Pernahkah kita mengamati seseorang yang sedang tidur nyenyak? Atau melihat foto Anda sendiri di kala mata Anda terpejam di dalam tidur yang lelap? Saat kita mengamati secara lebih cermat wajah seseorang saat ia tidur, apakah kesan paling kuat yang muncul di dalam hati kita? Bagi saya, perasaan paling kuat yang saya tangkap di ekspresi seseorang saat ia tidur, adalah perasaan damai. Kedamaian itu seringkali ikut menyusup di dalam hati, apalagi bila orang yang sedang tidur itu adalah orang yang kita sayangi, khususnya pasangan hidup, orangtua, atau anak-anak kita.

Ekspresi seseorang saat sedang tidur mungkin merupakan ekspresi paling alamiah dari manusia, ekspresi murni yang tidak terkontaminasi berbagai persoalan hidup yang memicu gejolak emosional kita sehari-hari. Eskpresi cerminan manusia dari hakekatnya yang utuh sejak ia diciptakan baik adanya sejak semula, tanpa terkontaminasi pengaruh-pengaruh karakter yang dibawanya dari  lahir. Misalnya orang yang berpembawaan judes, murung, atau sadis sekalipun, dalam keadaan tidur lelap, akan tetap tersirat ketenangan dan kedamaian, dua bekal yang pertama kali ia terima dari Pencipta Kehidupan ketika ia dibentuk di dalam rahim ibu yang mengandungnya.

Saya berpikir bahwa ekspresi Saul saat sedang tidur jugalah yang antara lain membuat Daud tidak membunuhnya di saat Daud menemukan orang yang selalu mengejar-ngejarnya itu, ada di depan matanya dalam keadaan tidur lelap dan tidak siaga sama sekali. Keadaan itu sempat disimpulkan Abisai sebagai bukti, bahwa musuh Daud sudah diserahkan Allah ke dalam tangan Daud untuk diakhiri hidupnya. Tetapi Daud menolak. Itu adalah untuk kedua kalinya Daud mendapat kesempatan untuk membunuh Saul, tetapi ia kembali membiarkannya hidup. Ketaatan Daud kepada Tuhan yang telah mengurapi Saul, membuat Daud tidak hendak membunuh Saul (lih. 1 Sam 26 : 7 – 11). Dan mungkin juga karena dilihatnya wajah Saul yang damai dan jauh dari kesan garang, di dalam tidurnya yang lelap. Kedamaian yang menimbulkan belas kasihan dan meredakan amarah.

Pernahkah kita memikirkan bahwa Tuhan mengasihi kita begitu indah dan sempurna, seolah-olah Ia selalu memandangi kita saat kita sedang tidur? Di mata-Nya, kita adalah anak-anak-Nya yang begitu lembut dan rapuh, selalu menghauskan damai (walau kita sendiri sering tak menyadarinya, bahkan merusak damai itu sendiri dengan ego-ego kita), dan yang membutuhkan pertolongan setiap saat. Hati-Nya luluh setiap kali Ia memandang kita. Walaupun Dia tahu dan melihat betapa banyaknya pelanggaran-pelanggaran kita, betapa sukarnya mengubah kebiasaan-kebiasaan kita yang jelek dan menyedihkan hati-Nya, atau betapa egois dan tidak perdulinya kita kepada sesama manusia. Tuhan mempunyai mata yang kekal yang dapat melihat manusia dalam keadaannya yang paling murni sejak awal ia diciptakan, keadaan damai seperti saat ia sedang tidur. Diciptakan baik sejak semula. Dan Tuhan tahu, betapapun kerasnya hati manusia akibat tempaan hidup, namun kelembutan dan kedamaian di awal kehidupan manusia di saat Tuhan pertama kali membentuknya, tidak pernah hilang, betapapun sedikitnya.

Tuhan menciptakan Hawa sebagai penolong dan teman bagi manusia pertama, Adam, ketika ia sedang tidur (lih. Kej 2 : 21). Pada saat itu, tentulah Adam pun tampak begitu damai, dan tidak berdaya, dan belas kasihan Allah begitu besar saat Ia menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Mungkin itu pula sebabnya mengapa wanita pada umumnya dikenal mempunyai hati yang lembut dan penuh belas kasihan, karena wanita diciptakan Tuhan dalam keadaan yang penuh cinta dan belas kasihan kepada manusia.

