Pertanyaan:
dear katolisitas.org…
saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan :
1.a. bagaimana sikap pandangan Gereja Katolik tentang Hesychasm??
b.apakah Hesychasm bertentangan dengan ajaran Katolik atau tidak??
c.kalau bertentangan kenapa Gereja Timur yang Katolik (bersatu dengan bishop of Rome) boleh melaksanakan atau melakukan praktek Hesychasm??
d. kalau tidak bertentangan kenapa St.Thomas Aquinas dalam Summa Theology-nya terlebih dalam Summa contra Gentiles-nya menentang Hesychasm dengan menulis chapternya yang berjudul “That in God Existence and Essence is the same” untuk mengupas hal tersebut??
e.bagimana Gereja Barat yang Katolik yang kebanyakan menganut paham skolastik dalam hal berteology menanggapi Gereja Timur yang Katolik yang menganut paham Theoria/Theosis dalam berteology yang kebanyakan kaum teology Gereja Barat memandang Negatif terhadap cara berteology Gereja Timur ini yang kalau dilihat cara berteology kedua Gereja ini saling bertentangan??
2. kenapa St.Gregory Palamas bisa diperbolehkan masuk dalam kalender liturgi orang kudus Gereja Katolik dan harinya boleh dirayakan oleh beberapa Eastern Catholic Church?? padahal bisa dibilang st.Gregory Palamas bisa dibilang sangat anti-Roma dengan keras menolak Filioque sampai akhir hayatnya dan Eastern Orthodox Church melabelinya sebagai salah satu 3 pilar Ke-Orthodox-an selain Mark of Efesus dan Pothius of Constantinople karena sangat anti Filioque??
St.Gregory Palamas berkata : “We will not receive you Latins in communion with us as long as you say that the Spirit is also from the Son”
harap team katolisitas.org menanggapinya…
terima kasih…
Pax Christi…
Christopher
Jawaban:
Shalom Christopher,
Berikut ini adalah jawaban saya tentang pertanyaan anda yang saya sarikan dari beberapa sumber, terutama dari link ini, silakan klik.
1. Tentang Hesychasm
Hesychasm yang dikenal sekarang, adalah suatu sistem mysticism yang dipegang oleh para rahib di Athos pada abad ke empat belas, yang menjadi bagian dari sejarah Gereja Byzantine. Prinsipnya para rahib tersebut berpegang pada suatu teori bahwa adalah mungkin –dengan sistem asketis dan ketidakterikatan dengan urusan dunia, ketaatan penuh pada seorang pembimbing spiritual, doa yang melibatkan penyerahan sempurna baik tubuh maupun kehendak — seseorang dapat melihat terang mistik, yang adalah terang Tuhan yang tidak diciptakan (the uncreated light of God). Menurut para Hesychast, terang ini adalah terang yang sama seperti yang terlihat pada saat Transfigurasi/ pada saat Yesus dimuliakan di atas gunung Tabor.
Dengan teori ini, para Hesychast membedakan dua hal dalam diri Tuhan, yaitu hakekat Tuhan (essence/ ousia) dan tindakan Tuhan (energi/ actus/ operatio). Nah, pembedaan inilah yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, yang mengajarkan bahwa pada Tuhan tidak ada pembagian- pembagian, karena Tuhan itu Maha sederhana.
Selanjutnya jika anda ingin membaca tentang Hesychasm, dan segala yang terjadi seputar pengajaran tersebut, silakan anda membaca lebih lanjut link yang saya berikan di atas dari New Advent Encyclopedia. Di sana anda kan membaca bahwa dari sejarahnya, teori Hesychasm juga dulu tidak dengan mudah diterima, bahkan di kalangan Gereja Timur. Palamas mendapat perlawanan dari sesama rahib, Barlaam, seorang Uskup Gerace di Calabria, yang datang ke Konstantinopel (1328-1341). Kemudian Logothete Theodorus Matochites, seorang teolog Yunani terkenal di abad ke -14 juga menentang ajaran Hesychasm. Barlaam menentang Hesychasm, sebab ia menolak adanya pembedaan/ pembagian antara Tuhan dan terang Tuhan yang bukan Tuhan.
Sinoda di Konstantinopel digelar tahun 1341, dipimpin oleh Raja Andronicus III, dan diakhiri dengan kemenangan pihak Hesychasm, demikian pula sinoda kedua (tanpa kehadiran patriarkh) yang dipimpin oleh John VI, Cantacuzenus, karena ia adalah teman Palamas. Pada tahun 1345 para patriarkh mengadakan sinoda ketiga dengan kehadiran para patriakh dan mereka mengekskomunikasi Palamas dan muridnya yang bernama Isidore Buchiras Uskup Monembasia. Pada saat John Cantacuzenus jaya dan masuk Konstantinopel, Palamas dan Buchiras mohon perlindungan. Ada faktor politik di sini, yang mendukung seolah Hesychasm identik dengan orthodoxy. Buchiras yang telah diekskomunikasi di sinoda ketiga diangkat menjadi patriakh, mengambil nama Isidore I, (1347-1349). Para pengikut Barlaam kemudian menggelar sinoda kelima, untuk menolak Buchiras, dan mengekskomunikasi Palamas. Sejak saat ini Nichephorus Gregoras menjadi penentang Hesychasm. Ketika Isidore wafat, ia digantikan oleh rahib Callistus I (1350-1354). Sinoda keenam digelar. Dalam sinoda itu, meskipun Gregoras telah menyampaikan pandangannya dengan berani, namun sinoda yang diadakan istana Cantacuzenus, pelindung Hesychasm itu, berakhir dengan diakuinya paham Hesychasm dan ajaran Palamas sebagai ajaran orthodox. Cantacuzens kemudian menjadi rahib dan menuliskan tentang kontemplasi terang, ajaran Hesychasm.
Selanjutnya, para anti Hesychasm itu mengadakan sinoda di Efesus, namun para patriarkh Konstantinopel dan banyak orang telah beranggapan bahwa ajaran Hesychasm adalah ajaran orthodox, dan penolakan akan ajaran itu menjadi seperti seolah membela Gereja Latin. Maka sejak saat itu (1368) paham Hesychasm selalu jaya di Gereja Timur.
2. Hesychasm bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik?
Prinsip yang dijadikan dasar pemahaman Hesychasm berbeda dengan ajaran Gereja Katolik. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Allah adalah Maha Sederhana /God is absolutely simple– (De Fide -lihat Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 31). Hal ini diajarkan pada Konsili Lateran pada abad ke 4, dan masih diajarkan terus demikian oleh konsili Vatikan, bahwa Tuhan merupakan hakekat/ kodrat yang mutlak sederhana (D 428, 1782).
