Pertanyaan:
Shalom Saudara Stef dan Inggrid, yang diberkati TUHAN
Sejak awal situs ini dibuka sy selalu menyimaknya sampai hari ini, situs ini sangat berarti bagi saya pribadi dan semoga demikian juga bagi siapa saja yang membacanya. Amin
Mohon pencerahan dari saudara berdua; Sebenarnya hal apa saja yang bisa disebut “PROFAN” , apa dasarnya hal tersebut dikatakan ‘profan’ (Alkitab, Ajaran Gereja).
Misalnya saja, acara tiup lilin ulang tahun ‘di depan’ altar gereja walaupun bukan dalam acara misa (dlm acara persekutuan doa), bagi sy hal tersebut tidak layak dan tidak boleh dilakukan, tetapi imam / pastor tampaknya tidak keberatan, jadi sebenarnya dan seharusnya bagaimana ?
Sebelum dan sesudahnya sy sampaikan banyak terima kasih atas pencerahannya.
GBU, Henry H
Jawaban:
Shalom Henry,
Definisi “Profanitas/ profanity” (menurut New Catholic Encyclopedia, vol XI, The Catholic University of America, Washington DC, 1967, reprint 1981, p. 828):
“the irreverent use of names, or irreverent reference to attributes or qualities of God or holy persons or things held in esteem because of their relationship to God.”
Terjemahannya:
“penggunaan nama-nama yang kurang sopan atau referensi yang kurang sopan terhadap sifat-sifat dan ciri-ciri Tuhan atau orang-orang kudus atau barang-barang yang dihargai karena hubungan mereka dengan Tuhan.”
Profanity berasal dari kata Latin Pro- fanum, yang menandai sebuah sifat sesuatu yang berada di luar tempat suci, yang karenanya dimengerti sebagai sesuatu yang tidak suci.
Sedangkan menurut Kitab Suci, umat memprofan-kan nama Tuhan yang kudus jika: 1) mereka bertindak dengan cara yang tidak layak bagi kekudusan Tuhan, 2) mereka gagal untuk mengakui kekudusan-Nya, 3) mereka menghalangi orang lain untuk mengakui kekudusan Tuhan. Di dalam PL, profanitas umumnya ditimbulkan dari kebiasaan orang Israel untuk mencampur adukkan penyembahan kepada Allah dengan persembahan berhala-berhala kepada allah lain, dan ini sungguh tidak berkenan bagi Allah (lihat Im 20:3; 22:2 Yeh 36:20). Dalam kasus yang ditanyakan Henry, memang tidak ada persembahan berhala, namun prinsip utama harus dipegang, bahwa gedung gereja sebagai rumah Tuhan selayaknya hanya dipergunakan untuk memuji/ menyembah Tuhan, dan bukan acara/ kegiatan lain.
Maka dalam kasus merayakan ulang tahun di depan altar dengan memotong kue ulang tahun, saya pribadi memang merasa hal itu tidak tepat, terutama jika sebenarnya di paroki terdapat ruang aula/ ruang pertemuan yang dapat dipergunakan untuk acara tersebut, dan rasanya lebih tepat. Karena jika hal itu dilakukan, maka walaupun tanpa disengaja, orang dapat bersikap kurang menghormati tempat kudus Tuhan, yaitu altar dan tabernakel-Nya, entah dengan riuh rendah bertepuk tangan atau bersorak untuk sesuatu yang bukan ditujukan kepada Tuhan sendiri. Padahal seharusnya, jika kita berada di dalam gedung gereja di mana Kristus sendiri hadir dalam tabernakel, maka seharusnya, fokus utama umat adalah kepada Kristus yang hadir di tabernakel tersebut (dan bukan kepada kue ulang tahun).
Alangkah baiknya, jika sebelum diadakan acara tersebut diadakan pertemuan dengan Romo untuk membahas mengenai hal ini, tentu dengan semangat kasih, berembuk agar diperoleh solusi yang baik, supaya umat dapat menghargai “rumah Allah dan tabernakel-Nya” dengan penghormatan yang semestinya. Jika sudah terlanjur, ya mungkin bisa untuk lain kali diperbaiki.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati – www.katolisitas.org
Salam RD. Yohanes Dwi Harsanto,
Saya senang kalau masih ada imam spt Anda yg masih dgn senang hati membagi Komuni sendiri. Semoga Anda jg mengerti dan bila Misa berlangsung menolak bantuan suster, frater atau prodiakon utk TUGAS YANG MULIA membagi Hosti Kudus. Saya berdoa utk Anda mengenai hal ini. Karena sangat indah bila seorang imam yg adalah gembala menjadi gembala yg baik saya yakin banyak umat yg rindu memiliki imam yg demikian.
