Pertanyaan:
“Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: “kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?”
Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali,apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya,kamu,yang telah mengikut Aku,akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Matius 19 : 27
1.Apa yangg dimaksud ayat tersebut?
2. Apa yang dimaksud 12 takhta di ayat tersebut ?
3. Apa yang di maksud ke 12 suku Israel?
4. Bukankah Yesus satu2nya hakim pada akhir zaman,mengapa yg duduk di 12 takhta akan mengghakimi juga?
Trimaksih
Mohon pencerahannya..
Fiat voluntas tua
Jawaban:
Shalom Jerry,
1. Berikut ini adalah interpretasi ayat Mat 18:27-28, menurut A Catholic Commentary of Holy Scripture, Dom Orchard, OSB, ed.
Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. (Mat 19:27-28)
ay.27: “Kami telah meninggalkan semuanya”. Betapa Rasul Petrus begitu yakin akan hal ini! Ia yang sebelumnya adalah hanya seorang nelayan, selalu miskin, hidup dari pekerjaannya dan memperoleh roti dengan keringatnya; namun dengan keyakinan yang teguh ia mengatakan, bahwa ia telah meninggalkan segalanya (St. Jerome/ Hieronimus) — Sebab kita tidak harus memperhitungkan apa yang ditinggalkannya, melainkan kehendak yang dengannya ia meninggalkan segalanya. Ia meninggalkan banyak hal, dan tidak menyisakannya untuk dirinya sendiri. Adalah sesuatu yang besar untuk menyerahkan segala sesuatu, meskipun hal- hal yang kita tinggalkan tidaklah begitu besar dari diri mereka sendiri. Apakah kita tidak memperhatikan betapa besarnya kecintaan kita terhadap segala hal yang telah kita miliki dan betapa bersemangatnya kita mencari apa yang tidak kita miliki? Dalam hal inilah St. Petrus dan saudaranya St. Andreas, meninggalkan banyak hal, sebab mereka menyangkal diri mereka sendiri bahkan hasrat dan keinginan untuk memiliki apapun. (St. Gregory, on S. Mat. hom. v.) — Meskipun saya tidak kaya, saya tidak boleh, karena hal itu, menerima lebih sedikit penghargaan, sebab para rasul yang telah berbuat hal yang sama dengan saya, adalah tidak lebih kaya daripada saya. Oleh karena itu, ia yang meninggalkan segala yang dimilikinya, meninggalkan segalanya di dunia, dan menginginkan untuk memiliki sesuatu yang melebihi semuanya itu. (St. Augustine, ep. lxxxix. ad. Hilar.)
ay.28: Yesus Kristus menyebutkan kebangkitan badan sebagai ‘penciptaan kembali’, sebab saat itu akan terjadi pemulihan tubuh manusia dan seluruh dunia. Janji ini yang dibuat kepada para rasul untuk duduk di takhta pada saat penghakiman terakhir, dan menghakimi kedua belas suku Israel, harus dimengerti tidak terbatas kepada para rasul atau kepada orang- orang Yahudi saja. Sebab St. Paulus mengatakan (lih. 1Kor 6:2 dan3) bahwa tidak hanya dia, tetapi banyak dari jemaat di Korintus yang kepadanya ia menuliskan suratnya, akan menghakimi tidak hanya keduabelas suku Israel, tetapi juga seluruh dunia, dan bahkan para malaikat sendiri. Pandangan para Bapa Gereja, seperti St. Jerome (Hieronimus), St. Agustinus dan St. Gregorius dan lainnya, mengatakan bahwa semua orang- orang yang seperti para rasul, yaitu telah meninggalkan kenikmatan dunia, melekat pada Kristus di dalam pikiran dan kasih, dan dengan setiap cara yang mungkin memajukan kemuliaan Kristus dan pewartaan Injil-Nya, akan dihormati dengan diperbolehkan duduk bersama-Nya di dalam penghakiman pada saat kebangkitan badan. (Tirinus) — Kamu juga akan duduk di kedua belas takhta, artinya, pada saat kebangkitan badan, ketika Kristus akan tampil di tahta kemuliaan-Nya dengan pengadilan surgawi, dan dengan para umat pilihan-Nya, akan menghukum dunia yang jahat. (Witham)
Dengan interpretasi ini, maka demikianlah tanggapan untuk pertanyaan anda selanjutnya:
2. Maka ‘takhta’ di sini adalah ungkapan figuratif tentang kedudukan orang- orang pilihan Tuhan, yang telah mengikuti jejak para rasul dalam meninggalkan kesenangan dunia untuk hidup bagi Allah.
