Apakah pohon pengetahuan itu berbeda dengan pohon kehidupan, ataukah itu adalah pohon yang sama dengan buah yang berbeda? Kita melihat dalam Kitab Kejadian 2:9 dituliskan “Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.”

Tidak dikatakan ‘pohon kehidupan yang juga disebut pohon pengetahuan’. Maka sepertinya pohon kehidupan dan pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat adalah dua pohon yang berbeda, walaupun memang ada pendapat yang memperkirakan bahwa keduanya adalah pohon yang sama. Sejauh pengetahuan kami, tidak ada pengajaran definitif dari Gereja Katolik yang menyebutkan apakah kedua pohon ini sama atau tidak. Yang jelas, terdapat makna yang berbeda tentang makna pohon pengetahuan dan pohon kehidupan, sehingga saya pribadi cenderung untuk menganggapnya sebagai dua pohon yang berbeda, sebab buah yang dihasilkan berbeda. Menurut hemat kami, adalah tidak logis jika Tuhan melarang Adam dan Hawa untuk makan buah pohon pengetahuan yang juga sekaligus disebut pohon kehidupan, sehingga dalam satu pohon ada dua jenis buah. Sebab jika demikian, sepertinya kejadian Hawa memakan buah pohon pengetahuan itu seperti sebuah kecelakaan yang tidak disengaja (maksudnya makan buah kehidupan, tetapi sialnya yang dipetik adalah buah pengetahuan). Ini tidak sesuai dengan kisah yang secara eksplisit dijabarkan dalam Kej 3, saat Hawa terperdaya oleh sang ular sehingga ia memakan buah pohon pengetahuan yang sudah jelas- jelas dilarang Allah.

Paus Yohanes Paulus II menyebutkan tentang makna pohon pengetahuan yang baik dan buruk dalam surat ensikliknya, Dominum et Vivificantem, sebagai berikut:

36. According to the witness concerning the beginning which we find in the Scriptures and in Tradition, after the first (and also more complete) description in the Book of Genesis, sin in its original form is understood as “disobedience,” and this means simply and directly transgression of a prohibition laid down by God. But in the light of the whole context it is also obvious that the ultimate roots of this disobedience are to be sought in the whole real situation of man. Having been called into existence, the human being-man and woman-is a creature. The “image of God,” consisting in rationality and freedom, expresses the greatness and dignity of the human subject, who is a person. But this personal subject is also always a creature: in his existence and essence he depends on the Creator. According to the Book of Genesis, “the tree of the knowledge of good and evil” was to express and constantly remind man of the “limit” impassable for a created being. God’s prohibition is to be understood in this sense: the Creator forbids man and woman to eat of the fruit of the tree of the knowledge of good and evil. The words of the enticement, that is to say the temptation, as formulated in the sacred text, are an inducement to transgress this prohibition-that is to say, to go beyond that “limit”: “When you eat of it your eyes will be opened, and you will be like God [“like gods”], knowing good and evil.”

“Disobedience” means precisely going beyond that limit, which remains impassable to the will and the freedom of man as a created being. For God the Creator is the one definitive source of the moral order in the world created by him. Man cannot decide by himself what is good and what is evil-cannot “know good and evil, like God.” In the created world God indeed remains the first and sovereign source for deciding about good and evil, through the intimate truth of being, which is the reflection of the Word, the eternal Son, consubstantial with the Father. To man, created to the image of God, the Holy Spirit gives the gift of conscience, so that in this conscience the image may faithfully reflect its model, which is both Wisdom and eternal Law, the source of the moral order in man and in the world. “Disobedience,” as the original dimension of sin, means the rejection of this source, through man’s claim to become an independent and exclusive source for deciding about good and evil The Spirit who “searches the depths of God,” and who at the same time is for man the light of conscience and the source of the moral order, knows in all its fullness this dimension of the sin inscribed in the mystery of man’s beginning. And the Spirit does not cease “convincing the world of it” in connection with the Cross of Christ on Golgotha.

Terjemahan yang dicetak tebal:

“Menurut Kitab Kejadian, “pohon pengetahuan tentang baik dan buruk” adalah untuk mengekspresikan dan mengingatkan manusia secara terus menerus tentang ‘batas’ yang tidak dapat dilampaui oleh seorang mahluk ciptaan Tuhan…. Sebab Tuhan Sang Pencipta adalah satu- satunya sumber yang definitif tentang peraturan moral di dunia yang diciptakan oleh-Nya. Manusia tidak dapat memutuskan bagi dirinya sendiri tentang apa yang baik dan apa yang jahat- [ia] tidak dapat mengetahui yang baik dan jahat, seperti Tuhan.”

