Mengganti diaper
Sudah hampir tiga tahun saya dan suami tinggal di Amerika ini, dan selama ini kami tinggal di rumah keluarga sepupu saya. Anak-anak sepupu saya ini masih kecil-kecil, 6 tahun, 4 tahun dan 2 tahun. Tinggal bersama keponakan dan satu rumah merupakan pengalaman yang pasti tak akan saya lupakan seumur hidup, karena mereka sungguh telah menjadi berkat buat saya. Tanpa kata-kata, sesungguhnya mereka telah banyak mengajar saya untuk bertumbuh di dalam iman di dalam keseharian. Ketulusan, kesederhanaan, kerendahan hati dan suka cita mereka selalu menjadi bahan inspirasi bagi saya. Saya menikmati saat-saat bermain, bercanda, makan, dan bertukar ceritera dengan mereka. Tapi ada satu pengalaman yang saya pikir sangat istimewa, yaitu: mengganti diaper!
Sadarkah kita, bahwa kita perlu dibersihkan dari dosa
Nicholas keponakan saya yang paling kecil adalah anak yang sangat periang dan lucu. Ia selalu mempunyai cara untuk membuat kami serumah tertawa. Tapi rupanya dalam hal membedakan diapernya masih bersih atau sudah ‘sarat muatan’ dia belum bisa. Jadi kalau saya tanya, “Nicholas, apa kamu pu?” Lalu dengan jawaban sangat yakin dan serius dia menjawab, “NO!” Padahal sudah jelas bahwa pasti diapernya sudah perlu diganti, wong aromanya sudah ‘membahana’. Karena beberapa kali saya mengalami hal ini, maka saya jadi merenung…. Ya, memang mungkin itu masalah anak-anak, tapi sebenarnya hal inilah yang sering terjadi dalam spiritualitas kita sebagai orang dewasa. Pengalaman mengganti diaper memang tidak sepenuhnya cocok untuk menggambarkan kehidupan rohani kita, namun menurut saya, ada sedikit kemiripannya. Pernahkah anda mendengar, bahwa ada orang yang tidak mau ke Sakramen Tobat, karena merasa tidak berdosa. Terus keluarlah komentar- komentar seperti ini: “Males ngaku dosa, ah. Habis nggak tahu dosaku apa”, atau “Buat apa ngaku dosa ke Pastor, wong Pastor-nya juga manusia berdosa.” Atau, bagi yang sudah bertumbuh di dalam iman, tetap saja ada godaan untuk merasa diri sudah cukup baik. Padahal mungkin malah itu dapat berarti bahwa kita sombong rohani, dipenuhi cinta diri yang berlebihan. Mata hati kita seolah tertutup, sebab meskipun masih banyak yang dapat kita lakukan untuk bertumbuh di dalam iman dan kasih, tapi kita tak menyadari dan berpuas diri. Singkatnya: kita dapat menjadi kurang peka, bahwa ‘diaper‘ rohani kita sudah penuh dan siap diganti. Sudah saatnya kita datang dengan kerendahan hati kepada Tuhan dalam Sakramen Tobat, dan berdoa kepada-Nya, “Ampunilah aku, Tuhan, sebab aku telah berdosa terhadap Engkau. Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku.” (Mzm 51:4)
Masa Prapaska: masa pertobatan
Pertobatan dimulai dengan mengakui dengan rendah hati bahwa kita sudah berdosa terhadap Tuhan. Pengalaman mengganti diaper keponakan saya mengajarkan kepada saya, bahwa pertobatan melibatkan keterbukaan diri. Diaper yang lama harus dibuka dulu, baru diganti. Jadi selain kita mengakui bahwa kita kita telah berdosa, kita juga harus mau membuka diri, dan dengan jujur menyebutkan segala dosa-dosa kita di hadapan Tuhan dalam Sakramen Tobat. Mungkin hal ini dapat melibatkan perasaan malu, takut, atau enggan, tetapi layaklah kita berharap bahwa segala perasaan ini akan musnah, jika kita memiliki motivasi yang kuat untuk mengasihi Tuhan yang sudah lebih dahulu mengasihi kita. Maka dengan demikian kita dapat memiliki kelapangan hati untuk mengatakan segala dosa kita di hadapan pastor, yang adalah wakil Kristus. “Tuhan, aku tak mau terpisah dari-Mu oleh karena dosa-dosa-ku. Berikan kepadaku kerendahan hati untuk mengakui semua salahku kepada-Mu, dan meninggalkan segala dosaku demi kasihku kepada-Mu.”
