itu, bersama-sama dengan seluruh manusia, menyusun citra Allah yang mengagumkan. Oleh sebab itu, aku berusaha melakukan apa yang aku bisa dalam biara ini untuk menjadi mosaik yang baik.
Dalam biara, kami juga mendapat beragam mata kuliah yang berguna bagi formasi dan masa studi di tahap berikutnya. Salah satunya adalah Bahasa Inggris. Untuk memperlancar proses belajar-mengajar, sang dosen membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dengan seorang tutor dalam tiap kelompok. Tutor dipilih dari siswa yang memiliki nilai Bahasa Inggris yang cukup baik. Kebetulan, aku dipercaya menjadi salah satu tutor. Karena aku memang menyukai bahasa Inggris, membagikan apa yang aku tahu adalah hal yang menyenangkan hati. Kami sering belajar bersama untuk mempersiapkan materi kelas Bahasa Inggris yang mendatang atau persiapan menghadapi ulangan. Aku berusaha menjadi tutor sebaik mungkin.
Sayangnya, setelah beberapa kali pertemuan dan ulangan, kelompokku tidak menunjukkan perbaikan yang berarti. Bahkan, dosen sempat menegur aku karena nilai kelompokku tidak menunjukkan peningkatan. Aku merasa gagal sebagai seorang tutor. Kegagalan ini diperparah dengan permasalahan dalam keluargaku, yang sedang dilanda perpecahan. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menyatukan dan mencari solusi, sekalipun aku terpisah jarak dari mereka. Aku menghujankan novena agar Tuhan bersedia menolong. Aku juga mencari berbagai retret dan menghubungi imam-imam yang dapat membantu mendamaikan mereka. Tapi, perpecahan itu tetap saja ada, bahkan semakin memburuk. Belum lagi ada sedikit konflik ini-itu dengan beberapa anggota komunitas. Aku merasa gagal membagikan talentaku, gagal sebagai anak, dan gagal sebagai anggota komunitas biara.
Kekecewaan pada diriku ini dikarenakan aku ingin memberi diri pada orang-orang yang ada di sekitarku. Aku ingin menolong semua mereka yang membutuhkan bantuanku dan memecahkan semua persoalan mereka. Tapi, mungkin di situlah letak permasalahannya. Dalam niat baik itu terselip kesombongan diri bahwa aku bisa melakukan segalanya sendiri. Seringkali, aku mencoba mengatasi hanya berdasarkan pertimbanganku pribadi dan caraku sendiri. Padahal, aku memiliki teman untuk diajak diskusi, formator untuk dimintai nasehat, dan, terutama, Allah yang menyediakan segalanya. Segala sesuatu dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku (Fil 4 : 13). Seharusnya, aku ingat akan hal tersebut.
Aku bukan lagi ingin menjadi sekeping mosaik, melainkan seluruh gambar di jendela kaca tersebut. Padahal, aku hanya memiliki satu warna, satu bentuk, dan satu rupa. Bayangkan jika jendela itu hanya dihiasi sekeping mosaik dengan satu warna. Tentu saja bukan rupa Kristus yang tampak, melainkan rupaku sendiri, dan rupa itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Kristus.
Pemintal gulali ini harus ingat bahwa sekeping mosaik memiliki batasan dan kekurangan. Ia tidak dapat menjadi seluruh gambar karena ia hanyalah kepingan. Ia dapat melakukan sekuat tenaga apa yang ia bisa persembahkan kepada Kristus dan sesama. Namun, ia harus ingat bahwa ia juga memiliki keterbatasan. Ia tidak bisa melakukan semua hal secara sempurna, apalagi bila ia tidak bernaung pada pertolongan Allah. Ini juga bukan alasan baginya untuk berlindung di balik kelemahannya dan tidak berusaha memberikan usaha terbaik bagi Allah dan sesama. Kerendahan hatilah kuncinya, seperti sekeping mosaik yang kecil yang meneruskan cahaya Matahari Ilahi.
“Kerendahan hati adalah satu-satunya hal yang tidak dapat ditiru oleh setan.” – St. Yohanes Klimakus
wow.. ilustrasi yang indah wir,
memang terkadang kita sering lupa bahwa kita punya Allah yang luar biasa, yang bisa melakukan banyak hal, dan tanpa sadar kita terjebak pada kekuatan kita sendiri
dan kerendahan hati menjadi tantangan setiap orang untuk layak menjadi perpanjangan tangan Tuhan.
Semoga kita semua dalam keterbatasan kita bisa menjadi berkat
seperti kamu yang selalu berbagi dan menguatkan lewat gulali ini
Gbless
Comments are closed.