Sejalan dengan prinsip ini, maka Gereja Katolik juga mengajarkan bahwa Sifat- sifat Tuhan (the Divine Attributes) semuanya adalah sama dengan Hakekat Allah (the Divine Essence)(De Fide– lihat Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 28). Ajaran ini ditetapkan oleh Sinoda di Rheims tahun 1148, untuk menolak ajaran dari Gilbert dari Poitiers yang mengajarkan bahwa Tuhan (God) berbeda dengan (Godhead), Hakekat-Nya berbeda dengan Sifat- sifatNya.
Nampaknya Hesychasm juga memegang prinsip pembedaan antara Hakekat Tuhan dan sifat- sifat Tuhan, seperti yang dipelopori oleh Gregorius Palamas (+ 1359). Menurut Palamas, hakekat Tuhan tidak dapat diketahui, sedangkan sifat- sifat-Nya dapat diketahui dengan doa kontemplatif melalui terang Allah yang tidak diciptakan (uncreated Divine light).
Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci mengajarkan bahwa Hakekat Tuhan sama dengan sifat- sifat-Nya, seperti yang dikatakan dalam 1 Yoh 4:8, “Allah adalah kasih.” St. Agustinus juga mengajarkan hal yang sama, “Apa yang dipunyai Tuhan adalah hakekat-Nya” (De civ. Dei XI 10, 1). Dengan demikian Gereja Katolik tidak membedakan antara hakekat dan energi pada Allah. Hakekat Allah ini baru dapat diketahui pada kehidupan yang akan datang, di mana kita akan memandang Allah muka dengan muka (1 Yoh 3:2), sedangkan yang kita terima di dunia ini adalah rahmat Allah (grace).
3. Gereja Timur yang Katolik boleh melaksanakan praktek Hesychasm?
Terus terang saya tidak mengetahui dengan persis tentang hal ini. Yang saya ketahui, bahwa memang ada proses biasa/ regular yang dilaksanakan jika seseorang ingin berdoa menurut ajaran para Hesychast, misalnya tubuh harus dijaga tidak bergerak untuk waktu yang lama, menjaga pernafasan, dagu yang ditekan/ ditempelkan ke dada, mata tertutup dan seterusnya. Sebenarnya, jika maksudnya adalah untuk kontemplasi akan Allah, maka ini tidak jauh berbeda dengan kontemplasi yang diajarkan oleh beberapa orang kudus, seperti St. Ignatius dari Loyola, maupun St. Teresa dari Avila. Maka dapat saja cara meditasi dan kontemplasi-nya dapat tetap dilakukan, namun ajaran tentang pembedaan hakekat dan energi dalam Diri Allah, tidak untuk dipertahankan.
4. St. Thomas Aquinas menentang Hesychasm?
Dalam bukunya Summa Contra Gentiles, bab 102, St. Thomas mengajarkan, “Bahwa di dalam Tuhan, Eksistensi dan Hakekat adalah sama”. Maksudnya, adalah sama bagi Tuhan, untuk menjadi Tuhan dan untuk menjadi apa yang menjadikannya sebagai Tuhan. St. Thomas, melanjutkan ajaran yang disampaikan oleh St. Agustinus, yaitu bahwa tidak ada perbedaan antara hakekat Allah dan sifat- sifat Allah. Dengan demikian, St. Thomas memang tidak sepaham dengan Hesychasm.
5. Bagaimana Gereja Barat (Roma) yang menganut paham skolastik menanggapi Gereja Timur yang menganut Theosis?
Gereja Katolik Roma, memegang Tradisi Suci sesuai dengan ajaran para Bapa Gereja, seperti yang telah ditetapkan oleh Konsili dan Sinoda para Uskup sejak abad ke-4. Sejujurnya, menurut hemat saya, pertentangan antara paham skolastik dan theosis sesungguhnya tidak terlalu tepat, karena perbandingan tersebut tidak “apple to apple“. Sebab pengertian skolastik yang mengacu pada pembelajaran/ studi teologi, dan Theosis yang mengacu kepada “divinization“/ “menjadikan ilahi” itu tidak dapat dipertentangkan, karena keduanya tidak bertentangan.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita sebagai Gereja mengambil bagian dalam kehidupan ilahi Allah sendiri di dalam sakramen- sakramen, mulai dari Sakramen Pembaptisan. Sehingga dalam hal ini, Gereja Katolik mengajarkan juga prinsip Theosis itu. Gereja Katolik tidak anti Theosis, namun pengertian Theosis-nya berbeda. Kita menerima rahmat Tuhan dan bersatu dengan Dia, tidak karena usaha asketis seperti yang dilakukan oleh para rahib (walaupun tentu persiapan rohani juga sangat penting), melainkan karena Allah sendiri yang menyampaikan rahmat-Nya melalui sakramen tersebut.
6. Mengapa St. Gregory Palamas dapat masuk dalam kalender liturgi Gereja Katolik?
Perayaan St. Gregorius Palamas tidak ada dalam Kalender Liturgi Roma, namun memang pihak Vatikan memperbolehkan perayaannya pada Gereja- gereja Timur dalam persekutuan dengan Gereja Katolik. Informasi ini dapat diperoleh di link ini, http://www.stamforddio.org/Feb.08.pdf
Memang ada beberapa orang kudus yang juga dihormati oleh Gereja- gereja lokal, namun tidak oleh seluruh Gereja universal. Fakta bahwa ketika beberapa Gereja Timur masuk dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik, pihak Vatikan memperbolehkan mereka untuk tetap merayakan perayaan St. Gregorius, selayaknya dilihat sebagai upaya tulus dari Gereja Katolik Roma, untuk merangkul Gereja- gereja Timur. Gereja Katolik tetap mengakui adanya hal- hal yang positif dari pengajaran Palamas; dan dapat saja ajaran- ajarannya dan komentar- komentar keras yang dinyatakannya kepada Gereja Katolik, lebih merupakan material heresy daripada formal heresy. Silakan melihat perbedaannya di sini, silakan klik. lihat point 4a.
Di atas semua itu, mari kita melihat kenyataan yang ada sekarang bahwa Gereja Katolik dan beberapa Gereja Timur juga semakin melihat adanya banyak faktor yang mempersatukan daripada memisahkan antara mereka. Hal Filioque juga sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Silakan membaca di sana, bahwa secara obyektif kitapun dapat menilai bahwa sesungguhnya tidak ada yang perlu dipermasalahkan karena sesungguhnya pemahaman Gereja Katolik dan Gereja Orthodox tentang hal ini tidak jauh berbeda, hanya penuangannya dalam kata- kata saja yang menjadikannya seolah berbeda.
