Pertanyaan:
selamat pagi Ibu Ingrid dan Pak Stef..
Berkah Dalem..
Saya ingin bertanya…
adakah dasar biblis yang menyatakan bahwa karunia dan talenta (yang merupakan pemberian Tuhan), bisa juga menjadi sarana bagi iblis untuk menyesatkan umat-Nya..???
Saya juga minta tolong pembahasannya…
Terima kasih…. JBU,
Zepe
Jawaban:
Shalom Zepe,
Terima kasih atas pertanyaan anda tentang talenta dan karunia: apakah dapat dipakai oleh Iblis untuk menyesatkan? Memang tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini, karena memang tidak secara eksplisit tertulis demikian. Namun Kitab Suci jelas mengajarkan kepada kita bahwa talenta ataupun karunia yang diberikan Allah kepada kita harus kita gunakan dan kembangkan dengan bertanggungjawab; sebab pada akhirnya Tuhan akan menghakimi kita sesuai dengan apa yang telah kita perbuat dengan talenta dan karunia tersebut (lih. Luk 12:48). Nah, saat kita mempergunakan karunia tersebut, memang kehendak bebas kita juga turut terlibat, dan di sinilah terdapat pergumulannya, yaitu apakah penggunaan talenta itu berfokus untuk kemuliaan Allah, atau untuk kemuliaan diri sendiri. Jika fokus penggunaan talenta/ karunia adalah untuk kemuliaan Allah, maka karunia ini dapat berguna untuk membangun keseluruhan Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Sedangkan jika fokusnya untuk kemuliaan diri sendiri, maka buahnya adalah perpecahan, dan inilah yang menyesatkan banyak orang.
Kristus sendiri mengajarkan dalam perumpamaan talenta, agar talenta yang diberikan Allah kepada kita itu dikembangkan untuk kemuliaan Allah (lih. Mat 25:14-30, Luk 19: 12-27). Maka memang kita tidak seharusnya menyimpan/ ‘mengubur’ talenta untuk diri sendiri saja. Artinya, kita harus mau berbagi dan menggunakan talenta dan karunia yang Tuhan sudah berikan untuk membangun orang lain juga. Kita harus mengingat pengajaran Rasul Paulus yaitu, “Bertolong-tolonganlah dalam menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal 6:2). Hukum Kristus ini tentunya adalah hukum kasih, yang adalah hukum yang terutama: mengasihi Allah dan mengasihi sesama, demi kasih kita kepada Allah (lih. Mat 22:37-39; Mrk 12:30-31; Luk 10:27).
Maka kasih tidak pernah terlepas dari karunia Allah, dan kasih merupakan prinsip yang utama dalam menyikapi talenta dan karunia yang Tuhan berikan kepada kita. Itulah sebabnya, bukan suatu kebetulan bahwa Rasul Paulus menuliskan perikop tentang kasih (1 Kor 13) di antara perikop tentang rupa- rupa karunia (1 Kor 12) dan karunia Roh Kudus (1 Kor 14).
Maksudnya adalah:
1. Tiap- tiap kita mempunyai karunia yang berlain- lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada kita (Rom 12:6). Namun demikian, meskipun ada rupa- rupa karunia, tetapi kita satu Roh (1 Kor 12:4)
2. Karunia yang kita terima harus dikembangkan dengan kasih. Prinsip dasar kasih adalah ‘membagi’/ memberi dengan murah hati, karena kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri (1 Kor 13:4-5). Dengan membagi maka kita juga akan menerima, dan dengan demikian semakin mengembangkan talenta/ karunia yang Tuhan percayakan kepada kita. Prinsip inilah yang kembali ditekankan oleh Rasul Paulus pada saat mengajarkan konsep kesatuan umat beriman sebagai anggota-anggota Tubuh Kristus (lih. 1 Kor 12).