3. Kedua belas suku Israel di sini tidak hanya untuk diartikan sebagai keduabelas suku Israel secara literal, tetapi juga keseluruhan umat manusia (dan bahkan para malaikat), yang telah diciptakan Allah, demi maksud-Nya mempersatukan segala sesuatunya di dalam Kristus, sang Mesias dan Raja Israel (Mrk 15:32; Kol 1:16-20).
4. Keberadaan para umat pilihan Allah yang menduduki 12 takhta tersebut bukan untuk menyaingi Kristus, tetapi untuk bersama- sama mendukung penghakiman Kristus, yaitu untuk menghukum mereka yang jahat.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam damai Kristus,
Saya ingin bertanya;
1. Mengapa jumlah murid Yesus harus 12? Seperti yg tertulis di KIS 1:15-26 dimana Matias dipilih untuk menggantikan posisi Yudas. Apakah ada hubungannya dengan ke-12 suku Israel?
2. Apakah tertulis di dalam alkitab bahwa pembaptisan yang sah haruslah baptis selam seperti yg di yakini oleh saudara “seberang” kita?
Mohon maaf sebelumnya bila ternyata pertanyaan saya sudah pernah dijawab.
Saya sudah coba fitur search Katolisitas, yg keluar hanya kata “Loading…..” yg tak kunjung selesai :)
Terima kasih banyak sebelumnya.
Eddy
[Dari Katolisitas: Ya, penunjukan kedua belas rasul 1 Kor 5:5, adalah untuk mewakili/ menjadi gambaran penggenapan dari kedua belas suku Israel (Mat 19:28).
Tentang Baptis Selam sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, dan Apakah baptisan Katolik tidak sah karena bukan baptis selam, silakan klik di sini]
Terima kasih bu Ingrid, penjelasan anda sangat detail dan bagus, semoga kasih karunia Tuhan Yesus selalu menyertai semua tim Katolisitas….
Jika berkenan saya mau menanyakan pertanyaan lagi (mgkn melenceng jauh dari topik ini): “Bagaimana gereja memandang para tentara yg harus berjuang (saling bunuh) demi negaranya? Apakah mereka mendapat pengampunan khusus, krn mereka terpaksa harus membunuh lawan demi negaranya?? Lalu bagaimana jika kasusnya spt tentara invasi (yg menyerang negara lain), karena mereka pun ada yang sebetulnya kurang setuju, namun harus patuh pada perintah atasan demi negaranya, sehingga mereka terpaksa harus berperang……….
Trima kasih.
Berkah Dalem
Shalom Michael,
Nampaknya yang perlu diketahui di sini, apakah pertempuran tersebut dapat dikatakan sebagai perang yang adil (just war) atau tidak. Sebab dalam Kitab Suci dikatakan demikian kepada para prajurit, “Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu” (Luk 3:14); dan di sini tidak dikatakan bahwa menjadi prajurit adalah dosa.
St. Thomas Aquinas memberikan tiga prinsip yang harus dipenuhi seluruhnya, agar suatu perang dapat dikatakan sebagai adil/ dapat dibenarkan secara moral, yaitu: 1) Diadakan oleh otoritas pemerintah yang sah. Sebab pemerintah yang sah mempunyai tugas dari Allah untuk melindungi pihak yang lemah ataupun untuk melindungi rakyatnya dari mereka yang berbuat kejahatan (lih. Rom 13:4, Mzm 82:4); 2) Diperlukan alasan yang adil, yaitu bahwa pihak yang dilawan haruslah karena ia telah berbuat kesalahan; 3) Negara yang berperang harus mempunyai maksud yang benar, yaitu untuk memajukan kebaikan dan untuk menghindari kejahatan. St. Agustinus mengajarkan, “True religion looks upon as peaceful those wars that are waged not for motives of aggrandizement, or cruelty, but with the object of securing peace, of punishing evil-doers, and of uplifting the good.” (Can. Apud. Caus. xxiii, qu. 1).
(lih. Summa Theologica, II-II, q.40, a.1)
Nah, jika ketiga kondisi ini dipenuhi semuanya, maka perang tersebut dapat dibenarkan secara moral. Masalahnya adalah jika memang perang itu tidak memenuhi ketiga syarat tersebut, atau hanya memenuhi satu atau dua syarat saja, sehingga tidak dapat dibenarkan secara moral. Maka kedua pertanyaan anda harus dihubungkan dalam konteks apakah perang-nya itu sendiri adil (lawful/ just) atau tidak? Adalah suatu dilema bagi prajurit yang bertugas di lapangan, dan sesungguhnya hanya Tuhan yang paling mengetahui kasus per kasus, apakah suatu keadaan perang (dan orang- orang yang terlibat di dalamnya) dapat dibenarkan atau tidak. Namun sesungguhnya tanggung jawab moral yang lebih besar ada di tangan para pemimpin negara. St. Maria Faustina pernah mengisahkan wahyu pribadinya, di mana ia melihat bahwa para pemimpin negara diadili secara khusus oleh Tuhan. Sesungguhnya ini sesuai dengan prinsip ajaran Injil, sebab “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” (Luk 12:48). Sebab para pemimpin negara itu dipercaya oleh Tuhan untuk memimpin banyak orang, untuk mengusahakan kehidupan dan masa depan yang lebih baik bagi orang- orang yang mereka pimpin itu. Maka wajarlah jika Tuhan menuntut banyak dari mereka, dan akan menuntut keadilan, jika ternyata mereka tidak melakukan tugasnya dengan baik. Sebab para tuan dan penguasa harus mengingat bahwa sesungguhnya mereka menerima tugas mereka dari Tuhan, dan bahwa mereka juga mempunyai ‘tuan’ yaitu Tuhan di surga (lih. Kol 4:1).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya ingin bertanya Di lukas 22 ttg perikop 12 Takhta jg pd ayat:36 di katakan “…dan barang siapa yg tidak mempunyai nya hendak lah ia menjual jubahnya dan membeli pedang.
Lalu d ayat slnjut nya Yesus m’atakan bahwa Dia akan menggenapi nas Kitab Suci”Ia akan terhitung diantara pemberontak-pemberontak…..
Kemudian di akir perikop yaitu ayat38.”Kata mereka:Tuhan,ini dua pedang.
Lalu Yesus menjawab:Sudah cukup!!
Dari mulai ayat” tsb sy ingin m’etahui pesan apa yg tkandung,lalu sy jg ingin b’tanya:
1.Apa mksd nya menjual jubah untuk membeli pedang?
2.Siapa pemberontak” yg di maksud?apa kah pada Nas itu Yesus d anggap sbg pemberontak krn tlah mendobrak tradisi keagamaan Yahudi yg kolot??
3.Kenapa 2 pedang saja sudah cukup??apa makna sebenarnya dr kata’ tsb??
Trima kasi…….
Berkah Dalem
Shalom Michael,
Berikut ini adalah keterangan penjelasan dari The Navarre Bible, yang mungkin dapat menjawab pertanyaan anda:
Ay. 36-38
Yesus memberitahukan tentang penderitaan-Nya dengan menghubungkan nubuat Nabi Yesaya tentang Hamba Tuhan yang menderita (Yes 53:12), dengan diri-Nya sendiri – “karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak” – dan dengan menunjukkan bahwa semua nubuat yang lain tentang penderitaan yang akan dialami oleh Sang Penebus akan digenapi di dalam diri-Nya. Waktu pengujian segera tiba dan Tuhan kita berbicara [tentang hal itu] dengan menggunakan simbol ketika Ia berkata tentang ‘membawa bekal pundi- pundi dan menjual jubah untuk membeli pedang’. Namun para rasul memahaminya secara literal, dan ini membuat-Nya melontarkan tanggapan yang sepertinya mengizinkan, “Sudah cukup”. “Seperti dengan cara yang sama,” kata St. Theophylact, “ketika kita berbicara kepada seseorang dan melihat bahwa dia tidak mengerti, kita berkata, “Baiklah, sudahlah.” (Enarratio in Evangelium Lucae, in loc.)
1& 3. Jadi hal menjual jubah untuk membeli pedang adalah ungkapan simbolis untuk menyatakan ‘berjaga- jagalah’.