Mari kita berdoa agar suatu saat nanti dapat tercapai suatu kata kesepakatan, sehingga kedua Gereja dapat bersatu dengan penuh, sehingga doa Kristus dalam Yoh 17:20-21 dapat terwujud.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya kira, kita perlu membedakan antara Gereja Katolik dan Gereja Katolik Latin sebagai Gereja Partikular.
Teologi Hesychasm sepertinya dianut oleh Gereja2 Katolik Timur yg Byzantine dan teologi yang Bu Ingrid uraikan adalah teologi Gereja Latin. Namun kalau dikatakan teologi Gereja Katolik itu seperti yg Bu Ingrid uraikan saja, maka dimanakah tempat Gereja2 Katolik Timur (terutama ritus Byzantine) yg bersatu dgn Paus? Bukankah mereka bagian dari Gereja Katolik juga? Bukankah ini adalah perbedaan ekspresi teologi Latin dan Byzantine yg masih 1 iman? Tujuannya adalah persatuan dgn Tuhan bukan?
Dan, bukankah energia ini kekal, tak berawal tak berakhir, dan walau pembedaan ini ada dari sisi manusia yang mengalami Allah, dari sisi Allah sendiri tidak ada keterpisahan, sehingga tidak mengkompromikan kesederhanaan Allah?
New Advent Encyclopedia dan Fundamentals-Catholic-Dogma kalau dilihat berasal dari sebelum Konsili Vatikan 2 setau saya, bukankah terlihat penjelasan disana lebih menekankan ketidaksesuaian teologi Latin kepada Byzantine?
Shalom Agios,
Gereja Katolik adalah Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik, sehingga tidak pas di sini jika kemudian kita membedakan lagi antara Gereja Katolik dan Gereja Katolik Latin. Jika sampai mau dibedakanpun, itu hanya dalam hal bahasa/ tradisi lokal (bukan Tradisi Suci) dan tidak dalam konteks membedakan ajarannya. Maka, yang saya uraikan di atas adalah teologi Gereja Katolik, yang tidak berubah antara sebelum Konsili Vatikan II dan sesudah Konsili Vatikan II; sebab Konsili Vatikan II tidaklah mengubah doktrin Gereja Katolik. Jika mau dikatakan ada perubahan, adalah perubahan dalam cara menyampaikan ajarannya: Vatikan II menyampaikan ajarannya secara pastoral, dan bukan dengan cara yang keras seperti konsili- konsili sebelumnya, yang secara tegas menyebutkan ‘anathema‘ bagi ajaran- ajaran yang menyimpang.
Menurut pengamatan saya, pembedaan energi dalam diri Allah dan hakekat Allah ini sama sekali tidak disinggung dalam konsili Vatikan II, dan oleh karena itu, kami di Katolisitas juga tidak dapat mengatakan bahwa ada perubahan ajaran Gereja Katolik dalam hal ini. Namun demikian, memang dikatakan dalam Konsili Vatikan II bahwa Gereja Katolik Barat mendorong agar ritus- ritus/ upacara liturgi Katolik Timur dipertahankan, itu juga suatu realita, sebab itu disebutkan dalam Konsili Vatikan II, Dekrit tentang Gereja- gereja Timur Katolik, Orientalium Ecclesiarum (OE):
“Hendaklah segenap umat Gereja- gereja Timur menyadari dan merasa yakin, bahwa mereka selalu dapat dan wajib melestarikan upacara-upacara Liturgi mereka yang sah serta tata-laksana mereka, dan bahwa perubahan-perubahan hanya boleh diadakan berdasarkan motivasi kemajuan mereka yang laras-serasi. Maka hendaklah itu semua oleh umat Gereja- gereja Timur dipatuhi dengan kesetiaan sepenuhnya. Mengenai semuanya itu mereka harus memperoleh pengertian yang makin mendalam dan mencapai tingkat pelaksanaan yang makin sempurna.” (OE 6)
Gereja Katolik bergembira atas bergabungnya beberapa Gereja Timur dalam persekutuan dengan Gereja Katolik, dan terus mengusahakan persekutuan sepenuhnya, yang tentu melibatkan hal doktrinal. Hal ini nampaknya masih menjadi perjuangan dan harus terus diusahakan, seperti juga dikatakan dalam OE 30:
“Konsili suci sangat bergembira atas kerja sama aktif yang berhasil antara Gereja-Gereja katolik Timur dan Barat, pun sekaligus menyatakan : bahwa semua peraturan hukum itu ditetapkan untuk situasi sekarang ini, sampai Gereja Katolik dan Gereja-Gereja Timur yang terpisah menyatu dalam persekutuan sepenuhnya. Sementara itu seluruh umat Kristen yang termasuk Gereja-Gereja Timur maupun Barat diminta dengan sangat, supaya penuh semangat dan dengan tekun, bahkan setiap hari memanjatkan doa-doa kepada Allah, supaya berkat bantuan Santa Bunda Allah, mereka semua menjadi satu….” (OE 30)
Sementara kita menunggu persekutuan yang sepenuhnya tersebut, jika memang masih belum terwujud pada sebagian Gereja Timur yang sudah ada dalam persekutuan dengan Gereja Katolik [dalam hal ini memang saya sendiri tidak mengetahui secara persis], maka kita perlu mendukungnya dengan doa. Namun tidak selayaknya ‘mendahului’ Magisterium dengan membuat pernyataan- pernyataan’ menurut pemahaman kita sendiri tentang hal itu, yang tidak pernah dinyatakan berubah oleh Magisterium.
Demikian yang dapat saya tanggapi dari komentar anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bu Ingrid,
Saya kira kita perlu mempelajari lebih jauh tentang apa makna persatuan dengan Roma bagi Gereja2 Katolik Timur. Ini tidak sama dengan berada dalam Gereja Latin langsung. Saya justru tidak mendahului hierarki atau membuat pemahaman saya sendiri. Yang saya suarakan adalah suara para awam, imam, uskup, dan patriarkh Gereja2 Katolik Timur. Saya akan memberikan beberapa kutipan dari apa yang mereka suarakan di bawah.
Saya juga setuju bahwa Gereja Katolik adalah, satu, kudus, katolik, apostolik. Tapi ini tidak berarti semua hal yang diekspresikan dalam teologi Gereja Latin SAMA DENGAN Gereja Katolik. Gereja yang Satu tidak berarti Gereja yang seragam, dan ekspresi teologi akan kebenaran yang sama tidak selalu berarti semua pendekatan teologi adalah sama. Kita bisa lihat dalam topik2 mengenai api penyucian, dosa berat dan ringan, primat Paus Roma, dan sakramen perkawinan. Gereja2 Katolik Timur tidak menyanggah ajaran Gereja Latin ini, tapi tidak mengajarkannya dengan cara Gereja Latin mengajarkannya karena mereka mengekspresikannya dengan cara Timur.