Masa Prapaska adalah masa yang penuh rahmat, yang harusnya membuat kita semakin sadar, bahwa kita ini manusia lemah yang sering jatuh dalam dosa. Namun demikian, Tuhan yang Maha Kasih selalu menunggu dengan setia untuk menerima kita kembali dengan kasih-Nya yang tiada terkira. Dosa kita, seberapapun besarnya, tak akan pernah lebih besar dari belas kasih Tuhan. Kasih Tuhan selalu melebihi segalanya, dan kasih itu tercurah pada kita, jika kita menanggapi panggilan-Nya untuk bertobat. Dan karena selama hidup ini kita tidak pernah sempurna, maka pertobatan ini tak cukup hanya sekali, namun seterusnya sepanjang hidup kita. St. Agustinus mengajarkan, “Awal dari kehidupan yang benar adalah pengakuan dosa.” Maka, jika kita ingin hidup mengikuti jalan kebenaran, kita harus merendahkan diri untuk berani mengakui kesalahan kita; tidak hanya sekali, tetapi setiap kali kita jatuh di dalam dosa. Allah Bapa yang Maha Pengampun selalu menunggu kita untuk menyambut kita sebagai ‘anak yang hilang’ yang pulang kembali ke rumah bapanya (lihat Luk 15: 11-32). Kasih Allah yang besar itu tersedia bagi kita di dalam sakramen Pengakuan Dosa, dan sungguh, betapa Ia merindukan kita semua untuk bertobat dan kembali kepadaNya. Ia rindu untuk dapat membalut luka-luka batin kita akibat dosa, menyembuhkan kita, dan menjadikan kita manusia baru di dalam Dia. Ya, jika kita mengakui dosa kita dengan tulus, maka kita akan beroleh pengampunan dari Tuhan. Pada saat itu kita akan mengalami kasih Tuhan yang luar biasa, sebab pengalaman ‘anak yang hilang’ menjadi pengalaman kita, dan seluruh surga bersuka menyambut kembalinya kita ke dalam rumah Tuhan. Pertobatan kita akan mempersatukan kita dengan Tuhan, karena tiada lagi dosa yang menjadi penghalang antara kita dengan Dia.
Pertobatan yang terus menerus membawa rahmat yang selalu baru
Sungguh, Tuhan kita memang Maha Rahim dan Maha Pengampun. Namun jangan sampai kita menjadi terlalu pede (percaya diri) bahwa meskipun kita tidak menyesal dan bertobat, Tuhan juga pasti mengampuni. Justru, karena Tuhan begitu mengasihi kita, Dia tidak menjadikan kita seperti boneka wayang, yang tidak dapat mengambil keputusan untuk bertobat dan menghindari kesalahan. Rahmat Pembaptisan kita adalah bekal awal yang cukup untuk menghantar kita berjuang dalam kehidupan sehari-hari untuk menolak dosa. Apalagi jika kita setia menerima Kristus di dalam Ekaristi Kudus. Namun sayangnya, oleh kelemahan kita, meskipun kita sudah berusaha menghindari kesalahan, sering kita jatuh lagi. Dan dalam kejatuhan itu kita berpikir…. alangkah indahnya kalau kita bisa bangkit dan hidup senantiasa dalam kelimpahan suka cita dan rahmat. Betapa sesungguhnya kita perlu menyadari bahwa kebangkitan dimulai dari satu langkah sederhana: kesediaan kita bertobat dan mempercayakan hidup kita ke dalam pimpinan-Nya. Selebihnya, Tuhan yang akan menolong kita untuk berjuang dan bertumbuh di dalam iman, pengharapan dan kasih.
