Gereja Katolik mengajarkan bahwa perkawinan bukan merupakan hubungan ‘apa saja’ antara manusia. Perkawinan ditentukan oleh Allah Sang Pencipta dengan kodratnya tersendiri, dengan sifat-sifat dan maksudnya yang hakiki (lih. Gaudium et Spes 48). Maka perkawinan hanya dapat diadakan antara seorang pria dan seorang wanita, yang dengan saling memberikan diri yang sepantasnya dan eksklusif hanya antara mereka berdua, mengarah kepada persekutuan pribadi mereka. Dengan cara ini, mereka saling menyempurnakan dalam rangka bekerjasama dengan Tuhan di dalam penciptaan dan pengasuhan (upbringing) kehidupan-kehidupan manusia yang baru.
Berikut ini adalah ringkasan dari dokumen yang dikeluarkan oleh Kongrgasi Ajaran Iman tentang beberapa pertimbangan mengapa Gereja tidak menyetujui pengakuan legal/ hukum terhadap ‘perkawinan’ homoseksual (homosexual union), untuk teks selengkapnya, klik di sini:
1. Perkawinan ditentukan oleh Allah dengan kodrat, sifat dan esensi tertentu
Gereja Katolik mengajarkan bahwa perkawinan bukanlah hanya terbatas pada hubungan antara manusia, namun hubungan yang ditentukan oleh Sang Pencipta dengan kodrat tertentu, dengan sifat esensi dan maksud yang tertentu. (#2)
Perkawinan dimaksudkan Allah agar pasangan manusia itu -yaitu antara seorang laki-laki dan seorang perempuan- mengambil bagian dalam karya penciptaan Tuhan dan pendidikan/pengasuhan kehidupan baru. (#2)
2. Tiga elemen dasar perkawinan menurut rencana Tuhan
Tiga prinsip dasar tentang rencana Allah untuk perkawinan adalah (#3)
1. Manusia sebagai gambaran Allah, diciptakan “laki-laki dan perempuan” (Kej 1:27).
Pria dan wanita adalah sama sebagai pribadi dan saling melengkapi sebagai laki-laki dan perempuan. Seksualitas adalah sesuatu yang tidak hanya berhubungan dengan hal fisik dan biologi, tetapi telah diangkat ke tingkat ‘pribadi’, di mana kodrat dan roh disatukan.
2. Perkawinan ditetapkan oleh Tuhan sebagai bentuk kehidupan di mana sebuah persekutuan pribadi dinyatakan dengan melibatkan kemampuan seksual.
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kej 2:24)
3. Tuhan telah menghendaki untuk memberikan kepada persatuan antara pria dan wanita sebuah partisipasi/ kerjasama yang istimewa di dalam karya penciptaan-Nya.
Oleh karena itu Allah memberkati pria dan wanita dengan perkataan, “Beranakcuculah dan bertambah banyak” (Kej 1:28). Dengan demikian, di dalam rencana Tuhan, kodrat perkawinan adalah saling melengkapi dalam hal seksual dan kemampuan berkembang biak. Persatuan homoseksual tidak dapat memberikan kontribusi yang layak terhadap prokreasi dan kelanjutan generasi umat manusia (survival of the human race).
Selanjutnya, persatuan perkawinan antara pria dan wanita telah diangkat oleh Kristus ke martabat sakramen. Gereja mengajarkan bahwa perkawinan Kristiani adalah tanda yang nyata akan perjanjian Kristus dan Gereja (lih. Ef 5:32). Makna Kristiani tentang perkawinan meneguhkan dan memperkuat persatuan perkawinan antara pria dan wanita.
