[Hari Minggu Biasa XXVIII: 2Raj 5:14-17; Mzm 98: 1-4; 2Tim 2:8-13; Luk 17:11-19]
Hari ini kita diajak untuk belajar dari dua orang kusta yang disembuhkan. Yang pertama adalah dari Naaman orang Siria itu yang menerima kesembuhan melalui Nabi Elisa. Dan yang kedua adalah dari seorang Samaria yang disembuhkan bersama dengan sembilan orang kusta lainnya oleh Tuhan Yesus. Kedua orang kusta tersebut adalah orang asing, yang belum mengenal Tuhan dengan benar, namun mereka tahu berterimakasih kepada Tuhan yang menyembuhkan mereka.
Tak terbayangkan bagi kita sekarang, bagaimana rasanya menjadi seorang kusta di zaman Yesus. Mereka terpisah dan dikucilkan dari kehidupan masyarakat. Karena itu ketika rombongan Yesus lewat, mereka hanya berdiri jauh-jauh dan berteriak, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Tetapi walaupun diserukan dari kejauhan, Yesus mendengarkan seruan mereka. Yesus berkata agar mereka memperlihatkan diri mereka kepada para imam agar dapat dinyatakan tahir. Dan di tengah jalan, mereka sungguh menjadi tahir! Mungkin kesepuluh orang kusta itu sangatlah keheranan akan mukjizat itu. Kulit mereka yang bergumpal dan berkerut menjadi halus. Jari-jari tangan dan kaki atau anggota-anggota tubuh mereka yang mungkin telah menjadi bengkok, tiba-tiba menjadi lurus. Bagian-bagian tubuh yang sudah mati rasa, menjadi normal kembali. Mata mereka yang mungkin telah menjadi rabun, menjadi jelas. Mereka yang mungkin sudah sulit berjalan ataupun bergerak karena keadaan tubuh yang cacat, kini dapat berjalan dan bahkan berlari. Namun dari kesepuluh orang kusta yang disembuhkan itu, hanya satu yang ingat untuk berterima kasih kepada Sang Penyembuh. Orang itu adalah seorang Samaria. Injil mencatat bahwa “ia kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya” (Luk 17:15-16). Tersungkur dan bersyukur. Apakah aku pun tersungkur dan bersyukur kepada Tuhan atas segala berkat dan pertolongan-Nya yang telah kuterima? St. Agustinus berkata, “Adakah perkataan yang lebih baik—yang kita bawa dalam hati kita, yang kita ucapkan dari mulut kita, yang kita tulis dengan pena—daripada perkataan, ‘Terima kasih, Tuhan’? Tak ada frase yang dapat dikatakan seketika itu juga, yang dapat didengar dengan sukacita yang lebih besar, dirasakan dengan perasaan yang lebih meluap atau diperbuat dengan akibat yang lebih besar… [daripada ucapan terima kasih kepada Tuhan]” (St. Augustine, Letter 72).
Tentulah Tuhan berkenan kepada ucapan terima kasih orang Samaria ini. Namun juga, di saat yang sama, Yesus bertanya, mengapa kesembilan orang kusta lainnya yang juga disembuhkan, tidak kembali untuk berterima kasih kepada Tuhan, kecuali orang asing ini? Betapa Tuhan juga bertanya hal yang sama kepada kita… “Bukankah Aku pun telah menyembuhkanmu? Tidakkah engkau mau kembali untuk bersyukur dan memuliakan Allah?” Hari ini dalam doa-doa kita, marilah kita merenungkan betapa kitapun kerap kurang bersyukur ataupun lupa bersyukur. Tentulah dalam hidup kita, Allah telah berkali-kali menyembuhkan kita, baik jasmani maupun rohani; Ia telah mengundang kita dan menjumpai kita lewat bermacam orang dan berbagai peristiwa. Sudahkah kita tersungkur dan bersyukur kepada Tuhan, atas semua campur tangan-Nya dalam kehidupan kita?
Hidup kita seharusnya merupakan kesempatan bagi kita untuk terus menerus bersyukur. Tuhan telah memberikan banyak berkat kepada kita. Dan sekalipun mengalami suatu kebutuhan atau kekurangan, kita tetap harus bersyukur dan tak kehilangan suka cita. Sebab dapat terjadi, pengalaman ini mempersiapkan kita untuk suatu kebaikan yang lebih besar. Bukankah orang Samaria itu mengenal Yesus Kristus melalui penyakit kustanya? Lewat penyakit yang mengerikan itu, dan karena ucapan syukur atas kesembuhannya, orang Samaria itu beroleh karunia persahabatan dengan Kristus dan karunia yang tak ternilai, yaitu karunia iman. “Berdirilah dan pergilah; imanmu telah menyelamatkan engkau” (Luk 17:19).
Saudara-saudariku terkasih, mari kita bersyukur kepada Tuhan atas segala sesuatu. Terutama, karena kita telah mengenal Kristus dan menerima karunia iman. Kasih dan penyertaan Tuhan tak putus-putusnya kita terima dalam kehidupan ini. Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita agar jangan kita melewatkan hari tanpa bersyukur kepada Tuhan. Sebab kata St. Bernardus, “Ia yang tidak berterimakasih untuk berkat yang diterimanya hari ini, mungkin juga telah tidak berterima kasih untuk berkat yang diterimanya di waktu yang lalu” (St. Bernard, Commentary on Psalm 50,4,1). Marilah kita mengakhiri doa pemeriksaan batin setiap hari, dengan ucapan syukur, “Tuhan Yesus, terima kasih untuk segalanya. Terima kasih untuk berkat-berkat-Mu, untuk setiap kejadian yang kualami dan orang-orang yang kujumpai hari ini. Terima kasih atas niat-niat baik, kasih dan dorongan Roh Kudus yang Engkau tanamkan dalam hatiku. Engkaulah segalanya bagiku, ya Tuhan. Terimalah ucapan syukurku ini. Amin.”