Marilah kita memandang Yesus Kristus dan temukanlah bukti nyata akan kasih Allah yang tak terbatas. Di sanalah kita akan melihat Kristus telah rela meninggalkan kemuliaan-Nya, menjadi seorang hamba, dan rela memberikan diri-Nya bagi kita sampai wafat di kayu salib (lih. Fil 2:6-9), untuk menebus dosa-dosa kita. Ya, bahkan dosa yang terbesar sekalipun. Dengan mata tertuju pada salib Kristus, marilah kita sadari, “Betapa besar dan dalamnya kasih-Mu, ya Tuhan, sebab Engkau rela menanggung siksa dan derita untuk menghapus segala dosaku. Bantulah aku untuk bangkit dari kesalahanku, dan hidup seturut perintah-Mu. Tambahkanlah kasih di dalam hatiku, ya Tuhan, supaya aku dapat lebih mengasihi Engkau dan sesamaku.”
Ya, Kristuslah jawaban untuk menghadapi ujian hidup ini. Yesus-lah sumber kekuatan kita; pada-Nyalah kita menaruh pengharapan dan iman. Dan pengharapan di dalam Dia tidak pernah mengecewakan sebab Ia yang menjanjikan pertolongan dan keselamatan adalah Allah yang setia (lih. Ibr 10:23). Mari kita berjalan mengiringi Yesus di jalan salib-Nya, sambil memikul salib kehidupan kita. Memikul salib ini juga berarti kita bersedia ‘mati’ terhadap dosa, untuk dibangkitkan bersama Kristus, dan hidup di dalam Dia (Rom 6:11). Di dalam Dialah letak sukacita yang tak dapat diberikan oleh dunia. Sebab meskipun keadaan yang kita hadapi mungkin tetap sama, tetapi kita dapat menghadapinya dengan kekuatan yang istimewa untuk meninggalkan dosa dan kelemahan kita, sebab Kristus menopang dan memberi kekuatan kepada kita. Inilah rahmat Allah yang dijanjikan-Nya bagi kita yang senantiasa memeriksa diri dan bertobat. Rahmat-Nya selalu baru dan tak pernah terlambat pertolongan-Nya sebab besar setia-Nya di dalam hidup kita!
Selamat menjalani masa Prapaska. Semoga Tuhan memberikan rahmat pertobatan dan kerendahan hati kepada kita semua.
PS: Untuk pemeriksaan batin yang baik, silakan membaca artikel: Masih Perlukah Sakramen Pengakuan Dosa (bagian ke-4).
Bu Inggrid
Berarti yang hukum menabur dan menuai, walaupun kita sudah bertobat dari perbuatan-perbuatan atau dosa dosa masa lalu kita, tetapi tetap ada konsekuensi dosa, berarti kita tinggal menunggu hukuman dari Tuhan atas perbuatan-perbuatan kita dulu ?
