Keluhan-keluhan

Dengan segala hormat pada seorang ibu yang menuliskan keluhan melalui e-mail kepada saya, surat beliau  saya tampilkan sebagai awal tulisan ini:

(Friday, February 13, 2009  6:46 AM):  Romo bisa beri advis ke kami tentang anak saya. Anak saya saat ini usianya 17 tahun, laki-laki,  berwatak keras, tapi perasaannya sangat halus, yang berakibat saya jadi sangat hati – hati kalau bicara dengan dia kawatir tersinggung. Sebab kerap kali jika berbicara dengan ayahnya,  sering beda pendapat dan berakibat perang mulut,  akhirnya marah2  , pernah jadi anaknya kabur, sementara saya dan adiknya pendiam.  Jadi kalau ribut begini  kami berdua sedih dan tidak suka. Anak pertama saya ini, pintar omong dan sangat setia kawan, jadi jika sudah  kumpul sama teman-temannya suka lupa waktu, meskipun tempat di mana dia ngumpul / nongkrong, kami orangtua tahu, termasuk No. HP  teman-temannya .  Tentang ke gereja,  menurut dia itu hanya setor muka saja.  Kerap kali dia tidak komuni. Sepertinya dia mengalami kehampaan. Pernah suatu kali dia bilang  Tuhan tidak pernah dengar doa saya, jadi percuma saja saya berdoa (saya sedih sekali dengarnya)  Saya ingin giring dia untuk mau mengaku dosa  tapi kog susah banget ya? Semoga ada Bapak Rohani yang bisa nasehati dia. Sementara ini dulu. Semoga ada advis dari Romo, terima kasih sudah mau membaca uneg2 saya.

Keluhan para orangtua mengenai dinamika anak-anaknya pada saat mereka beranjak remaja dan menjadi pemuda-pemudi kerap terdengar. Surat di atas ialah salah satu dari sekian banyak surat yang mampir ke in-box saya. Keluhan mengenai soal psikologis dan bagaimana mendampingi perkembangan Orang Muda Katolik (OMK) biasanya juga bersamaan dengan keluhan mengenai perkembangan iman Katolik-nya, seperti surat ibu di atas yang mengeluhkan iman anaknya yang sedang mengalami kehampaan. Dari pihak OMK sendiri pun  keluhan soal pengetahuan iman sering muncul. Di in-box saya sepanjang tahun 2008 telah mampir 23 keluhan kebingungan mengenai pengetahuan iman. Salah satunya ini:

(Wednesday, January 14, 2009, 15.47 PM): Romo, saya telah 3 bulan kerja di kawasan Kelapa Gading. Syukurlah lumayan baik, walau sering banjir. Tapi yg saya gelisah. Teman saya cowok beragama bukan Katolik. Tampaknya ia naksir saya. Ia baik, tapi suka bertanya-tanya ttg iman Katolik. Yang bikin saya gelisah, ia memberi buku-buku dan mempertanyakan iman Katolik saya. Saya bingung nih Romo. Saya pun tak tahu mesti ngejawab apa. Misalnya ia bilang bahwa Katolik salah karena percaya paus yang hanya manusia, itupun dikatakan bahwa paus kebal salah. Juga soal katolik menyembah Bunda Maria dan bikin patung itu salah besar. Juga salah jika kita misa karena itu berarti kejam karena menyalibkan Tuhan  Yesus lagi. Saya jujur saja kini sedang goyah. Tak pernah lagi ikut misa. Bagaimana Romo, saya bingung.

Menimbang Perkara

Dari dua pucuk surat elektronik di atas, saya menemukan ada sebuah  fakta yang sukar dibantah, yaitu bahwa pengetahuan dan penghayatan iman saling berhubungan. Pengetahuan iman yang minim akan membuat semangat OMK  dalam menghayati iman gampang padam. Sebaliknya, penghayatan iman yang suam-suam kuku, tidak akan menyemangati OMK untuk menambah pengetahuan imannya. Surat yang pertama di atas ialah mengenai seorang anak berusia 17 tahun yang bersemangat suam-suam kuku dan bolehlah ditebak berpengetahuan iman rendah. Surat yang kedua dari seorang  gadis

Katolik berusia 34 tahun, dengan penghayatan iman yang pada mulanya semangat, namun oleh karena pengetahuan imannya rendah, maka penghayatannya menjadi goyah. Pada kedua surat tersebut, baik OMK berusia 17 tahun maupun OMK berusia 33 tahun ternyata pengalaman dan pengetahuan imannya relatif sama.

Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda yang dikeluarkan Komisi Kepemudaan KWI, membatasi usia OMK  sejak 13 hingga 35 tahun sejauh masih lajang. Dari pengalaman menerima keluhan sekitar iman OMK itu, saya memberanikan diri menarik fakta bahwa sejak usia 13 tahun hingga 35 tahun, pengetahuan iman OMK mengalami stagnasi. Pengetahuan iman mereka  begitu-begitu saja sejak ia komuni pertama, krisma, hingga menjelang masuk jenjang perkawinan. Saya menduga hal ini mungkin karena katekese kita yang “tradisional” (persiapan komuni I, persiapan krisma) masih berupa formalitas alias sebagai syarat saja untuk menerima komuni I dan krisma. Metode Katekese yang tidak menyentuh hati dan merangsang daya pikir itulah yang bisa jadi membuat iman Katolik kurang bergema di hati dan pemikiran OMK.

Kita bisa pula menimbang dari sisi pewarisan pengetahuan dan penghayatan iman dari keluarga. Ketika mengucapkan janji pernikahan dahulu di depan altar, suami-isteri berjanji akan mendidik anak-anak secara Katolik. Pendidikan itu mestinya pertama-tama merupakan kesaksian cinta kasih, kebenaran, doa dan iman serta pendidikan hati nurani. Seruan apostolik Paus Yohanes Paulus II “Familiaris Consortio” serta  surat-surat beliau kepada keluarga ( 2 Februari 1994) jelas-jelas menunjuk betapa agung dan indahnya tugas ini. Keluarga merupakan sekolah iman yang pertama, sebuah “Gereja keluarga”.

Dari sisi OMK sendiri, kita tahu, mereka kini mengalami tekanan berat dari sistem ekonomi dan politik serta budaya yang kurang mempercayai mereka. Sistem pendidikan nasional di Indonesia makin menekan mereka dengan berbagai kesulitan pribadi yang tidak mudah dipecahkan. Jika mereka mengelompok dalam kelompok se-lingkungan, separoki, sebaya, seminat, seprofesi sekalipun, maka tak ayal, tekanan itu bisa ditahan, namun tetap diragukan kehandalannya tanpa dukungan nyata dari pembimbing yang mereka percayai. Sebenarnya, tetap  ada harapan bahwa situasi kualitas iman OMK ini bisa diubah menjadi lebih tangguh, ulet dan militan. Marilah kita menelaah dari kekayaan ajaran Katolik sendiri yang memberikan inspirasi bagi peningkatan iman OMK. Saya mengusulkan  hal-hal di bawah ini, dengan mensyaratkan peran pembimbing, entah orangtua, pastor paroki, maupun para pendamping lainnya.

 

Kedalaman Mistik

Pasca Konsili Vatikan II (1965), paham akan Allah Tritunggal Mahakudus dan Gereja Kudus bukan saja menjadi sebuah pengetahuan  melainkan juga sebuah misteri pengalaman hidup konkrit umat beriman baik secara pribadi maupun bersama di tengah dunia yang sedang dan selalu berubah. Iman itu lebih dari sekedar pengetahuan, melainkan relasi personal dengan Allah yang telah mewahyukan diri dalam Kristus. Karya itu  terjadi dalam diri manusia berkat jasa Roh Kudus (bdk. Dei Verbum, 5). Iman sejati menyentuh pada tataran mistik, batin, kerohanian, ketika manusia beriman termasuk OMK secara pribadi bertemu Allah.  Iman tidak sekedar ajaran yang di’ketahui’ saja melainkan juga sebuah sikap dan cara hidup yang di’hayati’. Maka, doa dalam keluarga mesti dibiasakan oleh orangtua sejak anak-anak mereka masih kecil, agar misteri kedalaman penghayatan iman itu dikenal. Doa-doa dalam pertemuan OMK mesti dibuat tanpa bosan-bosan. Di samping itu, mesti dibuat liturgi sedemikian rupa sehingga  OMK merasakan sentuhan pada  lapisan kedalaman hatinya yang terdalam. Liturgi haruslah dirancang dan dipersiapkan serta dilaksanakan oleh imam dengan melibatkan OMK sedemikian rupa sehingga membantu OMK untuk menghayati iman tersebut. Liturgi perlu dikerjakan  sesuai dengan bahasa OMK yang merayakannya, agar dapat dipahami dan dihayati. Sungguh, jika OMK diberi kepercayaan dan didampingi dengan serius oleh pendamping yang tekun, maka mereka akan melakukan perkara-perkara baik yang tidak kita duga sebelumnya. Lebih dari itu, mereka akan mennghayati iman secara hidup dan cool.

 

Berkomunitas

Pentingnya berkomunitas bagi OMK mesti didasarkan pula oleh paham teologis yang tepat mengenai Gereja. Sampai dengan Konsili Vatikan II, banyak orang memahami Gereja sebagai sebuah ‘fenomena sosial/keagamaan’ yakni kelompok orang kristiani yang dipimpin oleh hirarki. Konsili menegaskan bahwa paham seperti itu tidak cukup! Gereja harus dimengerti bukan sebagai fenomena sosial, yang kelihatan, yang jasmani belaka. Ia adalah komunitas iman, harapan dan kasih dalam Kristus (bdk. Lumen Gentium, 8) Gereja ada bukan karena prakarsa manusia melainkan atas prakarsa Allah (bdk. Lumen Gentium 2,3,4). Pembimbing OMK mesti menyadari bahwa komunitas-komunitas OMK perlu berjejaring dan bergerak dalam misteri ini. Perlu dibatinkan oleh pembimbing, bahwa OMK ada karena panggilan Allah sendiri melalui Kristus dalam Roh Kudus. Mereka tak sekedar berkumpul karena sama-sama berminat akan hobi tertentu, namun pertama-tama karena inisiatif Yesus yang memanggil mereka menjadi satu kawanan. Jika hal ini dibuat, tentu keluhan bahwa OMK lari ke komunitas lain tak akan terjadi, atau yang lari akan kembali, karena merasakan kehangatan rohani dalam misteri panggilan Kristus  dalam gerejaNya. Seorang muda yang menulis surat kedua di atas akan tertolong jika memiliki dan dimiliki oleh sebuah komunitas OMK yang hangat, yang berpusat pada misteri kehadiran Kristus.

