Pernahkah kita mengamati seseorang yang sedang tidur nyenyak? Atau melihat foto Anda sendiri di kala mata Anda terpejam di dalam tidur yang lelap? Saat kita mengamati secara lebih cermat wajah seseorang saat ia tidur, apakah kesan paling kuat yang muncul di dalam hati kita? Bagi saya, perasaan paling kuat yang saya tangkap di ekspresi seseorang saat ia tidur, adalah perasaan damai. Kedamaian itu seringkali ikut menyusup di dalam hati, apalagi bila orang yang sedang tidur itu adalah orang yang kita sayangi, khususnya pasangan hidup, orangtua, atau anak-anak kita.
Ekspresi seseorang saat sedang tidur mungkin merupakan ekspresi paling alamiah dari manusia, ekspresi murni yang tidak terkontaminasi berbagai persoalan hidup yang memicu gejolak emosional kita sehari-hari. Eskpresi cerminan manusia dari hakekatnya yang utuh sejak ia diciptakan baik adanya sejak semula, tanpa terkontaminasi pengaruh-pengaruh karakter yang dibawanya dari lahir. Misalnya orang yang berpembawaan judes, murung, atau sadis sekalipun, dalam keadaan tidur lelap, akan tetap tersirat ketenangan dan kedamaian, dua bekal yang pertama kali ia terima dari Pencipta Kehidupan ketika ia dibentuk di dalam rahim ibu yang mengandungnya.
Saya berpikir bahwa ekspresi Saul saat sedang tidur jugalah yang antara lain membuat Daud tidak membunuhnya di saat Daud menemukan orang yang selalu mengejar-ngejarnya itu, ada di depan matanya dalam keadaan tidur lelap dan tidak siaga sama sekali. Keadaan itu sempat disimpulkan Abisai sebagai bukti, bahwa musuh Daud sudah diserahkan Allah ke dalam tangan Daud untuk diakhiri hidupnya. Tetapi Daud menolak. Itu adalah untuk kedua kalinya Daud mendapat kesempatan untuk membunuh Saul, tetapi ia kembali membiarkannya hidup. Ketaatan Daud kepada Tuhan yang telah mengurapi Saul, membuat Daud tidak hendak membunuh Saul (lih. 1 Sam 26 : 7 – 11). Dan mungkin juga karena dilihatnya wajah Saul yang damai dan jauh dari kesan garang, di dalam tidurnya yang lelap. Kedamaian yang menimbulkan belas kasihan dan meredakan amarah.
Pernahkah kita memikirkan bahwa Tuhan mengasihi kita begitu indah dan sempurna, seolah-olah Ia selalu memandangi kita saat kita sedang tidur? Di mata-Nya, kita adalah anak-anak-Nya yang begitu lembut dan rapuh, selalu menghauskan damai (walau kita sendiri sering tak menyadarinya, bahkan merusak damai itu sendiri dengan ego-ego kita), dan yang membutuhkan pertolongan setiap saat. Hati-Nya luluh setiap kali Ia memandang kita. Walaupun Dia tahu dan melihat betapa banyaknya pelanggaran-pelanggaran kita, betapa sukarnya mengubah kebiasaan-kebiasaan kita yang jelek dan menyedihkan hati-Nya, atau betapa egois dan tidak perdulinya kita kepada sesama manusia. Tuhan mempunyai mata yang kekal yang dapat melihat manusia dalam keadaannya yang paling murni sejak awal ia diciptakan, keadaan damai seperti saat ia sedang tidur. Diciptakan baik sejak semula. Dan Tuhan tahu, betapapun kerasnya hati manusia akibat tempaan hidup, namun kelembutan dan kedamaian di awal kehidupan manusia di saat Tuhan pertama kali membentuknya, tidak pernah hilang, betapapun sedikitnya.
Tuhan menciptakan Hawa sebagai penolong dan teman bagi manusia pertama, Adam, ketika ia sedang tidur (lih. Kej 2 : 21). Pada saat itu, tentulah Adam pun tampak begitu damai, dan tidak berdaya, dan belas kasihan Allah begitu besar saat Ia menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Mungkin itu pula sebabnya mengapa wanita pada umumnya dikenal mempunyai hati yang lembut dan penuh belas kasihan, karena wanita diciptakan Tuhan dalam keadaan yang penuh cinta dan belas kasihan kepada manusia.
Bagaimana jika dalam saat-saat penuh konflik dengan sesama, kita meluangkan waktu untuk memandang sesama kita, seolah-olah kita melihat mereka dalam keadaan tidur, penuh damai dan kepasrahan? Mampukah itu menolong kita untuk memaklumi dan mengampuni orang-orang yang sikapnya begitu menjengkelkan kita, orang-orang yang berbeda pandangan dengan kita, orang-orang yang telah melukai kita, orang-orang yang cuek kepada kita? Dapatkah itu mengingatkan kita bahwa orang-orang itu juga dicintai Allah? Menyadari bahwa pada awal mula ia diciptakan, ia begitu damai dan tak berdaya, dan bahwa proses-proses kehidupan atau perjumpaannya dengan berbagai pengalaman pahitlah yang mungkin telah menggerusnya begitu rupa, sehingga ia menjadi orang yang nampaknya begitu sulit dan menjengkelkan kita. Ya, seperti yang kita baca dalam perumpamaan tentang pengampunan, yang diajarkan sendiri oleh Yesus, yaitu jika Tuhan sudah begitu mengasihi saya, melimpahi saya dengan begitu banyak berkat kehidupan setiap saat, dan mengampuni saya setiap kali saya datang kepadaNya untuk bertobat, apakah saya masih tega untuk setiap kali menghakimi sesama saya, melupakan kebutuhan dan ketidakberdayaan mereka, atau bersikukuh tidak ingin mengampuni orang-orang yang sudah bersalah kepada saya dan mengacuhkan saya? Sementara mereka pun masih bergumul dengan berbagai masalah hidup yang kompleks, termasuk upaya-upaya pengendalian diri yang masih sering gagal, seperti juga saya?
Pasangan suami isteri yang sedang bersitegang hingga dibawa tidur, mungkin dapat mencoba meredakan amarah atau kecewa kepada pasangannya bukan dengan cara memunggunginya, tetapi justru berbaliklah padanya, tinggalkanlah sejenak segenap kemarahan dan kekecewaan. Pandanglah wajahnya dalam tidurnya. Mungkin di tengah guratan kelelahan di wajahnya, ada secercah damai yang diberikan Tuhan dalam hatinya dan yang tidak dapat diambil oleh apapun juga. Dan rasakanlah itu memenuhi hati kita juga. Tuhan sangat mengasihi dia, sebagaimana Dia mengasihi saya dan Anda. Atau ketika anak-anak kita terasa sangat menjengkelkan kita pada hari itu, tataplah wajah mereka di peraduan mereka di akhir hari, dan di wajah-wajah itu, mungkin kita akan menemukan cerminan belas kasih Allah yang melampaui segala keterbatasan kita, yang juga selalu menolong kita. Dan Dia memanggil kita untuk juga selalu memandang jiwa sesama kita dengan penuh kasih yang tulus dan belas kasihan. Sambil mengakhiri hari dengan doa mohon belas kasihan Allah, kita pun mohon agar Tuhan menyentuh hati kita dengan damai-Nya, sehingga semua beban kekesalan, kebencian, dan kegelisahan kita kepada sesama, larut dalam lautan belas kasih Allah yang sempurna.
Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. (Kol 3 : 12 – 15)
Berbaliklah, cermatilah, ….lalu kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan..!
Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! (Mazmur 34 : 8). Kiranya Tuhan menyertai kita. (triastuti)
Salam hangat.. aku sudah lama jauh dari orang tua, sekitar 11tahun, dan selama itu aku gak begitu kangen sama mereka, ga seperti teman2, seminggu aja ga telepon sudah kangen banget. Aku juga bingung ada apa denganku, padahal hubunganku sama ortu baik2 aja, pernah suatu saat bapakku maen ke Denpasar (tempat aku berada) dan aku ditelpon biar dapet ketemuan, tapi aku malah ga mau ketemuan, alasanku karena aku belum siap. Bapakku marah2 dan aku matiin telponnya. Kadang kalo lagi sendiri aku suka bertanya ma diriku sendiri;ada apa denganku? Kenapa sifatku jelek banget? Apakah aku terlahir ga punya perasaan? Tapi kalo ngeliat… Read more »
Shalom Eflin, Bolehkah sebelum saya menanggapi sharing Anda, saya menanyakan beberapa hal ini. Walaupun merasa hubungan Anda dengan orangtua baik-baik saja, jika Anda merenungkan kembali masa-masa hidup Anda bersama orangtua, apakah Anda pernah mempunyai kenangan masa kecil yang kurang menyenangkan dengan kedua orangtua Anda atau dengan saudara yang lain dalam keluarga, atau pernah mempunyai pengalaman pahit yang membekas sehingga meninggalkan luka batin yang belum tersembuhkan? Kalau memang ada, maka hal-hal itu sebaiknya didamaikan dahulu, melalui rekonsiliasi keluarga dengan niat hati untuk saling terbuka dan saling memaafkan antara anggota keluarga, dan akan sangat baik bila dapat dibantu dengan doa sekeluarga, menerima… Read more »
Makasih buat mbak Caecilia..
ibuku baik, bapakku juga baik (tp dulu agak pemarah, sekarang mungkin nggak). Mungkin aku yg salah memilih jalan hidupku. Semua aku tinggalin, sekolah juga gak selesai, ini demi satu tujuan, menuruti kata hati ke mana pun dia membawaku. Dan aku akan bahagia, menurut versiku sendiri.
Nah sekarang setelah semua kata hati aku turuti aku memang bahagia tapi kebahagiaan semu, cuma bertahan beberapa saat saja.
Aneh…setelah semua aku tinggalin (kluarga, temen2) ini yang ku dapat..
hai Mbak ajari aku bagaimana cara biar aku bisa melakukan sesuatu hal, apapun itu dengan hati tulus.
Moga hari2mu bahagia..dahhh
Shalom Eflin, Terima kasih juga untuk keterbukaan hati Anda dan untuk pertanyaan Anda lebih lanjut. Membaca kisah singkat hidup Anda, mengikuti kata hati dan melangkah menurut hikmat Anda pribadi pada awalnya memberikan Anda perasaan bebas yang membahagiakan. Namun sebuah pelajaran yang berharga telah Anda dapatkan, bahwa ternyata semata-mata mengikuti hikmat diri sendiri tidak selamanya membawa kepada kebahagiaan yang sejati. Mungkin keputusan yang telah Anda ambil seorang diri dalam berbagai hal penting selama kurun waktu yang lama itu pula yang membuat Anda tidak merasa memerlukan keterlibatan yang terlalu banyak dari teman dan keluarga termasuk dan khususnya dari orangtua Anda sendiri. Anda… Read more »
Untuk mbak Triastuti, makasih yaaa..
Mungkin akan sulit untuk memulainya, tapi kata hatiku aku harus coba.
Hmmmm..melakukan segala hal dgn tulus, kedengarannya gampang tapi ngelakuinnya susah banget. Lebih mudah bagiku berendam 5 jam di danau beratan (bedugul) daripada harus hidup dgn penuh ketulusan.
Sampe segitunya kah? Iya, itulah aku sekarang. Apakah lingkungan ikut mempengaruhi hidupku yg sekarang?? Ahh tapi ga baik mencari alasan untuk membenarkan diri. Kiranya ada doa untukku hari ini..
Apakah bener, banyak menabur, banyak menuai. Banyak memberi, banyak menerima? Kalo iya, kenapa banyak orang mengabaikannya? (termasuk aku)
Shalom Eflin, Sangat baik bahwa kata hati Anda mengajak Anda untuk mencoba. Rasanya jika berpikir bahwa sesuatu itu akan sulit, maka kesulitan itu seakan-akan sudah menjadi kenyataan sebelum ia benar-benar terjadi. Maka sebaiknya Anda mulai dan terus mencoba sambil senantiasa berpegang kepada rahmat Tuhan. Lupakanlah mengenai kesulitan. Bersama Tuhan yang selalu menyertai dan memberi kekuatan, tidak ada yang terlalu sulit untuk hidup mengikuti jalan-jalan-Nya yang memberi kedamaian sejati. Niat Anda akan membuat Tuhan semakin rindu untuk melengkapi Anda dengan lebih lagi. Sebenarnya, melalui rahmat pembaptisan dan kuasa penebusan Kristus, kita sudah diperlengkapi untuk hidup berkelimpahan di dalam Tuhan dan mampu… Read more »
Shalom mbak Caecilia, aku mulai menghafal saran doa dari Mbak ni (walau loading-ku agak lambat,heheeee) makasih buat semuanya.. Kemaren aku ke gereja katedral (namanya Misa ya?) Gerejanya bagus banget..,dalam ibadah itu ada dibagikan roti (tubuh Kristus) aku juga ikut ambil, salahkah? Karena aku bukan Katholik. Niatku ke sana cuma ingin tau, apa dan bagaimana sih Katholik itu. Sampe sekarang aku juga bingung, apa yg membedakan Katholik dan Protestan. Kalo aku sih semua gereja sama, gereja Advent juga aku pernah masuk, karena menurutku, aku adalah Kristen dan aku bebas mau masuk gereja manapun. Mbak salahkah? [dari Katolisitas: Eflin, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan… Read more »
Saya senang sekali dengan membaca renungan2 yang ada karena bisa menambah pengetahuan dan boleh dibagikan kepada umat yg ada. Saya juga bisa belajar dari isi renungan yang ada.
Trima kasih
ketika membaca separuh dari renungan ini, tanpa sadar air mataku menetes, teringat akan orang2 yang telah menyusahkan/menjengkelkan pada masa lalu. dalam hati aku jadi kasihan kepadanya.