Seorg teman saya pernah bercerita ttg pengalamannya ketika dia merayakan Ekaristi di Sanggau Kalimantan Barat. Dia terkesan ketika hanya seorang imam sendirian tidak mau dibantu oleh suster atau pun frater (karena disana tdk dibudayakan pelayan tak lazim) yg membagi Komuni sementara umat ada sekitar 500 org. Waktu itu dia setelah selesai berdoa persiapan Komuni bertanya kpd temannya, wah kalo cuma sendirian mau sampai kapan selesai bagi Komuninya? Saat itu seorg umat lain yg tdk dikenalnya menegur: “Sst diam! Persiapkan dirimu dengan baik untuk menyambut Tubuh Tuhan!” Ditegur spt itu menyadarkan teman saya, memang benar sdh seharusnya kita mempersiapkan dgn baik dan penuh kesabaran dan kerinduan utk menyambut Tubuh Tuhan. Dia sangat bersyukur akan pengalaman tersebut dan juga rindu di gereja2 di kota melakukan hal yang serupa dgn di Sanggau. Yaitu seorang imam yg dengan berani melayani anak2 Tuhan dgn baik membagi Komuni Kudus dgn tangannya sendiri.
Disini saya hanya mengkritisi apa yg keliru yg sudah terjadi di perayaan Ekaristi itu sendiri, harapan saya masukan ini bisa sampai melalui Anda atau teman2 yg lain yg biasa berhubungan dekat dengan yg berwenang meluruskan hal ini. Tapi minimal saya mengajak Anda Pastur Yohanes Dwi Harsonto RD untuk melakukan yang Benar dimulai dari Anda sendiri bukan demi saya tapi demi Tuhan Yesus, Allah yang kita layani, puji dan sembah kemuliaan bagiNYA kini dan selama-lamanya. Supaya ketika kita kembali pulang, kita pulang dengan bahagia.
O ya, mengenai kejadian St. Tarcisius dijadikan patokan bahwa Hosti Kudus bisa dibawa oleh semua org, sebentar lg seorg yg beragama lain atau tukang parkir atau siapa saja yg ada di gereja bisa diminta tlg antar Host Kudus spt org mengantar pizza atau kfc.
Mohon maaf bila ada perkataan saya yang menyinggung Anda atau pihak2 tertentu, sekali lagi KEBENARAN diatas segala-galanya dan KEBENARAN adalah ALLAH sendiri yang harus menjadi tujuan utamanya.
Salam
Alex Setiawan
Salam Alex Setiawan,
Anda salah sangka jika mengatakan bahwa pengalaman St Tarcisius dijadikan pedoman untuk awam/ asisten imam pembagi komuni. Dasar pembagi komuni oleh awam ialah sakramen Baptis dan Krisma yang mereka terima, plus penilaian pastor dan umat terhadap yang bersangkutan, jadi bukan yang lain, apalagi sembarangan orang yang Anda sebut. St Tarcisius saya sebut karena Anda menanyakan siapa yang menjadi orang kudus karena mengirimkan Sakramen Mahakudus. Para uskup membuat kebijakan ini bukan berdasarkan selera pribadi melainkan keputusan Kongregasi Suci Tertib Sakramen dalam “Immense Caritatis”. Silahkan klik http://www.vatican.va/roman_curia/pontifical_councils/laity/documents/rc_con_interdic_doc_15081997_en.html
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Betul pastur kl saya menyangka demikian, krn pastur mengatakan bahwa ada seorang awam yg jd santo krn jd martir saat mengantar komuni kudus. Jadi sebaiknya st. Tarsicius tdk dijadikan contoh sbg pembenaran bhw awam boleh mengantar dan membagikan komuni kudus. Semua aturan yg dibuat gereja adalah dgn syarat dalam “kondisi darurat” nah siapa yg menentukan daruratnya itulah yg menjadikannya sah atau tidak. Kembali sy menekankan, marilah kita periksa batin masing2 apakah kita sdh berjuang semaksimal mgkn utk melakukan yg benar atau krn ada alasan kondisi darurat maka kita bisa melakukannya dgn seenaknya. Krn yg nt bertanggung jawab adalah dia dgn Tuhannya. Sekian pastur terima kasih atas responnya. Semoga situs ini tetap bisa berkarya mewartakan Kebenaran dan melakukan yg Benar shg membawa anak2 Allah kembali kepada Allah seutuhnya. Amin
Salam
Alex Setiawan
Salam Alex Setiawan,
Jika secara objektif kita menemukan imam yang tidak bersedia melayani komuni untuk umat dan meminta asisten imam saja yang melakukannya padahal tidak ada kondisi halangan bagi imam itu seperti yang tercantum dalam “Immensae Caritatis”, maka hendaknya kita mengingatkannya atau menegurnya dengan kasih secara empat mata. Jika tetap membandel, maka tak ada keberatan apapun untuk melaporkannya kepada atasan langsungnya dan jika tetap membandel juga maka tahap terakhir melaporkannya kepada uskup. Demikianlah semoga membantu.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Terima kasih Pastur atas masukannya. Maju terus tim katolisitas.