Ambillah soal purgatory, kita dapat melihat bahwa cara pendekatan teologi Latin dan Byzantine ada perbedaanya walaupun banyak kesamaannya. Tapi juga, Union of Brest mengatakan bahwa “We shall not debate about purgatory, but we entrust ourselves to the teaching of the Holy Church.” (http://jbburnett.com/resources/union-of-brest.html). Berarti memang perbedaan ekspresi teologis itu ada dalam Gereja Katolik itu sendiri. Tidak semua hal harus mengikuti ekspresi teologi Gereja Latin.
Jadi, seperti apa yang disuarakan hierarki Gereja2 Katolik Timur, ekspresi iman Timur memang tidak identik atau tidak seragam dengan Latin, bukan hanya soal tradisi, disiplin, dan liturginya saja.
—————-
Uskup Agung Elias Zoghby: “…the West has acquired the habit of considering its Latin Church as synonymous with the universal Catholic Church. This is a point of view that must be corrected today, not only in terminology but also in the entire conduct of the Church.” (The Divine Constitution of the Church, saat Konsili Vatikan 2 – http://www.melkite.org/xCouncil/Council-5.htm)
Uskup Agung George Hakim: “I only wish to let the council hear a voice of the East and of its patristic tradition, and to say that the doctrinal schemas presently being studied are foreign to that venerable and authentic tradition, in their wording, in their structure, in their perspective, and in their conceptualization.
These schemas certainly contain riches and values of Latin theology, and we are pleased to pay fervent homage to the magnificent intellectus fidei that this theology has provided for the Church. Nevertheless, we regret that, completely ignoring Eastern catechesis and theology, that of Cyril of Jerusalem, Gregory of Nazianzus, Gregory of Nyssa, Maximos the Confessor, John of Damascus, and so many others, the drafters have apparently monopolized the universal faith for the benefit of their particular theology, and seem to wish to erect as exclusive conciliar truth what is a valid expression, but a local and partial one, of God’s Revelation.
The schemas that have been presented are exclusively the fruit of scholasticism — good and true fruit, certainly — but produced by only certain elements of the Tradition of the Church. The character of this council invites us to avoid confining the word of God within particular categories, and to avoid eliminating another intellectus fidei by disregarding it.
Here are some examples that illustrate what I am saying:
Eastern theology gives full emphasis to the definition of man as image of God, which leads it to conceive in a manner different from that of the Latins the abstract distinction between nature and grace, and thus the relationship of God and men, as it is presented in Revelation.
Another example: Eastern theology considers the Paschal mystery in its unique totality—death and resurrection—while Latin theology dwells more on the aspect and the theory of satisfaction.
I enumerate quickly these examples to demonstrate the Catholic presence of Eastern theology, whose truth and orthodoxy are clearly indisputable.
That is why I, nourished by this authentic tradition, feel myself a stranger to the terminology and the structure of the proposed schemas, and I understand still more clearly the criticisms that have been made from the evangelical and pastoral perspectives, and with which I am in complete agreement.” (Divine Revelation – The Absence of Eastern Theology – http://www.melkite.org/xCouncil/Council-2.htm)
Paus Yohanes Paulus 2: “I would like to convey a cordial greeting to those Eastern Churches who live in full communion with the Bishop of Rome, while still preserving their ancient liturgical, disciplinary and spiritual traditions. They offer a special witness to that diversity in unity which adds to the beauty of Christ’s Church…” (Encyclical Letter Ut unum sint, n. 60 – An Excerpt from His Holiness John Paul II’s remarks at the General Audience on Wednesday, August 9, 1995 – as reported by L’Osservatore Romano, August 23, 1995, p.7)
Uskup Agung Joseph Tawil: “One prime source of spiritual assimilation for Eastern Catholics has been the phenomenon known as ‘latinization’, the copying by Eastern Catholics of the theology, spiritual practices, and liturgical customs of the Latin Church. Latinization implies either the superiority of the Roman rite -the position denounced by Vatican II – or the desirability of the assimilation process, an opinion with which we cannot agree. Not only is it unnecessary to adopt the customs of the Latin rite to manifest one’s Catholicism, it is an offense against the unity of the Church. As we have said above, to do this would be to betray our ecumenical mission and, in a real sense, to betray the Catholic Church.
For this reason many parishes are attempting to return to the practice of Eastern traditions in all their purity. This has often entailed redecoration of the churches and elimination of certain devotions on which many of the people had been brought up. In some places, our priests, attempting to follow the decree of the Council in this matter have been opposed by some of their parishioners. Other priests have been reluctant to move in this direction, as they feared that division and conflict would result. We should all know in this regard that a latinized Eastern Church cannot bear anything but false witness, as it seems to be living proof that Latinism and Catholicism are indeed one and the same thing.” (The Christmas, 1970 Pastoral Letter- A SECOND DANGER: THE ASSIMILATION PROCESS)
——————————-
Masih banyak kutipan2 yang bisa didapat sebenarnya untuk menyuarakan bahwa ada keberagaman ekspresi teologis antara Barat dan Timur. Banyak informasi berbobot seputar Katolik Timur saya dapatkan dari para expert awam dan klerus Katolik Timur di: Facebook page “Katolik Timur”, forum Catholic Answers di bagian Katolik Timur, dan forum Byzcath.org yang memang adalah forum Katolik Timur. Saya ingin mendorong bu Ingrid untuk mempelajari lebih jauh ttg sejarah Gereja2 Katolik Timur dari sejak dari persatuannya sampai perkembangannya sekarang ini.
Beberapa minggu lalu, seorang seminarian Katolik Ukraina (yang adalah orang Indonesia juga) menulis bahwa Gereja-gereja Katolik adalah Gereja-gereja partikular yang berbeda-beda “dengan ekspresi teologis yang juga berbeda-beda, tetapi dalam satu persekutuan penuh (full communion) dan merupakan satu saudara. Tidak ada “persaingan” di antara kita, tidak ada yang merasa diri lebih baik dari yang lain atau merasa perlu untuk merendahkan yang lain…jadi kita saling appreciate perbedaan satu sama lain.” – Point yang dia sampaikan secara kebetulan sama persis seperti maksud saya.
Segini dulu komentar saya. Terima kasih.
Shalom Agios,
Pertama- tama terima kasih atas masukan anda. Saya akan berusaha membaca tentang Gereja Timur di waktu yang akan datang. Sayangnya link- link yang anda sertakan dari Gereja Melkite tidak dapat saya buka (yang keluar adalah tulisan: ‘page cannot be found‘).