3.Perbuatan homoseksual adalah perbuatan yang menyimpang
Kitab Suci mengecam perbuatan homoseksual (lih. Rm 1:24-27, 1Kor 6:10; 1Tim 1:10), karena secara mendasar perbuatan itu menyimpang. Ajaran Kitab Suci ini tentu tidak memperbolehkan kita untuk menyimpulkan bahwa mereka yang mengalami kecenderungan homoseksual ini bertanggungjawab untuk keadaan yang khusus ini, tetapi ajaran ini menyatakan bahwa tindakan-tindakan homoseksual secara mendasar menyimpang.” (CDF, Deklarasi, Persona Humana (29 Desember, 1975), 8). Ketetapan moral ini ditemukan di banyak tulisan Kristen di abad-abad awal ((lih. contohnya, St. Polycarp, Letter to the Philippians, V, 3; At. Justin Martyr, First Apology, 27, 1-4; Athenagoras, Supplication for the Christians, 34)) dan secara mutlak disetujui dan diterima oleh Tradisi Katolik. Perkawinan adalah kudus, sedangkan tindakan homoseksual menentang kodrat hukum moral. Tindakan-tindakan homoseksual “melawan hukum kodrat, karena kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi waktu persetubuhan. Perbuatan itu tidak berasal dari satu kebutuhan benar untuk saling melengkapi secara afektif dan seksual. Bagaimanapun perbuatan itu tidak dapat dibenarkan.” (Katekismus Gereja Katolik 2357).
Namun demikian, menurut ajaran Gereja, mereka yang mempunyai kecenderungan homoseksual harus diterima dengan hormat, dengan belas kasih dan dengan sensitivitas. Setiap tanda diskriminasi yang tidak adil yang dikarenakan oleh kecenderungan tersebut harus dihindari. “Mereka harus dilayani dengan hormat, dengan kasih sayang dan dengan biiaksana. Orang jangan memojokkan mereka dengan salah satu cara yang tidak adil.” (KGK 2358). Mereka, seperti halnya semua umat beriman, dipanggil untuk hidup murni, namun kecenderungan homoseksual tetaplah menyimpang (KGK 2358) dan perbuatan homoseksual adalah dosa melawan kemurnian (KGK 2396). (#4) Dengan demikian, tidak ada dasar untuk mempertimbangkan persatuan homoseksual sebagai sesuatu yang mirip ataupun bahkan sedikit menyerupai gambaran rencana Tuhan untuk perkawinan dan keluarga.
4. Sikap Gereja: menolak perbuatan homoseksual, namun menolak diskriminasi terhadap kaum homoseksual
Sikap yang diajarkan Gereja adalah: menolak untuk menyetujui perbuatan-perbuatan homoseksual, namun juga menolak diskriminasi yang tidak adil terhadap mereka yang mempunyai kecenderungan homoseksual. (#5)
Gereja mengajarkan bahwa penghormatan kepada orang- orang yang homoseksual tidak dapat mengarah kepada menyetujui tindakan homoseksual atau kepada pengakuan persatuan homoseksual (homosexual union) secara hukum. Kesejahteraan umum mensyaratkan bahwa hukum mengenali, mendukung dan melindungi perkawinan sebagai dasar keluarga, unit terkecil dalam masyarakat. Pengakuan secara hukum akan persatuan homoseksual atau penempatan hal itu sejajar dengan perkawinan akan berarti tidak saja sebagai pengakuan akan tindakan/pola tingkah laku yang menyimpang tersebut, tetapi juga menghalangi nilai- nilai dasar yang menjadi warisan bersama umat manusia. Gereja tidak dapat gagal untuk mempertahankan nilai- nilai ini, demi kebaikan para pria dan wanita dan demi kebaikan masyarakat itu sendiri.
Di area di mana ‘perkawinan’ homoseksual dilegalkan, maka oposisi yang jelas merupakan tugas semua umat Katolik. Seorang Katolik harus menghindari kerjasama formal untuk pelaksanaan/ penerapan hukum itu, sedapat mungkin, juga menghindari kerjasama secara material, di tingkat penerapannya.
5. Hukum yang melegalkan ‘perkawinan’ homoseksual tidak sejalan dengan akal budi yang benar
Hukum yang melegalkan ‘perkawinan’ homoseksual tidak sejalan dengan akal budi yang benar/ adil, sebab hukum itu memberi jaminan hukum terhadap hubungan sesama jenis seperti kepada pria dan wanita yang menikah, dan dengan demikian mengaburkan nilai-nilai moral dasar tertentu dan memerosotkan makna perkawinan. (#6)
Kesatuan homoseksual kekurangan dalam hal biologis dan anthropologis bagi perkawinan, yang menjadi dasar, diberikannya jaminan pengakuan legal/ hukum. Sebab ‘perkawinan’ sesama jenis tidak dapat memberikan kontribusi yang selayaknya bagi pro-kreasi dan survival suatu suku bangsa manusia, sebab tidak ada kemungkinan meneruskan kehidupan baru. (#7)
Pengalaman menunjukkan dari ‘perkawinan’ ini, terjadi hambatan bagi perkembangan anak-anak yang ada dalam asuhan mereka, karena mereka kekurangan figur kebapaan atau figur keibuan. Memperbolehkan mereka mengadopsi anak-anak, sesungguhnya merupakan tindakan yang melukai anak-anak tersebut, sebab menjadi tidak kondusif bagi perkembangan anak-anak tersebut secara utuh. (#7)
6. Konsekuensi pengakuan hukum perkawinan homoseksual dapat berpengaruh negatif terhadap kepentingan bersama
Konsekuensi dari pengakuan hukum terhadap perkawinan homoseksual adalah perubahan definisi perkawinan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kepentingan bersama, terhadap perkembangan kemasyarakatan yang layak. (#8)
7. Pengakuan hukum perkawinan homoseksual tidak sama dengan pengakuan terhadap hak-hak sebagai warganegara
Tidaklah valid argumen yang mengatakan pengakuan hukum dari ‘perkawinan’ homoseksual adalah agar mereka diakui haknya sebagai warganegara. Sebab kenyataannya, mereka akan tetap dapat menggunakan hak-hak mereka menurut hukum sebagaimana para warganegara lainnya atas dasar otonomi pribadi. (#9)
8. Semua umat Katolik berkewajiban menentang pengakuan hukum terhadap perkawinan sesama jenis
Semua umat Katolik berkewajiban untuk menentang pengakuan legal/ hukum terhadap ‘perkawinan’ sesama jenis (homosexual union), dan tokoh politik Katolik berkewajiban untuk melakukannya dengan cara yang khusus sesuai dengan tanggungjawab mereka sebagai seorang tokoh politik. (#10)
9. Penghormatan kepada kaum homoseksual tidak dapat mengarah kepada persetujuan terhadap prilaku homoseksual ataupun pengakuan hukum terhadap perkawinan homoseksual
Gereja mengajarkan bahwa penghormatan kepada orang-orang yang mempunyai kecenderungan homoseksual tidak dapat mengarah kepada persetujuan terhadap prilaku homoseksual ataupun pengakuan legal/ hukum terhadap ‘perkawinan’ sesama jenis (homosexual union). Pengakuan hukum terhadap ‘perkawinan’ homoseksual atau menempatkan hubungan tersebut setingkat dengan perkawinan [heteroseksual], berarti tidak saja persetujuan terhadap prilaku yang menyimpang, dengan konsekuensi menjadikannya model bagi masyarakat sekarang, tetapi juga akan mengaburkan nilai-nilai dasar yang menjadi warisan bersama umat manusia. Gereja tidak dapat gagal untuk mempertahankan nilai-nilai ini, demi kebaikan para laki-laki maupun perempuan, dan demi kebaikan masyarakat itu sendiri. (#11)
Sumber:
Diterjemahkan dan disarikan dari dokumen CDF (Congregation for the Doctrine of the Faith, Considerations regarding Proposals to Give Legal Recognition to Unions between Homosexual Persons). Dokumen tersebut disetujui oleh Paus Yohanes Paulus II, pada audiensi tanggal 28 Maret 2003.
jika dalam hubungan tersebut (homoseksual) tidak ada unsur untuk saling menyakiti, mereka saling mencintai,menghargai,membahagiakan dan tidak menggagunggu kehidupan orang-orang sekitarnya, dimankah letak kesalahannya?
mengapa kaum homoseksual cenderung hanya dinilai berdasarkan selangkangannya???
Shalom Kenneth,
Hubungan homoseksual menjadi salah karena obyek moral dari tindakan ini adalah salah dan bertentangan dengan hukum kodrat, walaupun keadaan dan maksudnya baik. Penolakan Gereja Katolik terhadap tindakan homoseksual bukanlah merupakan ekspresi kebencian terhadap pelaku homoseksual. Gereja Katolik hanya mau menunjukkan bahwa tindakan tersebut salah dan pada saat yang bersamaan, Gereja Katolik tetap menekankan bahwa kita semua harus tetap mengasihi pelakunya. Apakah alasan Gereja Katolik menolak perbuatan homoseksual, secara detil telah dijelaskan di dalam artikel di atas – silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam Katolisitas,
Beberapa negara (baru-baru ini Perancis) mengijinkan pernikahan sesama jenis, pertanyaan saya , dengan apa pernikahan itu diikat? Saya berharap mereka tidak dinikahkan secara Khatolik.
[Dari Katolisitas: Gereja Katolik tidak pernah menyetujui ataupun memperbolehkan perkawinan sesama jenis. Jika ada negara mengesahkannya, itu adalah keputusan pemerintah sipil di negara tersebut, namun Gereja Katolik tidak pernah memutuskan demikian.]
Dear katolitas,
Saya ingin sekali mendapat penjelasan mengenai hubungan ataupun perkawinan beda agama dalam gereja katolik..
Pasangan saya beragama lain (muslim), kami menjalani hubungan sudah hampir 3 tahun, tidak pernah ada ketidakcocokan, dan saya belum pernah seyakin ini dengan seorang laki2..
Hanya permasalahan agama lah yang membuat saya ragu.. Karna dari kami berdua berniat untuk tidak melepaskan agama kami masing2..
Saya sudah sampai melakukan novena tiga kali salam maria, bahkan juga novena hati kudus yesus, meminta agar apabila dia memang bukan jodoh saya, jauhkanlah dan buatlah saya lupa….tapi sampai saat ini ya tetap begini..
Saya tidak dijauhkan darinya, dan juga tidak dibantu / diarahkan untuk melupakannya..
Saya sangat bingung….
Kebetulan di keluarga saya (beberapa) juga melakukan pernikahan beda agama dalam satu rumah tangga (om2 dan tante2 saya)..
Apa yang harus saya lakukan? Mohon arahannya….
[Dari Katolisitas: Silakan pertama-tama untuk membaca artikel di atas, silakan klik. Dalam masa pacaran, memang mungkin hal beda agama belum menjadi permasalahan, namun cepat atau lambat, apalagi setelah perkawinan, hal ini akan mencuat ke permukaan dan menimbulkan permasalahan yang tidak mudah. Sudah banyak surat masuk ke redaksi katolisitas yang menunjukkan betapa sulitnya mempertahankan perkawinan beda agama, dan banyak di antaranya kandas di tengah jalan. Maka lebih baik hal ini Anda pertimbangkan, dan jika memang tetap diinginkan demikian, silakan dibicarakan terlebih dahulu, tentang niat Anda untuk tetap Katolik, mendidik anak-anak secara Katolik dan membaptis mereka secara Katolik. Jika Anda tetap ingin menikah dalam keadaan beda agama, namun ingin tetap Katolik, silakan Anda mengikuti ketentuan tentang perkawinan beda agama menurut hukum Gereja Katolik tersebut.]
salam damai bagi seluruh pengasuh katilisitas dan semua komentator,,bagi saya gereja KATHOLIK benar,,, karena, apakah umat manusia mau dibumi hangus kan oleh ALLAH seperti sodom dan gomora????
[Dari Katolisitas: Ya, memang dari Kitab Suci kita mengetahui bahwa Allah tidak menghendaki ‘perkawinan’ antara sesama jenis. Oleh karena itu, Gereja Katolik juga mengajarkan demikian]
Saya seorang Katolik, tetapi saya juga seorang bisexual. Apakah yang harus saya lakukan terhadap diri saya? Terkadang saya merasa kotor dan begitu berdosa, suatu momen pernah saya bertobat dan ingin kembali ke jalannya, tapi setelah itu saya kembali lagi menjadi bisexual. Entahlah saya rasa itu adalah hal yang sangat sulit. Karena memang hal ini sudah saya rasakan sejak saya kecil. Saya pun kadang berpikir, mengapa Tuhan memberikan hal ini kepada saya? Di satu sisi, saya tidak sanggup jika saya harus berusaha untuk menjadi orang lain, tetapi di sisi lain, saya juga tak mau jauh dari Yesus. Saya memiliki keyakinan seperti ini, bahwa sesungguhnya normalitas itu bukan ditentukan berdasarkan garis2 norma yg fana di masyarakat, melainkan Normalitas ditentukan terhadap keberfungsian individu itu sendiri di tengah masyarakat. Apakah keberfungsian itu hanya menyangkut masalah untuk garis keturunan? Apa tanggapan gereja Katolik tentang ini? Apa yang harus saya lakukan? Terima kasih.
Shalom Frans,
Kita memang tidak selalu memahami mengapa Tuhan mengijinkan suatu hal terjadi pada diri kita dalam hidup ini, tetapi kita selalu dapat berpegang pada Kristus Tuhan yang selalu menyertai kita, sampai akhir. Kiranya tidak ada hal apapun yang kita alami dalam hidup ini yang berada di luar kendali penyertaan dan kerahiman-Nya, dan oleh karena itu kiranya tidak ada satu hal pun dalam hidup ini yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya, sebagaimana yang kita baca dalam Roma 8: 35-39. Kita tidak pernah ingin jauh dari Yesus, walau keadaan hidup yang sulit dan penuh ketidakmengertian kadang melemahkan kita, sebab Kristus tidak hanya menyertai kita, tapi sesungguhnya Ia ada di dalam diri kita, membangun dan menolong, memberi kekuatan dan menumbuhkan kita terus menerus melewati segala macam tantangan. Penyertaan Tuhan adalah selalu dapat diandalkan dan selalu berhasil guna, asalkan kita mengijinkan Dia bekerja melalui Roh Kudus-Nya yang mengingatkan, menghibur, memotivasi, dan kadang juga menegur kita. Untuk itu diperlukan usaha yang sungguh dan terus menerus dari pihak kita, agar kecenderungan seksual yang menyimpang seperti kecenderungan biseksual itu dapat dikendalikan dan tidak melahirkan dosa. Pak Stef telah menjabarkan langkah-langkah pengendalian diri itu di dalam dua artikel di bawah ini, mungkin Anda juga telah membacanya. Silakan Anda merenungkannya lagi, termasuk kembali kepada Tuhan dalam Sakramen Tobat jika Anda telah melakukan perbuatan ketidakmurnian yang tidak dikehendaki Tuhan.
Homoseksual: dosakah, dan dapat sembuhkah?
Bagaimana untuk dapat lepas dari dosa homoseksual?
Setiap pribadi yang diciptakan Tuhan hadir di dunia ini karena rencana & kehendak Tuhan, dan rencana-Nya itu selalu baik adanya, sekalipun tidak selalu kita pahami. Setiap orang, yang paling tidak punya apa-apa sekalipun, pasti mempunyai tanggal lahir. Setiap manusia ada di dunia dengan segala keberadaannya bukanlah suatu kebetulan. Maka nilai setiap individu bukanlah ditentukan dari fungsinya di tengah masyarakat saja, tetapi juga karena jati dirinya sebagai ciptaan Allah yang dirancang dan dikehendakiNya untuk hadir di dunia ini menurut gambaran Diri-Nya. Kejadian setiap manusia adalah unik dan ajaib. Oleh karena itu, kita perlu memandang diri kita sendiri sama berharganya seperti Allah memandang kita. Cara memandang seperti ini membuat kita menjaga diri kita sebaik-baiknya supaya tidak terjatuh dalam pencobaan dosa yang menjauhkan kita dari kasih Allah, kasih yang membuat kita hidup dan ada sejak mulanya. Dan untuk senantiasa mengembangkan potensi-potensi terbaik dari diri kita yang sudah dikaruniakanNya sehingga hidup kita bermakna bagi kemuliaan Dia dan sesama di sekitar kita. Selamat terus berjuang, Tuhan selalu menyertai Anda, bertahanlah karena kasih setia-Nya akan memampukan Anda.
Tambahan dari Ingrid:
Shalom Frans,
Sebagaimana telah disampaikan oleh Ibu Triastuti, Tuhan menghendaki kita sebagai manusia untuk hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai anak-anak Allah (lih. Ef 4:1), yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Allah memanggil kita untuk hidup kudus (lih. 1 Ptr 1:16; 1Tes 4:3).
Kekudusan ini maksudnya adalah hidup dalam kasih yang sempurna, baik kasih kepada Allah maupun kasih kepada sesama. Nah, kasih yang sempurna ini adalah kasih yang memberikan diri kita secara penuh; dan ini dilakukan dengan: 1) menikah dan membentuk keluarga; 2) selibat untuk Kerajaan Allah; 3) selibat/ tidak menikah dan membaktikan diri untuk sesama dengan menjaga kemurnian. Nah, kecenderungan biseksual yang diikuti dengan perbuatan dosa seksual, tidaklah sejalan dengan kekudusan yang dikehendaki Allah, sebab hubungan seksual yang dilakukan baik dengan lawan jenis (dalam hal ini kepada istri) dan dengan sesama jenis, melanggar kekudusan perkawinan, yang dikehendaki Allah sebagai hubungan yang sakral antara seorang pria dan seorang wanita, yang menjadi gambaran kasih yang total antara Kristus dan Gereja (lih. Ef 5:22-33).
Kecenderungan biseksual ini mungkin merupakan pergumulan yang berat bagi Anda, namun hal ini tidaklah dapat menjadi dasar untuk mengikuti kecenderungan ini. Mengapa? Sebab perbuatan dosa yang mengikuti kecenderungan biseksual tidaklah memberikan dirinya secara penuh kepada istrinya sebagaimana dikehendaki Allah. Perbuatan sedemikian melanggar kekudusan yang disyaratkan Allah agar kelak kita dapat kembali bersatu dengan-Nya dalam Kerajaan Surga (lih. Why 21:27); sebab seseorang yang menempatkan keinginan seksual di atas kehendak Tuhan, artinya telah menggeserkan/ menggantikan tempat Tuhan dengan mahluk ciptaan; dan karena itulah dikatakan bahwa dosa seksual/ perzinahan merupakan berhala (lih. Kol 3:5). Jika seseorang hidup di dunia dengan keterikatan terhadap mahluk ciptaan, ia tidak akan siap untuk bersatu dengan Allah di Surga, dan inilah sebabnya mengapa orang yang mati dalam keadaan sedemikian, jika tidak bertobat, mereka memasukkan diri mereka sendiri ke dalam keadaan keterpisahan dengan Allah.
Tiap-tiap orang mempunyai pergumulan hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya, tetapi percayalah, jika kita mengandalkan Tuhan dan menimba kekuatan dari-Nya, maka Tuhan akan memampukannya untuk hidup sesuai dengan perintah-perintah-Nya. Mari kita mengandalkan Tuhan dalam perjuangan kita untuk hidup lebih baik dari hari kemarin. Semoga rahmat Tuhan memampukan kita, Anda dan saya, untuk bertumbuh dalam kekudusan sedikit demi sedikit dalam hidup kita.
Teriring doa dari kami di Katolisitas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bagaimana reaksi katolik terhadap seks sesama yang sedang terjadi di beberapa negara pak akhir2 ini??
[Dari Katolisitas: Apakah maksud Anda seks sesama jenis? Mohon membaca kembali artikel di atas. Gereja Katolik menentang perilaku homoseksual, ‘perkawinan’ homoseksual/ pengakuan hukum akan persatuan sesama jenis -lihat point 4 dan 9. Selanjutnya tentang topik homoseksualitas, sudah dibahas di artikel ini, silakan klik dan klik di sini]
sekedar bertanya, akhir2 ini pernikahan sesama jenis sudah dilegalkan di beberapa negara? bagaimana peran gereja katolik?
[Dari Katolisitas: silakan membaca artikel di atas, silakan klik. Gereja Katolik memberikan pengajarannya, baik kepada umatnya maupun himbauan kepada para pemimpin dunia, agar tidak menyetujui perkawinan sesama jenis ini. Walau ada sejumlah pemimpin negara yang tidak mengikutinya, itu adalah fakta, namun itu tidak menyurutkan Gereja untuk tetap menyatakan hal yang sama dalam pengajarannya. Semoga dengan katekese yang benar, umat Katolik juga dapat melaksanakan ajaran imannya dalam kehidupan sehari-hari, dan jika mereka menjadi tokoh politik/ pemimpin negara, mereka dapat terdorong untuk menerapkan ajaran imannya dalam menentukan kebijaksanaan yang ada dalam wewenangnya.]
Shalom.
Selamat siang bu Inggrid, Pak Stef dan team katolisitas.
Saya punya teman satu paroki, dua-duanya laki-laki dan mereka berdua sudah menikah di Belanda dan saat ini tinggal satu rumah. Pertanyaan saya apakah diperbolehkan kedua orang yang terikat pernikahan sesama jenis ini melayani Tuhan di Gereja? Apakah boleh mereka menjadi pembimbing rohani sebuah komunitas? dan lebih lagi mengunjungi dan mendoakan orang-orang yang sakit, sedangkan mereka dalam status yang berdosa besar karena berlawanan dengan hukum kodrat alam dan bertentangan dengan Gereja Katolik? Dan juga apakah boleh mereka mewartakan firman Tuhan, anggaplah menjadi katekis?
Terimakasih, kiranya itu dari saya. Tuhan memberkati.
Shalom Yoseph,
Silakan pertama-tama Anda membaca terlebih dahulu dua buah artikel yang baru saja kami tayangkan untuk menanggapi pertanyaan Anda:
Patokan bagi para Katekis, klik di sini
Mengapa Gereja Katolik menentang ‘perkawinan’ sesama jenis (artikel di atas telah kami lengkapi), klik di sini
Faktanya, mereka yang terikat ‘perkawinan’ sesama jenis, tidak menghidupi/ menerapkan ajaran iman Katolik dalam kehidupan mereka. Padahal penerapan ajaran iman di dalam hidup sehari-hari, itu merupakan syarat dasar seorang katekis. Karena syarat dasar ini tidak dipenuhi, maka mereka sesungguhnya tidak memenuhi syarat untuk menjadi katekis. Dengan status kehidupan mereka yang melanggar hukum kodrat sebagaimana ditentukan oleh Sabda Allah dalam Kitab Suci, maka mereka tidak dapat juga menjadi pembimbing rohani bagi orang lain, sebab mereka sendiri secara publik melanggar ajaran iman Kristiani, dan dengan perbuatannya mereka dengan jelas menentang Gereja Katolik.
Jika mereka ingin kembali dalam persatuan dengan Gereja dan terlibat dalam pelayanan/ kegiatan kerasulan, hal yang pertama perlu dilakukan adalah mereka bertobat dalam sakramen Pengakuan dosa. Mereka berdua harus berpisah, dan masing-masing membuktikan secara konsisten perjuangan untuk hidup menjaga kemurnian. Mereka perlu mempunyai pembimbing rohani (dalam hal ini imam), yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka untuk bertumbuh dalam kekudusan.
Betapapun berat bagi mereka persyaratan ini, namun kita mengetahui ini adalah ajaran yang benar dari Tuhan, yang tetap dipegang teguh oleh Gereja Katolik, dan kami di Katolisitas tidak mempunyai kuasa apapun untuk menyampaikan hal yang berbeda dari ajaran ini. Mari kita mendoakan mereka yang mempunyai kecenderungan homoseksual ini. Sungguh perjuangan mereka sangatlah berat, namun semoga melalui pergumulan ini mereka justru semakin mengalami ketergantungan kepada Kristus dan memperoleh kekuatan dan penghiburan yang mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bagaimana pandangan GK tentang pengesahan pernikahan sejenis? Demikian juga dng pendapat bahwa hubungan sejenis tdk dpt ditolak dengan alasan. Jiwa yg terperangkap dalam badan yg salah ataupun karena adanya kelainan gen? Secara pribadi saya tidak setuju…apapun alasannya, Tuhan selalu berikan yg terbaik..tidak pernah ada pengalihan dari kebaikanNYA
Thanks
[dari katolisitas: Silakan melihat link ini – silakan klik]
selamat malam ibu ingrid,
saya mau nanya bu, mengapa gereja menolak pernikahan yg sejenis, dan apa dasar” kitab sucinya. Terimakasih atas jawabannya bu.
[dari katolistas: Silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]
Comments are closed.