Salam
Alex Setiawan
Salam RD Yohanes Dwi Harsanto,
Menurut saya kemarahan Chmel sangat beralasan, dan semua ini dikarenakan para wali gereja mencari jalan yang mudah supaya tujuan tercapai. Saya sendiri juga sangat kecewa dan tidak setuju dengan adanya prodiakon. Sudah cukup banyak umat yang kecewa melihat rumah Tuhan ‘diobok-obok’ oleh tangan yang tidak pantas.
Dulu ketika saya masih jadi misdinar seorang teman saya pernah mencoba untuk membuka Tabernakel (kerena keingintahuan seorang anak kecil) dan pada saat itu ada seorang Pastur yg melihatnya, langsung ditegur dan diberi pengertian apa itu Tabernakel dan bahwa hanya Imamlah yang boleh membuka Tabernakel yg kudus itu. Peristiwa itu sangat membekas dihati saya sampai sekarang. Ketika skrg saya lihat prodiakon membuka Tabernakel layaknya kulkas, rasanya sakit hati saya melihat profanitas yg dilakukan org tsb. Mgkn sama spt teman saya yg misdinar krn ketidaktahuan, tp semua itu atas persetujuan para imam dan aturan yg mrk bikin utk mempermudah kerjaan mrk.
Ketika saya membaca Kitab Suci saya mendapatkan bbrp ayat dan perikop ttg bgm seharusnya kita menjaga kekudusan RumahNYA,
Mrk 1:7 ‘Untuk membungkuk dan membuka tali kasutNYA pun aku tidak layak’.
Siapakah seorang prodiakon? Apakah dia lebih layak dari Yohanes Pembabtis? Atau penghormatan kita thd tubuh Kristus sendiri sudah menurunkah? Sedangkan seorang prodiakon membuka Tabernakel layaknya kulkas atau lemari penyimpan makanan.
Beberapa ayat yg saya peroleh bagaimana Allah sangat menjaga kesakralan RumahNYA:
1.2 Samuel 6:7 Maka bangkitlah murka Tuhan terhadap Uza, lalu Allah membunuh dia disana karena keteledorannya itu; ia mati disaka dekat tabut Allah itu.
2. 1 Raja-Raja 8:10-11 Ketika imam-imam keluar dari tempat kudus, datanglah awan memenuhi rumah Tuhan, sehingga imam-imam tidak tahan berdiri untuk menyelenggarakan kebaktian oleh karena awan itu, sebab kemuliaan Tuhan memenuhi rumah Tuhan.
3. Mal 1:6 Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepada-Ku itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepada-Ku itu? firman TUHAN semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina nama-Ku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?”
Mal 1:7 Kamu membawa roti cemar ke atas mezbah-Ku, tetapi berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami mencemarkannya?” Dengan cara menyangka: “Meja TUHAN boleh dihinakan!”
4. Mat 12:5 Atau tidakkah kamu baca dalam kitab Taurat, bahwa pada hari-hari Sabat, imam-imam melanggar hukum Sabat di dalam Bait Allah, namun tidak bersalah?
Mat 12:6 Aku berkata kepadamu: Di sini ada yang melebihi Bait Allah.
Mat 21:12 Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati
(disini Yesus sangat serius dan tdk pakai kesabaran ketika rumah BapaNya dijadikan sarang penyamun)
5.Mrk 1:7 Inilah yang diberitakannya: “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak.
(seorang Yohanes Pembabtis pun berkata demikian…Siapakah seorang prodiakon? Apakah dia lebih layak dari Yohanes Pembabtis? Atau penghormatan kita thd tubuh Kristus sendiri sudah menurunkah? Sedangkan seorang prodiakon membuka Tabernakel layaknya kulkas atau lemari penyimpan makanan)
Dan masih banyak lagi. saya rasa Allah telah mengajar dan mendidik kita lewat sabdaNya dalam Injil ataupun Kitab Suci.
Maaf apabila saya berkata agak pedas, tujuan saya cuma 1 agar kita semua kembali kepada Allah seutuhnya. Sesuai yang diinginkan Allah sendiri.