Kami di Katolisitas memang menampilkan ajaran Magisterium Gereja Katolik, menurut tradisi Latin, namun sebenarnya, bukan maksud kami untuk merendahkan Gereja- gereja Timur, atau menganggapnya sebagai saingan. Konsili Vatikan mengajarkan bahwa kita semua saudara dalam kesatuan Gereja Katolik, dan saya juga menjunjung tinggi pengajaran itu. Paus Yohanes Paulus II dalam Ut unum Sint memang mengatakan,
“With regard to the Eastern Catholic Churches in communion with the Catholic Church, the Council expressed its esteem in these terms: “While thanking God that many Eastern sons of the Catholic Church … are already living in full communion with their brethren who follow the tradition of the West, this sacred Synod declares that this entire heritage of spirituality and liturgy, of discipline and theology, in their various traditions, belongs to the full catholic and apostolic character of the Church”.100 Certainly the Eastern Catholic Churches, in the spirit of the Decree on Ecumenism, will play a constructive role in the dialogue of love and in the theological dialogue at both the local and international levels, and thus contribute to mutual understanding and the continuing pursuit of full unity.101
Church’s very structure, in the variety of ministries and services under the leadership of the Bishop, successor of the Apostles. The first Councils are an eloquent witness to this enduring unity in diversity”.102 How can unity be restored after almost a thousand years? This is the great task which the Catholic Church must accomplish, a task equally incumbent on the Orthodox Church. Thus can be understood the continuing relevance of dialogue, guided by the light and strength of the Holy Spirit.”
Nah, maka pernyataarn Paus Yohanes di sini, sesuai dengan beberapa pernyataannya di kesempatan- kesempatan yang lain tentang persatuan yang penuh dengan Gereja- gereja Katolik Timur, yang sebenarnya masih berjalan terus. Artinya walaupun langkah- langkah persatuan sudah dimulai, namun masih harus terus diusahakan sampai tercipta saling pengertian yang menyeluruh antara kedua belah pihak.
Nah, dengan prinsip inilah saya memberikan tanggapan tentang topik Hesychasm. Memang diketahui bahwa hal itu adalah salah satu ekspresi teologis tentang persatuan dengan Allah, dan tentu ini adalah sesuatu yang baik. Namun secara obyektif memang ada perbedaan pengertian teologis yang mendasarinya tentang Hesychasm ini, seperti telah diulas di artikel di atas. Tentang perbedaan ini, sejauh pengetahuan saya, belum ada ajaran resmi Magisterium Gereja, yang mengatakan bahwa dasar teologis praktek Hesychasm (yaitu pemisahan antara hakekat Allah dan energi Allah) itu disetujui. Bahwa praktek Hesychasm-nya sendiri itu baik, dan menurut saya sangat menyerupai tradisi yang diajarkan oleh para mistik dari Gereja Katolik tradisi Latin; namun yang belum ada tertulis secara eksplisit adalah bagaimana me-rekonsiliasikan antara ajaran teologi skolastik dengan ajaran Gereja Timur tersebut. Jika anda memiliki informasinya (tentang Hesychasm, yang bukan hanya berasal dari para tokoh Gereja Timur, tetapi dari pihak Magisterium Gereja), mohon anda memberitahu saya, sehingga saya dapat merevisi jawaban saya.
Sejauh yang saya ketahui, yang disebut sebagai sesuatu yang harus sama- sama dihormati adalah eskpresi teologis, dan belum sampai menyentuh kepada hal definisi ajaran teologis yang mendasarinya. Maka menurut hemat saya, kemungkinan sejauh ini, dialog yang sudah dilakukan masih dalam proses untuk mencapai pemahaman bersama tentang bagaimana mencapai persatuan yang total, yang bukannya menyeragamkan semua ekspresi teologis, melainkan kesatuan dasar pemahaman tentang ajaran yang mendasarinya tersebut. Jika hal ini sudah tercapai, dan suatu hari nanti ada pengajaran definitif dari pihak Magisterium Gereja yang lebih memperjelas tentang Hesychasm, maka saya akan dengan senang hati menayangkannya di situs ini, atas dasar ketaatan saya kepada Magisterium, yang juga diakui sebagai ‘the first among equals‘ oleh Gereja- gereja Timur.
Demikian, semoga anda juga dapat memahami posisi kami di Katolisitas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org
dear bu Inggrid…
terima kasih atas jawabannya…
saya ingin menyanggah beberapa statement ibu kalau boleh….
1. tentang Hesychasm dan Theoria(Theosis) dan Tradisi Gereja Timur?
menurut bahasa Greek: ἡσυχασμός, hesychasmos, dari kata ἡσυχία, hesychia yang kalau di Indonesiakan berarti : “keheningan, istirahat, tenang, diam”…
nah praktek Hesychasm ini dilakukan oleh Gereja Timur baik yang bersatu dengan Roma maupun tidak…
Praktek ini seperti yang dikatakan oleh bu Inggrid dilakukan oleh para biara2 Monsatik Gereja Timur…
nah praktek ini seperti yang juga dikatakan oleh Bu Inggrid agar para pelaku Hesychasm dapat melihat Uncreated Light of God atau seperti Sinar Tranfigurasi Yesus pada Gunung Tabor, dan pada umumnya merekapun membedakan bahwa Essensi Allah(ousia) tidak dapat dirasakan dan tidak dapat dicapai secara trasenden, tetapi Energi Allah (Energeia) dapat dirasakan dengan cara melakukan Hesychasm…
karena Gereja Timur menganut theologi Theosis(divinization/pengilahian, pendewaan, atau membuat ilahi) yang pada umumnya berarti membuat orang beriman melakukan perbuatan(praksis) menjadi theosis dari melaksanakan ajaran-ajaran rohani dari Yesus Kristus dan Injil-Nya dan yang cenderung Helenistik berbeda dengan Gereja Barat (Actus Purus), maka pada intinya mereka percaya bahwa Allah itu Satu, dan Absolut, maka makhluk ciptaan tidak dapat menjadi Allah secara Essensi(ousia), hiper-sedang (apophaticism), bahkan bagian penting dari Pribadi Allah (dari tiga keberadaan Pribadi Allah disebut hypostasis). Karena itu bertentangan dengan Monotheisme dan menjadi henosis atau penyerapan ke dalam Tuhan filsafat kafir Yunani…
Namun, setiap bentuk wujud(bentuk/Image/Wajah/Citra) dan realitas terdiri dari energi (Energeia) yang imanen(keadaan tetap ada) dari Allah. Sebagai energi yang aktual(sebenarnya) adalah Allah (imanensi-Nya), maka Eksistensi(realita)dari Allah atau ontologi, juga merupakan aktivitas Allah. Sehingga untuk menghindari panteisme sementara sebagian menerima Neoplatonismes ‘istilah dan konsep-konsep umum…
