Home Blog Page 255

Menjadi Lakon Pemuja ataukah Penghujat Kristus?

6

“Diberkatilah Dia yang datang sebagai raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi” Lukas 19:38

Hosanna! Hosanna!

Marilah kita kidungkan Hosanna bagi Kristus yang akan datang sebagai Raja mengunjungi kita pada Minggu Palma tahun 2010 yang jatuh pada tanggal 28 Maret.

Mari kita lambai-lambaikan daun Palma yang kita bawa untuk menyambutNya sebagai Raja!

Persis seperti masyarakat Yerusalem saat itu, pada perayaan Ekaristi Minggu Palma kita juga memuja Kristus sebagai Raja kehidupan kita.

Minggu Palma merupakan awal dari pekan suci , mendahului hari-hari sebelum kisah sengsara Tuhan: dikhianati, disangkal, dicaci, disiksa hingga disalibkan.

Sejenak perlu kita maknai perayaan ini sebagai sebuah perayaan yang mengingatkan kita kembali sebagai pengikut [pemuja] Kristus. Kita dapat memeriksa batin kita apakah di dalam keseharian kita, apakah kita telah sungguh menjadi pemuja Kristus?
Mendengar bacaan pada hari Minggu Palma, kita akan menemui suatu peristiwa yang kontras, yaitu pada Ibadat Palma kita akan mendengar bacaan yang mengisahkan Yesus dielu-elukan, sementara bacaan pada Liturgi Sabda, kita akan mendengar bacaan yang mengisahkan permulaan kisah sengsara Tuhan Yesus.

Ketika dielu-elukan di Yerusalem, Yesus menyatakan diriNya sebaga Raja dengan penuh kesederhanaan. Ia sungguh seorang Raja Kebenaran, sehingga jika saja tak seorangpun mengelukanNya, maka batu-batu di jalanan yang akan berteriak memuji Kristus! (Lukas 19:40). Namun tidak seperti raja pada umumnya yang datang dengan menunggang kuda, Kristus datang menyatakan diriNya sebagai Raja dalam kesederhanaan, Ia ‘hanya’ menunggang keledai. Tidak seperti kuda yang gagah dan kuat, keledai merupakan hewan yang dungu dan lambat. Jadi, dapat dibayangkan betapa sederhananya Dia!

“yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama menjadi manusia.” Filipi 2:6-7

Sungguh ironi memang, setelah dielu-elukan, Yesus harus melewati semua peristiwa sengsara, di mana Ia harus disangkal oleh Petrus, dikhianati oleh Yudas Iskariot, ditinggalkan murid-muridNya, diadili oleh Ponsius Pilatus, dicambuk hingga disalib sampai wafat.
Melalui perayaan Minggu Palma, kita dapat menilik batin kita, apakah persiapan kita semenjak Rabu Abu dimana kita menyadari dengan sungguh bahwa kita adalah makhluk pendosa sampai perayaan pekan suci yang dimulai Minggu Palma nanti, adakah kita memujaNya dalam nyanyian, doa, dan syukur; namun juga menyangkal Kristus, menyiksa, dan mencaciNya dengan perbuatan kita kepada sesama? Apakah sungguh kita ini pemujaNya? Bukankah dengan perbuatan kita, seringkali kita menjadi penyangkal Kristus?

Tetapi, Tuhan memang datang untuk para pendosa. Maka, mari kita memeriksa batin kita, sejauh mana kita telah terjatuh dalam dosa, dan sudahkah kita bangkit kembali, sudahkah kita sadari bahwa kita membutuhkan Tuhan untuk menyelamatkan kita? Kita perlu mengikuti teladan Kristus, sebab Iapun jatuh sebanyak tiga kali selama perjalananNya memikul salib ke bukit Golgota. Namun Ia bangkit kembali untuk menyelesaikan rencana kasih Allah dengan wafat-Nya di kayu salib. Kita seringkali jatuh dalam dosa dan dengan demikian menjadi penghujat Kristus; tetapi kita harus terus gigih berdiri lagi ketika kita jatuh. Kita harus bangkit sambil menujukan pandangan kita kepada rencana kasih Allah: bahwa Kristus yang telah berkorban bagi kita akan membantu kita bangkit dari segala dosa kita; dan bahwa kitapun dipanggil Allah untuk memberikan diri kita kepada Tuhan dan sesama, seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus di kayu salib yang mulia.

Marilah kita belajar dari kesederhanaanNya. Melalui kesederhanaan, hati kita menjadi lembut untuk mengakui bahwa kita adalah para pendosa yang membutuhkan Raja.

Mari kita persiapkan hati, pikiran, dan perbuatan kita untuk memasuki pekan suci!

Sambut dan elukan Sang Raja!

Tuhan layakkan kami memujiMu…
Soli Deo Gloriam!

Sajak Sang Raja Penunggang Keledai

Yerusalem, Yerusalem! Lihat!
Mata, lihatlah kemuliaan Raja
Jika tak ada derap kuda yang gagah…
Biarlah keledai yang ditunggangiNya!
–Sang Raja menunggang keledai?

