Ketika langit jingga menaungi alam semesta, aku mendatangi seorang ibu yang terbaring sakit di sebuah rumah sakit di jakarta.
Ia ingin bertemu denganku karena pernah berjumpa dalam devosi kerahiman ilahi.
Kata-katanya yang terbata-bata mengungkapkan kerinduan yang menggelora di dada untuk menerima doa dari imamnya.
Ia melayani orang-orang sakit sebagai seorang anggota legioner dan meneguhkan mereka dengan kasih Tuhan di kala ia masih sehat.
Semua pelayanannya memberikan inspirasi sebagai permenungan di kala tak berdaya :
“Aku dahulu mengunjungi orang-orang sakit, mendoakan mereka, dan melayani mereka.
Kini giliranku untuk dikunjungi, didoakan, dan dilayani.
Aku tidak merasa kecil hati dengan kondisi ini.
Melayani dan dilayani menjadi tongkat rohani, yang sebelumnya aku tidak pernah meliriknya sama sekali.
Ketika aku hanya bisa terbaring di ranjang ini, aku mulai merenungkannya.
Tongkat rohani itu ternyata sangat berarti untuk menguatkan punggung jiwaku kalau pun aku harus menghadap Tuhan Yesus yang aku cintai”.
Setelah berkata demikian, ia memintaku dengan suara lirih untuk membacakan ayat Kitab Suci dari 2 Raja-Raja 20:5 “Beginilah Firman Tuhan : Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan menyembuhkan engkau; pada hari yang ketiga engkau akan pergi ke rumah Tuhan”.
Aku terkejut ternyata itu Firman Tuhan yang ditujukan kepada Hizkia, sang pelayan Tuhan, yang sedang sakit seperti dirinya.
Ia kemudian menyampaikan dengan pelan-pelan kata-kata perpisahan sebelum menghadap Tuhan dengan kelulusan hati : “Aku mau sambut Sang Senja”.
Aku pegang tanganya erat-erat sambil mengatakan kata-kata yang mengalir dengan sendirinya : “Ibu, engkau telah bersatu dengan Sang Senja yang membuat alam semesta berwarna jingga yang mempesonakan”.
Kita adalah kabut yang setia menanti senja untuk menyambut malam.
Kisah kehidupan kita akan terukir abadi di dalam keheningan langit.
Tuhan memberkati
Pastor Felix Supranto, SS.CC