2. “Ia [Yesus] terhitung di antara pemberontak- pemberontak” ini adalah nubuat yang menyatakan kematian Yesus yang disalibkan di antara para pencuri/ orang durhaka (lih. Mar 15:28, Luk 22:37).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Trima kasi untuk bu Inggrid yg tlah memberi penjelasan nya yg bgtu bagus dan mudah di mengerti……
Kapan tim katolisitas m’adakan ‘road-show’spt d Gereja st.Fransiscus Xaverius Smg yg lampau hehehehe
,saya rasa ‘road-show’ spt itu sangat b’guna bagi p’etahuan umat m’enai wawasan katolik dan seluk beluk nya,karna tkadang kita sbg umat mgkn cm melaksanakan sgala ssuatu nya tanpa tau sejarah atau pun asal muasal nya,dan tkadang sering tradisi’ Gereja di anggap ‘sesat’ oleh umat non-katolik sehingga bisa m’bawa p’aruh buruk bagi umat yg tidak tau harus bertanya kmn lg……….
Sekali lg trima kasi kpd Ibu Inggrid,Bp.Stef dan para pembimbing katolisitas lain nya….
Tuhan Memberkati…
[Dari Katolisitas: Terima kasih atas dukungan anda. Sementara ini belum ada rencana ke Semarang; sebenarnya tanpa acara temu darat kami sudah cukup disibukkan oleh banyaknya pertanyaan yang masuk ke redaksi. Mohon doa dari anda.]
Salam Damai Kristus
Saya ingin menanyakan
“Jika seseorang dlm usaha nya slalu d liputi kegagalan,apakah itu b’arti ada leluhur nya yg terkutuk sehingga org tsb harus mematah kan kutukan tsb dng mengikuti retret pohon keluarga(klo sy tdk slh)?apa tidak bisa dng cara lain??
Apakah di ajaran katolik meyakini “karma/balasan”jika kita melakukan dosa” atau perbuatan merugikan orang lain(semisal menggelap kan uang,atau mempermainkan wanita)maka anak atau keturunan kita bisa terkena spt yg kita lakukan pada org lain tsb,begitu juga sebalik nya jika kita pernah berbuat kebaikan pada seseorang maka mgkn suatu saat anak keturunan kita jg akan mndapat kebaikan dr org lain jg??
Lalu 1lagi pertanyaan sy:
“Apa sebenar nya yg di maksud dlm pengertian “tabur dan tuai”krn bbrpa kerabat dan tmn sy m’artikan nya “jika kita menabur(beramal atau mnyumbang untuk gereja)maka kita akan menuai(mendapat pahala)—hal ini trasa m’ganjal dlm hati sy,bukan kah klo bgtu itu sm saja dengan teologi kemakmuran yg pernah sy baca dr artikel katolisitas.lalu apa yang di kehendaki Tuhan dr pengajaran tentang “tabur dan tuai”
.
Trima kasi,berkah dalem.
Shalom Michael,
1. Tentang pembahasan Retret Pohon Keluarga, dan mengapa retret tersebut dilarang, silakan klik di sini.
Jika seseorang sering mengalami kegagalan usaha, sebaiknya ia tidak serta merta menyangka bahwa hal itu disebabkan karena kutuk atau kesalahan orang tua ataupun leluhur. Sebab ada banyak faktor lainnya yang perlu ditemukan dan diakui dengan kerendahan hati sebagai kemungkinan penyebabnya, misalnya, apakah ada kekurangan ataupun sifat- sifat/kelakuan negatif dari orang tersebut, sehingga usahanya tidak maju/ jatuh? Apakah ia cukup rendah hati untuk belajar dari kesalahan? Apakah secara teknis orang itu menguasai bidang usahanya? Apakah dibuat cukup studi pasar sebelum usaha dimulai? Apakah ia sudah cukup berdoa memohon campur tangan Tuhan dan mengandalkan Dia?
Setelah mengadakan pemeriksaan batin yang baik, dan dengan rendah hati menerima kekurangan, silakan mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa, dan tekunlah menerima Ekaristi dalam Misa Kudus dan tetaplah berdoa memohon pertolongan Tuhan. Rahmat Pembaptisan sesungguhnya telah mematahkan segala kuasa jahat dalam diri kita, sehingga selanjutnya kita tidak perlu merasa kuatir bahwa kita masih berada di bawah pengaruh belenggu kutuk ataupun sejenisnya. Sepanjang kita hidup di dalam Tuhan Yesus, dan tidak pernah ‘bermain- main’ dengan kuasa kegelapan, maka kita tidak perlu takut akan adanya belenggu tersebut dalam kehidupan kita.
2. Apakah ajaran Katolik mengajarkan karma atau balasan dosa?
Seperti telah diuraikan di atas, jika karma yang dimaksud adalah kesalahan dari pihak orang tua/ leluhur, maka hal itu tidak diajarkan dalam iman Katolik, karena Kitab Suci mengatakan, “Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya, janganlah juga anak dihukum mati karena ayahnya; setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri (Ul 24:16; lihat juga Yer 31:30). Atau Kitab Yehezkiel mengatakan, “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya (Yeh 18:20).
Demikian juga, jika karma yang dimaksud berhubungan dengan doktrin reinkarnasi, ini bertentangan dengan iman Katolik. Mengapa? Karena ada perbedaan yang sangar besar antara hewan dan manusia. Manusia diciptakan menurut gambaran Allah (Kej 1:26), sedangkan hewan, tidak. Dengan demikian, tidak mungkin hewan menjadi manusia dan manusia menjadi hewan, walaupun dalam kehidupan yang berbeda. Sebab, Sabda Tuhan mengatakan bahwa manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi (Ibr 9:27), maka tidak mungkin ada kehidupan terdahulu sebelum kita hidup sekarang (yang mengisyaratkan bahwa terjadi kematian berkali- kali). Tentang perbedaan mendasar antara tumbuhan, hewan dan manusia, silakan klik di sini.
Namun tentang pembalasan ataupun akibat dari perbuatan jahat yang dilakukan, itu memang ada, sebab Tuhan itu Maha Adil. Pembalasan ini adalah hak Tuhan (lih. Ibr 10:30), dan dilakukan Tuhan sesuai perbuatan- perbuatan manusia (lih. Yes 59:18, Rat 3:64). Jika pembalasan itu tidak terjadi di dunia ini, maka yang jelas akan diperhitungkan di kehidupan kekal. Sebab setelah kita wafat, kita akan diadili sesuai dengan perbuatan kita (lih. Why 20:12).
3. Tentang hukum tabur tuai.
Kitab Suci mengajarkan, “Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Kor 9:6). Namun hukum tabur tuai yang diajarkan di dalam Kitab Suci harus kita pahami secara menyeluruh, dan sebab yang ditabur itu tidak hanya sesuatu yang kelihatan, tetapi juga yang tidak kelihatan, seperti kasih, pengabdian, pengorbanan, dst. Dengan demikian, hukum tabur tuai ini tidak terbatas pada hal harta milik/ materi. Pertama- tama, kita harus melihat masa hidup kita di dunia ini sebagai masa menabur benih kasih, sebab Tuhan terlebih dahulu mengasihi kita. Semakin banyak kita mengasihi, semakin banyak pula Tuhan menunjukkan kasih-Nya kepada kita, dan ini tidak dapat diukur dari kemakmuran jasmani.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam bu Ingrid,
Berikut kutipan dr tulisan bu Ingrid,
“Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya, janganlah juga anak dihukum mati karena ayahnya; setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri (Ul 24:16; lihat juga Yer 31:30). Atau Kitab Yehezkiel mengatakan, “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya (Yeh 18:20).
Pertanyaan saya, dlm artikel lain d situs ini, klau tidak slh mengenai konsekuensi dosa, dituliskan bahwa sbg konsekuensi dosa dr raja Daud karena membunuh Uzia, Daud mengalami kematian anaknya, kenapa harus anaknya yg menanggung dosa ayahnya (Daud), jadi nampaknya ayat ini bertentangan dgn dua ayat yg sy kutip di atas, mohon pencerahan.
Salam kasih,
Salu
Shalom Salu,
Perintah yang tertulis dalam Ul 24:16 adalah perintah yang diberikan Allah kepada bangsa Israel, yang mengajarkan kepada kita bahwa manusia tidak mempunyai hak atas kehidupan manusia: manusia tidak boleh membunuh sesamanya. Sebab kehidupan manusia adalah sesuatu yang sakral yang menjadi hak Tuhan. Tuhanlah yang memberi kehidupan, dan adalah hak Tuhan untuk mengambilnya kembali, sesuai dengan kehendak-Nya.
Maka perintah ‘jangan membunuh’ yang diberikan Allah kepada manusia, janganlah dipertentangkan dengan ayat-ayat yang lain yang menunjukkan bagaimana Allah dapat, menurut kebijaksanaan-Nya, mengambil kehidupan seseorang, untuk mengajarkan sesuatu yang penting kepada manusia, dan dengan demikian mendatangkan kebaikan kepada banyak orang. Sebab biar bagaimanapun harus kita akui bahwa Tuhan-lah yang empunya kehidupan manusia. Dengan pemahaman ini, kita dapat menerima, bahwa Tuhan mengambil nyawa anak Raja Daud untuk mengajar dia [dan kita semua] bahwa setiap dosa membawa konsekuensi/ akibat yang harus ditanggung. Maka anak Raja Daud itu memang diambil nyawanya oleh Tuhan, namun bukan karena ia dihukum menanggung dosa ayahnya. Namun Tuhan yang berkuasa atas kehidupan semua manusia, menganggapnya baik jika jiwa anak itu kembali kepada-Nya, untuk mengajarkan sesuatu yang penting kepada Daud ayahnya (dan kita semua yang membaca kisahnya tersebut) akan konsekuensi dosa, agar kita lebih bersungguh-sungguh untuk menghindari berbuat dosa, terutama dosa berat. Sedangkan tentang jiwa anak Daud tersebut, tentu Tuhan sendirilah yang dengan adil akan memberikan yang terbaik baginya seturut kehendak dan kebijaksanaan-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih Bu Ingrid atas tanggapanya,
Salam kasih,
Salu.
saya ingin bertanya adakah yudas eskariot termasuk dalam senarai 12 rasul yang akan menduduki 12 takhta tersebut?
Shalom Adrian,
Terima kasih atas pertanyaannya. Sesuai dengan apa yang dituliskan di Kisah Para Rasul, yang menuliskan “Sebab ada tertulis dalam kitab Mazmur: Biarlah perkemahannya menjadi sunyi, dan biarlah tidak ada penghuni di dalamnya: dan: Biarlah jabatannya diambil orang lain.” (Kis 1:20), maka jabatan rasul Yudas Iskariot diganti oleh Matias (lih. Kis 1:26). Ini berarti Yudas tidak menduduki salah satu dari 12 tahta tersebut, namun yang menduduki adalah Matias bersama dengan 11 rasul yang lain.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Menghukum mereka yang jahat, apakah ini berarti di api penyucian? atau pada saat penghakiman terakhir,jika saat penghakiman terakhir bukankah jiwa akan dilemparkan ke Surga atau ke Neraka, untuk apalagi penghukuman terhadap mereka yang jahat itu?
Mohon penjelasannya
Terima kasih
Shalom Jerry,
Semua yang jahat dalam Penghakiman Terakhir akan dihukum di neraka. Api penyucian tidak ada lagi setelah Penghakiman Terakhir. Silakan anda membaca di sini tentang ada dua macam Penghakiman (Pengadilan khusus dan Pengadilan Umum/ Penghakiman Terakhir), silakan klik.
Pada Pengadilan Terakhir itu segala yang jahat dinyatakan jahat di hadapan segala mahluk, demikian pula hal yang baik. Demikianlah, di akhir jaman nanti maka semua orang pilihan Kristus akan dimuliakan, baik tubuh dan jiwa, di surga, dan yang jahat menuju ke tempat menghukuman, yaitu neraka.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
“Lalu Petrus menjawab dan berkata kepada Yesus: “kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?”
Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali,apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya,kamu,yang telah mengikut Aku,akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Matius 19 : 27
1.Apa yangg dimaksud ayat tersebut?
2. Apa yang dimaksud 12 takhta di ayat tersebut ?
3. Apa yang di maksud ke 12 suku Israel?
4. Bukankah Yesus satu2nya hakim pada akhir zaman,mengapa yg duduk di 12 takhta akan mengghakimi juga?
Trimaksih
Mohon pencerahannya..
Fiat voluntas tua
[Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.