maka Orthodox pada umumnya mengatakan dengan didamaikannya manusia dengan Allah ketika Yesus menjadi manusia dan masuk ke sejarah manusia dan menebus dosa manusia maka manusia kembali ke citra manusia sebenarnya…
Tanpa perjuangan, yang praksis, tidak ada iman sejati; iman mengarah ke tindakan, tanpa perbuatan maka iman mati. maka dari Satu-Kesatuan ini kita harus bersatu akan, pikiran, dan tindakan kepada kehendak Allah, pikiran-Nya, dan tindakan-Nya. Seseorang harus menjadi cermin, seperti Allah dalam Kebenaran. Lebih dari itu, karena Allah dan manusia bukan saja melebih dari kesamaan dalam Kristus tetapi melainkan juga sebagai kesatuan sejati, kehidupan orang Kristen lebih dari sekedar imitasi dan agar dari itu harus bersatu dengan kehidupan Allah sendiri: sehingga orang yang bekerja untuk mencapai keselamatan bersatu dengan Allah, nah dalam hal ini bekerja dalam peniten baik untuk melakukan apa yang menyenangkan Allah. dan dikatakan lagi Gregory Palamas menegaskan kemungkinan persatuan manusia dengan Tuhan dalam energi-Nya, sementara juga menegaskan bahwa karena itu transendensi/esensi(ousia) Allah dan secara mutlak, tidak mungkin untuk setiap orang atau makhluk lain untuk mengetahui atau untuk bersatu dengan Allah dalam esensi…
maka Melalui theoria(theosis), dengan Kontemplasi kepada tritunggal yang Allah(dengan melakukan Hesychasm), Manusia datang untuk mengetahui dan mengalami apa artinya menjadi sepenuhnya manusia (gambar/Citra/Wujud/Bentuk yang dibuat Allah); melalui persekutuan dengan Yesus Kristus, Allah berbagi sendiri dengan umat manusia, untuk menyatakan kepada kita semua bahwa Dia adalah Pengetahuan, Kebenaran, dan Kudus. Sebagai Allah menjadi manusia(Inkarnasi), dalam segala hal kecuali dosa, Ia juga akan membuat manusia Ilahi (Kudus atau suci), dalam segala hal, kecuali dalam hakikat ilahi-Nya (tidak bersebab atau tidak diciptakan).
konsep ini diambil dari ajaran beberapa Bapa Gereja seperti:
a. St.Athanasius dari Alexandria :
“God became man so that man might become god” (On the Incarnation 54:3, PG 25:192B)
dari statement St.Athanasius katanya menjelaskan doktrin theosis Orthodox ini karena kelihatannya absurd dengan mengatakan Manusia yang jatuh dalam dosa bisa menjadi Kudus seperti Allah yang adalah Kudus, tetapi dengan adanya Inkarnasi Allah Putera hal ini menjadi bisa, seperti yang diajari dalam Gereja KAtolik tentang Kekudusan….
b. St. Maximus the Confessor :
“A sure warrant for looking forward with hope to deification of human nature is provided by the incarnation of God, which makes man god to the same degree as God himself became man…. Let us become the image of the one whole God, bearing nothing earthly in ourselves, so that we may consort with God and become gods, receiving from God our existence as gods. For it is clear that He who became man without sin (cf. Heb. 4:15) will divinize human nature without changing it into the divine nature, and will raise it up for his own sake to the same degree as He lowered himself for man’s sake. This is what St Paul teaches mystically when he says, ‘…that in the ages to come he might display the overflowing richness of His grace’ (Eph. 2:7).”(page 178 PHILOKALIA Volume II)
c. St Irenaeus menjelaskan ajaran ini dari Against Heresies, Book 5, dalam Preface :
“the Word of God, our Lord Jesus Christ, who did, through his transcendent love, become what we are, that He might bring us to be even what He is Himself.”
Sebuah analogi umum untuk theosis adalah yang dari logam yang dimasukkan ke dalam api. logam memperoleh semua sifat-sifat api (panas, cahaya), sedangkan esensinya tetap bahwa logam. Menggunakan analogi kepala dan tubuh dari St Paulus, Setiap orang yang percaya Kristus mengambil bagian kemuliaan Kristus. Seperti St John Chrysostom mengamati, “di mana terdapat kepala, tubuhpun terdapat juga, karena dengan segala cara tidak ada kepala terpisah dari tubuh, karena jika memang dipisahkan, tidak akan ada tubuh dan tidak akan ada kepala”.
maka dalam Perjalanan menuju theosis mencakup berbagai bentuk praktek. Bentuk yang paling jelas adalah hidup dalam Monastisisme dan Clergy. Dari tradisi biara(monastik) Timur praktek Hesychasm yang paling penting sebagai cara untuk membangun hubungan langsung dengan Tuhan. Tinggal di komunitas gereja dan mengambil bagian secara teratur sakramen, dan terutama Ekaristi, diambil sebagai jaminan. Juga penting adalah budidaya “doa hati”, Dan doa yang tidak pernah berhenti, seperti Paulus menasihati orang-orang Tesalonika (1 dan 2). Doa ini gencar dari hati adalah tema dominan dalam tulisan-tulisan para Bapa, terutama di dikumpulkan dalam Philokalia. Si “pelaku” utama dalam Pengudusan itu sendiri adalah Roh Kudus, yang dengan Roh Kudus manusia akan bergabung untuk menerima rahmat transformasi(perubahan) dengan praksis dan doa. Synergeia atau kerjasama antara Allah dan manusia tidak mengarah kepada manusia diserap ke dalam Allah seperti yang diajarkan dalam bentuk pagan sebelumnya dalam bentuk pendewaan seperti Henosis. Melainkan mengungkapkan kesatuan, dalam sifat saling melengkapi antara yang diciptakan dengan Sang Pencipta. Akuisisi Roh Kudus adalah kunci sebagai perolehan roh mengarah ke refleksi diri…
atau apa yang bu Inggrid katakan sebagai bentuk dari Mysticsm dari Gereja Timur…
diambil dari link: http://www.greekorthodoxchurch.org/theosis_contents.html….
Praktek Hesychastic mungkin melibatkan postur tubuh tertentu dan disertai dengan pola pernapasan yang disengaja seperti yang dijelaskan oleh Bu Inggrid dan dijelaskan oleh teks-teks kuno lebih dalam Philokalia..
Hesychasts sepenuhnya diintegrasikan ke dalam liturgis dan sakramental kehidupan Gereja Ortodoks, termasuk siklus harian doa liturgi Ilahi dan dalam Liturgi Ilahi(mass)…
praktek Hesychastic melibatkan mengakuisisi keheningan batin dan mengabaikan indra fisik. Dalam hal ini, hesychasm menunjukkan akarnya dalam Evagrius Pontikos dan bahkan dalam tradisi Yunani asketisme kembali ke Plato. The Hesychast menafsirkan’s perintah Kristus dalam Injil Matius untuk “masuk ke kamar Anda untuk berdoa” berarti bahwa seseorang harus mengabaikan indera dan menfokuskan ke dalam diri(secara spiritual).