3. Karunia- karunia dari Allah harus digunakan untuk membangun jemaat/ Gereja (lih. 1 Kor 14:12). Karunia yang dimaksud oleh Rasul Paulus di sini antara lain adalah: karunia sebagai rasul, nabi, pengajar, mengadakan mukjizat, menyembuhkan, melayani, memimpin, berkata- kata dalam bahasa Roh dan menafsirkannya (1 Kor 12:28-30) ataupun bernubuat (1 Kor 14:1).
4. Karunia- karunia dari Allah itu harus digunakan dan dikembangkan di dalam kerendahan hati, sebab kasih itu tidak memegahkan diri dan sombong (1 Kor 13:4), tidak mencari keuntungan diri sendiri…. sabar menanggung segala sesuatu (1 Kor 13:4-7).
5. Karunia- karunia Allah harus dimanifestasikan dalam kesopanan dan keteraturan (1 Kor 14:40), sebab Allah menghendaki damai sejahtera (1 kor 14:38).
Dengan demikian, untuk menilai apakah suatu karunia itu dapat digunakan oleh Iblis untuk menyesatkan umat, kita melihat sejauh mana terjadi penyimpangan dari prinsip kasih, seperti telah disebutkan di atas. Pemeriksaan secara sederhana, dapat dilihat misalnya demikian:
1. Apakah buah yang dihasilkan adalah kesatuan (satu Roh) ataukah perpecahan?
2. Jika karunia itu dalam rupa penglihatan atau pengetahuan, apakah yang disampaikan sesuai dengan ajaran Gereja Katolik?
3. Apakah ada prinsip kasih dan kemurahan hati, atau sebaliknya, mencari keuntungan diri sendiri?
4. Apakah karunia tersebut digunakan untuk membangun jemaat secara keseluruhan, atau untuk menonjolkan diri sendiri?
5. Apakah karunia tersebut digunakan untuk memuliakan Tuhan atau memuliakan nama sendiri? Apakah orang yang bersangkutan cukup sabar dan rendah hati?
6. Apakah manifestasi karunia tersebut dapat dikendalikan dalam kesopanan dan keteraturan, dan memberi damai sejahtera? Apakah yang menerima karunia mau tunduk di bawah arahan pemimpin Gereja?
Point-point di atas hanyalah sesuatu yang dapat kita pegang dalam proses discerment, untuk menilai apakah karunia yang kita terima sungguh berasal dari Tuhan, dan kemudian bagaimana kita menyikapi talenta/ karunia yang Tuhan berikan kepada kita. Memang prinsip dasarnya adalah seperti yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita, “Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.” (Mat 12:33, Luk 6:44). Maka jika karunia tersebut dari Tuhan maka akan menghasilkan buah- buah yang baik, yang kita kenal sebagai buah Roh Kudus, yaitu, “kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan pengendalian diri” (Gal 6:22).
Maka jika yang dihasilkan bukan buah Roh Kudus, melainkan ‘perbuatan daging’ (lih. Gal 6:19-21), maka kita mengetahui bahwa ada peran diri sendiri ataupun pengaruh Iblis di sini untuk mengacaukan dan memecah belah. Perpecahan sendiri merupakan tanda yang tidak baik, sebab Rasul Paulus mengatakan bahwa Allah telah menyusun kita sebagai anggota Tubuh Kristus sedemikian, “supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita.” (1 Kor 12:25-26). Yesus juga berdoa bagi kesatuan kita yang percaya kepada-Nya (lih Yoh 17:21); sehingga karunia- karunia yang Tuhan berikan kepada kita maksudnya adalah untuk mempersatukan kita dalam kesatuan Tubuh-Nya- dan bukannya mencerai- beraikan.
Dalam hal ini Tuhan Yesus berkata, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan.” (Mat 12:30, Luk 11:23).
