Home Blog Page 262

Manna dan Sabat

5

Pertanyaan:

Mengapa manna dan Sabat saling berhubungan dalam kitab Keluaran?

Jawaban:

Shalom Wans,

1. Manna

Di PL, kita ketahui bahwa manna adalah semacam roti yang diturunkan Allah dari langit kepada umat Israel saat mereka berada di padang gurun (Kel 16; Bil 11:6-9). Bentuknya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti kue madu (Kel 16:31). Manna ini diberikan oleh Allah setelah enam minggu di gurun Sin, setelah bangsa Israel bersungut-sungut terhadap kehidupan yang serba kekurangan di gurun. Sejak saat itu Allah menurunkan manna setiap hari, kecuali pada hari Sabat (di mana semua orang Israel harus beristirahat dan menguduskan hari Tuhan). Maka sehari sebelum hari Sabat Allah memberikan manna untuk keperluan dua hari. Roti manna ini dapat dimakan langsung, namun umumnya dibakar dan dijadikan kue. Allah menurunkan manna ini selama sekitar empat puluh tahun, sampai bangsa Israel sampai di Gilgal di tanah Yerikho (Yos 5:12).

Di PB, Kristus menggunakan manna sebagai simbol Ekaristi (yaitu Diri-Nya sendiri), yang adalah “Roti yang turun dari Surga”, “Roti hidup” yaitu roti yang menghidupkan yang maknanya jauh melebihi roti manna di padang gurun (Yoh 6). Rasul Paulus menyebut manna sebagai “makanan rohani” (1 Kor 10:3), yang menggambarkan Ekaristi.

2. Sabat

Di PL, Hari Sabat merupakan hari istirahat untuk dikuduskan bagi Tuhan (Kel 16:23, 31:15; Ul 5:14). Hari Sabat ini adalah untuk memperingati pembebasan umat Israel dari perbudakan di Mesir (Ul 5:14-15). Maka semua pekerjaan dilarang untuk dilakukan pada hari itu (Kel 20: 8-10; 31:13-17; Ul 5:12-14). Pekerjaan yang dilarang antara lain adalah memasak (Kel 16:23), mengumpulkan manna (Kel 16:26), menyalakan api (untuk memasak 35:3), membajak dan menabur (34:21), mengumpulkan kayu (Bil 15:32), membawa beban (Yer 17:21-22), dst. Larangan ini mengharuskan orang Israel untuk mempersiapkan makanan sehari sebelum hari Sabat. Pada hari Sabat ini, 1) kurban dilakukan dua kali lebih banyak dari hari biasa (Bil 27:3-10),2) diadakan penggantian roti manna yang ditempatkan di kemah suci (Im 24:5; 1 Taw 9:32), 3) umat berkumpul untuk menyembah Tuhan (Im 23:2-3)

Hari Sabat pertama dilaksanakan dalam kaitannya dengan pemberian manna/ hari ke-enam (Kel 16: 22). Musa mengingatkan bahwa pada hari itu orang-orang Israel harus mengumpulkan manna untuk 2 hari, sebab esoknya adalah hari Sabat bagi Tuhan. Para nabi menekankan pentingnya penerapan hari Sabat ini (Am 8:5; Yes 1:13; 57:13-14, Yeh 20:12-) Seiring dengan waktu, karena pengaruh kaum Farisi, maka diciptakan sistem yang rumit dan membebani dalam hal Sabat ini, sampai maksud utamanya, yaitu menguduskan hari Tuhan, menjadi kabur.

Di PB, Yesus menentang sistem yang terlalu membebankan pada hari Sabat ini yang sampai membuat manusia menjadi seperti ‘budak’ pada hari itu. Ia mengatakan “Sabat dibuat untuk manusia dan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2:27). Maka Ia menyembuhkan pada hari Sabat, dan menyatakan bahwa hal menguduskan hari Sabat tidak dilanggar jika yang dilakukan adalah tindakan kasih yang sangat diperlukan (Mat 12:3-; Mrk 2:25-;Luk 6:3; 14:5). Setelah kebangkitan Kristus, murid-murid Kristus kemudian merayakan ibadah pada hari Minggu/ hari pertama dalam pekan (Kis 20:7; 1 Kor 16:2).

Jadi kita melihat di PL, bahwa manna dan Sabat merupakan tanda penyertaan Allah kepada bangsa Israel. Manna menunjukkan bagaimana Allah telah memelihara dan memberi makan bangsa Israel selama di padang gurun. Demikian pula hari Sabat merupakan peringatan akan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, yang harus dirayakan dengan gembira (Yes 57:13). Manna dan Sabat dapat lebih dipahami hubungannya, jika kita melihatnya dalam terang Perjanjian Baru. Sebab sebagai tanda kasih pemeliharaanTuhan, baik manna maupun Sabat mengacu kepada penggenapannya dalam diri Kristus, sehingga tak heran keduanya (manna dan Sabat) dijelaskan dalam satu perikop Kel 16.

Kristus adalah Roti Hidup yang turun dari Surga, yang nilainya jauh lebih tinggi dari manna di padang gurun (lih. Yoh 6). Kasih-Nya kepada umat pilihan-Nya dinyatakan dengan wafat dan kebangkitan-Nya untuk membebaskan kita dari perbudakan dosa. Misteri Paska ini kita rayakan setiap hari Minggu, yaitu pada hari peringatan kebangkitan-Nya dari mati. Hari Minggu ini kemudian menjadi ‘hari Tuhan’ bagi kita umat beriman.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Gereja lambat dalam merespon permasalahan?

1

Pertanyaan:

Apakah benar Gereja lambat dalam merespon isu mengenai doktrin iman dan permasalahan perihal penggembalaan?

Dear Katolisitas.org

Dalam kesempatan ini aku hendak bertanya, “Apakah benar Gereja lambat dalam merespon isu mengenai doktrin iman dan permasalahan perihal penggembalaan?”

Pertanyaan ini muncul ketika belajar tentang Sejarah Gereja dan juga kejadian akhir-akhir ini. Aku ambil contoh, Konsili Trente dalam menanggapi gerakan protestanisme. Artikel dalam Wikipedia tentang Konsili Trente mengisahkan bahwa Konsili ini diadakan hampir sesaat setelah Luther akan menemui ajalnya. Kita sama-sama mengetahui kalau Konsili diadakan dari tahun 1545-1563, sebagai salah satu konsili terpanjang. Sebagai gambaran, Luther mengumumkan 95 tesisnya yang terkenal ini pada tahun 1517, tepatnya tanggal 31 Oktober di Wittenberg, 27 tahun berselang hingga Konsili Trente diadakan. Suatu waktu yang cukup lama sehingga Protestanisme berkembang dan tumbuh subur, hingga saat ini kita rasakan, terlebih di Indonesia yang dalam sejarahnya dijajah oleh Belanda yang notabene penganut ajaran Calvin, jadi Protestanisme sedikit banyak tumbuh di tengah mayoritas Islam.

Contoh yang lain lagi tentang isu rasionalisme yang berkembang di awal abad 20 sebagai manifestasi dari Aufklarung (berawal dari Rennaisance) atau The Enlightment, atau “Terang Budi”, suatu periode filsafat yang mengutamakan akal budi, kemajuan teknologi dan gerbang menuju dunia Modern, begitu pula kekuatan pemikiran modern mulai memasuki ranah filsafat teologi, dan akhirnya Gereja merespon dengan Konsili Vatikan I.

Memang kita mengetahui kalau Gereja sangat berhati-hati sekali dalam menanggapi suatu isu yang berkembang di dalam Gereja. Juga seringkali bertahap, dari diterbitkannya Motu Proprio, lalu Ensiklik, juga terkadang melalui sidang Gereja lokal setempat seperti Sinode para Uskup, barulah menyusul Konsili baik yang bersifat pastoral maupun dogmatis. Tetapi seringkali isu tersebut justru telah menyebar luas dan menyebabkan perpecahan di dalam Gereja itu, juga konsili sekalipun walau menegaskan ajaran iman, tak jarang pula perpecahan tetap ada dan menjadi problem yang berkepanjangan.

