Pertanyaan:
Shalom Bu Ingrid,
Saya mau tanya mengenai kontrasepsi dengan kondom, apakah juga dilarang oleh gereja? Bukankah kontrasepsi dengan kondom (atau ada juga metode lain yang sejenis) menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur sehingga belum terjadi pembuahan dan zygote, sehingga belum terjadi kehidupan baru? Jika metode yang ‘membiarkan’ pembuahan terlebih dahulu kemudian baru ‘dirusak’, saya dapat memahami mengapa gereja menentangnya.
Apa bedanya dengan KB metode alamiah, jika niatnya dari kedua pasang suami istri itu memang tidak mempunyai anak (dulu) atau mengatur kapan mereka ingin mempunyai anak. Bukankah jika niatnya demikian juga ‘intervensi’ terhadap kehendak Tuhan dalam hal penciptaan atau seolah-oleah mereka adalah ‘tuhan’ yang berhak menentukan kelahiran atau tidak? Jika dari awal niatnya adalah demikian bukankah itu sama saja dengan hanya memanfaatkan siklus kesuburan alamiah seseorang yang artinya tidak berbeda dengan KB non-alamiah?
Mohon penjelasannya dan terima kasih
Tuhan memberkati, Abin
Jawaban:
Shalom Abin,
Pertama-tama kita harus kembali kepada pengajaran Magisterium Gereja tentang 2 hal yang tidak terpisahkan dalam hubungan suami istri yang disebutkan dengan jelas dalam Humanae Vitae 12: Pertama adalah untuk persatuan suami istri (union), dan yang kedua adalah untuk menyampaikan bakal kehidupan baru (procreation). Tuhan mengaruniakan hal ini kepada suami istri sebagai ’satu paket’ yang terpisahkan.
Walaupun tidak sama persis, mungkin kita dapat melihat contoh berikut ini. Kalau kita makan, maka kita tidak hanya memuaskan lidah (merasakan makanan enak), tapi juga kita dapat merasa kenyang, dan makanan tersebut akan menyumbangkan kalori pada tubuh. Jadi kalo kita tidak bisa manahan diri dan terlalu sering makan yang enak-enak demi kepuasan lidah, maka akibatnya kita bisa kekenyangan, dan badan menjadi gemuk. Nah, maka ada orang yang inginnya makan enak, tapi tidak mau kenyang, apalagi gemuk, maka, ia menerapkan bulimia, yang intinya membuat diri (maaf) memuntahkan kembali apa yang baru dimakannya, supaya makanan itu tidak diserap oleh tubuh. Jika kita lihat di kamus, bulimia disebut sebagai ‘eating disorder‘/ atau praktek makan yang tidak normal, dan saya rasa Abin-pun setuju bahwa cara makan yang demikian bertentangan dengan akal sehat. Sebab kita tahu aktivitas makan ditujukan tidak saja untuk ‘menyenangkan’ lidah, tapi juga untuk mengenyangkan perut.
Nah, sekarang tentang hubungan seksual suami istri. Seperti disebut di atas, hubungan ini ditujukan tidak hanya untuk meneguhkan kasih persatuan suami istri, tapi juga untuk sarana campur tangan Tuhan dalam penciptaan manusia baru. Tradisi Kristiani menjunjung tinggi hubungan seksual suami istri, sebab hal itu merupakan ekspresi khusus perjanjian kasih yang menggambarkan hubungan kasih Tuhan dengan umat-Nya, dan juga kasih Kristus kepada Gereja-Nya (silakan baca: Indah dan Dalamnya Makna Perkawinan Katolik). Alat kontrasepsi, baik berupa pil, ataupun kondom hanya ‘menyetujui’ satu aspek saja, yaitu persatuan suami istri, namun ‘menolak’ aspek yang lain, yaitu kemungkinan penciptaan kehidupan baru. Ini bertentangan dengan hukum kodrat yang direncanakan oleh Allah Sang Pencipta. Penggunaan kondom dalam hubungan seksual suami istri, sebenarnya mirip dengan bulimia. Seperti bulimia, yang ingin mengecap makan enak, tapi tak mau konsekuensi kenyang, maka pemakaian kondom juga demikian: ingin mengecap persatuan suami istri, tetapi tidak mau menerima konsekuensi menyampaikan bakal kehidupan baru. Hal makan merupakan tindakan alamiah untuk mempertahankan hidup, demikian pula hubungan suami istri merupakan tindakan alamiah untuk mempertahankan eksistensi manusia (supaya tidak punah). Sikap menolak keturunan, jika dilakukan serentak dalam satu bangsa, maka dapat mengakibatkan ‘ancaman’ kepunahan, seperti yang terjadi di Eropa.