Mari kita menggunakan talenta/ karunia yang Tuhan berikan kepada kita untuk membangun Gereja-Nya di dalam kasih, dan dengan demikian kita mengumpulkan bersama Yesus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
Salam pak Stef / bu Inggrid,
Saya ingin bertanya mengenai talenta dalam perumpamaan tentang talenta atau mina (Mat 25:14-30, Luk 19: 12-27), apakah sebenarnya yang dimaksud talenta di sini? Karena sejak kecil yang diajarkan pada saya bahwa talenta ini gampangnya berarti bakat (sesuai artinya dalam bahasa inggris, talent). Apakah talenta hanya berarti karunia seperti pada 1 Kor 12 & 13, ataukah bisa juga berarti bakat, atau juga kompetensi/skill dalam berbagai bidang (tidak hanya terkait karakter yang baik)?
Jika bisa juga diartikan bakat, kompetensi/skill, apakah bisa dikatakan kalau seseorang menempuh karir yang tidak benar-benar dengan bakat atau kompetensi terbaiknya (misalkan sebenarnya pada jenis pekerjaan lain dia lebih bisa bermanfaat bagi masyarakat dan mendapat penghasilan lebih besar untuk dia dan keluarganya, namun dia tidak pernah benar-benar berusaha menggali/menyadari kompetensi terbaiknya itu dan meningkatkannya) berarti dia tidak sungguh-sungguh mengembangkan talenta yang telah Tuhan berikan? seolah-olah dia menimbun talenta itu “di dalam tanah”?
Terima kasih banyak sebelumnya, pak Stef / bu Ingrid.
Shalom Budi,
Katekismus Gereja Katolik menjabarkan makna ‘talenta’ sebagai apapun yang kita terima dari Allah demi pengembangan kehidupan baik rohani maupun jasmani. Artinya ini menyangkut berkat rohani maupun jasmani, seperti karunia-karunia/ bakat rohani dan moral, kemampuan badan maupun rezeki/ kekayaan.
KGK 1936 Manusia, pada awal keberadaannya di dunia ini, belum mempunyai segala sesuatu yang ia butuhkan untuk pengembangan kehidupan baik rohani maupun jasmani. Ia membutuhkan orang lain. Lalu tampaklah perbedaan-perbedaan yang ada hubungannya dengan usia, kemampuan badan, bakat rohani dan moral, keuntungan yang diperoleh dalam pergaulan dengan orang lain atau dengan pembagian kekayaan. (Bdk. GS 29,2). “Talenta-talenta” tidak dibagi secara merata (Bdk. Mat 25:14-30; Luk 19:11-27).
KGK 1937 Perbedaan-perbedaan ini sesuai dengan maksud Allah. Allah menghendaki, supaya tiap manusia menerima dari orang lain, apa yang ia butuhkan. Siapa yang mempunyai “talenta” khusus, harus mempergunakannya demi keuntungan orang lain yang membutuhkannya. Perbedaan-perbedaan itu membesarkan hati dan sering kali mewajibkan manusia untuk keluhuran budi, kemurahan hati, dan untuk membagi-bagi; mereka merangsang kultur-kultur, supaya saling memperkaya.
“Aku telah membagi-bagikan keutamaan secara tidak merata, karena Aku tidak memberikan semuanya kepada satu orang saja, tetapi yang ini kepada seorang, dan yang itu kepada orang lain … Kepada yang seorang Aku memberi terutama kasih, kepada seorang lain keadilan atau kerendahan hati, kepada orang ini iman yang hidup … Hal-hal yang perlu untuk kehidupan manusia Aku telah bagi-bagikan secara tidak merata dan Aku tidak berikan kepada tiap orang segala-galanya, supaya kamu terpaksa menunjukkan kasih satu sama lain… Aku menghendaki bahwa yang satu bergantung kepada yang lain, dan bahwa semua mereka sebagai pengabdi-pengabdi-Ku membagi-bagikan kepada orang lain segala rahmat dan anugerah yang telah diterima dari Aku” (Katarina dari Siena, dial. 1,7).