Bagaimana menjawab fenomena ini?

Julius Paulo

Jawaban:

Shalom Julius Paulo,

Dalam menyikapi adanya fakta sejarah dan kejadian di sekitar kita, yang tak selamanya baik, dan inipun terjadi juga di dalam sejarah Gereja Katolik, kita perlu mempunyai keyakinan, bahwa apapun yang terjadi Tuhan tidak pernah “kalah set”, sebab God is in control, sebab Ia “turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Rom 8:28). Jadi walaupun terjadi hal- hal yang negatif sekalipun, walaupun menurut pandangan manusiawi sepertinya Gereja “terlambat menyikapi”, namun kita harus percaya bahwa Allah tetap dapat bertindak untuk mendatangkan kebaikan, bahkan melalui keadaan- keadaan semacam ini. Sebab jika sampai Gereja memberi waktu/ tidak langsung memberi ultimatum terhadap seseorang/ suatu gerakan yang menyimpang, sebenarnya antara lain untuk memberi kesempatan kepada orang yang bersangkutan untuk bertobat dan kembali ke persekutuan dengan Gereja Katolik. Baru setelah upaya- upaya dialog tidak berhasil, maka Gereja melakukan Konsili untuk meluruskan pengajarannya.

Yakin akan campur tangan Allah, bukannya berarti kita tidak perlu bertindak apa-apa untuk membangun Gereja. Tetapi jika kita sudah melakukan bagian kita, kita tidak perlu terlalu “dipusingkan” dengan keadaan yang sudah lewat. Misalnya, bahwa melalui Reformasi, terbentuk gereja Protestan yang memisahkan diri dari Gereja Katolik, atau melalui kemajuan teknologi dan gerakan rationalisme, maka dunia dewasa ini banyak diwarnai prinsip relativisme dan sekularisme. Ini adalah sesuatu yang sudah terjadi, dan memang sekarang adalah tantangan bagi kita kaum beriman untuk hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai murid Kristus, di tengah keadaan dunia yang sedemikian. Adanya bermacam denominasi gereja juga dapat memberi motivasi kepadakita umat Katolik untuk semakin mengenal dan mendalami iman kita, menyebarkannya, dan berdoa bagi persatuan Gereja.

Maka jika kita membaca dokumen Konsili Vatikan II, kita melihat semangat Gereja untuk menanggapi keadaan dunia yang berkembang di dunia masa kini, tidak selalu dengan konotasi yang negatif, sebab kita percaya Tuhan tetap masih dan akan tetap dapat berkarya dapam keadaan apapun juga. Tuhan tetap dapat memakai setiap anggota Gereja-Nya untuk membangun Gereja dari dalam, dan panggilan ini adalah untuk anda dan saya juga. Yang sudah berlalu, biarlah berlalu, sekarang yang terpenting adalah saat ini dan bagaimana ke depannya. Itu yang menjadi tanggung jawab kita semua, untuk menyebarkan Terang Kristus ke seluruh dunia, mulai dari lingkungan di sekitar kita sendiri: keluarga, kerabat dan lingkungan kerja dan komunitas kita.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Bentuk konkret penghayatan sakramen

14

Pertanyaan:

Bagaimana dapat ditemukan bentuk-bentuk konkret akan penghayatan sakramen? Wans

Jawaban:

Shalom Wans,

Jika kita menghayati sakramen sebagai sungguh rahmat Allah kita perlukan untuk keselamatan kita (lih. KGK 1129), dan bahwa Kristus sendiri bekerja melalui sakramen (lih. KGK 1127) untuk memberikan rahmat-Nya kepada kita agar kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan ilahi-Nya (lih. KGK 1129), maka kita akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menerima sakramen- sakramen tersebut.

Persiapan yang paling nyata adalah dengan mempersiapkan hati dan pikiran kita sebelum menerima sakramen, dan menerima sakramen dengan disposisi/ sikap hati yang baik. Beberapa contoh konkretnya:

1. Sebelum menerima sakramen Pembaptisan, para katekumen diarahkan untuk bertobat dengan meninggalkan kehidupan mereka yang lama, untuk hidup baru bersama Yesus. Dianjurkan, sesuai dengan tradisi para Bapa Gereja, agar para katekumen berpuasa dan berpantang selama beberapa hari menjelang Pembaptisan, diiringi dengan doa- doa untuk mempersiapkan diri menjelang Baptisan. Doa dan puasa ini juga dilakukan oleh para pengajar katekumen dan para sponsor katekumen. Pemilihan nama baptis, harus didahului  dengan mempelajari teladan hidup tokoh Santa/ santo yang dipilih.

2. Sebelum menerima Sakramen Tobat, mengadakan pemeriksaan batin yang baik, sehingga dapat kita dapat menyebutkan dengan jelas dosa-dosa kita, dan bahkan jika memungkinkan, berapa kali frekuensinya. Untuk pemeriksaan batin yang baik, silakan klik di sini. Dan mohonlah Roh Kudus untuk menyatakan kepada kita dosa- dosa kita sebelum kita mengaku dosa dalam sakramen Tobat. Jika kita sungguh ingin bertumbuh di dalam iman dan kerohanian, kita selayaknya mengaku dosa secara rutin dalam Sakramen Tobat minimal satu bulan sekali.

3. Selanjutnya, kesadaran persiapan rohani sebelum menerima sakramen- sakramen yang lain, merupakan bukti yang nyata akan penghayatan akan makna sakramen. Kita selayaknya menyadari bahwa dosa telah memisahkan kita dengan Allah, sehingga jika kita ingin mengalami rahmat pengudusan dan persatuan dengan Allah, kita harus bertobat dan mengaku dosa- dosa kita. Maka, pemeriksaan batin dan penerimaan Sakramen Tobat menjadi persiapan yang baik untuk penerimaan sakramen- sakramen yang lain seperti, Ekaristi, Penguatan, Perkawinan, Tahbisan Suci, Pengurapan Orang Sakit.

4. Jika pemberian Sakramen Pembaptisan disertai Sakramen Penguatan dan Ekaristi sekaligus (disebut sebagai sakramen Inisiasi) pada orang dewasa, maka sakramen Pengakuan Dosa/ Tobat umumnya juga diberikan, dan dengan demikian, berlaku point 2.

5. Khusus sebelum menerima Sakramen Ekaristi, kita harus mempersiapkan hati. Jika kita melakukan dosa berat, kita harus mengaku dosa dalam Sakramen Tobat. Selanjutnya tentang persiapan hati menjelang dan sepanjang perayaan Ekaristi, silakan klik di sini.

6. Tentang sakramen yang menentukan panggilan hidup secara khusus dalam hidup, seperti Perkawinan (untuk yang terpanggil untuk membina hidup berkeluarga) atau Tahbisan Suci (untuk yang terpanggil untuk hidup selibat bagi Kerajaan Allah sebagai imam), maka persiapan yang dilakukan harus melibatkan proses discernment yang jujur dan bijak, dengan fokus utama untuk melakukan kehendak Tuhan di dalam hidup. Persiapan ini justru didasari oleh penghayatan kita akan makna sakramen yang akan diterima. Tidak ada salahnya bagi para mudika untuk mengikuti retret terlebih dahulu sebelum memutuskan jalan yang akan ditempuh. Silakan juga membaca tanya jawab di sini, tentang hal ini, silakan klik. Kekudusan (chastity) adalah bukti yang nyata akan penghayatan sakramen (baik terhadap sakramen Perkawinan maupun Tahbisan Suci), dan inilah yang selayaknya diterapkan dalam kehidupan kaum muda, entah nantinya ia dipanggil untuk hidup menikah atau selibat bagi Kerajaan Allah. Tentang “chastity” ini menjadi topik pengajaran 2010 di link ini, silakan klik, untuk mengetahui lebih lanjut.