 

Katekese yang Menggerakkan

Pengajaran iman yang animatif, menggerakkan olah pikir pasti akan menggairahkan OMK. Para katekis dan pastor, bahkan orangtua, perlu mempelajari cara-cara baru untuk mengajarkan bagian-bagian pengajaran iman Katolik. Yang menarik adalah, sumber-sumber itu sekarang bisa didapatkan secara berlimpah ruah oleh para pendamping dan katekis manakala mereka mengunduh bahan-bahan itu dari internet. Lebih dari itu, muncul prakarsa-prakarsa dari para pendamping yang melibatkan OMK sendiri untuk membangun situs web dengan memanfaatkan media internet.

Metode katekese calon komuni I dan krisma mestinya tak hanya klasikal dan tradisional. Katekis bisa saja membuka kesempatan OMK mempelajari pokok-pokok iman dari internet, dengan melibatkan orangtua untuk mendampingi dan memeriksanya. Mmetode ini mensyaratkan adanya website-website Katolik yang baik. Dalam penelusuran saya, telah ada web-web mengenai pengajaran iman Katolik dalam bahasa Indonesia. Kita bisa mencoba mencari dengan googgle dengan kata kunci misalnya “katolisitas”, “gereja katolik”, “iman katolik”, “ekaristi”, dan semacamnya. Cara ini akan jauh menggairahkan dan menggerakkan jika pembimbing OMK terampil membuat tantangan bagi OMK agar memanfaatkan teknologi terkini yang mulai nereka digemari ini. Selain itu, OMK perlu dirangsang agar kritis dan tertantang untuk menanyakan segala hal yang menjadi ganjalan hatinya manakala mendengar aspek katekese tertentu.

 

Pembimbing yang Berkarakter Kuat

Pembimbing yang berkarakter kuat ialah pendamping OMK yang sabar dan tekun, ada (available) untuk dan bersama komunitas OMK. Ia merupakan pengejawantahan Gembala yang Baik, yang mengenal domba-dombanya, dan domba-dombanya mengenalnya. Ia mendengar perkembangan OMK yang dinamik. Bagaikan menerbangkan layang-layang, ia tahu kapan saat menarik benang dan kapan saat untuk mengulurnya, mencermati arah angin. OMK percaya kepadanya, sebagaimana ia percaya kepada OMK yang ia dampingi, bahwa mereka memiliki daya kekuatan ilahi dari dalam diri mereka untuk berkembang. Pembimbing yang demikian itu ialah para orangtua dalam keluarga, para pastor, para animator dan pengurus bidang kepemudaan paroki, para penggiat OMK di komunitas-komunitas ketegorial seperti komunitas pelajar, mahasiswa dan karyawan muda Katolik, dan semacamnya.  Maka, organisasi pengelola pastoral OMK semestinya selalu mengkader pembimbing-pembimbing yang handal. Perlu dibuat secara rutin oleh Komisi Kepemudaan dalam kerjasama dengan komisi lain dalam Gereja, untuk membentuk pendidikan para pembina, agar ada out put ketersediaan pembina yang berkarakter gembala yang baik. Kata lainnya ialah pembimbing yang berusaha menjadikan diri mereka teladan, yang menghayati iman dalam perkara harian. OMK akan menghargai dan mengikuti arah keteladanan pembimbing yang mengakui kelemahannya, namun tidak berkompromi untuk dibelokkan ke arah budaya sekularistik.

Catatan: Artikel ini dibuat untuk acara “Temu Darat Katolisitas 1″, yang diselenggarakan pada tanggal 7 Desember 2010 di Jakarta Utara. Artikel ini pernah dimuat di buletin KommKel KWI tahun 2009.

45 COMMENTS

  1. Pagi Tim Katolisitas.org, saya ada pengalaman yang ingin saya tanyakan dengan Tim Katolisitas.org ;
    Setiap Jumat seperti biasa mahasiswa Katolik punya kebiasaan untuk kumpul bersama, entah diisi dengan sharing, nonton, diskusi, mengadakan Misa (Ekaristi),dll. Pernah di saat bersamaan, di kampus X dan kampus Y mengadakan perayaan Ekaristi di hari dan jam yang sama. Yang mengusik hatinya saya adalah di kedua perayaan Ekaristi di kampus tersebut sama2 melakukan kesalahan yang sama, yaitu tidak memasang lilin dan salib di altar. Sungguh sebuah pertanyaan besar, mahasiswa sekarang sampai melupakan hal yang sangat kecil namun mempunyai arti lebih. Bukankah setiap simbol di Katolik mempunyai makna yang lebih?? Apakah ada penjelasan tentang simbol-simbol yang biasa digunakan saat perayaan Ekaristi di blog ini?
    Pertanyaan selanjutnya dari saya, saya masih bingung dengan arti dari kata “Misa”? Mengapa kebanyakan orang selalu menyebut Misa, bukankah yang lebih tepat perayaan Ekaristi? Terima kasih sebelumnya
    Berkah Dalem

    • Salam Vitong,

      Saya setuju dengan Anda bahwa sebaiknya para mahasiswa mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai liturgi dan simbol-simbolnya. Kesalahan satu dua hal mesti menjadi refleksi agar belajar lebih lanjut dan tidak berbuat salah lagi. Katekese mengenai liturgi harus dibuat oleh pastor pendamping mahasiswa terhadap tim liturgi kelompok mahasiswa Katolik. Para mahasiswa Katolik sendiri harus serius belajar mengenai agamanya sendiri, termasuk belajar liturgi. Ada banyak buku mengenai liturgi dan mengenai simbolisasi dalam liturgi. Anda bisa membeli buku-buku itu di toko-toko buku. Diskusikanlah dengan teman-teman Anda topik mengenai ajaran Gereja termasuk Liturgi.

      Istilah “misa” berasal dari kata-kata terakhir imam setelah berkat penutup untuk membubarkan umat. “Ite, misa est!” yang berarti “Pergilah, kalian diutus”. Kata misa menekankan dimensi perutusan dari Ekaristi. Salah satu unsur yang membuat misa lebih sering diucapkan ialah karena salah paham, “Ite misa est” diartikan “pergilah, misa sudah selesai”. Padahal “misa” berasal dari kata kerja bahasa Latin dari kata “mitere – missi – missus” yang berarti “utus, diutus”, dan “misa” ialah “kalian diutus”. Karena sudah salah kaprah, maka diberi arti positif saja, bahwa jika orang mengatakan “misa”, itu dianggap saja menunjuk Ekaristi dalam dimensi perutusannya. Namun kini, banyak umat sudah lebih memahami makna perayaan Ekaristi, sehingga umat sudah lebih banyak menggunakan istilah ini.

      Untuk belajar liturgi bisa juga melalui internet, misalnya artikel mengenai simbol liturgi dan sikap dalam liturgi dari situs “iman Katolik”,

      klik di sini

      Salam
      Yohanes Dwi Harsanto Pr

  2. selamat pagi romo,,,

    romo saya ingin bertanya ?? bagaiman cara memelihara diri kita dengan baik,,dalam artian mid set, pikiran positif dan negatif..

    romo,saya sudah aktif di mudika atau omk,, terkadang saya berfikir dengan gabung akan menguatkan iman saya dan memiliki byk pengalaman dari teman2 yang lain..
    tapi nyatanya apa romo, tahun ke tahun,, omk baru berdatangan,, tapi ini sangat berbeda dengan tahun tahun sebelumnya..

    saat ini begitu banyak omk tapi mereka selalu memilih teman2,, saya tau omk itu juga ajang untuk mencari pacar sekalipun jodoh,,

    saya memang tidak cantik,tidak pintar seperti yang lain, saya hanya lulusan sma sdgkna mereka sarjana,,
    setiap saya mengikuti kegiatan apapun,,semua hanya memanfaatkan saya,, karena saya tidak pernah bisa menolak jika di mintai bantuan,,apalagi ini untuk omk.
    tapi kenapa saya merasakan kok saya yang selalu di suruh2,,tapi tidak pernah ada yang mau membantu saya,, saya pun sibuk dengan pekerjaan tapi selalu saya sempatkan untuk mengerjaka apa yang di butuhkan mudika,,,

    setiap saya minta bantuan tidak pernah mereka membantu,,
    mereka berkata karena rumah saya jauh, saya tidak cantik, saya cerewwt..

    romo,, saya mohon apa yang harus saya lakukan??
    samapai saya sakit pun tidak pernah ada yang memperdulikan saya,,,

    maaf romo saya panjang lebar,, saya ingin tahu bagaimana menjaga hati agar tetap bisa mengerti dan tidak menyimpan kebencian..

    terima kasih

    • Salam Devi Ayu.
      Ingatlah hukum “tabur tuai” dalam Kitab Suci. Yang menabur kebaikan akan akan menuai kebaikan, dan sebaliknya. Tuaian itu bisa datang segera setelah ia berbuat, bisa pula lama waktu setelahnya. Bentuk tuaiannya pun beraneka ragam, ada yang bisa diduga, ada poula pula yg tak terduga. Orang yang menabur kasih dalam wujud perkataan, perbuatan baik, pasti menuai kebaikan. Energi positif dari kasih, tentulah menghasilkan kasih. Juga sebaliknya yang terjadi. Jika orang melontarkan kata-kata dan perbuatan negatif maka ia akan menerima reaksi negatif dalam dirinya. Secara psikologis hal itu jelas. Juga secara sosial dan teologis.

      Karena Tuhan adil dan membalas tiap orang setimpal menurut perbuatannya (Rom 2:6, Mzm 62:13; Ams 24:12) maka hendaknya kita membuat yang baik saja. Yang menaburkan hal yang baik, akan menuai kebaikan pula.

      “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Galatia 6:7).

      “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Korintus 9:6)

      Hukum alam ini sudah menjadi kehendak Tuhan sendiri dalam diri PutraNya. Yesus selalu berbuat kasih sesuai kehendak Bapa. Ia tidak bersalah, namun dihukum mati dengan cara disalibkan. Yesus mengampuni para penyalibNya. Allah berkenan kepadaNya, dan membangkitkanNya pada hari yang ketiga. Ia dianugerahi nama di atas segala nama.

      Maka, tetaplah tinggal dalam kasih Allah, karena Allah adalah kasih. Tetaplah berbuat kasih, apapun yg terjadi. Orang yang kekurangan kasih dalam hati, akan mengolok kita yang terus berbuat kasih. Namun ingat, bahwa Tuhan itu selain Maharahim juga Mahaadil. Ia adil dalam setiap keputusanNya yang penuh kasih. Ia pasti tidak membiarkan orang yang setia menjadi sendirian dan telantar. Tetaplah berbuat yang terbaik untuk OMK Anda dan kepada siapapun dalam relasi dan komunitas. Orang yang berkasih berarti memikirkan dan menghendaki serta melakukan yang baik bagi orang lain. Orang demikian pastilah menuai damai.
      Nasihat ini hendaknya tak usah diterapkan untuk orang lain, mailankan untuk diri sendiri saja. Tetap berbuat baik, tanpa menuntut orang lain berbuat baik.

