“Malu bertanya, sesat di jalan”

Pernahkah anda ‘nyasar‘ ketika sedang dalam perjalanan? Coba kita ingat- ingat, bagaimana rasanya, tentu tidak enak bukan? Bisa jadi kita sudah mempunyai peta ke tempat tujuan itu, tetapi karena satu dan lain hal, eh kita masih bisa kesasar di tengah jalan. Misalnya, jika kita terlalu asyik mengobrol dengan teman seperjalanan, tahu- tahu kita menikung, padahal seharusnya lurus. Jika ini yang terjadi, umumnya yang kita lakukan adalah bertanya kepada orang lain yang kita jumpai, agar kita memperoleh petunjuk tentang jalan mana yang harus kita tempuh agar sampai ke tujuan kita.

Dalam kehidupan kita di dunia, hal yang serupa juga terjadi. Sebab sesungguhnya hidup kita di dunia ini adalah perjalanan yang seharusnya menghantar kita ke tujuan akhir, yaitu kebahagiaan abadi di Surga. Oleh karena itu, tidak usah heran, bahwa di dalam hati setiap orang selalu ada keinginan untuk hidup bahagia. Jujur saja, bukankah semua orang, baik tua maupun muda, ingin bahagia? Tetapi, harus diakui, bahwa untuk mencapai kebahagiaan di dunia ini  gampang- gampang susah. Sebabnya adalah:  dunia di sekitar kita banyak menawarkan kebahagiaan yang palsu, yang sifatnya se-saat saja, seperti permen yang manis di luar, tetapi pahit di dalam. Sehingga ada banyak orang tertipu, dan akhirnya tidak bahagia.

Nah, supaya kita benar- benar bisa hidup bahagia, kita perlu petunjuk; dan petunjuk ini kita dapatkan dari Tuhan Yesus, yang masih terus hadir dan mengajar melalui Gereja yang didirikan-Nya, yaitu Gereja Katolik. Dengan menaati ajaran Gereja-Nya inilah kita pasti akan sampai kepada tujuan akhir kita, di mana kita akan mencapai puncak kebahagiaan yang kita rindukan, yaitu saat kita bersatu dengan Tuhan dan memandang wajah-Nya yang sesungguhnya (lih. 1 Yoh 3:2). Dunia ini boleh memberikan banyak tawaran, supaya kita lengah dan menyimpang dari tujuan akhir itu, tetapi jika kita tetap berpegang kepada ajaran iman kita yang kita peroleh dari Gereja-Nya, maka kita punya pengharapan yang besar, kita tidak akan nyasar, atau jika sekalipun nyasar, maka segera dapat kembali menemukan jalan yang benar.

Semua orang ingin hidup bahagia

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan kepada kita bahwa keinginan untuk hidup bahagia itu berasal dari Tuhan (lih. KGK 1718). Tuhanlah yang menanamkan keinginan tersebut di dalam hati setiap orang, supaya kita dapat datang mendekat kepada-Nya, sebab hanya Tuhan satu- satunya yang dapat memenuhi kebahagiaan itu dengan sempurna. Ada semacam kata- kata mutiara, yang ditulis oleh St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas, yang berbunyi demikian:

Kita semua ingin hidup bahagia; di keseluruhan umat manusia, tidak ada seorangpun yang tidak setuju dengan pendapat ini, bahkan sebelum keinginan ini sepenuhnya tercapai. ((St. Agustinus, De moribus eccl. 1,3,4: PL 32, 1312)).

Lalu, bagaimana bisa terjadi, bahwa aku mencari Engkau, ya Tuhan? Sebab dengan mencari Engkau, Tuhanku, aku mencari kebahagiaan hidup… ((St. Agustinus, Confessions, 10, 20: PL 32, 791)).

Tuhan sendirilah yang memuaskan- God alone satisfies. ((St. Thomas Aquinas, Expos. in symb. apost. I ))

Jangan memakai resep sendiri, tetapi pakailah resep Tuhan

Meskipun kita tahu bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya hanya diperoleh di dalam Tuhan, ada banyak orang berusaha mencari dan menentukan sendiri kebahagiaannya. Mungkin bagi orang muda, kebahagiaan disamakan dengan jalan- jalan bersama teman- teman, main game yang seru di komputer, sukses di sekolah maupun di pekerjaan, bisa berpenampilan OK, atau dapat pacar yang keren. Lalu, bagaimana jika semua itu tidak kita peroleh, apakah lalu kita punya alasan untuk tidak bahagia? Apakah kita akan kehilangan jati diri karenanya? Kabar baik yang Tuhan beri kepada kita adalah: kita tidak perlu takut kehilangan jati diri. Sebab kita semua diciptakan oleh Tuhan secara istimewa menurut gambaran-Nya (lih. Kej 1:26). Coba sejenak kita bayangkan seseorang yang paling mengasihi kita di dunia ini…. Nah, kasih Tuhan jauh melebihi kasih orang itu kepada kita. Buktinya, Tuhan bukan saja mengaruniakan banyak hal kepada kita dan mengabulkan permohonan kita, tetapi, lebih daripada itu: Ia menyerahkan Putera-Nya yang Tunggal demi menyelamatkan kita.