7. Akhirnya, sikap yang menandai penghayatan akan sakramen adalah sikap hati yang selalu mensyukuri rahmat sakramen yang kita terima, dan siap sedialah untuk membagikan rahmat Allah itu melalui kesaksian hidup kita. Bagi yang membentuk keluarga, hiduplah dalam kekudusan keluarga, dan bagi yang menjadi imam, hidup sebagai imam yang kudus. Pasangan suami istri  hidup dalam kasih kesetiaan, yang selalu terbuka pada kelahiran anak-anak; para orang tua menjadi pendidik utama bagi anak-anaknya terutama dalam hal iman, dan para imam menjadi teladan kekudusan bagi umat. Di dalam kehidupan kita masing- masing, menikah atau tidak menikah, kita menjalani kehidupan sakramental, karena dalam perkawinan, suami dan istri menerapkan kehidupan kasih sakramental sebagaimana Kristus dengan Gereja-Nya (lih. Ef 5: 22-33, atau selanjutnya klik di sini). Demikian pula kehidupan antara imam dan umat, yang dengan cara yang khusus dan mendalam memberikan penggambaran tersebut secara rohani, sebab demikianlah yang dicontohkan oleh Tuhan Yesus sendiri.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Apakah berhala itu?

64

[Berikut ini adalah kelanjutan dari tanya jawab yang ada di sini, silakan klik. Namun karena pertanyaan ini menyebutkan topik baru yaitu pengertian “berhala”, maka kami memutuskan untuk memisahkannya menjadi artikel tersendiri. Pertanyaan ini ditulis oleh Hamba Tuhan, dan jawaban yang menyampaikan ajaran Gereja Katolik, disampaikan oleh Ingrid]

Pertanyaan:

[dari Katolisitas Feb 14, 2010: Sebenarnya beberapa kalimat dari Hamba Tuhan awalnya tidak kami tampilkan, karena kami menghormati keinginannya bahwa dia ingin berdiskusi dengan tidak ingin diketahui berasal dari agama lain/non-Katolik. Namun, karena Hamba Tuhan menyatakan keberatannya, maka kami memutuskan untuk menampilkan seluruh pesannya sebagai berikut, yang berwarna biru.  Kembali saya ingin menekankan, bahwa tidak ada orang yang menganggap bahwa anda sedang merusak iman Katolik.]

Untuk berikutnya saya berharap anda tidak mengidentifikasikan saya sebagai salah satu umat agama tertentu (walaupun sebenarnya memang saya adalah penganut satu agama yg taat) agar tidak membuat orang2 yg tidak mengerti dengan diskusi kita malah menyangka saya yg dari luar katolik berusaha untuk merusak iman katolik. anggap saja saya adalah orang yg sedang mencari kebenaran ajaran katolik, atau domba tersesat yg harus anda selamatkan. jadi anda harus bisa menyelamatkan saya dengan membuat saya mengerti dengan argumen2 anda tentang ajaran katolik. ok kita mulai dengan keluaran dulu, yaitu dengan nama apa Tuhan Musa memperkenalkan diri. ok kita mulai dengan keluaran dulu, yaitu dengan nama apa Tuhan Musa memperkenalkan diri.
keluaran 3:
(13) Lalu Musa berkata kepada Allah: “Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? –apakah yang harus kujawab kepada mereka?”
(14) Firman Allah kepada Musa: “AKU ADALAH AKU.” Lagi firman-Nya: “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.”
(15) Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun.

Jadi bisa dikatakan bahwa Tuhan Musa mempunyai nama dan identitas yg sama seperti dengan Tuhannya Abraham, Ishak dan Ya’kub. jadi Allah adalah nama Tuhan. jadi Allah adalah Tuhan yg Maha Esa sama dengan Allah Abraham, Ishak Yakub, dan Allah tidak mempunyai nama dan identitas lain untuk selama2nya. jadi kalau berbicara Allah, maka itulah nama dan identitas satu2nya Tuhan yg disembah oleh Musa, Abraham, Ishak dan Yakub.
Allah Musa hanya menampakkan diri kepada Musa dan tidak kepada umat Israel, maka ada kekhawatiran dari Musa bahwa bangsa Israel tidak akan mempercayainya, maka Allah memberikan Mukjizat2 untuk membuktikan kenabian musa kepada bangsa Israel. lihat kel 4: 1-9
lalu kemudian berikutnya pada kel 32 dijelaskan bahwa Musa pergi kegunung sinai dalam waktu yg lama sehingga bangsa Israel kehilangan pengajaran Allah, maka mereka menginginkan adanya bentuk Allah secara langsung, karena Musa yg selama ini menjadi penghubung mereka dengan Allah tidak diketahui rimbanya. kel 32
1) Ketika bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: “Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir–kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.”

lalu harun membuatkan sebuah perwujudan Allah yg berbentuk lembu dan dikatakan bahwa inilah Allah Musa yg telah menyelamatkan mereka dari mesir, kel 32:
(2) Lalu berkatalah Harun kepada mereka: “Tanggalkanlah anting-anting emas yang ada pada telinga isterimu, anakmu laki-laki dan perempuan, dan bawalah semuanya kepadaku.”
3) Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan anting-anting emas yang ada pada telinga mereka dan membawanya kepada Harun
(4) Diterimanyalah itu dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: “Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!”

Dalam menyembah patung lembu tersebut, bangsa Israel tetap memiliki kesadaran bahwa Tuhan mereka adalah Allah, yg telah menyelamatkan mereka dari Mesir. jadi yg mereka sembah bukan patung lembunya, melainkan Allah dalam bentuk/wujud patung lembu.
Jadi sampai disini bisa dikatakan bahwa Tidak ada manusia yg menyembah patung. yg mereka sembah adalah patung lembu sebagai Simbol/Perwujudan Allah dan dijadikan sarana beribadah kepada Allah. Maka yg dikatakan Allah2 yg lain dalam kel 20:3 adalah perwujudan2 Allah yg dibuat oleh manusia dalam bentuk ciptaanNya, baik itu patung maupun manusia. Allah sangat mencemburui bentuk2 yg dibuat manusia itu karena bentuk2 Allah tidaklah seperti itu. yg diketahui bahwa Allah adalah Roh, bukan seperti bentuk2 yg dibuat oleh manusia.
Maka kembali kepada kesimpulan semula bahwa Berhala adalah “perwujudan/simbolisasi wujud Allah dalam bentuk2 ciptaanNya baik itu patung maupun bentuk manusia” dan sungguh sangat lugu kalo memang benar2 ada orang yg menyembah benda tak bergerak seperti patung yg mereka buat sendiri. yg mereka sembah adalah berhala/perwujudan Allah yg dibuat patung yg kemudian disembah2.
bila ada yg salah silahkan dikoreksi, dan sengaja saya tidak membahas yg lain dulu biar kita bisa fokus dengan masalah “berhala”.

[dari Katolisitas: Pertanyaan berikut ini disatukan karena masih satu topik]
————————————————————————————————————————–
Mohon maaf saya tidak sependapat dengan ini karena tidak ada agama manapun yg mengajarkan penyembahan kepada Uang, Kekuasaan, pestapora, kenikmatan seksual, bahkan TV sebagai Tuhan, dan dengan membuat ritual2 penyembahan kepada hal2 tersebut diatas. manusia hanya memiliki kesadaran bahwa yg patut disembah adalah Tuhan/Allah. sedangkan hal2 diatas hanyalah bentuk2 yg membuat kita lalai dalam menyembah atau mengingat Tuhan/Allah. orang yg gila harta, kekuasaan, pesta pora tidak mungkin menyatakan bahwa harta, kekuasaan, pestapora adalah Tuhan/Allah yg menciptakan mereka sebagai manusia. silahkan anda pahami kembali arti “berhala” dalam alkitab. bila saya salah silahkan anda koreksi… Hamba Tuhan

Jawaban:

Shalom Hamba Tuhan,

1. Ya benar, Allah Musa adalah Allah Abraham, Allah Ishak, dan Yakub, yaitu Allah yang satu, yang dikenal sebagai Allah (YHWH/ Yahweh). Istilah “Aku adalah Aku” (I am who am) (Kel 3:14) itu menunjukkan kebesaran Allah, di mana Ia tidak tergantung oleh sesuatu yang lain; Ia adalah Diri-Nya sendiri, permulaan dan akhir segala sesuatu, kekal, sumber segala sesuatu. Perkataan ini “I am” (diterjemahkan sebagai: “Aku ada”) ini juga diucapkan oleh Yesus ketika Ia menjelaskan siapa Diri-Nya kepada orang-orang Yahudi, “….sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” (Yoh 8:58). Dengan perkataan-Nya ini, Yesus menyatakan Dia sudah ada sebelum Abraham. Untuk topik ini mungkin dapat kita bahas lebih lanjut di waktu yang akan datang.

2. Kita mengetahui bahwa Allah Abraham, Ishak,Yakub, Musa ini mensyaratkan penyembahan hanya kepada-Nya saja, sebab Ia adalah Allah yang Esa. Hal memang merupakan pengajaran yang menjadi pergumulan bagi bangsa Israel yang pada saat itu hidup dikelilingi oleh banyak bangsa yang mempunyai banyak allah. Penemuan arkeologis tahun 1929 yang ditemukan di Ugarit, Siria, mencatat bahwa pada zaman Perjanjian Lama (mulai 1550 BC), terdapat banyak “allah” yang dikenal pada bangsa-bangsa Kanaan pada masa itu (El, allah tertinggi; Baal, allah hujan; Asyera, dewi laut dan istri El; Anat, istri dan adik Baal; Astarte, allah/ dewi kesuburan). Penemuan ini cukup penting untuk mempelajari kisah Perjanjian Lama, dan mengapa bangsa Israel berkali-kali jatuh dalam dosa penyembahan berhala.

Kitab para nabi menjabarkan kepada kita bahwa Allah mensyaratkan bangsa Israel untuk menyembah Allah saja, dengan tidak menyembah allah- allah lain. Namun kita mengetahui betapa bangsa Israel jatuh berkali-kali dalam penyembahan kepada allah- allah lain ini, seperti yang dilakukan oleh bangsa- bangsa di sekitar tanah Kanaan ini. Dengan perkataan lain, bangsa Israel melihat bangsa-bangsa lain yang menyembah allah- allah ini, [umumnya digambarkan dengan patung]; dan ingin juga mempunyai allah seperti ini. Maka inilah yang dikisahkan pada kitab Kel 32 tersebut. Sayang memang Kitab Suci terjemahan bahasa Indonesia tidak memberikan terjemahan yang se- akurat bahasa aslinya, sehingga kemungkinan ada orang- orang berkesimpulan bahwa pada saat itu orang Israel ‘hanya’ membuat patung anak lembu untuk melambangkan Allah. Tetapi sebenarnya, jika kita melihat ke bahasa aslinya, maka kita mengetahui bahwa kisahnya tidak demikian.

Ketika Musa lama berada di atas gunung, bangsa Israel menjadi tidak sabar, dan mereka ingin membuat bagi mereka allah mereka sendiri, yang berbeda dari Allah Musa. Harun tak kuasa menahan keinginan mereka, dan ia akhirnya menuruti kemauan bangsa Israel. Jadi pada saat mereka melebur semua perhiasan emas, mereka sudah mempunyai niatan untuk membuat bagi mereka allah emas dan yang bukan Allah Israel. Inilah yang membuat Allah marah besar. Teks aslinya seperti pada Kitab Suci Vulgate, yang diterjemahkan ke bahasa Inggris dalam Douay Rheims ataupun RSV, adalah demikian:

Exodus 32:1-11

1. When the people saw that Moses delayed to come down from the mountain, the people gathered themselves together to Aaron, and said to him, “Up, make us gods, who shall go before us; as for this Moses, the man who brought us up out of the land of Egypt, we do not know what has become of him.”
2. And Aaron said to them, “Take off the rings of gold which are in the ears of your wives, your sons, and your daughters, and bring them to me.”
3. So all the people took off the rings of gold which were in their ears, and brought them to Aaron.
4. And he received the gold at their hand, and fashioned it with a graving tool, and made a molten calf; and they said, “These are your gods, O Israel, who brought you up out of the land of Egypt!”
5.  When Aaron saw this, he built an altar before it; and Aaron made proclamation and said, “Tomorrow shall be a feast to the LORD.”
6. And they rose up early on the morrow, and offered burnt offerings and brought peace offerings; and the people sat down to eat and drink, and rose up to play.
7. And the LORD said to Moses, “Go down; for your people, whom you brought up out of the land of Egypt, have corrupted themselves;
8.  they have turned aside quickly out of the way which I commanded them; they have made for themselves a molten calf, and have worshiped it and sacrificed to it, and said, ‘These are your gods, O Israel, who brought you up out of the land of Egypt!'”
9.  And the LORD said to Moses, “I have seen this people, and behold, it is a stiff-necked people;
10.  now therefore let me alone, that my wrath may burn hot against them and I may consume them; but of you I will make a great nation.”
11.  But Moses besought the LORD his God, and said, “O LORD, why does thy wrath burn hot against thy people, whom thou hast brought forth out of the land of Egypt with great power and with a mighty hand?

Perhatikan ayat ke- 1 di mana bangsa Israel menyatakan ketidak-sabaran mereka dan keinginan mereka untuk membuat allah- allah yang lain (gods, dalam bentuk jamak) seperti allah-allah pada bangsa-bangsa lain. Maka sejak awal mereka mempunyai maksud untuk membuat patung, untuk disembah sebagai allah lain itu. Sayangnya Harun tak meluruskan pandangan yang sesat itu, tapi malah mengikuti kehendak mereka, dengan melebur perhiasan emas mereka dan membuat patung anak lembu tuangan, seperti lambang Baal. Harun terlihat jadi “rancu” sendiri saat mengatakan “inilah allah- allahmu, yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir.” (ay. 4). Sebab ia sendiri tentu mengetahui bahwa bukan allah- allah lain yang membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir, tetapi Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Harun memang mengatakan bahwa esoknya adalah Hari Tuhan (ay. 5), tetapi ini tidak mengubah kenyataan bahwa maksud awal dari bangsa Israel adalah membuat bagi mereka allah emas, yang lain dari Allah (Yahwe), dan inilah yang membuat Allah marah. Sebab dengan membuat patung emas itu, bangsa Israel melanggar perintah Allah yang pertama dalam ke 10 perintah Allah, yaitu, “Akulah Tuhan (dalam bentuk tunggal), Allahmu yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir….Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” (Kel 20:2-3) Jangan kamu membuat di samping-Ku allah perak, juga allah emas janganlah kamu buat bagimu.” (Kel 20:23)

Perintah Allah inilah yang jelas- jelas dilanggar oleh bangsa Yahudi. Mereka sudah tahu bahwa hanya Allah (bentuk tunggal) yang membawa mereka keluar dari Mesir dan yang menyembuhkan mereka (lih. Kel 15:26). Namun mereka masih menginginkan untuk membuat bagi diri mereka allah emas, seperti yang mereka lihat pada bangsa-bangsa lain. Maka  di jawaban saya sebelumnya saya mengatakan bahwa penyembahan berhala mereka terletak pada kenyataan bahwa mereka membuat patung untuk disembah sebagai allah. Maka Allah berkata kepada Musa, “Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel, inilah allah-allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.” (ay. 8)

Jadi jelas di sini Allah marah kepada bangsa Israel karena : 1) mereka mempunyai allah lain di hadapan-Nya; 2) mereka membuat patung dan menyembah patung itu sebagai allah lain itu. Maka di sini kita dapat menangkap esensi penyembahan berhala, yaitu menyembah sesuatu ciptaan sebagai allah lain, sehingga menggeserkan kedudukan Allah yang seharusnya menempati tempat terutama di dalam hidup kita. Memang benar kata anda bahwa patung umumnya dibuat untuk menggambarkan sesuatu, dan justru itulah maka tidak bisa dilepaskan dari maksud pembuatannya. Dalam hal ini, mungkin kita perlu melihat, bahwa menyembah patungnya atau allah lain yang digambarkan oleh patung itu, keduanya merupakan kesatuan dalam kasus Kel 32. Karena dari awal mereka sudah bermaksud membuat patung untuk disembah sebagai allah lain. Dengan demikian mereka menggantikan Allah dengan allah lain itu, dan inilah yang tidak berkenan kepada Allah.

Prinsip ini menyampaikan kepada kita pengertian selanjutnya, yaitu bahwa membuat patung saja tidak langsung dapat dikatagorikan sebagai menyembah berhala, sebab jika tidak disembah sebagai allah, itu bukanlah penyembahan berhala. Kita melihat contohnya dalam keadaan sehari- hari, bahwa patung- patung dibuat untuk pelajaran biologi, atau untuk obyek seni rupa, atau dalam rupa mainan anak- anak, ‘patung’ dibuat dengan bahan plastik, karet atau busa. Namun sepanjang patung tidak disembah, misalnya dengan korban-korban bakaran, maka hal itu tidak dapat dikatakan sebagai penyembahan berhala.

Dari Kitab Suci kita mengetahui bahwa penyembahan berhala dapat dilakukan dalam bentuk penyembahan kepada matahari, bulan dan bintang (Ul 4:19, Yer 8:2, Yeh 8:16) patung berhala/ patung tuangan (Kel 34:17, Im 19:4; Bil 33:52), allah emas (Kel 32:31; 2 Taw 13:8), allah buatan tangan manusia (Ul 4:28, Mzm 115:4-7), Baal, Asyera (Bil 33:52; 2 Raj 17:16; 21:3; 2 Taw 33:3), atau disebut sebagai dewa-dewa asing/ allah lain (Kej 35:2,4; Yos 24:20; Hak 2:12,17; 1Raj 14:9) dengan mengorbankan anak- anak manusia (Yer 7: 17-20, 2Raj 3: 26-27; 16:3; 17:17-18) dan melakukan ramalan dengan memanggil roh arwah (2 Raj 21:5-6; 1 Sam 28:14-15).

Jika kita membaca seluruh Kitab Perjanjian Lama, kita akan menemukan betapa Allah membenci “penyembahan berhala” ini dalam kehidupan bangsa Israel. Sebab penyembahan berhala ini melanggar perintah Tuhan yang utama dan pertama. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian:

KGK 2112    Perintah pertama mengecam keberhalaan. Diminta dari manusia supaya hanya beriman kepada Allah, dan bukan kepada allah-allah lain, dan supaya tidak menghormati allah-allah lain di samping Allah yang Esa. Kitab Suci mendesak terus-menerus untuk menolak berhala-berhala. Berhala-berhala ini “hanyalah emas dan perak, buatan tangan manusia. “Mereka mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berbicara, mempunyai mata tetapi tidak dapat melihat”. Berhala-berhala yang tidak bertenaga ini membuat orang menjadi tidak bertenaga: “Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya” (Mzm 115:4-5, 8) Bdk. Yes 44:9-10; Yer 10:1-16; UI 14,1-30; Bar 6; Keb 13:1-15:19.. Sebaliknya Allah adalah “Allah yang hidup” (umpamanya Yos 3: 10 dan Mzm 42:3), yang memberi hidup dan yang campur tangan di dalam sejarah.

KGK 2114     Dalam penyembahan kepada Allah yang Esa, kehidupan manusia menjadi satu keutuhan. Perintah supaya menyembah hanya satu Tuhan, menjadikan manusia itu sederhana dan menyelamatkan dia dari kehancuran berkeping-keping yang tidak ada akhirnya. Pemujaan berhala adalah satu penyelewengan perasaan religius yang dimiliki manusia. Siapa yang mengabdi kepada dewa-dewa, “mengarahkan kerinduan yang tak terhapus akan Allah kepada sesuatu yang lain dari Allah” (Origenes, Cels. 2,40).

3. Selanjutnya Gereja Katolik, berdasarkan pengajaran Kitab Suci, tidak membatasi “penyembahan berhala” hanya kepada penyembahan kepada patung-patung tuangan dan dewa dewi. Tetapi juga kenyataan bahwa manusia dapat menempatkan sesuatu/ seseorang di tempat Allah dan ini adalah bentuk ‘berhala’ masa kini.

KGK 2113     Pemujaan berhala tidak hanya ditemukan dalam upacara palsu di dunia kafir. Ia juga merupakan satu godaan yang terus-menerus bagi umat beriman. Pemujaan berhala itu ada, apabila manusia menghormati dan menyembah suatu hal tercipta sebagai pengganti Allah, apakah itu dewa-dewa atau setan-setan (umpamanya satanisme) atau kekuasaan kenikmatan, bangsa, nenek moyang, negara, uang, atau hal-hal semacam itu. “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” demikian kata Yesus (Mat 6:34). Banyak martir yang meninggal karena mereka tidak menyembah “binatang” (Bdk Why l3-l4).; malahan mereka juga menolak menyembahnya, walaupun hanya dengan berpura-pura saja. Pemujaan berhala tidak menghargai Allah sebagai Tuhan yang satu-satunya; dengan demikian ia mengeluarkan orang dari persekutuan dengan Allah (Bdk Gal 5:20; Ef 5:5).

Dari tanggapan anda, saya mengetahui bahwa anda tidak setuju dengan prinsip ini (bahwa menggantikan Allah dengan sesuatu ciptaan adalah berhala), namun sesungguhnya prinsip ini sangatlah sederhana, dan bahkan ada dalam kamus/ dictionary. Jika anda ketik “worship” di dictionary.com, dikatakan demikian pada point 3: “adoring reverence or regard: excessive worship of business success.” pengertian yang demikian, mempunyai sinonim “idolatry“/ berhala, seperti juga tertulis demikian di sana :honor, homage, adoration, idolatry. Maka jika seseorang mengisi pikiran dan hati hanya untuk mencari uang saja, dari bangun tidur sampai malam, sepanjang hari yang dipikir hanya bagaimana supaya mendapat uang banyak; ia mengarahkan segenap tenaga, pikiran dan hati hanya kepada uang. Di sini, sebenarnya ia bukan saja “lalai” dalam mengingat/ menyembah Allah, tetapi ia telah menempatkan uang di tempat utama dalam kehidupannya, dan menggeserkan tempat Tuhan. Maka, ia “mengabdi kepada Mamon”/ dewa uang, walaupun tidak melakukan korban bakaran. Maka Rasul Paulus mengajarkan,

“Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.” (Ef 5:5)

Di sini jelas dikatakan bahwa orang yang menomorsatukan uang/ serakah dan kecemaran/ kenikmatan seksual di atas segala- galanya, adalah penyembah berhala, yang tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Sebab perintah Allah yang utama seperti diajarkan oleh Kristus adalah, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Mrk 12:30, lih. Mat 22:37, Luk 10:27). Maka jika seseorang mengarahkan segenap hati, jiwa, akal budi, kekuatan, hanya untuk mengejar ‘ciptaan’ saja (uang, kekuasaan, kenikmatan duniawi), maka ia dapat dikatakan “menyembah berhala” karena menggantikan kedudukan Tuhan dengan ciptaan itu. Ia memang tidak usah mengakui bahwa uang, kekuasaan, atau kenikmatan itu adalah Sang Pencipta, atau memberikan korban bakaran kepada uang, kekuasaan, kenikmatan itu; namun dengan sikap hidupnya yang menggantikan tempat Tuhan dengan hal- hal itu, itu sudah merupakan penyembahan berhala. Demikianlah yang diajarkan oleh Kitab Suci, dan oleh Gereja Katolik.