Hosanna..Hosanna..!
Mulut, kidungkan kata manis ini bagi Raja
Jika tak ada sepatah kata Hosanna untukNya,
biarlah bebatuan yang akan berteriak memujaNya!
–Sang Raja dipuja bebatuan?

Lambaikan ! Lambaikan!
Tangan, lambaikan daunan Palma untuk mengelukanNya!
Biarlah palma melambai,
mengarak Raja!
–Perarakan Raja dengan daunan Palma?

beribu memuja…
selaksa menghujat…
dunia membunuhNya…
Sang Raja Penunggang Keledai,
menebus jiwa pada misteri salib
hujatan menanti dibalik pujian
kemuliaan ada dibalik kesederhanaan

Oleh: Era Yustika

Tangerang, 19 Maret 2010
Jumat, Prapaskah Minggu VI
*sebuah persiapan batin menuju Minggu Palma

Bagaimanakah menyikapi pelayanan dan tanggung-jawab keluarga?

3

Pertanyaan:

Shalom

Saya ingin menanyakan bagaimana kita harus memahami tentang tubuh, jiwa dan roh yang menyatu dalam hidup kita. Sehingga setiap perbuatan kita selalu selaras dengan suara hati yang merupakan sumber kebenaran, jiwa yang tergambar dari akal dan budi dalam berpikir dan berkarya dan tubuh yang membungkus kita dalam bentuk badaniah dan rapuh ini.

Karena sebagai manusia yang penuh dengan keterbatasan saya mendambakan untuk bisa memahami dan juga bisa melaksanakan akan suara hati untuk bisa mengabdi dan melayani Tuhan dengan segenap hati, dan dengan seluruh akan budi, akan tetapi sebagai manusia yang penuh dengan kekurangan semua suara hati itu selalu takut untuk saya lakukan karena saya khawatir apakah setelah melakukan itu sebagai manusia dan harus bertanggung jawab terhadap keluarga saya bisa melaksanakan dengan baik. Apakah kalau saya melakukan itu tetapi anak dan istri menjadi terlantar apakan justru saya akan berdosa terhadap keluarga.

Apakah cukup melakukan dengan bekerja secara bertanggung jawab sesuai dengan apa yang saharusnya saya kerjakan dan menjaga kedamaian dalam keluarga juga sudah bisa dikategorikan bahwa saya telah melaksanakan suara hati saya untuk dapat melaksanakan suara hati saya untuk dapat melayani Tuhan dengan segenap hati, pikiran dan akan budi saya.

Mohon jawabannya
Tuhan memberkati – Andeas

Jawaban:

Shalom Andreas,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang suara hati dalam hubungannya dengan kerinduan untuk melayani. Bersyukurlah atas kerinduan untuk melayani, karena semuanya itu adalah gerakan dari Roh Kudus. Untuk menjawab pertanyaan anda, maka kita harus mengerti definisi hati nurani dan kebijaksanaan. Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan

KGK, 1778.Hati nurani adalah keputusan akal budi, di mana manusia mengerti apakah satu perbuatan konkret yang ia rencanakan, sedang laksanakan, atau sudah laksanakan, baik atau buruk secara moral. Dalam segala sesuatu yang ia katakan atau lakukan, manusia berkewajiban mengikuti dengan seksama apa yang ia tahu, bahwa itu benar dan tepat. Oleh keputusan hati nurani manusia mendengar dan mengenal penetapan hukum ilahi.
Hati nurani adalah “hukum roh” dan juga suatu “bisikan langsung”, dalamnya terdapat juga “gagasan pertanggungjawaban, kewajiban, ancaman, dan janji… Ia adalah utusan dari Dia yang berbicara kepada kita baik di dalam alam maupun di dalam rahmat di balik satu selubung dan mengajar serta memerintah kita melalui wakil-wakil-Nya. Hati nurani adalah wakil Kristus yang asli” (J.H.Newman, Surat kepada Pangeran Norfolk 5).

KGK, 1806. Kebijaksanaan (prudence) adalah kebajikan yang membuat budi praktis rela, supaya dalam tiap situasi mengerti kebaikan yang benar dan memilih sarana yang tepat untuk mencapainya. “Orang yang bijak memperhatikan langkahnya” (Ams 14:15). “Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa” (1 Ptr 4:7). “Kebijaksanaan ialah akal budi benar sebagai dasar untuk bertindak”, demikian santo Tomas menulis (s.th. 2-2,47,2,sc) mengikuti Aristoteles. Ia tidak mempunyai hubungan dengan rasa malu atau rasa takut, dengan lidah bercabang atau berpura-pura. Orang menamakan dia “auriga virtutum” [pengemudi kebajikan]; ia mengemudikan kebajikan lain, karena ia memberi kepada mereka peraturan dan ukuran. Kebijaksanaan langsung mengatur keputusan hati nurani. Manusia bijak menentukan dan mengatur tingkah lakunya sesuai dengan keputusan ini. Berkat kebajikan ini kita menerapkan prinsip-prinsip moral tanpa keliru atas situasi tertentu dan mengatasi keragu-raguan tentang yang baik yang harus dilakukan dan yang buruk yang harus dielakkan.