Sekarang mengenai pemakaian kondom, meskipun kelihatannya ‘menyetujui’ aspek persatuan (union) suami istri, sebenarnya juga tidak dalam arti yang penuh. Sebab jika pemberian yang total, berarti tidak ada yang dibuang, dan dalam kasus penggunaan kondom tidak demikian halnya. Hubungan suami istri telah direncanakan Allah untuk mengandung makna yang sangat luhur, yaitu untuk menjadi penggambaran akan kasih-Nya yang total pada manusia. Oleh karena itu, jika kita melanggar apa yang sudah direncanakan Tuhan, maka itu sama dengan kita mau mengatakan bahwa rencana kita lebih baik dari pada rencana-Nya. Ini sesungguhnya mirip dengan dosa pertama Adam dan Hawa, yaitu ingin menentukan sendiri apa yang benar dan yang salah bagi dirinya, dan bukannya tunduk pada perintah Tuhan.
Karekismus Gereja Katolik (KGK) menjelaskan definisi dosa sebagai berikut:
KGK 1849, Dosa adalah satu pelanggaran terhadap akal budi, kebenaran dan hati nurani yang baik; ia adalah satu kesalahan terhadap kasih yang benar terhadap Allah, dan sesama atas dasar satu ketergantungan yang tidak normal kepada barang-barang tertentu…. [Dosa adalah] kata, perbuatan atau keinginan yang bertentangan dengan hukum abadi.
KGK 1850, Dosa adalah satu penghinaan terhadap Allah.
Dengan melihat definisi di atas, seharusnya kita dapat melihat bahwa penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi termasuk dalam kategori dosa. Karena, penggunaan kondom sesungguhnya melanggar akal, kebenaran, hati nurani, dan hukum abadi (hukum Allah) yang ‘menghina’ rencana Allah, karena tidak menerima apa yang sudah ditentukan Allah. Hubungan suami istri direncanakan Allah sebagai hubungan kasih yang total, tanpa ‘tameng’ apapun; yang begitu dalam maknanya sampai dapat ‘menghasilkan’ seorang ciptaan baru. Maka, kalau kita membatasinya dengan kontrasepsi, ini sama saja mengatakan kepada pasangan kita, bahwa “saya mengasihimu, namun saya tidak mau mempunyai anak dari kamu”. Atau mengatakan kepada Tuhan bahwa saya percaya kepada-Mu, Tuhan, namun saya ingin Engkau tidak campur tangan dalam perbuatan saya di kamar tidur. Sesungguhnya sikap ini adalah bentuk ‘penolakan’ akan campur tangan Allah dalam aktivitas seksual kita, padahal Allah menganggap hubungan ini begitu sakral dan merencanakan keterlibatan kuasa penciptaan-Nya didalamnya. Manusia yang sesungguhnya ‘diundang’ Allah untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan-Nya malah ‘mengusir’ Yang mengundang.
Di artikel di atas, saya menyebutkan bahwa menurut survey, sebagian besar orang yang membeli kondom untuk pertama kalinya akan merasa ‘janggal’. Sebenarnya, itu adalah suatu tanda bahwa penggunaan kondom bertentangan dengan hati nurani. Hanya saja, ada kemungkinan lama kelamaan orang akan berkompromi, sehingga hati nuraninya tidak lagi berbicara kepadanya. Alasannya: karena semua orang melakukannya, jadi mestinya tidak apa-apa.