4. Namun demikian mengenai penyembahan dan penghormatan ini, Gereja Katolik menegaskan ada dua macam pengertian yaitu:

1. Latria (penyembahan) yang hanya ditujukan kepada Allah Tritunggal (Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus)
2. Dulia (penghormatan) yang ditujukan kepada:
– Para orang Kudus, termasuk Bunda Maria (kadang kepada Maria, disebut hyper-dulia)
– Penghormatan kepada benda tertentu yang melambangkan Allah ataupun Para Kudus dan Maria. Contohnya yaitu salib (crucifix), patung Bunda Maria, Patung santa-santo, dll. Penghormatan ini kadang disebut sebagai dulia- relatif.

Kata ‘latria’ dan ‘dulia’ ini memang tidak secara eksplisit tertera di dalam Kitab Suci, tetapi, kita dapat melihat penerapannya dengan jelas. Misalnya:
1. Perintah Tuhan yang pertama pada kesepuluh Perintah Allah adalah perintah untuk menyembah Allah saja dan jangan sampai ada allah lain yang kita sembah selain Dia. Di sini maksudnya adalah ‘latria’ (Kel 20: 1-6).
2. Penghormatan Yusuf kepada ayahnya Yakub. Yusuf sujud sampai ke tanah untuk menghormati ayahnya Yakub (Kej 48:12), itu ‘dulia’.

Penghormatan ‘dulia’ ini tidak dapat dikatakan sebagai menyembah berhala, sebab prinsip penghormatan ini tidak untuk menjadikan obyeknya sebagai saingan Allah. Prinsip penghornatan “dulia” hanya seperti menghormati seorang juara kelas di sekolah, atlet yang menang olimpiade, ataupun seorang pahlawan negara, yang dihormati karena kesempurnaan yang dicapai oleh mereka. Dalam hal rohani, kita menghormati Bunda Maria dan para santo/ santa atas kesempurnaan kerjasama mereka dengan rahmat Allah dalam kehidupan mereka. Jadi mereka bukan “saingan” Allah seperti Baal dan Asyerah, tetapi mereka adalah rekan sekerja Allah, sehingga penghormatan kepada mereka merupakan juga penghormatan kepada Allah yang telah menciptakan mereka.

5. Tentang definisi anda bahwa penyembahan berhala adalah juga penyembahan Allah yang berinkarnasi (Allah yang menjelma menjadi manusia), itu tidak dalam konteks yang sedang dibicarakan di sini, karena jika anda membaca ayat-ayat Kel 32 tersebut, yang ada adalah penyembahan terhadap patung lembu emas, yang kemungkinan besar melambangkan Baal [walau tidak disebutkan di sini secara eksplisit], namun yang jelas bukan Allah Israel, sehingga Allah marah besar melihatnya.

Demikian yang dapat saya tanggapi dari pertanyaan dan pernyataan anda. Semoga tulisan ini dapat menjadi masukan buat anda, tentang “berhala” ini, menurut ajaran Gereja Katolik.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Tidak ikut gerak liturgis: dosakah?

32

Pertanyaan:

1.Apakah gerak-gerik liturgis ( duduk, berlutut, membungkuk dll) merupakan inti ajaran iman katolik?
2.Apa sanksinya jika kita tidak mengikuti gerak gerik liturgis tersebut?
3.Apakah ketidak patuhan dan ketidakmauan mengikuti gerak gerik liturgis merupakan dosa? Dosa besar atau kecil?
Catatan : Dalam kebaktian di gereja Pantekosta, umatnya bertepuk tangan dan menangis yang mana tidak bisa ( sulit ) diikuti juga oleh umat katolik.
4.Kalau ada dosa yang berkaitan dengan ketidak patuhan atas tata cara liturgis, apakah dosa tersebut bersifat objektif universal yang berlaku bagi semua manusia? Kalau tidak obyektif dan universal, mengapa harus dianggap dosa? Atau dengan kata lain mengapa harus ada dosa liturgis yang ekslusif dibebankan bagi umat katolik?
5.Mengapa pada saat mendengarkan pembacaan pertama dan kedua pada hari minggu, umat dipersilakan duduk, sedangkan pada saat pembacaan Injil, umat berdiri? Bukankah ketiga bacaan itu dari Alkitab yang sama? Apakah karena terdapat perbedaan kualitas isi Sabda Allah antara bacaan pertama kedua dengan yang ketiga? Ada yang tidak logis dalam aturan duduk dan berdiri pada saat pembacaan bagian kitab suci.
6.Apa efek bagi kualitas hidup beriman kalau mengikuti Misa yang disertai pendupaan dan yang tidak disertai pendupaan?
Terima kasih atas kesediaan Bapak Ibu dan pembaca lainnya yang berkenan membantu memberikan penjelasan kepada kami. Herman Jay,

Jawaban:

Shalom Herman Jay,

1. Gerak gerik liturgis (duduk, berlutut, berdiri, membungkuk dll) bukan merupakan inti ajaran iman katolik, karena sikap demikian lahir dari suatu penghayatan akan makna yang ingin disampaikannya. Namun sikapnya sendiri (duduk, berlutut, berdiri, dst) bukan inti ajaran Gereja Katolik.

2. Maka sangsinya jika tidak mengikutinya itu tergantung dari alasannya mengapa tidak melakukan hal itu. Misalnya, berlutut pada saat konsekrasi itu alasannya adalah karena kita menyadari bahwa saat itu adalah saat yang sangat kudus, saat Yesus mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya, dan bahwa Yesus sungguh-sungguh hadir pada saat itu. Kalau orang tidak mau berlutut karena sedang sakit kaki/ sakit lutut, maka itu berbeda kasusnya dengan tidak mau berlutut karena tidak menyakini bahwa Yesus sungguh-sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur itu. Jadi kasus yang pertama sesungguhnya dapat dikatakan tidak merupakan dosa (jika sakitnya memang tidak memungkinkan untuk berlutut) namun di kasus kedua, itu berdosa, jika ia Katolik, namun berkeras tidak percaya kepada salah satu doktrin yang utama, yaitu kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi (the real presence of Christ in the Eucharist). Jadi masalahnya saya rasa bukan pada sangsinya, melainkan alasannya.

3. Dengan prinsip ini kita akan menjawab pertanyaan anda:

Apakah ketidak patuhan dan ketidakmauan mengikuti gerak gerik liturgis merupakan dosa? Dosa besar atau kecil?
Catatan : Dalam kebaktian di gereja Pantekosta, umatnya bertepuk tangan dan menangis yang mana tidak bisa ( sulit ) diikuti juga oleh umat katolik.

Jika alasannya anda ketahui, maka anda akan dapat menentukan apakah ketidakpatuhan itu adalah dosa ringan atau dosa berat. Sebab sebuah tindakan dikatakan sebagai dosa berat adalah jika memenuhi 3 syarat: 1) obyeknya termasuk berat/ serius; 2) orang itu tahu jika itu salah; 3) walaupun tahu itu salah namun tetap dilakukan.

Jadi yang menjadi masalah di sini bukan semata-mata “gesture”-nya/ sikap gerak geriknya, tetapi alasan di baliknya itu apa. Jika alasannya karena tidak mau menghormati Tuhan Yesus, tentu ini termasuk obyek yang berat/ serius, dan jika dilakukan karena kekerasan hati, dengan pengetahuan penuh, maka dapat dikatakan dosa berat. Tetapi kalau alasanya karena sakit kaki, atau tidak paham betul akan maknanya karena tidak mendapat formasi yang baik pada masa katekumen, misalnya, maka ini tidak menjadikannya sebagai dosa berat. Dengan prinsip yang sama, maka jika umat Protestan yang datang ke gereja Katolik, tidak dapat memahami atau mengikuti gerak gerik dalam Misa Kudus, karena penghayatan mereka yang berbeda, mereka tidak dapat dikatakan ‘berdosa berat’.