1) Dengan definisi di atas, kita melihat bahwa hati nurani kita, memang merupakan tempat yang sakral, tempat bertemunya diri kita dengan Tuhan sendiri. Walaupun kita harus berhati-hati, karena hari nurani kita juga dapat tumpul dan salah, jika kita tidak memupuknya dengan mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan, baik melalui doa pribadi, Firman Tuhan, berakar dalam Sakramen.

2) Jadi, langkah yang pertama yang harus dilakukan dalam situasi anda adalah memeriksa diri, apakah pada saat ini anda mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan atau dalam kondisi rahmat. Kalau masih ditemukan hal-hal yang menganjal, silakan untuk mengakukan dosa kepada pastor dalam Sakramen Tobat.

3) Setelah anda dalam kondisi rahmat (in the state of grace), maka hidup kita memang harus berubah. Orang yang telah mengalami kasih Kristus harus berubah hidupnya, dan senantiasa rindu untuk membagikan kasih Allah kepada orang lain. Dengan kata lain, orang yang mengasihi Kristus akan rindu untuk mengasihi sesama atas dasar kasih kepada Kristus. Inilah yang disebut kasih yang supernatural, atau juga dapat disebut kekudusan. Ini berarti, salah satu ciri dari orang yang mengasihi Kristus adalah sampai seberapa jauh orang tersebut hidup dalam kekudusan. Kasih kepada Kristus dan tingkat kekudusan adalah senantiasa berjalan beriringan.

4) Jadi, kalau dalam hati nurani, anda mempunyai kerinduan untuk melayani, maka bawalah kerinduan ini di dalam doa. Mintalah Roh Kudus untuk menunjukkan jalan yang tepat. Jangan terlalu cepat mengambil keputusan – apalagi kalau sampai ingin mengambil keputusan untuk keluar dari pekerjaan dan hidup dari pelayanan. Saya tidak mengatakan bahwa hal ini tidak mungkin, namun keputusan ini jangan dibuat dalam kondisi tergesa-gesa. Akan tiba saatnya, seperti buah yang pada waktunya masak, maka Roh Kudus juga akan memberikan bimbingan kepada anda dalam mengambil keputusan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Saya juga menyarankan agar anda mempunyai pembimbing rohani, sehingga dia juga dapat membantu anda dalam mengambil keputusan yang tepat.

5) Untuk mengambil keputusan yang tepat diperlukan kebijaksanaan (prudence). Secara prinsip, keinginan untuk melayani Tuhan adalah baik. Namun, untuk menjawab cara apakah yang kita ambil untuk melayani Tuhan, maka kita harus mohon kepada Tuhan agar kita diberi rahmat kebijaksanaan. Dengan rahmat ini, kita dapat menerapkan prinsip yang baik dengan cara yang tepat. Sebagai contoh, bagaimana untuk melayani Tuhan dengan segenap hati, jiwa, pikiran dan kekuatan, kalau Tuhan telah menitipkan kepada kita istri dan anak-anak?

a) Kita harus menyadari bahwa untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan jiwa bukanlah berarti harus aktif di dalam kegiatan Gereja. Seorang suami dapat mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan dengan cara mengasihi istri seperti dirinya sendiri dan mengasihi anak-anaknya dengan cara memberikan bekal iman yang baik, sehingga dapat mengantar anak-anak ke Sorga. Dan saya percaya, sebagai orang tua, inilah yang terlebih dahulu kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dengan demikian, apapun karya kerasulan yang hendak dilakukan, tidak dapat menelantarkan istri dan anak-anak. Tentu saja, bukan berarti bahwa seorang suami harus bekerja sedemikian rupa sampai mempunyai kehidupan yang terlalu berlebihan dan berfoya-foya sampai tidak mempunyai waktu buat mereka.

b) Jadi, kalau hati nurani anda ingin melakukan sesuatu yang lebih untuk kemuliaan Tuhan, dan di satu sisi anda mempunyai tanggung jawab sebagai kepala keluarga, maka anda harus mencoba untuk mendapatkan cara agar keluarga tidak terlantar dan pelayanan juga tetap dapat berjalan. Pelayanan yang berlebihan sampai menelantarkan keluarga akan menjadi batu sandungan. Oleh karena itu, semua ini harus dibawa dalam doa setiap hari, didiskusikan dengan pembimbing rohani, dan jangan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Dan diskusikanlah dengan istri anda, sehingga kedua-duanya dapat terlibat dalam pelayanan, entah dengan satu tampil di depan dan yang lain melayani di belakang layar.

c) Apapun keputusan yang anda ambil, maka harus dibayangkan bahwa anda membawa keputusan ini di hadapan Yesus. Dan apakah di hadapan Yesus, anda dapat mengatakan bahwa anda telah berusaha semampu anda untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, pikiran, jiwa dan kekuatan. Dan keputusan yang diambil juga harus mendatangkan damai yang sejati.

Semoga beberapa prinsip di atas dapat membantu. Doa kami menyertai anda.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

Mendengarkan suara Tuhan

19

Pertanyaan:

hai,
pada saat berdoa, kadang orang merasa Tuhan berbicara atau bercakap cakap dengan mereka. Pertanyaan saya, bagaimana kita tahu kalau itu benar benar suara dariTuhan?

Terima kasih,
Cleo

Jawaban:

Shalom Cleo,

Adakalanya saat berdoa, seseorang dapat terinspirasi untuk mengingat suatu ayat tertentu atau dorongan untuk melakukan suatu hal/ perbuatan tertentu. Atau jika seseorang telah dapat masuk dalam keheningan/ kontemplasi, maka seseorang dapat mendengarkan ‘suara’ tertentu. Nah, untuk mengetahui apakah itu benar- benar suara Tuhan atau bukan, memang diperlukan karunia ‘discerment‘ yang artinya membeda- bedakan roh. Sebab sebenarnya ‘suara- suara’ yang kita alami dalam perjalanan rohani tersebut dapat berasal dari diri sendiri, Iblis, atau Tuhan. Nah, untuk mengetahui apakah itu suara Tuhan, umumnya kita dapat memeriksa:

1. Apakah itu sesuai dengan Firman-Nya? Sebab misalnya jika dalam doa kita mendengar ‘suara’ misalnya yang menganjurkan kita untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan hukum/ perintah Tuhan maka sudah dapat dipastikan itu bukan dari Tuhan.

2. Apakah itu membawa kedamaian di hati dan memberikan buah Roh Kudus lainnya? Maka tolok ukurnya adalah ayat Gal 5:22-23, tentang buah Roh Kudus: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah- lembutan dan penguasaan diri. Jadi jika setelah menerima pesan itu malah hati tidak damai, menjadi pemarah, tidak setia menjalankan panggilan hidup (dalam berkeluarga atau membiara), maka sudah bisa dipastikan itu bukan dari Tuhan.

3. Apakah itu menjadikan yang menerima semakin bertumbuh dalam kerendahan hati? Sebab kita tahu dosa yang pertama bagi manusia adalah kesombongan, maka kita juga harus waspada agar jangan disesatkan oleh kesombongan setelah mengalami pengalaman rohani tertentu. Sebab jika seseorang menjadi sombong, maka selanjutnya Iblis dapat juga memakai kelemahannya, bukan untuk membangun kerohaniannya malahan merusaknya.

4. Apakah suara itu mendorong kita untuk bertumbuh di dalam iman, pengharapan dan kasih? Apakah mendorong kita untuk semakin mengasihi Tuhan dan sesama?

5. Apakah suara itu mengajarkan sesuatu yang sesuai dengan ajaran Magisterium Gereja Katolik? Karena jika suara itu malah menentang Gereja Katolik, malah kita perlu mewaspadainya, karena memang sudah menjadi keinginan Iblis untuk menghancurkan Gereja.

Selanjutnya, perlu dicermati akan prosesnya dalam ‘mendengarkan’ suara Tuhan ini. Karena kita juga harus membiasakan diri untuk berdoa dalam keheningan agar dapat mendengarkan suara-Nya. Sebab jika kita tidak pernah hening dalam berdoa, artinya kita terus yang berkata- kata (walaupun hanya dalam hati) maka akan sulit bagi kita untuk dapat mendengar suara Tuhan, karena pembicaraan terjadi hanya satu arah. Maka untuk mendengarkan suara Tuhan, kita harus berani datang ke hadapan-Nya dengan sikap hati yang tenang dan hening, dan membiarkan Tuhan menyampaikan pesan-Nya kepada kita, entah dengan inspirasi-inspirasi tertentu, atau dengan ‘suara’ tertentu.

Mungkin latihan yang paling sederhana sebelum masuk dalam doa hening adalah pemeriksaan batin (examination of conscience). Dalam pemeriksaan batin itu kita melihat ke dalam diri kita untuk melihat apakah pada hari itu kita telah melakukan suatu kesalahan/ dosa ataupun lalai untuk berbuat kebaikan. Dengan demikian kita membiasakan diri untuk membiarkan Roh Kudus bekerja dalam batin kita untuk menginsyafkan kita dari dosa (Yoh 16:8), sehingga Tuhan sendiri yang melatih kita untuk menjadi semakin peka untuk membedakan mana suara/ dorongan Roh Kudus, dan mana yang bukan.

Marilah kita berjuang untuk setia dalam doa- doa kita, dan membiarkan Roh Kudus bekerja membentuk kita sebagai bejana rohani bagi kemuliaan Allah.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Yesus: Nabi dan Mesias? (Yoh 7:40-52)

6

Pertanyaan:

Syalom katolisitas.org

Maaf, ada sedikit lagi ayat yang tidak saya mengerti dan apa maksudnya yaitu :
Yohanes 7 : 40 -52

Mohon pencerahaannya dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih.-

Salam kasih
Adnilem Sg

Jawaban:

Shalom Adnilem,

Perlu diketahui bahwa perikop ini ada setelah Kristus mengajarkan tentang diri-Nya sebagai Roti Hidup (Yoh 6) dan Sumber Air hidup (Yoh 7) dan bagaimana Yesus menyatakan diri dengan pengajaran-Nya bahwa Ia datang dari Allah Bapa. Pengajaran ini merupakan pengajaran yang sulit diterima oleh kaum Farisi yang memang telah mempunyai gambaran tersendiri tentang Allah dan mereka sudah menutup diri untuk mendengarkan dan menerima ajaran Yesus.

Berikut ini adalah penjelasan yang mengambil sumber utama dari Navarre Bible:

ay. 40-43: “Nabi” di sini mengacu kepada Ul 18:15,18 yang menubuatkan datangnya Nabi di masa akhir, nabi yang kepadanya semua orang harus mendengarkan (lih. Yoh 1:21; 6:14); dan Mesias adalah istilah yang digunakan dalam PL untuk menjelaskan Juru Selamat yang akan diutus oleh Allah dari keturunan Daud (lih. Mzm 132:11; Yes 11:1; Yer 23:5).

Ayat- ayat ini, menunjukkan banyak sikap terhadap Yesus. Banyak orang Yahudi tidak mau repot-repot untuk memeriksa di mana sebenarnya Yesus dilahirkan. Mereka tidak tahu bahwa Yesus lahir di Betlehem di kota Daud, sehingga Yesus menggenapi nubuat Nabi Mikha (5:2) yang mengatakan bahwa Tuhan akan dilahirkan di sana. Maka adalah kesalahan mereka sendiri, bahwa mereka menjadikan ketidaktahuan mereka sebagai alasan untuk tidak menerima Kristus. Namun demikian, ada banyak orang lain yang melihat segala mukjizat-Nya menyadari bahwa Yesus adalah Mesias. Pola sikap seperti ini terjadi sampai saat ini: beberapa orang hanya mengakui Yesus sebagai orang yang luar biasa, namun tidak mau menerima bahwa kemuliaan-Nya ini ada pada-Nya justru karena Ia adalah Sang Allah Putera.

ay. 46. Kebenaran tentang Kristus ini mulai mempengaruhi para pelayan imam- imam kepala tersebut, namun tidak dapat mempengaruhi kekerasan hati kaum Farisi. St. Yohanes Krisostomus mengajarkan, “Perhatikanlah bahwa kaum Farisi dan imam- imam kepala tidak memperoleh keuntungan apa-pun dari segala mukjizat maupun pembacaan Kitab Suci yang dilakukan oleh Yesus; sedangkan para pelayan mereka dapat terpengaruh hanya karena satu pengajaran. Mereka yang harusnya menangkap Yesus, malah pulang dan tidak jadi melaksanakannya karena melihat sendiri otoritas Yesus dalam segala ucapan-Nya. Dan mereka tidak mengatakan, “Kami tidak menangkap-Nya karena orang- orang tidak akan membiarkan kami menangkap-Nya.” Sebaliknya mereka malah memuji kebijaksanaan Kristus. Kita layak mengagumi kebijaksanaan para pelayan ini, sebab mereka tidak membutuhkan tanda- tanda untuk mengetahui bahwa Yesus adalah Tuhan. Mereka mengakui Yesus hanya karena mendengarkan pengajaran-Nya. Mereka tidak mengatakan, “Belum pernah ada seorang manusia yang dapat membuat mukjizat- mukjizat seperti itu”, tetapi “Belum pernah ada seorang manusia yang berkata seperti orang itu!” (ay. 46). Ini adalah suatu keyakinan yang perlu kita puji. Mereka berani menyampaikan kepada kaum Farisi yang menentang Kristus, dan menyampaikan sejujurnya dengan ungkapan seperti di atas.” (lih. terjemahan St. John Chrysostom, Hom. on St. John, 9)

ay. 47-52. Kaum Farisi memarahi para pelayan/ penjaga tersebut, dan ini merupakan contoh suatu kesombongan dari pihak aristokrat terhadap orang- orang biasa. Maka di sini kita melihat keberanian Nikodemus yang meskipun adalah seorang Farisi, namun mengambil sikap untuk bersimpati terhadap para penjaga itu, dan mengutip kitab Ul 1:16- agar tidak menghukum seseorang sebelum orang tersebut didengarkan. Akibatnya kaum Farisi tersebut juga mengecam Nikodemus dan bahkan menyebutnya ‘orang Galilea’ yang pada saat itu juga berarti ‘orang bodoh’.

Melalui perikop ini kita dapat melihat bahwa untuk dapat menerima Yesus sebagai Tuhan  diperlukan juga kerendahan hati. Sebab walaupun rahmat Tuhan diberikan, namun sepanjang seseorang berkukuh dengan pengertian sendiri tentang konsep Allah, maka akan sulit baginya untuk menerima Yesus sebagai Allah sendiri yang turun dari sorga (Yoh 6:38) yang diutus oleh Allah Bapa (Yoh 6:39; 7:29) untuk menjadi manusia dan menyelamatkannya.