Bagaimana jika dalam saat-saat penuh konflik dengan sesama, kita meluangkan waktu untuk memandang sesama kita, seolah-olah kita melihat mereka dalam keadaan tidur, penuh damai dan kepasrahan? Mampukah itu menolong kita untuk memaklumi dan mengampuni orang-orang yang sikapnya begitu menjengkelkan kita, orang-orang yang berbeda pandangan dengan kita, orang-orang yang telah melukai kita, orang-orang yang cuek kepada kita?  Dapatkah itu mengingatkan kita bahwa orang-orang itu juga dicintai Allah? Menyadari bahwa pada awal mula ia diciptakan, ia begitu damai dan tak berdaya, dan bahwa proses-proses kehidupan atau perjumpaannya dengan berbagai pengalaman pahitlah yang mungkin telah menggerusnya begitu rupa, sehingga ia menjadi orang yang nampaknya begitu sulit dan menjengkelkan kita. Ya, seperti yang kita baca dalam perumpamaan tentang pengampunan, yang diajarkan sendiri oleh Yesus, yaitu jika Tuhan sudah begitu mengasihi saya, melimpahi saya dengan begitu banyak berkat kehidupan setiap saat, dan mengampuni saya setiap kali saya datang kepadaNya untuk bertobat, apakah saya masih tega untuk setiap kali menghakimi sesama saya, melupakan kebutuhan dan ketidakberdayaan mereka, atau bersikukuh tidak ingin mengampuni orang-orang yang sudah bersalah kepada saya dan mengacuhkan saya? Sementara mereka pun masih bergumul dengan berbagai masalah hidup yang kompleks, termasuk upaya-upaya pengendalian diri yang masih sering gagal, seperti juga saya?

Pasangan suami isteri yang sedang bersitegang hingga dibawa tidur, mungkin dapat mencoba meredakan amarah atau kecewa kepada pasangannya bukan dengan cara memunggunginya, tetapi justru berbaliklah padanya, tinggalkanlah sejenak segenap kemarahan dan kekecewaan. Pandanglah wajahnya dalam tidurnya. Mungkin di tengah guratan kelelahan di wajahnya, ada secercah damai yang diberikan Tuhan dalam hatinya dan yang tidak dapat diambil oleh apapun juga. Dan rasakanlah itu memenuhi hati kita juga. Tuhan sangat mengasihi dia, sebagaimana Dia mengasihi saya dan Anda. Atau ketika anak-anak kita terasa sangat menjengkelkan kita pada hari itu, tataplah wajah mereka di peraduan mereka di akhir hari, dan di wajah-wajah itu, mungkin kita akan menemukan cerminan belas kasih Allah yang melampaui segala keterbatasan kita, yang juga selalu menolong kita. Dan Dia memanggil kita untuk juga selalu memandang jiwa sesama kita dengan penuh kasih yang tulus dan belas kasihan. Sambil mengakhiri hari dengan doa mohon belas kasihan Allah, kita pun mohon agar Tuhan menyentuh hati kita dengan damai-Nya, sehingga semua beban kekesalan, kebencian, dan kegelisahan kita kepada sesama, larut dalam lautan belas kasih Allah yang sempurna.

Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. (Kol 3 : 12 – 15)

 

Berbaliklah, cermatilah, ….lalu kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan..!

Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! (Mazmur 34 : 8). Kiranya Tuhan menyertai kita. (triastuti)

9 COMMENTS

  1. Salam hangat.. aku sudah lama jauh dari orang tua, sekitar 11tahun, dan selama itu aku gak begitu kangen sama mereka, ga seperti teman2, seminggu aja ga telepon sudah kangen banget. Aku juga bingung ada apa denganku, padahal hubunganku sama ortu baik2 aja, pernah suatu saat bapakku maen ke Denpasar (tempat aku berada) dan aku ditelpon biar dapet ketemuan, tapi aku malah ga mau ketemuan, alasanku karena aku belum siap. Bapakku marah2 dan aku matiin telponnya. Kadang kalo lagi sendiri aku suka bertanya ma diriku sendiri;ada apa denganku? Kenapa sifatku jelek banget? Apakah aku terlahir ga punya perasaan? Tapi kalo ngeliat pengemis aku suka iba kok dan aku sering memberi mereka sedekah. Nah kalo sama ortu kok aku ga iba atau kangen padahal mereka sudah nangis2 mohon pengen aku pulang? Apakah karena aku terlalu lama hidup sendiri (kalo lagi sedih, susah, sakit, senang slalu ku nikmati sendiri) sehingga aku ngerasa ga butuh orang lain dalam hidupku? Tolong sarannya..