Jadi di sini maksudnya adalah manusia yang diciptakan sesuai dengan gambaran/ citra Tuhan, memang mempunyai akal budi dan kehendak bebas, sehingga dapat menentukan yang baik dan buruk/ jahat; namun untuk menentukan hal itu ia bergantung kepada ketentuan Sang Pencipta. Manusia tidak dapat menentukan sendiri apa yang baik dan yang jahat [terlepas dari ketentuan Tuhan], sebab pada saat manusia menjadi tidak taat dan melanggar batas ini, maka ia jatuh dalam dosa yang membawa kepada maut, seperti Adam dan Hawa. Hal ini nyata sekali dalam kehendak mereka yang ingin melegalkan prostitusi/ seks bebas, aborsi, euthanasia, dst.

Sedangkan pohon kehidupan yang disebut di perikop Kej 2 dan 3 tersebut disebutkan sebagai pohon yang jika dimakan buahnya maka akan memberikan hidup selama- lamanya. Sebelum kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa, Allah tidak melarang mereka makan buah pohon kehidupan ini. Sebelum mereka jatuh dalam dosa, Adam dan Hawa memang dikurniai rahmat ‘immortality‘ (tidak dapat mati) sebagai salah satu dari rahmat yang disebut preternatural gifts (menurut St. Thomas Aquinas) yaitu: tidak dapat mati (immortality), tidak dapat menderita (immunity from suffering), ketaatan perasaan terhadap akal (integrity), dan pengenalan akan Tuhan (infused knowledge), dan dibarengi dengan rahmat pengudusan (sanctifying grace). Keempat jenis rahmat Allah ini hilang akibat kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa. Oleh karena itu, beberapa ahli Kitab Suci menafsirkan bahwa setelah jatuh dalam dosa, Adam dan Hawa dilarang untuk memakan buah pohon tersebut, sebab Allah tidak menghendaki bahwa penderitaan mereka dapat berlangsung tanpa akhir [sebab mereka telah kehilangan rahmat Tuhan tersebut], jika mereka hidup selamanya.

Kita sebagai keturunan Adam dan Hawa menerima akibat dosa asal mereka; namun pada saat kita dibaptis, kita kembali menerima rahmat pengudusan Allah (sanctifying grace) sehingga kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan ilahi, dan disebut sebagai anak- anak angkat Allah di dalam Kristus. Di dalam Kristus Sang Hidup (lih. Yoh 14:6) inilah kita memperoleh kembali kehidupan kekal bersama-Nya.

9 COMMENTS

  1. Syalom Katolisitas…

    Saya ingin bertanya tentang Kitab Kejadian 3 : 4-5 : “Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah,tahu tentang yang baik dan yang jahat. Kemudian pada Kej 3 : 22 “Berfirmanlah Tuhan Allah: “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya.

    Apa bisa dikatakan bahwa ayat 22 itu membenarkan perkataan/percakapan/rayuan iblis/ular pada Hawa ? sedangkan kita ketahui bahwa iblis itu penipu, pemberontak, jahat dll…

    Mohon penjelasannya..
    Tuhan Yesus Memberkati !

    • Shalom Arnold,

      Untuk memahami makna suatu perikop dalam Kitab Suci, kita harus membacanya dengan lebih utuh, dan sedapat mungkin, membaca juga ayat-ayat dalam perikop sebelum dan sesudahnya. Iblis/ ular dalam perikop itu memang menipu manusia, justru karena mengatakan sesuatu yang tidak sepenuhnya benar. Dan memang demikian halnya sampai sekarang, inilah yang menjadi taktik iblis kepada manusia. Ia tidak menggoda manusia melalui hal-hal yang sudah jelas-jelas buruk dan salah, sehingga manusia sudah dapat mengetahui dan menolaknya. Yang sering terjadi, iblis menggoda manusia dalam keadaan di mana nampaknya sesuatu itu baik kelihatannya dan sepertinya tidak salah, namun justru merupakan jebakan bagi manusia, sebab kalau dikaji lebih lanjut, tidak sesuai dengan ketentuan Allah pada awalnya.

      Demikianlah kita melihat, taktik sedemikian sudah terjadi sejak awal mula. Mari kita lihat ayat-ayat berikut ini:

      “Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kej 2:16-17)

      Namun iblis memutar balikkannya demikian:

      Ular itu berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: “Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.” Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. (Kej 3:1-6)