Semoga Tuhan memberikan kepada kita rahmat agar kita dapat selalu mengakui Kristus, sebagai Tuhan dan Juru Selamat kita, sampai akhir hayat kita.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Bolehkan menarik bunga dari peminjaman uang?

16

Pertanyaan:

Syalom Bu Ingrid , Pak Stef dan semua kontributor katolisitas, Tuhan Yesus Memberkati

Saya sudah mencari di web katolisitas mengenai masalah “bunga uang” yang ternyata memang sepertinya belum pernah ada/dibahas, untuk itu saya mohon penjelasan mengenai konsep “bunga / riba” yang lebih banyak dibicarakan di kitab perjanjian lama seperti :

Exo 22:25 Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia: janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya.
Lev 25:36 Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup di antaramu.
Pro 28:8 Orang yang memperbanyak hartanya dengan riba dan bunga uang, mengumpulkan itu untuk orang-orang yang mempunyai belas kasihan kepada orang-orang lemah.
Eze 18:8 tidak memungut bunga uang atau mengambil riba, menjauhkan diri dari kecurangan, melakukan hukum yang benar di antara manusia dengan manusia,
Eze 18:17 menjauhkan diri dari kecurangan, tidak mengambil bunga uang atau riba, melakukan peraturan-Ku dan hidup menurut ketetapan-Ku–orang yang demikian tidak akan mati karena kesalahan ayahnya, ia pasti hidup.

dan menurut saya hal tersebut , agak sedikit bertolak belakang dengan kisah dari perjanjian baru ini :

Mat 25:16 Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta.
Mat 25:27 Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
Luk 19:23 Jika demikian, mengapa uangku itu tidak kauberikan kepada orang yang menjalankan uang? Maka sekembaliku aku dapat mengambilnya serta dengan bunganya.

Saya ingin memperolah pencerahan mengenai masalah “bunga” ini, karena berhubungan erat dengan pengalaman hidup yang akan saya sharingkan dibawah ini.

Saya, baru – baru ini mengalami sedikit perselisihan dalam keluarga mengenai masalah “bunga”. Ada perbedaan sudut pandang antara istri dan mama saya, saya yang berusaha menjadi penengahnya merasa gagal untuk mendapatkan jalan tengah yang terbaik dari kedua pihak.

menurut mama saya, adalah suatu hal yang wajar meminjamkan uang dengan memperoleh bunga, apalagi jika ratenya masih berada dibawah peraturan yang berlaku umum dimasyarakat, misalnya umumnya 10% / bulan, jika kita beri 5-6% / bulan saja sudah dianggap “baik”. Mengingat rate kartu kredit juga mencapai 2-4% / bulan.

menurut istri saya, memberikan pinjaman dengan menarik bunga berapapun kecilnya merupakan hal yang berdosa dan tidak baik, TITIK. Tidak melihat kondisi ataupun pertimbangan lain.

menurut hati kecil saya, memang kalau mau menolong ya harus dengan tulus tanpa mengharapkan bunga, tetapi ga ada salahnya juga kalo misalnya si peminjam bukanlah orang miskin dan uang tersebut dipakai bukan untuk kepentingan kemanusiaan misalnya sakit, dsb. akan tetapi dipakai untuk kepentingan usaha.
Hukum investasi umum juga mengatakan “High Risk High Return” . resiko kehilangan uang karena peminjam ingkar janji juga relatif lebih tinggi, karena hanya berdasarkan kepercayaan , tidak ada jaminan berupa apapun. Jadi menurut saya jika masih dibawah rata2 yang berlaku umum, dan kita tidak memaksa peminjam membayar bunga, hal tersebut adalah wajar.

Saya ingin menjadi penengah dengan tidak mengganggu keuangan keluarga, tetapi juga ingin membantu “mengabulkan” permintaan mama. Salah satu caranya adalah pinjam dari kantor, dengan fasilitas pinjaman tanpa bunga dan boleh dicicil.

Istri saya menganggap “jalan tengah” yang ingin saya ambil merupakan bentuk “dukungan” terhadap mama saya yang ingin memberi pinjaman dengan menarik bunga.
Saya sudah berusaha memberi pengertian bahwa saya tidak mau bunga, silakan pinjam tanpa bunga juga, karena ada fasilitas seperti itu di kantor. Kalo peminjam memberi bunga, ya itu terserah mama, hak mama.
Karena situasi saya dengan istri semakin memanas, akhirnya saya membatalkan memberi pinjaman untuk mama saya, padahal saya sudah mengiyakan mama saya sebelumnya. Tentu saja mama saya menjadi kecewa.
Dalam kasus seperti ini, saya merasa serba salah dan ternyata memang rasanya sulit juga untuk mengakomodasi kepentingan dari kedua belah pihak.

Untuk itu, walaupun masalah telah berlalu, saya ingin mensharingkan pengalaman saya dan mohon saran2/pendapat dari pak stef / bu ingrid mengenai : bagaimana seharusnya saya memposisikan diri??
Karena saya telah berusaha menjadi penengah, dan hasilnya malahan jadi ngga enak sama mama dan istri.

Atas kesediaan tim katolisitas dalam menanggapi dan memberi masukan ,
saya ucapkan banyak terima kasih.

Tuhan Yesus Memberkati

Regards,
Hendra

Jawaban:

Shalom Hendra,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang bunga dalam meminjamkan uang. Beberapa prinsip di bawah ini mungkin dapat membantu:

1) Memang di dalam Perjanjian Lama, kita melihat bagaimana dituliskan bahwa kita tidak boleh mendapatkan laba dari meminjamkan sesuatu (lih. Kel 22:25; Ul 15:1-6; Ul 23:19-20; Ul 24:10-12; Ul 28:44). Memang meminjamkan uang/sesuatu terjadi pada Perjanjian Lama, sehingga terlihat juga ada aturan untuk membebaskan utang pada tahun ke-tujuh (lih. Ul 15:1-6). Dan kalau saudara yang meminjam miskin maka peraturan Im 25:35-38 berlaku. Kita juga melihat bahwa bangsa Israel dapat mengambil bunga kalau meminjamkan pada orang asing, yang mengatakan “Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga–supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.” (lih. Ul 23:20), karena memang ada resiko untuk meminjamkan sesuatu kepada orang asing.

2) Di dalam Perjanjian Baru, hal ini diperbaharui oleh Yesus dengan menekankan pada kasih dan keadilan. Dikatakan “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.” (Mt 5:42). Dan Rasul Paulus juga menegaskan inti dalam memberi, yaitu “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Kor 9:7). Namun, Yesus sendiri tidak melarang untuk menarik laba dari pinjaman uang, seperti yang terlihat dari perumpamaan talenta, di mana dikatakan “Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.” (Mt 27:27, Lih. juga Lk 19:23).

3) Mungkin dua hal di atas terlihat bertentangan. Namun, kalau kita harus mengingat bahwa pada jaman dulu, uang tidaklah memberikan suatu hasil kalau tidak dijalankan. Namun, pada jaman sekarang, uang dapat memberikan hasil, karena uang dapat dibungakan atau diinvestasikan. Dengan demikian, meminjamkan uang dengan “bunga yang pantas” bukanlah tindakan yang tidak adil. Namun, kalau kita memberikan pinjaman dengan bunga yang terlalu tinggi, maka kita telah berdosa melawan keadilan. Pembahasan mendetail tentang hal ini dapat dilihat di sini (interest – silakan klik) dan juga ini (usury – silakan klik)

4) Namun, kita juga harus menerapkan prinsip-prinsip ini dengan bijaksana. Kalau kita mempunyai uang banyak (misal 1 milyar) dan seseorang meminjamkan kepada kita 1 juta rupiah, maka janganlah kita menarik bunga, apalagi kalau orang yang meminjam benar-benar miskin. Bahkan kalau perlu, kita harus memberikannya dengan rela. Kalau kita berada dalam situasi bisnis, maka adalah pantas, kalau kita menarik bunga dari pinjaman yang kita berikan.

5) Masuk ke kasus anda, yang harus dilakukan pertama adalah berbicara dari hati ke hati dengan istri anda, apakah secara prinsip, 1) mau meminjamkan uang kepada mama anda, 2) mau meminjamkan uang, sampai pada titik kalaupun tidak dikembalikan tidak apa-apa. Dan semuanya ini sebenarnya tergantung dari penggunaan uang tersebut. Kalau secara prinsip istri anda setuju untuk meminjamkan uang, maka pertanyaannya adalah apakah perlu menarik bunga? Kalau pinjaman tersebut digunakan untuk memperluas bisnis mama anda, maka anda dapat mengharapkan bunga – terutama kalau hal tersebut menyangkut uang yang banyak (banyak adalah relatif). Namun, kalau uang tersebut digunakan untuk berobat, maka memang sudah seharusnya kita meminjamkan tanpa ada bunga, bahkan seharusnya kita juga dapat merelakan kalau sampai uang tersebut tidak dapat kembali.

Jadi kalau mama anda bersikeras untuk membayar bunga dan istri anda bersikeras tidak mau menerima bunga, maka sebenarnya ini adalah kasus yang tidak terlalu sulit. Akan menjadi sulit, kalau situasinya terbalik. Anda dapat berbicara kepada mama anda secara terbuka, bahwa anda ingin meminjamkan uang tanpa bunga, karena istri anda dan anda mengasihi mama anda. Memang mendapatkan bunga yang pantas adalah adil, namun kasih dapat bertindak melebihi keadilan. Kalau mama anda tetap bersikeras, maka anda dapat menerima bunga tersebut, dan kemudian katakan pada istri anda, bunga ini nanti akan dibelikan sesuatu untuk mama, sehingga anda tidak mengambil bunga uang dari mama. Semoga cara ini dapat membantu kasus anda.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

Yesus dan sanak saudara-Nya Luk 8:19-21

8

Perikop Luk 8:19-21 atau juga Mat 12:46-50, Mrk 3:31-35, memang berjudul: Yesus dan sanak saudara-Nya. Bahkan dalam Mat 13:55 dan Mrk 6:3 disebutkan nama saudara- saudara-Nya itu yaitu: Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon. Oleh karena itu ada banyak orang menyangka bahwa Yesus mempunyai saudara- saudara kandung, atau artinya Bunda Maria mempunyai anak- anak lain selain Yesus. Namun tentu ini tidak benar!

