Sumber gambar: http://frpetercft.blogspot.com/2012_12_01_archive.html

[Hari Minggu Adven II: Yes 40:1-5,9-11; Mzm 80:9-14: 2Ptr 3:8-14; Mrk 1:1-8] 

Menjelang musim banjir di Jakarta ini, ada banyak jalan diperbaiki. Tak terkecuali jalan di dekat rumah kami -yang dulunya kurang rata, berlubang di sana sini dan sering digenangi air pada musim hujan- kini dipermak seolah menyambut tamu. Walau belum selesai, tetapi sudah mulai terlihat bahwa ruas jalan itu makin baik dan mulus. Ada harapan, jalan itu tidak kebanjiran lagi seperti di tahun lalu… Bacaan Kitab Suci hari ini juga mengisahkan tentang mempersiapkan jalan bagi Tuhan, yang tentu layak disambut dengan jauh lebih baik, daripada menyambut musim banjir. Lagipula, contoh banjir ini sepertinya bertolak belakang, sebab kedatangan Tuhan itu kita dambakan, sedangkan kedatangan banjir tidaklah kita harapkan. Namun demikian, ada kemiripan dalam masa persiapannya, yaitu sama-sama mempersiapkan jalan. Jalan yang berlubang ditimbun, yang menjulang diratakan, agar mudah dilewati pada saat yang dinantikan itu datang.

Minggu lalu kita bersama telah merenungkan pentingnya masa persiapan menjelang kedatangan Kristus. Mungkin sejumlah di antara kita sudah membuat semacam niat yang kuat untuk menjadikan Adven tahun ini menjadi masa persiapan yang lebih berarti daripada tahun-tahun sebelumnya. Kini pertanyaannya, sudahkah niat yang baik ini ditindaklanjuti? Sebab ada kecenderungan umum bahwa lebih mudahlah kita bersemangat menggebu di saat awal, namun kemudian lekas mengendor sebelum niat itu sepenuhnya terlaksana. Minggu ini, sabda Tuhan mengingatkan kita bahwa Tuhan Allah-lah yang kita nantikan (lih. Yes 40:10), sehingga patutlah kita bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan kedatangan-Nya. Persiapan yang terbaik untuk menyambut-Nya adalah dengan bertobat dan kembali kepada Allah (Mrk 1:4,7), agar Ia mendapatkan kita tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya (lih. 2Pet 3:9,14). Betapa hatiku berdegup kencang setiap kali merenungkan hal ini: bagaimana mungkin kita menjadi ‘tak bercacat dan tak bernoda’ di hadapan-Nya? Padahal sepertinya, semakin rajin kuperiksa batinku, semakin kutemukan betapa seringnya aku gagal memusatkan hati, perhatian, dan kasihku kepada Tuhan dan mewujudkannya. Betapa mudahnya aku jatuh dalam kelemahanku, entah terlalu memikirkan diri sendiri, kurang rendah hati, kurang sabar, dan kurang peka terhadap kebutuhan sesama. Betapa rapuhnya jiwaku dalam mengejar kekudusan itu. O, Tuhan, kasihanilah aku!

Namun syukurlah, sabda-Nya dalam kitab Mazmur hari ini memberi kekuatan kepadaku. Sebab keselamatan yang dari Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang takwa, yang takut akan Tuhan (Mzm 85:10). Tuhan menghendaki kesetiaan kita di bumi, agar Ia pun mencurahkan keadilan, kasih dan kebaikan-Nya! (Mzm 85: 11-13) Maka, yang terpenting adalah kita tetap setia mengikuti jalan Tuhan, dan Tuhan pun akan menopang kita dengan kasih dan kebaikan-Nya. Mother Teresa pernah mengatakan, “Setialah dalam perkara-perkara yang kecil, sebab di sanalah terletak kekuatanmu… Kalau kamu mudah berkecil hati dan kurang percaya diri, itu adalah tanda kesombongan, sebab itu menunjukkan bahwa kamu mengandalkan kekuatanmu sendiri. Keinginanmu untuk mencukupkan diri sendiri, mementingkan diri sendiri, serta menonjolkan kepandaianmu akan menghalangi kedatangan-Nya untuk hidup dalam hatimu, sebab Allah tidak dapat mengisi apa yang sudah penuh….” Di Minggu kedua masa Adven ini, mari kita memeriksa batin, apakah kita sudah dengan setia melakukan tugas-tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita? Apakah kita sudah setia dalam doa dan merindukan Dia? Apakah malah sebaliknya, hati kita dipenuhi dengan segala ke-aku-an yang menghalangi Tuhan untuk datang dan tinggal di dalamnya?

Sungguh, di Minggu kedua Adven ini, Gereja mengajak kita untuk menjadi rendah hati. Yaitu, agar kita mau datang kepada Tuhan, dengan mengakui segala dosa kita di hadapan-Nya, yang bagaikan lubang-lubang ataupun bukit yang menghalangi Dia untuk masuk ke dalam hati kita. Mari kita isi lubang keputusasaan dan kita ratakan bukit-bukit kesombongan kita, agar semakin lapanglah jalan bagi-Nya. Di sakramen yang agung itu -sakramen Pengakuan Dosa- mari kita datang dengan tobat yang sejati, sebagai bukti kesetiaan kita untuk tetap berada di jalan-Nya. Biarlah rahmat pengampunan Allah memulihkan kita, dan mendatangkan kembali kasih, kesetiaan, keadilan dan damai sejahtera di dalam hati kita. Semoga dengan demikian kita semakin siap menyambut kedatangan-Nya.

Marilah kita berdoa, agar kita dapat menyambut Kristus di hari Natal, tidak dengan palungan hati yang dingin, tetapi dengan hati penuh dengan kasih kepada-Nya dan kerendahan hati, hati yang hangat oleh kasih yang membalas kasih-Nya, seperti hati Bunda Maria.” (Mother Teresa: To Live, to Love, to Witness, 17)