Santo Yohanes dari Sinai menulis: “Hesychasm adalah mengisi kekosongan Jasmani dari Cognitive fakultas utama yg tak punya jiwa (Ortodoks mengajarkan dua fakultas kognitif, nous dan logo) di rumah Jasmani tubuh. ” (Ladder, Step 27, 5, (Step 27, 6 dalam edisi Holy Transfiguration).)…
Pada Ladder, Step 27, 5, (Step 27, 6 dalam edisi Holy Transfiguration), St Yohanes dari Sinai menjelaskan praktek Hesychast sebagai berikut:
Ambil tempat duduk Anda di tempat yang tinggi dan lihat, jika hanya Anda tahu bagaimana, dan kemudian Anda akan melihat dengan cara apa, kapan, dimana, berapa banyak dan jenis pencuri datang untuk masuk dan mencuri buah anggur dari kelompok Anda. Ketika penjaga itu lelah, dia berdiri dan berdoa, dan kemudian dia duduk lagi dan berani lagi menjalankan tugasnya kembali.
Dalam bagian ini, St Yohanes dari Sinai mengatakan bahwa tugas utama Hesychast adalah untuk terlibat dalam askesis mental. Askesis mental ini adalah penolakan terhadap segala pemikiran menggoda (para “pencuri”) dan datang ke Hesychast sebagaimana ia melihat dan memperhatikan keadaan tenang di pertapaan nya…
Tampak bahwa kekhasan masa Hesychast berkaitan dengan integrasi pengulangan terus-menerus dari Doa Yesus(Jesus Prayer) ke dalam praktek askesis mental yang sudah digunakan oleh pertapa di Mesir…
Pada abad ke-14 seperti yang dijelaskan oleh Bu Inggrid, biarawan2 di Gunung Athos melakukan persyaratan Hesychasm dan Hesychast mengacu pada praktek dan praktisi dari metode askesis mental yang melibatkan penggunaan Doa Yesus dibantu oleh teknik psikofisik tertentu.
Dalam kesendirian dan ketenangan Hesychast mengulangi Doa Yesus, “Yesus Kristus, Putra Allah, Tuhan kasihanilah aku, orang berdosa.” Hesychast berdoa Doa Yesus(Jesus Prayer) semakin “dengan Hati”, “-dengan makna”, “dengan maksud”, “dengan nyata”…
2. Hesychasm, Teologi Gereja Barat dan ajaran Gereja Katolik
jadi pada umumnya saya rasa Hesychasm tidak bertentangan dengan Ajaran Gereja Katolik karena praktek inipun seperti penjelasan Bu Inggrid terjadi juga pada biara2 Kontemplasi seperti biara Carmelit dan dilaksanakan oleh beberapa orang Kudus Gereja Katolik pada abad pertengahan seperti St.Ignatius Loyola, Sta.Theresia Avilla, dan bahkan praktek Hesychasm(diam/tenang) sepertinya juga dilakukan oleh St.Yohanes dari Salib yang menemukan Yesus dalam kegelapan dalam kontemplasinya walaupun tidak sama yang terjadi dalam Gereja Timur…
dalam buku Partakers of the divine nature: the history and development of deificiation in the Christian traditions, Ajaran Gereja Katolik tidak bertengan dengan Hesychasm(page 243, link :http://books.google.com.hk/books?id=DgtUoMqm594C&pg=PA243&dq=Wittung+%22Western+scholars%22&hl=en&ei=4n7XTJDZHoWqvQOwhcjxCQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CCwQ6AEwAA#v=onepage&q&f=false)…
selain itu juga pada umumnya Hesychasmpun tidak ada dalam ensilik2 Paus maupun dokumen2 Gereja yang menentang Hesychasm, dan bahkan dalam Enchiridion Symbolorum et Definitionum (Handbook of Creeds and Definitions) karangan Heinrich Joseph Dominicus Denzinger kata Hesychasm tidak ditemukan, selain itu dalam Surat Apostolik Oriental Lumennya(link:http://www.vatican.va/holy_father/john_paul_ii/apost_letters/documents/hf_jp-ii_apl_02051995_orientale-lumen_en.html) Paus Yohanes Paulus II dijelaskan disitu agar semua tradisi Gereja Timur harus dijaga sebagai Pusaka Iman Gereja Katolik seperti yang dikatakan pada Konsili Vatican II bagian Orientialium Ecclesiarum, Unitatis Redintegratio dan masih banyak surat2 Ensilik maupun Motu proprio…
dan dalam Pesan Angelus 11 Agustus 1996 mengatakan Theology Gereja Timur memperkaya Seluruh Gereja terutama hesychast (link : http://www.catholicculture.org/culture/library/view.cfm?id=5660&CFID=55205184&CFTOKEN=60246223)
saya akhir2 ini membaca tulisan2 Gereja KAtolik Timur, silahkan bu Inggrid melihat-lihat kalau ada waktu yang disana dikatakan Hesychasm sebenarnya tidak bertentangan dengan Ajaran Gereja Katolik :
link :
http://rumkatkilise.org/byzpope.htm
http://rumkatkilise.org/byzspirit.htm
http://easterncatholicspiritualrenewal.blogspot.com/2010/08/dynamics-of-hesychasm.html
http://easterncatholicspiritualrenewal.blogspot.com/2010/10/hesychasm-and-happy-meals-monastic.html
http://easterncatholicspiritualrenewal.blogspot.com/2010/10/hesychasm-is-for-all.html
http://www.byzcath.org/forums/ubbthreads.php/topics/351022/Eastern%20Catholic%20Hesychasm
salam damai…
Pax Christi
Shalom Christopher,
1. Praktek Hesychasm dan latar belakang ajarannya
Saya tidak mengatakan bahwa Hesychasm adalah praktek yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Sebab memang praktek doa hening dalam ketenangan yang menjadi inti spiritualitas para Hesychast itu memang baik dan bahkan hampir sama dengan praktek- praktek doa kontemplasi yang dilakukan oleh para rahib, biarawan Katolik dan para Santa- Santo.
Namun yang menjadi sedikit perbedaan di sini adalah penghayatan tentang tujuan yang akan dicapai dalam praktek ini. Para Hesychast mengharapkan akan melihat “Uncreated Light” of God, yang berbeda dengan hakekat Allah (God’s essence) yang tidak dapat dipahami oleh manusia. Pemahaman inilah yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Magisterium Gereja Katolik.
Sebab Magisterium Gereja Katolik, walaupun juga mengajarkan bahwa:
– Hakekat/ kodrat Allah tidak dapat dipahami oleh manusia (De fide)- seperti dinyatakan dalam Konsili Lateran ke 4 (1215), dan Konsili Vatikan, berdasarkan atas Rom 11:33. (D 428, 1782).
– [Bahkan] Hakekat Allah juga tidak dapat dipahami sepenuhnya oleh mereka yang terberkati di surga : God’s essence is also incomprehensible to the blessed in Heaven (De fide– D 418, 1782), atas dasar bahwa terdapat jurang yang tak terbatas (boundless abyss) antara Roh Allah yang tak terbatas dengan roh mahluk ciptaan yang terbatas (lih. Summa Theology, I, 12, 7).
namun Magisterium Gereja Katolik tidak membedakan antara hakekat Allah dengan terang Allah (Uncreated Light of God). Sebab yang diajarkan secara definitif tentang Allah adalah:
Silakan anda membaca di buku karangan Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, pada hal. 28, jelas disebutkan tentang mengapa ajaran Hesychasts ini tidak sesuai dengan yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Sebab para Hesychasts melalui ajaran Palamas, mengajarkan bahwa Divine Essence (hakekat Tuhan) dibedakan dengan Divine Efficacy/ Divine Attributes (sifat- sifat Tuhan). Ini yang tidak sesuai, sebab Kitab Suci menyatakan bahwa keduanya identik, seperti dalam ayat Yoh 4:8, Allah adalah Kasih.
2. Hal persatuan dengan Allah
Ajaran Hesychasm yang menekankan tentang persatuan dengan Allah, tidak bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik. Karena Gereja Katolik juga mengajarkan demikian. Maka Gereja Katolik juga meyakini apa yang diajarkan oleh St. Athanasius, St. Maximus, dan St. Irenaeus yang anda kutip. Bahkan persatuan ini secara khusus memang terjadi setiap kali kita bersatu dengan Tuhan Yesus di dalam Ekaristi.
Soal analogi logam yang dimasukkan dalam api yang menyala, tentu itu analogi yang baik. Sebab biar bagaimanapun logam dipanaskan (jika logam itu dianalogikan manusia) maka tidak mungkin bersatu menjadi sama dengan apinya itu sendiri (jika api dianalogikan Allah). Namun masalahnya di sini api bukan analogi yang tepat buat Allah, karena api merupakan sesuatu yang material yang terdiri dari sifat- sifat dan mempunyai wujud fisik sebagai api. Sedangkan Allah itu Roh (Yoh 4:24), maka tidak ada wujud fisik pada Allah, sehingga esensinya sama dengan sifat- sifat-Nya, seperti yang telah disebutkan di atas.
3. Kutipan anda tentang tulisan Paus Yohanes Paulus II yang dimuat di Catholicculture.org
Saya telah membaca artikel tersebut, dan saya tidak mempunyai pemahaman yang sama dengan anda. Paus Yohanes Paulus II memang mengatakan bahwa Teologi Gereja Timur telah memperkaya seluruh Gereja (seperti pada judulnya), namun Paus juga tidak menapik kenyataan bahwa terdapat juga adanya perbedaaan dalam hal- hal tertentu pada praktek Hesychasm ini. Hanya saja, dalam kesempatan itu nampaknya Paus memilih untuk tidak membahasnya, karena ia bermaksud untuk memberi highlight/ penekanan pada persamaan yang ada di antara ajaran Gereja Katolik dan paham Hesychasm, yaitu tentang kemungkinan bagi seseorang untuk menyatukan dirinya dengan Allah.
Berikut ini saya sampaikan kutipannya, mengapa saya berpendapat demikian:
“There was no lack of tension with the Catholic viewpoint on certain aspects of this practice [practice of Hesychasm]. However, we should acknowledge the good intentions which guided the defense of this spiritual method, that is, to emphasize the concrete possibility that man is given to unite himself with the Triune God in the intimacy of his heart, in that deep union of grace which Eastern theology likes to describe with the particularly powerful term of “theosis”, “divinization”…… How many things we have in common! It is time for Catholics and Orthodox to make an extra effort to understand each other better and to recognize with the renewed wonder of brotherhood what the Spirit is accomplishing in their respective traditions towards a new Christian springtime.”
Jadi memang ulasan singkat dari Paus Yohanes Paulus II itu memang bukan untuk dipakai sebagai dasar yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara paham Hesychasm dengan ajaran Gereja Katolik; karena memang di tulisan itu Paus tidak berkata demikian. Pada tulisan itu, Paus hanya ingin menegaskan adanya persamaan antara maksud/ tujuan doa para hesychast tersebut dengan tujuan latihan rohani dalam Gereja Katolik, yang sama- sama berfokus untuk persatuan dengan Tuhan. Jika kita membaca spiritualitas yang diajarkan oleh St. Teresia dari Avila dalam Interior Castle/ Puri Batin, kita akan mengetahui, bahwa apa yang dikatakan oleh Paus Yohanes Paulus II ini sungguh benar.
Maka kesimpulannya, Christopher, saya mengajak anda untuk melihat hal ini dengan kacamata yang lebih obyektif. Memang ada banyak persamaan antara paham Hesychasm dengan ajaran Gereja Katolik, tetapi tidak semua yang mereka ajarkan itu sama persis dengan ajaran Gereja Katolik. Setidaknya, belum ada pernyataan definitif dari Gereja Katolik yang menyatakan persamaan yang menyeluruh tersebut, atau pernyataan yang mengatakan bahwa tidak adanya perbedaan tersebut.
Jadi, silakan jika anda ingin mengetahui cara meditasi para Hesychast. Namun alangkah baiknya jika anda mengetahui bahwa apapun caranya, tidak mengubah kenyataan bahwa Allah yang kita sembah itu sungguh Allah yang satu dan sederhana, dan tidak terbagi- bagi menjadi energi dan esensi. Saya rasa dengan pemahaman ini malahan hati kita bisa lebih tertuju kepada Allah, Sumber segala sesuatu, yang menghendaki kita untuk turut mengambil bagian di dalam kehidupan ilahi-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
dear katolisitas.org…
saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan :
1.a. bagaimana sikap pandangan Gereja Katolik tentang Hesychasm??
b.apakah Hesychasm bertentangan dengan ajaran Katolik atau tidak??
c.kalau bertentangan kenapa Gereja Timur yang Katolik (bersatu dengan bishop of Rome) boleh melaksanakan atau melakukan praktek Hesychasm?
[Dari Katolisitas: Pertanyaan selengkapnya dan jawabannya telah ditayangkan di atas, silakan klik]
Pax Christi…
Christopher
Comments are closed.