Pengajaran Gereja Katolik tentang Kasih dan Seksualitas selalu konsisten menentang penggunaan alat kontrasepsi. Dokumen Gereja yang menentang pemakaian alat kontrasepsi ini antara lain adalah, Surat Ensiklik Casti Connubii (Tentang Perkawinan) oleh Paus Pius XI, 1930, The Theological Report of the Papal Commission on Birth Control (1966), Humanae Vitae oleh Paus Paulus VI (1968), A Pastoral Reflection on the Moral Life, National Conference of Caholic Bishops (1976). Jadi yang ditentang di sini bukan hanya alat kontrasepsi yang ‘merusak’ zygote, tetapi semua alat kontrasepsi, karena prinsip kontrasepsi yang memisahkan kedua aspek dalam hubungan suami istri; yaitu hanya mau ‘union’ tetapi tidak mau ‘procreation. Suatu permenungan, adalah kenyataan sejarah bahwa sampai tahun 1930, semua gereja (termasuk Protestan) menolak kontrasepsi, namun pada tahun 1930, gereja Protestan mulai memperbolehkannya, dimulai dari gereja Anglikan. Gereja Katolik adalah Gereja satu-satunya yang masih tetap menolak kontrasepsi ini, karena Gereja Katolik tetap mempertahankan kebenaran; dan karena kesetiaan Gereja Katolik terhadap kebenaran pengajaran Tuhan ini, maka Gereja tidak mengubahnya, meskipun ajaran ini ‘tidak populer’ dan tidak menarik di mata dunia.
Maka yang diperbolehkan oleh Gereja Katolik adalah KB alamiah. Cara ini tidak sama dengan kontrasepsi, sebab pelaksanaan KB Alamiah melibatkan ‘pantang berkala’, di mana tidak terjadi perbuatan yang memisahkan kedua aspek union dan procreation tersebut. Ibaratnya, tidak kenyang, karena tidak makan (bukan karena bulimia); tidak ada kemungkinan ‘procreation’, karena tidak melakukan ‘tindakan’ union’ (bukan karena pakai alat kontrasepsi).
Beberapa pengajaran Alkitab sehubungan dengan hal ini adalah:
1) “Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa” (1Kor 7:5). Jadi jika pasangan memang belum siap kalau dipercayakan seorang (tambahan seorang) anak, maka mereka dapat ‘berpantang’ untuk sementara waktu dan berdoa.
2) Dengan demikian suami istri dapat hidup di dalam kekudusan dan menjaga kehormatan perkawinan dan tidak mencemarkan tempat tidur (lih. Ibr 13:4). Sikap non-kontraseptif artinya menerima karunia seksual kita dengan bertanggung jawab: kita tunduk pada rencana Tuhan, yang menginginkan kasih persatuan yang terbuka pada kemungkinan adanya kehidupan baru. Dengan demikian, kita tidak ‘mencemarkan tempat tidur’, karena di tempat tidur sekalipun kita menunjukkan ketaatan kita kepada kehendak Allah, dan bukannya menjadi ‘tuhan’ atas aktivitas seksual kita. Jangan kita lupa, bahwa Tuhanlah yang memutuskan, apakah Ia akan memberikan kehidupan baru sebagai buah kasih suami istri- atau tidak.
3) Tuhan tidak berkenan terhadap sikap penolakan akan kemungkinan adanya kehidupan baru (procreation) dalam hubungan suami istri, dan ini dapat dibaca pada kisah Onan (Kej 38:8-10).
Demikian jawaban saya untuk pertanyaan yang cukup sulit ini. Silakan juga untuk membaca apa dasarnya bahwa Gereja Katolik melarang pemakaian kontrasepsi di artikel tentang Humanae Vitae (silakan klik). Memang pada akhirnya, dibutuhkan kerendahan hati untuk menerima dan melaksanakan sikap non-kontraseptif dalam perkawinan. Ini adalah salah satu bentuk ketaatan yang paling nyata bagi pasangan suami istri untuk berkata, “Kami ini adalah hamba Tuhan, jadilah pada kami menurut kehendak-Mu” (lih. Luk 1:38), dengan menyerahkan segala kehidupan dan masa depan kita di tangan Tuhan. Sudah selayaknya, kita menyerahkan diri secara total kepada Tuhan, di manapun, dan kapanpun, dan ya, termasuk di tempat tidur.