Salam
Alex Setiawan
Salam Alex Setiawan,
Saya setuju pandangan Anda. Maka yang penting sekarang ialah mendidik para asisten imam dan imamnya agar hormat pada Sakramen Mahakudus dan melatih mereka (dengan program penataran di paroki misalnya) mengenai spiritualitas dan sikap yang benar dalam melayani Ekaristi. Paus dan para waligereja tidak memudahkan persoalan, karena mereka sadar, Baptisan dan Krisma membuat orang Katolik bisa diberi tugas sebagai pelayan luar biasa pembagi komuni dan bahwa Yesus adalah kebenaran penuh kasih, bukan legalistik belaka. Santo-santa tidak selalu dari kaum imam, namun terbukti melakukan tugas sampai mati, telah membuktikan bahwa praktek ini wajar sejak dulu. Namun sekali lagi, yang terpenting ialah memberikan penataran atau informasi/instruksi yang jelas pada asisten imam paroki pada tiap angkatan. Imam yang diberi tahu dan paham mengenai hal ini pasti akan memberikan instruksi yang jelas dan ia sendiri melaksanakannya sesuai pedoman pelayanan. Tidak terpungkiri, umat yang memenuhi syarat, tak terkecuali Anda, bisa dipilih menjadi Asisten Imam di paroki.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Salam RD. Yohanes Dwi Harsanto,
Anda mengatakan setuju dengan saya pada bagian yang mana? Karena kalau Anda setuju dengan saya, maka tidak lain adalah MENGHENTIKAN “pelayan luar biasa kurang pantas” atau “pelayan yang jadi kebiasaan” ini mengambil bagian dari PERJAMUAN yang hanya menjadi HAK dan TUGAS IMAM melayani anak2 Allah dengan setia.
Terbukti dari ayat berikut:
1. Mat 14:19 Lalu disuruh-Nya orang banyak itu duduk di rumput. Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada MURID-MURID-Nya, lalu MURID-MURID-Nya MEMBAGI-BAGIKANNYA kepada orang banyak.
2. Luk 9:16 Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada MURID-MURID-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak.
INGATlah apa yang dikatakan Tuhan Yesus sendiri kepada Murid-murid-Nya:
3. Mat 16:19 Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.”
Ketika seorang imam mendelegasikan tugasnya membagikan Tubuh Tuhan kpd seorang “yang tidak pantas”, maka terlepaslah sudah umat tidak menerima apa2. (yang salah siapa hayo?)
Seperti seorang anak yang ingin masuk ke sebua sekolah atau universitas tapi menggunakan joki spy lulus. Demikian pula seorang Imam yang mendelegasikan tugasnya membagikan Tubuh Tuhan, apakah DIA berkenan?
Beberapa pertanyaan yang perlu dicermati lebih dalam:
1. Apakah IMAMAT seorang imam bisa tergantikan oleh umat awam?
2. Apakah terlalu berat untuk seorang IMAM membagikan Tubuh Tuhan untuk anak2Nya sehingga membutuhkan bantuan umat?
3. Tidak bisakah Imam saling bekerja sama ketika PERJAMUAN (EKARISTI) saling bahu membahu dalam tugas yg MULIA yg sudah dipercayakan Allah kepadanya? (saya seringkali melihat di satu gereja ada 3 Imam, mrk masing2 menganggap sudah punya jadwalnya masing2. jadi yg 1 Misa, yg lain ada yg jalan2 disekitar gereja memberi salam, ada jg yg asyik nonton bola)
4. Apakah dibenarkan (adanya prodiakon) dengan alasannya adalah takut PERJAMUAN itu sendiri jadi terlalu lama?
Marilah saudaraku kita kembali kepada ajaran Tuhan yang BENAR. Sebab DIA adalah ALLAH yang melihat, DIA tidak tidur. Kita lakukan yang BENAR supaya kita semua bahagia di bumi maupun waktu kita kembali ke SURGA. Amin?
O ya, satu lagi, saya belum pernah mendengar ada umat awam yang menjadi santo atau santa karena membagikan Tubuh Tuhan. Mohon contohnya kalau memang ada.