4. Dengan prinsip di atas, maka kita melihat bahwa ketidakpatuhan terhadap tata cara liturgis itu tidak otomatis dapat dikatakan sebagai dosa berat. [Hanya jika pelanggaran itu memenuhi 3 syarat di atas, baru dapat dikatakan dosa berat]. Mungkin yang bisa dihubungkan adalah dosa ringan karena setidak-tidaknya mengganggu kesatuan liturgis dengan umat yang lain.

Maka yang harus dipahami di sini adalah bahwa bukan ketidakpatuhan terhadap gerak- gerik liturgis itu sendiri yang dijadikan fokus untuk menilai apakah itu dosa atau tidak. Sebab yang lebih penting di sini adalah alasan di baliknya. Jadi sebenarnya tidak ada istilah dosa liturgis. Klasifikasi dosa adalah: 1) Dosa asal yang diturunkan oleh Adam dan Hawa (ini sudah dihapuskan Pembaptisan) 2) Dosa pribadi yang kita lakukan sendiri, yang terdiri dari dosa berat dan dosa ringan (Dosa pribadi juga sebenarnya sudah dihapuskan pada saat Pembaptisan, tetapi setelahnya kita masih dapat jatuh dalam dosa, entah dosa berat atau ringan).

Sedangkan kalau mau ditarik secara horizontal, maka kita mengenal dosa pribadi (masing-masing orang), dan dosa komunal (kalau sudah menjadi dosa komunitas, seperti kurang menjaga kebersihan lingkungan bersama, sistem kemasyarakatan yang koruptif, dst)

5. Kita berdiri pada saat Bacaan Injil karena kita mengakui bahwa Injil itu mengandung perkataan Yesus sendiri, atau mengajarkan rencana KeselamatanNya. Jadi “berdiri” itu  menunjukkan fokus perhatian kita kepada Tuhan Yesus, yang memang menjadi pusat perhatian kita sepanjang Misa Kudus. Ini bukannya untuk menunjukkan bahwa bacaan Kitab Suci yang lain (di luar Injil) tidak penting atau kurang penting, tetapi “berdiri” pada pembacaan Injil  dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pada Injil-lah tergenapi nubuat Perjanjian Lama atau pada Injillah surat-surat para rasul bersumber.

Gereja Katolik mengajarkan bahwa perayaan Ekaristi merupakan perayaan Misteri Paskah Kristus yang olehnya Yesus menggenapi karya keselamatan (lihat KGK 1067) maka pusat perhatian kita di Misa Kudus adalah Kristus. Maka walaupun kita percaya bahwa semua bacaan Kitab Suci adalah Sabda Allah, namun secara khusus kita menghormati perkataan/ pengajaran yang secara langsung disampaikan oleh-Nya atau berhubungan dengan Misteri Paska-Nya.

6. Apa efek bagi kualitas hidup beriman kalau mengikuti Misa yang disertai pendupaan dan yang tidak disertai pendupaan?

Sebenarnya secara sederhana, jawabnya adalah tidak berefek. Pendupaan hanyalah merupakan lambang doa- doa yang terangkat ke hadirat Tuhan, seperti yang pernah dibahas di sini, silakan klik. Namun tanpa ukupan dupa, juga doa- doa umat beriman tetap naik ke hadirat Allah. Umumnya, Misa dengan pendupaan dilakukan pada Misa hari raya/ hari Minggu, sedang yang tanpa pendupaan pada misa hari biasa. Tentu jika dikatakan tidak ada efeknya, bukan untuk mengatakan bahwa “kalau begitu ke gereja hari Minggu dan hari biasa itu sama saja.” Sebagai umat Katolik yang sudah dibaptis memang kita harus menguduskan hari Tuhan (yaitu hari Minggu untuk memperingati hari kebangkitan-Nya), maka Misa Kudus hari Minggu tidak dapat digantikan dengan Misa pada hari biasa.

Kualitas hidup beriman tidak tergantung dari pendupaan, tetapi tergantung dari rahmat Tuhan yang diterima melalui doa, firman Tuhan dan Sakramen, dan kemudian dari kerjasama antara orang yang bersangkutan dengan rahmat Tuhan yang ia terima tersebut, dengan hidup di dalam kekudusan.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Mengapa Yesus dicobai oleh Iblis di padang gurun?

67

Pendahuluan:

Sungguh menjadi suatu tantangan tersendiri untuk mengajak keponakan-keponakan yang masih kecil untuk ke tempat perbelanjaan. Bagi anak-anak kecil toko serba ada merupakan tempat yang menyenangkan dan sekaligus menggoda, karena terlalu banyak mainan yang ditawarkan. Terlebih lagi, toko serba ada tersebut tahu cara menata mainan, sehingga dapat menggoda anak-anak, sehingga mengakibatkan mereka merengek untuk dibelikan mainan.

Pernahkan terfikir oleh kita, bahwa Iblis juga sama seperti pemilik toko serba ada yang tahu cara memberikan iming-iming kepada manusia, sehingga manusia dapat tergoda? Sang penggoda tahu kelemahan-kelemahan manusia, sehingga kalau tidak berhati-hati manusia dapat tergoda dengan mudah. Rasul Yohanes menyadari hal ini sehingga dia mengingatkan godaan dari Iblis yang terdiri dari: keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (1 Yoh 2:16). Dan lebih lanjut, Yesus telah membiarkan Diri-Nya dicobai oleh Iblis, sehingga Yesus dapat menyingkapkan perangkap Iblis dan menunjukkan kepada manusia bagaimana untuk bertahan dari godaan Iblis.

Yesus menyingkapkan strategi iblis dalam mencobai manusia dan memberikan solusi untuk menghadapinya

Kisah tentang Yesus dicobai oleh Iblis di padang gurun diceritakan di Mt 4:1-11; Lk 4:1-13 dan Mk 1:12-13. Mari sekarang kita melihat dan membahas apa yang dituliskan oleh Lk 4:1-13.

1  Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun.
2  Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah waktu itu Ia lapar.
3  Lalu berkatalah Iblis kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti.
4  Jawab Yesus kepadanya: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja.”
5  Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia.
6  Kata Iblis kepada-Nya: “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki.
7  Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu.”
8  Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!
9  Kemudian ia membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah,
10  sebab ada tertulis: Mengenai Engkau, Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi Engkau,
11  dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu.”
12  Yesus menjawabnya, kata-Nya: “Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!
13  Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik.

Pernahkan terfikir oleh kita, mengapa Yesus memberikan Diri-Nya dicobai oleh Iblis? Bukankah Yesus adalah Allah? Mengapa Allah membiarkan Diri-Nya dicobai oleh Iblis? Bukankah sebagai Allah, Yesus tahu bahwa Dia pasti menang melawan godaan Iblis? Namun, semua hal ini dilakukan oleh Yesus bukan untuk Diri-Nya sendiri, namun dilakukannya untuk kepentingan manusia, makhluk yang dikasihi-Nya. Yesus membiarkan Diri-Nya dicobai untuk menunjukkan strategi Iblis dalam menggoda manusia dan pada saat yang bersamaan, Yesus menunjukkan jalan bagaimana untuk menghadapi godaan tersebut. Semua yang Yesus lakukan merupakan suatu pelajaran bagi kita manusia, sehingga kita dapat mengikuti apa yang dilakukan-Nya, sehingga kita dapat mencapai keselamatan kekal.