      Nah, maka dalam hal ini memang iblis menyampaikan ‘separuh kebenaran’ dengan mengatakan bahwa mereka tidak akan mati walaupun mereka makan buah pohon pengetahuan yang dapat menjadikan mereka tahu tentang yang baik dan jahat. Di sini terlihat bahwa frasa pertama dari kalimat tersebut adalah kebohongan (‘kamu tidak akan mati’, sebab faktanya mereka akan mati), walaupun frasa kedua tentang pohon pengetahuan itu sepertinya benar, jika dihubungkan dengan Kej 3:22. Paus Yohanes Paulus II mengartikan bahwa dengan memakan buah pohon pengetahuan itu, Adam dan Hawa menentukan sendiri apa yang baik dan jahat terlepas dari ketentuan Tuhan, dan di sinilah juga letak ketidaktaatan dan kesombongan manusia itu. “Sebab Tuhan Sang Pencipta adalah satu- satunya sumber yang definitif tentang peraturan moral di dunia yang diciptakan oleh-Nya. Manusia tidak dapat memutuskan bagi dirinya sendiri tentang apa yang baik dan apa yang jahat- [ia] tidak dapat mengetahui yang baik dan jahat, seperti Tuhan.” (Dominum et Vivificantem, 36). Silakan membaca selanjutnya di artikel di atas, silakan klik.

      Untuk interpretasi Kej 3:22, yang tercantum dalam buku tafsir Kitab Suci Katolik (Haydock), menjelaskan bahwa dengan mengusir manusia dari Taman Eden, Tuhan menunjukkan bagaimana Ia mencegah mereka untuk memakan buah pohon kehidupan yang belum mereka temukan. Sebab sekalipun mereka dihukum untuk mengalami berbagai kesulitan/ kesengsaraan di dunia, sesungguhnya Tuhan, dengan belas kasihan-Nya menghindarkan mereka untuk memakan buah pohon kehidupan itu yang membuat kesengsaraan itu menjadi kesengsaraan yang tetap selamanya.

      Demikianlah tanggapan saya, semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. saya tertarik dengan penjelasannya mengenai larangan memakan pohon kehidupan karena manusia pertama telah jatuh dalam dosa sehingga supaya mereka tidak tetap menderita selamanya, tetapi kepada kita yang telah dibaptis dikatakan bahwa kita telah menerima kembali rahmat pengudusan yang telah hilang itu karena dosa asal, jadi sekarang kita bukan hidup selamanya (di dunia) tetapi mendapat bagian dalam kehidupan kekal

  3. Apakah Pohon Pengetahuan itu diartikan secara harafiah sebagai Pohon? Lalu mengapa Tuhan menempatkan Pohon Pengetahuan di Taman Eden?

    • Shalom Dian,

      Keterangan tentang pohon pengetahuan dapat dilihat di sini – silakan klik. Tuhan menempatkan pohon pengetahuan baik dan buruk di dalam taman, seperti yang tertulis “Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.” (Kej 2:9). Pohon pengetahuan baik dan buruk ditempatkan Tuhan di dalam taman, sehingga dapat menjadi kesempatan bagi manusia untuk membuktikan kasih mereka kepada Tuhan dengan menuruti apa yang diperintahkan Tuhan. Dengan kata lain, manusia seharusnya menempatkan Tuhan sebagai parameter baik dan buruk dalam kehidupan manusia. Namun, manusia pertama telah gagal dalam ujian ini, sehingga kita semua mewarisi dosa asal.

      Apakah pohon pengetahuan baik dan buruk adalah benar-benar pohon? Tidak pernah ada masalah dalam iman untuk mengartikan hal ini secara literal. Kalau kita melihat keputusan dari Pontifical Biblical Commision di bawah ini, maka sesungguhnya, kita memang seharusnya mengartikannya  secara literal.

      Question I: Whether the various exegetical systems which have been proposed to exclude the literal historical sense of the three first chapters of the Book of Genesis, and have been defended by the pretense of science, are sustained by a solid foundation? — Reply: In the negative.

      Question II: Whether, when the nature and historical form of the Book of Genesis does not oppose, because of the peculiar connections of the three first chapters with each other and with the following chapters, because of the manifold testimony of the Old and New Testaments; because of the almost unanimous opinion of the Holy Fathers, and because of the traditional sense which, transmitted from the Israelite people, the Church always held, it can be taught that the three aforesaid chapters of Genesis do not contain the stories of events which really happened, that is, which correspond with objective reality and historical truth; but are either accounts celebrated in fable drawn from the mythologies and cosmogonies of ancient peoples and adapted by a holy writer to monotheistic doctrine, after expurgating any error of polytheism; or allegories and symbols, devoid of a basis of objective reality, set forth under the guise of history to inculcate religious and philosophical truths; or, finally, legends, historical in part and fictitious in part, composed freely for the instruction and edification of souls? — Reply: In the negative to both parts.

      Question III: Whether in particular the literal and historical sense can be called into question, where it is a matter of facts related in the same chapters, which pertain to the foundation of the Christian religion; for example, among others, the creation of all things wrought by God in the beginning of time; the special creation of man; the formation of the first woman from the first man; the oneness of the human race; the original happiness of our first parents in the state of justice, integrity, and immortality; the command given to man by God to prove his obedience; the transgression of the divine command through the devil’s persuasion under the guise of a serpent; the casting of our first parents out of that first state of innocence; and also the promise of a future restorer? — Reply: In the negative.

      Question IV: Whether in interpreting those passages of these chapters, which the Fathers and Doctors have understood differently, but concerning which they have not taught anything certain and definite, it is permitted, while preserving the judgment of the Church and keeping the analogy of faith, to follow and defend that opinion which everyone has wisely approved? — Reply: In the affirmative.

      Question V: Whether all and everything, namely, words and phrases which occur in the aforementioned chapters, are always and necessarily to be accepted in a special sense, so that there may be no deviation from this, even when the expressions themselves manifestly appear to have been taken improperly, or metaphorically or anthropomorphically, and either reason prohibits holding the proper sense, or necessity forces its abandonment? — Reply: In the negative.

      Question VI: Whether, presupposing the literal and historical sense, the allegorical and prophetical interpretation of some passages of the same chapters, with the example of the Holy Fathers and the Church herself showing the way, can be wisely and profitably applied? — Reply: In the affirmative.

      Question VII: Whether, since in writing the first chapter of Genesis it was not the mind of the sacred author to teach in a scientific manner the detailed constitution of visible things and the complete order of creation, but rather to give his people a popular notion, according as the common speech of the times went, accommodated to the understanding and capacity of men, the propriety of scientific language is to be investigated exactly and always in the interpretation of these? — Reply: In the negative.

      Question VIII: Whether in that designation and distinction of six days, with which the account of the first chapter of Genesis deals, the word (dies) can be assumed either in its proper sense as a natural day, or in the improper sense of a certain space of time; and whether with regard to such a question there can be free disagreement among exegetes? — Reply: In the affirmative.

      Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. apa tujuan Tuhan menciptakan pohon pengetahuan dan kehidupan?

    [dari katolisitas: Bukankah tanya jawab di atas – silakan klik, telah menjawab pertanyaan anda?]

  5. Salam damai dlm Yesus Kristus…
    Bpk/Ibu pengasuh katolisitas.org,sy ada suatu pertanyaan sehubungan dg Kitab Kejadian.
    Disebutkan pd Kej 2:9,”…dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu,SERTA pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.” Kmd pd Kej 3:1-19 diceritakan bhw Hawa & Adam jatuh ke dlm dosa krn memakan buah pohon trlarang shg mempunyai pengetahuan yg baik & yg jahat.Dari sini sy menyimpulkan bhw pohon trlarang yg dmaksud Allah mrpk 1 pohon yg sama yg mrpk pohon kehidupan SEKALIGUS pohnn pengetahuan yg baik & jahat.Tapi kmd pd Kej 3:22 disebutkan “Berfirmanlah Tuhan Allah:”Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita,tahu tentang yang baik dan yang jahat;maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil PULA dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya,sehingga ia hidup untuk selama-lamanya.”
    Pertanyaan saya:
    – Apakah pohon yg dimaksud ada 2 jenis (yaitu pohon kehidupan,dan 1 lg pohon pengetahuan yg baik & yg jahat)?
    -Ataukah pohon tsb hny satu dg bnyk buah,yg terdiri dari buah kehidupan dan buah pengetahuan baik & jahat,dan ‘kebetulan’ sj yg dipetik Hawa adl buah yg mengandung pengetahuan baik & jahat (bukan buah kehidupan)?
    Atas bantuan jawaban,saya mengucapkan terima kasih

    [Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]

    • Saya ingin memberi komentar seputar pohon kehidupan dan pohon pengetahuan baik dan jahat, yang mungkin dapat menambah pemahaman saudara seiman yang membaca posting ini.
      Sesuai pemahaman yang saya pegang dan percaya sejak lama, pohon kehidupan (PK) dan pohon pengetahuan baik & jahat (PP) adalah dua pohon yang berbeda.

      PK merupakan gambaran simbolik dari Kristus. Hanya melalui Kristus dan pengorbananNya kita dapat memperoleh kehidupan kekal. Di Alkitab dikatakan “….sehingga ia hidup untuk selama-lamanya”
      Sedangkan PP merupakan gambaran tentang agama. Agama memberi tahu kita tentang yang baik dan yang jahat. Namun agama bukan faktor yang menentukan keselamatan kita. Karena itu larangan Allah bagi manusia pertama dimaksudkan agar manusia tidak bergantung pada agama untuk memperoleh kehidupan kekal.

      [dari katolisitas: Sebenarnya, tergantung dari definisi anda tentang agama. Diskusi ini dapat dibaca di sini – silakan klik]

Comments are closed.