Selanjutnya tentang Metoda KB Alamiah yang cukup akurat, yaitu Metoda Creighton, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- https://www.katolisitas.org.
dear katolisitas, Saya suka membaca. Buku apa saja, sejauh menambah wawasan, akan saya baca. Baru-baru ini saya baca buku “Seks, Selibat dan Persahabatan sebagai Karisma” karya Al. Bagus Irawan, MSF. Buku itu diterbitkan oleh Obor. Ada satu pernyataan yang menarik sekaligus mengganggu saya.Pada halaman 96 ditulis: “…., menolak pengampunan dosa bagi mereka yang melakukan praktik keluarga berencana, …..” Pertanyaan saya: 1. Kenapa tobat mereka ditolak? Padahal Injil mengatakan, hanya dosa melawan Roh Kudus saja yang tidak dapat diampuni (Mat 12: 31). 2. Ada apa dengan keluarga berencana? Padahal ada beberapa umat katolik juga yang turut mengkampanyekan keluarga berencana. Apakah mereka… Read more »
Shalom Brian, 1. Mohon dipahami prinsipnya, bahwa imam sebagai wakil Tuhan tidak akan menahan dosa orang yang telah mengakui dosanya dengan sungguh-sungguh dalam sakramen Pengakuan dosa. Nah, pengakuan dosa ini umumnya diikuti oleh penitensi yang harus dilakukan oleh pihak peniten. Jika penitensi tidak bersedia melakukan penitensinya, maka dipertanyakan kesungguhan pertobatannya. Inilah yang dapat terjadi pada orang-orang yang telah melakukan dosa menggunakan alat-alat kontrasepsi, sebab adakalanya sifatnya adalah permanen, dan relatif sangat sulit atau bahkan tidak mungkin untuk dikembalikan kepada keadaan aslinya, seperti pada kasus-kasus tertentu dalam sterilisasi atau vasektomi. Saya belum pernah membaca buku yang Anda sebutkan itu, namun sepertinya… Read more »
Wah mustinya Bu Menkes baca tentang ini. Udah tau kondom ga boleh, malah bagi2 gratis.
[Dari Katolisitas: Yang kami sampaikan di sini adalah ajaran iman Katolik, yang menolak penggunaan alat-alat kontrasepsi. Gereja Katolik memperbolehkan penerapan KB asalkan dilakukan menurut cara yang alamiah. Untuk ini memang diperlukan kesediaan dari pasangan untuk mempelajari caranya, dan seterusnya diperlukan kebajikan pengendalian diri untuk melaksanakannya. Cara ini memang tidak mudah, namun aman, tidak ada efek samping, dan berdampak positif kepada hubungan kasih suami istri.]