Salam
Alex Setiawan
Salam Alex Setiawan,
Secara pribadi saya setuju bahwa pelayanan penerimaan komuni merupakan bagian dari tugas imam. Karena saya sendiri menghayatinya. Saya sendiri sebagai imam melaksanakan tugas ini dengan gembira dan tak pernah saya mengabaikan tugas saya yang membahagiakan ini. Mengenai pelayan tak lazim atau asisten imam, namanya sudah jelas, “pelayan tak lazim”, maka sesuai namanya seharusnya tak lazim, hanya di saat darurat seperti pengalaman St Tarcisius, yang membawa Sakramen Mahakudus untuk diantarkan ke sesamanya lalu dibunuh di tengah jalan. – St Tarcisius yang remaja ini malahan dijadikan patron saint untuk putra altar/ misdinar -. Jadi, dengan persyaratan yang terpenuhi, pelayan tak lazim bisa mengerjakan tugas itu. Dikembangkan di wilayah-wilayah yang merasakan kebutuhan pelayanan tersebut, plus secara teologis ternyata ada dasarnya, maka uskup berwewenang untuk mengizinkannya berdasarkan pertimbangan teologis-liturgis- dan pastoral yang berkembang. Jadi, jika Anda mau mengusulkan agar menghentikan praktek pelayan tidak lazim yang “dilembagakan” ini, hendaknya menghubungi pihak-pihak terkait di keuskupan Anda, yaitu para ahli hukum Gereja, dewan pastoral, dewan imam, ahli kitab suci, kuria keuskupan. Pada saatnya bisa naik banding pula ke sri paus sendiri.
Mengenai pertimbangan kutipan Injil yang Anda kutip untuk mendukung pandangan Anda, saya tidak menanggapi, karena bisa ditanggapi oleh yang ahli dalam eksegese. Saya sendiri hanya berkomentar mengenai kalimat Anda: “Ketika seorang imam mendelegasikan tugasnya membagikan Tubuh Tuhan kepada seorang “yang tidak pantas”, maka terlepaslah sudah umat tidak menerima apa2. (yang salah siapa hayo?)”. Tentu tak ada orang yang pantas jika dibandingkan dengan kekudusan Tuhan, pun pula jika seorang imam, bahkan orang bisa berproses menjadi kudus pun karena menerima kekudusannya dari rahmat Allah belaka. Namun Sakramen Mahakudus tetaplah Tubuh Kristus. Jadi, umat tetap menerima Tubuh Kristus, bukan tidak menerima apa-apa, entah diterimakan oleh imam maupun asistennya atau pelayan baik imam entah frater, bruder-biarawan, suster/biarawati atau bapak keluarga atau OMK yang disebut asisten imam itu. Jika orang Katolik peraya Misa menerima komuni tanpa “menerima apa-apa” maka sikap batin si peraya itu sendiri yang kurang benar. Sekali lagi mengenai usulan pembatalan atas kebijakan pelembagaan asisten imam/ pelayan tak lazim pembagi komuni ini, silahkan dengan komprehensif menghaturkannya kepada yang pihak-pihak terkait. Website Katolisitas ini berusaha menyediakan ajaran Gereja dan berbagai pertimbangan yang sebisa mungkin lengkap, namun tidak dalam posisi yang berwenang memutuskan kebijakan tertentu dalam Gereja. Semoga membantu.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Ytk Ibu Inggrid & Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan
Saya ingin menyampaikan pertanyaan ttg profanitas terhadap tabernakel.
Kita semua mengimani bahwa Kristus sendiri hadir dalam tabernakel. Namun, mengapa sering saya melihat pada waktu misa, orang-orang yang bukan imam (seperti suster, frater, bahkan prodiakon), berani membuka-tutup dan mengambil sibori yang berisi tubuh Kristus itu dari tabernakel? Apakah ini merupakan salah satu tindak profanitas, yang menodai kesucian dari Ekaristi Maha Kudus dan tabernakel itu sendiri? Mengapa hal ini dibiarkan oleh para imam, yang seharusnya mereka tahu bahwa hanya imam yang boleh melakukan hal itu, karena di dalam tabernakel hadir yang Maha Kudus?
Jika kita rujuk pada perjanjian lama, tentang tabernakel (Keluaran 25:8-9), tempat tersebut adalah tempat yang maha Kudus yang hanya imam Lewi yang boleh masuk ke dalamnya, bahkan jika orang awam mendekat, harus dihukum mati (Bilangan 1:48-51).
Sekarang, di gereja katolik juga terdapat tabernakel, yang lebih Kudus dari tabernakel di perjanjian lama, karena Kristus sendiri ada di dalamnya, mengapa orang awam dan orang tidak tertahbis dibiarkan mengobok-obok tabernakel?
Apakah ada hukum gereja yang mengatur tentang siapa saja yang layak untuk membuka-tutup dan mengambil tubuh Kristus dari tabernakel?
