Sumber gambar: http://imgarcade.com/1/jesus-carries-his-cross-painting/

[Hari Minggu Prapaskah IV -Minggu Laetare: 2Taw 36:14-23; Mzm 137:1-6; Ef 2:4-10; Yoh 3:14-21].

Bersukacitalah, … hai kamu yang dulu berdukacita, agar kamu bersorak sorai dan dipuaskan dengan kelimpahan penghiburanmu.” Demikian Antifon Pembuka di Minggu Laetare ini. Hari ini kita sampai di pertengahan masa Prapaska, dan Gereja mengajak kita untuk bersukacita. Mengapa bersukacita? Mungkinkah bersukacita di tengah masa pantang dan puasa? Atau, apakah pengorbanan dapat dilakukan dengan sukacita? Betapapun ini nampaknya tidak masuk akal, tetapi teladan Yesus menunjukkan kepada kita, bahwa kedua hal itu—pengorbanan dan sukacita—yang sepertinya bertentangan, dapat dilakukan bersama-sama. Yesus sendiri menanti-nantikan saatnya di mana Ia dapat menyerahkan nyawa-Nya bagi kita (lih. Luk 12:50), sebagai tanda betapa besar kasih-Nya dan Ia mau melakukan pengorbanan-Nya dengan rela, agar kita dapat memperoleh hidup yang kekal. Lewat korban salib-Nya, Yesus mengajarkan kepada kita, tanpa kata-kata, bahwa pengorbanan yang dilakukan dengan sukacita akan mendatangkan kebahagiaan yang sejati, yaitu keselamatan kekal dalam Kerajaan Surga.

Demikianlah, bacaan Kitab Suci hari ini mengingatkan kita akan kasih karunia Allah yang dinyatakan-Nya secara sempurna melalui pengorbanan Kristus itu. Oleh pengorbanan Kristus itu, kita dihidupkan bersama-sama dengan Dia. Rasul Paulus mengawali suratnya dengan kalimat ini, “Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita—oleh kasih karunia kamu diselamatkan… supaya pada masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus” (Ef 2:5-7). Adakah kasih yang lebih besar daripada kasih yang mampu memberikan hidup pada seseorang yang sudah mati? Betapa besar kasih karunia-Nya, yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita di dalam Kristus, yang memberikan kepada kita hidup ilahi-Nya! Betapa kita patut bersukacita karenanya! Sebab walaupun kita telah berdosa, dan layak menerima maut oleh karena kesalahan kita, Tuhan Yesus tetap mau mengampuni kita. Tuhan selalu memberikan kepada kita kesempatan untuk bertobat, sebagaimana Ia telah berkali-kali mengampuni bangsa Israel yang sering berubah setia (lih. 2Taw 36:14). Tuhan tetap mendorong kita umat-Nya, agar kembali kepada-Nya. Demikianlah, Tuhan selalu menyertai kita dengan kasih karunia-Nya, mendorong kita untuk senantiasa mengimani Dia dan melakukan perbuatan- perbuatan baik, agar kelak kita dapat beroleh kasih karunia-Nya yang berlimpah di Surga sampai selama-lamanya.

Maka kasih karunia dan iman adalah dua hal yang tak terpisahkan, sebagaimana dinyatakan dalam bacaan Injil hari ini. Dari pihak Allah, Ia telah menunjukkan kasih-Nya dengan mengaruniakan Putra-Nya yang tunggal; dan dari pihak manusia, kita menanggapinya dengan percaya dan mengimani Dia. Hanya jika kita menanggapi kasih-Nya dengan percaya kepada-Nya, kita dapat beroleh hidup yang kekal. Maka kasih karunia Allah itu membutuhkan tanggapan dari kita, yang kita nyatakan dengan sejauh mana kita mau mengikuti Dia. Maukah kita hidup di dalam terang kasih-Nya dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik? Ataukah kita malah memilih hidup dalam kegelapan seturut kehendak kita sendiri? Sebab terang Kristus akan menyatakan apakah perbuatan kita adalah perbuatan yang baik atau sebaliknya. Di masa Tobat ini, kita diajak kembali kepada terang Kristus, dan kembali ke jalan-Nya. Memilih jalan Tuhan—rela mengampuni, berbelas kasih, menghindari segala dosa—memang tidaklah mudah. Seringnya dibutuhkan pengorbanan, yaitu untuk mematikan ke-ego-an kita, agar kita bisa mengikuti teladan-Nya. Oleh karena jalan pengorbanan itulah yang dipilih oleh Kristus untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita, maka tak mengherankan, bahwa jalan itu pulalah yang dapat menyatakan kasih kita kepada-Nya dan kepada sesama. Dan jika Kristus telah melakukannya dengan sukacita, maka kita pun dipanggil untuk melakukan hal yang sama. Jika dalam kehidupan ini, kesulitan dan pergumulan tidaklah secara total dapat dihindari, maka pilihannya bagi kita adalah, apakah kita akan menerimanya sambil bersungut-sungut, atau menerimanya dengan sukacita? Sebab bersama Yesus, salib kehidupan itu akan diubah-Nya menjadi kemuliaan pada waktu-Nya.

Maka marilah mengikuti Yesus dengan sukacita ke Yerusalem, ke Kalvari, kepada Salib itu, dan salib kehidupan kita. St. Jose M. Escriva mengatakan, “Bukankah benar, ketika kamu berhenti takut kepada salib, kepada apa yang orang katakan sebagai salib, dan ketika kamu berketetapan akan menerima kehendak Tuhan, di saat itulah kamu akan menemukan kebahagiaan, dan semua kekuatiranmu, dan semua penderitaanmu, akan sirna?” (The Way of the Cross, Second Station) Semoga Tuhan memberikan kepada kita sukacita sejati, sebab kita percaya bahwa kasih karunia-Nya akan mendatangkan kebaikan bagi kita yang percaya dan berharap kepada-Nya.