Shalom Asri, Artinya, memang ada konsekuensi yang harus kita tanggung akibat dosa-dosa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Istilah yang dipergunakan dalam Katekismus adalah ‘siksa dosa sementara’ (temporal punishment due to sins) namun ini sama sekali berbeda dengan hukuman dari para orang terkutuk di neraka. Sebab konsekuensi dosa-dosa kita di dunia ini, banyak yang sudah dapat kita alami di dunia ini. Tuhan hanya mengizinkan hal-hal itu terjadi untuk mendidik kita untuk dapat bertumbuh menjadi orang yang lebih baik dan belajar dari kesalahan di masa yang lalu. Dalam banyak kejadian, konsekuensi merupakan akibat logis dari suatu perbuatan yang keliru, jadi… Read more »
Berarti kita tinggal tunggu hukuman dari Tuhan walaupun kita sudah bertobat
Shalom Asri, Dosa dengan sendirinya membawa konsekuensi. Itulah yang disampaikan dalam Kitab Suci. Kitab Suci mengatakan bahwa upah dosa adalah maut (Rm 6:23). Oleh karena itu, Kristus wafat di salib untuk kita, agar dapat mengambil penghukuman atas dosa, yaitu maut itu; Kristus datang ke dunia, untuk mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa (2Tim 1:10). Nah, maka oleh pengorbanan Kristus itu kita dapat memperoleh hidup yang kekal, asalkan kita percaya kepada-Nya (lih. Yoh 3:16); yaitu hidup melaksanakan kehendak Allah, agar kita dapat masuk ke dalam Kerajaan dan kemuliaan-Nya itu (lih. 1 Tes 2:12). Nah, namun kenyataannya, kita… Read more »
Dear Katolisitas,
Saya tidak sedang meragukan sakramen tobat.
Saya hanya mau bertanya, apakah dosa kita bisa diampuni bila kita mengaku dosa kita di hadapan Tuhan (tanpa mengaku di hadapan Pastor)dengan penyesalan yang penuh dan berjanji tidak akan melakukan dosa yang sama?
Jika tidak bisa, untuk apa kita berdoa tobat saat misa? (saya mengaku kepada Allah yang maha kuasa bahwa saya telah berdosa dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian, saya berdosa saya berdosa saya sungguh berdosa dst.)
Shalom Yusuf,
Dengan sakramen tobat, maka Kristus sendiri mencurahkan rahmat pengampunan-Nya secara pasti. (lih. Yoh 20:21-23; Mat 16:16-19; Mat 18:18) Dosa-dosa berat tidak dapat diampuni dengan mengikuti Sakramen Ekaristi. Hanya dosa-dosa ringan yang dapat diampuni melalui Sakramen Ekaristi. Gereja juga mengenal pertobatan sempurna yang dapat menghapuskan dosa-dosa berat, dengan kondisi: penyesalan yang sungguh-sungguh karena berdasarkan cinta Tuhan dan bukan takut hukuman; dibarengi dengan niat yang sungguh untuk mengaku dosa secepatnya di dalam Sakramen Tobat jika kondisi memungkinkan. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Pak Stef, banyak terima kasih.
jadi tetap harus diikuti dengan pengakuan dosa di depan Pastor ya?
Karena saya punya dosa yang saya lakukan saat masih kecil / pra remaja, dan sepertinya dosa berat (dan itu sungguh karena ketidaktahuan). Saya merasa sangat malu bila harus mengaku di depan Pastor. Saat sudah tua, tidak mungkin saya melakukan dosa yang sama dengan itu lagi. Jadi mungkinkah saya mengaku saja di hadapanNya, dengan penyesalan / tobat penuh? karena saya yakin saya tdak mungkin akan melakukan hal itu di masa tua ini.
Shalom Yusuf Sumarno, Kalau dosa berat dilakukan sebelum menerima Sakramen Baptis, maka dosa berat dan dosa-dosa yang lain sebelum Baptisan telah diampuni pada waktu menerima Baptisan, sehingga tidak ada kewajiban untuk mengakukan dosa. Namun, kalau dosa berat tersebut dilakukan setelah Baptisan dan belum pernah diakukan di dalam Sakramen Tobat, maka tentu saja harus diakukan dalam Sakramen Tobat. Perlu diingat bahwa syarat dari tobat karena kasih atau pertobatan sempurna adalah secepat mungkin mengaku dosa di dalam Sakramen Tobat jika kondisi memungkinkan. Kalau Anda tidak mau mengaku dosa di depan pastor yang Anda kenal, silakan mengaku dosa di paroki lain. Menjelang Natal,… Read more »
Pak Stef, bnyak terima kasih.