Yesus adalah hukum yang baru

Puasa selama 40 hari yang dilakukan oleh Yesus, mengingatkan kita akan apa yang dilakukan oleh Musa, seperti yang dikatakan di kitab Keluaran: “Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan TUHAN empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman” (Kel 24:28). Dengan demikian, Yesus ingin menunjukkan bahwa Dia adalah hukum yang baru. Hukum yang sebelumnya dituliskan dalam dua loh batu sekarang menjadi daging; yang dulu merupakan hukum Taurat (law), sekarang menjadi rahmat (grace). Sama seperti Musa membawa dua loh batu kepada bangsa Israel dan menyatakan hukum Allah, maka Yesus membawa Diri-Nya sendiri dan menyatakan hukum yang baru dalam kotbah di  bukit (lih. Mt 5), yang ditutup dengan suatu tuntutan yang terlihat tidak mungkin, yaitu “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mt 5:48). Dan tuntutan akan kesempurnaan hanya mungkin terjadi dengan rahmat Allah, yang tercurah dari pengorbanan Yesus sendiri di kayu salib.

Baptisan adalah suatu genderang perang terhadap iblis

Kita juga melihat bahwa pencobaan Yesus ini terjadi setelah Yesus dibaptis. Kita tahu bahwa baptisan bukan hanya sekedar simbol, namun merupakan suatu tindakan untuk mati terhadap dosa dan hidup di dalam Kristus (lih. Rm 6:1-6). Dengan Sakramen Baptis, maka kita menjadi anak-anak terang dan bukan lagi menjadi anak-anak gelap; meninggalkan manusia lama dan menjadi manusia baru, yang berarti mengikuti jalan Tuhan dan meninggalkan jalan Iblis. Oleh karena itu, secara tidak langsung, orang-orang yang telah dibaptis telah membunyikan genderang perang terhadap Iblis. Jadi, pencobaan Yesus setelah baptisan, mengajarkan kepada kita semua yang telah dibaptis untuk senantiasa bertumbuh di dalam kehidupan spiritualitas kita, karena kita pasti akan mengalami percobaan-percobaan hidup. Kita tidak dapat lulus dalam ujian tanpa bergantung pada rahmat Allah. Dengan demikian, kita harus mengikuti Kristus dalam menghadapi percobaan. Mari kita menganalisa satu-persatu percobaan yang dialami oleh Yesus.

Pencobaan 1 – Merubah batu menjadi roti vs Firman Allah

Kita tahu bahwa dosa asal membawa “concupiscence” atau kecenderungan berbuat dosa. Dan ini diterangkan oleh rasul Yohanes “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.” (1 Yoh 2:16) Agar manusia dapat menghadapi tiga hal ini, maka Yesus menunjukkan bagaimana untuk bertahan dari keinginan daging, mata dan keangkuhan hidup. Dan hal ini terungkap dalam tiga macam percobaan yang dialami oleh Yesus.

Kalau kita menghubungkan dengan 1 Yoh 2:16, maka percobaan pertama ini berhubungan dengan keinginan daging. Yesus mengingatkan kita bahwa manusia yang terdiri dari tubuh dan jiwa, mempunyai kebutuhan jasmani dan rohani. Dan kita harus mengingat bahwa kebutuhan jiwa mempunyai tempat yang lebih tinggi dari kebutuhan jasmani, karena jiwa bersifat selamanya sedangkan badan bersifat sementara. Dengan demikian, Iblis senantiasa mengingatkan kita akan kebutuhan jasmani, dan Yesus mengingatkan bahwa kita harus memperhatikan keadaan jiwa kita dengan bergantung pada Firman yang keluar dari mulut Allah. Dan jika Firman itu telah menjadi daging, maka untuk bertahan dari percobaan kedagingan kita harus bergantung pada Sang Firman, yaitu Yesus sendiri, yang adalah Firman (lih. Yoh 1:1).

Pencobaan 2 – Kerajaan dunia dengan sujud menyembah Iblis vs menyembah Allah

Disinilah Iblis memberikan percobaan keinginan mata atau kekuasaan, uang, kerajaan duniawi, yang pada akhirnya menjadi satu paket dengan sujud menyembah si iblis. Kita mengingat apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mt 6:24) Dan pada percobaan ini, Yesus menegaskan “Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Mt 4:10) Dan inilah yang menjadi perintah pertama dari 10 perintah Allah, dimana Gereja Katolik mengambil dari Kel. 20:2-5, yang diformulasikan oleh St. Agustinus “Akulah Tuhan, Allahmu: Jangan ada allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit dan di bumi, dan jangan sujud menyembah kepadanya” Dengan demikian, di bagian terakhir ini, Yesus memberikan perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap jiwa, hati dan segenap akal budi (lih. Mt 22:37).

Pencobaan 3 – Jatuhkanlah Dirimu ke bawah vs Jangan mencobai Allah:

Pencobaan terakhir yang diberikan oleh Iblis kepada Yesus adalah pencobaan yang paling berbahaya, yang telah menjatuhkan Adam dan Hawa. Inilah pencobaan yang digambarkan oleh rasul Yohanes sebagai “keangkuhan hidup“. Keangkuhan atau kesombongan adalah ibu dari segala dosa. Untuk menangkal pencobaan ini, maka Yesus menjawab dengan “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!”” (Mt 4:7). Kesombongan menggoda kita dengan mengatakan bahwa kita dapat melakukan semuanya sendiri, termasuk hidup tanpa Allah. Kesombongan membuat kita salah dalam menilai diri kita sendiri. Kesombongan membuat kita yang sebenarnya tidak dapat hidup tanpa Tuhan, berfikir bahwa kita dapat melakukan semuanya sendiri dan tidak perlu melibatkan Tuhan. Di dalam konteks inilah, kita diingatkan oleh Yesus untuk tidak mencobai Tuhan Allah-Mu, yaitu untuk tidak menganggap diri kita sama seperti Tuhan, yang dapat menentukan segala sesuatu sendiri. Kesombongan menghalangi rahmat Tuhan untuk dapat mengalir secara bebas kepada manusia, sehingga manusia yang pada dasarnya lemah akan semakin tidak berdaya tanpa rahmat Allah. Kesombongan ini hanya dapat ditangani dengan kerendahan hati, kebajikan yang menjadi dasar dari semua kebajikan. Kerendahan hati adalah mengakui bahwa kita bukanlah apa-apa dan Tuhan adalah segalanya. Lebih lanjut tentang kerendahan hati, silakan klik di sini. Bagi umat Katolik, salah satu manifestasi dari kerendahan hati adalah pada saat kita menerima Sakramen Tobat, dimana kita mengakui dosa-dosa kita secara terbuka, dengan penyesalan, dan dengan pertolongan rahmat Tuhan berjanji untuk tidak berbuat dosa lagi.

Penutup

Dari pemaparan di atas, kita melihat bahwa Yesus memang datang untuk membawa manusia kepada keselamatan, karena Yesus adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup (lih. Yoh 14:6). Agar manusia dapat terus berada di jalan Allah, maka Yesus memberikan rahmat yang bersumber pada misteri Paskah. Namun, karena tahu kelemahan manusia dan pencobaan yang akan diberikan oleh Iblis, maka Yesus sendiri memberikan Diri-Nya untuk dicobai, sehingga manusia tahu cara untuk menghadapi cobaan dari Iblis. Tiga kelemahan manusia, seperti yang dituturkan oleh rasul Yohanes, yaitu keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup harus dihadapi dengan Firman Allah, fokus akan tujuan akhir – yaitu Kerajaan Allah, serta dengan kebajikan kerendahan hati. Kita juga perlu merenungkan bahwa inilah yang dilakukan oleh kaum religius, dimana keinginan daging dilawan dengan kaul kemurnian, keinginan mata dilawan dengan kaul kemiskinan, dan keangkuhan hidup dilawan dengan kaul ketaatan. Mari, dalam kapasitas dan kondisi kita masing-masing, kita bersama-sama berjuang untuk bertahan melawan godaan Iblis, dan bertumbuh dalam kekudusan, sehingga kita terus mengejar kesempurnaan, sama seperti Bapa adalah sempurna (lih. Mt 5:48).

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab