Pertanyaan:

Shalom,
untuk ibu Ingrid Listiati dan bapak Stefanus Tay yang terhormat, Terima Kasih.

mudah-mudahan tidak menjadi bosan, mohon penjelasannya lagi untuk 3 ayat berikut apakah ada pertaliannya.

Amsal [ Salomo ]
9:10 Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.

Mazmur [ Daud ]
27:4 Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya.

Injil Yohanes [ murid terkasih ]
17:3 Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.

Mengenal Yang Mahakudus [ dalam Amsal 9:10 ] apakah sama dengan [ = ] mengenal Yesus Kristus yang Engkau utus [ dalam Yohanes 17:3 ]

diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya. [mazmur 27:4 ] = [ apakah sama dg ] = Inilah hidup yang kekal itu [ Yohanes 17:3 ]

Mengenal Allah dan Mengenal Yesus Kristus secara terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari yang diperbaharui hari lepas hari menjadi kerinduan dan harapan hingga hidup yang kekal.

mohon tambahan penjelasan dan ulasan.

Salam Bahagia dan Damai Sejahtera.

hendro

Jawaban:

Shalom Hendro,

Pertama- tama harus kita ketahui dahulu bahwa apa yang disampaikan oleh Perjanjian Lama adalah merupakan semacam “gambaran samar- samar” akan apa yang akan digenapi di Perjanjian Baru. Maka Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

KGK 129     Jadi umat Kristen membaca Perjanjian Lama dalam terang Kristus yang telah wafat dan bangkit. Pembacaan tipologis ini menyingkapkan kekayaan Perjanjian Lama yang tidak terbatas. Tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa Perjanjian Lama memiliki nilai wahyu tersendiri yang Tuhan kita sendiri telah nyatakan tentangnya (lih. Mrk 12:29-31). Selain itu Perjanjian Baru juga perlu dibaca dalam cahaya Perjanjian Lama. Katekese perdana Kristen selalu menggunakan Perjanjian Lama (lih. 1 Kor 5:6-8; 10:1-11). Sesuai dengan sebuah semboyan lama Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama, sedangkan Perjanjian Lama tersingkap dalam Perjanjian Baru: “Novum in Vetere latet et in Novo Vetus patet” (Agustinus, Hept. 2,73) (lih. Dei verbum 16)

Prinsip ini dapat diterapkan dalam memahami hubungan antara ayat-ayat yang anda tanyakan tersebut, perihal “mengenal Tuhan”.

Ams 9: 10, mengatakan: “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.”
Di sini, Nabi Salomo mengajarkan bahwa hikmat kebijaksanaan dimulai dari pengetahuan akan Tuhan. Maka ia mengajarkan umat Israel untuk mematuhi kehendak Tuhan dengan memenuhi tugas-tugas religius yang disebutkan dalam Kitab Suci sebagai permulaan dari kebijaksanaan.

Namun pengetahuan akan kehendak Tuhan ini di Perjanjian baru diperjelas dengan ayat di Kol 1: 9- 14, di mana Rasul Paulus mengatakan bahwa dalam doanya kepada Allah ia meminta hikmat tersebut bagi jemaat di Kolose, “Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna…. Ia (Tuhan) telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih; di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa.” Jika kita telah mengetahui bahwa Tuhan Yesus telah diutus oleh Allah Bapa untuk menebus kita dan mengampuni dosa kita, maka selanjutnya, Rasul Paulus berkata bahwa kehendak Allah selanjutnya bagi kita adalah agar kita hidup kudus (lih. 1 Tes 4:3).

Rasul Paulus kemudian melanjutkan dengan menjelaskan tentang siapakah Kristus itu. “Ia  [Yesus] adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan…. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakanpendamaian oleh darah salib Kristus.” (Kol 1:15-20)

Di sini dapat dilihat bahwa apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus, juga merupakan pemenuhan dari apa yang samar-samar dikatakan oleh Raja Daud. “Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya (Mzm 27:4). Kemurahan Tuhan ditunjukkan dengan sempurna oleh dan di dalam Kristus yang telah mengorbankan Diri-Nya untuk menebus kita. Maka “diam di rumah Tuhan, memandang kemurahan-Nya dan menikmati bait-Nya”, itu sesungguhnya digenapi di dalam Kristus. Sebab dengan kepenuhan Allah yang diam di dalam-Nya (lih. Kol 1:19), maka jika kita bersatu dengan Kristus, kita tidak saja berdiam di rumah Tuhan, tetapi tinggal di dalam Dia. Persatuan kita dengan Tuhan Yesus ini, akan mencapai kesempurnaannya di surga kelak, sebab “kita akan melihat Dia [Kristus] dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” (1 Yoh 3:2), dan pada saat kita memandang Allah di dalam Kristus Putera-Nya (yang adalah Sang Hikmat dan Kebijaksanaan) itulah, maka kita sungguh mengenal Allah di dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.

Maka dengan demikian kita melihat benang merah dalam pengajaran Rasul Paulus dan Rasul Yohanes, bahwa pengenalan akan Allah -sebagai Allah satu-satunya yang benar, yang telah mengutus Yesus Putera-Nya untuk menebus kita- akan mengantar kita manusia kepada hidup yang kekal (lih. Yoh 17:3). Di hidup kita di dunia, kita hanya mengenal Allah dengan tidak sempurna, tetapi di surga kelak, kita akan mengenal Allah dengan sempurna, seperti kita sendiri dikenal oleh-Nya (lih. 1 Kor 13:12).

Marilah kita berjuang untuk semakin mengenal Allah dan kehendak-Nya dalam hidup kita, dan semoga Tuhan memampukan kita untuk melaksanakannya, agar dengan demikian kita beroleh hidup kekal bersama Tuhan seperti yang dijanjikan-Nya.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

7 COMMENTS

  1. Syalom, tim katolisitas, saya mohon bantuannya berkenaan dengan renungan kalender liturgi hari ini yang diambil dari Yeremia 17 5-10, di situ dikatakan, “Beginilah firman Tuhan: Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri dan yang hatinya jauh daripada Tuhan…”. Saya masih tidak mengerti apa yang dimaksud dengan mengandalkan kekuatan sendiri, setiap hari saya selalu bertanya dalam hati dan berdoa: Tuhan apakah yang harus saya perbuat,apakah yang harus saya lakukan…dan setiap harinya apa yang saya kerjakan dan putuskan saya ikuti seperti air yang mengalir..apakah itu termasuk mengandalkan kekuatan sendiri? Bagaimana saya mengetahui bahwa suatu keputusan yang saya buat tidak mengandalkan kekuatan saya sendiri?

    Terima kasih, Tuhan berkati.

    • Shalom Ignatius Harry,

      Terima kasih untuk pertanyaannya yang baik. Mengerti sepenuhnya kehendak Tuhan dalam kehidupan sehari-hari memang tidak mudah, demikian juga mengenai apakah kita sudah selalu mengandalkan Dia di dalam setiap langkah hidup kita. Semakin sering kita belajar mengenai Firman Tuhan dan mengenal jalan-jalan Tuhan melalui permenungan Firman-Nya dan doa harian yang setia, semakin dekat pula hati dan jiwa kita kepada Tuhan. Proses untuk mengenal dan mengerti jalan-jalan-Nya adalah proses pembelajaran yang berlangsung terus menerus sepanjang hidup.

      Sesungguhnya, Tuhan selalu dekat kepada kita setiap waktu, Ia sangat menyayangi kita dan senantiasa memberikan yang terbaik kepada kita, Ia pasti tidak akan meninggalkan kita kebingungan dan sendirian. Ia juga banyak sekali berkomunikasi dengan kita untuk memberi rahmat-Nya dalam berbagai peristiwa hidup sehari-hari dan lewat berbagai perjumpaan dengan sesama. Masalahnya adalah, kita yang tidak selalu mendekat kepada Dia, atau terlalu banyak dikelilingi suara-suara kebisingan dunia dan kesibukan kita serta berbagai persoalan hidup yang seringkali kita coba atasi sendiri, sehingga Tuhan yang selalu dekat dan selalu memelihara itu tidak selalu mampu kita sadari kehadiran dan cinta kekal-Nya.

      Sebagaimana seorang hamba yang mengamati terus bagaimana cara kerja tuannya dan terus belajar mengenali dan memenuhi kehendak tuannya, serta menghindari hal- hal yang tidak disukai oleh tuannya, demikianlah selayaknya kita berusaha untuk mengenali dan melaksanakan kehendak Tuhan dan menghindari segala dosa.

      Dalam ayat 5 tersebut ada tiga hal yang disebutkan Tuhan untuk dikutuk, yaitu sikap mengandalkan manusia, mengandalkan kekuatan sendiri, dan hatinya jauh dari Tuhan. Satu per satu kita cermati. Untuk memastikan bahwa kita tidak mengandalkan manusia, kita harus menjauhi segala ketergantungan kepada prakarsa manusia yang tidak dikehendaki oleh Tuhan, misalnya saja berhubungan dengan kekuatan kegelapan, perdukunan, peramal nasib, dan yang semacamnya. Kita bekerja dan saling berinteraksi dengan manusia dalam koridor yang diperkenankan Tuhan melalui ajaran Firman dan Gereja-Nya. Dalam hal kita menyesuaikan diri dengan hikmat Tuhan, (bukan hikmat/ pengetahuan manusia), adalah penting bagi kita untuk mempelajari apa yang menjadi ajaran/ perintah Tuhan. Bagi kita umat Katolik, hal ini jelas jika kita menempatkan perintah Tuhan sebagaimana diajarkan oleh Gereja Katolik, di atas kehendak sendiri.

      Selanjutnya adalah jangan mengandalkan kekuatan sendiri. Seringkali kita tidak sadar bahwa kita sudah terlalu banyak memutuskan segala sesuatu dengan cara-cara kita dan menurut apa yang kita anggap baik, padahal hikmat manusia sangat terbatas dan penuh kekurangan. Kita biasakan membawa ke hadapan Tuhan terlebih dahulu segala hal yang kita alami sehari-hari, dari yang terkecil, lalu mohonlah pertolongan Tuhan dan petunjuk-Nya untuk banyak pilihan dan keputusan yang ada sebelum kita mengambilnya.

      Yang ketiga adalah jangan sampai hati kita jauh dari Tuhan. Selain menggumuli Firman dan bertumbuh dalam kehidupan doa, seluruh sikap batin dan gerak-gerik hidup kita harus dilandaskan pada iman dan pengajaran dari Tuhan yang sudah kita gumuli setiap hari. Sehingga seluruh perbuatan kita merupakan cermin dari apa yang kita imani. Dalam usaha kita yang konsisten dan setia untuk menyerahkan segala sesuatu dalam terang Firman dan doa-doa penyerahan kepada-Nya, rahmat Tuhan pasti akan membantu kita dan menyertai kita sehingga terbentuk sikap dasar untuk terbiasa bergantung kepada Tuhan dalam segala hal. Semua itu bisa terjadi karena rahmat-Nya saja, yang kita syukuri dan perbarui lagi setiap hari.

      Namun juga tidak berarti kalau mengandalkan kekuatan Tuhan, lalu kita sebagai manusia boleh bermalas-malas atau kurang berusaha keras. Dalam hal ini kita perlu mengingat pengajaran St. Agustinus yang terkenal itu, yang kurang lebih demikian: “Lakukanlah segala sesuatu sebaik mungkin seolah-olah semuanya tergantung kepadamu, namun berdoalah dengan sebaik mungkin seolah-olah semuanya tergantung kepada Tuhan.”

      Indikator yang dapat kita pakai sebagai acuan apakah kita sudah berjalan bersama dan di dalam Tuhan adalah sembilan buah-buah Roh seperti yang tercantum di dalam Galatia 5:22-23a,” Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Ujilah selalu bahwa apa yang kita lakukan senantiasa menghasilkan buah-buah kebaikan itu dalam diri kita, dalam hati kita, dan terjadi pula dalam diri orang lain serta bisa dirasakan orang lain. Bila tidak, maka kemungkinan besar kita tidak bersama Tuhan. Maka pemeriksaan batin dan evaluasi di akhir hari juga harus menjadi suatu kebiasaan yang tidak boleh ditinggalkan.

      Dengan senantiasa melibatkan Tuhan dalam segala hal, kita berjalan selalu bersama Roh Kudus dan akan senantiasa dijauhkan dari kecenderungan untuk melukai hati Tuhan karena Roh Kudus terus berdiam di dalam kita. Kiranya Anda semakin bertumbuh dalam iman dan cinta yang teguh kepada-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan
      Triastuti dan Ingrid Listiati – katolisitas.org

      • Terima kasih ibu Triastuti dan ibu Inggrid atas penjelasannya, sangat membantu saya dalam proses pertumbuhan iman saya dalam berserah sepenuhnya kepada Tuhan.

        sekali lagi terima kasih
        Tuhan Yesus berkati.

Comments are closed.