Seorang sahabat menggugat! Bukan kepadaku, karena aku nggak punya apa-apa seandainya kalah di pengadilan. Ia menggugat kepada Tuhan. Kasusnya kasus lama tapi jamak ditemui : merasa Tuhan tidak kunjung menjawab doanya dan memberi jalan keluar atas problema hidup. Ia telah berdoa, berusaha hidup kudus dan berusaha keras menjalankan perintah-Nya. Tapi, tiada jawaban datang. Ia marah besar. Saat menghubungiku, ia sedang di kantin gereja dan bertanya apakah perlu berdoa atau langsung pergi. Aku hanya terpikir untuk menyuruhnya masuk ke dalam dan berlutut di hadapan tabernakel, mendengarkan apa yang Yesus mau katakan sebagai jawaban atas gugatannya. Setelah melakukannya, ia lalu pergi dengan hati masih membara, berbeda dengan damai yang biasanya ia rasakan setelah ia berdoa. Aku hanya bisa mengelus dada sambil berdoa untuknya.

Apakah dia membuka hati saat berdoa? Nggak tau. Mungkin dia cuma menuntut tapi tidak berusaha mendengarkan Tuhan? Mungkin aja. Apakah dia selanjutnya akan bertindak menurut caranya sendiri? Bisa jadi. Apakah ia akan meninggalkan Yesus? Jangan dong L Begitu banyak pikiran dan kekhawatiran yang melintas. Aku tidak bisa menghakimi atau meng-audit cara dan proses doanya. Kedongkolannya pada Tuhan sungguh terasa di tiap kata-katanya hingga aku tidak akan heran jika ia mendongkol sepanjang doa. Aku percaya, seandainya dia mau membuka hati untuk mendengar, Tuhan setidaknya akan memberikan kelegaan dan kekuatan baru baginya untuk menghadapi masalah.

Dalam ensiklik terbarunya, Lumen Fidei, Paus Fransiskus menjelaskan bahwa iman terkait erat dengan harapan. Ketika seseorang percaya pada Allah, ia akan memiliki harapan kuat. Harapan yang mendorong kita melangkah menembus masalah, bahkan menjadi saksi mukjizat Allah dalam hidup bila Ia berkehendak. Iman juga tidak lepas dari pengetahuan, pengetahuan akan siapa Allah dan apa yang diperbuatNya. Dengan demikian, seseorang bisa memahami alasan dan karya Allah di balik suatu peristiwa atau masalah. Rancangan Allah bukanlah rancangan manusia, dan jelas bukan rancangan kecelakaan dan pasti lebih indah (Yes 55:8).

Akan tetapi, iman adalah pemberian Allah. Anugerah yang tidak mungkin dimiliki jika tidak diberikan Allah. Saat diberikan, iman juga dapat ditolak oleh manusia karena Allah tidak akan memaksakan kehendak pada manusia. Aku percaya bahwa hadiah Ilahi inilah yang menguatkanku menembus permasalahan dan pergumulanku sejauh ini. Hadiah Ilahi inilah yang memanggilku untuk memberikan diri sepenuhnya mengikuti Yesus. Hadiah Ilahi ini pula yang memberi kekuatan untuk percaya akan pertolongan Allah dan membuatku melihat beberapa jawaban-Nya sudah muncul dalam hidup ini. Hadiah Ilahi inilah yang diperlukan oleh sahabatku itu.

Dalam kasus ini, aku tidak akan berdiri sebagai pengacara sahabatku, yang membantu memberondongi Tuhan dengan permohonan solusi atas problemanya. Aku jelas bukan hakim, yang menghakimi sahabatku, apalagi menghakimi Tuhan atas “keterlambatan” jawaban-Nya untuk sahabatku. Aku juga belum bisa menjadi saksi karena kesaksianku akan kasih Allah masih ditolak oleh hati sahabatku yang masih dongkol. Apalagi, menjadi penonton yang tidak melakukan apapun selain menyiram bensin dalam api. Jelas tidak masuk daftar pilihan.

Aku akan menjadi penjaja gulali di depan gerbang gedung pengadilan, yang berusaha memintal gulali ketaatanku sepenuh hati sebagai persembahan pada Allah. Semoga melalui persembahan ini, sahabatku boleh mendapat anugerah iman yang membantunya percaya akan pertolongan Allah, yang akan datang tepat waktu menurut waktu-Nya.

Semoga semua orang yang sedang mengalami kesusahan tetap percaya akan pertolongan Allah dan tidak putus harapan. Amin.

Iman mempercayai apa yang engkau tidak lihat. Hadiah untuk iman ini adalah melihat  apa yang engkau percayai” – St. Agustinus dari Hippo

 

3 COMMENTS

  1. Shalom,

    Kenapa kadang-kadang saya merasakan permintaan saya yang dikabulkan adalah secara kebetulan? Mungkinkah ini adalah kesombongan dan sikap orang yang tidak beriman? Bagaimanakah keadaan/sikap/permohonan manusia yang dikatakan mencobai Tuhan? Kadang-kadang saya tidak berani meneruskan permohonan sebab di tengah perjalanan doa, keraguan dan banyak pertanyaan yang timbul sampai akhirnya saya panjatkan doa cuma ala kadar. Maaf terlalu banyak pertanyaan.

    Mohon penjelasan dan terimakasih. Rita

    • Shalom Rita, 

      Kita percaya bahwa Tuhan adalah Allah yang Maha Tahu (omniscience), klik di sini, maka tak ada sesuatu yang mengagetkan bagi Allah. Nothing takes God by surprise. Dengan pengertian ini, tak ada sesuatu yang menjadi ‘kebetulan’ bagi Allah, seolah Allah tidak tahu sebelumnya bahwa sesuatu itu akan terjadi. Sebaliknya, Allah sejak kekekalan telah mengetahuinya. Mungkin bagi Anda nampak sebagai kebetulan, tetapi bagi Allah tidak ada kebetulan.

      Jika Anda menganggap bahwa jika permohonan Anda dikabulkan itu hanya kebetulan, maka artinya Anda belum sepenuhnya mengenal sifat Allah ini. Sebab apa yang baik yang terjadi pada kita hanya mungkin terjadi atas kebaikan Allah; bahkan fakta bahwa Anda dan saya masih bernafas sampai saat ini, itu terjadi karena penyelenggaraan-Nya, kebaikan-Nya untuk terus menopang kehidupan kita. Kegagalan untuk melihat karunia Allah, kebaikan-Nya dan kesetiaan-Nya dalam hal-hal yang nampaknya kecil dan sederhana memang dapat membuat kita kurang bersyukur, karena menganggap segala sesuatunya sudah otomatis terjadi. Jika diteruskan, anggapan ini memang berpotensi membuat orang menjadi acuh tak acuh terhadap Tuhan, terutama jika orang tersebut menganggap bahwa tanpa bantuan dan izin Tuhan ia dapat melakukan segala sesuatunya atas kemampuan dan kehebatannya sendiri.

      Mukjizat tidak boleh menjadi kondisi ataupun persyaratan kita untuk percaya kepada Allah. Sebab orang yang bersikap demikian artinya ia “mencobai Tuhan” (Mat 4:7). Tuhan Yesus mengecam sikap sedemikian.

      Gereja mengajarkan kepada kita agar kita berdoa dengan sikap kepasrahan (total abandonment) terhadap kehendak Tuhan, seperti yang dikatakan oleh Bunda Maria dan doa Yesus sendiri di Taman Getsemani, yaitu, “Terjadilah kehendak-Mu”. Namun kepasrahan ini adalah kepasrahan atas dasar iman yang teguh, yang percaya penuh bahwa Allah adalah Bapa kita yang Maha Baik, yang pasti memberikan yang terbaik bagi kita anak-anak-Nya. Keyakinan akan membuat kita tinggal dalam sikap kerendahan hati, bahwa jika permohonan kita dikabulkan, sungguh itu dapat terjadi karena kasih dan kebaikan Tuhan, dan bukan semata karena ‘usaha’ kita berdoa. Kita memang tetap perlu berdoa dan harus berdoa, tetapi kita selayaknya memahami bahwa pada akhirnya Tuhanlah yang menjawabnya karena kemurahan hati-Nya dan kebijaksanaan-Nya, dan bukan karena ‘kehebatan’ kita berdoa.

      Silakan jika Anda tertarik dengan topik doa, untuk membaca artikel seri tentang doa di situs ini:

      Apakah berdoa itu percuma, bagian 1
      Apakah berdoa itu percuma, bagian 2
      Apakah berdoa itu percuma, bagian 3
      Apakah berdoa itu percuma, bagian 4

      Itulah sebabnya, maka doa yang sempurna adalah doa Bapa Kami, sebagaimana pernah diulas di sini, silakan klik. Semoga kita dapat menghayatinya dan mendoakannya dengan lebih sungguh, sebagaimana diajarkan oleh Tuhan Yesus, dan sebagaimana dikehendaki oleh-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.