Pertanyaan:
Salam Pak Stef dan Bu Ingrid.
Salam dan terima kasih atas jawaban-jawaban yang baik. Mengenai Vegetarian, memang Katekismus dan ajaran Gereja serta Alkitab tidak mewajibkan kita vegetarian. Namun bagi yang mau vegetarian, Gereja selalu memuji sebagai matiraga yang baik asalkan demi ungkapan iman juga kesehatan dan penyelamatan lingkungan bumi. Saya melihat pada KGK, bahwa orang harus hormat terhadap keutuhan ciptaan termasuk kesehatan (KGK nomer 2288, 2415, 2416, 2417, 2418). Kej 1:29 semua tumbuhan itu disediakan Tuhan untuk menjadi makanan manusia, tentu makan daging pun boleh (Kej 9: 3). Namun Kej 9:4 membingungkan: “Daging yang masih ada darahnya tak boleh dimakan”. Mana ada daging yang sama sekali tak ada darahnya? Pasti ada karena meresap di serat-serat pembuluh darah kapiler dalam daging. Mungkin saja ini pertanyaan bodoh, kalau begitu apakah bisa hal ini diterapkan sebagai dasar bagi umat Katolik yang mau hidup vegetarian? Mengenai lingkungan hidup, ditemukan ada data lain, peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca (metana dan CO2) lebih besar daripada BBM menurut Dr. Robert Goodland, mantan penasihat bidang lingkungan untuk Bank Dunia dan Jeff Anhang, ahli lingkungan di Perusahaan Keuangan Internasional dari Grup Bank Dunia, menghitung kontribusi peternakan terhadap emisi gas rumah kaca adalah sebesar 51%. Dan perubahan pola makan ke pola nabati (VEGAN) adalah mendesak karena lebih efektif dari upaya2 lainnya bahkan dengan upaya mencari energi alternatif sekalipun. sumber: http://www.nytimes.com/2009/11/17/business/global/17iht-rbofcows.html?_r=2). Hal ini disebabkan pembukaan hutan jutaan hektar untuk peternakan dan kotoran hewan itu panas sekali karena mengeluarkan gas metana. Mohon maaf jika agak melenceng, namun pertanyaan saya, bagaimana tanggapan kita sebagai umat Katolik untuk menanggapi isu pemanasan global yang dihubungkan dengan vegetarian ini? Terima kasih Pak Stef dan Bu Ingrid serta tim Katolisitas. Salam saya: Isa Inigo.
Jawaban:
Shalom Isa Inigo,
Anda benar sewaktu mengatakan bahwa Gereja Katolik tidak mengharuskan umatnya untuk menjadi vegetarian, walaupun tentu jika seseorang memilih untuk menjadi vegetarian itu adalah sesuatu yang baik, karena itu dapat pula melatih pengendalian diri/ mati raga demi pertumbuhan iman.
1. Kitab Suci mengajarkan kepada kita bahwa tumbuh- tumbuhan disediakan oleh Tuhan untuk menjadi makanan manusia (Kej 1:29) dan demikian pula hewan- hewan (Kej 9:3). Kej 9:4 tentang larangan memakan daging yang masih ada darahnya, mengacu kepada ajaran bahwa darah dianggap sebagai sesuatu yang kudus yang memberi hidup, demi mempersiapkan bangsa Israel agar dapat menghayati makna pengorbanan Kristus yang menumpahkan Darah-Nya untuk memberikan hidup kepada umat manusia. Dalam PL, kita mengetahui bahwa Allah bahkan menyuruh bangsa Israel untuk memakan daging anak domba yang dibakar untuk merayakan Paska (lih. Kel 12:21,45; Bil 28:17-25); dan korban anak domba inilah yang menjadi gambaran akan korban Kristus Sang Anak Domba Allah yang kita rayakan dalam setiap Misa Kudus.
2. Saya telah membaca artikel yang anda sampaikan, yang memuat hasil penelitian Dr. Robert Goodland, tentang emisi gas rumah kaca yang konon mencapai 51%, 23 kali lebih panas bagi atmosfir daripada CO2. Tetapi terus terang saja, saya rasa penelitian ini masih harus didukung oleh penelitian lainnya sebelum kita dapat mengatakan bahwa jalan keluar yang terbaik bagi lingkungan hidup adalah agar semua manusia menjadi vegetarian. Di bawah ini adalah beberapa pemikiran saya:
a. Laporan di link tersebut dibuat berdasarkan kondisi peternakan di Amerika yang memang dilakukan dengan besar- besaran secara terkonsentrasi di kandang yang memuat ribuan sapi (dapat mencapai 10.000) atau babi. Limbah metana yang dihasilkan juga berkaitan dengan cara memberi makan (dapat pula merupakan processed food seperti jagung kering, dst) yang umumnya juga dilakukan terkonsentrasi di satu tempat. Mungkin riset juga perlu diadakan untuk meneliti efek peternakan yang tidak dilakukan besar- besaran, tetapi terbatas, dan letaknya tersebar; dengan cara memberi makan secara alamiah, yaitu di padang rumput sehingga limbah merekapun tidak terkonsentrasi tetapi menyebar.
b. Hal penyebaran dalam memberi makan (dan otomatis juga dalam hal kotoran mereka) itu cukup penting untuk diamati, karena hal ini pulalah yang sudah terjadi berabad sebelum adanya pembukaan lahan untuk peternakan. Saat itu walau mungkin jumlah ternaknya sama atau malah lebih banyak, namun toh tidak terjadi apa yang disebut global warming/ efek rumah kaca.
Ada penelitian lain yang mengatakan bahwa jumlah populasi bison di Amerika sekitar tahun 1850 adalah 60 sampai 100 juta ekor, sedangkan jumlah populasi sapi di Amerika pada bulan Juli 2007 adalah sekitar 105 juta. Jika dikatakan bahwa sapi menghasilkan 100 sampai 200 liter gas metana sehari, maka kemungkinan bison (bufallo) juga demikian, apalagi bison umumnya juga berukuran sebesar atau bahkan lebih besar dari sapi.
Kondisi peternakan puluhan ribu ternak mungkin juga tidak terlalu kontekstual di Indonesia (hal ini perlu konfirmasi para ahli di bidangnya), karena sepanjang pengetahuan saya, skala rata- rata peternakan di Indonesia tidak sebesar di Amerika Serikat yang bisa melibatkan puluhan ribu ternak sekaligus, di mana penelitian ini diadakan.
c. Maka menurut hemat saya, hal lingkungan hidup itu tidak hanya semata- mata dipengaruhi oleh peternakan, walaupun mungkin memang benar bahwa limbahnya dapat mempengaruhi, terutama jika peternakan tersebut meletakkan hewan- hewan tersebut berdesak- desakan di dalam bangunan kandang, sehingga limbah gasnya terkonsentrasi, dan dapat sangat berpengaruh pada lingkungan sekitar.
Namun demikian penemuan teknologi sekarang juga sudah cukup maju, di mana beberapa peternakan besar di Amerika tersebut menghasilkan sendiri tenaga listrik dari hasil pengolahan limbah metana. Hal ini yang mungkin perlu distudi lebih lanjut, agar dapat juga diterapkan secara lebih luas, sehingga dapat menghemat sumber daya listrik, atau bahkan peternakan tersebut dapat menyalurkan energi listrik kepada lingkungan sekitarnya.
Adalah kebijaksanaan yang tepat untuk menanami pohon sebanyak mungkin, sebab keberadaan pohon- pohon mengurangi emisi CO2. Mungkin inilah yang perlu ditekankan kepada para peternak besar yang sudah membuka lahan, agar tetap menyediakan lahan untuk ditanami pohon-pohon; setidaknya sejumlah yang sama dengan jumlah pohon yang mereka tebang.
d. Laporan tentang peternakan di Amerika ini juga, menurut saya, berbau politis, sebab mungkin juga ingin dikaitkan agar pemerintah dapat menarik pajak yang lebih tinggi kepada para pemilik peternakan, karena mereka dianggap mencemari lingkungan. Maka laporan yang menunjukkan data tersebut dapat diekspos oleh pemerintah agar opini publik dapat mendukung keputusan pemerintah, misalnya.
e. Mengurangi konsumsi daging memang dapat berakibat positif bagi kesehatan, [dan juga bagi lingkungan] namun menjaga lingkungan hidup menurut saya, tidak terbatas dengan mengurangi konsumsi daging ternak. Hal menjaga lingkungan hidup berkaitan juga dengan memikirkan bagaimana mengolah sampah dan penghematan energi/ mengurangi pemakaian minyak bumi yang mengganggu lingkungan hidup. Jika ini tujuannya, umat di Indonesia pun dapat berbuat sesuatu, misalnya:
1) membuang sampah di tempatnya, menjaga kebersihan lingkungan.
2) tidak membuang sampah ke sungai/ got/ saluran kota.
3) sedapat mungkin menghemat pemakaian listrik, pilih lampu dan alat- alat listrik yang hemat energi.
4) sedapat mungkin membatasi pemakaian/ pembuangan kantong plastik.
5) menanami halaman rumah dengan pohon- pohon.
Atau cara lain jika ingin lebih peduli kepada lingkungan hidup:
1) dapat memberi input kepada pemerintah, untuk mengadakan daur ulang (re-cycle) sampah; seandainya suatu saat dilakukan, taat melakukannya untuk mensortir sampah rumah tangga kita sendiri. [Data science mengatakan bahwa energi yang dapat dihemat dari recycle satu kaleng alumunium coca cola, dibanding harus membuat kaleng itu dari awal adalah tenaga listrik yang mampu menyalakan TV selama 3 jam].
2) dapat mengusahakan mempelajari cara membangkitkan energi misalnya dari pembakaran sampah dan mengusulkannya kepada Pemda.
3) ikuti gerakan menanam pohon- pohon di lingkungan anda.
Maka tidak ada salahnya seseorang memilih untuk menjadi vegetarian, dengan motivasi untuk berpartisipasi mengurangi emisi gas metana; tetapi alangkah baik jika ia melakukan hal- hal sederhana yang jelas- jelas sangat penting di Indonesia, mengingat kotornya sungai- sungai dan belum baiknya sistem pembuangan sampah di negeri kita.
Demikian yang dapat saya tuliskan untuk pertanyaan anda. Mungkin memang tak langsung berhubungan dengan iman, tetapi semoga tetap berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
temanku ad yg menggunakan kejadian 1:29 sebagai landasan katanya orang kristen itu sebenarnya disuruh jadi vegetarian sama Tuhan. bagaimana menginterpretasikan ayat ini? makasih.
[dari katolisitas: Silakan melihat jawaban Romo Didik di sini – silakan klik]
Mohon pencerahan apakah ikan (hewan yang hidup dalam air) tidak dikategorikan sebagai daging, karena Tuhan Yesus sendiri kan pernah memperbanyak ikan untuk memberi makan jemaah yang lapar saat hadir mendengarkan ajarannya. Dan saya rasa saat itu Tuhan Yesus juga makan ikan.
Tambahan dari saya. Hal tersebut perlu saya tanyakan karena mulai besok Umat Katolik akan berpantang dan berpuasa. Pilihan pantang antara lain tidak makan daging. Di salah satu daerah yang umat Katoliknya cukup banyak, ikan dikategorikan hewan berdarah dingin, jadi tidak perlu menjadi pantangan, karena yang dipantangkan adalah hewan berdarah panas (sapi, kambing, dll). Mohon pencerahan supaya kita dapat melaksanakan masa pra paskah tahun ini dengan lebih baik. Tuhan Yesus memberkati !
Shalom Petrus,
Berikut ini adalah jawaban yang saya peroleh dari Romo Wanta tentang pantang daging:
Tidak ada penjelasan tentang apa itu daging, termasuk makanan apa saja dan seterusnya. Pihak keuskupan juga tidak memberikan detil tentang hal itu. Daging disini adalah semua makanan yang berasal dari binatang, bukan tumbuh tumbuhan atau ikan. Jadi daging lebih kepada bagian tubuh hewan berkaki dua atau empat. Tentu tidak termasuk ikan. Mengapa daging? Ini tradisi Eropa karena daging termasuk sebagai makanan pokok/ sebagai makanan sehari- hari. Sedangkan di Indonesia tidak semua orang makan daging, dan bahkan ikan lebih umum dimakan sebagai makanan pokok/ sehari- hari. Maka kalau puasa janganlah hanya daging, karena sudah biasa tidak makan daging; tetapi janganlah makan makanan pokok lain seperti ikan, tempe kesenangan dll. Itulah yang perlu ditambahkan dalam puasa dan pantang.
salam
Rm Wanta
Demikianlah Petrus. Agaknya prinsip yang harus dipegang adalah kita membuat sedikit pantang dalam hal makanan, artinya kita diajak untuk tidak makan makanan yang biasanya kita sukai/ makanan sehari- hari. Maksudnya apa? Supaya kita dapat merasakan ‘sedikit’ pengorbanan dan mempersatukannya dengan kurban Kristus, sebagai silih atas dosa- dosa kita. Jadi memang bukan soal pantang daging apa yang terpenting, tetapi pantanglah sesuatu hal yang kita suka.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Petrus Sudjono,
Ya, nampaknya Tuhan Yesus juga makan ikan. Ia memperbanyak roti dan ikan pada saat memberi makan lima ribu orang. Bahkan pada saat kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus juga diberi ikan untuk dimakan, oleh para murid-Nya (lih. Yoh 24:42).
Maka jika Gereja Katolik mengajarkan untuk pantang daging, di sini maksudnya adalah pantang daging hewan berkaki dua atau empat, tetapi bukan ikan. Namun demikian, ini adalah syarat minimal, tentu saja, bagi yang ingin melakukan lebih, silakan juga pada masa Puasa dan Pantang ini, untuk tidak makan ikan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Lingkungan hidup memang tidak semata dipengaruhi atau dirusak oleh peternakan. Pencemaran lingkungan juga terjadi akibat sampah plastik, pembabatan hutan, asap pabrik, transportasi, penggunaan bahan kimiawi dan seterusnya. Tetapi, selain kerusakan lingkungan seperti itu, saat ini, Bumi sedang mengalami masalah baru yang sejak tahun 1997 mulai dicermati oleh PBB dengan berbagai pertemuan besar (mulai dari IPCC di Kyot, 1997 hingg IPCC di Cancun, Mexico, Desember 2010 yang baru lalu). Masalah itu adalah pemanasan global. Masalhnya bukan lagi pada CO2, tetapi pada N2O, metana, black carbon dan”ground level ozone” yang memiliki kemampuan menyerap panas ratusan hingga ribuan kali dibandingkan dengan CO2.
Dan …, memang pengemisi utamanya adalah peternakan. Bison tidak diternakkan, walaupun jumlahnya yang masih hidup di AS bisa jauh lebih besar daripada jumlah sapi. Tetapi, berapa jumlah ternak yang ada di dunia? Berapa yang disembelih tiap tahun? Bison tidak disembelih dan diternak. Membandingkan jumlah bison dengan jumlah sapi yang ada di AS kurang bisa digunakan untuk membuktikan bahwa peran peternakan bagi pemanasan global tidak besar. Yang salah adalah pengembangbiakkannya dan pembunuhannya.
Lima hal mengapa peternakan harus ditiadakan (yaitu dengan kita mulai vegetarian, baik kita yang beragama katolik maupun bukan)
adalah :
1. Peternakan menghabiskan planet ini. Ternak menghabiskan 2/3 hasil panen dunia padahal saat ini
terdapat 1 milyar 20 juta orang meninggal dunia.
2. Peternakan dan perikanan menghancurkan planet Bumi akibat global warming karena mengemisikan
gas rumah kaca terbesar dan terutama
(data ini dikeluarkan oleh PBB dalam Livestock Long Shadow, juga dari data Bank Dunia Jeff Anhang,
direktur Goddard Nasa, James Hansen, Sekjen PBB Ban Kij Moon, ketua Perubahan Iklim Dunia IPCC
, Dr. Rajendra Pachauri, juga Al Gore, mantan presiden AS, peraih hadiah nobel dalam penyelamatan
bumi dari Pemanasan Global, dst….., apa masih kurang kuat?)
3. Menimbulkan penyebaran berbagai penyakit menular dan mematikan seperti : flu burung, flu babi,
sapi gila, dan juga menimbulkan berbagai penyakit dari keropos tulang, kolesterol, gangguan syaraf
hingga kanker
4. Menghabiskan anggaran negara, karena peternakan dan perikanan merupakan usaha yang merugi
tanpa subsidi yang besar dari pemerintah, baik untuk pakan ternak, obat-obatannya (70% antibiotika
di AS diberikan kepada ternak)
5.Sangat tidak manusiawi dan mencitrakan kekejaman yang luar biasa (hewan juga merasa sakit dan
menangis. Sapi dan babi menangis sebelum disembelih.Dan, apa salahnya para ayam dan unggas
petelur sehingga merek harus dikurung dikandang sempit selama hidupnya, dibanting ke dalam kotak-
kotak sempit dalam perjalanan pengiriman mereka ke tempat pejagalan, digantung dan digorok hidup-
hidup?)
Semua ajaran, terutama agama katolik, pada intinya tentu mengajarkan kasih. Kalau kita terpaku pada ayat-ayat dalam alkitab, kita akan terus bingung, seakan yang satu bertentangan dengan yang lain, yaitu jika kita tidak memaknainya secara keseluruhan. Yang jelas,, kasih itu tentu tidak terbatas, tidak terbatas pada manusia, tetapi juga kepada hewan dan Bumi ini. Lihat gambar-gambar Yesus yang penuh kasih, menggendong domba-domba dengan penuh sayang. Mengapa kita tidak meniruNya?
Mati raga adalah salah satu pelajaran mati, artinya kita mengurangi keterikatan, agar kita makin ingat kepada Tuhan. Kalau kita melakukan mati raga tetapi kita tidak ingat Tuhan, kalau kita tidak mengingat Kristus, kalau kita tidak belajar kasih dariNya, maka kita akan justru terikat pada hal-hal yang kurang baik dan menjauhkan diri kita dari Tuhan.
Pantang melakukan sesuatu tanpa sebuah kesadaran tentu akan berat sekali dan tidak banyak gunanya. Tetapi, lakukanlah dengan ikhlas dan kesadaran. Bahkan, sudah ada sejumlah orang yang tidak makan dan minum sama sekali selama bertahun-tahun dan mereka tetap beraktifitas seperti biasa. Di katolik, misalnya, Theresa Neumann.., semasa hidupnya biarawati ini tidak makan dan tidak minum.
Shalom Love Grace,
Komitmen kami di situs Katolisitas adalah menyampaikan ajaran Gereja Katolik yang berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium. Maka bukan menjadi bagian keahlian kami untuk menelaah data- data mengenai hal pemanasan global, apakah benar disebabkan karena limbah peternakan. [Hal pemanasan global itupun konon hanya slogan yang direkayasa oleh sekelompok orang tertentu. Silakan anda check di internet, ada banyak informasi tentang hal ini]. Bahwa manusia harus dapat mengadakan usaha untuk memelihara dan menaklukkan bumi dan mengurangi sedapat mungkin limbah pertanian dan peternakan itu dimengerti, sebab itu sesuai dengan firman Tuhan dalam Kej 1:28.
Maka jika anda terpanggil untuk menjadi vegetarian, tentu itu adalah sesuatu yang baik. Namun anda tidak dapat memaksakan agar semua orang Katolik menjadi vegetarian, karena memang Gereja Katolik tidak mengajarkan demikian. [Lagipula menurut pengetahuan saya, kebanyakan orang Indonesia rata- rata juga hanya mengkonsumsi sedikit daging, jika dibandingkan dengan konsumsi daging oleh mereka yang tinggal di negara maju]. Yang diajarkan oleh Gereja adalah pengendalian diri dalam hal apapun, termasuk dalam hal makan dan minum; dan juga diajarkan bermati raga minimal sekali seminggu (setiap hari Jumat sepanjang tahun- sering diartikan dengan pantang daging/ rokok/ makanan kesukaan lainnya), untuk merenungkan penderitaan Kristus dan mempersatukan kurban mati raga kita yang tidak seberapa ini dengan penderitaan Kristus di kayu salib; agar kita dapat pula memperoleh buah kebangkitan-Nya.
Teresa Neumann, St. Padre Pio, Martha Robin dan beberapa tokoh mistik dalam Gereja Katolik memang merupakan contoh beberapa orang yang diberkati dengan kondisi khusus, sehingga mereka dapat tetap hidup ataupun melakukan aktivitas seperti biasa tanpa makan dan minum secara normal, dengan hanya mengandalkan Ekaristi. Namun ini tidak dapat dijadikan standar untuk semua orang. Mereka dapat melakukan hal ini karena rahmat Tuhan, dan secara rohani mereka telah dipersiapkan Allah untuk itu. Ini tidak dapat dipakai sebagai ukuran standar bagi semua orang.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Damai Sejahtera buat semuanya,
Terimakasih buat penjelasan yang sangat menarik tentang komitmen yang penuh kasih itu.
Tetapi,
pemanasan global itu memang masalah sangat serius buat Bumi kita.
Sekalipun kita masih bisa menulis dengan baik,
sekalipun kita berdiskusi dengan penuh kasih seperti ini,
tetapi keadaan Bumi memang dalam keadaan kritis.
Kalau tidak,
direktur NASA, sekjen PBB Ban Ki-moon dan masih banyak lagi,
tidak akan seserius itu mengingatkan kita.
Kita tentu tidak bisamenunggu sampai semuanya sudah terlambat,
sampai usaha apapun yang kita lakukan sudah tidak akan memberikan manfaat.
Masalahnya bukan sekedar kekurangan energi, ‘pencemaran air, udara dan tanah’,
tetapi sesuatu masalah baru yang besar timbul untuk Bumi kita,
yaitu pemanasan global.
Pencairan es di kutub utara dengan percepatan tinggi,
pergeseran poros Bumi, perubahan iklim yang tinggi, tinggi
dan besarnya frekuensi gempa dan bencana alam yang terjadi
merupakan gejala pemanasan Bumi.
Berdasarkan data PBB, 9 dari 10 bencana alam yang terjadi adalah akibat pemanasan global.
