Pagi yang cerah aku datang ke rumah sakit untuk mengunjungi seorang ibu yang sakit lever. Penyakit levernya sudah sangat parah. Ia adalah umatku dari Lingkungan Santa Klara, Paroki Santa Odilia. Ia menunjukkan sikap ketabahan yang luar biasa. Ia tidak mengeluh sama sekali dengan derita yang ia alami. Ia tetap aktif dalam banyak kegiatan sehingga mempunyai banyak teman. Ia rajin berolahraga untuk terus menerus memupuk semangat hidupnya. “Semangat dalam jiwa bisa menguatkan kerapuhan raga”, prinsipnya. Semangatnya tak pudar walaupun ia sampai pingsan yang membuatnya terbaring di ICU.

Hidup rohaninya yang mendalam membuatnya merasa bahwa kehidupan kekal akan segera dianugerahkan kepadanya. Ia merayakan ulang tahunnya yang ke-tigapuluh dua pada tanggal 19 Januari 2014. Setelah merayakan ulang tahunnya ini, ia menulis kata-kata yang memberikan pesan yang jelas di profile Facebooknya : “Ini ulang tahunku yang terakhir. Aku rindu pada Penciptaku”. Ia menghadap Sang Pencipta yang menjadi kerinduannya pada tanggal 24 Januari pukul 06.00 pada saat doa “Malaikat Tuhan”.

Ungkapan hatinya yang disampaikan sebelum meninggal dunia sungguh menyentuh hati dan menguatkan jiwa : “Hampir sepuluh tahun pernikahanku dengan suamiku, aku belum dikaruniai Tuhan seorang malaikat kecil. Aku tidak kecewa karena aku yakin Tuhan mempunyai rencana bagi kami walaupun masih misteri sampai saat ini. Meskipun belum ada tangisan bayi di rumah kami, kami tetap menjaga komitmen cinta kami. Komentar banyak orang ‘lihatlah pasangan ini harmonis dan romantis walaupun belum dikaruniai anak’ membuat hatiku bersukacita. Ia mengatakan dengan hati berbunga-bunga : Aku adalah wanita yang paling bahagia karena menemukan pria yang berhati mulia.”

Banyak air mata bercucuran ketika aku menceriterakan kembali proses kematiannya yang begitu indah dalam homili di Misa Requiem baginya. Sebelum petinya ditutup, suaminya menatapnya dengan sesenggukan sambil menyapanya : “Istriku, engkau segalanya….”. Aku pegang bahunya untuk menguatkannya.

Sepuluh hari setelah kepergiannya aku dikejutkan dengan sebuah peristiwa yang tak terduga. Pada hari Sabtu Malam, tanggal 01 Februari 2014, aku merayakan Misa Pesta Tuhan Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Aku tiba-tiba teringat akan ibu itu yang sepertinya mengucapkan kata-kata Simeon : “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu” (Lukas 2:29). Ternyata pada hari itu persis pada tanggal ulang tahun pernikahannya sepuluh tahun silam. Aku yakin bahwa ibu itu telah melihat keselamatan seperti Simeon dan berada di Bait Allah abadi.

Pesan dari peristiwa kehidupan ini : Ketika dua hati yang tulus saling mencintai, kesetiaan terpatri di dalam segala lini kehidupan. Ketika kita tahu artinya setia, tidak ada waktu yang terlalu lama, tak ada jarak yang terlalu jauh, tak ada pekerjaan yang terasa berat, dan tak ada kematian yang memisahkannya. Karena itu, jadikan apa yang ada sekarang untuk menjadi pemacu keabadian cinta sampai menggapai Singgasana Surga.

Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC