Kita menemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online,  data mengenai arti kata militan dan contoh penggunaannya  sebagai berikut: mi·li·tan a bersemangat tinggi; penuh gairah; berhaluan keras: untuk membina suatu organisasi diperlukan orang-orang yang — dan penuh pengabdian. (http://kbbi.web.id/militan).

Untuk arti “bersemangat tinggi” dan “penuh gairah”, kita menyetujuinya seratus persen. Namun untuk makna  “berhaluan keras” tampaknya  kita agak kurang setuju sepenuhnya karena peyoratif atau agak negatif, mengingatkan kita pada kelompok ekstrem, garis keras, tak bisa berdialog, keras kepala, dan semacamnya. Namun jika dimaknai positif, bisa pula berhaluan keras ini  berarti teguh dalam nilai kebaikan moral dan iman. Bukankah kita mengenal para santo santa remaja muda belia yang teguh tidak mau melakukan dosa walaupun kecil saja, namun berkeras hanya melakukan kebaikan demi pengabdian kepada Tuhan yang telah mengasihi dan menebusnya?

Sebaiknya terhadap Orang Muda Katolik (OMK), kita mengambil makna positif dari kata militan ini sebagai berikut: “Orang Muda Katolik bersemangat tinggi, penuh gairah, bertekad keras untuk berakar dan dibangun dalam Kristus, menjadi misionaris di antara teman sebaya, pewarta dialog dan pelaku kebaikan dengan sikap maupun perilaku, bersemangat dalam ibadah, bersemangat pula dalam karya nyata”.  Tentu saja, idealisme atau nilai luhur ini harus kita pegang, baik oleh kita yang bertindak sebagai Pembina maupun oleh seorang atau sekelompok orang muda yang beriman Katolik.

Orang Muda: Bonus Demografi atau Musibah Demografi?                

Mengapa orang muda selalu menjadi sorotan? Pertanyaan ini penting untuk mendudukkan posisi di hadapan sejarah dan menantang tanggungjawab moral kita demi masa depan yang lebih baik. Marilah memulai dari data statistik. Menurut Undang-Undang RI nomer 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan pasal 1 ayat 1,  pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Data statistik tahun 2010  menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia ialah 237. 641. 326 orang.  Median umur penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 27,2 tahun (www.bps.go.id. http://tnp2k.go.id). Laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,49 persen per tahun..,Pada 2020 diperkirakan jumlah penduduk usia muda 15-24 tahun saja akan mencapai 50-60 persen. Artinya,   akan menjadi ‘bonus demografi’ jika penduduk usia muda tersebut memiliki mutu hidup, keterampilan dan pekerjaan. Sebaliknya jumlah penduduk muda sebanyak itu akan menjadi ‘musibah demografi’ jika mereka mengganggu, tidak bermutu dan tidak militan. (www.investor.co.id).

Jumlah orang Katolik Indonesia ialah sekitar tiga persen dari jumlah penduduk. Jika enam puluh persennya  merupakan orang muda, maka hal itu berarti ada sekitar empat juta orang muda Katolik, tersebar di 37 keuskupan di seluruh Indonesia.  Akankah OMK menjadi beban sejarah, alias musibah demografi? Ataukah sebaliknya menjadi bonus, tanda kebaikan Allah bagi Indonesia? Jika saat ini kita merawat dan membina mereka dengan sebaik-baiknya sesuai kehendak Kristus melalui Gereja-Nya yang satu kudus katolik apostolik, maka kita boleh berharap bahwa mereka akan menjadi bonus demografi bagi Indonesia. Bagaimana membentuk atau membina OMK, sudah digariskan oleh Gereja dengan jelas. Namun kita akan melihat pula bahwa yang sudah tergaris dengan jelas itu pun masih memerlukan aksi nyata untuk melaksanakannya, dengan segala pemikiran, tenaga dan biaya dengan hasil buah yang masih harus ditunggu jauh ke depan, tidak instan seperti membangun gedung bangunan gereja. Perlu kesabaran Ilahi untuk membina OMK. Artinya, pembimbing atau Pembina OMK di tingkat paroki maupun kategorial haru memiliki relasi akrab dengan Kristus dalam Gereja-Nya, memiliki pengalaman doa dan spiritualitas pelayanan.

Berpusat pada Yesus Kristus

Kadang-kadang terdengar keluhan, walaupun belum ada survei, bahwa OMK kurang militan. Kita mengamini saja keluhan-keluhan itu karena memang terdengar demikian adanya. Namun hendaklah kita ingat bahwa tugas pokok  kita sebagai warga Gereja ialah selalu mewartakan Injil dengan cara-cara baru, (evangelisasi baru) dan re-evangelisasi, termasuk untuk dan bersama OMK. Paus St Yohanes Paulus II menyatakan: “Orang muda dari setiap benua, jangan takut untuk menjadi santa atau santo dari millennium baru ini! Berkontemplasilah, cintailah doa, teguhlah dalam imanmu dan tulus dalam pelayanan pada saudara-saudarimu, jadilah anggota yang aktif dalam membangun perdamaian. Agar berhasil dalam tuntutan perutusan hidup ini, teruslah mendengarkan sabda-Nya, timbalah kekuatan dari sakramen-sakramen terutama Ekaristi dan Sakramen Tobat. Tuhan menginginkan kalian menjadi rasul yang berani bagi Injil-Nya dan membangun umat baru! Jika kamu percaya bahwa Kristus menampakkan cinta Bapa bagi setiap pribadi, kamu tidak akan gagal dalam berjuang, untuk menyumbang dalam membangun dunia baru yang didirikan di atas kekuatan cinta dan pengampunan, perjuangan melawan ketidakadilan dan semua bahaya secara fisik, moral dan religious, pada orientasi politik, ekonomi, budaya, dan teknologi yang melayani manusia dan perkembangannya yang utuh” (Homili pada Hari Orang Muda Sedunia ke 15, Roma Agustus 2000).

Dialog antara Simon Petrus dengan Yesus Kristus yang bangkit dalam Injil Yohanes bab 19  ayat 15 hingga 19  harus menjadi dialog pula antara OMK dengan Kristus. Pertanyaan yang sama dari Yesus kepada Simon Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?” terhadap OMK, bukanlah pertanyaan kateketik, melainkan pertanyaan yang memerlukan jawaban pribadi.  Hendaklah OMK dibimbing sedemikian rupa sehingga mereka sendiri bisa mengalami Yesus Kristus yang mengasihi dan karenanya berani menjawab secara pribadi, seperti diajarkan Gereja, bahwa orang Katolik mengasihi Yesus Kristus lebih dari segalanya. Kepusatan pada Kristus bagi OMK mutlak harus selalu di dalam komunitas dan Gereja Katolik. Tanpa Gereja Kristus, kita tidak secara kuat mewartakan Injil. Kita membutuhkan paus, para uskup, para kudus. Kita pun berpusat dalam Salib Kristus dalam Gereja-Nya yang bersama-sama menanggung perutusan ini.

OMK Bangkit Melakukan Misi, Menjadi Misionaris

Ketika OMK mengalami “Kristus yang bangkit” atau misteri paskah dalam hidupnya, maka mau tidak mau mereka akan merasa diri menjadi utusan bagi Kristus. Tema World Youth Day 2013 di Rio de Janeiro sangat jelas: “Pergilah, jadilah semua bangsa murid-Ku” (Mat 28:19). Lagu tema menyatakan jelas pula: OMK, jadilah misionaris!” Misionaris bagi OMK ialah OMK.

OMK akrab dengan budaya masa kini: selvi (foto diri untuk diunggah dalam media sosial), berjejaring sosial dengan internet tanpa harus berjumpa, karena OMK sendiri merupakan bagian dari generasi yang oleh majalah TIME disebut “The Me Me Me Generations”, generasi yang suka mengunggah diri sendiri di media jejaring sosial. Orang Muda Katolik diutus ke tengah budaya di mana orang muda dengan mudah larut oleh gebyar daya tarik visual yang berpendar-pendar setiap saat di smartphone dan sabak elektronik mereka. Namun anehnya, dalam pendar-pendar cahaya layar gadget itu, makin sukar ditemui kebaikan dan kebenaran.

Paus Fransiskus mengingatkan dalam Ensiklik Lumen Fidei # 3: “Dalam ketiadaan cahaya, setiap hal menjadi membingungkan. Sukarlah melihat kebaikan dalam gelapnya kejahatan”. Ancaman ketagihan pornografi menjadi nyata, jauh melebihi ketagihan akan narkoba, dan keduanya tetap tidak bisa dipuaskan oleh pendar-pendar layar gadget yang terus menawarkan produk-produk terbaru.  Dalam situasi demikian, OMK mesti dibawa kepada inti panggilannya: mewartakan Kristus, pertama-tama dalam doa.  “Kita harus pertama-tama bercakap-cakap dengan Tuhan agar bisa berbicara mengenai Tuhan” (Paus emeritus Benediktus XVI, pesan untuk WYD 2013 Rio). Pengalaman doa baik dalam perayaan-perayaan sakramen maupun devosi pribadi maupun bersama menjadi penting diadakan dalam pembinaan OMK.

Selanjutnya, kita mesti tabah dalam perjalanan yang panjang  di jalur pembinaan OMK, dengan memandang pengharapan Paskah. Memanggul salib pembinaan OMK tetaplah harus memandang Kebangkitan. “Misteri Paskah adalah degup jantung perutusan Gereja. Berlimpahnya buah pewartaan Injil diukur tidak pada kesuksesan maupun kegagalannya, melainkan pada peneguhan perutusan oleh logika salib Yesus. Inilah salib yang selalu menghadirkan Yesus Kristus yang menjamin berbuahnya perutusan kita” (Paus Fransiskus, 8 Juli 2013).

Akhirnya, hendaknya pembinaan OMK membuat mereka mampu menjawab panggilan pribadinya dalam Gereja dan masyarakat entah mau menjadi suami atau isteri atau menjadi imam, biarawan, biarawati atau rasul selibat awam. Namun semua bentuk panggilan itu harus karena mengalami kasih Kristus belaka, sehingga mereka akan bisa mengatakan “Saya menemukan panggilan saya dalam Gereja kita ini. Saya dikasihi dan dipanggil untuk mengasihi!”. Generasi OMK yang militan akan tampak dalam wujudnya: kemurahan hati, dedikasi dalam tiap pelayanan. “Kemurahan hati sejati tidak dimulai ketika Anda memiliki sesuatu yang mau diberikan, tetapi lebih-lebih ketika tak ada satu pun yang Anda ambil” (Nipun Metha – pemuda pendiri CharityFocus.org).

Jadi, pokok  perkara dalam pembinaan OMK, justru kita kembalikan ke khazanah Gereja yang didirikan Kristus yaitu Gereja Katolik dengan sejarahnya yang dua ribuan tahun ini, di mana isinya ialah Kristus sendiri. Hanya bersama Kristus dalam Gereja, OMK Indonesia akan menjadi militan seperti yang kita harapkan, menjadi bonus demografi, menjadi berkat bagi Indonesia.

Romo Yohanes Dwi Harsanto Pr ialah imam Keuskupan Agung Semarang yang bertugas sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan pada kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KomKep KWI)  periode 2008-2011,  2011-2014 bertempat tinggal  di Jakarta. Tulisan ini sudah dimuat di majalah bulanan kristiani ”INSPIRASI – lentera yang membebaskan”, edisi no 110 tahun X Oktober 2013, halaman 17-19.

10 COMMENTS

  1. ada gak sich di sini buat tukar pikiran mengenai OMK. biar aq tau seperti apa sich OMK di daerah yang lain. dan bagaimana mereka membangun OMK-nya. soalnya susah dan berat rasanya ngumpulin anak muda. karena ada 2 pilihan sekolah/kerja ato aktif di gereja .? kalo sekolah kan buat masa depan tapi gereja.?? kadang itu juga yang ada dibenak orang tua. jadi adakah solusinya seperti suatu tindakan nyata. kalo bacaan/slogan sich banyak saya dengar ^^. yang susah itu mengerjakanya.

    [Dari Katolisitas: Silakan saja, jika pembaca yang ingin berbagi pengalaman tentang hal ini, dan menuliskannya di sini]

  2. Shalom romo, apakah benar ada OMK militan yang bersifat rahasia? Mereka yang dipanggil hanyalah yang terpilih dan mereka dilatih secara rahasia untuk kemudian disebarkan ke LSM-LSM di Indonesia? Dan semuanya bersifat rahasia sehingga mereka pun tidak boleh bercerita mengenai hal ini, bahkan kepada keluarga.

    Saya mendapat cerita ini dari seorang teman yang pernah diajak bergabung, namun dia menolak karena suatu hal.

    • Salam Arnold,

      Setahu saya tak ada pembinaan kelompok OMK yang dirahasiakan. Namun jika ada yang memakai menggunakan sistem tertutup memang ada. Sistem pembinaan secara tertutup artinya, hanya diperuntukkan bagi kelompok itu sendiri. Hal ini seperti pembinaan karyawan sebuah perusahaan yang hanya diperuntukkan bagi karyawan tersebut. Kalau pun diminta tidak memberitahukan (merahasiakan) tentu tidak selamanya, tetapi hanya sebuah tahap dari pembinaan tersebut. Namun jika ada sistem pembinaan yang dirahasiakan, sebaiknya Anda tanya sendiri ke yang bersangkutan. Atau jika ada pembaca yang mengetahui, bisa memberi keterangan mengenai hal ini.

      Salam
      RD. Yohanes Dwi Harsanto

  3. Utk. Romo Yohanes Dwi Susanto Pr .. saya ingin menanyakan ttg OMK yang Militan menurut saya yaitu dari keluarga kita dan selebihnya dari Lingkungan – wilayah – sie kepemudaan – dewan stasi atau dewan paroki .. dan kalau OMK yang bisa Militan harus mempunyai jiwa Iman Katolik itu sendiri dan juga harus banyak dibuat kader kader OMK dan pembinaan pembinaan yang bisa OMK menjadi militan dan dapat memimpin di gereja itu sendiri dan syukur syukur bisa membaur di masyarakat sekitar tinggal mereka .. pertanyan saya apakah dari KAJ sendiri punya suatu cara agar OMK nya bisa mandiri .. kalau ada acara retreat – rekoleksi ataupun ziarah itu sebuah acara kebersamaan dan kalau ada bisa dibuatkan acara LDK OMK yang bisa membawa OMK katolik kita bisa Militan .. atau dibuat kunjungan dari KAJ se dekenat yang bisa memantau OMK dan kalau perlu dari Dewan Paroki dan Stasi nya harus di ajak juga .. matur suwun dan berkah dalem ..mhn sarannya .. GBU ..

    • Salam Eko Trisulo,

      Saya setuju dengan pandangan Anda, bahwa keluarga dan struktural Gereja mesti mendukung pertumbuhan iman dan segala dimensi OMK sehingga mereka berkembang dengan baik. Saya akan meneruskan usulan Anda ke Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Jakarta. Namun saya sarankan agar Anda sendiri bersurat ke sana, Komisi Kepemudaan KAJ, Jl Katedral no 7 Jakarta 10710. Bisa dilihat lebih rinci di http://www.kaj.or.id. Dalam Pedoman Pastoral Kaum Muda, KWI, disebutkan bahwa segala pihak mesti serentak membuat kaderisasi secara berjenjang dan berkelanjutan. Jika di keuskupan belum ada jenjang kaderisasi OMK, silahkan mengusulkannya ke ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan. Terimakasih.

      Salam
      RD. Yohanes Dwi Harsanto

    • Shalom Anonymous,

      Dalam artikel di atas tidak dituliskan bahwa pengetahuan tentang iman Katolik tidak penting. Bahkan dalam beberapa paragraf dituliskan tentang pentingnya OMK perpusat pada Kristus dan berpegang pada Gereja. Dan di bagian kesimpulan dituliskan “Jadi, pokok  perkara dalam pembinaan OMK, justru kita kembalikan ke khazanah Gereja yang didirikan Kristus yaitu Gereja Katolik dengan sejarahnya yang dua ribuan tahun ini, di mana isinya ialah Kristus sendiri. Hanya bersama Kristus dalam Gereja, OMK Indonesia akan menjadi militan seperti yang kita harapkan, menjadi bonus demografi, menjadi berkat bagi Indonesia.”

      Adalah baik untuk belajar tentang iman Katolik dari beberapa situs katolik, termasuk ekaristi.org. Adalah baik kalau semua situs Katolik juga terus berkarya bersama-sama mengemban misi yang sama, yaitu pewartaan bersama dengan Gereja. Jadi, mari kita bersama-sama mewartakan Kristus dan Gereja Katolik yang kita kasihi.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. Syalom,

    Bagi saya pribadi, apa yang disampaikan oleh romo Yohanes Dwi Harsanto Pr, perihal bagaimana menjadikan OMK yang militan, seharusnya ini bukan menjadi berita baru.

    Tetapi ini akan menjadi berita baru, atau satu thema baru manakala umat terutama kaum muda salah memaknai arti dari Kasih Yesus dan Kasih Allah Bapa sendiri yang dicurahkan bagi umat-Nya.

    Langsung to the point:

    Pemahaman kasih Allah yang keliru akan menjadikan OMK tidak dapat menjadi militan.

    Ingat: ketika seorang masih kanak-kanak, tentu akan beda cara orang tua mendidik dengan kasih sayang dibanding ketika seseorang mulai menjadi remaja. Dan demikian pula ketika seseorang menjadi dewasa.

    Artinya, seorang mulai tumbuh menjadi pemuda dan dewasa, sudah tidak seharusnya lagi diperlakukan seperti kanak-kanak.

    Tetapi fakta membuktikan bahwa tidak sedikit umat pemuda dewasa yang masih memiliki pandangan rohani kekanak-kanakan. Dengan kondisi ini maka tentu sulit sekali menjadikan umat (OMK) yang militan.

    Kasih tidak selalu dimaknai dengan kelemah lembutan seperti anak kecil yang dicayang-cayang.

    Kalau umat diajar dengan benar dalam pertumbuhan rohani dengan mengerti kitab suci secara benar, maka seharusnya akan mengerti dengan benar bagaimana Allah mendidik umat-Nya tidak selalu menjadikan anak kecil.

    Pada tingkat kedewasaan tak jarang umat justru harus menerima “hajaran” (hukuman)yang sepantasnya agar umat menjadi dewasa rohani yang natural dan berkenan bagi Allah Bapa.

    Dewasa ini dengan tanpa harus mengecilkan arti Sakramen Tobat, tak jarang faktanya “penitensi sudah menurun nilainya”.

    Dengan beribu maaf harus saya sampaikan ini.

    Satu joke pernah saya dengar ditengah homili yang disampaikan, bahwa tidak sedikit umat yang mencari romo yang sudah berusia lanjut, syukur masih berasal dari “import” (romo bule), supaya penitensinya “ringan”. Dan langsung disambut gelak tawa oleh umat.

    Tentu saja bukan diartikan secara harafiah bahwa penitensi harus selalu wujud berat, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mendidik umat mengerti akan kepekaan kekudusan yang diinginkan Allah Bapa seperti yang disampaikan dalam kitab suci “hendaklah kamu kudus sama seperti Aku Kudus”

    Menjadikan OMK militan akan membawa OMK mengerti akan salib Kristus dan salib bagi tiap-tiap orang yang mau menerima-Nya.

    Ingat, Tuhan Yesus sendiri yang bersabda:

    Mat 10:38 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.

    Persoalan dasar: tidak jarang seseorang yang tidak mendapatkan pemahaman perihal perbedaan antara orang-orang yang militan dengan yang tidak militan akan upah di sorga. Banyak umat berpikir dan berpedoman dalam hati mereka bahwa yang penting masuk surga. Maka jangan heran memang faktanya banyak para orang tua yang menyayangkan anak-anaknya masuk seminari (ini contoh paling extrem).

    Memang tentu saja memahami serta menjadi militan tidak semudah membalik tangan. Pemahaman yang dangkal akan menjadikan seseorang salah memahami arti “Militan”, dan bisa jadi justru menjadi batu sandungan baik bagi keluarga maupun lingkungan terdekat. Atau pula kesalahan memahami arti “militan” akan menjadikan seseorang “sombong rohani”.

    Dengan demikian, memang militan itu perlu proses belajar yang cukup. Tidak serta merta dadakan.

    Seorang yang belajar beladiri ketika masih pemula tak jarang menjadi sombong dan sudah begaya dengan beberapa jurus pada teman-temannya.

    Tetapi seorang yang sudah memiliki tingkat beladiri yang tinggi akan mengerti arti “ilmu padi”, dan tak jarang jawara demikian justru tidak diketahui bahwa dia benar-benar seorang jawara.

    Tuhan tentu menghendaki orang-orang yang demikian, dan Tuhan Yesus pun telah memberikan keteladanan saat membasuh kaki murid-murid-Nya.

    Inilah salah satu contoh keteladanan bagaimana menjadi militan dengan tetap mengenakan kerendahan hati.

    Dan akhirnya, untuk menjadi militan, harus ada teladan dari orang-orang yang mengajarkan secara intensif berkesinambungan, bukan sekedar himbauan, atau disampaikan sesekali dalam homili, akan tetapi harus ada irama ritme yang konstan sehingga pertumbuhan rohani yang mengarah pada militan ada sarana dan arahan yang jelas.

    Demikian share saya.

    Salam.
    Hady Suhendro

  5. Salam Santosa Wijaya,
    Yesus mengkader 12 rasul, 70 murid. Lingkaran pertama dan lingkaran kedua ini digembleng secara khusus. Yesus pun pun membuat kotbah bagi lima ribu orang. Dengan cara inilah Gereja Katolik membina orang mudanya. Sekarang di Indonesia, ada Indonesian Youth Day yang pertama kali diadakan di Sanggau pada Oktober tahun 2012 di Sanggau Kalimantan Barat dan para Uskup dalam sidang KWI pada bulan November 2012 telah memutuskan bahwa IYD diadakan lima tahunan dan tuan rumah berikutnya ialah keuskupan Manado. Keuskupan-keuskupan membuat Temu Raya OMK tingkat keuskupan atau Diocese Youth Day. Yang Anda sebut “KRK” (Kebangkitan Rohani Katolik) ialah kegiatan massal yang tidak dilakukan oleh Komisi Kepemudaan, namun oleh komunitas-komunitas Persekutuan Doa yaitu Pembaharuan Karismatik Katolik. Dari kegiatan besar itu, tentu muncul aktivis yang menjadi panitia. Nah, merekalah yang mesti ditangkap dijadikan kader-kader. Para kader inilah yang digembleng secara khusus menjadi kelompok inti penggerak dan pembina OMK di masa depan. Terima kasih tanggapan Anda. Saya setuju bahwa pembinaan Orang Muda Katolik tidak hanya yang bersifat massal saja, namun juga pembinaan yang utuh, berjenjang berkelanjutan. Syukur pula atas WYD yang dicanangkan Paus Yohanes Paulus II dan telah bergulir tiga tahunan. Juga ada pertemuan orang muda Katolik di tingkat benua. Di Asia ada Asian Youth Day yang tahun 2014 akan diadakan di Korea Selatan. Semua itu pasti menimbulkan kader-kader misionaris dan OMK yang militan yang harus dibina lebih lanjut. Namun pembinaan kaderisasi ini pun seharusnya dilaksanakan secara berjenjang, terpadu, dan berkelanjutan. Mereka mesti dibina di tingkat komunitas basis (lingkungan terkecil), paroki, dekenat/kevikepan, keuskupan dan regio (antar keuskupan). Semoga semangat hari Sumpah Pemuda 28 Oktober selalu berkobar pula dalam diri OMK. Salam.

  6. Shaloom, membentuk OMK yang militan menurut saya tak cukup hanya retret atau KRK atau berdoa dan sakramen-sakramen. Tapi dengan kaderisasi pembinaan terus menerus tapi isinya memang tetap agar peserta mengalami Yesus yang hidup dan bekerja nyata dalam masyarakat, bagaimana memperbaiki situasi. Terimakasih pastor atas idenya. Shaloom.

Comments are closed.