[Minggu Biasa XXXIII:  Mal 4:1-2a; Mzm 98:5-9; 2Tes 3:7-12; Luk 21:5-19]

Belakangan ini ada banyak ulasan ataupun khotbah tentang ‘akhir zaman’. Ada bermacam reaksi tentang topik ini, namun terdapat dua sikap yang ekstrim yang perlu kita hindari. Sikap yang pertama, yaitu mengabaikannya, dan melanjutkan hidup seolah-olah akhir zaman tidak akan pernah terjadi; atau kedua, begitu terobsesi, sehingga sampai terdorong untuk menebak atau mencari tahu kapan saat akhir zaman akan tiba, sambil sibuk mengira-ngira, si ini atau si itu sebagai sang antikristus. Sejujurnya, kedua sikap ini bukan sikap yang diajarkan oleh sabda Tuhan itu sendiri. Sebab sabda Tuhan mengatakan bahwa bahwa Tuhan Yesus memang akan datang kembali di akhir zaman, namun bukan bagian kita manusia untuk dapat meramalkannya ataupun mengetahui saatnya. Bagian kita hanya sederhana: berjaga-jaga (Mat 25:13; Mrk 13:33).

Bacaan kedua Minggu ini mengisahkan sejumlah jemaat awal yang mengira bahwa akhir zaman akan segera tiba, maka mereka berhenti bekerja. Rasul Paulus menegur mereka ini, “Barangsiapa tidak mau bekerja, janganlah ia makan!” (2Tes 3:10) Di sini, Rasul Paulus mengajarkan agar kita tetap berkarya sampai Tuhan Yesus datang kembali. Kedatangan Tuhan jangan sampai membuat kita malas dan hanya berpangku tangan menunggu. Maka hal yang perlu diperjuangkan adalah, bagaimana agar dalam melakukan tugas sehari-hari, kita tetap dapat mengarahkan hati kepada Tuhan, yang menjadi tujuan akhir hidup kita. Sebab sesungguhnya, di dalam setiap pekerjaan kita, entah sebagai kepala keluarga, ibu rumah tangga, karyawan, pelajar, dst., kita semua dipanggil untuk memuliakan nama Tuhan, dan untuk mengusahakan kebaikan dalam kehidupan bersama. Sudahkah kita memulai pekerjaan kita dengan Tanda Salib, dan sudahkah kita mengikutsertakan Tuhan dalam pengambilan keputusan? “Tuhan, kupersembahkan kepada-Mu, pekerjaanku hari ini. Bantulah aku untuk melihat Engkau dalam diri orang-orang yang kujumpai hari ini… “ Pekerjaan kita sehari-hari bukanlah sesuatu yang memisahkan kita dari Allah, melainkan seharusnya mendekatkan diri kita kepada-Nya. Pekerjaan dan keluarga kita merupakan kesempatan bagi kita untuk mengasihi sesama, yang menjadi tanda bahwa kita mengasihi Allah. Marilah kita tanyakan pada diri sendiri, sudahkah kita menampakkan kasih Kristus kepada pasangan hidup kita, anak-anak, orang tua, anak buah kita, atasan kita, pelanggan kita, satpam, ataupun pembantu rumah tangga kita? Sebab melalui pekerjaan dan hidup kita sehari-hari, kita dipanggil untuk menerapkan makna kasih dan persahabatan sejati dengan orang-orang di sekitar kita, menumbuhkan saling pengertian dan saling tolong menolong, sebab Tuhan hadir dalam diri sesama kita. Pekerjaan bukan semata alat untuk memperoleh nafkah dan sarana mengembangkan kemampuan, namun juga kesempatan untuk menyapa dan memperhatikan orang lain, untuk berbagi berkat dan kasih yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Perbuatan kasih yang mengalir dari iman inilah yang merupakan bekal yang dapat kita bawa nanti, jika kita menghadap Tuhan, baik di saat kita dipanggil Tuhan, maupun di saat akhir zaman.

Marilah kita mohon kepada Tuhan, rahmat kasih dan damai sejahtera, agar kita tidak lekas risau jika mendengar klaim-klaim sejumlah orang tentang akhir zaman. Tuhan telah berjanji akan menjaga kita sampai akhir (lih. Luk 21:18-19), maka mari kita memusatkan perhatian kepada apa yang perlu kita lakukan sebagai umat beriman untuk menyongsong akhir zaman, yaitu: berjaga-jaga dan tekun berdoa (Mat 26:41) serta tetap berkarya mengerjakan keselamatan kita (Flp 2:12). Sebab Kristus bersabda, “Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya berjaga-jaga…. dan melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang” (Luk 12:37,43).