Ya, kita semua dikasihi-Nya dengan luar biasa, sehingga Allah Bapa mengutus Yesus Putera-Nya yang Tunggal untuk menjadi manusia dan wafat bagi kita, supaya oleh Dia, dosa- dosa kita diampuni dan kita semua dapat diangkat untuk menjadi anak- anak-Nya. Kasih Tuhan inilah yang menghendaki agar kita dapat bersatu dengan-Nya, baik di dunia ini, maupun di surga kelak. Oleh karena itu, kebahagiaan yang sesungguhnya sebenarnya tidak terbatas pada apa- apa yang dapat kita lihat dan rasakan di dunia ini, tetapi terutama adalah yang berkaitan dengan kehidupan kekal di surga kelak. Yesus bersabda, “….carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33). Tuhanlah yang menciptakan kita dan terlebih dahulu mengasihi kita; oleh karena itu wajarlah jika Ia ingin agar kita mengenal dan mengasihi-Nya juga. Karena kasih-Nya, Ia ingin agar kita hidup bahagia, maka jika kita ingin benar- benar bahagia, kita harus memperhatikan ‘resep‘ yang diberikan Tuhan ini, yaitu yang pertama- tama kita harus mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya. Resep berikutnya dari Tuhan adalah: sesungguhnya Ia menghendaki agar semua orang dapat masuk ke dalam Kerajaan-Nya (lih. 1 Tim 2:4). Jadi sudah menjadi kehendak Tuhan agar kita membagikan Kabar Gembira ini kepada orang- orang di sekitar kita, agar merekapun dapat masuk dalam Kerajaan-Nya.

Semua orang dipanggil untuk masuk dalam Kerajaan Allah

Setiap orang dipanggil Allah untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya (lih. KGK 543). Walaupun pertama- tama kabar ini diberikan kepada bangsa Israel, tetapi sesungguhnya Kerajaan ini dimaksudkan Allah untuk menerima semua bangsa. Untuk masuk ke dalam Kerajaan ini, pertama- tama kita harus menjadi anak-anak Allah, yang ‘dilahirkan kembali dari Allah’ (lih. KGK 526). Kelahiran kembali di dalam Tuhan Yesus kita peroleh dalam sakramen Baptis. Selanjutnya, kita harus menerima sabda Yesus dengan iman, dan dengan demikian kita menjadi seperti tanah gembur yang menerima benih, sehingga kelak menghasilkan buah yang banyak (lih. Lumen Gentium 5, Mrk 4:14, 26-29, Luk 12:32).

‘Buah yang banyak’ ini juga dijanjikan oleh Yesus kepada semua orang yang tinggal di dalam Dia (lih. Yoh 15:4-5). Artinya, jika kita ingin membuat hidup ini berarti dan membawa manfaat bagi diri kita dan orang lain, maka kita perlu hidup bersama Yesus, dan tinggal di dalam Dia, seperti ranting- ranting pohon yang bersatu dengan batang pohon. Nah, untuk itu kita perlu bertanya kepada diri kita: sejauh mana kita sebagai ranting- ranting Kristus bersatu dengan Dia, di dalam doa, membaca, merenungkan dan melaksanakan Sabda-Nya, dan dalam menerima sakramen- sakramen-Nya? Sejauh mana kita hidup saling mengasihi dengan sesama saudara di dalam Kristus?

Siapa yang memegang kunci Kerajaan Allah

Sabda Allah memberitahukan kepada kita bahwa di awal kehidupan-Nya di muka umum, Yesus memilih dua belas rasul untuk mengambil bagian dalam perutusan-Nya (lih. Mrk 3:13-19). Kristus memperbolehkan mereka mengambil bagian dalam kuasa-Nya dan mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan kebenarannya, dan menyembuhkan orang sakit (lih. Luk 9:2). Melalui mereka dan para penerus merekalah Kristus memimpin Gereja-Nya. Maka, tak mengherankan, jika Sabda Tuhan mengajarkan, bahwa tiang penopang dan dasar kebenaran adalah Gereja, yaitu jemaat Allah yang hidup (lih. 1 Tim 3:15). Jangan lupa, bahwa Kristus telah memilih Rasul Petrus sebagai pemimpin Gereja-Nya, “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (Mat 16:18-19). Jadi, kita ketahui bahwa Kristus telah memberikan kunci Kerajaan Allah ini kepada Rasul Petrus (lih. Mat 16:19), dan dengan demikian mempercayakan kepemimpinan jemaat-Nya di dunia ini kepada Rasul Petrus. Kuasa ‘mengikat dan melepaskan’ adalah kuasa mengajar umat-Nya yang diberikan kepada para rasul (lih. Mat 18:18) demikian pula dalam hal pengampunan dosa (lih. Yoh 20:21-23), namun terutama kepada Rasul Petrus, sebagai pemimpin para rasul.

Jika kita merenungkan hal ini, maka kita akan mengetahui bahwa Kristus mendirikan satu Gereja (jemaat), dan menghendaki agar jemaat-Nya bersatu di bawah pimpinan Rasul Petrus dan para rasul. Sebab Tuhan Yesus menghendaki agar Gerejanya tetap ada sampai akhir zaman (lih. Mat 28:19-20), maka kepemimpinan Rasul Petrus dan para rasul ini juga terus berlangsung melalui para penerus mereka sampai akhir zaman. Nah, sekarang, Gereja (jemaat) manakah yang dipimpin oleh penerus Rasul Petrus? Jawabnya lugas dan sederhana: Gereja Katolik. Gereja Katolik sekarang dipimpin oleh Paus Benediktus XVI, yang merupakan penerus Rasul Petrus, yang jika diurut dari Rasul Petrus, menempati urutan ke 266.