1. Di dalam Alkitab, istilah “saudara” dipakai untuk menjelaskan banyak arti. Kata “saudara” memang dapat berarti saudara kandung, namun dapat juga berarti saudara seiman (Kis 21:7), saudara sebangsa (Kis 22:1), ataupun kerabat, seperti pada kitab asli bahasa Ibrani yang mengatakan Lot sebagai saudara Abraham (Kej 14:14), padahal Lot adalah keponakan Abraham.

Jadi untuk memeriksa apakah Yakobus dan Yusuf itu adalah saudara Yesus, kita melihat kepada ayat-ayat yang lain, yaitu ayat Matius 27:56 dan Markus 15:40, yang menuliskan nama-nama perempuan yang ‘melihat dari jauh’ ketika Yesus disalibkan. Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus (Mat 27:56); atau Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda, Yoses dan Salome (Mar 15:40). Maka di sini, Kitab Suci menunjukkan bahwa Maria ibu Yakobus ini tidak sama dengan Bunda Maria. Maria ibu Yakobus dan Yoses (Yusuf) dicatat dalam Alkitab sebagai salah satu wanita yang menyaksikan penyaliban Kristus (Mt 27:56; Mk 15:40) dan kubur Yesus yang kosong/ kebangkitan Yesus (Mk 16:1; Lk 24:10)

Mungkin yang paling jelas adalah kutipan dari Injil Yohanes, yang menyebutkan bahwa yang hadir dekat salib Yesus adalah, Bunda Maria, saudara Bunda Maria yang juga bernama Maria yang adalah istri  Klopas, dan Maria Magdalena (Yoh 19:25). Jadi di sini jelaslah bahwa Maria (saudara Bunda Maria) ini adalah istri Klopas/ Kleopas, yang adalah juga ibu dari Yakobus dan Yoses.

Kesimpulannya, Yakobus dan Yoses ini bukanlah saudara kandung Yesus.

Selanjutnya tentang dasar pengajaran Gereja Katolik tentang Keperawanan Bunda Maria, silakan klik di sini.

2. Perikop Luk 8:19-21, Mat 12:46-50, Mrk 3:31-35, juga sering disalah artikan bahwa Yesus menolak ibu-Nya sendiri di hadapan umum. Pengertian ini juga tentu keliru. Kalau kita saja tahu bahwa perbuatan menyangkal orang tua adalah perbuatan dosa, maka terlebih lagi Tuhan Yesus. Dia tidak akan pernah menyangkal Ibu-Nya sendiri. Mari kita membaca lagi ayat yang dimaksud. Bunda Maria dan para saudara Yesus mencari-Nya pada saat Ia mengajar,

“Orang memberitahukan kepada-Nya, “Ibu-Mu dan saudara- saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.” Tetapi Ia menjawab mereka, “Ibu-Ku dan saudara- saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:20-21, lih. Mat 12:49-50, Mrk 3: 32-35)

Di sini Yesus juga tidak bermaksud menghina ataupun menyangkal ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya. Sebaliknya Yesus mengajarkan bahwa barangsiapa yang melakukan kehendak Bapa-Nya adalah anggota keluarga-Nya dalam kerajaan Allah. Maka yang Yesus ajarkan adalah keutamaan agar seseorang melakukan kehendak Allah. Dengan demikian ungkapan ini bahkan dapat bermaksud sebagai pujian kepada Bunda Maria, sebab Yesus mengakui bahwa Bunda Maria pertama-tama adalah seseorang yang melakukan kehendak Allah Bapa. Perhatikanlah juga bahwa pada saat menjelaskan, Yesus menggunakan kata “ibu” dalam bentuk tunggal, sehingga artinya ialah Yesus justru memuji Ibu-Nya sendiri sebagal pelaku Firman, dan bukannya mengatakan bahwa semua pelaku Firman adalah ibu-Nya, sebab jika demikian Ia seharusnya menggunakan kata “ibu- ibu”‘Ku. Dan tentu ini menjadi tidak masuk akal, sebab memang Ibu Yesus hanya satu, yaitu Bunda Maria, dan ia menjadi Ibu Yesus, pertama- tama karena ia mendengarkan firman Allah dan taat melaksanakannya (lih. Luk 1: 38).

Ketaatan Maria kepada kehendak Bapa inilah yang menyatukannya dengan Kristus melebihi dari hubungan darah. Maka ayat di atas tidak untuk diartikan bahwa Yesus menyangkal ibu-Nya, melainkan untuk mengatakan bahwa Bunda Maria layak untuk dihormati bukan saja karena ia telah melahirkan Yesus tetapi karena ia pertama-tama menaati kehendak Allah.

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab