Pertanyaan:
Shalom Pak Stef & bu Ingrid. Apakah dasar pembaptisan bayi di Gereja Katolik? Menurut teman-teman Protestan aliran Baptis, pembaptisan hanya untuk orang dewasa saja karena Alkitab jelas menyebutkan baptisan diterima untuk orang dewasa. Terima kasih sebelum dan sesudahnya atas penjelasan ini. Shalom: Isa Inigo.
Jawaban:
Shalom Isa Inigo,
Permandian bayi berkaitan erat dengan doktrin Dosa Asal. Gereja Katolik mengajarkan setiap manusia lahir ke dunia dalam keadaan berdosa oleh akibat dosa asal yang diturunkan oleh Adam manusia pertama, maka dengan demikian, Gereja juga memberikan jalan bagi pembaptisan bayi, yang dimaksudkan untuk membersihkan sang bayi tersebut dari dosa asal, dan mempercayakan pertumbuhan imannya ke tangan para orang tua dan orang tua baptis anak tersebut; karena Gereja mengenal pembaptisan sebagai jalan untuk membawa anak tersebut kepada Keselamatan.
Doktrin tentang Dosa Asal tersebut bersumber pada Kitab Suci dan Tradisi Suci:
- Manusia pertama telah berbuat dosa:
- Dalam kitab Kejadian dinyatakan bahwa Adam dan Hawa telah berdosa dan oleh karena itu, maka Adam dan Hawa dan seluruh keturunannya harus menanggung dosa. (lih Kej 2).
- “Tetapi karena dengki setan maka maut masuk ke dunia, dan yang menjadi milik setan mencari maut itu.” (Keb 2:24).
- “Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.” (2 Kor 11:3; lihat juga 1 Tim 2:14; Rm 5:12; Yoh 8:44).
- Dosa manusia pertama adalah dosa kesombongan (lih. Rm 5:19; Tob 4:14; Sir 10:14-15).
- Akibat dari dosa asal adalah: (untuk lebih lengkapnya, silakan melihat jawaban ini – silakan klik).
- Manusia kehilangan rahmat kekudusan dan terpisah dari Allah. (Lih Kej 3).
- Manusia kehilangan “the gift of integrity“, sehingga manusia dapat menderita dan meninggal (lih. Kej 3:16).
- Manusia terbelenggu oleh dosa dan kejahatan (lih. Kej 3:15-16; Yoh 12:31; 14:30; 2 Kor 4:4; Ib 2:14; 2 Pet 2:19).
- Dosa asal ini diturunkan kepada semua manusia:
- “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku” (Mz 51:7).
- “Siapa dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seorangpun tidak!” (Ay 14:4).
- “Tetapi karena dengki setan maka maut masuk ke dunia, dan yang menjadi milik setan mencari maut itu.“(Keb 2:24).
- “From the woman came the beginning of sin, and by her we all die.” (LXX/ Septuagint – Sir 25:33).
- Dan kemudian rasul Paulus memberikan penegasan dengan memberikan perbandingan antara Adam, manusia pertama yang jatuh ke dalam dosa kesombongan, dan Kristus yang membebaskan manusia dari dosa dengan ketaatan kepada Allah (Rom 5:12-21, lihat juga Rom 5:12-19, 1 Kor 15:21, dan Ef 2:1-3).
- Konsep tentang dosa asal diajarkan oleh Bapa Gereja, seperti Santo Agustinus abad ke 4 (De Nupt. et concupt. II 12,25). St. Cyprian (abad ke 3) juga memperkuat doktrin dosa asal dengan memberikan alasan bahwa dosa asal merupakan doktrin yang memang telah ada sejak awal mula, yang dibuktikan dengan Permandian bayi untuk penghapusan dosa (lih. St. Cyprian, Ep. 64, 5). Kemudian doktrin Dosa Asal ini diperkuat dari pernyataan Konsili Trente (D.790). Doktrin adanya Dosa Asal ini merupakan Tradisi Suci yang berasal dari Kitab Suci dan pengajaran lisan para rasul.
Pembaptisan Bayi dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci
- Kisah Para Rasul 16:15, 33 menceritakan tentang bagaimana para rasul membaptis Lidia beserta seluruh isi rumahnya, juga kepala penjara sekeluarga. Demikian pula dalam Kisah Para Rasul 18:8 menceritakan tentang bagaimana Paulus membaptis Krispus dan seisi rumahnya, dan juga keluarga Stefanus (1 Kor 1:16). “Seisi rumahnya” ini adalah termasuk anak-anak, sehingga diketahui bahwa praktek pembaptisan bayi telah diterapkan sejak zaman para rasul.
- Rasul Paulus mengajarkan, karena kita lahir dengan dosa Adam, maka kita semua perlu dibaptis (Rom 5:18-19).
- Yesus sendiri mengajarkan agar anak-anak jangan dihalangi untuk datang kepada-Nya (lih. Mrk 10:14).
- Di dalam Perjanjian Lama, anak- anak digabungkan ke dalam Perjanjian dengan sunat, yang dilakukan pada hari ke delapan (Im 12:3) pada saat mereka sendiri belum dapat menentukan sendiri apakah mereka mau tergabung dalam Bangsa Pilihan Allah. Maka seperti para orangtua di Perjanjian Lama memutuskan anak tersebut disunat, demikian pula di Perjanjian Baru, orangtua memutuskan anak tersebut dibaptis, demi tergabungnya sang anak dalam Perjanjian Baru dan kekal yang menghantar kepada keselamatan.
- Pembaptisan bayi berdasarkan atas ajaran “quam primum” yaitu keutamaan Pembaptisan, seperti yang diajarkan oleh Tertullianus, St. Siprianus, St. Sirilus dan St. Agustinus.
- Tertullianus (160-220), “Tanpa Baptisan, Keselamatan tidak dapat diperoleh”, berdasarkan pengajaran Yesus bahwa barangsiapa yang tidak dilahirkan kembali dalam air dan Roh, maka ia tidak dapat masuk dalam Kerajaan Allah (lih. Yoh 3:5).” Pengajaran ini melandasi praktek Pembaptisan bayi (On Baptism, Ch 12).
- St. Siprianus (250) mengajarkan bahwa “Pembaptisan yang mengakibatkan penghapusan dosa tidak boleh ditunda.” (Cyprian, Epistles 64 ).
- St. Sirilus dari Yerusalem (313–386), “Jika orang tidak menerima Pembaptisan, ia tidak dapat diselamatkan, kecuali dalam kondisinya sebagai Martir, yang tanpa baptisan air menerima Kerajaan Allah.” (Catecheses, 3:10)
- St. Agustinus (422) juga menyebutkan bahwa Pembaptisan yang merupakan ‘kematian kita terhadap dosa bersama Kristus dan kebangkitan kita ke dalam kehidupan baru bersama Kristus’, menjadi dasar bagi gerbang rahmat Pembaptisan kepada semua, baik bayi maupun orang dewasa, sebab semua manusia telah berdosa oleh akibat dosa asal (Lihat St. Augustine, Enchiridion, ch. 42,43,45).
Pembaptisan Bayi/ Anak-anak menurut Katekismus Gereja Katolik dan Kitab Hukum Kanonik:
- KGK 1250 Karena anak-anak dilahirkan dengan kodrat manusia yang jatuh dan dinodai dosa asal, maka mereka membutuhkan kelahiran kembali di dalam Pembaptisan , supaya dibebaskan dari kekuasaan kegelapan dan dimasukkan ke dalam kerajaan kebebasan anak-anak Allah ke mana semua manusia dipanggil. Dalam Pembaptisan anak-anak dapat dilihat dengan jelas sekali bahwa rahmat keselamatan itu diberikan tanpa jasa kita. Gereja dan orang-tua akan menghalangi anak-anaknya memperoleh rahmat tak ternilai menjadi anak Allah, kalau mereka tidak dengan segera membaptisnya sesudah kelahiran.
- KGK 1251: Orang-tua Kristen harus mengerti bahwa kebiasaan ini sesuai dengan tugasnya, memajukan kehidupan yang Tuhan percayakan kepada mereka.
- KGK 1252: Adalah satu tradisi Gereja yang sangat tua membaptis anak-anak kecil. Dari abad kedua kita sudah memiliki kesaksian jelas mengenai kebiasaan ini. Barangkali sudah pada awal kegiatan khotbah para Rasul, bila seluruh “rumah” menerima Pembaptisan anak-anak juga ikut dibaptis.
- Kan. 867 – § 1. Para orangtua wajib mengusahakan agar bayi-bayi dibaptis dalam minggu-minggu pertama; segera sesudah kelahiran anaknya, bahkan juga sebelum itu, hendaknya menghadap pastor paroki untuk memintakan sakramen bagi anaknya serta dipersiapkan dengan semestinya untuk itu.
§ 2. Bila bayi berada dalam bahaya maut, hendaknya dibaptis tanpa menunda-nunda. - Kan. 868 – § 1. Agar bayi dibaptis secara licit, haruslah:
1 orangtuanya, sekurang-kurangnya satu dari mereka atau yang secara legitim menggantikan orangtuanya, menyetujuinya;
2 ada harapan cukup beralasan bahwa anak itu akan dididik dalam agama katolik; bila harapan itu tidak ada, baptis hendaknya ditunda menurut ketentuan hukum partikular, dengan memperingatkan orangtuanya mengenai alasan itu.
§ 2. Anak dari orangtua katolik, bahkan juga dari orangtua tidak katolik, dalam bahaya maut dibaptis secara licit, juga meskipun orangtuanya tidak menyetujuinya. - Kan. 851 – Perayaan baptis haruslah disiapkan dengan semestinya; maka dari itu:
2) orangtua dari kanak-kanak yang harus dibaptis, demikian pula mereka yang akan menerima tugas sebagai wali baptis, hendaknya diberitahu dengan baik tentang makna sakramen ini dan tentang kewajiban-kewajiban yang melekat padanya. Pastor paroki hendaknya mengusahakan, sendiri atau lewat orang-orang lain, agar para orangtua dipersiapkan dengan semestinya lewat nasihat-nasihat pastoral, dan bahkan dengan doa bersama, dengan mengumpulkan keluarga-keluarga dan, bila mungkin, juga dengan mengunjungi mereka.
Demikian penjelasan saya tentang Pembaptisan bayi. Pada dasarnya Pembaptisan bayi dilakukan di Gereja Katolik, karena Gereja melanjutkan keinginan Allah agar semakin banyak orang dapat diselamatkan (1 Tim 2:4), dan mempercayakan perkembangan iman anak tersebut kepada orang tua dan wali baptis. Dasar Alkitab saya rasa cukup jelas seperti yang disebut di atas, demikian pula dari Tradisi Suci yang terlihat dari pengajaran para Bapa Gereja sejak jaman Gereja awal. Semoga hal ini dapat menjadi masukan bagi Isa Inigo.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati – https://katolisitas.org
Shalom Katolisitas,
Saya beragama kristen protestan dan suami saya katolik. Kami menikah secara katolik, walaupun hanya pemberkatan saja, tidak sakramen pernikahan. Saat ini anak kami berusia 2 tahun dan belum dibaptis. Yang ingin saya tanyakan, bisakah anak kami dibaptis secara katolik dan syarat apa saja yang diperlukan, mengingat saya seorang protestan.
Mohon pencerahannya, terima kasih.
Salam
Yohana
Shalom Yohana,
Jika Anda dibaptis secara sah dalam gereja yang termasuk dalam daftar PGI, maka Gereja Katolik mengakui bahwa baptisan Anda sebagai baptisan yang sah. Maka jika baptisan Anda sah, maka perkawinan Anda dengan seorang Katolik secara Katolik itu adalah otomatis sakramen. Sebab Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa perkawinan dua orang terbaptis yang sah, diangkat ke martabat sakramen (lih. KGK 1601).
Nah, kalau sekarang Anda bermaksud membaptis anak Anda secara Katolik, tentu boleh. Silakan mencari wali baptis dari seorang yang Katolik yang saleh yang dapat menjadi teladan iman bagi anak Anda dan mendampinginya untuk bertumbuh dalam iman Katolik. Jika anak Anda perempuan, carilah ibu baptis, jika anak Anda laki-laki, bapa baptis. Nanti suami Anda yang Katolik dan wali baptis akan bersama-sama bertanggungjawab mendidik anak Anda secara Katolik. Jika Anda sudah mendapatkan wali baptis, silakan menghubungi sekretariat paroki di mana Anda tinggal, lalu mintalah formulir untuk Pembaptisan bayi/ anak-anak, dan tanyakan syarat yang lebih mendetail di sana.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Katolisitas,
Saya mau tanya apakah ada batasan usia maksimal untuk anak-anak yang mau dibaptis ? Untuk orang tua yang menikah, dimana salah satunya berbeda Gereja, apakah bisa baptis anak ? Apakah anak tersebut harus mengikuti pelajaran tentang Katolik dulu ? Apakah Wali Baptis bisa dari Gereja lain dan apakah Wali Baptis bisa dari keluarga sendiri (opa, oma, tante, om) ?
Mohon pencerahannya, terima kasih.
Salam
Marissa
Shalom Marissa,
Ketentuan umumnya adalah orang tua Katolik wajib untuk secepatnya membaptis anak-anaknya, karena kita percaya bahwa Baptisan perlu untuk keselamatan, dan Baptisan itu merupakan perintah Kristus sendiri (lih. Mat 28:19-20). Maka KHK kan 861, 1, menyebutkan bahwa orang tua wajib membaptis anak-anak mereka di beberapa minggu pertama setelah kelahiran; dan bahkan jika ada bahaya kematian, maka bayi harus dibaptis secepatnya (lih. kan 862,2). Maka menunda Baptisan anak tanpa alasan yang jelas, sesungguhnya tidak sesuai dengan prinsip ajaran iman Kristiani, bahwa orang tua selayaknya menginginkan keselamatan jiwa anak-anaknya, sebagaimana dikehendaki oleh Kristus.
Memang tidak disebutkan batas maksimal umur anak untuk dapat menerima Baptisan bayi. Namun jika anak itu sudah mencapai usia akal budi/ age of reason, maka anak itu perlu menerima pendidikan katekumen terlebih dulu sebelum dibaptis. Usia akal budi menurut ketentuan umum Hukum Kanonik adalah usia genap tujuh tahun (lih. KHK kan. 97,2).
Selanjutnya, sejauh dipenuhi persyaratannya, tidak ada halangan bagi orang tua untuk membaptis anaknya secara Katolik, meskipun orang tua anak tersebut menikah beda gereja, atau tidak diberkati di Gereja Katolik, ataupun perkawinannya diberkati di gereja lain tanpa izin dari otoritas Gereja Katolik. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik. Jika perkawinan orang tua belum diberkati secara Katolik, dan ingin disahkan perkawinannya secara Katolik, silakan mengadakan Konvalidasi perkawinan, klik di sini.
Untuk menjadi wali Baptis dalam Gereja Katolik, ia harus seorang Katolik, sudah menerima sakramen Krisma, dan melaksanakan ajaran iman Katolik dalam kehidupannya. Sedangkan kalau dari gereja lain, ia diperbolehkan menjadi saksi Baptis, namun bukan wali Baptis (godparents). Wali Baptis harus Katolik dan orang Katolik yang baik, sebab ia harus menjadi contoh/ teladan iman bagi anak itu, dan bertanggungjawab terhadap pertumbuhan iman anak itu kelak, sebagai seorang Katolik. Jika anak yang dibaptis laki-laki, maka silakan dipilih wali Baptis laki-laki, jika perempuan, wali Baptisnya juga perempuan. Maka walaupun kerabatnya (oma, opa, tante, om) dapat menjadi wali Baptis, umumnya silakan dipilih dengan bijaksana, agar setidak-tidaknya mereka dapat diharapkan untuk mendampingi anak selama pertumbuhannya atau bahkan sampai anak itu menjadi dewasa.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom… Salam kasih dlam Kristus…
Saya tdak m’rancang utk m’baptis anak sya s’dari kecil. Pd rncangan sya, sya ingin dia dbaptis dlm k’adaannya yg rela & gembira m’nerima ajaran katolik. Dengan kata lain, sya akan m’gunjurkan utknya dbaptis stelah dwasa & matang b’fikir. Sudah tentu jg selama sela waktu itu sya akn sntiasa cuba menerap’n ajaran2 al-kitab & Yesus dlm dirinya. Ini supaya dia dbaptis kelak dlam k’adaan yg b’sedia mnerima Yesus, kenal akan iman katolik, & gembira m’nerima roh kudus krana jg knal akan-Nya…
Apa pndapat pihak katolisitas..?
Terima kasih
Shalom John,
St. Agustinus menganjurkan agar orang tua membaptis anaknya sedini mungkin, mengingat bahwa Baptisan adalah karunia Tuhan yang terbesar yang dapat diberikan kepada anak tersebut: yaitu rahmat Allah yang memungkinkan anak itu memperoleh kehidupan kekal. Orang tua yang baik adalah orang tua yang memberikan obat yang baik kepada anaknya yang sakit dan tak berdaya, tanpa perlu bertanya kepada anaknya apakah ia mau makan obat tersebut. Anak kita juga sakit secara rohani (sebagai akibat dosa Adam dan Hawa, semua manusia mempunyai dosa asal semenjak lahir), dan karena itu, rahmat pengudusan Allah yang diperoleh melalui Pembaptisan adalah obat yang terbaik, yang dapat diberikan kepada anak tersebut. Pembaptisan melibatkan kesediaan orang tuanya, untuk membawanya ke pangkuan Gereja yang akan membaptisnya.
Pembaptisan anak sejak dini yang kemudian dapat diikuti dengan penerimaan sakramen-sakramen lainnya setelah menginjak age of reason (terutama Komuni dan Pengakuan dosa) akan memberikan rahmat dan kekuatan kepada anak untuk menolak godaan dan menjauhi dosa. Dengan Pembaptisan ini, orang tua telah melakukan satu langkah besar untuk mewariskan iman kepada anak. Tentu orang tua mengharapkan anak selalu baik-baik dan panjang umur, namun seandainyapun bencana atau kecelakaan terjadi sehingga anak itu meninggal dunia, kita sebagai orang tua dihiburkan dengan kenyataan bahwa anak tersebut telah dibaptis, sehingga kita memperoleh pengharapan yang besar akan keselamatan jiwa anak itu. Sedangkan orang tua yang menunda Baptisan, dapat menyesali keputusan tersebut, jika sebelum menerima Baptisan, anak sudah meninggal dunia. Atau orang tua meninggal dunia, sebelum sempat membaptis anaknya, dan anaknya kemudian bertumbuh menjadi anak yang tidak percaya akan Allah dan hidupnya menyimpang dari jalan Tuhan. Walaupun orang tua masih hidup, pengaruh pergaulan dengan teman-teman yang kurang baik akan sangar rentan menjadikan anak bertumbuh menjadi pribadi yang negatif, jika rahmat Tuhan tidak berakar dalam dirinya.
Baptisan memang bukan segala-galanya, sampai kalau sudah dilakukan lalu habis perkara. Baptisan tetap harus diikuti dengan pendidikan iman dan moral oleh orang tua, wali Baptis dan pengajar iman baik di sekolah maupun di paroki. Namun Baptisan itu penting, sebab Kristus sendiri menyatakannya sebagai syarat bagi kita untuk masuk dalam Kerajaan-Nya (lih. Yoh 3:5).
Silakan Anda membawa dalam doa-doa Anda pergumulan Anda ini, semoga atas bimbingan Roh Kudus Anda dapat memutuskan yang terbaik bagi anak Anda, demi keselamatan jiwanya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih atas pendapatnya, bu…
Pak John,
Sekadar sharing.
Saya maunya anak ketiga kami dipermandikan beberapa hari setelah lahir.
Namun karena permintaan istri agar anak itu dipermandikan di manado (kami di papua)agar bersamaan dengan permandian saudara saudara sepupu bayi itu, maka saya menuruti kemauan istri. jadi saya harus menunggu 1 tahun lagi sampai kesempatan ke menado tiba.
Selama 1 tahun menunggu itu, betapa hati saya tidak tenang. Lebih lebih saat naik pesawat ke manado, hati saya tidak tenang karena kecelakaan pesawat bisa terjadi. maka saya hanya bisa berdoa agar penerbangan lancar karena bayi kami belum dipermandikan. Syukurlah semua lancar dan saya sudah lega karena akhirnya anak kami yang ketiga sudah dipermandikan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi nanti pada anak ini, namun saya sudah tenang karena ia sudah menjadi anak Allah melalui permandian; ia sudah lolos dari prasyarat utama dan pertama agar jiwanya selamat.
Salam sejahtera saudara-saudaraku yang seiman dalam Kristus,
Saya ada satu pertanyaan yang masih mengganjal sampai saat ini, yaitu mengenai Pembaptisan bayi atau anak kecil. Dari pengalaman saya selama ini banyak keluarga Katolik yang membaptis anaknya entah dari bayi ataupun sejak anak itu masih berusia dini. Memang setiap keluarga Katolik diwajibkan mendidik anaknya menurut ajaran Katolik. Tapi menurut saya, saya rasa hal itu tidak terlalu bagus. Alasannya adalah:
1. Seorang anak dibaptis tanpa mengenal Tuhan, Yesus maupun Gereja Katolik. Jadi kebanyakan yang saya lihat memang seorang anak yang dibaptis dini kurang mempunyai iman Katolik (mungkin karena kurang follow up dari orang tua juga) dan kurang ada sense of belonging terhadap Gereja. Ujung-ujungnya hanya Katolik KTP.
2. Baptis hanyalah salah satu dari sekian bagian dari seluruh rangkaian dan merupakan bagian dari penghargaan atau pernyataan kelulusan. Yang penting dari semua itu adalah proses, proses mengenal Tuhan dan mencintai Tuhan.
3. Sebagai seorang manusia yang utuh. Seorang anak sudah direnggut kebebasannya untuk memilih agama yang sesuai menurutnya. Beda ceritanya kalau anak sudah kita didik dan mengikuti katekumen akhirnya dia secara mandiri dan sukarela mengimani Kristus dan Gereja Katolik.
Mohon pencerahannya dari saudara-saudaraku. Karena Gereja kita berbeda dan menjunjung tinggi perbedaan maka saya harap ini bisa menjadi bahan diskusi dan renungan bagi kita semua.
Shalom Anton Suwito,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang pembaptisan bayi. Kalau anda membaca artikel di atas – silakan klik, maka anda dapat melihat bahwa baptisan bayi memang mempunyai dasar di Alkitab dan telah dilakukan dari awal masa kekristenan. Berikut ini tanggapan yang dapat saya berikan untuk pertanyaan anda:
1. Orang tua dan bapak/ibu permandian mempunyai tanggung jawab untuk mendidik anak tersebut dalam iman Katolik yang benar. Dengan pendidikan iman Katolik yang baik di keluarga dan dengan dukungan kegiatan-kegiatan yang membangun iman dari Gereja, maka iman anak itu dapat bertumbuh, sehingga mempunyai iman Katolik yang mantap dan tidak mudah terombang-ambing oleh pengajaran-pengajaran yang sering bertentangan dengan iman Katolik.
2. Baptis bukanlah merupakan salah satu rangkaian penghargaan atau pernyataan kelulusan, karena barang siapa dibaptis, maka dia akan mendapatkan keselamatan. Dengan demikian, Sakramen Baptis adalah penting untuk mendapatkan keselamatan.
KGK, 1257 “Tuhan sendiri mengatakan bahwa Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan (Bdk. Yoh 3:5.). Karena itu, Ia memberi perintah kepada para murid-Nya, untuk mewartakan Injil dan membaptis semua bangsa (Bdk. Mat 28:19-20; DS 1618; LG 14; AG 5.). Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan orang-orang, kepada siapa Injil telah diwartakan dan yang mempunyai kemungkinan untuk memohon Sakramen ini (Bdk. Mrk 16:16.). Gereja tidak mengenal sarana lain dari Pembaptisan, untuk menjamin langkah masuk ke dalam kebahagiaan abadi. Karena itu, dengan rela hati ia mematuhi perintah yang diterimanya dari Tuhan, supaya membantu semua orang yang dapat dibaptis, untuk memperoleh “kelahiran kembali dari air dan Roh”. Tuhan telah mengikatkan keselamatan pada Sakramen Pembaptisan, tetapi Ia sendiri tidak terikat pada Sakramen-sakramen-Nya.“
Berikut ini adalah kutipan dari diskusi saya dengan seseorang tentang pentingnya baptisan untuk keselamatan di sini – silakan klik.
Dasar Alkitab yang mengatakan bahwa Baptisan adalah penting untuk keselamatan adalah: Mt 28:19-20; Kis 2:38; Mk 16:16; Yoh 3:3-5; Kis 8:12-13, 36, Kis 10:47; Kis 16:15, 31-33; Kis 18:8; Kis 19:2-5; Kis 9:18; Kis 22:16; Rm 6:3-4; 1 Kor 6:11; Gal 3:27; Kol 2:12; Tit 3:5-7; Ibr 10:22; 1 Pet 3:20-21.
a) Mt 28:19-20 “19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Ini adalah dasar bagaimana seseorang dapat memperoleh keselamatan. Ini adalah pesan Yesus terakhir. Kalau kedatangan Yesus adalah untuk menyelamatkan manusia, maka pesan terakhir-Nya sebelum kenaikan ke Sorga adalah pesan keselamatan. Yang dikatakan adalah 1) jadikan semua bangsa murid-Ku, 2) Baptislah mereka, dan 3) ajarilah mereka melakukan segala perintah-Ku. Oleh karena itu, baptisan adalah diperlukan untuk keselamatan, termasuk juga untuk melakukan segala perintah Kristus.
b) Kis 2:38 “Jawab Petrus kepada mereka: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” adalah jawaban dari Petrus atas “pertanyaan apakah yang harus kami perbuat“. Dan Petrus menjawab, agar mereka “bertobat”, “memberikan diri untuk dibaptis”, sehingga mereka dapat menerima pengampunan dosa dan menerima karunia Roh Kudus. Pengampunan dosa ini begitu penting. Kita tahu bahwa upah dosa adalah maut (lih. Rm 6:23). Oleh karena itu, kalau pembaptisan memberikan pengampunan dosa, maka baptisan menghindarkan kita dari maut, yang berarti menuntun kita pada keselamatan. Jadi, baptisan penting untuk keselamatan.
c) Mk 16:16 “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” Ayat ini begitu jelas menyatakan bahwa untuk diselamatkan seseorang harus percaya dan dibaptis, dan bukan hanya percaya saja.
d) Yoh 3:3-5 “… 5 Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Ayat 5 menyebutkan bahwa seseorang tidak dapat masuk dalam Kerajaan Sorga, kalau dia tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh. Air dan Roh inilah Sakramen Baptis.
e) Kis 8:12-13, 36, 10:47; 16:15; 31-33; 18:8; 19:2-5 “12 Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus, dan mereka memberi diri mereka dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan. 13 Simon sendiri juga menjadi percaya, dan sesudah dibaptis, ia senantiasa bersama-sama dengan Filipus, dan takjub ketika ia melihat tanda-tanda dan mujizat-mujizat besar yang terjadi.” Berikutnya Kis 10:47 “Bolehkah orang mencegah untuk membaptis orang-orang ini dengan air, sedangkan mereka telah menerima Roh Kudus sama seperti kita?” Lidia yang percaya akan pemberitaan rasul Paulus memberikan dirinya dibaptis, seperti yang diceritakan di Kis 16:15 “Sesudah ia dibaptis bersama-sama dengan seisi rumahnya, ia mengajak kami, katanya: “Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku.” Ia mendesak sampai kami menerimanya” Ayat dari Kis 16:31-33 menyatakan “31 Jawab mereka: “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.” 32 Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan kepada semua orang yang ada di rumahnya. 33 Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis.” Lihat juga Kis 18:8 “Tetapi Krispus, kepala rumah ibadat itu, menjadi percaya kepada Tuhan bersama-sama dengan seisi rumahnya, dan banyak dari orang-orang Korintus, yang mendengarkan pemberitaan Paulus, menjadi percaya dan memberi diri mereka dibaptis.” Lihat juga apa yang dialami oleh jemaat di Efesus “…4 Kata Paulus: “Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus.” 5 Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.” (kis 19:2-5).
Seperti yang telah dibahas di atas, maka ayat-ayat ini menunjukkan bahwa tidak cukup hanya percaya kepada Yesus saja, namun jemaat awal mengalami pembaptisan. Mengapa? Karena baptisan diperlukan untuk keselamatan. Kalau memang hanya percaya kepada Yesus saja cukup, mengapa jemaat awal memberikan diri mereka untuk dibaptis? Seperti yang telah coba saya paparkan di penjelasan di atas, pada baptisan dewasa, iman senantiasa menyertai baptisan, karena orang dapat dibaptis secara sadar dan tanpa paksaan, kalau dia sendiri mengerti akan apa yang terjadi dalam baptisan – yang berarti beriman.
f) Kis 9:18; 22:16 “Dan seketika itu juga seolah-olah selaput gugur dari matanya, sehingga ia dapat melihat lagi. Ia bangun lalu dibaptis.” Ini adalah yang dilakukan oleh Ananias kepada Saulus. Saulus disembuhkan dan tentu saja percaya kepada Yesus. Namun ia tidak hanya berhenti pada percaya, sebaliknya dia bangun dan kemudian dibaptis. Dan di ayat Kis 22:16, Ananias berkata kepada Saulus yang telah disembuhkan matanya “Dan sekarang, mengapa engkau masih ragu-ragu? Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan sambil berseru kepada nama Tuhan!” Mengapa dia perlu dibaptis? Agar dia dapat disucikan dosa-dosanya, sehingga dia dapat diselamatkan. Oleh karena itu, Ananias tidak hanya meminta Saulus untuk percaya, disembuhkan, mendapatkan mandat untuk menjadi saksi Kristus, namun dia memberikan pembaptisan kepada Saulus.
g) Rm 6:4 mengatakan “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Rasul Paulus memberikan pentingnya baptisan, yaitu karena orang yang dibaptis telah mati bersama Kristus, seperti juga ditegaskannya di Rm 6:3 “Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya?” Apakah dari sini kita melihat bahwa baptisan hanyalah simbolik dan tidak mempunyai efek apapun? Tidak, sebaliknya rasul Paulus menegaskan bahwa orang yang dibaptis dalam Kristus telah dibaptis dalam kematian-Nya. Dengan mati bersama Kristus, maka orang yang dibaptis akan mendapatkan hidup yang baru. Bagaimana mungkin orang yang telah dibaptis mendapatkan hidup yang baru? Karena Tuhan telah mengikat keselamatan dalam baptisan, sehingga dengan hidup yang baru, hidup di dalam Kristus, maka manusia dimampukan untuk dapat hidup menurut kehendak Tuhan, sehingga dapat memperoleh keselamatan.
h) 1 Kor 6:11 mengatakan “Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan [RSV, KJV = are washed], kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita.” Disucikan atau dalam bahasa Inggris “are washed” mengacu kepada baptisan. Kita mengingat apa yang dikatakan di dalam Kis 22:16 “…Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan [are washed] sambil berseru kepada nama Tuhan!”
i) Gal 3:27; 4:5-7 mengatakan “Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.” Apakah baptisan hanya suatu simbol yang tidak mempunyai hubungan dengan keselamatan? Tentu saja tidak, karena menurut rasul Paulus orang yang dibaptis mengenakan Kristus, yang berarti: bersatu dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan (lih. Rm 6:3-4) dan persatuan ini membuat orang yang dibaptis dapat menjadi anak-anak Allah dan dapat memanggil Tuhan dengan sebutan Abba, Bapa. Gal 4:5-7 membahas hal ini lebih lanjut dengan mengatakan “5 Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak. 6 Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: “ya Abba, ya Bapa!” 7 Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.” Dengan dibaptis, kita mengenakan Kristus, dan dengan demikian kita dapat diterima menjadi anak, sehingga kita dapat memanggil Tuhan sebagai Abba, Bapa, yang berarti kita menjadi ahli-ahli waris oleh Allah, atau mendapatkan kebahagiaan abadi di Sorga / dengan kata lain keselamatan. Oleh karena itu, baptisan adalah perlu untuk keselamatan dan bukan hanya sekedar simbol.
j) Kol 2:12 mengatakan “karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” Bukankah dari ayat ini terlihat jelas, bahwa baptisan bukan hanya sekedar simbolik, namun mempunyai arti yang dalam, yaitu dikuburkan dalam Kristus. Dengan dikuburkan dalam Kristus, maka kita juga dibangkitkan bersama Kristus (lih. Rm 6:3-4), yang berarti mendapatkan keselamatan. Oleh karena itu, baptisan perlu untuk keselamatan.
k) Tit 3:5-7 mengatakan “5 pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, 6 yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, 7 supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita.” Memang manusia diselamatkan bukan karena perbuatan baik. Dan baptisan bukan hanya sekedar perbuatan (melakukan sesuatu), namun lebih daripada itu, baptisan adalah melakukan sesuatu yang diperintahkan Kristus sendiri, sehingga rahmat Kristus dapat mengalir, yaitu melalui pembaptisan kelahiran kembali. Kelahiran kembali adalah seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus di Rm 6:3-4. Kita dapat lahir kembali karena kita telah mati (dalam dosa) di dalam baptisan. Seperti yang dikatakan dalam Kis 2:38 “Jawab Petrus kepada mereka: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.“, maka ayat ini menegaskan kembali makna dari baptisan. Pertama, baptisan membuat seseorang dilahirkan kembali, karena dia telah mati dalam dosa (lih. Rm 6:3-4), yang berarti menerima pengampunan dosa (lih. Kis 2:38). Kedua, baptisan membuat seseorang menerima karunia Roh Kudus (lih Kis 2:38), yang ditegaskan oleh Tit 3:5. Dari manakah sumber dari pengampunan dosa dan karunia Roh Kudus? Tit 3:6 mengatakan bahwa semuanya itu berasal dari Yesus Kristus. Oleh sebab itu, baptisan yang bersumber pada rahmat Yesus Kristus (melalui misteri Paskah), memungkinkan manusia memperoleh pengampunan dosa, menerima karunia Roh Kudus, dan akhirnya menerima kehidupan yang kekal (lih. Tit 3:7).
l) Ibr 10:22 “Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni.” Kita melihat dari ayat ini, bahwa kita dapat menerima rahmat Allah di dalam baptisan dengan hati yang tulus iklas dan iman yang teguh. Inilah sebabnya kehendak bebas dan iman diperlukan dalam baptisan dewasa. Ayat ini juga menunjukkan bahwa baptisan (dengan air yang murni) membasuh tubuh, dan juga membersihkan hati kita dari hati nurani yang jahat. Bahwa baptisan membersihkan hati nurani yang jahat juga dipertegas oleh rasul Petrus (lih. 1 Pet 3:21). Oleh karena itu sangat jelas, bahwa baptisan bukan hanya sekedar upacara simbolik, namun memberikan efek yang luar biasa, yaitu dapat membersihkan hati nurani. Dengan kata lain, hati nurani yang jahat telah dibersihkan dengan menerima pengampunan dosa dan Roh Kudus.
m) 1 Pet 3:20-21 mengatakan “21 Juga kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan--maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah–oleh kebangkitan Yesus Kristus, 22 yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya.” Di point 13) di atas, telah diterangkan tentang ayat ini. Kita dapat berdiskusi tentang apakah yang menjadi gambaran dari baptisan: air bah atau bahtera. Namun, akhirnya, kita tidak dapat menolak akan apa yang jelas-jelas ditulis di dalam ayat tersebut, yaitu: “kamu sekarang diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan“. Kalau ada orang yang bertanya, apakah yang sekarang menyelamatkan? jawabannya adalah baptisan. Apakah kiasannya? dapat didiskusikan: air bah atau bahtera. Namun, apakah kiasan ini merubah kenyataan bahwa baptisan menyelamatkan? ayat tersebut telah menjawab secara jelas, bahwa baptisan menyelamatkan. Kenapa dapat diselamatkan? Karena hati nurani kita dimurnikan, yang hanya mungkin, kalau kita mendapatkan pengampunan dosa dan karunia Roh Kudus (lih. Kis 2:38). Kalau begitu, apakah baptisan adalah sekedar simbolik? Tentu saja tidak, karena sesuatu yang simbolik tidak dapat membersihkan hati nurani. Hati nurani hanya dapat dibersihkan oleh rahmat Allah, yang mengalir melalui pembaptisan.
3. Apakah dengan dibaptis bayi, maka anak telah direnggut kebebasannya? Dalam kehidupan sehari-hari, kalau bayi sakit – termasuk anak-anak – maka orang tua tidak pernah bertanya kepada bayi atau anak-anak, obat apakah yang ingin mereka minum. Mengapa? Karena orang tua (dapat melalui dokter) percaya bahwa obat tersebut dapat menyembuhkan penyakit bayi atau anak tersebut. Apakah dengan demikian, maka orang tua tersebut telah melanggar kebebasan bayi dan anak tersebut? Justru tidak. Kalau orang tua itu tidak memberikan obat, maka orang tua tersebut justru dianggap aneh dan bahkan dianggap tidak menyayangi anak-anaknya.
Contoh di atas adalah merupakan contoh dalam tingkatan kodrat (natural). Dalam tingkatan adi kodrati (supernatural), maka baptisan yang penting untuk keselamatan menjadi penting bagi bayi dan anak-anak. Kalau orang tua memberikan obat kepada bayi untuk kesembuhan fisik, maka sudah seharusnya orang tua membaptis bayi untuk kesembuhan spiritual – yaitu keselamatan kekal – yang memang jauh lebih penting dari kesembuhan fisik. Sebagai orang dewasa, maka kita menginginkan agar bayi-bayi juga datang kepada Yesus, karena kita menjalankan apa yang diperintahkan oleh Kristus, ketika Dia berkata “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” (Mk 10:14). Jadi, demi keselamatan kekal dari bayi dan anak tersebut, maka kita harus membaptis bayi dan anak-anak, namun disertai dengan bimbingan iman, sehingga mereka dapat benar-benar menghayati iman Katolik dengan baik.
Semoga jawaban di atas dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terima kasih kepada saudara Stefanus Tay. Semoga jawaban itu menjadi pencerahan bagi kita semua. Tuhan memberkati.
Ada seorang protestan yang mengatakan kepada saya bahwa jika seseorang dibaptis, ia harus tahu/sudah dapat membedakan apa yang benar dan yang salah. Dan ktnya, bayi belum dapat membedakan yang benar dan yang salah sehingga tidak pas jikalau harus dibaptis pada saat kondisi yang demikian.
Bagaimana menanggapi argumen ini? terima kasih, GBU
Shalom RBV,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang baptisan bayi. Menjawab pertanyaan teman anda bahwa bayi yang dibaptis tidak alkitabiah karena bayi tersebut tidak dapat membedakan yang benar dan yang salah, maka anda dapat bertanya kepada teman anda:
1. Bagaimana menjelaskan baptisan yang dilakukan oleh Lidia dan seluruh keluarganya dan kepada penjara dan keluarganya (lih Kis 16:15,33), Rasul Paulus yang membaptis Krispus dan seisi rumahnya (lih Kis 18:8) dan juga keluarga Stefanus (lih 1Kor 1:16)? Apakah seisi rumahnya juga termasuk anak-anak yang belum dapat menggunakan akal budi mereka?
2. Di ayat manakah dalam Alkitab yang mengatakan bahwa persyaratan orang dibaptis adalah harus telah dapat membedakan benar dan salah?
3. Kalau baptisan penting untuk keselamatan (lih. Mk 16:16), mengapa anak-anak dan bayi tidak boleh dibaptis? Kalau kita tidak memperbolehkan bayi dibaptis, bukankah Yesus telah menentangnya dengan mengatakan “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.” (Mt 18:6)?
4. Apakah orang tua dapat mengatakan kepada bayinya yang sakit bahwa dia tidak dapat memberikan obat karena sang bayi belum dapat membedakan baik dan buruk? Bukankah dengan cara ini, maka sang bayi akan mati? Demikian juga dengan baptisan, yang tidak mensyaratkan bahwa bayi atau anak-anak harus dapat membedakan baik dan buruk.
5. Dapatkan disebutkan tulisan dari jemaat perdana yang mengatakan bahwa bayi dan anak-anak yang belum dapat membedakan baik dan buruk, tidak boleh dibaptis?
Semoga pertanyaan-pertanyaan di atas dapat membantu teman anda untuk melihat baptisan dari sisi yang lain. Semoga dapat berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Saya sedang mengandalikan krusus baptisan bayi di paroki saya.Apa yang saya perlukan adalah, panduan bagaimana cara atau pun bahan2 yang perlu saya lakukan untuk mempersiapkan ibu/bapa/penanggung didalam pembaptisan bayi mereka. Mohon dapat jawaban dari pada pihak saudara yang berkenaan. Terima kasih.
Shalom Catherine Tan,
Terima kasih atas pertanyannya tentang persiapan baptisan bayi. Secara prinsip orang tua atau orang tua permandian harus bertanggungjawab terhadap perkembangan iman dari anak-anak tersebut, sehingga akhirnya mereka dapat mencapai Kerajaan Sorga. Jadi, dengan demikian, prinsip dari Mk 10:13-16 tentang Yesus memberkati anak-anak dapat menjadi topik yang menarik. Dan peringatkan mereka juga tentang hukuman bagi orang-orang yang menyesatkan anak-anak di Mk 9:42, yang mengatakan “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut.” Dengan demikian, para orang tua dan orang tua baptis harus mendidik anak-anak untuk mengasihi Tuhan dan sesama atau untuk hidup kudus, yang akan mengantar mereka kepada kehidupan kekal. Semoga keterangan singkat ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Tambahan dari Romo Wanta:
Catherine Tan Yth
Ada banyak buku panduan untuk memersiapkan anak menerima komuni kudus. Cobalah mencari di TB OBOR (www.obormedia.com), atau Kanisius (www.kanisiusmedia.com)
Di website itu banyak buku untuk menjadi kepustakaan dan panduan, selain itu biasanya keuskupan melalui komisi kateketik menerbitkan buku panduan silakan ditanyakan ke pastor paroki anda. Semoga dapat ditemukan buku panduan.
salam
Rm Wanta
Dear Inggrid,
ada yg ingin saya tanyakan.
1. Apa yang dimaksud dengan licit
2. Bolehkah seseorang menjadi wali baptis bila dia belum menikah? apa saja persyaratan seseorang diperkenankan menjadi wali baptis. Dan adakah alasan yang melatar belakangi setiap persyaratan.?
Terimakasih. Saya selalu mendoakan web site ini dan para pengasuhnya supaya tetap dalam lindungan berkat Tuhan, karena banyak yang mendapatkan manfaat positif dari web site ini.
Salam
Kris
Shalom Kris,
1. Licit itu artinya adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam bahasa Inggrisnya, legal; lawful; legitimate; permissible. Jadi kalau dikatakan “sah” itu valid, namun kalau “licit” itu adalah sesuai dengan standar hukumnya. Misalnya, baptisan dalam nama Allah Bapa Putera dan Roh Kudus, dengan percikan air/ sedikit sekali air, walaupun itu sah namun tidak licit, karena KHK kan. 854 menyebutkan demikian, “Baptis hendaknya dilaksanakan entah dengan dimasukkan ke dalam air entah dengan dituangi air (by immersion or by pouring), dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dari Konferensi para Uskup.”
2. Ketentuan untuk wali baptis tertulis dalam KHK kann. 873 dan 874, sebagai berikut:
KHK kan. 873 Sebagai wali baptis hendaknya diambil hanya satu pria atau hanya satu wanita atau juga seorang pria dan seorang wanita.
KHK kan. 874 § 1 Agar seseorang dapat diterima untuk mengemban tugas wali baptis, haruslah:
10 ditunjuk oleh calon baptis sendiri atau oleh orangtuanya atau oleh orang yang mewakili mereka atau, bila mereka itu tidak ada, oleh pastor paroki atau pelayan baptis, selain itu ia cakap dan mau melaksanakan tugas itu;
20 telah berumur genap enambelas tahun, kecuali umur lain ditentukan oleh Uskup diosesan atau ada kekecualian yang atas alasan wajar dianggap dapat diterima oleh pastor paroki atau pelayan baptis;
30 seorang katolik yang telah menerima penguatan dan sakramen Ekaristi mahakudus, lagipula hidup sesuai dengan iman dan tugas yang diterimanya;
40 tidak terkena suatu hukuman kanonik yang dijatuhkan atau dinyatakan secara legitim;
50 bukan ayah atau ibu dari calon baptis.
KHK kan. 874 § 2 Seorang yang telah dibaptis dalam suatu jemaat gerejawi bukan katolik hanya dapat diizinkan menjadi saksi baptis bersama dengan seorang wali baptis katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Comments are closed.