Jadi kalau ada orang yang bekerja tidak sesuai dengan bakat dan kompetensinya, memang yang perlu ditanyakan adalah, mengapakah demikian? Sebab adakalanya orang tidak bisa bekerja sesuai dengan bakatnya, karena belum ada kesempatan, atau faktor-faktor di luar dirinya sendiri, namun juga bisa karena pertimbangan lain, seperti demi memberikan waktu yang lebih banyak kepada keluarga. Maka untuk memutuskan tentang bagaimana memilih pekerjaan untuk mengembangkan talenta, memang diperlukan prudence/ kebijaksanaan. Sebab walaupun memang sedapat mungkin harus berguna bagi masyarakat dan menghasilkan pendapatan yang layak, namun jangan sampai mengabaikan kesejahteraan keluarga dan kesehatan dirinya sendiri, yang juga merupakan berkat yang dipercayakan Tuhan kepadanya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih untuk jawabannya bu Ingrid, sangat jelas dan membantu saya.
Shalom Bu Inggrit dan Pak Stef….
Selamat hari minggu…Misalnya seorang mempunyai talenta atau karunia untuk mendoakan orang lain seperti mendoakan orang yang sakit terus sembuh misalnya sakit karena kuasa gelap dan dalam doa nya menggunakan media seperti air dan rosario saja . Bagaimanakah kita bisa dapat melihat ataupun menilai apakah karunia itu dari Tuhan atau bukan ?
Shalom Roy,
Pertama- tama, kita ketahui bahwa doa yang dihantarkan kepada Allah di dalam nama Tuhan Yesus memang berkuasa (lih. Yoh 14:13), apalagi jika didoakan oleh orang- orang benar (lih. Yak 5:16). Maka penggunaan air suci ataupun rosario bukanlah yang utama, melainkan iman akan kuasa Allah yang dapat dinyatakan di dalam nama Tuhan Yesus.
Nah, memang kenyataannya Allah dapat menyembuhkan seseorang melalui penggunaan air, seperti kesaksian Hany, yang dapat anda baca di sini, silakan klik. Dalam kesaksiannya, kesembuhan yang diperolehnya adalah atas imannya akan Tuhan Yesus dan dukungan doa dari Bunda Maria, sedangkan air Lourdes itu semata- mata hanya alat saja yang digunakan Allah untuk menjawab doa permohonannya. Maka rahmat kesembuhan datang dari Allah dan bukan dari air (ataupun rosario, atau yang lainnya).
Kesembuhan yang datang dari Allah mempunyai tanda yang jelas, yaitu: 1) bertahan dalam waktu relatif lama. Itulah sebabnya misalnya, mujizat- mujizat kesembuhan di Lourdes baru dapat dinyatakan otentik setelah orang yang mengklaim mengalami mujizat kesembuhan, untuk kembali mengkonfirmasi kesembuhannya setiap tahun selama 10 tahun setelah mujizat itu diterimanya (Perlu juga diketahui bahwa untuk setiap klaim, pasien tersebut harus memeriksakan diri di rumah sakit di Lourdes sebelum mereka mengikuti doa dan ibadah mereka di sana, sehingga kesembuhan dapat dikondirmasi oleh dokter yang memeriksa keadaan sebelum dan sesudah kunjungan mereka ke Lourdes). Untuk kasus Hany, ia tidak pergi ke Lourdes, namun hanya menggunakan air Lourdes pada kakinya. Namun atas kemurahan Tuhan, ia mengalami mujizat kesembuhan pada sekitar tahun 1985 dan kesembuhannya tetap berlangsung sampai sekarang. 2) Ciri kedua adalah: Umumnya kesembuhan tersebut membawa buah di dalam diri orang yang mengalaminya, yaitu pertobatan, iman, dan buah- buah Roh Kudus, dan seringkali juga membawa pertobatan bagi orang- orang di sekitarnya. 3) Umumnya pula kasus kesembuhan tersebut tidak dapat dijelaskan secara kedokteran. Misalnya, tulang yang sudah patah/ rusak, dapat kembali seperti semula, atau kondisi penyakit yang sudah tidak ada harapannya untuk sembuh dari sudut kedokteran; dapat sembuh.