Mengalami Kerajaan Allah di dunia ini di dalam Gereja Katolik

Maka dengan menjadi Katolik, kita sesungguhnya sangat diberkati oleh Tuhan. Betapa tidak, kita termasuk di dalam anggota Gereja yang didirikan oleh Tuhan Yesus sendiri! Kita menerima kepenuhan rahmat Allah yang dijanjikan Tuhan Yesus melalui kehadiran-Nya di dalam Gereja-Nya. Dengan kehadiran-Nya ini, Kerajaan Allah sudah dapat kita alami di dunia ini. Sebab di mana Yesus meraja, di sanalah hadir pula Kerajaan-Nya yang tak terpisahkan dari-Nya. Kristus meraja dalam Gereja-Nya, dalam pewartaan Sabda-Nya, dalam sakramen- sakramen-Nya secara khusus dalam Ekaristi. Ekaristi merupakan cara yang unik yang dikehendaki-Nya, untuk tetap hadir di tengah- tengah Gereja-Nya. Jadi setiap kita menyambut Ekaristi, kita menyambut Yesus dan Kerajaan-Nya (lih. KGK 1380). “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” (Luk 22:19; 1 Kor 11:24) demikian pesan Yesus kepada para rasul-Nya. Jika kita menghayati makna ini, kita tidak akan malas ataupun terpaksa ikut perayaan Ekaristi/ Misa.

Dalam Ekaristi, Kerajaan Allah bukan saja hanya dekat, tetapi malah menghampiri dan bersatu dengan kita. Saat kita menerima Ekaristi, Kerajaan Allah hadir di dalam kita di sini dan sekarang (‘here and now’), yang merupakan gambaran jaminan kemuliaan Kerajaan Surgawi yang akan datang (lih. KGK 1402, 1419)  Ekaristi memampukan kita untuk tinggal di dalam kasih dan berbuat kasih, sehingga dengan demikian kita dapat menjadi saksi yang hidup tentang kehadiran Kerajaan Allah di dunia ini. Nah, mari kita memeriksa sikap dan perbuatan kita sehari- hari: Sudahkah kita melakukan panggilan Tuhan ini, yaitu untuk menyambut-Nya dalam Ekaristi dan menjadi saksi akan kasih Allah yang kita terima? Bagaimana sikap kita terhadap orang tua, kakak, adik, teman, guru, pembantu dan orang- orang di sekitar kita? Sebab setelah menerima benih kasih dan Firman Allah di dalam hati kita, kitapun dipanggil Allah untuk turut bekerja sama dengan Dia menaburkan benih tersebut di dalam hati sesama. Dengan demikian kasih Tuhan dan Kerajaan-Nya dapat dialami oleh semakin banyak orang, dan semakin banyak orang memuliakan nama-Nya.

Kesimpulan: Mari mendalami iman Katolik

Jika kita menyadari bahwa Kristus hadir di tengah- tengah kita sebagai anggota Gereja-Nya, maka hal yang harus kita lakukan selanjutnya adalah bagaimana kita mensyukurinya, menghayatinya dan mewartakannya. Ada pepatah yang mengatakan bahwa kalau kita ‘tak kenal maka tak sayang’. Bukankah ini sungguh benar? Jika kita mau menghayati kehadiran Kristus, mengalami Kerajaan-Nya yang hadir di dalam hati kita dan di dalam Gereja-Nya, maka pertama- tama kita perlu mengenal atau mengetahui iman Katolik sehingga kita dapat mengasihinya. Sebab Kristus hanya mendirikan satu Gereja, dan Gereja-Nya itu didirikan di atas Rasul Petrus (Mat 16:18), yang diberi kuasa oleh Kristus untuk ‘mengikat dan melepaskan’ (lih. Mat 16:19), artinya untuk mengajar dan memimpin umat-Nya. Dengan demikian, jika kita ingin sungguh- sungguh mengalami Kristus yang hadir di tengah kita dan mengajar kita, maka kita perlu mendengarkan ajaran Gereja Katolik. Selanjutnya, yang terpenting adalah bukan hanya sekedar mendengarkan, namun juga mempelajarinya dan melaksanakannya. Dengan demikian, kita dapat sungguh- sungguh hidup dan tinggal di dalam Kristus, yang menjadikan hidup kita menghasilkan buah yang limpah. Di dalam Kristus kita tidak akan tersesat, melainkan kita akan menemukan arti hidup dan mencapai tujuan hidup kita, yaitu kebahagiaan sejati. Inilah alasannya mengapa kita semua, terutama kaum muda, perlu memahami ajaran iman kita. Jangan menunggu sampai umur kita sudah lanjut baru mau mempelajari iman kita. Mari memberikan yang terbaik kepada Tuhan, yaitu: kasih kita kepada-Nya, sejak masa muda kita, dan seterusnya!

Appendix

KGK 1718 Sabda bahagia sesuai dengan kerinduan kodrati akan kebahagiaan. Kerinduan ini berasal dari Allah. Ia telah meletakkannya di dalam hati manusia, supaya menarik mereka kepada diri-Nya, karena hanya Allah dapat memenuhinya….

KGK 526 “Menjadi anak” di depan Allah adalah syarat untuk masuk ke dalam Kerajaan surga (Bdk. Mat 18:3-4). Untuk itu, orang harus merendahkan diri (Bdk. Mat 23:12), menjadi kecil; lebih lagi: orang harus “dilahirkan kembali” (Yoh 3:7), “dilahirkan dari Allah” (Yoh 1:13), supaya “menjadi anak Allah” (Yoh 1:12).

KGK 543 Semua orang dipanggil supaya masuk ke dalam Kerajaan. Kerajaan mesianis ini pertama-tama diwartakan kepada anak-anak Israel (Bdk. Mat 10:5-7), tetapi diperuntukkan bagi semua orang dari segala bangsa (Bdk. Mat 8:11; 28:19). Siapa yang hendak masuk ke dalam Kerajaan itu, harus menerima sabda Yesus.
“Memang, sabda Tuhan diibaratkan benih, yang ditaburkan di ladang (lih. Mrk 4:14); mereka yang mendengarkan sabda itu dengan iman dan termasuk kawanan kecil Kristus (lih. Luk 12:32), telah menerima Kerajaan itu sendiri. Kemudian benih itu bertunas dan bertumbuh atas kekuatannya sendiri hingga waktu panen (lih. Mrk 4:26-29)” (Lumen Gentium 5).

KGK 1380 Adalah sangat layak bahwa Kristus hendak hadir di dalam Gereja-Nya atas cara yang khas ini. Karena Kristus dalam rupa yang kelihatan [saat itu hendak] meninggalkan mereka yang menjadi milik-Nya, maka Ia hendak memberi kepada kita kehadiran sakramenal-Nya; karena [saat itu hendak] Ia menyerahkan diri di salib untuk menyelamatkan kita, Ia menghendaki bahwa kita memiliki tanda kenangan cinta-Nya terhadap kita, yang dengannya mengasihi kita “sampai kesudahannya” (Yoh 13:1), bahkan sampai kepada menyerahkan hidup-Nya. Di dalam kehadiran-Nya dalam Ekaristi, Ia tinggal dengan cara yang rahasia di tengah kita sebagai Dia, yang telah mengasihi kita dan telah menyerahkan diri untuk kita (Bdk. Gal 2:20), dan Ia hadir di dalam tanda-tanda yang menyatakan dan menyampaikan cinta kasih ini.

“Gereja dan dunia sangat membutuhkan penghormatan kepada Ekaristi. Di dalam Sakramen cinta ini Yesus sendiri menantikan kita. Karena itu, tidak ada waktu yang lebih berharga daripada menemui Dia di sana: dalam penyembahan, dalam kontemplasi dengan penuh iman, dan siap untuk memberi silih bagi kesalahan besar dan ketidakadilan yang ada di dunia. Penyembahan kita tidak boleh berhenti” (Yohanes Paulus II, surat Dominicae cenae, 3).

KGK 1402 Di dalam satu doa tua Gereja memuji misteri Ekaristi: “O perjamuan kudus, di mana Kristus adalah santapan kita; kenangan akan sengsara-Nya, kepenuhan rahmat, jaminan kemuliaan yang akan datang”. Karena Ekaristi adalah upacara peringatan Paska Tuhan, dan karena kita, oleh “keikutsertaan kita pada altar… dipenuhi dengan semua rahmat dan berkat surgawi” (MR, Doa Syukur Agung Romawi 96), maka Ekaristi adalah juga antisipasi kemuliaan surgawi.

KGK 1419 Oleh karena Kristus telah pergi dari dunia ini kepada Bapa-Nya, maka dalam Ekaristi, Ia memberi kepada kita jaminan akan kemuliaan-Nya yang akan datang. Keikutsertaan dalam kurban kudus membuat hati kita menyerupai hati-Nya, menopang kekuatan kita dalam peziarahan hidup ini, membuat kita merindukan kehidupan abadi, serta menyatukan kita sekarang ini dengan Gereja surgawi, Perawan Maria yang kudus, dan dengan semua orang kudus.

Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Gereja, Lumen Gentium 9:

“Sesungguhnya akan tiba saatnya – demikianlah firman Tuhan, – Aku akan mengikat perjanjian baru dengan keluarga Israel dan keluarga Yuda … (Yer 31:31-34). Perjanjian baru itu diadakan oleh Kristus, yakni wasiat baru dalam darah-Nya (lih. 1Kor 11:25). Dari bangsa Yahudi maupun non- Yahudi, Ia memanggil suatu bangsa, yang akan bersatu padu bukan menurut daging, melainkan dalam Roh, dan akan menjadi umat Allah yang baru. Sebab mereka yang beriman akan Kristus, yang dilahirkan kembali bukan dari benih yang punah, melainkan dari yang tak dapat punah karena sabda Allah yang hidup (lih. 1Ptr 1:23), bukan dari daging, melainkan dari air dan Roh kudus (lih. Yoh 3:5-6), akhirnya dihimpun menjadi “keturunan terpilih, imamat rajawi, bangsa suci, umat pusaka – yang dulu bukan umat, tetapi sekarang umat Allah”(1Ptr 2:9-10).

Kepala umat masehi itu Kristus, “yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan demi pembenaran kita” (Rom 4:25), dan sekarang setelah memperoleh nama – berdaulat dengan mulia di sorga. Kedudukan umat itu ialah martabat dan kebebasan anak-anak Allah. Roh kudus diam di hati mereka bagaikan dalam kenisah. Hukumnya adalah perintah baru untuk mengasihi, seperti Kristus sendiri telah mengasihi kita (lih. Yoh 13:34). Tujuannya [adalah] Kerajaan Allah, yang oleh Allah sendiri telah dimulai di dunia, untuk selanjutnya disebarluaskan, hingga Ia membawanya mencapai kesempurnaan pada akhir jaman, ketika Kristus, hidup kita, menampakkan diri (lih. Kol 3:4), dan “makhluk sendiri akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan memasuki kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah” (Rom 8:21). Oleh karena itu umat masehi, meskipun kenyataannya tidak merangkum semua orang, dan tak jarang nampak sebagai kawanan kecil, namun bagi seluruh bangsa manusia merupakan benih kesatuan, harapan dan keselamatan yang kuat. Terbentuk oleh Kristus sebagai persekutuan hidup, cinta kasih dan kebenaran, umat itu oleh-Nya diangkat juga menjadi upaya penebusan bagi semua orang, dan diutus ke seluruh bumi sebagai cahaya dan garam dunia (lih. Mat 5:13-16).

21 COMMENTS

  1. terima kasih Romo atas tulisannya. Saya sependapat bahwa banyak orang muda kita kurang mendalami iman Katolik. Hal ini juga saya alami ketika sharing dengan adik-adik THS-M diparoki saya (St.Fransiskus Asisi-Makassar)mereka mengeluh kurangnya yang aktif dan juga banyak kegiatan yang di programkan tidak terlaksana. Saya mengusulkan agar kegiatan rohani/spritualitas Katolik menjadi prioritas pertama ketimbang beladirinya. Dan akhirnya juga mereka mengakui bahwa mereka kurang dalam hal pendalaman iman Katolik. Dari pengalaman ini memang benar bahwa banyak orang muda Katolik tidak aktif lagi di parokinya bisa jadi disebabkan Roh penggerak/Roh spiritualnya tidak ada sehingga membuat kegiatan tidak berkelanjutan(tumbuh-hilang-tumbuh-hilang)

    [Dari Katolisitas: Nampaknya bukan Roh penggerak/ Roh Kudusnya yang tidak ada, namun kemungkinan karena kurang dilibatkannya Roh Kudus dalam kegiatan-kegiatan yang ada]

    • Salam Ferdi,

      Benarlah bahwa spiritualitas (pengalaman iman akan Tuhan), komunitas, dan pengetahuan iman merupakan tiga perkara yang harus menjadi prioritas dalam pembinaan OMK. Yang lain merupakan pengembangan lebih lanjut namun jika yang pengembangan ini tidak ada, tetaplah tiga hal pertama tadi diprioritaskan. Dalam Spiritualitas, penting sekali mengajak OMK berlatih berdoa dengan cara segera melaksanakan doa. Ada banyak metode doa dalam Tradisi Katolik yang harus mereka alami: rosario, aneka devosi seperti devosi Sakramen Mahakudus, Jalan Salib, ibadat sabda, pertemuan doa (gaya Taize, gaya Karismatik Katolik, dll). Ekaristi dan sakramen tobat, dan dibimbing ber-refleksi. Kemudian dalam bidang Komunitas, perlu ditumbuhkan kebiasaan refleksi bersama mengenai apa yang dialami dalam kebersamaan itu, serta langkah ke depan dengan terang Sabda Tuhan. Rapat-rapat pun harus diterangi Sabda tuhan, dengan dibacakan teks Alkitab hari itu, dan setelah rapat refleksi lagi sebentar sebelum doa penutup rapat. Dalam hal Pengetahuan iman, selalu mesti dibuat acara membahas katekismus. Berdoalah selalu untuk OMK Anda.

      Salam
      Yohanes Dwi Harsanto Pr

  2. Ada orang yang saya yakini, saya sayang kepadanya. Tapi dia tidak pernah percaya akan kesungguhan saya, dia selalu menjawab hanya Yesus yang tahu. Dia selalu bilang hidup di jalan Tuhan. Bukankah dalam Katolik mengajarkan kita saling mengasihi dan memberi kasih dari seseorang perantara dari Tuhan.. aku sedih mendengarnya. Seakan dia tidak memerdulikan perasaanku

    • Shalom Dewi,

      Saya kurang paham akan apa yang Anda sampaikan. Kepada siapakah Anda mengungkapkan kasih? Kepada teman yang sama-sama OMK yang belum menikah, atau kepada orang yang tidak dapat menikah karena sudah terikat dengan perkawinan atau kaul religius? Lagipula kasih yang tulus itu sifatnya tidak memaksa, artinya kita tidak dapat menuntut orang yang kita kasihi itu harus membalas mengasihi kita dengan kasih yang sama atau bahkan lebih daripada kasih yang kita berikan. Apalagi jika kasih yang Anda maksud di sini adalah kasih yang mengarah kepada perkawinan, sebab untuk dapat menikah, maka kedua pasangan harus saling mengasihi, tak dapat hanya satu pihak saja.

      Maka jika saya boleh menyarankan adalah, jika Anda masih muda, silakan membina persahabatan dengan sebanyak mungkin orang, dan semoga dari sekian banyak sahabat Anda akhirnya Anda dapat bertemu dengan jodoh Anda. Jika orang yang kepadanya Anda mengungkapkan kasih, ternyata tidak menanggapi, maka Anda tidak perlu bersedih hati, sebab siapa tahu memang orang itu nantinya tidak cocok dengan Anda, sehingga Tuhan mengizinkan Anda mengalami pengalaman sedemikian.

      Selanjutnya, silakan membawa hal jodoh ini ke dalam tangan Tuhan, semoga jika Tuhan berkenan, Ia akan mempertemukan Anda dengan seseorang yang seiman, yang mengasihi Anda dan menerima Anda apa adanya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. malam Romo, saya telah mengangkat judl dalam skripsi saya yakni pentingnya penyadaran kaum muda katolik terhadap nilai-nilai Kristiani (kebenaran, keadilan,dan kejujuran) dan aplikasinya dalam katekese. romo apa saja yang menjadi nilai-nilai kristiani mrnyangkut pernyaan di atas.. selamat peskah ya Romo….?

    • Shalom Karyaksi,

      Karena pertanyaan ini adalah untuk skripsi, maka kami tidak dapat memberikan jawaban yang terlalu mendetail, namun hanya dapat memberikan prinsip-prinsipnya saja. Saya tidak tahu apakah anda telah menentukan tiga nilai kristiani: kebenaran, keadilan dan kejujuran. Sebenarnya anda juga dapat melihat pada tiga kebajikan ilahi – iman, pengharapan, kasih – serta empat kebajikan utama manusia – kebijaksanaan, keadilan, keberanian, penguasaan diri. Anda dapat melihat bahwa secara kodrat manusia mempunyai kemampuan untuk menjalankan empat kebajikan utama, namun harus melalui latihan yang teratur dan disiplin yang tinggi. Dan dalam kondisi manusia yang terluka oleh dosa asal, maka sangat sulit sekali bagi manusia untuk menjalankan kebajikan-kebajikan. Melalui karya penebusan Kristus, maka rahmat-Nya mengangkat semua kebajikan manusia dan memberikan kemampuan kepada umat Allah untuk dapat menjalankannya dalam tingkatan yang tinggi (heroic). Karena kebajikan-kebajikan manusia juga bersumber dari Allah, maka manusia juga membutuhkan rahmat Allah untuk dapat menjalankan semua kebajikan dengan lebih mudah dan sukacita. Anugerah tiga kebajikan Ilahi yang kita terima dalam Sakramen Baptis memungkinkan seseorang untuk dapat menjalankan semua kebajikan tersebut dengan dasar kasih kepada Allah. Kasih Allah dan kasih kita kepada Allah adalah jawaban dan pangkal dari semua kebajikan, baik ilahi maupun manusia.

      Kalau anda mau, maka anda dapat memberikan penekanan pada empat kebajikan poros (kardinal) dan membahasnya dari sisi ST, I-II, q.61, a.2, sebagai berikut: Karena manusia mempunyai akal budi (reason) yang juga perlu diterapkan dalam perbuatan maupun dalam tingkat keinginan (passion), maka kesempurnaan kebajikan juga untuk menyempurnakan keduanya. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa kebajikan menyempurnakan akal budi dibantu oleh kebijaksanaan (prudence). Kalau kesempurnaan akal budi ingin diterapkan dalam perbuatan, maka kita memerlukan keadilan. Pengendalian diri berguna untuk membatasi keinginan-keinginan yang melawan akal budi dan keberanian diperlukan untuk menghilangkan ketakutan akan bahaya maupun kesulitan. Kalau kita mengerti prinsip ini, maka kita kemudian memikirkan bagaimana menerapkannya pada kaum muda Katolik, baik melalui katekese formal maupun dengan cara lain yang lebih sesuai dengan jiwa anak muda.

      Anda dapat menggali sumber-sumber dari: Katekismus Gereja Katolik, 1803-1845; Summa Theology, I-II dan II-II; Paus Yohanes Paulus II, Ensiklik Veritatis Splendor; Josef Pieper, the Four Cardinal Virtues, dll. Semoga karya skripsinya dapat selesai dengan baik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. Saya sedih membaca artikel ini. Bukan karena jelek, tapi justru karena sangat mengesankan. Kesedihan saya adalah OMK saya tidak menjawab itu semua. Orang yang berkoar2 menghidupkan OMK di tempat saya kebanyakan adalah mereka yang menganggap mendalami iman Khatolik adalah bukan yg utama. Mereka lebih suka dengan apa yg mereka sebut dengan aksi nyata (walau saya juga mempertanyakan letak aksi nyatanya, misalnya jaga parkir tetapi tidak mengatur atau menata sepeda motor atau tidak mencocokkan nomor kendaraan dengan nomor di karcis). Yang saya butuhkan adalah organisasi yang memberi perkembangan iman saya (karena saya banyak belum mengerti tentang iman Khatolik) tapi saya tidak mendapatkannya di OMK itu. Apakah saya boleh keluar dari OMK dan mencari di sini tentang iman Khatolik? Dan memberikan aksi nyata di paguyuban lain (lektor misalnya)??

    • Salam Elma,

      OMK ialah orang, muda, Katolik. Mereka haruslah manusia, usia muda artinya usia 13 – 35 lajang dan beragama Katolik. Karena itu, di tempat manapun Anda berkomunitas, selama masih memenuhi kriteria itu, Anda tetaplah anggota OMK. OMK yang Anda sebut melakukan aktivitas parkir itu bisa kita kategorikan sebagai komunitas pelayanan parkir gereja. Jika mereka usia muda, Katolik dan orang, maka mereka tetaplah OMK namun OMK yang berkomunitas pelayanan parkir. Jika ada sekelompok orang, usia muda, beragama Katolik, bergiat dalam aktivitas lektor, maka mereka ialah aktivis lektor. Mereka pun tetap OMK. OMK sendiri bukan organisasi atau komunitas. OMK ialah semua orang yang muda dan beragama Katolik. Kalaupun dibatasi, paling-paling hanyalah batas teritorial, misalnya OMK paroki Y. Karena itu, jika Anda membuka “Kursus Pengetahuan Iman Katolik untuk OMK”, Anda bisa menyasar ke setiap orang berusia muda yang beragama Katolik.

      Silakan tunjukkan website dan artikel ini, termasuk jawaban saya ini kepada OMK Anda, termasuk yang beranggapan bahwa yang penting hanyalah aksi nyata itu. Mereka harus diingatkan dengan kasih. Ingatkan bahwa salah satu konsekuensi baptis Katolik ialah mempertkembangkan pengetahuan dan praktek iman Katolik, karena pengetahuan dan praktek iman misalnya doa, membentuk sikap dan pola perilaku dalam hidup yang melayani sebaik-baiknya semua yang dipercayakan Allah pada kita: roh, jiwa (intelektual-moralitas), badan, keluarga, komunitas dan relasi-relasi, serta aset harta benda. Allah adalah pemilik semua itu, kita ini dipercaya mengelolanya dan memperkembangkannya, termasuk pengetahuan intelektualitas. (Ingat perumpamaan talenta dan mina). Kalaupun melayani parkir, haruslah melayani dengan memuaskan yang dilayani, karena mereka sendiri melayani Sang Pemilik, yaitu Allah. Di sinilah pentingnya pengetahuan, yaitu membuat pelayanan kita memiliki orientasi (arah) yang jelas dan benar yaitu Allah, sehingga hidup jadi bermakna. Tanpa pengetahuan, apa yang dilakukan akan tanpa arah pada Sang Pemilik, karenanya bisa tersesat. Kegiatan OMK bukan mau mencetak para calon tukang parkir, apalagi sekedar tukang parkir yang mengecewakan pelanggan dan dijauhi pelanggan. OMK yang bertugas parkir pun mesti tahu bahwa tugasnya bagian dari arah besar Gereja yang dikehendaki Allah. Untuk itu, perlu pengetahuan.

      Salam
      Yohanes Dwi Harsanto, Pr

  5. Bpk. Stef dan Ibu Inggrid yang baik,

    Saya sangat tertarik membaca artikel yang ditulis ini,
    saya salah satu pengasuh buletin lentera Iman milik Keuskupan Agung Makassar, kebetulan untuk edisi September themanya mengenai orang Muda Katolik.
    Bolehkah artikel ini saya masukkan dalam Buletin kami……. mohon persetujuannya….

    atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih

    Tjandra Manukbua,MD

    [dari katolisitas: Kami sangat senang jika artikel di katolisitas dapat berguna untuk umat Katolik. Oleh karena itu, silakan menggunakan artikel ini dengan kondisi bukan untuk kepentingan komersial, serta dengan menyebutkan sumbernya, yaitu: https://katolisitas.org , sehingga kalau ada yang memberikan tanggapan atau pertanyaan dapat menyampaikannya kepada kami.]

  6. Halo, syalom

    Suatu saat salah seorang pria menyebutkan salah satu perikop ini:
    “Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang (1 Kor 11:14)”

    Gara-gara hal itu, ia memotong rambutnya – yang tadinya gondrong. Saya pun bingung untuk memberikan penjelasan mengenai hal ini. Apakah maksud dari ayat ini? Saya pun sempat mengatakan padanya bahwa, bukankah Yesus itu juga gondrong, dan banyak sekali rohaniawan yang gondrong, apakah mereka dikatakan salah?

    Mohon penjelasannya, terima kasih

    • Salam Doni,

      Kita harus melihat konteks dari teks yang dipetik itu. Konteksnya, 1 Kor 11: 2 sampai bab 14 ayat 40.

      Sepanjang itu, Rasul St Paulus berbicara mengenai “masalah-masalah dalam pertemuan liturgi di wilayah Korintus”. Kalau ingat konteks ini, tentu kita akan lebih gamblang dan kita bisa bersikap dengan pas untuk konteks sekarang. Soalnya ialah, waktu itu muncul perselisihan dalam jemaat bahwa umat berselisih dalam perjamuan. Umat Korintus suka berkumpul dan berpesta. Namun mereka sering berselisih dalam pesta. Bahkan dalam pertemuan liturgi pun bagi mereka yang Kristen, juga sama saja, berselisih. Bab 11 ayat 2-16 ialah perselisihan mengenai penampilan dalam liturgi (pakaian dll). Akarnya ialah kegemaran orang Korintus memperebutkan tempat duduk dan kepentingan dan kesombongan seperti berbicara dalam karunia bahasa-bahasa. Sikap kesombongan ini melanggar kasih (12:1-14:40).

      Banyak problem umat Korintus muncul karena acuh-tak-acuh terhadap penampilan dalam liturgi dan cara berkelakuan yang seenaknya. Termasuk laki-laki gondrong, atau sebaliknya perempuan memotong rambutnya pada zaman itu dianggap seenaknya. Perempuan yg memotong rambut hanyalah lesbian dan pelacur dan yang dihukum cukur. Dalam Liturgi Gereja, poin-poin itu ditekankan oleh Paulus agar umat membedakan antara perjamuan liturgi (Ekaristi), pertemuan liturgi yang berjumpa Kristus dibedakan dari pertemuan sekuler yang menjadi ajang kesombongan yang mengakibatkan pertengkaran.

      Itulah konteks teguran Paulus mengenai penampilan fisik bagi umat Korintus. (Sumber: Lembaga Biblika Indonesia, “Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, editor Dianne Bergant CSA dan Robert J Karris OFM, Kanisius, Yogyakarta 2002).

      Salam
      Yohanes Dwi Harsanto, Pr

  7. Salam Katolisitas … Salam damai untuk kita semua
    Saya ingin bertanya kepda Romo atau siapa saja ..Pertanyaan saya ..
    1. Apa perbedan Romo / Pastor dengan Pendeta .. karena kedua duanya sama mengajarkan ajaran
    Yesus Kristus
    2. Kenapa Romo / Pastor tidak boleh menikah dan Pendeta boleh menikah.
    3. Untuk pernikahan khususnya dari OMK yang sudah menikah .. ada beberapa pasangan dari mereka sudah berpisah atau bercerai dan mereka sudah menikah lagi dgn pasangan dari Katolik juga .. kok mereka bisa dan mudah mendapatkan pernikahan kembali ..
    Mohon saran dan jawaban ..
    Terima kasih

    • Shalom Johanes Eko,

      1. Perbedaan romo/ pastor/ imam dengan pendeta:

      Perbedaan yang mendasar adalah dalam hal tahbisan dan pengakuan terhadap otoritas kepemimpinan Bapa Paus. Romo/ pastor ditahbiskan oleh Uskup dalam kesatuan dengan Bapa Paus, yang merupakan penerus para rasul, sehingga dengan demikian mereka mempunyai jalur apostolik. Sedangkan pendeta tidak ditahbiskan oleh uskup yang mempunyai jalur apostolik. Romo/ pastor Katolik tunduk/ taat kepada kepemimpinan Bapa Paus sebagai penerus Rasul Petrus, sedangkan pendeta tidak mengakui kepemimpinan Bapa Paus.

      2. Kenapa Romo/ pastor/ imam tidak boleh menikah sedangkan pendeta boleh menikah?

      Ketentuan mengapa imam tidak menikah sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Jalan hidup selibat bagi Kerajaan Allah diajarkan oleh Kristus dalam Mat 19:12; dan dicontohkan sendiri oleh Yesus. Hal hidup selibat untuk Kerajaan Allah ini juga diajarkan oleh Rasul Paulus (1 Kor 7:7,32-35). Bahwa pada awalnya masih ada imam/ uskup yang menikah disebabkan karena mereka telah menikah sebelum menjadi murid Kristus (lih. 1 Tim 3:1-4). Namun setelah Kristianitas berkembang, di awal abad ke-4, Konsili Elvira (306), menegaskan syarat kehidupan selibat bagi para imam, demi mempertahankan Tradisi para rasul seperti yang telah diajarkan dalam Kitab Suci, yaitu untuk memberikan segenap jiwa dan raga bagi Kerajaan Allah. Namun demikian, hal selibat merupakan jalan hidup yang tidak dipaksakan kepada seseorang; sebab jika seseorang tidak terpanggil untuk hidup selibat untuk Kerajaan Allah, maka artinya ia tidak terpanggil menjadi imam/ biarawan/ biarawati. Ia dapat memilih untuk menikah dan hidup berkeluarga. Ia tetap dapat melayani Tuhan dan meluaskan Kerajaan-Nya bersama keluarganya.

      Sedangkan pendeta menikah karena di gereja Kristen non- Katolik, karena mereka tidak mengikuti Tradisi ini yang diajarkan oleh para penerus rasul dalam Magisterium Gereja Katolik.

      3. Ada OMK menikah, lalu bercerai dan menikah lagi?

      Gereja Katolik tidak mengenal istilah perceraian (lih. Mat 19:6). Namun jika suatu pernikahan memang sudah tidak memenuhi syarat sejak awalnya, Gereja Katolik dapat menyatakan pembatalan perkawinan tersebut. Ada tiga hal yang membatalkan perkawinan, yaitu: 1) halangan menikah, klik di sini; 2) cacat konsensus dan 3) cacat forma kanonika, klik di sini. Atau baca juga artikel di sini, silakan klik.

      Diperlukan proses pemeriksaan oleh Tribunal Keuskupan di mana perkawinan itu diteguhkan, dan baru setelah permohonan pembatalan perkawinan tersebut dikabulkan (atas dasar hukum perkawinan, bukti-bukti dan kesaksian para saksi) pasangan itu mempunyai status bebas. Pembatalan perkawinan itu artinya perkawinan dinyatakan tidak sah sejak awalnya, sehingga kedua pihak yang terlibat bebas untuk menikah secara sah. Kemungkinan hal inilah yang terjadi pada OMK yang anda kisahkan itu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  8. Salam Katolisitas,

    Hari Minggu barusan saya agak kaget ketika membaca Lembaran Warta Paroki yang dibagikan setiap hari Minggu di gereja saya (salah satu paroki di Surabaya), sebab artikel yang dimuat adalah artikel dari Katolisitas tentang OMK ini (tentu saja dengan mencantumkan sumbernya). Dibuat bersambung malah. Kelihatan sepele, namun bagi saya ini suatu terobosan dari seksi pewartaan paroki. Semoga saja makin banyak paroki yang melakukan hal ini, agar proses katekese yang kadang macet di tingkat lingkungan karena berbagai alasan, bisa terjembatani melalui media lembar mingguan ini. Karena hanya berisi satu artikel yang tidak terlalu panjang, dilampiri beberapa pengumuman dan sedikit iklan baris, maka lembar ini cukup efektif karena orang jadi tidak malas membaca. Terimakasih Katolisitas. AMDG

  9. Kalau bisa artikel untuk OMK lebih diperbanyak lagi ya agar OMK lebih tertarik untuk membaca website yang penuh berkat ini.
    Salam,

    • Ya benar .. saya berpendapat untuk artikel dan yang lain, untuk bisa OMK tertarik dan dapat mengerti akan iman Katholiknya, diperbanyak ..tx

  10. Salam Mas Stef dan Mbak Ingrid,
    senang bisa kembali melihat postingan OMK.

    Belum sempat baca semua, karena saat membuka laman ini sudah mau off dari warnet. Jadi hanya sempat baca perikopnya saja. Pastinya menarik bagi kami orang muda, baik pembina di tingkat paroki hingga di kring/lingkungan dan kombas. File saya print. Nanti saya komen lagi begitu online lagi menyusul dengan beberapa pertanyaan.

    salam dari papua

  11. No.. Coment… Semua baik adanya… Semoga yang mengklik link ini membaca dengan cermat…..

  12. Shallom,

    Kalau boleh saya beropini :
    1. Menurut saya memahami iman katolik merupakan kewajiban kita sebagai muridNya karena kita setelah ekaristi, kita diutus. Menurut saya diutus disini selain mewartakan kasih Allah melalui perbuatan kita sehari-hari, kita harus siap “melayani” pertanyaan/opini2 saudara2 kita baik yang katolik maupun yang non-katolik apabila mereka bertanya kepada kita. Oleh karena itu kita wajib membekali diri dengan pengetahuan2 iman katolik. Salah satunya dengan membaca “katolisitas”.
    2. Selain point 1, kita harus memahami iman katolik untuk kepentingan kita sendiri. Dengan semakin banyak kita belajar iman katolik, kita semakin “memahami” apa yang ada di gereja katolik sehingga penghayatan kita terhadap apa yang kita imani semakin tebal dan tentunya ini berpengaruh terhadap pandangan kita terhadap apa yang ada di gereja kita.
    Contoh :
    Kita mempelajari ekaristi. Tentunya setelah kita tahu tentang ekaristi kita bisa semakin “khusyuk” ketika mengikuti ekaristi, karena kita tahu “seluk beluk” ekaristi.
    Mungkin itu saja opini saya. Tuhan memberkati

Comments are closed.