Syalom Tim Katolisitas, Di salah satu situs http://www.jawaban.com/index.php/news/detail/id/90/news/110415132213/limit/0/98-Persen-Wanita-Katolik-Amerika-Pakai-Kontrasepsi.html dikatakan bahwa di Amerika sebagian besar menggunakan kontrasepsi. Saya sungguh terkejut & prihatin atas hasil penelitian tersebut. Namun kenyataan di lingkungan saya menunjukkan hal tersebut. Orang-orang yang aktif di Gereja dan menjadi katekis di lingkungan kami dalam kehidupan perkawinannya menggunakan kontrasepsi. Apa yang diajarkan sungguh bertentangan dengan kenyataan. Yang menjadi pertanyaan, kenapa hal ini bisa terjadi? apakah pengajaran Katolik tentang pelarangan kontrasepsi ini belum sepenuhnya dimengerti oleh umat? Dan apa yang sudah dilakukan oleh Gereja katolik secara universal untuk melakukan seruan moral tersebut? Demikian, mohon ditanggapi. Terima kasih sebelumnya. Semoga kehidupan perkawinan… Read more »
Shalom Yosafat, Terima kasih atas tanggapannya. Memang, kalau direnungkan, ajaran tentang kontrasepsi adalah salah satu ajaran yang sungguh sulit, karena membutuhkan pengorbanan dan juga komitmen jangka panjang. Dan menjadi tantangan bagi para pengajar, termasuk pengajar kursus persiapan perkawinan, dan juga para pastor untuk menjelaskan pengajaran ini secara jelas. Dengan pengajaran yang jelas, maka umat diharapkan dapat benar-benar berusaha untuk menghindari kontrasepsi. Jadi, dua hal yang perlu ditingkatkan: 1) Pengajaran yang jelas, khususnya dalam kursus persiapan perkawinan dan kadang-kadang perlu disampaikan dalam homili, 2) keberanian umat untuk melaksanakan pengajaran ini. KWI telah memberikan pedoman pastoral keluarga dan juga mengeluarkan buletin keluarga.… Read more »
Ibu saya mau bertanya, pada saat masa subur kami berpantang melakukan hubungan sex. Tetapi pada saat masa tidak subur kami melakukan hubungan sex dengan kondom untuk lebih menjamin tidak terjadinya kehamilan (karena kalau tidak menggunakan kondom kami menjadi deg2an & melakukan hubungan dengan tidak enjoy)
Bagaimana tanggapan ibu? Terima kasih.
[dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab di atas – silakan klik.]
di kompas ada pernyataan bahwa Paus Bendiktus mengijinkan penggunaan kondom untuk mencegah AIDS (http://health.kompas.com/index.php/read/2010/11/21/18322522/Paus.Benediktus.XVI.Kondom.Dibolehkan.Asal…-8) Di artikel di atas dikatakan : “Pengajaran Gereja Katolik tentang Kasih dan Seksualitas selalu konsisten menentang penggunaan alat kontrasepsi. ” Apakah sekarang Gereja Katolik sudah tidak konsisten lagi? Mohon pencerahannya. Terima kasih. [Dari Katolisitas: Pertanyaan serupa sudah dibahas di sini, silakan klik. Gereja Katolik tetap konsisten dalam mengajarkan Seksualitas. Wawancara Paus Benediktus XVI dengan Peter Seewald tersebut tidak menyebutkan persetujuan Paus terhadap penggunaan kondom, tetapi hanya mengatakan pada kasus tertentu (dalam hal ini kasus pelacur pria homoseksual) pemakaian kondom dapat merupakan indikasi akan adanya langkah awal… Read more »
Saya ada pertanyaan sehubungan dengan keadaan di mana karena 1 dan lain hal dokter menyarankan supaya istri tidak hamil lagi. untuk keadaan khusus seperti ini apa ada dispensasi ? lalu untuk keadaan di mana setelah operasi caesar tidak diperbolehkan punya anak dulu selama 3 tahun…. masa abstain 3 tahun ?
Salam saudara Anonymous, Saya akan mencoba pertanyaan anda dengan selengkap mungkin. Terus terang, saya sendiri mempunyai pengalaman yang serupa seperti istri anda. 1) Pertanyaan 1: Saya ada pertanyaan sehubungan dengan keadaan di mana karena 1 dan lain hal dokter menyarankan supaya istri tidak hamil lagi. untuk keadaan khusus seperti ini apa ada dispensasi ? a) Secara garis besar, jawaban pertanyaan anda adalah: Apabila yang anda dan istri anda inginkan saat ini adalah upaya “pencegahan kehamilan”, Gereja Katolik TIDAK memberikan dispensasi khusus kepada pasangan suami-istri yang berupaya untuk mencegah kehamilan dengan cara kontrasepsi. Dengan kata lain, upacara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan… Read more »
terima kasih bu Maria atas penjelasannya, sugguh memberkati. Apa ada metoda lain selain Creighton yang bisa disarankan untuk cek dan ricek ? untuk menghindari kesalahan pembacaan. terima kasih.