GBU,
Jeffrey
Shalom Jeffrey,
Sambil menunggu jawaban dari Romo Boli, izinkanlah saya menanggapi pertanyaan Anda. Saya mengacu kepada tanggapan yang diberikan oleh Fr. Edward McNamara, Profesor liturgi di Regina Apostolorum Pontifical Athenaeum, atas pertanyaan serupa pertanyaan Anda, yang teks selengkapnya dapat dibaca di link ini, silakan klik:
Sesungguhnya menurut Pedoman Umum Missale Romanum (PUMR), ketentuannya adalah, para pelayan pembagi Komuni tak lazim itu tidak diperkenankan untuk naik ke altar dan mengambil sendiri bejana kudus berisi hosti yang sudah dikonsekrir. Mereka seharusnya menerima bejana kudus itu dari tangan imam. PUMR mengatakan demikian:
PUMR 162. Imam-imam lain yang kebetulan hadir dalam perayaan Ekaristi dapat membantu melayani komuni umat. Kalau imam-imam seperti itu tidak ada, padahal jumlah umat yang menyambut besar sekali, imam dapat memanggil pelayan komuni tak lazim untuk membantu:…..
Pelayan-pelayan seperti ini hendaknya tidak menghampiri altar sebelum imam menyambut Tubuh dan Darah Tuhan. Mereka selalu menerima dari tangan imam bejana kudus yang berisi Tubuh atau Darah Kristus untuk dibagikan kepada umat beriman.
Maka, sesungguhnya petugas pembagi Komuni tak lazim tugasnya adalah membantu imam untuk membagikan Komuni (jika keadaan membutuhkan). Karena tugas mereka membagi, maka sesungguhnya bukan bagian mereka untuk ‘mengambil sendiri’ apa yang akan dibagi. Namun memang harus diakui bahwa sering terjadi para pelayan pembagi Komuni tak lazim (atau yang umum dikenal sebagai ‘prodiakon’) melakukan hal itu, entah karena tidak tahu ketentuan ini, atau karena diperbolehkan/ diperintahkan demikian oleh imam, kemungkinan untuk alasan membantu tugas imam. Walaupun maksudnya bukan untuk profanasi atau sakrilegi, namun demikian, memang hal itu tidak sesuai dengan apa yang dikatakan dalam PUMR. Sebab selanjutnya PUMR 163 mengatakan:
PUMR 163 Sesudah pelayanan komuni selesai, imam kembali ke altar. Kalau kebetulan anggur kudus masih tersisa, imam langsung meminumnya sampai habis. Tetapi kalau hosti kudus masih tersisa, imam dapat memakannya atau menyimpannya.
Di sana juga dikatakan ‘imam’ yang dapat memakan hosti kudus yang tersisa, atau ‘imam’ yang menyimpannya. Tidak dikatakan bahwa petugas pembagi komuni tak lazim dapat menyimpan sendiri sisa hosti ke dalam tabernakel. Maka, hal pengambilan dan penyimpanan kembali Tubuh Kristus dalam tabernakel adalah tugas dari imam/ para tertahbis, dan bukan untuk dilakukan oleh kaum awam yang menjadi petugas pembagi komuni tak lazim.
Kami mengerti bahwa Anda mempunyai perhatian yang besar terhadap adanya ketidaksesuaian ini, dan memang itu adalah hal yang baik, demi pelaksanaan liturgi yang lebih baik dan penghormatan yang selayaknya terhadap Kristus dalam sakramen Mahakudus. Jika Anda mempunyai keluhan terhadap pelanggaran ini, sampaikanlah kepada imam paroki Anda dengan semangat kasih. Agaknya kita semua musti menerima dengan sabar, bahwa hal pelaksanaan liturgi dengan baik dan benar, merupakan proses bagi seluruh anggota Gereja, dan diperlukan kerendahan hati dari semua pihak (baik imam maupun awam) untuk dapat mewujudkannya. Redemptionis Sacramentum mengatakan tentang hal ini demikian:
RS 183 Semua orang dengan caranya yang khusus sekali hendaknya berusaha dengans egala kemampuannya untuk menjamin bahwa Sakramen Ekaristi yang Mahakudus itu terlindung dari segala pencemaran dan dari setiap nista, dan bahwa semua penyelewengan diperbaiki dengan sungguh-sungguh. Inilah suatu kewajiban berat yang mengikat setiap orang, dan semua orang wajib melaksanakannya tanpa pandang muka.