Nah, sekarang tentang orang yang mendoakan/ menjadi perantara untuk menyampaikan permohonan doa kepada Tuhan Yesus. Dalam kasus mujizat di Lourdes maka yang menjadi perantara adalah Bunda Maria; sehingga karena ia sudah dibenarkan Allah, maka besarlah kuasa doanya. Namun demikian ada juga orang- orang lain yang dipakai Allah untuk menjadi perantara bagi doa- doa sesamanya; dalam hal ini perantaraan mereka tentu tidak menggantikan Pengantaraan Kristus, namun mendukungnya dan dalam kesatuan dengannya. Maka dalam suatu kasus mujizat kesembuhan, silakan dilihat apakah selain kesembuhan jasmani, nampak pula buah- buah Roh Kudus dari orang yang disembuhkan maupun dari orang yang mendoakan; dan apakah kesembuhan tersebut berlaku relatif tetap (seperti telah disebutkan di atas). Jika ya, maka kita dapat mengimani bahwa kesembuhan tersebut datang dari Tuhan.
Maka jika anda mengetahui ada seorang yang sakit, silakan anda mendoakannya. Jika itu berhubungan dengan kuasa kegelapan, silakan doakan doa ini, silakan klik. Jika sakitnya cukup serius/ parah, silakan memanggil pastor agar ia dapat memberikan sakramen Pengurapan orang sakit. Tentang sakraman pengurapan orang sakit ini, silakan klik di sini. Tuhan memang bekerja melalui sakramen- sakramen, walaupun Ia sendiri tidak dibatasi oleh sakramen- sakramen tersebut. Demikianlah, maka kita dapat terus mendoakan saudara- saudara kita yang sakit, memohon dukungan doa dari sesama saudara seiman, dan kita dapat mengusahakan agar mereka dapat memperoleh sakramen Pengurapan orang sakit; dan melalui semua itu Allah dapat bekerja di dalam diri orang yang sakit; entah memberikan kesembuhan jasmani atau kesembuhan rohani, ataupun kesembuhan keduanya, yaitu secara jasmani dan rohani.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih untuk forum ini, tadi dibahas masalah discernment.
1. Bagaimana jika seorang confessor tidak memiliki kapabilitas untuk melakukan pembedaan roh tersebut??(dikatakan tidak mampu karena malah berbalik menyerang ke penerima talent)
2. Apakah boleh memilih seorang confessor dari keuskupan lain, mengingat kegiatan yang dilakukan umat harus sepengetahuan pastor paroki setempat?
Sekian pertanyaan saya, terima kasih………
Ad Maiorem Dei Gloriam
Putra Yth
Mencari pembimbing rohani bersifat pribadi jadi siapa saja dan dimana saja di luar keuskupanpun bisa tidak dilarang. Tentang menguji adanya karunia talenta atau tidak tentu mencari menurut anda pembimbing rohani yang macam mana bisa membantu anda. Hak dan kebebasan anda untuk memilih jika tidak puas bisa berpindah ke rama yang lain. Sebaiknya seorang pembimbing tidak menyerang klien atau orang yang dibimbingnya fungsi pembimbing hanya membuka kesadaran akan kehidupan rohani dan mengajak klien untuk dapat menemukan sendiri persoalan rohaninya dan mengatasinya dengan sendirinya. Pembimbing rohani hanya jembatan untuk menemukan sendiri hidup rohani seseorang. Dia tidak boleh directive mengarahkan melainkan mengembangkan, menyadarkan seseorang yang datang memohon bimbingan.
salam
Rm Wanta
Pencerahan yang sungguh baik dalam masa pra paskah ini.
Terimakasih bu Inggrid.
yang berdosa,
yohanes yudi
selamat pagi Ibu Inggrit dan Pak Stef..
Berkah Dalem..
Saya ingin bertanya…
adakah dasar biblis yang menyatakan bahwa karunia dan talenta (yang merupakan pemberian Tuhan), bisa juga menjadi sarana bagi iblis untuk menyesatkan umat-Nya..???
Saya juga minta tolong pembahasannya…
Terima kasih….
JBU, Zepe
[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di sini, silakan klik]
Comments are closed.