Shalom Anonymous, Saya telah berdiskusi dengan Maria Brownell, dan kami sepakat untuk mengatakan bahwa metoda Creighton adalah metoda yang dapat dikatakan paling akurat dalam di antara metoda KB Alamiah lainnya. Maka kami tidak dapat memberitahukan lagi metoda lain untuk meng- cross-check metoda ini. Karena metoda lainnya seperti metoda pengamatan kalender: tidak terlalu akurat, metoda temperatur: kurang akurat karena terdapat banyak sekali faktor yang mempengaruhinya; dan metoda Billings juga adalah metoda dasar yang digunakan dalam metoda Creighton ini. Jadi mungkin saran kami, silakan anda menerapkan metoda Creighton ini, dan selanjutnya, fokuskanlah kepada cara- cara lain untuk mengungkapkan kasih antara suami istri.… Read more »
Kalau saya sih mikirnya sederhana aja, lebih ke konsekuensi dari penggunaan kedua methode yang diperdebatka antara Abin (Tetun ya??) dan ibu Ingrid sbb: 1. Penggunaan alat2 Kontrasepsi. Kalau menggunakan alat2 kontrasepsi konsekwensinya adalah : Kebebasan menyalurkan hasrat seksual baik pria maupun wanita dikarenakan oleh kenyamanan bahwa tidak akan ada kehamilan (Tanggun Jawab) kecil kemungkinan terkena penyakit kelamin seperti AIDS, dengan demikian maka akan timbul konsekwensi lain yakni free sex, hubungan sexual dibawa umur, hubungan sexual di luar nikah, perselingkuhan (pengrusakan moralitas), yang pada intinya adalah pelanggaran perintah Allah yang ke 6. 2. Methode Alamiah. Dengan methode ini suami dan istri… Read more »
Shalom Azio, Ya benar yang anda katakan. Ada orang yang memikirkan konsekuensinya, sehingga lebih dapat memahami mengapa Gereja Katolik melarang kontrasepsi. Namun sebenarnya, menurut Paus Yohanes Paulus II supaya lebih total dalam memahaminya, kita harus melihat dari kedua sisi sekaligus yaitu dari segi kasih dan tanggungjawab atau “love and responsibility“. Hanya manusia yang dapat mempertimbangkan dan melakukan kedua hal tersebut secara bijak. Inilah yang membuat kita sungguh-sungguh hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai manusia yang diciptakan sesuai dengan gambaran Allah; yaitu yang dapat mengasihi dengan menyadari segala tanggung jawabnya, justru untuk membuktikan kedalaman makna kasih itu. Makna kasih yang terdalam… Read more »
ShalomBu Ingrid, Saya mau tanya mengenai kontrasepsi dengan kondom, apakah juga dilarang oleh gereja? Bukankah kontrasepsi dengan kondom (atau ada juga metode lain yang sejenis) menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur sehingga belum terjadi pembuahan dan zygote, sehingga belum terjadi kehidupan baru? Jika metode yang ‘membiarkan’ pembuahan terlebih dahulu kemudian baru ‘dirusak’, saya dapat memahami mengapa gereja menentangnya. Apa bedanya dengan KB metode alamiah, jika niatnya dari kedua pasang suami istri itu memang tidak mempunyai anak (dulu) atau mengatur kapan mereka ingin mempunyai anak. Bukankah jika niatnya demikian juga ‘intervensi’ terhadap kehendak Tuhan dalam hal penciptaan atau seolah-oleah mereka… Read more »
Shalom Abin,
Silakan melihat jawaban di atas (silakan klik)
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- https://www.katolisitas.org.
