Ada yang bertanya: Paus yang terpilih ini adalah pilihan manusia atau pilihan Tuhan? Ingin tahu jawabannya, saksikan terus video ini.

Sebelum seorang Kardinal terpilih menjadi Paus, dunia menanti dengan penuh harap. Para kardinal berkumpul dalam keheningan dan doa, memberikan suara mereka, dan akhirnya—ketika asap putih mengepul dari cerobong Kapel Sistina—Gereja bersukacita: Habemus Papam! “Kita memiliki seorang paus!”

Namun apa yang sebenarnya terjadi dalam momen suci ini? Apakah pemilihan itu semata-mata kegiatan manusiawi ataukah Allah turut campur tangan? Dapatkah kita sungguh percaya bahwa Roh Kudus membimbing pilihan para kardinal? Menurut Santo Thomas Aquinas, jawabannya terletak pada pemahaman yang mendalam tentang hubungan antara penyelenggaraan ilahi dan kebebasan manusia. Allah sungguh mengatur segala sesuatu—termasuk konklaf—namun Ia melakukannya melalui manusia yang bebas memilih.

1. Penyelenggaraan Allah Bekerja Melalui Kebebasan Manusia

Santo Thomas mengajarkan bahwa Allah membimbing dunia melalui penyelenggaraan ilahi—rencana-Nya yang bijaksana dan penuh kasih bagi segala sesuatu. Meski demikian, Allah tidak memaksa segalanya untuk terjadi. Sebaliknya, Ia bekerja melalui ciptaan-Nya, terutama melalui manusia yang menggunakan akal dan kehendaknya secara bebas. Dengan kata lain, kehendak Allah dan kebebasan manusia berjalan bersama. Ini seumpama pintu dengan dua engsel, yang bekerja bersama-sama.

Konklaf adalah contoh yang sangat baik. Para kardinal bebas memilih siapapun yang memenuhi syarat. Mereka berdoa, berdiskusi, dan mempertimbangkan apa yang dibutuhkan Gereja. Namun dalam semua itu, Allah tetap bekerja, dengan lembut membimbing pikiran dan hati mereka. Ia tidak mengambil alih kebebasan mereka—justru memperkuatnya. Seperti yang dikatakan Aquinas,

Allah menggerakkan segala sesuatu sesuai dengan cara keberadaannya.

1Dan karena manusia bersifat rasional dan bebas, Allah bekerja dalam diri mereka dengan menghormati kebebasan itu.

2. Kebijaksanaan dan Bantuan dari Roh Kudus

Para kardinal harus membuat keputusan yang serius dan penuh pertimbangan. Santo Thomas menyebut ini sebagai kebajikan kebijaksanaan praktis (prudensia)—kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan bagaimana melakukannya. Sebuah keputusan yang bijaksana mempertimbangkan kebutuhan Gereja saat ini, kualitas para calon, dan tantangan masa depan.

Namun mereka tidak mengandalkan kebijaksanaan manusia saja. Aquinas juga mengajarkan tentang karunia kebijaksanaan dan karunia nasihat, yang termasuk dalam tujuh karunia Roh Kudus. Karunia kebijaksanaan membuat para kardinal melihat segala sesuatu dengan kacamata Allah. Dan karunia nasihat membuat para kardinal melihat dengan lebih jernih apa yang dikehendaki Allah, terutama dalam situasi yang sulit dan dapat mengambil langkah yang tepat untuk menghadapinya. Dalam konklaf, para kardinal mengandalkan baik pengalaman manusiawi mereka maupun bimbingan ilahi. Ketika mereka mendengarkan dengan sungguh dalam doa dan mencari kebaikan Gereja, pilihan mereka menjadi tindakan yang berasal dari akal sehat dan sekaligus digerakkan oleh rahmat.

3. Allah Bekerja Melalui Pilihan Manusia

Sebagian orang bertanya: jika para kardinal bisa saja membuat kesalahan, bagaimana mungkin Roh Kudus tetap terlibat dalam konklaf? St. Thomas Aquinas membantu kita memahami bahwa kehendak Allah tidak selalu berarti memilih orang yang

sempurna.