Jadi, sudah selayaknya dan sepantasnya,
kita ikut serta untuk tergerak membantu menghentikannya.
Tentu, saya sangat setuju sekali,
bahwa kita tidak dapat memaksakan orang untuk meninggalkan produk hewani,
karena apapun,
tak mungkin ada kasih dan kedamaian bila ada pemaksaan.
Hanya saja,
bolehkanlah kami menghimbau dan mengajak semua orang,
yang seiman yang penuh kasih,
untuk segera memelihara tubuh kita sendiri dan membantu menyelematkan Bumi
dengan cara yang paling mudah dan sederhana,
yaitu menghindari semua produk hewani.
Inti pelajaran Gereja Katolik,
ini ajaran Kristus,
tentu
adalah kasih,
yaitu kasih untuk semuanya.
Kita sendiri tidak takut mati karena ada janji keselamatan,
tetapi benarkah kita hanya bertindak diam melihat begitu banyak penderitaan mereka?
Mari kita berdoa bersama
agar kita makin sadar dengar berkat Tuhan yang begitu besar,
agar kita bisa memelihara berkatNya yang begitu melimpah itu …
Dengan damai, kasih, dan karunia Kristus,
Love Grace
Shalom Love Grace,
Terima kasih atas komentarnya tentang global warming. Global warming sendiri masih menjadi perdebatan – silakan mencari di google dengan kata kunci: global warming hoax. Kami di katolisitas.org tidak akan menghimbau pembaca untuk menghindari makanan hewani, selama Vatikan tidak mengeluarkan peraturan tentang hal ini. Biarlah science yang membuktikan hal ini terlebih dahulu dan kita percayakan kepada tim ilmu pengetahuan di Vatikan yang mengkaji hal ini. Dalam kapasitas kita masing-masing, kita dapat memelihara lingkungan hidup kita dengan hal-hal kecil yang lain, seperti: memisahkan sampah-sampah: plastik, kertas, organik, dll; mencoba menghemat listrik, dll. Vatikan sendiri telah memulai menggunakan listrik dengan tenaga surya – silakan klik. Semoga jawaban ini dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Kasih penuh Damai,
Saya kira global warming bukanlah hoax lagi, karena sudah dibicarakan dan menjadi masalah utama di PBB. Hampir semua pemimpin negara dan ilmuwan sudah mengakui tentang ini. Memang segelintir orang mengatakan hal itu hoax, tetapi itu hanya beberapa saja, dan sekarang sudah hampir tidak ada lagi yang meragukannya.
Menghimbau untuk mengurangi plastik, kertas, dan menggunakan sayur organik, menghemat listrik dst, tentu merupakan sebuah langkah yang harus kita lakukan demi Bumi dan orang-orang yang kita kasihi.
Tetapi, mungkin juga perlu kita ketahui bahwa peternakan dan perikanan adalah sumber malapetaka yang lain. Selain dampak buruknya untuk kesehatan, peternakan dan perikanan juga mencemari air tanah dengan begitu besar, pemborosan air bersih, pemborosan hasil panen (mestinya bisa digunakan untuk manusia tetapi lebih cenderung digunakan sebagai pakan ternak).
Tentu tidak dengan memaksakan, tetapi sudah saatnya kita bergerak bersama untuk mengatasi perusakan lingkungan yang demikian besar ini yang terutama disebabkan peternakan dan perikanan.
Tidak mengkonsumsi segala jenis produk hewani termasuk daging, susu, telur dan ikan, serta juga mengurangi makan, saya kira akan membantu kita mengurangi tekanan pada Bumi kita. Secara perlahan, bila sudah terbiasa, sekalipun kita tidak mengkonsumsi semua produk hewani,kita tidak akan pernah merasa mengendalikan diri lagi. Semuanya sudah menjadi kebiasaan kita.
Dengan Kasih dan Berkat Kristus,
Love Grace
Shalom Love Grace,
Memang kita mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memelihara bumi ini demi kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang, entah ada isu global warming atau tidak. Mungkin saja itu terjadi, jika memang sudah dibicarakan di PBB. Dengan demikian, mengurangi konsumsi kertas dan plastik, mengkonsumsi sayur organik, menghemat listrik ataupun memilah sampah (antara sampah organik yang dapat didaur ulang dan sampah yang non- organik) memang merupakan langkah yang baik.