Terima kasih Bu Ingrid atas jawaban yang lengkap dan jelas. Saya dapat mengerti alasan Gereja menentang kontrasepsi, sayapun setuju dengan Gereja yang menentang kontrasepsi. Namun saya masih melihat bahwa dengan KB alamipun sebenarnya tidak berbeda dengan KB non alami. Bedanya hanya KB alami ‘memanfaatkan’ masa subur dan tidak subur siklus menstruasi (kesuburan) seorang wanita sedangkan KB non alami memakai alat-alat kontrasepsi. Jika ibu mengatakan “saya percaya kepada-Mu, Tuhan, namun saya ingin Engkau tidak campur tangan dalam perbuatan saya di kamar tidur.”, itupun terjadi pada KB alami, karena memanfaatkan dengan sengaja dan sadar dan memang itu tujuannya untuk menghalangi mendapatkan (tambahan)… Read more »
Shalom Abin, Jika mau total melaksanakan penyerahan diri terhadap rencana Tuhan dalam perkawinan, memang tidak usah memakai metoda apapun, tetapi konsekuensinya dapat terjadi bahwa pasangan dapat mempunyai anak banyak sekali. Hal ini tentu membawa konsekuensi lain, bagaimana pasangan itu dapat secara bertanggungjawab membesarkan dan mendidik anak-anak dengan baik. Maka, jika pasangan sanggup membesarkan dan mendidik banyak anak, tentu hal itu baik, namun jika ada keterbatasan, maka pasangan diperbolehkan untuk mengaturnya, sejauh itu tidak bertentangan dengan hukum Tuhan. Sebab tujuan perkawinan menurut KGK 1601 adalah: … "membentuk kebersamaan antar pria dan wanita seumur hidup, yang terarah pada kesejahteraan suami istri serta… Read more »
Ibu Ingrid, mohon maaf jika saya dianggap “aw-ban” tetapi saya masih merasa ada yang mengganjal atas jawaban ibu. Pada pertanyaan saya sebelumnya memang sengaja saya tidak menyinggung konsekwensi jika tidak memakai metode KB apapun (menyerahkan sepenuhnya kepada kehendak Tuhan) karena saya tidak ingin melebar ke permasalahan efek dari tidak ber KB, yaitu banyak anak, banyak permasalahan dalam hal membesarkan dan mendidik serta biaya, masalah pangan, kependudukan dlsb. Namun saya lebih mau fokus terhadap perbedaan KB alami dan non-alami. (kontrasepsi atau pro-creation) Dan dari jawaban ibu seolah-olah ada suatu kompromi bahwa karena jika total menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan maka akan… Read more »
Shalom Abin, Saya yang mohon maaf karena tidak dapat menjelaskannya dengan baik. Saya coba lagi ya, menjabarkan apa yang menjadi pengajaran Magisterium Gereja Katolik yang menentang kontrasepsi ini, yang sesungguhnya sangat masuk akal. Paus Yohanes Paulus II dalam pengajarannya "Theology of the Body" (Teologi Tubuh) menjelaskan bahwa konsumasi dalam hubungan seksual suami istri dimaksudkan sebagai tanda sakramental yang menggambarkan keseluruhan (sums up, con-summates) kehidupan perkawinan. Tanda ini maksudnya penyerahan diri yang total (total self-giving) kepada pasangan, tanpa ada yang ‘dibuang’/ ‘dikurangi’. Pemberian diri yang total ini menjadi tanda sakramental tentang kemanunggalan Tuhan dalam kehidupan Trinitarian-Nya, dan juga tanda yang menggambarkan… Read more »
Terima kasih atas jawaban ibu Ingrid,
pertanyaan terakhir (semoga tidak bosan ya bu), jadi meskipun kita menggunakan metoda KB alami tetapi mentalnya adalah kontraseptif, niatnya menghalangi karya penciptaan Allah, bisa karena berbagai alasan seperti yang ibu sebutkan (ekonomi, agar tidak repot, dsb – alasan-alasan ini bisa subyektif sekali) adalah dosa. Betul begitu bu?
Lalu bagaimana dong kita supaya tidak melanggarnya, pelik bener ya?
Saya adalah org katholik yang benar-benar awam, dan membaca topik terbuka ini karena mencari exorcism dan kemudian tertarik mengenai KB secara katholik.