Selamat Natal buat bapak, ibu dan team katolisitas.
[Dari Katolisitas: Selamat Natal juga untuk Anda sekeluarga]
Ibu Inggrid
Mungkin dalam Katolik tidak ada karma, tetapi hukum menabur dan menuai itu ada kan?
Bu, bagaimana kalau dulu kita melakukan dosa berat, dan sudah bertobat, apakah tetap kena juga hukum menabur dan menuai? semisal kita jahat dengan orang, apakah nanti kita akan dapat balasannya? Bagaimana jika kita sudah bertobat, apakah tetap kena balasannya?
Shalom Asri, Kitab Suci mengajarkan, “Apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Gal 6:7). Konteks ayat tersebut adalah, siapa yang menabur kedagingan/ dosa akan menuai kebinasaan dan siapa yang menabur dalam Roh Kudus, akan menuai hidup kekal (lih. Gal 6:8). Ada banyak kisah dalam Kitab Suci yang menunjukkan hal ini, yaitu kalau seseorang berbuat dosa/ kejahatan, maka ia akan menuai akibatnya, meskipun orang tersebut telah bertobat. Artinya, dosa itu selalu membawa konsekuensi. Banyak tokoh Kitab Suci yang mengalami hal ini, mulai dari Adam dan Hawa, yang walaupun telah diampuni oleh Tuhan, tetap diusir dari Taman Eden (Kej 3:23-24).… Read more »
Pertama,
Apa definisi akal budi yang membedakan manusia dan binatang?
Kedua,
Bagaimana membuktikan bahwa Allah juga adalah sebuah pribadi?
Terima kasih.
Setiawan
Shalom Setiawan,
Terima kasih atas pertanyaannya. Untuk definisi akal budi yang membedakan manusia dan binatang, anda dapat melihat artikel ini (silakan klik). Dan Untuk membuktikan bahwa Allah adalah sebuah pribadi, silakan melihat artikel ini (silakan klik), di bagian: Argument of fittingness untuk menjelaskan Trinitas.
Kalau setelah membaca kedua artikel tersebut, Setiawan masih mempunyai pertanyaan, silakan bertanya kembali. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://www.katolisitas.org
Shalom katolisitas Salam kasih, Saya pernah ditanya oleh seorang teman mengenai hal karma dan reinkarnasi, dimana saya memberitahukan bahwasanya diolehkarnakan saya beragama katolik sehingga (maaf) saya tidak mempercayai hal-hal tersebut.- Kemudian teman saya mengutip ayat Kejadian 3:23 Lalu Tuhan Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil.-dan seterusnya teman saya berkata : apakah ini bukan karma dimana karna dosa asal Adam sehingga kita yang harus menanggungnya?.- Dan saya berkata kepada teman saya, bahwa saya kurang tahu dan akan saya coba tanyakan dan jika saya sudah mendapatkan jawabannya maka saya akan memberitahukan kepada anda.- Mohon… Read more »
Shalom Paulus, Terima kasih atas pertanyaannya. Saya minta maaf atas keterlambatan menjawab pertanyaan Paulus, karena kesibukan kuliah. Mari kita melihat pertanyaan Paulus tentang karma dan reinkarnasi serta hubungannya dengan dosa asal. A. KARMA DAN REINKARNASI Karma dan reinkarnasi adalah menjadi ajaran pokok dari agama Hindu maupun Budha. Karma adalah suatu ajaran yang mengajarkan bahwa apa yang dialami sekarang adalah merupakan akibat dari baik atau buruk kehidupan di masa sebelumnya. Dan oleh karena itu, ada suatu rangkaian reinkarnasi (penjelmaan kembali, baik dalam bentuk manusia, ataupun mahluk hidup lainnya) di mana rangkaian kehidupan ini dilihat sebagai suatu penderitaan, dan penderitaan ini hanya… Read more »