RS 184 Setiap warga Katolik, entah dia Imam, Diakon atau awam dalam persekutuan beriman, berhak untuk memasukkan laporan tentang pelanggaran di bidang liturgi pada Uskup diosesan atau Ordinaris yang menurut hukum sama wewenangnya atau pada Tahta Apostolik berdasarkan primat Sri Paus. Namun, sejauh mungkin, patutlah laporan atau keluhan itu disampaikan kepada Uskup diosesan terlebih dahulu. Tentu saja hal ini harus dibuat sesuai dengan kebenaran dan dalam semangat cinta kasih.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan untuk menanggapi pertanyaan Anda, yang juga menjadi perhatian kami dan mungkin juga perhatian banyak pembaca yang lain. Semoga akan ada saatnya kita semua dapat melaksanakan perayaan Ekaristi dengan baik dan benar, sehingga semakin meningkatkan penghayatan kita akan apa yang kita imani dan kita rayakan dalam perayaan Ekaristi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya sangat senang dengan pencerahan di atas, dan semestinya begitu, tapi sangat disayangkan sekali begitu banyak para imam yang hanya mengandalkan prodiakon dan ini terjadi di Jakarta dan kota-kota lain, dan seakan-akan uskup dan para imam pura-pura bodoh dan membiarkan pencemaran ini berlanjut, hendaknya para prodiakon itu SADAR DIRI, dan kalau boleh dihapuskan saja peran mereka, sudah sangat KEBABLASAN, biarkan imam yg membagikan komuni sampai habis, kalau mereka tidak bisa, kenapa harus jadi imam, IMAM_IMAM YANG MALAS lebih baik keluar dan hidup sebagai orang biasa daripada mencemarkan TUBUH KRISTUS, dan ini tidak boleh ditolerir lagi, tolong kepada pengasuh Katolisitas dan juga para Imam yg mengasuh Website ini segera menginformasikan hal ini kepada KWI liturgi, tolong bagian liturgi itu bekerja jangan hanya nama saja, perhatikan kesakralan liturgi,…kalau tidak amarah akan segera menimpa kalian semua….Dari yg sudah sangat marah !!!!!!!
semoga Tuhan memaafkan kita semua…….STOP PRODIAKON
Salam Chmel,
Asisten imam (Komisi Liturgi KWI menyarankan sebaiknya bukan lagi disebut prodiakon paroki) dibentuk oleh Gereja sebagai
1. Pelayanan luar biasa untuk menerimakan Komuni Kudus. Para wali gereja setempat berwenang mengizinkan Pelayan Luar Biasa untuk menerimakan komuni kepada umat. Mereka mesti layak dan dipilih untuk suatu kesempatan atau suatu jangka waktu tertentu (bdk. Dokumen Immensae Caritatis 1973) Tugas ini diberikan karena 2 kondisi: a)Jika jumlah umat yang hadir sangat banyak saat perayaan Ekaristi atau halangan yang menimpa pemimpin Perayaan Ekaristi. b) Jika ada imam terhalang atau sukar mengirimkan Viaticum (komuni bekal suci) di rumah sakit, panti jompo, penjara.
2. Pelayan luar biasa untuk Pemakaman. Keputusan KWI tahun 1972 menyatakan bahwa upacara-upacara di sekitar pemakaman sebaiknya dipimpin oleh seorang imam. Tetapi bila imam terhalang, maka upacara pemakaman didelegasikan kepada asisten imam.
3. Pemimpin ibadat sabda dan ibadat tobat. Yang dimaksud ialah Ibadat Tobat dalam masa Adven dan Prapaskah. Di beberapa keuskupan di luar Pulau Jawa, Ibadat Sabda Hari Minggu Tanpa Imam ditugaskan kepada Asisten Imam karena jumlah imam sedikit dibandingkan jumlah gereja stasi di tempat-tempat jauh. Dasar penugasan memimpin ibadat sabda kepada kaum awam pria maupun wanita ini, ialah Pembaptisan dan Krisma mereka. Pembaptisan dan Krisma membuat awam memiliki “imamat umum kaum beriman” yang memampukan mereka memimpin umat untuk berdoa.
Hanya itulah tugas mereka sesuai namanya “asisten (= pembantu) imam” , di mana sebenarnya merupakan tugas imamlah ketiganya jika imam tidak disusul pelayanan sakramen ke tempat lainnya, atau halangan lainnya. Kemarahan Anda dapat dipahami namun hendaknya disalurkan ke yang positif: 1. Mengingatkan imam dan asisten imam akan tugas pokoknya; 2. Sabar dan penuh kasih, karena pelanggaran liturgi tak serta merta bisa dihilangkan dalam waktu singkat, tetapi perlu waktu untuk belajar terus menerus. Usul Anda untuk membubarkan asisten imam tidak realistis. Sebaliknya, bisa saja suatu saat ada kemungkinan giliran Anda nanti dipercaya menjadi asisten imam paroki. Setiap umat yang dibaptis dan telah menerima Krisma serta layak dan dipilih umat serta didukung pastor sebaiknya menerima tugas ini dengan rasa syukur sebagai panggilan menuju kekudusan.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
Shalowm,
dibalik segala kelebihan dari adanya asisten Imam adalah, berkurangnya waktu saya/umat utk berdoa setelah menyambut komuni.