Kami telah memiliki 3 anak, dan kami memutuskan untuk melakukan steril pada saat anak ke tiga lahir, saya tidak tahu manakah cara dan keputusan yang benar. Banyak teman-teman katholik yang mempertanyakan keputusan kami. Saya adalah karyawan dengan penghasilan yang terbatas juga, sehingga saya akan berusaha terbaik bagi ketiga anak saya. Saya yakin banyak sekali keluarga khatolik yang dengan KB alamiah berusaha dengan segala cara untuk membatasi anaknya dengan maksimum 2 anak saja.
Shalom Vincent, Sterilisasi bukanlah hal yang diperbolehkan di Gereja Katolik. Tentang hal ini, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik Pada prinsipnya, sterilisasi itu tidak diperbolehkan karena melanggar hakekat perkawinan, seperti yang telah diajarkan dalam katekismus dan surat ensiklik Humanae Vitae. Ulasan tentang Humanae Vitae sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Walaupun dengan pertimbangan yang mungkin sama (dengan kebijaksanaan untuk membatasi jumlah anak), KB Alamiah tidak sama dengan sterilisasi, karena 1) pada metoda KB Alamiah, tidak tertutup kemungkinan adanya campur tangan Tuhan, 2) bahwa KB alamiah tidak merupakan bentuk penolakan tentang karunia kesuburan/ seksualitas yang sudah diberikan oleh… Read more »
Ibu Ingrid yang saya hormati, Maaf Bu, saya lupa tambahkan informasi bahwa istri saya melahirkan dengan operasi sectio caesar karena kesulitan dengan normal dan dokter juga mensyaratkan maksimum 3 anak karena resikonya terlalu besar. Tuhan Maha Kuasa, saya yakin bila Tuhan menghendaki, kita juga mungkin punya anak kembar pada kelahiran ke tiga(saya sebenarnya juga selalu berharap punya anak kembar sejak kelahiran pertama), atau dengan segala alasan maka sterilisasi gagal(tidak sempurna) dan kita akan punya anak lagi). Anak ke tiga saya pun sebenarnya tidak kita rencanakan, walaupun kami memakai kontrasepsi tetapi tetap gagal ( sebenarnya ke dua anak kami semuanya cewek… Read more »
Shalom Vincent, Terima kasih banyak atas kesaksian hidup anda. Ya benar, memang anak adalah berkat dari Tuhan yang harus disyukuri. Semoga kesaksian hidup anda menjadi inspirasi bagi keluarga-keluarga lain dan para pembaca situs ini. Semoga Tuhan memberikan rahmatnya kepada anda dan istri anda, sehingga anda berdua dapat menjadi gambaran akan kasih Allah bagi anak-anak, dan anda dapat mendidik anak-anak dengan baik, supaya mereka semua nanti dapat mencapai kerajaan Surga, tentu bersama anda juga. Teladan hidup orang tua dalam iman akan sangat berperan dalam kehidupan anak- anak, dan sungguh, iman adalah ‘harta ilahi’ yang paling berharga, yang dapat anda turunkan sebagai… Read more »
Kalau boleh saya bantu menjelaskan secara sederhana saja sih, Alat-alat kontrasepsi yang digunakan dalam metode Keluarga Berencana pada hakikatnya merekayasa keadaan dalam tubuh agar sebagaimana mungkin tidak terjadi pembuahan (entah ‘dikantongi’ atau ‘ditutup jalannya’ ataupun ‘dihilangkan’), dan hal tersebut tidaklah alami. Tidak ada pengaruhnya antara masa subur dengan masa tidak subur karena pembuahan tidak terjadi karena dihalangi oleh campur tangan manusia. Sedangkan pada metode Keluarga Berencana yang lain sepenuhnya bergantung pada keadaan tubuh sebagaimana yang telah diciptakan Tuhan, termasuk dengan adanya masa subur dan masa tidak subur pada perempuan (jelas itu adalah cipataan Tuhan). Pada konsep ‘kalender’ ini, justru kita… Read more »