    • Shalom Eflin,

      Bolehkah sebelum saya menanggapi sharing Anda, saya menanyakan beberapa hal ini. Walaupun merasa hubungan Anda dengan orangtua baik-baik saja, jika Anda merenungkan kembali masa-masa hidup Anda bersama orangtua, apakah Anda pernah mempunyai kenangan masa kecil yang kurang menyenangkan dengan kedua orangtua Anda atau dengan saudara yang lain dalam keluarga, atau pernah mempunyai pengalaman pahit yang membekas sehingga meninggalkan luka batin yang belum tersembuhkan? Kalau memang ada, maka hal-hal itu sebaiknya didamaikan dahulu, melalui rekonsiliasi keluarga dengan niat hati untuk saling terbuka dan saling memaafkan antara anggota keluarga, dan akan sangat baik bila dapat dibantu dengan doa sekeluarga, menerima Sakramen Pengakuan Dosa dan perayaan Ekaristi. Baik juga bila bisa bersama-sama mengikuti retret keluarga misalnya retret luka batin dan yang semacamnya.

      Namun bila memang tidak ada sesuatu gangguan yang serius dalam relasi Anda dengan orangtua, adakah hal-hal yang tampaknya kecil tetapi terasa mengganggu kedekatan dengan orangtua, misalnya apakah ada kebijakan-kebijakan orangtua yang tidak sesuai dengan kata hati Anda? Apapun hasil dari permenungan Anda, relasi dengan orangtua memang selayaknya diperhatikan dan dipelihara agar tetap harmonis, penuh kasih dan pengertian, dan kita membuka diri untuk selalu siap menolong dan berbakti kepada mereka di saat mereka membutuhkan, karena memang itu yang dikehendaki Tuhan dari kita sebagai anak, yang telah dilahirkan, dibesarkan, dan didampingi dalam segala hal berkat kasih dan pengorbanan orangtua. Maka usaha Anda untuk bertanya mencari saran karena merasa hubungan Anda dengan orangtua tidak dekat, adalah usaha yang patut dihargai. Saya percaya bahwa Tuhan jugalah yang telah mengusik hati Anda secara lembut untuk mempunyai relasi yang lebih dekat dengan kedua orangtua Anda.

      Adalah berguna juga untuk selalu ingat bahwa orangtua Anda adalah pasangan yang telah dipilih Tuhan untuk menjadi pasangan yang melahirkan Anda ke dunia, membimbing Anda hingga dapat terpenuhi semua kebutuhan jasmani dan rohani, serta mendampingi Anda menapaki kehidupan yang kompleks ini hingga Anda dewasa. Tentu tak terhitung semua pengorbanan tenaga, waktu, biaya, kepentingan, dan cinta yang tercurah, untuk membuat Anda menjadi manusia yang dewasa seutuhnya. Tak pelak lagi, orangtua adalah wujud paling nyata dari cinta dan pemeliharaan Tuhan kepada kita. Itulah sebabnya dalam kesepuluh perintah Allah (lih. Kel 20:1-17), penghormatan kepada orangtua menempati urutan pertama dalam perintah- perintah untuk mengasihi sesama (Perintah ke- 1 s/d 3 adalah perintah untuk mengasihi Tuhan; sedangkan perintah ke-4 s/d 10 adalah untuk mengasihi sesama). Dengan demikian, jika kita ingin melaksanakan perintah Tuhan dengan mengasihi sesama, seharusnya yang pertama-tama harus dikasihi sebagai sesama kita adalah orang tua kita. Sebab jika kita tidak bisa mengasihi orang tua yang kelihatan, dan yang telah berjasa menyalurkan kehidupan kepada kita; bagaimanakah kita bisa mengatakan bahwa kita mengasihi Allah Bapa yang tidak kelihatan dan yang memberikan hidup kekal kepada kita?

      Maka, berdoalah kepada Tuhan mohon rahmat-Nya untuk membuka hati Anda bagi orangtua Anda, sehingga Anda dapat mengasihi mereka sebagaimana adanya, mengampuni kesalahan-kesalahan mereka di masa yang lalu kalau itu ada, karena mereka juga adalah manusia biasa yang mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Berdoalah juga agar Tuhan menumbuhkan kerinduan yang tulus kepada mereka, dan menyiapkan Anda untuk menjadi penuh kerelaan memberikan perhatian, bantuan, kasih, waktu, serta tenaga Anda bagi kedua orangtua terutama di saat-saat mereka membutuhkannya. Mohonlah dengan rendah hati kekuatan Roh Kudus untuk mengubah hati Anda, karena memang hanya Tuhan yang sanggup mengubah hati manusia menjadi hati yang penuh cinta kasih dan kelembutan. Dan saya percaya Tuhan pasti memenuhi-Nya dengan berkelimpahan.

      Doa berikut ini dapat menjadi salah satu alternatif untuk mendoakan orangtua kita:

      Doa Untuk Orangtua
      Puji syukur 1992, No. 161

      Ya Allah, Bapa yang penuh kasih sayang, kami bersyukur kepada-Mu atas orangtua kami. Lewat mereka Engkau telah menciptakan kami. Melalui kasih sayang mereka, Engkau menyayangi kami. Mereka mendidik, mendampingi, dan menuntun kami. Mereka membesarkan kami dan menjadi sahabat kami.

      Berkatilah mereka senantiasa. Berilah mereka kesabaran. Terangilah akal budi mereka supaya mereka selalu bertindak bijaksana. Berilah mereka kesehatan agar tetap mampu menjalankan tugas mereka sebagai pembina keluarga. Berilah rezeki secukupnya untuk kami semua; dan hindarkanlah orangtua kami dari mara bahaya. Sempurnakanlah kasih mereka satu sama lain, sehingga mereka dapat menjaga kelestarian perkawinan, dan tetap setia pada janji perkawinan mereka.

      Semoga mereka dapat menjalankan tugas dengan baik bagi Gereja, masyarakat, dan keluarga. Buatlah keluarga kami menjadi Gereja kecil yang selalu mengasihi-Mu dan mengasihi Yesus, Putra-Mu.

      Kami mohon pula berkat-Mu untuk semua orangtua, yang dengan rela dan penuh tanggung jawab telah menjalankan tugas selaku orangtua atas anak-anak mereka. Semoga pengorbanan mereka tidak sia-sia. Bila mereka menghadapi kesulitan dan tantangan, sudilah Engkau menunjukkan jalan keluar yang diperlukan. Jangan biarkan mereka merana karena kegetiran hidup.

      Kami berdoa pula bagi para orangtua yang sering dilupakan oleh anak-anak mereka. Sudilah Engkau menghibur dan menguatkan hati mereka. Teristimewa kami berdoa bagi para orangtua yang merasa gagal dalam membangun keluarga dan mendidik anak-anak. Semoga kepedihan ini tidak membuat mereka putus asa, tetapi semakin menyadarkan mereka untuk senantiasa bersandar pada-Mu.

      Bapa, semua permohonan ini kami unjukkan kepada-Mu demi Yesus Kristus Putra-Mu, yang menjadi teladan kami dalam menghormati dan mengasihi orangtua. Dialah pengantara kami untuk selama-lamanya. Amin.

      Semoga sharing ini berguna bagi Anda, kiranya Tuhan memberkati usaha Anda.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Triastuti – katolisitas.org

      • Makasih buat mbak Caecilia..

        ibuku baik, bapakku juga baik (tp dulu agak pemarah, sekarang mungkin nggak). Mungkin aku yg salah memilih jalan hidupku. Semua aku tinggalin, sekolah juga gak selesai, ini demi satu tujuan, menuruti kata hati ke mana pun dia membawaku. Dan aku akan bahagia, menurut versiku sendiri.
        Nah sekarang setelah semua kata hati aku turuti aku memang bahagia tapi kebahagiaan semu, cuma bertahan beberapa saat saja.
        Aneh…setelah semua aku tinggalin (kluarga, temen2) ini yang ku dapat..

        hai Mbak ajari aku bagaimana cara biar aku bisa melakukan sesuatu hal, apapun itu dengan hati tulus.
        Moga hari2mu bahagia..dahhh

        • Shalom Eflin,

          Terima kasih juga untuk keterbukaan hati Anda dan untuk pertanyaan Anda lebih lanjut. Membaca kisah singkat hidup Anda, mengikuti kata hati dan melangkah menurut hikmat Anda pribadi pada awalnya memberikan Anda perasaan bebas yang membahagiakan. Namun sebuah pelajaran yang berharga telah Anda dapatkan, bahwa ternyata semata-mata mengikuti hikmat diri sendiri tidak selamanya membawa kepada kebahagiaan yang sejati. Mungkin keputusan yang telah Anda ambil seorang diri dalam berbagai hal penting selama kurun waktu yang lama itu pula yang membuat Anda tidak merasa memerlukan keterlibatan yang terlalu banyak dari teman dan keluarga termasuk dan khususnya dari orangtua Anda sendiri. Anda merasa segala sesuatunya bisa berjalan baik seorang diri dan nyaman dengan diri sendiri.

          Namun bahwa kemudian kini Anda merasa terusik oleh kenyataan terhambatnya dan tidak manisnya relasi dengan orangtua, ini merupakan semacam ‘wake-up call’ dan sesungguhnya, adalah sesuatu yang baik, karena Anda merasa ada sesuatu yang harus diperbaiki. Mungkin Tuhan telah menggunakan usikan itu untuk menyempurnakan jalan hidup Anda bersama keluarga. Bila Anda memanfaatkan / menanggapi kegelisahan itu di dalam terang kasih Allah, maka Anda merespon keresahan itu dengan tepat dan dengan seharusnya, yang memungkinkan Anda mengalami pembaharuan dalam relasi dengan keluarga khususnya orangtua, meraih kembali hidup yang berkelimpahan, sesuai yang selalu Tuhan inginkan untuk dialami dengan sukacita oleh anak-anak-Nya, baik di dalam perjalanan hidup di dunia ini maupun kelak di dalam kekekalan bersama-Nya. Pengalaman menjadi guru yang terbaik hanya bila kita merespon dengan tepat dalam merefleksikan pelajaran hidup itu untuk membuat kita selangkah lebih maju dan menjadi lebih bijaksana, dan pertanyaan Anda menunjukkan bahwa Anda sudah di jalur yang benar .

          Mengenai belajar untuk memiliki hati yang tulus dalam segala hal, menurut hemat saya, jalan yang paling baik adalah dengan belajar dari pribadi Yesus Kristus, Tuhan kita. Sulit untuk mencari atau bahkan membayangkan ada figur yang lain di dunia ini, yang dapat mengajarkan saya teladan ketulusan hati yang tidak ada duanya seperti yang ditunjukkan oleh Yesus dalam menjalani penderitaan dan wafat-Nya di kayu salib. Maka, dengan sering merenungkan penderitaan Kristus misalnya melalui doa jalan salib, doa rosario, doa St. Brigitta, melalui merenungkan Firman Tuhan setiap hari, serta mengikuti perayaan Ekaristi harian, dapat membuat kita selalu “tune-in” dengan teladan ketulusan hati-Nya. Sebab Ia rela menderita bagi kita, demi kebaikan dan keselamatan kita semua, bahkan pada saat kita semua masih berdosa dan tidak menunjukkan bakti dan kasih kita kepada Tuhan. Sungguh benarlah yang dikatakan oleh Rasul Paulus, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. ” (Rom 5 : 8)

          Bila kita membiarkan cinta-Nya memenuhi hati kita, maka cinta Tuhan akan mengubah kita, mengisi hati kita dengan kasih dan kerinduan untuk memikirkan kebaikan dan kebahagiaan orang lain tanpa terlalu memperdulikan kepentingan diri sendiri. Pada saat itulah ketulusan hati itu mulai kita miliki. Selanjutnya bagi mereka yang membiarkan diri disentuh dan diubahkan oleh cinta kasih Allah, tidak ada yang terlalu sulit. Termasuk saat kita diminta untuk mengampuni, berkorban, atau mengalah bagi sesama. Kita akan menyukai hukum-hukum-Nya dan rindu untuk menyenangkan hati-Nya.

          Mohonlah selalu rahmat ketulusan dari Tuhan, yang selalu rindu untuk memenuhi hati kita dengan hikmat kasih yang sejati. Lalu sambil senantiasa berdoa dan belajar dari Tuhan Yesus, Anda dapat mulai berinisiatif untuk memperbaharui relasi dengan orangtua. Silahkan melakukan hal-hal yang selama ini jarang Anda lakukan untuk menunjukkan kasih dan bakti Anda kepada orangtua, walaupun mungkin tanpa disadari, selama ini sebenarnya hati Anda sudah lama ingin melakukannya. Misalnya menulis surat, pulang ke rumah orangtua selama beberapa waktu, mengirimkan hadiah atau makanan kesukaan mereka, mengundang mereka berkunjung ke tempat Anda, atau menawarkan untuk berlibur bersama ke tempat-tempat yang indah. Teriring doa saya kiranya Tuhan Yesus senantiasa menyertai perjalanan iman dan kasih Anda, membuat jadi segar dan baru relasi Anda dengan kedua orangtua, di mana semua pihak dapat merasakan buahnya yang nyata dan mengalami damai sejahtera yang sejati.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Triastuti – katolisitas.org

          • Untuk mbak Triastuti, makasih yaaa..

            Mungkin akan sulit untuk memulainya, tapi kata hatiku aku harus coba.
            Hmmmm..melakukan segala hal dgn tulus, kedengarannya gampang tapi ngelakuinnya susah banget. Lebih mudah bagiku berendam 5 jam di danau beratan (bedugul) daripada harus hidup dgn penuh ketulusan.
            Sampe segitunya kah? Iya, itulah aku sekarang. Apakah lingkungan ikut mempengaruhi hidupku yg sekarang?? Ahh tapi ga baik mencari alasan untuk membenarkan diri. Kiranya ada doa untukku hari ini..
            Apakah bener, banyak menabur, banyak menuai. Banyak memberi, banyak menerima? Kalo iya, kenapa banyak orang mengabaikannya? (termasuk aku)

          • Shalom Eflin,

            Sangat baik bahwa kata hati Anda mengajak Anda untuk mencoba. Rasanya jika berpikir bahwa sesuatu itu akan sulit, maka kesulitan itu seakan-akan sudah menjadi kenyataan sebelum ia benar-benar terjadi. Maka sebaiknya Anda mulai dan terus mencoba sambil senantiasa berpegang kepada rahmat Tuhan. Lupakanlah mengenai kesulitan. Bersama Tuhan yang selalu menyertai dan memberi kekuatan, tidak ada yang terlalu sulit untuk hidup mengikuti jalan-jalan-Nya yang memberi kedamaian sejati. Niat Anda akan membuat Tuhan semakin rindu untuk melengkapi Anda dengan lebih lagi. Sebenarnya, melalui rahmat pembaptisan dan kuasa penebusan Kristus, kita sudah diperlengkapi untuk hidup berkelimpahan di dalam Tuhan dan mampu mengendalikan ego-ego kita, asalkan kita mau merendahkan diri untuk selalu bergantung kepada Allah.

            Di saat Tuhan menggerakkan hati kita untuk banyak memberi dan menabur, motivasi kita dalam melakukannya menjadi semata demi menyenangkan hati Tuhan dan demi kebaikan sesama. Kita bahagia karena memberi, walau tanpa ada balasan apa-apa. Kegiatan memberi itu sendiri karena kasih kita kepada Tuhan, sudah memberikan kita sukacita. Sehingga kita tidak merindukan supaya menerima kembali sama banyak atau menuai dengan hasil yang seperti kita bayangkan saat menabur. Hanya motivasi yang dilandasi oleh kasih kepada Tuhan yang akan memberikan damai sejahtera yang sejati dalam hal kita memberi dan menabur, bahkan seandainya secara mata duniawi, kita tidak menerima apa-apa sebagai balasannya atau mungkin justru menerima celaan. Karena motivasi kita adalah pertama-tama sebagai tanda cinta kepada Tuhan, yang sudah lebih dulu mencintai kita dengan limpah sejak semula. Hal itu merupakan sebuah latihan/ujian ketulusan hati yang amat baik. Motivasi-motivasi lain dalam memberi, termasuk supaya mendapat balasan atau menerima kembali sama banyak, tidak membuat kita merasakan sukacita dan damai sejahtera yang sesungguhnya. Mungkin hal itu yang menyebabkan kadang-kadang tidak banyak orang memberi dan menabur, karena bukan didasari oleh motivasi yang tulus demi kasih kepada Tuhan, melainkan demi memperoleh kesenangan/kepentingan pribadi, dan di saat hal itu tidak terjadi, orang lantas berhenti memberi. (Memberi dalam hal ini tidak hanya terbatas pada memberi materi, melainkan juga memberi waktu, tenaga, perhatian, talenta, dan kasih kita).

            Berikut ini saya mencoba menuliskan sebuah doa bagi Eflin untuk memohon rahmat ketulusan hati dari Tuhan. Tentu Anda juga dapat mengungkapkan doa menurut kata hati Anda sendiri bila hal itu lebih terasa sesuai bagi Anda.

            Allah Bapa Yang Maha Menyelami, Engkau mengetahui semua gerak kegelisahan batinku. Kupersembahkan kepada-Mu, kerinduan hatiku untuk memperoleh rahmat ketulusan di dalam setiap langkah hidupku. Khususnya di dalam menjalin relasi dengan kedua orangtua, saudara-saudara dan sesamaku. Aku bersyukur atas teladan pengorbanan Yesus Kristus, Putera-Mu, di atas kayu salib. Ketulusan hati-Nya dalam menaati-Mu dan cinta-Nya kepadaku, membuat Ia mampu bertahan dalam penderitaan-Nya dan bangkit mengalahkan maut. Ajarilah aku untuk menyerap teladan ketulusan hatiMu ya Yesus, supaya aku beroleh sukacita sejati dalam memperjuangkan kebaikan dan kebahagiaan orang lain, khususnya kedua orangtua yang telah melahirkan dan membesarkanku, demi cinta-Mu kepadaku, dan demi cintaku kepada-Mu. Bahkan sekalipun aku tidak mendapatkan balasan apapun secara mata manusiawiku. Karena ganjaran yang sejati dan yang terindah adalah bahwa aku dapat membalas cintakasih-Mu kepadaku dan terus menerus menyatakan cinta dan terima kasihku atas kasih setia-Mu dan penyelenggaraan-Mu dalam hidupku. Semua ini kumohon dengan perantaraan kasih dan doa Bunda Maria yang kudus, di dalam nama Yesus Kristus Tuhan dan Juruselamatku, amin.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Triastuti – katolisitas.org

          • Shalom mbak Caecilia,

            aku mulai menghafal saran doa dari Mbak ni (walau loading-ku agak lambat,heheeee)
            makasih buat semuanya..

            Kemaren aku ke gereja katedral (namanya Misa ya?)
            Gerejanya bagus banget..,dalam ibadah itu ada dibagikan roti (tubuh Kristus) aku juga ikut ambil, salahkah? Karena aku bukan Katholik. Niatku ke sana cuma ingin tau, apa dan bagaimana sih Katholik itu.

            Sampe sekarang aku juga bingung, apa yg membedakan Katholik dan Protestan. Kalo aku sih semua gereja sama, gereja Advent juga aku pernah masuk, karena menurutku, aku adalah Kristen dan aku bebas mau masuk gereja manapun. Mbak salahkah?

            [dari Katolisitas: Eflin, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda, silahkan membaca artikel-artikel ini: Apakah Perbedaan Teologi Katolik dan Teologi Protestan, klik di sini. Perjamuan Kudus di Gereja Protestan, klik di sini. Beda Baptis Protestan dan Katolik dan Hal Perjamuan Kudus, klik di sini. Mengapa Kita Memilih Gereja Katolik, klik di sini]

  2. Saya senang sekali dengan membaca renungan2 yang ada karena bisa menambah pengetahuan dan boleh dibagikan kepada umat yg ada. Saya juga bisa belajar dari isi renungan yang ada.
    Trima kasih

  3. ketika membaca separuh dari renungan ini, tanpa sadar air mataku menetes, teringat akan orang2 yang telah menyusahkan/menjengkelkan pada masa lalu. dalam hati aku jadi kasihan kepadanya.

Comments are closed.