:)
[Dari Katolisitas: Silakan melanjutkan doa syukur Anda setelah lagu penutup.]
Shalom Inggrid L,
Terima kasih untuk pencerahannya, saya semakin percaya / yakin bahwa apa yang saya lakukan tidaklah mengada-ada dan tanpa alasan. Semoga apa yang telah saudara paparkan ini bisa menjadi referensi yang berguna dan ke depan hal tersebut tidak terjadi lagi. Thanks
Salam untuk saudaraku Steph .
GBU, Henry H
Salam damai sejahtera
Setahu saya di dalam Alkitab yang pernah merayakan ulang tahun dan ditulis di Injil hanya Herodes
Sedangkan Ayub malah mengutuki hari jadinya sendiri
Salam
Mac
Shalom Machmud,
Walaupun dalam Alkitab tidak spesial secara khusus menuliskan tentang ulang tahun (kecuali ulang tahun Herodes), namun bukan berarti kita sebagai manusia tidak perlu mensyukuri rahmat ulang tahun. Hidup adalah rahmat Tuhan yang harus senantiasa kita syukuri. Dalam kisah Ayub memang Ayub pernah mengutuki hari- hari umurnya, dan bahkan bertanya kepada Tuhan, mengapa Tuhan menyebabkan ia lahir (lih. Ayb 10:18), oleh sebab besarnya sengsara yang harus ditanggungnya. Ayub mem-protes kebijaksanaan Allah karena ia tidak menangkap bahwa tujuan sengsara adalah pertobatan (lih. Ayb 36). Maka Tuhan menegurnya (lih. Ayb 38-42), dan pada saat itu Ayub bertobat dan berkata demikian kepada Allah, "Sesungguhnya aku ini terlalu kecil, jawab apakah yang dapat kuberikan kepada-Mu? Mulutku kututup dengan tangan. Satu kali aku berbicara, tetapi tidak akan kuulangi; bahkan dua kali, tetapi tidak tidak akan kulanjutkan." (Ayb 39: 36-38). Dan sekali lagi, "Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu." (Ayb 42: 6). Maka mengutuki hari ulang tahun kita, atau mengutuki hari kelahiran kita bukanlah sesuatu yang baik. Sebaliknya, kita harus melihat kehidupan sebagai rahmat. Paus Yohanes Paulus II mengajarkan, bahkan Injil yang kita wartakan dinamakan Injil Kehidupan (The Gospel of Life, atau Evangelium Vitae). Berikut ini saya tuliskan pembukaan dari surat ensiklik dari Bapa Paus, (EV 1):
1."INJIL KEHIDUPAN adalah berada di jantung hati pesan Yesus. [Pesan ini] diterima hari demi hari oleh Gereja, dan ini harus diwartakan dengan kesetiaan yang tak kenal takut sebagai "kabar gembira" kepada bangsa-bangsa dari segala masa dan budaya. Pada masa menjelang keselamatan, adalah Kelahiran seorang Putera yang diwartakan sebagai kabar gembira: "…Aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud." (Luk 2:10-11). Sumber kabar kesukaan besar/ Kabar Gembira Injil adalah Kelahiran Penyelamat dunia. Namun demikian, hari Natal juga menyatakan makna kelahiran yang penuh tentang setiap kelahiran manusia, dan karena itu kesukaan yang menyertai Kelahiran sang Mesias merupakan dasar dan pemenuhan suka cita pada setiap kelahiran anak manusia ke dunia (lih. Yoh:21)."
Semoga kita semua dapat lebih mensyukuri dan menghargai karunia kehidupan yang diberikan kepada kita. Dan semoga kita dapat mewartakan Injil Kehidupan ini kepadasesama kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom
Saudara Stef dan Inggrid, yang diberkati TUHAN
Sejak awal situs ini dibuka sy selalu menyimaknya sampai hari ini, situs ini sangat berarti bagi saya pribadi dan semoga demikian juga bagi siapa saja yang membacanya. Amin
Mohon pencerahan dari saudara berdua; Sebenarnya hal apa saja yang bisa disebut “PROFAN” , apa dasarnya hal tersebut dikatakan ‘profan’ (Alkitab, Ajaran Gereja).
Misalnya saja, acara tiup lilin ulang tahun ‘di depan’ altar gereja walaupun bukan dalam acara misa (dlm acara persekutuan doa), bagi sy hal tersebut tidak layak dan tidak boleh dilakukan, tetapi imam / pastor tampaknya tidak keberatan, jadi sebenarnya dan seharusnya bagaimana ?
Sebelum dan sesudahnya sy sampaikan banyak terima kasih atas pencerahannya.
GBU, Henry
[Dari admin Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.