Kadang-kadang, bahkan pilihan yang kurang ideal pun dapat menjadi bagian dari rencana Allah yang lebih besar.

Dalam sejarah, tidak semua paus adalah orang suci. Beberapa paus adalah pemimpin yang lemah dan hidupnya tidak sesuai dengan ajaran Kristus. Namun bahkan dalam saat-saat seperti itu, Allah tidak meninggalkan Gereja-Nya. Seperti yang diajarkan Aquinas, Allah dapat membawa kebaikan bahkan dari kesalahan manusia.2Yang terpenting adalah bahwa Gereja tetap berjalan—dan paus, siapapun dia, menjadi bagian dari karya Allah dalam sejarah.

4. Paus Sebagai Tanda Kesatuan

Paus bukan hanya seorang pemimpin—paus adalah tanda nyata dari kesatuan Gereja. Kristus adalah Kepala Gereja yang tak kelihatan, tetapi paus adalah wakil-Nya yang kelihatan di dunia. Tugasnya adalah menjaga iman, memelihara kesatuan, dan membimbing umat Allah.

Karena itu, konklaf bukan sekadar soal memilih seorang pemimpin—tetapi juga tentang menjaga kesatuan Gereja. Paus membantu Gereja tetap satu dalam iman dan misi, bahkan di tengah keberagaman budaya dan bahasa. Dan walaupun keputusan itu datang melalui suara manusia, pada akhirnya Allah sendirilah yang memanggil paus yang baru untuk menjadi penerus Rasul Petrus untuk memimpin Gereja-Nya atas nama Kristus.

5. Momen Misteri dan Rahmat

Konklaf mungkin tampak seperti sebuah peristiwa politis yang tertutup dari luar, tetapi sebenarnya itu adalah momen yang penuh dengan misteri dan rahmat. Allah menggunakan tindakan manusia—diskusi, pertimbangan, dan pemungutan suara—untuk melanjutkan karya-Nya dalam Gereja.

Santo Thomas Aquinas mengingatkan kita bahwa rahmat tidak menghancurkan kodrat manusia, melainkan menyempurnakannya. Dalam konklaf, rahmat menyempurnakan proses manusiawi pemilihan. Hasilnya bukanlah keajaiban yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan kerja sama antara rencana Allah dan tanggung jawab manusia. Ketika Gereja akhirnya mendengar seruan “Habemus Papam”, itu adalah tanda bahwa Allah sekali lagi bekerja melalui tangan manusia untuk membimbing umat-Nya.

Percaya kepada Penyelenggaraan Allah

Pemilihan paus menunjukkan betapa dalamnya Gereja percaya akan karya Roh Kudus. Ini adalah momen di mana Allah dan manusia bertemu—di mana penyelenggaraan ilahi dan kebebasan manusia berpadu. Sebagai umat beriman, kita diajak untuk mendoakan mereka yang memikul tanggung jawab ini, dan untuk percaya bahwa bahkan dalam ketidakpastian, Allah tetap setia kepada Gereja-Nya.

Hikmat Allah melampaui pemahaman kita, namun kasih-Nya tak pernah gagal. Dalam setiap konklaf, Roh Kudus tetap membimbing Gereja-Nya, menjaganya tetap satu, teguh dalam iman, dan terus berjalan dalam pengharapan.

HABEMUS PAPAM!

Doa kami menyertaimu, Paus….

  1. St. Thomas Aquinas, Summa Theologiae, II-I, q.10, a.4. * I, q.83, a.1: “itu adalah bagian dari pemeliharaan Tuhan, bukan untuk menghancurkan tetapi untuk melestarikan kodrat segala sesuatu.” Oleh karena itu, ia menggerakkan segala sesuatu sesuai dengan kondisinya;” ↩︎
  2. St. Thomas Aquinas, Summa Theology, I, q.2, a3: “Karena Tuhan adalah kebaikan tertinggi, Dia tidak akan membiarkan kejahatan terjadi dalam karya-Nya, kecuali kemahakuasaan dan kebaikan-Nya mampu mendatangkan kebaikan bahkan dari kejahatan.” ↩︎