Pertanyaan:
saya mau bertanya, saya amat bingung!
1. mengapa Allah dipanggil bapa? apakah mungkin Allah telah menikah dengan maria sehingga terbentuk yesus/isa almasih padahal Allah menciptakan yesus/isa almasih dengan hanya satu ucap/firman. dan apakah yesus/isa almasih merupakan anak Allah bila Allah menciptakan nya hanya dengan sekali ucap/firman?
terima kasih, saya tunggu secepatnya! karena teman saya bertanya soal itu
semoga dilindungi Allah, Reza
Jawaban:
Shalom Reza,
1. Kita memanggil Allah sebagai Bapa, pertama- tama karena Tuhan Yesus sendiri yang mengajarkannya.
Ketika para rasul-Nya bertanya bagaimana caranya berdoa, maka Kristus mengajarkan doa Bapa Kami (lih. Mat 6:9-13; Luk 11:2-4), dan dengan demikian memanggil Allah sebagai “Bapa”. Sebelumnya, dalam khotbah di bukit, Yesus mengajarkan agar kita berusaha untuk hidup sempurna, sama seperti Allah Bapa yang di sorga adalah sempurna (lih. Mat 5:48).
Selanjutnya layak kita sadari bahwa kita dapat memanggil Allah sebagai Bapa sebab kita telah diangkat oleh Kristus menjadi saudara dan saudari-Nya melalui Pembaptisan. Oleh sebab itu kita dapat memanggil Bapa sebagai “Abba, Bapa” (Rom 8:15; Gal 4:6).
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 239 Kalau bahasa iman menamakan Allah itu “Bapa”, maka ia menunjukkan terutama kepada dua aspek: bahwa Allah adalah awal mula segala sesuatu dan otoritas yang mulia dan sekaligus kebaikan dan kepedulian yang penuh kasih akan semua anak-Nya. Kebaikan Allah sebagai orang-tua ini dapat dinyatakan juga dalam gambar keibuan (Bdk. Yes 66:13; Mzm 131:2), yang lebih menekankan imanensi Allah, hubungan mesra antara Allah dan ciptaan-Nya. Dengan demikian bahasa iman menimba dari pengalaman manusia dengan orang-tuanya, yang baginya boleh dikatakan wakil-wakil Allah yang pertama. Tetapi sebagaimana pengalaman menunjukkan, orang-tua manusiawi itu dapat juga membuat kesalahan dan dengan demikian menodai citra kebapaan dan keibuan. Karena itu perlu diperingatkan bahwa Allah melampaui perbedaan jenis kelamin pada manusia. Ia bukan pria, bukan juga wanita; Ia adalah Allah. Ia juga melebihi kebapaan dan keibuan manusiawi (Bdk. Mzm 27:10), walaupun Ia adalah awal dan ukurannya (Bdk. Ef 3:14; Yes 49:15). Tidak ada seorang bapa seperti Allah.
3. Maka Allah disebut Bapa berkaitan dengan hakekat Allah yang menciptakan, mengasihi, memelihara dan mendidik umat-Nya yaitu kita semua; demi keselamatan kita.
Kisah penciptaan Allah dapat kita baca dalam kitab Kejadian 1-2. Kasih ke- Bapaan Allah kita lihat kisah Anak yang hilang (Luk 15: 11-32). Sedangkan Allah memelihara kita (lih. Luk 12:22-24) dan mendidik kita seperti seorang ayah mendidik anaknya (lih. Ibr 12:6). Jadi ke Bapa-an Allah bukanlah untuk diartikan dengan Allah telah menikah dengan Bunda Maria. Ini adalah tanggapan yang sangat- sangat keliru! Allah adalah Sang Pencipta, dan Allah itu Roh (Yoh 4:24), dan karenanya tidak kawin dan dikawinkan, sepertihalnya manusia ciptaan-Nya (lih. Luk 20:34-35). Bahwa karena besar kasih-Ny,a Allah memutuskan untuk mengutus Putera-Nya untuk menjadi manusia (lih. Yoh 3:16), tidak menjadikan-Nya menikah dengan manusia. Yang terjadi adalah Roh Allah itu turun atas Bunda Maria, sehingga Bunda Maria dapat mengandung Kristus, meskipun tanpa melibatkan benih seorang laki- laki. Hal ini dituliskan dalam kabar gembira malaikat Gabriel seperti tertulis dalam Kitab Suci, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” (Luk 1:35)
4. Namun bagi Yesus, istilah ‘Bapa’ memiliki arti yang sangat khusus, dan tidak mungkin disamakan dengan hubungan antara kita (umat ciptaan-Nya) dengan Allah (Sang Pencipta). Katekismus mengajarkan:
KGK 240 Yesus mewahyukan bahwa Allah merupakan “Bapa” dalam arti tak terduga: tidak hanya sebagai Pencipta, tetapi sebagai Bapa yang kekal dalam hubungannya dengan Putera-Nya yang tunggal, yang adalah Putera hanya dalam hubungan-Nya dengan Bapa-Nya: “Tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang-orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” (Mat 11:27)
KGK 242 Pengakuan para Rasul itu dipelihara oleh tradisi apostolik, dan sebagai akibatnya Gereja dalam tahun 325 pada konsili ekumene pertama di Nisea mengakui bahwa Putera adalah “sehakikat [homoousios, consubstantialis] dengan Bapa”, artinya satu Allah yang Esa bersama dengan-Nya. Konsili ekumene kedua, yang berkumpul di Konstantinopel tahun 381, mempertahankan ungkapan ini dalam rumusannya mengenai iman Nisea dan mengakui “Putera Allah yang tunggal” sebagai yang “dilahirkan dari Bapa sebelum segala abad: Allah dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah benar, dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa” (DS 150).
4. Maka penyataan anda “padahal Allah menciptakan yesus/isa almasih dengan hanya satu ucap/firman. dan apakah yesus/isa almasih merupakan anak Allah bila Allah menciptakan nya hanya dengan sekali ucap/firman?“, ini keliru.
Allah tidak menciptakan Yesus dengan firman-Nya, dan Yesus bukanlah ciptaan Allah. Sebab Yesus sendiri adalah Allah. Ia adalah Allah Putera yang hakekatnya sama dengan Allah Bapa. Yesus (Allah Putera) dikenal sebagai Sang Firman yang sudah ada sejak awal mula, dan “Ia bersama- sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” (Yoh 1:1). Yesus sebagai Sang Firman ini tidak terpisah dari Allah Bapa, bagaikan terang tak terpisahkan dari sumbernya, sehingga dikatakan dalam Credo/ Syahadat Aku Percaya, “Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad”. Artinya, Yesus sebagai Allah Putera, sudah ada sejak awal mula, dan di dalam Dia segala sesuatu dijadikan (Yoh 1:3).
Maka pengertian “Putera/ Anak” ini tidak untuk diartikan bahwa Ia lahir dari hubungan suami istri. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan bahwa Yesus dan Allah mempunyai hakekat yang sama, sepertihalnya bapa mempunyai hakekat yang sama dengan anaknya. Silakan agar anda ingin mengetahui lebih lanjut, untuk membaca artikel Trinitas: Satu Allah dalam Tiga Pribadi, silakan klik di sini. Sedangkan untuk lebih mengenal pribadi Yesus yang dalam penjelmaan-Nya di dunia adalah sungguh Allah dan sungguh manusia, silakan klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Damai dan Sejahtera dalam Kasih Tuhan Jesus
bagi para pengasuh situs ini berikut sidang pembacanya.
Pertanyaan bung Reza mengingatkan saya pada pertanyaan teman2 yg bukan Kristen +/- 20-an thn yg lalu. Saya yg sangat awam (dan sekarang masih awam) teologi/kristologi paling hanya bisa menjawab bhw itu adlh suatu ungkapan kedekatan antara manusia dgn Sang Penciptanya yg sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya umat terpilih pada masa itu. Karena itulah ada istilah “GEMBALA ku”, “RAJA ku” (selain “BAPA”) dsb untuk menyebut Sang Pencipta. Tidak ada konsep/sebutan “Ibu ku” karena saat wahyu Tuhan turun sejak masa Abraham, budaya masyarakat di sana (juga bangsa Ibrani) adalah budaya patriarkhi. [Tidak ada ungkapan spt: Boss ku, CEO ku, Direktur ku, Manager ku dsb krn pangkat/fungsi spt itu belum dikenal pada masa itu].
Teman saya, setengah mengecam, menyatakan bahwa sebutan BAPA terkesan merendahkan dan terlalu “berani” karena menetapkan gender Sang Pencipta. Saya hanya bisa bilang, bahwa selain ungkapan kedekatan-keakraban-kehangatan hubungan antara manusia dgn Tuhan, sebutan itu “tercipta” spt itu karena keterbatasan manusia berikut keterbatasan bahasanya. Jika manusia bisa mendefinisikan puluhan (atau malahan hingga ratusan) sebutan bagi NYA, apakah sebutan2 itu cukup memadai bagi NYA dan apakah bisa menjadi pertanda kebijakan dan kehebatan manusia?
Saya tidak menyangka, akan menemukan pertanyaan spt itu sekarang melalui perantaraan bung Reza. Sekarang jika saya ditanya lagi, maka saya akan jawab spt jawaban 20an thn lalu seraya menambahkan: silahkan pakai sebutan apa saja (yg baik dan pantas) bagi NYA; tapi untuk saya, yg penting saya merasa dekat dan nurani saya tidak menuduh saya.
Shalom,
(herman-wib)
[dari katolisitas: Sebutan Allah sebagai “Bapa” adalah sangat asing dan tidak terfikirkan oleh Bangsa Yahudi pada waktu itu. Sebutan itu hanya mungkin kalau Allah sendiri yang ingin menyatakan Diri-Nya sebagai Allah Bapa, sehingga melalui Allah Putera, kita semua dapat memanggilnya Bapa.”
saya mau bertanya, saya amat bingung!
1. mengapa Allah dipanggil bapa? apakah mungkin Allah telah menikah dengan maria sehingga terbentuk yesus/isa almasih padahal Allah menciptakan yesus/isa almasih dengan hanya satu ucap/firman. dan apakah yesus/isa almasih merupakan anak Allah bila Allah menciptakan nya hanya dengan sekali ucap/firman?
terima kasih, saya tunggu secepatnya! karena teman saya bertanya soal itu
semoga dilindungi Allah
[Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.