      Kenyataan yang Anda kemukakan itu justru baik untuk makin membuat Anda menghayati iman akan Kristus, sang pribadi ilahi yg hidup nyata mendampingi Anda. Tetap dalam jalur kasih dan kebaikan, memberi dan berbagi kebaikan karena dari Allah kita sudah menerima yang terbaik untuk hidup kekal, yaitu Kristus. “Jangan jemu-jemu berbuat baik selama masih ada kesempatan, karena kita akan menuai” (bdk. Gal 6:9-10). Semoga membantu.

      Salam
      Rm Y. Dwi Harsanto Pr

      • salam kasih..

        terima kasih romo,, saran romo sangat membantu saya..

        devi akan terus berjuang,,

    • Salam kasih devi ayu,

      Saya yakin kamu amat cantik dan ayu bagi Yesus, apalagi kalau kamu terus aktiv dalam pelayanan OMK dengan tulus hanya karena ingin membalas kasih Yesus. Percaya deh… sebab saya juga pernah mengalamai hal atau perasaan yang kurang lebih sama . Awalnya juga membuat hati sedih dan sulit menerima. Namun karena Roh Kudus tak henti-hentinya menghibur hati, membuat segalanya menjadi lebih indah dan berarti. Sabar dan buka lebar-lebar mata hati devi ayu untuk menemukan kekasih sejati yang benar-benar Tuhan kasih untuk kamu. Ingat, Yesus amat sangat peduli dengan kita semua, termasuk kamu.

      • salam kasih,,

        salam kenal,,,

        terima kasih ya buat dukungannya,,sekarang devi juga akan terus berjuang,, devi gak mau jadi orang lemah apalagi menjadi pecundang..

        AMIN,,semoga Tuhan selalu mendengarkan doa doa kita..

  3. salam kasih

    mau tanya mo, banyak sekali saya perhatikan kaum muda menggunakan TATTOO (menggambar bagian tubuh secara pernanen), berdalih seni atau apa pun itu saya sejak beberapa tahun yg lalu juga mulai tertarik dengan tattoo, lama sudah saya fikirkan untuk memasang tattoo di tubuh saya dan tattoo itu bergambar malaikat, dalam ajaran katolik apakah men-tattoo itu salah..??? mohon pencerahan nya mo, terimakasih.
    berkah dalem…

    [dari katolisitas: silakan melihat jawaban di link ini – silakan klik.]

  4. Bagi saya OMK itu suatu bentuk otak-atik nama saja, sayangnya hirarki gereja saat ini lebih suka otak-atik nama tanpa pernah menyentuh akar masalahnya. Misdinar mana sih yang tidak merasa kalau dia itu juga Mudika?, Legio Maria mana sih yang kalau dia tergolong junior dia juga tidak merasa kalau dirinya Mudika, dll. Dulu ada Pemuda Katolik, lalu muncul mudika sekarang OMK…baju baru tapi masalah tetap sama. Saya pernah jadi Ketua Mudika wilayah, Ketua Mudika Paroki dan sekarang menjabat Pegurus Pemuda Katolik Komcab Surabaya. Saya sungguh sedih melihat perkembangan Mudika saat ini. Sudah Hedonnya minta ampun ditambah tidak adanya pembina-pembina Mudika yang mumpuni. Suatu hari saya pernah mengikuti Pendalaman Iman rutin di Wilayah saya, biasalah dibagi buku panduan berupa pertanyaan-pertanyaan sesuai tema APP tahun ini. Lalu sang petugas yang memberikan panduan mulai melontarkan pertanyaan-pertanyaan sesuai buku panduan tersebut. Suasana sunyi senyap….ada pertanyaan dan tidak ada yang berani nanggapi. Mungkin dalam hati orang-orang kalau nanggapi salah maka nilainya juga jelek. Suasana berubah agak hangat ketika dari pertanyaan-pertanyaan itu….saya lontarkan sedikit saja dari sejarah gereja, masalah-masalah gereja, istilah-istilah gereja. Pengetahuan saya memang tidak banyak-banyak amat tetapi rupanya pengetahuan saya yang masih minim masih lebih baik daripada orang yang sudah sepuh-sepuh apalagi yang muda. Saya kira model Pendalaman Iman yang seperti ini haruslah benar-benar ditinggalkan. Doa Lingkungan dan Pendalaman Iman model ini (tanya-jawab) akan terarah baik kalau petugas panduannya juga baik memberikan panduan. Cuma memang, orang-orang seperti ini berapa banyak jumlahnya? saat ini memang ada website ini….sangat bagus…..cuma memang juga ada masalah berapa banyak orang yang bisa internetan? Dulu saya pernh berpikir, bahwa iman Katolik di kota kecil dan bahkan di pedesaan pasti kuat-kuat. Ternyata ketika saya jadi relawan di Komisi Kepemudaan Keuskupan Surabaya (K3S), yang saya lihat Mudika-nya sangat mengharapkan tambahan pengetahuan akan imannya dari orang-orang di Kota. Waduh, cilaka 12 pikir saya, padahal kami-kami ini yang di kota besar justru mengalami krisis iman karena gaya hidup hedon dan konsumerisme yang tinggi. Saya kira sudahlah Hirarki gereja janganlah lagi main utak-atik nama. akar masalah saya kira masih sama, ketidak tahuan umat lebih-lebih kaum mudanya untuk bagaimana menghayati iman Katolik di tengah perkembangan jaman yang sunggu cepat ini. Tempora Muntatur et nos Mutamur Illis (Waktu berubah dan kitapun ikut berubah di dalamnya).

    • Salam Yusak.
      Terima kasih bahwa Anda masih setia mendampingi OMK dan tetap mau berprihatin untuk OMK. Istilah “OMK”, sebagaimana istilah “Mudika” bukan hasil otak-atik hirarki. Tak ada uskup atau imam Indonesia apalagi KWI yang menginstruksikan hal itu. Lihat penjelasan saya pada kolom tanya jawab ini mengenai istilah OMK. Para peserta pertemuan nasional OMK tahun 2005 telah menyepakatinya dan prosesnya telah bermula sejak tahun 1990 an mengenai keprihatinan OMK ke depan. Harapannya satu saja, agar semua yang merasa orang, berusia muda dan beragama Katolik makin tersapa dan mau peduli pada iman Katoliknya dalam kebersamaan Gereja dan masyarakat. Saya tetap menilai orang muda Katolik secara positif dan berpengharapan pada mereka, bahwa mereka anak-anak Allah yang dikasihiNya secara unik dan kepada merekalah kita mempercayakan masa depan mulai dari sekarang. Saya harap dengan adanya website-website yang memuat pengetahuan dan kesaksian iman Katolik khususnya katolisitas ini, Anda dan teman-teman yang memiliki sarana ber-internet, bisa menularkan informasi iman ini kepada teman-teman yang belum memiliki internet. Jika berjumpa, sampaikan salam saya untuk teman-teman pengurus K3S, pastor ketua serta para relawan semuanya.
      Salam
      Rm Santo

  5. Sekedar mau sharing di sini tentang metode katekese yang dibahas oleh Rm. Santo di artikel ini…

    Saya dan beberapa teman di komunitas saya (bisa dibilang mayoritas)…. sangat mengalami apa yang dibahas di atas mengenai metode katekese yang tidak menyentuh. Kami mayoritas baptis dewasa dan melalui proses katekisasi di sekolah atau di paroki di daerah. Boro-boro mau menyentuh, katekese dibuat sebagai program singkat semacam paket kilat yang penting bentar lagi dibaptis dan bisa merasakan roti putih itu yang katanya Tubuh dan Darah Kristus. Tapi tanpa pengetahuan yang memadai dan cuma sebatas norma-norma umum yang tidak menggigit dan tidak nyantol di otak. Apalagi dibawakan dengan hemat: hanya 1 tahun potong libur sekolah dan kalau ada ujian.

    Kini… tidak ada satu pun ilmu yang kami dapet waktu dulu jadi katekumen yang masih nyangkut di otak… hahahahaha…. jadi klo datang ke misa, ya cuma gitu aja, ritual hari minggu dengan segudang aturan dan rumusan. Hari senin-sabtu, ya manusia dunia aja. Boro-boro mw inget Tuhan.

    Waktu persiapan krisma, lebih hebat lagi. Bener-bener ga ada yang nyantol. Ga ada kesan sama sekali.

    Mungkin itu kali ada pepatah “tak kenal maka tak sayang”. Mungkin karena kita ga kenal sama yang Nama-Nya Yesus itu kali, makanya kita ga pernah sayang. Tapi ya Ilmu Ketuhanan (teologi) ga boleh cuma mampir di otak doank, tapi harus masuk ke hati… supaya kita ga jadi angkatan kaum farisi kontemporer.

    untung aja jaman sekarang sudah ada teknologi canggih dan website2 yang informatif, dan salah satunya katolisitas ini. Jadi mereka yang mau mencari tahu tentang Tuhan dan Gereja-Nya bisa mendapat referensi yang terpercaya. Padahal Informasi yang seharusnya didapat dari katekisasi sebenernya kan bisa dijadikan suatu tolak ukur moral bangsa ini terutama generasi muda dalam menghadapi pertentangan dan pilihan hidup sehari-hari.

    Dan yang terpenting adalah bagaimana merancang suatu proses katekisasi yang tepat dan mengena. Supaya OMK yang katanya adalah masa depan Gereja Katolik siap untuk menjadi masa depan itu. Bayangkan saja kalau generasi ini suatu saat jadi katekis, wah… ga kebayang…. info apa yang mau dikasih ke katekumennya nanti ya?

    • Shalom Benedictus,

      Terima kasih atas sharingnya untuk proses katekese. Memang, kita harus benar-benar memikirkan, bagaimana untuk memperbaiki sistem katekese, baik dari segi materi maupun cara penyajiannya, sehingga dapat benar-benar memberikan pondasi iman Katolik yang baik bagi para katekumen. Saya mengundang anda dan seluruh pembaca katolisitas untuk hadir dalam sarasehan “Pendidikan anak sejak usia dini di dalam keluarga, paroki dan sekolah.” Dalam sarasehan ini, kita akan diskusikan bersama, bagaimana untuk mendidik anak, termasuk dalam proses katekese. Silakan melihat informasi tentang acara ini di sini – silakan klik. Kami tunggu kedatangan anda dan teman-teman yang lain.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Terima kasih atas undangannya.

        Mungkin untuk sekedar masukan, proses katekisasi dapat dibuat seperti jaman dulu, dengan model tanya jawab. Dengan pertanyaan yang bisa muncul dari para katekumenat. Kalau jaman saya sekolah dulu, Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) gitu kali yah….

        Dengan metode 8w + 1h. Seperti Siapakah itu Yesus? Apakah itu transubstansiasi? Apa itu dosa berat? Apa itu neraka? Pertanyaan simple tapi mendasar. Benar-benar informasi dasar mengenai iman katolik. Sehingga dari pertanyaan ringkas, muncul jawaban tepat dan ringkas, sehingga bisa dijiwai sepenuhnya.

        Jadi dengan metode simple tapi informasi yang didapat nyantol di otak… Itu kan inti dari katekese? Mendapatkan informasi sehingga informasi itu bisa diresapi ke hati dan muncul lewat tindakan. Sebenarnya kan proses katekese adalah suatu awal/pengenalan untuk suatu transformasi Kristiani.

        Pax et Bonum

        • Shalom Benedictus,

          Memang metode katekese ada bermacam-macam. Metode yang anda ceritakan dipakai di Amerika, terutama untuk anak-anak, yaitu Baltimore Catechism. Buku tersebut memuat tanya jawab seperti yang anda ceritakan, yang memberikan definisi yang baik dalam setiap jawabannya. Semoga saja sarasehan ini dapat memberikan hasil yang berguna.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  6. Saya ke gereja St Perawan Maria Ratu di daerah Santa, jakarta. Duh, anak mudanya, ke gereja pakai celana pendek, ada lagi yang BB-an. Dan rasanya saya pernah melihat ada anak2 muda yang mengajak temannya yang non-katolik maju terima komuni (saya bisa menduga dia bukan katolik karena mukanya celingukan dan tidak tau harus diapakan komuni itu, tidak langsung dia makan…). Waktu ada ‘operet kecil’ dalam misa Jumat agung (padahal itu serius), orang-orang malah melihatnya sebagai lawakan. Saya sampai malu (pada Tuhan) dan tidak berani melihat ke altar. Saya rasa, sekarang makin banyak orang muda katolik yang tidak menghargai keimanannya sendiri sebagai anugrah dan mengentengkan. Sayangnya lagi, Romo di situ seperti cuma diam saja, tidak menegur.

    Jadi orang boleh baik, tapi tidak apatis, jangan tidak peduli dan masa bodoh. Wajar, lah, kalau sekali-kali Romo itu galak. Namanya umat, ‘anak-anak’, sesekali juga perlu disentil dan diingatkan.

    Bergaul dalam suatu organisasi juga belum tentu menolong. Kenalan2 saya dulu ada yang pacaran sama orang non-katolik, padahal paling super aktif di KMK.

    Soal kalau ada orang non-katolik yang berusaha menggoyahkan seperti menyatakan paus bisa salah, menyembah “patung”, kalau saya simple aja. Saya akan bilang,”iya, paus bisa salah. So? Tidak menjadikan diri gue tidak katolik. Saya tidak menyembah patung dan cara saya mengimani agama saya sama sekali bukan urusan anda. Kalau anda ingin tahu katolik itu seperti apa, silakan tanya ke orang yang lebih jago atau mencari kebenarannya dengan DOA.”
    Banyak orang-orang yang selalu ingin menjatuhkan orang katolik karena orang katolik (dari yang saya lihat) terkadang terlihat santai, easy going, dan terbuka. Gawatnya adalah kalau terbuka tapi tanpa perisai.

    Saya bergaul dengan semua orang, tidak hanya yang katolik. Saya, puji Tuhan, tetap katolik dan ironisnya adalah kadang-kadang yang justru menyebalkan adalah orang2 katolik. Apalagi kalau sudah fanatik, jadinya sombong, merasa benar sendiri dan lalu merasa ‘pantas’ berkata2 apapun terhadap orang lain. Saya sendiri tidak aktif lagi di lingkungan karena, ya, itu, isinya mostly orang-orang yang seperti itu. Bagaimana bisa 1 tubuh Kristus, kalau saya ditendangin terus? Bagaimana bisa 1 tubuh Kristus, kalau ada orang2 yang merasa lebih tinggi dari lainnya? Ironisnya, seringkali ujung-ujunganya, orang-orang seperti saya yang justru ditekan untuk,”kita, kan, satu tubuh. Harus bisa ‘memaafkan’…bla, bla…”…Lha? That’s not the point! Maksudnya, memaafkan dan membiarkan?

    *Kursus2 kitab suci untuk membantu memahami iman sangatlah baik. Saya dulu pernah ikut beberapa kali. Menarik. Ingin ikut lagi tapi tidak tahu masih ada atau tidak.
    *Dorongan dari imam agar omk menghargai keimanannya sebagai orang katolik juga perlu.
    *Dorongan dari imam agar omk bisa menjadi ‘public relation’ gereja di masa depan yang rendah hati juga perlu digiatkan (rasanya sampai sekarang, saya belum pernah mendengar kotbah tentang itu. Sebenarnya, bagus, kita dikobar-kobarkan semangat dan ‘cinta’ terhadap keimanan tapi kalau yang terkobar jadi ‘kebanggaan’ yang lama-lama jadi kesombongan gawat juga. Cinta yang terselubung kesombongan tidak akan pernah bisa berbuah. Berbuah, sih, berbuah jadi orang-orang yang menyebalkan and I’ve seen A LOT like that).
    *Anak2 mudika (mungkin tidak semua tapi yang saya temui sih kebanyakan kacau2), bergaul secara katolik, mungkin pacaran dengan orang katolik juga tapi belum tentu menjadikan hidupnya katolik. Mungkin bagus juga, kalau misalnya, sesekali anak2 mudika mendapat pengarahan keimanan dari imam dan ‘tetua’2 di gereja. Tidak usah retret, rekoleksi karena biasanya kalau yang begini jadinya pada merasa liburan semua dan pesan2 masuk kuping kiri keluar kuping kanan saja. Taruh aja mereka di ruang pertemuan, berdiskusi keimanan dan hal-hal sensitif yang terjadi di sekitar (maaf, masalah seputar sex, pacaran beda agama, pendidikan,dll dll). Mudika kadang-kadang sering dijadikan tempat berkumpul saja tapi tanpa ada pengembangan iman dan juga dorongan untuk serius dengan pendidikan. Sayang sekali.

    • Dini yang baik,

      Komentar anda ada benarnya sebagai kasus. Komentar anda itu mengingatkan saya pada ungkapan bahwa Gereja tanpa pembinaan orang muda hanyalah calon museum. Usia muda merupakan usia terminal. Masa itu akan berlalu cepat namun sekaligus menentukan masa dewasa. Tidak mudah menyelami gejolak keinginan orang muda. Namun saya yakin, Tuhan tidak pernah melepaskan rencana keselamatanNya melalui dan dalam diri orang muda. Saya mencoba menempatkan komentar Anda dalam konteks Pelayanan Dewan Paroki,karena komentar Anda mengenai pelayanan untuk OMK di Paroki. Semua Dewan Paroki yang dikepalai Pastor Paroki memiliki satu tujuan pokok, yaitu membawa orang Katolik di paroki makin beriman mendalam sebagai satu komunitas iman dan makin bermakna bagi masyarakat. Pelayanan itu meliputi koinonia (persaudaraan), diakonia (pelayanan pemberdayaan sosial-ekonomi), kerygma (pengajaran iman), dan liturgia (peribadatan, sakramen-sakramen) dan semuanya disinari dengan semangat Martyria (pengorbanan diri). Jika dibaca sekilas, tampaknya pelayanan OMK tidak terwadahi. Pelayanan pada OMK teritorial paroki ada dalam kelima bidang tersebut. Ia ditepatkan pada tim atau seksi Kepemudaan atau OMK Paroki. OMK harus mempelajari keempat bidang tersebut dalam semangat pengorbanan diri. Dalam hal ini, kualitas pembinaan juga tergantung pada kualitas dan kepedulian pembinanya. Selain pelayanan teritorial, masih ada pelayanan kategorial. Biasanya, apa yang dikeluhkan di paroki dipuaskan dalam pelayanan kelompok-kelompok kategorial yang tidak terikat di paroki seperti Persekutuan Doa Karismatik Katolik, Legio Mariae, Choice, Sant Aegidio, dan lain-lain. Ada baiknya jika OMK Paroki mau belajar dari OMK kategorial dalam hal semangat mendalami spiritualitas Katolik dan bagaimana mereka mengalami Kristus yang hidup dalam dinamika komunitas. Sebaliknya, OMK yang aktif dalam kelompok kategorial mau memperhatikan OMK paroki pula karena sebenarnyalah mereka tetaplah orang muda Katolik yang beriman pada Kristus. Bagaimanapun, peran pendamping OMK di paroki sangat vital bagi kualitas OMK paroki dalam menghayati iman Katolik mereka. Baguslah jika Dini bersedia menyampaikan kritik yang membangun langsung kepada pastor paroki setempat serta kepada pembina OMK paroki tersebut.

      Salam
      Romo Santo

  7. Biarlah Allah berkarya dalam OMK, sebab sungguh Dia sang maha Bijaksana, dalam pikiran saya muncul banyak pertanyaan tentang omk, salah satunya adalah : apakah kita pernah tahu berapa , bagaimana OMK dengan sadar menjauh dari Allah / bergabung menjadi keluarga Allah ? padahal disadari atau tidak bahwa OMK akan menjadi bagian pemegang kesetiaan iman gereja kepada Allah, maka biarlah kalau wadah OMK berjalan dinamis , dan berikanlah waktu, ruang, harapan serta pendampingan yang seluas-luasnya kepada mereka. Dengan demikian kita juga boleh berpengharapan kepada mereka suatu saat nanti kitapun akan digantikannya ( OMK -red )

  8. Artikel yang mambuat saya makin mantap dalam mengikut Kristus serta berperanserta aktif dalam manjaga api yang ada dalam tubuh OMK sendiri.
    Tuhan memberkati

  9. Ikutan urun rembug.

    Menurut pendapat saya, dari sekian banyak OMK, sebenarnya ada 2 golongan utama:
    1. Golongan yang memang ingin / sudah terlibat dalam kegiatan para OMK, terlepas dari apapun motivasinya. (pendalaman iman atau cari jodoh atau biar kelihatan sibuk, atau dll).
    2. Golongan yang Apriori atau Apatis terhadap organisasi maupun kegiatan OMK.

    Golongan yang kedua ini, jumlahnya barangkali, safe to say, 70% lebih dari total OMK.

    Jadi, untuk menyemarakkan OMK, serta meningkatkan KUALITAS INDIVIDU para OMK, prioritas utama adalah strategi (IMHO):
    1. Meng-embrace golongan apriori atau apatis (yg jmlnya sangat banyak), dengan cara:
    a. Menempatkan diri dalam “sepatu” mereka, shg kegiatan & cara-cara pendekatan kita menjadi FUN & COOL bagi mereka.
    b. Mereka tidaklah homogen, sehingga perlu ada variasi kegiatan, yg mungkin untuk ukuran standar saat ini dianggap “terlalu progresif”, tetapi sejauh tujuan & ukurannya jelas, saya rasa worth trying.
    c. Misal: kelompok skateboarding, nonton bareng, rock-band, dugem community (dlm batas tertentu), group online-game, grup basket, penggemar grafitti, dll.
    d. Bentuk kegiatan yg FUN, barang kali: Rock-Metal Band for Christmas, Charity Basketball for Merapi, Dugem is FUNdraising for Mentawai, Graffiti for Orphans, dll

    2. Hal ini lebih efektif, dibanding “maksain” menjual ide bahwa kegiatan yg sudah ada selama ini FUN lho (menurut yg ngajakin, tapi belum tentu bgt kan mnrt mereka)

    3. Bagaimana kalau Youth Mass, dengan topik yang ganti-ganti: misalnya: Rock&Jazz Mass, Misa tema olahraga, Misa bertema tokoh game populer, Misa tema anak muda yg selengekan, dll.

    4. Tentu, untuk membuat mereka benar-benar “Betah” dalam komunitas yang FUN tadi, jangan sampai mereka merasa “Tertipu” atau “Lho-Kok-Gitu effect”, karena kegiatannya terus di”belokkan” dgn cara yang menurut mereka “NOT FUN”.

    5. IMHO, selama dampak & tujuan kegiatan tsb berhasil membuat mereka menjadi individu yang “Lebih Dekat” dengan Ajaran Kristus “SECARA SUBSTANSIAL”, maka kegiatan ini telah mencapai tujuannya. Walaupun mungkin pasti ada pandangan konservatif yang tidak sepaham.
    Tinggal, kembali pada kita, Kegiatan ini SUBJEK-nya para OMK (spt cara pandang mrk, sehingga mrk bisa menemukan “sesuatu” yg bermanfaat) atau KITA (supaya mereka bertindak spt apa yang menurut kita baik & saleh)…

    Salam,

    • Salam Paulus Prana.
      Terimakasih atas pemetaannya. Komisi Kepemudaan KWI dan Komisi-Komisi Kepemudaan Keuskupan-Keuskupan se Indonesia serta paroki-paroki di bawahnya telah sepakat bahwa pembinaan OMK merupakan langkah dinamik, tidak bisa dipatok harus begini atau harus begitu. Dalam setiap zaman, Pembina OMK harus peka pada perubahan pola dan strategi pembinaan, karena sifat OMK yang dinamik mengikuti perkembangan zaman. Semua metode sebenarnya berprinsip satu saja, yaitu “masuk melalui pintu mereka dan keluar melalui pintu kita”. Banyak cara dan metode telah pernah dibuat, termasuk dengan pemetaan minat serta perilaku OMK. Ada yang mengupayakan pemetaan seperti yang dibuat Paulus Prana tersebut, metode MSF (Musik, Sport, Film/Fun); dan lain sebagainya. Namun demikian, satu hal yang tak boleh lupa, ialah “pintu kita” atau “pintu Ajaran Gereja” atau “Pintu Yesus Kristus”, atau “Makna/Nilai Iman apa yang mau dicapai”. Dengan berbagai metode dan strategi yang banyak dan selalu dicari yang baru setiap saat itu, OMK harus sampai mengalami dikasihi secara pribadi oleh Yesus Kristus dalam kebersamaan sebagai Gereja Katolik dan warga Masyarakat. Untuk itu, tidak semua metode dipakai. Hanya metode yang pantas, bermartabat dan sesuai dengan ajaran Gereja saja yang layak kita tawarkan untuk OMK. Bagi Gereja, OMK bukan orang yang tak bisa serius. Pembina tidak boleh merendahkan OMK sebagai Objek bina saja seolah mereka pasti hanya ingin fun dan cool. Kita pun tidak bisa melayani semau mereka. Kita adalah Pembina, bukan pengikut mereka. Mereka pun bukan pengikut kita yang hanya jika kita memberi yang fun dan cool. Mereka pun tetap manusia utuh dengan segala dimensinya, bukan hanya ingin fun dan cool saja. Kita percaya, OMK bisa ber-refleksi secara mendalam. Justru metode yang sejati ialah metode yang dibuat Yesus ketika mendampingi para rasul, yaitu bersama mereka dan mendengarkan serta berdialog. Sebagai contoh. Seorang Pembina OMK kota besar suatu hari mengajak sekelompok OMK ke mall. Di mall, Pembina mengajak mereka mengeksplorasi kesan perasaan, pemikiran dan daya refleksi mereka mengenai isi mall dan rantai kegiatannya serta pelaku-pelakunya, termasuk keterlibatan mereka sendiri di mall tersebut. Pembina mengajak berdialog dengan mengeksplorasi kesadaran baru bagi OMK binaanya, mengenai makna tertentu, misalnya keadilan dsb. Dengan gembira namun serius, OMK menemukan daya kritis dan refleksinya mengenai budaya mall. Lain kali, pembina mengajak mereka ke pemukiman kumuh di kota yang sama. Dengan pola refleksi yang sama, mereka menemukan makna yang lain lagi. Pembina lalu merangsang mereka untuk mencermati hati nurani dan daya iman OMK setelah melihat kenyataan tersebut. Semua lalu bisa dipentaskan menjadi karya seni mereka, bisa pula dipersembahkan dalam Perayaan Ekaristi sebagai temuan berharga dan niat mereka untuk menyumbangkan sesuatu yang lebih bermakna bagi kehidupan. Tentu saja, usia OMK dan tingkat pendidikannya pun menentukan gaya pendampingan. Untuk ekaristi OMK, bisa saja dibuat kreatif dengan mengindahkan kaidah liturgi. Ada bagian dalam liturgi yang bisa dibuat variasi, ada pula yang tak boleh diubah sama sekali.

      Salam
      Rm Santo

      • Yth Rm Santo,

        Saya sangat setuju dengan tanggapan Romo tersebut.

        Yang seringkali menyedihkan, akibat dari “ketidaktahuan”nya atau timbulnya rasa apriori karena first impression yang tidak sejalan dengan psikologi usia muda, OMK secara bawah-sadar “mensia-siakan” kesempatan untuk mempelajari Panduan Hidup Mulia yang bernama Iman Kristiani, yang sejatinya merupakan kontributor yang signifikan dalam proses “never-ending improvement” dari kualitas individu seseorang.

        Mudah-mudahan pada tataran praksis di lapangan, akan semakin banyak Kegiatan Pembinaan OMK yang Semakin Tidak Memandang OMK sebagai Objek Belaka.

        Sehingga nantinya semakin banyak OMK yang Self-Motivated (atau tersentuh hatinya oleh Kristus – dalam bahasa religiusnya) untuk berusaha (secara never-ending) mencaritahu ESENSI ajaran Kristus, yang kita semua sepakati, merupakan Panduan Hidup yang amat mulia,
        dan yang lebih penting, melaksanakannya dalam kehidupan praktis kesehariannya, bagi kepentingan masa depan mereka sendiri, dan, at large, masyarakat di sekitarnya.

        Salam,

  10. Luar biasa. Saya semakin bangga dan bersyukur terlahir di keluarga Katolik, dan lebih bersyukur lagi ternyata selalu ada jawaban atas semua ketidaktahuan saya tentang Katolik, yang saya dapatkan dari katolisitas.org ini. Di lingkungan tempat tinggal saya, saya selalu merekomendasikan situs ini kepada teman-teman Mudika (di lingkungan kami Mudika lebih familiar daripada Orang Muda Katolik) sebagai sebuah referensi tentang keKatolikan.

    Yang membuat saya prihatin adalah nasib Mudika ke depan, terutama di lingkungan saya. Menurut pengamatan saya (semoga saya salah), teman-teman yang tergabung dalam Mudika (di lingkungan saya) sangat kurang tertarik dalam pendalaman iman Katolik. Keseharian sebagai Orang Muda Katolik hanya dinikmati sebagai akibat dari lahir dari keluarga Katolik. Sekali lagi, semoga saya salah, mereka kurang tertarik membahas iman Katolik, entah karena alasan apa, mungkin saja mereka menganggap dengan menjadi seorang Katolik saja sudah cukup, tanpa perlu tahu alasan di balik itu. Itu terlihat sebagai sebuah ideologi “percaya saja”.

    Karena itu, tidak jarang Mudika cenderung menghindari debat agama. Ada yang menganggap ini sebagai sebuah kebijaksanaan, ada pula yang memang sengaja menghindari debat kusir. Namun menurut saya, seorang Mudika wajib tahu dan mau menjawab semua pertanyaan dari orang non Katolik tentang keKatolikan. Kebijaksanaan yang dituntut disini adalah menjawab dengan baik semua pertanyaan, tanpa pernah menyalahkan iman orang yang bertanya itu.

    Mohon bimbingannya Romo.
    Salam dalam Kasih Kristus.

    • Salam Bintara.

      Benarlah bahwa Orang Muda Katolik wajib mengetahui rahasia imannya dan mengalami kasih Kristus dalam Gereja Katolik yang setia sejak para rasul. Dalam mempertanggungjawabkan iman Katolik, OMK hendaknya menghayati ungkapan dari Santo Petrus dalam 1 Petrus 3:15:” Tetapi kuduskanlah KRISTUS di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat.

      Salam.
      Rm Santo

  11. Syalom..
    selamat pagi romo…

    Romo, saya mau cerita..
    di Paroki Kristus Raja Karawag..
    itu banyak sekali anak mudanya,,

    sampe2 kita di bagi menjadi..KSK,OMK&MUDIKA,Bina Iman Anak,,

    tapi setiap ada yang baru gabung disambut dengan hangat,,tapi setelah lama2 di cuekin..

    nah yang buat saya mengganjal pantes gak seh kalau pembimbing Mudika or OMK itu memilih anak2 yang berbakat aja dan yang terlihat cantik…??

    selama ini OMK itu di buat sebagai ajang cari jodoh..

    makasih

    • Salam Devi Ayu.

      Istilah “OMK” dibuat pasca Pertemuan Nasional OMK Oktober 2005 di Cibubur yang diselenggarakan oleh Komisi Kepemudaan KWI. OMK ialah setiap orang yang muda dan beragama Katolik. Muda di sini menurut ketentuan Pedoman Karya Pastoral Orang Muda yang diterbitkan oleh Komkep KWI ialah lajang usia 13-35 tahun. Karena itu, OMK lebih luas daripada Mudika. OMK meliputi Mudika, BIR, Misdinar, Legio Mariae muda, PDKK Muda, Karyawan muda Katolik, Pemuda Katolik (ormas) dll, pokoknya asal orang, muda dan katolik, mereka ialah OMK. Sedangkan Mudika ialah istilah bagi OMK yang tidak gabung di kelompok-kelompok kategorial. Istilah OMK justru untuk mengatasi pengkotak-kotakan kelompok baik kategorial maupun teritorial. Siapapun OMK, dari kelompok muda katolik manapun, asalkan diumumkan “hadirilah misa OMK”, maka orang muda apapun komunitasnya mestinya ikut terlibat. Begitulah misalnya.

      Salah satu akibat yang baik dari pembinaan OMK ialah bahwa di antara OMK putra dan putri saling menemukan jodoh. Tak sedikit yang menikah dan berbahagia. Namun demikian, OMK yang saling jatuh cinta dalam kegiatan bersama hendaknya mengatur diri sedemikian rupa sehingga tetap konsentrasi pada agenda kegiatan. Pembimbing hendaknya mengingatkan akan hal ini. Di atas pembimbing mesti ada orang atau sekelompok orang yang dituakan yang ikut mendampingi kegiatan agar suasana dan alur kegiatan berjalan sebagaimana yang telah direncanakan. Kasus-kasus seperti yang Anda ceritakan memang tidak pantas jika hal itu benar terjadi. Maka hendaknya Pembina atau pastor paroki melakukan funngsinya sebagai gembala yang baik, yang mengarahkan domba-domba ke tujuan, dengan penuh kasih. Devi Ayu pun bisa melakukannya. Kalaupun harus menegur karena kegiatan melenceng, atau Anda lihat bahwa pembimbing melanggar etika, maka tegurlah dia bawah empat mata dengan penuh kasih demi kebaikan semua.

      Salam
      Y. Dwi Harsanto Pr

      • terima kasih romo atas sarannya…

        Saya pernah mencoba mengungkapkannya kepada pembimbing,,tapi tetap saja seperti itu seolah2 saya yang selalu salah…
        sehingga trkadang saya tidak pernah di tegur,,,apalagi kalo ada acara yang bersangkutan dengan OMK,tidak pernah di beritakan..

        jadi saya terkadang juga tidak pernah mengikutinya lagi,,padahal saya terilbat dalam kepengurusan…

        Ya semoga saja semuanya akan berjalan dengan baik..
        terima kasih romo

  12. Syalom katolisitas.org,

    Saya ingin mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan penghayatan OMK terhadap panggilan hidupnya masing-masing.Karena masalah-masalah seperti ini biasanya banyak dialami oleh orang-orang muda yang belum berhasil mengetahui rencana Tuhan dalam hidupnya.

    a. Bagaimana cara gereja Katolik menanggapi masa pertumbuhan kedewasaan seseorang, terutama yang sedang mencari jati dirinya berhubungan dengan kesadarannya untuk mengenal tujuan hidup pribadi dan rencana Tuhan?

    b. Seringkali OMK terlibat didalam kondisi yang lingkungan pertumbuhannya penuh dengan kompetisi yang membutuhkan keterampilan dan proses belajar tingkat tinggi. Jika ternyata, ada banyak kegagalan disekitarnya terutama yang berhubungan dengan faktor luar, bagaimana cara supaya OMK terdorong dan terbantu untuk melewati krisis kepercayaan diri ?

    c. Adakah saran / tips yang bisa diberikan secara pribadi agar OMK dapat menghayati panggilan hidupnya dengan baik, hal – hal yang dapat dipraktekkan secara langsung sehari- hari ?

    Terima kasih.

    • Yosh yang baik.

      Orang Muda Katolik yaitu orang Katolik lajang usia 13 – 35 tahun berjumlah dua per tiga dari seluruh populasi umat Katolik. Perhatian Gereja Katolik sangatlah besar terhadap OMK. Secara struktural hirarkis, Kepausan membentuk Youth Section di bawah Dewan Kepausan untuk Kaum Awam. Di tingkat Federasi Konferensi-Konferensi Uskup se Asia dibentuk Youth Desk di bawah kantor urusan Kerawam dan Keluarga, dan Para Uskup Indonesia yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia membentuk Komisi Kepemudaan. Setiap Keuskupan memiliki Komisi Kepemudaan serta di paroki-paroki pun ada Tim Kepemudaan sampai stasi dan lingkugan atau komunitas basis. Jadi secara kelembagaan, Gereja Katolik mewujudkan tanggungjawabnya atas pembinaan OMK. Di samping itu, ada pula pembinaan organ Kemahasiswaan Mahasiswa Katolik di Kampus serta Karyawan Muda, juga Pelajar Katolik dan Remaja (Bina Iman Remaja). Ada pula berbagai kelompok kategorial pembinaan OMK seperti Choice, Sant Aegidio, PDKK Muda-Mudi, dan sebagainya.
      Apa isi dan arah pembinaan OMK? Pedoman Karya Pastoral Orang Muda yang dikeluarkan oleh KomKep KWI tahun 1995 menyebut 5 bidang pembinaan yang integral yaitu: Spiritualitas Katolik/ Katolisitas, Kepribadian, Kepemimpinan/ Organisasi, Kemasyarakatan, dan Profesionalitas.
      Pelayanan pembinaan secara formal-struktural diadakan dengan berbagai program yang mengarah ke kelima bidang di atas. Dibuat berbagai jenis retret seperti pengenalan diri untuk remaja, pengenalan panggilan untuk mahasiswa, dll). Juga ada berbagai jenis kegiatan bersama dari tingkat terkecil di lingkungan/ Komunitas Basis, paroki, keuskupan, nasional, regional hingga dunia seperti “World Youth Day” yang dihadiri Paus. Semua itu mengarah ke OMK, agar seorang muda Katolik benar-benar mengalami kasih Kristus dan mau mengasihiNya pula dengan mengasihi sesama dan dengan itu OMK siap menyambut panggilan Tuhan untuk dirinya dalam keluarga, masyarakat maupun Gereja. Pendek kata, agar OMK bertumbuh “makin dikasihi Allah dan manusia”. Didirikan pula aneka tempat kegiatan dan tempat pembinaan OMK baik di paroki maupun keuskupan seperti Youth Center dan Rumah Retret. Yang terpenting ialah agar OMK bisa beraksi sekaligus membuat refleksi dengan jujur di hadapan Sabda Tuhan dengan bantuan pembimbing.
      Maka tips bagi OMK agar kuat dan bertumbuh sehat ialah memupuk kebiasaan membuat refleksi diri. Biasakanlah membuat refleksi akhir hari dengan penelitian batin di hadirat Tuhan, seperti yang antara lain telah ditulis dalam buku-buku doa Katolik. Selain itu, memliki komunitas dan syukur-syukur punya seorang pembimbing rohani sangatlah membantu bagi perkembangan kedewasaan OMK.
      Sedangkan tips agar kita bisa menggerakkan OMK ialah hadir terlibat dalam kegiatan OMK dan mendengarkan mereka. Tak ada resep jadi untuk mendampingi OMK selain harus terjun langsung. Jangan lupa, teladan Anda dalam penghayatan iman Katolik dan pengorbanan diri dalam perkara harian sangat dinanti OMK.

      Salam
      Y. Dwi Harsanto Pr

      • Syalom Romo Santo,

        Terimakasih banyak atas penjelasannya tentang OMK dan peran gereja Katolik. Saya sebagai OMK juga jadi merasa sangat penting dan perlu artinya untuk meningkatkan peran generasi muda di dunia modern ini, terutama berhubungan dengan 5 bidang yang romo sebutkan.

        Terima Kasih,
        Yosh

  13. Mo Santo…
    Sharing njenengan menyemangati-meneguhkan saya dalam menemani kawan muda katolik…khususnya mahasiswa katolik….
    Matur nuwun…
    Berkah Dalem
    R Y Agung Setijono

  14. Syalom,

    –saya memberanikan diri menarik fakta bahwa sejak usia 13 tahun hingga 35 tahun, pengetahuan iman OMK mengalami stagnasi.

    Saya baru mulai ke gereja lagi setelah menggali pemahaman iman katolik dr situs2 katolik, terutama katolisitas.

    Untuk meningkatkan pemahaman dibutuhkan niat mempelajari, niat mempelajari dipicu oleh rasa ingin tahu, rasa ingin tahu biasanya muncul karena tertarik, rasa tertarik muncul bisa karena sesuatu itu menyenangkan, mengagumkan, berharga, berguna dll. Dan disinilah tantangannya..bagaimana caranya agar orang tertarik utk memahami dan kemudian menghayati iman tersebut dalam gegap gempita dan gemerlapnya daya tarik duniawi ? Dan disaat bersamaan juga, rasa tertarik itu (kalaupun ada sedikit) sering menjadi semakin berkurang setelah menyaksikan ketidakkonsekuenan/ kemunafikan dr org2 yg aktif ke gereja.

    Kita membutuhkan lebih banyak orang-orang yg bisa menginspirasi dengan buah-2 imannya. Tapi yang terutama adalah bagaimana meyakinkan orang bahwa “menyenangkan hati Tuhan dan memuliakan namaNya” adalah sangat berharga shg perlu diperjuangkan bahkan dgn resiko kehilangan nyawa spt martir/orang2 kudus dahulu. Agar pemahaman berkembang menjadi penghayatan.

    Maaf kalau tulisan ini tidak bermanfaat.

    Tuhan memberkati,

    [dari katolisitas: masukan yang sangat baik. Mari kita bersama-sama membangun Gereja Katolik yang kita kasihi dari dalam.]

  15. OMK itu sama juga dengan Mudika ya Romo?
    Di mana saya bisa mencari pendamping atau pembimbing OMK?

    • David Richardo

      Sesuai namanya, OMK meliputi Orang Muda Katolik seluruhnya yaitu Orang Muda usia 13-35 tahun lajang/ belum pernah menikah dan beragama Katolik. Mudika dalam perkembangan sejarahnya menyempit menjadi kelompok teritorial paroki, wilayah, lingkungan. Dengan demikian, OMK lebih luas daripada Mudika, sesuai namanya, meliputi kelompok kategorial selain Mudika seperti PDKK, Legio Mariae, Misdinar, Bina Iman Remaja, Karyawan Muda dan sebagainya. Seharusnya pelayanan pendampingan OMK sudah ada di setiap paroki dan dimasukkan dalam pelayanan Dewan Paroki. Silahkan menghubungi pastor paroki setempat.

      Salam
      YDHpr

      • Romo, sy saran apa tidak sebaiknya kaum muda Katolik dilibatkan dalam pengembangan IPTEK, seperti mengadakan kursus, tutorial atau workshop gratis ?

        contoh : mereka2 yg kuliah mengkader adik2nya yg masih SMU utk membangun pondasi IPTEK, sehingga muda-mudi Katolik punya sumbangsih terhadap bangsa dan negara.

        Mohon maaf romo, selama ini setahu saya OMK hanya aktif acara2 olaharaga dan seni saja. Citra pendidikan dan IPTEK jauh dari OMK.

        Selain IPTEK mungkin juga bisa dibidang sosial dan sastra, seperti mentoring akuntansi, bisnis, psikologi.

        Jadi anak2 SMU maupun SMK yg Katolik punya mentor2 yg membantu memberikan pandangan2 utk masa depan mereka.

        • Salam Fransiskus Wijayanto.

          Lontaran ide yang bagus. Dari pihak hirarki, kami bersikap terbuka terhadap usulan dan ide apapun demi pengembangan kualitas OMK serta umat Katolik pada umumnya. Hirarki sendiri memiliki beberapa tenaga dan lembaga yang mengurusi aplikasi IPTEK untuk pendidikan formal dan pelayanan langsung kemasyarakatan seperti Kursus Pertanian-Peternakan (misalnya KPPT Salatiga), serta Pendidikan Industri (Misalnya ATMI di Surakarta, PIKA di Semarang). Sedangkan kursus sosial kebudayaan serta susastra dan musik secara formal selama ini ada di universitas-universitas Katolik serta elemen pendidikan Katolik lainnya. Namun untuk gerakan yang bersifat pembinaan informal untuk OMK, tampaknya tiada waktu dan tenaga lagi. Maka diharapkan dari OMK dan umat sendiri untuk bergerak untuk mweujudkannya dalam komunikasi yang baik dan koordinasi dengan hirarki. Saya tahu bahwa banyak sekali OMK yang aktif di bidang-bidang itu. Baiklah jika saling berkomunikasi mengenai hal ini.

          Salam
          Y Dwi Harsanto Pr

  16. kunjungan perdana…
    terima kasih Rm Santo cs yang berjuang untuk katekese di kalangan OMK…
    Berkah dalem
    MoEd

  17. Thanks atas artikel ini Romo Santo. Julia juga ikut di Temu Darat Katolisitas 7 Dec kemarin.
    Sangat menarik, sangat menggugah hati.

    Jadi kepengen bantuin….jadi pembimbing OMK or Bina Iman.
    Jika tertarik, jika tertarik, bisa beritahu kami daftar di mana?

    Thanks and cheers in Christ,
    Julia

  18. Sumbang saran ttg bagi cewek yg bermasalah dgn calon pacarnya bukan katolik.
    1. Mencntai seseorg yg beda agama sdh bermasalah. karena beda keyakinan adlh awal krisis keluraga.
    2. kawin campur hancurkan masa depan dan pendidikan anak ( Pater Dr. Herman Embuiru, SVD ).
    3. Mempermasalahkan iman anda adalah awal diskrimasi iman anda dan pribadi anda secara utuh.
    4. Sering ke gereja dan bergabung dgn OMK dan minta nasihat dr pastor.
    5. Hindari pertemuan khusus secara tersendiri, Jauhi pergulan dgn cowok itu.
    6. Berdoa selalu contoh novena kepada Bunda maria, karena pertolongannya nyata bagi jutaan umat yg meminta dan dikabulakan. Bunda Maria.
    7. Jaga dan pelihara iman adalah kesaksian iman yg nyata.
    mudah – mudahan berkenan.
    salam damai dalam kristus

    ,

    • Syalom Ambros,

      Saran – saran anda luar biasa, namun cuman 1 hal yang tertinggal dan AMAT SANGAT PENTING dan seharusnya diletakkan di bagian awal, yaitu Doakan cowok itu agar TUHAN bisa menuntun apakah memang cowok itu yang TUHAN inginkan dan dibawa ke Gereja Katolik.

      TUHAN YESUS MEMBERKATI & Bunda maria selalu menuntun anda pada putraNYA

  19. Kepada Ytk :
    Tim Katolisitas,

    Saya mengucap syukur dan berterimakasih atas Web Katolisitas,perkenalkan, nama saya Bernard,berasal dari Surabaya,paroki Roh Kudus,ada pertanyaan yg saya ajukan dimana saya dan teman-teman paroki tidak dapat menjawab beberapa hal dalam paroki kami,yaitu permainan Katu Tarot yg menurut orang-orang yang kami temui hal ini adalah hal Psikologi bukan magis atau perdukunan dan digemari oleh OMK,kami memberi nasihat pada OMK ttp tidak dihiraukan.
    Kami secara pribadi tidak menyetujui krn kami melihat hal ini spt ramalan dimana tertulis dalam KS ( bdk.Ul 18 :10-12 ) dan seperti tiruan dari Karunia Roh Kudus yang “mirip” dengan Sabda Pengetahuan /Word of Knowledge dan Nubuat .
    Lalu mrk memberi tanggapan seperti tertulis dibawah ini.
    Mohon penjelasannya dan Tuhan Memberkati.

    Salam,
    Bernard.

    “Tanggapan dari OMK yg mendalami Psikologi Tarot ”

    Masih banyak orang yang menganggap bahwa tarot sebagai hal yang mistik atau berkaitan dengan supranatural. Seringkali orang mengkaitkan tarot sebagai media meramal masa depan. Dan tidak sedikit orang yang menganggap tarot sebagai hal yang tidak ilmiah, hanya permainan, tidak bisa dipercaya dan cuma kebetulan saja. Betulkah demikian ???

    Bagi kami, yang membingkai tarot dalam sudut pandang psikologi atau Tarot Psikologi menyatakan bahwa tarot sebagai suatu hal yang alamiah serta ilmiah, khususnya dikaji dalam bidang keilmuan psikologi. Spirit yang dibawa dalam tarot psikologi adalah tarot yang digunakan sebagai sarana berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar. Sehingga tarot dapat digunakan sebagai sarana konsultasi, terapi atau membantu untuk mendapatkan pencerahan diri dari pikiran bawah sadarnya.

    Sehingga tarot psikologi menafikkan tarot digunakan untuk meramal, yaitu dengan pemberian sugesti : “setelah ini kamu akan…” atau sebuah ramalan masa depan yang pasti terjadi dan klien hanya menunggu masa itu terjadi. Bagi kami, ramalan hanyalah akibat dari sebuah sebab dalam dinamika pikiran bawah sadar. Sehingga, dalam tarot psikologi berkeyakinan bahwa masa depan masih bisa berubah, sepanjang seseorang mau merubah dirinya sendirinya, khususnya dari ketidaksadarannya yang mempengaruhi 88% dari sikap dan perilakunya.

    Menurut pakar psikologi, Carl Gustav Jung (1875 – 1959) menyatakan bahwa setiap manusia memiliki ketidaksadaran kolektif, dimana melalui hal itulah manusia saling terhubung satu sama lain. Ketidaksadaran kolektif memuat nilai, gagasan atau kebijaksanaan yang bersifat universal,yang diturunkan dari generasi ke generasi. Dan melalui inilah budaya – budaya jaman dahulu serta seseorang mengakses alam semesta terhadap kebijaksanaan universal. Sehingga ketika kartu tarot yang terbuka sesuai dengan keadaan klien, hal itu merupakan ‘kebetulan yang bukan kebetulan’ yang oleh Jung diungkapkan sebagai synchronity atau sinkronitas bahwa segala sesuatu saling berhubungan dengan sesuatu yang lain, yang terkoneksi dengan ketidaksadaran kolektif.

    Didalam ketidaksadaran kolektif memuat archetype yang memuat tentang tema, karakter atau kecenderungan seseorang dalam mempersepsi pengalaman, menggambarkan kebutuhan serta bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut. Pada archetype memuat persona, anima – animus, self dan shadow, yang kesemuanya mewakili dari ketidaksadaran manusia. Dan kartu tarot merupakan sistem simbol yang merepresentasikan dari archetype yang mewakili isi ketidaksadaran manusia. Seperti misalnya figur Ibu digambarkan sebagai ratu, figure ayah digambarkan sebagai raja, kebijaksanaan digambarkan sebagai ahli tafsir agama, pengorbanan digambarkan sebagai laki-laki tergantung, keseimbangan digambarkan di kartu kesederhanaan dan seterusnya. Semuanya merupakan bagian dari archetype manusia, yang bersifat universal.

    Sehingga tidak heran bila kartu tarot dapat digunakan untuk mengungkap dari isi ketidaksadaran manusia. Terapis atau konselor dapat melihat tingkat kesadaran klien, dari self, higher self menuju ke spiritual self dalam rangka menuju keutuhan diri. Disamping itu, terapis atau konselor juga dapat melihat bagaimana dinamika yang terjadi dalam pikiran bawah sadar, yang selanjutnya dapat melihat pola sebab akibat dalam pikiran bawah sadar klien. Terapis atau konselor dapat melihat pola – pola dalam pikiran bawah sadarnya dalam mempersepsi dan merespon sesuatu yang dapat menghasilkan akibat tertentu. Banyak orang yang mengartikan akibat tersebut merupakan ramalan yang mesti terjadi, padahal tidak, dengan kartu tarot kita dapat melihat program apa yang salah dalam pikiran bawah sadarnya, sehingga terapis / konselor dapat memberi kesadaran baru dalam ketidaksadarannya, sehingga menghasilkan out put atau akibat atau masa depan yang berbeda menjadi lebih baik.

    Selain itu, kami mengkolaborasikan seni wacana tarot dengan teknik hipnosis yang kami beri nama hipno – tarot, sehingga dapat melengkapi dan menindaklanjuti ketika terapis atau konselor telah mengetahui dan mengevaluasi bersama program pikiran yang salah dalam ketidaksadarannya melalui kartu tarot. Karena teknik hipnosis terbukti efektif untuk mereprogramming pikiran bawah sadar manusia menjadi lebih baik, sehingga nantinya out put yang dihasilkan juga lebih baik.

    Berkaitan dengan hal tersebut kami ingin berbagi hal tersebut melalui pelatihan sertifikasi tarot psikologi, yang dapat dipergunakan untuk sarana konsultasi, terapi atau membantu untuk mendapatkan pencerahan diri dari pikiran bawah sadarnya. Pelatihan ini sangat patut menjadi referensi bagi orang – orang yang mendedikasikan diri sebagai terapis, konselor atau pendidik. Dengan kartu tarot, therapist dapat melihat dinamika ketidaksadaran seseorang yang selanjutnya dapat ditindaklanjuti dengan teknik serta script sugesti hipnosis yang sesuai dengan keadaan bawah sadarnya. Selain itu, pelatihan ini sangat penting bagi orang – orang yang ingin mencerahkan dirinya untuk semakin lebih baik, bahkan sebagai sarana komunikasi dengan pikiran bawah sadar Anda di segala bidang kehidupan Anda.

    Nama Perkumpulan :

    Asosiaisi Tarot Nusantara Indonesia (ATNI)

    Berdiri :

    Tanggal 07 Juli 2007 dan dituangkan pada akte Notaris no 4/2007 tanggal 5 Nopember 2007 dihadapan Notaris Asnahwati H Herwidhi SH dikukuhkan oleh Bp. Walikota Jogjakarta, Bp. H. Herry Zudianto, SE.MM di Jogyakarta (sebelumnya bernama Association of Diviner Tarot Indonesia)

    • Salam Bernard,

      Bunda Gereja dengan hati-hati memperingatkan putra-putrinya, agar dengan bijaksana menempuh kehidupan hanya berpegang pada akal sehat sebagai perwujudan iman, dengan berkomunitas, mempergunakan sarana-sarana yang secara ilmiah bisa dipertanggungjawabkan, secara akal sehat, serta mengindahkan keadilan, kepantasan pergaulan dan budaya. Hendaknya dengan wajar mengacu pada nasihat Santo Paulus dalam menilai gerak kecenderungan suatu hal agar dipimpin oleh Roh yang baik yang akan menghasilkan buah-buah roh yang baik pula ( Galatia 5:16-26).
      Pandangan pribadi saya sebagai berikut. Menurut ilmu psikologi yang saya terima, alam bawah sadar hanya bisa diangkat ke alam sadar dengan cara menyadarinya secara jernih, menelitinya dengan refleksi diri dan didoakan. Bagaimana mungkin berdialog dengan alam yang tidak disadari? Lagi pula, bagaimanapun, pribadi manusia tidak bisa disederhanakan dengan pengelompokan kode atau simbol tertentu karena manusia itu dinamik dan mampu menggunakan kebebasannya secara bertanggung jawab dalam situasinya yang nyata. Dan yang lebih penting, bagaimanapun, manusia itu multidimensi dan dilingkupi misteri kasih Allah sendiri. Orang tetap wajib terbuka terhadap segala yang akan terjadi di masa depan dengan cahaya iman harapan dan kasih Allah. Orang yang percaya pada hasil ramalan (dan kartu tarot), bisa dibahayakan oleh kecenderungan membatasi (men-cap) dirinya sendiri sesuai hasil ramalan tersebut, sehingga kehilangan daya kreatif untuk mengasihi Tuhan dan sesama, dan bahkan bisa saja kehilangan kesadaran bahwa dirinya pribadi unik yang dikasihi Tuhan.
      Gereja Katolik memiliki kegiatan yang sudah teruji dalam membantu banyak Orang Muda Katolik menuju pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab, yaitu retret pengenalan diri. Metodenya bukan dengan berdialog dengan alam bawah sadar, namun dengan cara refleksi untuk pengenalan diri di hadapan Allah dan sesama dalam terang Sabda Tuhan. Marilah menjadi dewasa, sehat dan wajar dengan cara dewasa, sehat dan wajar pula.

      Salam
      Y Dwi Harsanto Pr

      • Romo Yohanes…. refleksi untuk pengenalan diri di hadapan Allah dan sesama itu seperti apa? bagaimana?

        • Salam Alexander

          Ada dua macam. Yang pertama refleksi besar dalam retret pengenalan diri. Tujuannya ialah untuk mengenal diri, siapakah diriku ini, siapakah sesamaku, siapakah Tuhan, bagaimana relasi Tuhan dengan diriku, bagaimana aku memandang diriku sendiri, bagaimana Tuhan menganggap diriku, dan ke mana aku menuju.

          Yang kedua, setiap tengah hari dan akhir hari kita hening untuk membuat refleksi dalam doa. Dalam retret untuk pengenalan diri, hal ini penting, namun juga di luar retret yaitu dalam hidup sehari-hari
          Langkahnya:
          1. Bersikap hormat, berdoa, misalnya “Tuhan, curahkan rahmatmu agar saya bisa meneliti diri dan makin mengenal diri di hadapanMu”. Jika dekat Gereja, Anda bisa melakukannya dengan masuk ke gereja dan menghadap ke arah tabernakel tempat Sakramen Mahakudus. Anda pun bisa melakukannya di tempat lain.
          2. Meneliti batin. Apa saja rahmat-rahmat Tuhan yang kuperoleh sampai saat ini, dalam perjumpaan dengan pribadi lain dan dalam peristiwa.
          3. Melihat apakah kata-kata dan dan perbuatanku penuh rahmat ataukah berdosa. Berdoa mohon ampun (doa tobat)
          4. Mendengarkan / Mengingat/ Membaca Sabda Tuhan dari Kitab Suci (bisa satu teks, bisa sepenggal kalimat). Dalam retret memakai tema tertentu. Dalam hidup harian, mengikuti saja dari kalender liturgi / bacaan Alkitab harian.
          5. Menemukan mutiara berharga dari sabda Tuhan sebagai inspirasi.
          6. Berdoa syukur.
          7. Ditutup dengan Bapa Kami dan Salam Maria.

          Dalam kesempatan retret, pengenalan diri dilakukan dengan session-session panjang dengan Sabda Tuhan sebagai landasan pokoknya, agar kita berhadapan langsung dengan Tuhan Kristus yang mengasihi kita, dan didampingi oleh seorang Pembimbing Rohani (imam atau biarawan/wati) yang mumpuni di bidang spiritualitas Katolik. Tujuan pengenalan diri ialah bahwa kita mengalami dikasihi, bahwa kita ini berharga di mata Tuhan. Sebaiknya kita menuliskan refleksi tersebut. Sehingga kita bisa membacanya ulang di kemudian hari.

          Salam: Romo Yohanes Dwi Harsanto Pr

    • tolong masukan yang ini saja. baru saja saya tambahi

      @Bernard :

      mnrt saya… jika tarot terbukti (atau ada penelitian yang benar) ilmiah… seperti apa sih pembuktiaannya?

      jika terbukti secara ilmiah. mnrt saya itu bagus sekali. sehingga kita punya media untuk membantu kita sendiri berkomunikasi dengan diri kita.

      tetapi… sebaiknya kita tidak lupa bahwa tarot itu hanya sebatas diri kita sendiri. berbeda dengan hal di dalam agama. (misal) berdoa… dimana kita berkomunikasi langsung dengan Tuhan, bukan dengan bawah sadar maupun nir sadar kita :D (bisa lihat perbedaannya?) *

      diri kita terbatas. sedangkan Tuhan tidak terbatas. Maha segalanya.

      mnrt saya… jika tarot adalah hal yang ilmiah… boleh-boleh saja kita memakainya, tetapi harus tetap ingat dengan Tuhan. atau (mungkin bisa dikatakan) dengan dasar iman yang kuat. mengingat kita manusia itu lemah dan mudah jatuh dalam dosa (saya mengakui ini, saya sering jatuh dalam dosa)

      mengapa dengan dasar iman yang kuat?
      karena jika tarot benar-benar ilmiah… maka tarot bisa menjadi “tool” yang powerfull… tetapi kita manusia memiliki kencenderungan untuk mengadalkan diri sendiri, menjadi sombong (sombong adalah penyebab Lucifer dibuang, bener ngak ya?) dan Play God (menjadi Tuhan, seperti Tuhan, itu lah yang dilakukan oleh Lucifer bukan?)
      jika tarot benar-benar ilmiah… mungkin bisa kita sejajarkan dengan teknologi kloning atau apa itu namanya… yang bisa membuat kita menentukan ciri-ciri tubuh anak yang ingin dilahirkan oleh seorang wanita. atau dimana kita ingin menggandakan seorang manusia. (Play God juga kan?)

      malahan menurut saya, teknologi (dalam bahasan kali ini yaitu tarot dan kloning) malah harus membuat kita semakin bersyukur dan menyembah Tuhan lebih dan lebih lagi. karena begitu luar biasanya Tuhan menciptakan kita. jika kita yang bagi Tuhan hanya (mungkin lebih kecil lagi dari) setitik debu saja… kita (manusia) yang terbatas ini bisa sebegini hebat… bisa tidak kita bayangkan Tuhan yang menciptakan kita?

      jika kita setelah mengerti bahwa tarot (teknologi/pengetahuan [buah pengetahuan?]) adalah ilmiah. kemudian kita menjadi sombong. janganlah lupa bahwa kita ini hanya seperti debu dibandingkan Tuhan. so…. small… jika kita yang kecil ini sombong… kita sudah seperti Lucifer… yang hanya malaikat tetapi ingin seperti Tuhan dan jadi Tuhan. *

      Point yang perlu diperhatikan (kesimpulan?) :
      1. Penelitian / Pembuktian bahwa tarot itu ilmiah
      2. Jangan sampai bermain-main menjadi Tuhan
      3. ilmu pengetahuan / teknologi itu netral sampai kita menerapkannya
      4. bersyukur dan menyembah Tuhan, lebih dan lebih lagi

      saya mengundang katolisitas untuk memberikan pendapat terhadap pendapat singkat saya ini.

      * = masih ada pendapat saya lagi, tetapi tidak saya tuliskan. karena nanti akan jadi terlalu panjang. kemudian saya takut nanti malah membahas hal lain. terakhir… waktu saya terbatas… ngetik sedikit seperti ini saja tidak terasa sudah habis waktu 30 menit lebih.

      • Shalom Alexander,

        Nampaknya, jalan pemikiran anda secara prinsip sudah benar, yaitu sepanjang sesuatu dapat dibuktikan secara ilmiah sebagai sesuatu yang berguna untuk meningkatkan kebaikan martabat manusia, maka penggunaannya dapat dibenarkan secara moral. Sebab pada dasarnya Gereja Katolik tidak anti ilmu pengetahuan, dan anti penggunaan ratio, sebab ratio bersama- sama dengan iman, dapat menghantar manusia kepada kontemplasi akan Allah (lihat pengantar surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Fides et Ratio).

        Nah masalahnya, sekarang dapatkah tarot itu dibuktikan secara ilmiah? Apakah tolok ukurnya, dan bagaimana nilai objektivitas tolok ukur tersebut? Apakah ada keterlibatan faktor- faktor lain yang mengagungkan manusia di luar batas kewajarannya karena melepaskan konteksnya sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang harus tunduk kepada hukum Tuhan? Apakah penggunaan tarot mendekatkan manusia kepada Tuhan atau semata kepada diri sendiri? Menurut hemat saya, jika tarot itu sendiri belum/ tidak dapat dibutikan, maka sebaiknya kita sebagai umat Katolik tidak melakukannya.

        Baik jika anda menyimpulkan bahwa sehebat apapun manusia, karena menemukan suatu kecanggihan dalam teknologi, entah itu menemukan bom atom ataupun metoda penyembuhan suatu penyakit tertentu, manusia harus tetap menyadarinya bahwa kemampuannya itu adalah berkat Tuhan. Dengan kesadaran ini akan Tuhan sebagai sumber segala pengetahuan, harapannya adalah ia tidak melanggar batas- batas etika moral yang juga telah ditentukan oleh Tuhan. Jika tidak, seperti misalnya dengan embryo stem-cell research atau kloning dst yang merendahkan martabat manusia dalam proses pelaksanaannya, maka jelas di sini manusia bermain- main menjadi Tuhan, dan inilah yang melanggar perintah Tuhan.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.