Namun demikian anjuran anda agar kami di katolisitas menganjurkan pantang makan hasil produksi peternakan dan perikanan, itu yang tidak dapat kami lakukan, sebab itu bukan ajaran Gereja Katolik. Sejauh ini Gereja Katolik hanya menganjurkan sikap yang peduli lingkungan dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem, namun tidak serta merta melarang umatnya memakan produk hewani dan ikan. Jika Gereja Katolik suatu saat nanti mengeluarkan pernyataan itu, maka kami di katolisitas akan menayangkannya. Namun sepanjang itu tidak dikatakan oleh Vatikan, maka kami tidak menuliskannya, karena memang fokus kami di situs Katolisitas adalah mengenai doktrin iman Katolik sesuai dengan pengajaran Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium; dan dengan demikian bukan ajaran atas dasar pandangan pribadi ataupun pandangan sekular.
Mohon maaf, ini adalah tanggapan kami terakhir untuk Anda, perihal usulan Anda agar kami menayangkan anjuran agar semua umat Katolik menjadi vegetarian. Kami tidak anti dengan usulan Anda, dan kami juga mengakui bahwa menjadi vegetarian adalah sesuatu yang baik dan dapat merupakan ungkapan mati raga, namun kami tidak dapat menayangkannya sebagai suatu ajaran iman Katolik, karena Magisterium Gereja tidak pernah menyatakan demikian secara definitif.
Demikian mohon pengertian anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Stef & Inggrid…
Sekedar sharing : saya sudah tidak makan daging sejak th 1990, walaupun sekarang bukan seorang Vegan. Bagi saya tujuan tidak makan daging adalah untuk mengendalikan ‘keinginan” pribadi, apakah bisa tahan atau tidak, kalau dikaitkan dengan Iman, 2 tahun yang lalu saya mulai membaca kitab suci dan Tuhan memberikan pencerahan melalui 1 Korintus 6: 19-20 ” Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, — dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
Yang selalu saya ingat penekanan kata ” Tubuhmu adalah bait Roh Kudus…..muliakanlah Allah dengan tubuhmu ! ”
kalimat itu menjadi semacam kekuatan agar supaya saya tidak makan berlebihan, tidak menghambakan makanan atau sesuatu yang dapat merusak tubuh kita. Saat itu saya langsung berhenti merokok, berhenti untuk minum minuman berakohol dan tidak mau lagi makan di rumah makan or resto vegetarian karena niat saya adalah tidak mau makan daging walaupun di resto vegetarian aneka macam masakan memakai bahan gluten, kalau saya berkeinginan untuk makan di resto vegetarian ini artinya sudah ada niat ingin makan masakan berdaging seperti sate, bistik, daging panggang, baso,dll walaupun bukan daging asli, tp otak saya sudah membayangkan untuk makan aneka daging tersebut, dan itu menurut saya bukan niat murni untuk sama sekali tidak memakan daging, walaupun daging palsu.
Sejak bisa menahan keinginan, ada manfaatnya misalnya saat Natal saya bisa berpantang untuk tidak makan nasi selama 1 bulan, atau saat masa Prapaskah bisa menahan diri hanya makan sayur2an saja sepanjang 47 hari. Dan itu tidak terasa berat, karena saya sudah menjadi terbiasa menahan suatu keinginan untuk makan daging atau makan yang enak-enak.
Dampak lain adalah, keinginan untuk menerima Tubuh Kristus setiap hari menjadi semakin kuat, dengan datang menghadiri Misa Harian, kerinduan untuk membaca kitab suci, membaca buku-buku rohani, dan bacaan-bacaan katolik seperti katolisitas.org ini Karena Bait Allah dalam tubuh saya yang harus saya jaga dengan aneka macam nilai-nilai rohani untuk menghormati Allahku yang ada dalam diriku ini.
Thanks, Tuhan memberkati kita semuanya setiap saat !
In nomine Patris et Filii et Spirits Sancti. Amen
Samuel Rismana S
Shalom Samuel,
Terima kasih atas sharing anda. Ya, anda telah melakukan pantang daging dengan motivasi yang baik dan lebih sesuai dengan ajaran Gereja Katolik (jadi bukan hanya partisipasi untuk mengurangi emisi gas metana). Karena pantang daging ataupun pantang lainnya itu sebenarnya merupakan latihan rohani untuk menahan diri; dan di atas semua itu, juga merupakan suatu bentuk pengorbanan sederhana yang dapat kita persatukan dengan korban Kristus, demi mendoakan pertobatan diri sendiri maupun pertobatan orang lain. Maka tak heran, buahnya yang langsung terlihat adalah salah satu buah Roh Kudus, yaitu pengendalian diri (Gal 5: 22-23).
Bentuk penyangkalan diri inilah yang menghantar seseorang untuk lebih rindu untuk "mencari perkara yang di atas" (Kol 3:1); dan ini telah nyata dalam kehidupan anda, yaitu anda jadi lebih merindukan dan menghayati Sakramen Ekaristi, merenungkan Kitab Suci, dan bacaan rohani lainnya. Itulah sebabnya Gereja Katolik menghimbau umatnya untuk melakukan suatu pantang (entah pantang daging atau pantang kesenangan lainnya), minimal seminggu sekali pada hari Jumat sepanjang tahun, sesuai dengan Kitab Hukum Kanonik kan. 1251. Maksudnya, adalah agar kita memperingati sengsara dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus, dengan turut mengambil bagian di dalamnya dengan melakukan mati raga, demi kasih kita kepada Kristus yang rela mati bagi kita untuk menyelamatkan kita. Tentu bagi yang dapat melakukan lebih dari ketentuan minimum ini, adalah sangat baik, seperti yang telah anda lakukan. Semoga teladan anda membawa inspirasi kepada semua yang membaca tulisan anda ini.
Selanjutnya tentang mengapa kita berpantang dan berpuasa, klik di sini
Salam kasih dalam Kristus Tuhan, Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih Bu Ingrid atas jawaban yang baik mengenai sikap terhadap penyelamatan lingkungan hidup, kesehatan, termasuk salah satunya gaya hidup vegetarian yang tak usah dikaitkan langsung dengan alasan agama (seperti Budhisme misalnya). Dalam hal ini saya mengakui bahwa Gereja Katolik benar-benar sesuai namanya, universal, menampung semua yang baik demi kerajaan Allah. Justru menurut saya hal ini berkait dengan penerapan iman dalam perilaku praktis sebagai wujud syukur atas penyelamatan Kristus Raja Semesta Alam. Saya dengar di Keuskupan Agung Jakarta selama tahun lalu, paroki-paroki membuat gerakan pengolahan sampah, dengan slogan “taruh sampah jadikan berkah” sebagai manifestasi dari salah satu hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun 2005. Salam, Tuhan memberkati katolisitas.
Salam Pak Stef dan Bu Ingrid. Salam dan terima kasih atas jawaban-jawaban yang baik. Mengenai Vegetarian, memang Katekismus dan ajaran Gereja serta Alkitab tidak mewajibkan kita vegetarian. Namun bagi yang mau vegetarian, Gereja selalu memuji sebagai matiraga yang baik asalkan demi ungkapan iman juga kesehatan dan penyelamatan lingkungan bumi. Saya melihat pada KGK, bahwa orang harus hormat terhadap keutuhan ciptaan termasuk kesehatan (KGK nomer 2288, 2415, 2416, 2417, 2418). Kej 1:29 semua tumbuhan itu disediakan Tuhan untuk menjadi makanan manusia, tentu makan daging pun boleh (Kej 9: 3). Namun Kej 9:4 membingungkan: “Daging yang masih ada darahnya tak boleh dimakan”. Mana ada daging yang sama sekali tak ada darahnya? Pasti ada karena meresap di serat-serat pembuluh darah kapiler dalam daging. Mungkin saja ini pertanyaan bodoh, kalau begitu apakah bisa hal ini diterapkan sebagai dasar bagi umat Katolik yang mau hidup vegetarian? Mengenai lingkungan hidup, ditemukan ada data lain, peternakan menyumbang emisi gas rumah kaca (metana dan CO2) lebih besar daripada BBM menurut Dr. Robert Goodland, mantan penasihat bidang lingkungan untuk Bank Dunia dan Jeff Anhang, ahli lingkungan di Perusahaan Keuangan Internasional dari Grup Bank Dunia, menghitung kontribusi peternakan terhadap emisi gas rumah kaca adalah sebesar 51%. Dan perubahan pola makan ke pola nabati (VEGAN) adalah mendesak karena lebih efektif dari upaya2 lainnya bahkan dengan upaya mencari energi alternatif sekalipun. sumber: http://www.nytimes.com/2009/11/17/business/global/17iht-rbofcows.html?_r=2). Hal ini disebabkan pembukaan hutan jutaan hektar untuk peternakan dan kotoran hewan itu panas sekali karena mengeluarkan gas metana. Mohon maaf jika agak melenceng, namun pertanyaan saya, bagaimana tanggapan kita sebagai umat Katolik untuk menanggapi isu pemanasan global yang dihubungkan dengan vegetarian ini? Terima kasih Pak Stef dan Bu Ingrid serta tim Katolisitas. Salam saya: Isa Inigo.
[Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.