Di gerbang gereja, beberapa orang terlihat sedang menawarkan sebuah buku. Aku menolak buku tersebut saat seseorang menawariku, takut disuruh bayar seperti pengalaman serupa waktu dulu pertama kali ke gereja. Setelah duduk dalam deretan bangku dan selesai berdoa, baru aku tahu kalau buku itu gratis. Dengan sedikit rasa sesal di hati, aku berpikir seharusnya aku mengambil saat ditawari.

Sempat tergelitik dalam benak bahwa betapa aku ternyata masih bermental gratis. Lebih mudah dan enak jika menerima pemberian yang gratis. Masih manusiawi, sih. Namun, ternyata Tuhan memaksaku berpikir lebih jauh. Bila aku ingin mendapat sesuatu secara “gratis”, apakah sikapku pada Tuhan juga demikian? Bila pengorbanan dan penderitaan adalah jalan yang Tuhan inginkan dari murid-Nya, apakah aku sudah siap melepas mental “gratis”?

“Banyak orang rela mengalami penderitaan asalkan tidak direpotkan oleh penderitaan itu” – St. Francis de Sales

Ternyata, saya belum siap. St. Fransiskus dari Sales menyindirku dengan telak. Aku ingin terlihat heroik seperti para kudus, namun menolak untuk menyelami penderitaan. Dalam hati, aku berharap bisa seperti para martir. Namun, untuk berkorban bagi keluarga atau sesama yang membutuhkan saja aku masih mengeluh.

Aku menemukan diriku sendiri masih berada dalam pola pikir “gratis”. Konsep penderitaan dalam diriku masih hanya teori. Aku ingin intim dengan Tuhan tapi menolak berdoa secara disiplin karena merepotkan. Aku ingin pertolongan Tuhan datang saat aku butuh, namun sering menghindar ketika orang lain merepotkanku. Aku mencari pengorbanan yang tidak merepotkan.

Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku (Mat 16:24)

Yesus ingin aku menjadi murid-Nya. Konsekuensinya adalah dengan memanggul salibku setiap hari. Bila aku menyatakan diriku beriman akan Kristus, imanku akan hidup hanya bila aku memiliki cinta kasih. Cintaku padaNya menjadi nyata hanya bila aku mau berkorban. Pengorbanan yang paling mudah adalah melalui orang-orang di dekatku.

Aku harus belajar bahwa memintal gulali membutuhkan api. Tidak mungkin gulaliku terbentuk bila aku menolak panasnya api. Aku butuh api Roh Kudus untuk membakarku dengan cinta-Nya. Memang api cinta panas dan menyakitkan. Supaya gulaliku untukNya bisa terbentuk, aku harus mulai belajar menanggung panas api cinta.

7 COMMENTS

  1. Shalom katolisitas, saya merasakan bahwa cintaku kepada Allah jauh kalah dibandingkan dengan cintaku kepada sesuatu yang secara langsung dapat kurasakan hasilnya. Seringkali hal ini disebabkan karena ketidakmampuanku mengendalikan egoku. Aku masih lebih ingin dihargai, oleh orang lain. Aku masih belum dapat meneladan Yesus yang rendah hati, yang menyangkal diri dan bersedia menderita dan mati demi sahabatnya yang dicintai. Oleh sebab itu dalam masa prapaskah ini kita saling mendoakan, mohon kekuatan dari Bapa agar mampu mengendalikan ego. Amin

  2. Terimasih buat mb ingrid n pak petrus buat pencerahan n motivasinya. Kadang niat utk membahagiakan org2 sekitar n keluarga membuat saya bimbang. Sy perlu memperkuat doa novena yang sy lakukan. Smga sy semakin dikuatkan Tuhan yang sedang berjuang sendiri mempertahankan iman ini. Terimaksih bnyk. Tuhan memberkati.

  3. cinta membutuhkan pengorbanan. apakah ketika seorang wanita katolik meninggalkan iman katoliknya untuk mengikut calon suaminya yang non katolik dan berharap suatu saat kembali ke gereja katolik adalah suatu pengorbanan?

    • Shalom Agustina,
      Nampaknya perlu dilihat terlebih dahulu bahwa kepada siapakah kita memberikan prioritas cinta kita? Sebab, jika mau mengikuti perintah Tuhan atas hukum kasih, maka pertama-tama kita harus mengasihi Tuhan terlebih dahulu. Jika Tuhan yang utama, maka kita menempatkan pengorbanan kita sebagaimana mestinya, suatu pengorbanan yang tidak pernah dapat dibandingkan dengan pengorbanan yang sudah lebih dahulu dilakukan oleh Tuhan Yesus di kayu salib untuk menyelamatkan kita.
      Maka hal meninggalkan iman kita, untuk alasan apapun tidak pernah dapat dianggap sebagai pengorbanan kita bagi Tuhan. Sebab yang terjadi adalah sebaliknya: kita meninggalkan Tuhan demi mengejar apa yang kita inginkan, dan bukannya meninggalkan keinginan diri kita (itulah pengorbanan kita) demi kasih kita kepada Tuhan.

      Jika sampai perkawinan beda agama tersebut tidak dapat dihindari, silakan memohon izin (jika beda gereja) atau dispensasi (jika beda agama) kepada pihak Keuskupan. Izin ataupun dispensasi dapat diberikan, asalkan dipenuhi persyaratan tertentu menurut ketentuan Gereja Katolik, silakan membaca artikel ini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Terkadang kita manusia memikirkan sesuatu menurut pola pikir kita yang terkadang banyak mengikuti emosi dan nafsu kita. Kita sebagai orang katolik hukum kasihlah yang kita kedepankan. Kata “KASIH” sangat besar maknanya. Untuk sdri Agustina, TUHAN telah memerintahkan untuk kita mengasihi-Nya melebihi segala sesuatu setelah itu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Coba didoakan dan minta pertolongan TUHAN untuk campur tangan dalam kesulitan yang anda hadapi ini. Kita orang katolik banyak “DOA NOVENA” yang diajarkan. Cobalah salah satu seperti Novena 3x SALAM MARIA, Novena BUNDA YANG SELALU MENOLONG, dan banyak lagi yang lain. Dalam KS TUHAN telah mengatakan bahwa “Doa orang benar bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya. Tapi ingat, janganlah kita memaksakan kehendak kita kepada TUHAN. Kita ini ciptaanNya, marilah dengan rendah hati dan membiarkan TUHAN bekerja untuk kebaikan kita. Kerja TUHAN itu nyata asal kita sabar. Sekali lagi janganlah memaksakan kehendak kita kepada TUHAN. Semoga bermanfaat. Sukses selalu untuk tim katolisitas. TUHAN YESUS MEMBERKATI

Comments are closed.