“Tolong, jangan tusuk saya!”
Saya pernah menonton suatu program TV yang menunjukkan proses aborsi pada bayi usia 6 bulan. Dokter dengan sarung tangan memegang gunting dan pisau untuk ‘membuka’ perut ibu. Beberapa menit kemudian, bagian perut sudah tersayat, dan dalam sekejap, saya melihat suatu adegan yang membuat jantung saya hampir berhenti berdetak: keluarlah sebuah tangan kecil dari perut itu memegangi ujung gunting itu, seolah berteriak, “Tolong, jangan menusuk saya!” Namun mungkin para dokter itu sudah terbiasa melakukan “pekerjaan” itu. Tak lama kemudian hancurlah sudah tubuh manusia kecil dan tak berdaya itu. Bayi kecil itu mati terpotong-potong. Tidak sebagai manusia, namun hanya sebagai ‘benda’ yang dibuang karena dianggap mengganggu dan tidak diharapkan….
Pro Choice vs Pro-life
Di Amerika dewasa ini, terdapat isu yang cukup hangat, yang tak jarang mengundang perdebatan, yaitu mengenai aborsi. Umumnya mereka yang setuju aborsi menyebut diri sebagai ‘pro- choice‘ -karena mengacu kepada hak ibu untuk ‘memilih’ nasib dirinya dan bayi yang dikandungnya; sedangkan yang tidak setuju menyebut diri ‘pro-life‘. Gereja Katolik sendiri selalu ada dalam posisi “pro-life” karena Gereja Katolik selalu mendukung kehidupan manusia, tak peduli seberapa muda usianya, termasuk mereka yang masih di dalam kandungan.
Sebenarnya secara objektif terminologi yang dipakai sudah rancu, karena ‘pro-choice‘ sebenarnya bukan ‘choice‘, sebab pilihan yang diambil dalam hal ini hanya satu, yaitu membunuh bayi yang masih dalam usia kandungan. Sang bayi yang kecil dan lemah itu tidak membuat pilihan, sebab ia ditentukan untuk mati. Tragisnya, yang menentukan kematiannya adalah ibunya sendiri yang mengandungnya.
Kapan kehidupan manusia terbentuk?
Gereja Katolik ‘pro- life‘ karena Tuhan mengajarkan kepada kita untuk menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak masa konsepsi (pembuahan) antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia terbentuk pada saat konsepsi, karena bahkan dalam ilmu pengetahuan-pun diketahui, “Sebuah zygote adalah sebuah keseluruhan manusia yang unik.” ((Landrum B. Shettles, M.D. and David Rorvik, “Human Life Begins at Conception,” in Rites of Life (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1983) cited in Abortion: Opposing Viewpoints (St. Paul, MN: Greenhaven Press, 1986), p.16)) Pada saat konsepsi inilah sebuah kesatuan sel manusia yang baru terbentuk, yang lain jika dibandingkan dengan sel telur ibunya, ataupun sel sperma ayahnya. Pada saat konsepsi ini, terbentuk sel baru yang terdiri dari 46 kromosom (seperti halnya sel manusia dewasa) dengan kemampuan untuk mengganti bagi dirinya sendiri sel-sel yang mati. ((Lihat Bob Larson, Larson’s Book of Family Issues (Wheaton, IL: Tyndale House, 1986), p. 297)) Analisa science menyimpulkan bahwa fertilisasi bukan suatu “proses” tetapi sebuah kejadian yang mengambil waktu kurang dari satu detik. Selanjutnya, dalam 24 jam pertama, persatuan sel telur dan sperma bertindak sebagai sebuah organisme manusia, dan bukan sebagai sel manusia semata-mata. Selengkapnya, untuk melihat pandangan para scientists tentang kapan hidup manusia dimulai, silakan membaca di link ini, silakan klik.
Masalahnya, orang-orang yang “pro-choice” tidak menganggap bahwa yang ada di dalam kandungan itu adalah manusia, atau setidaknya mereka menghindari kenyataan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal science sangat jelas mengatakan terbentuknya sosok manusia adalah pada saat konsepsi (pembuahan sel telur oleh sel sperma). Pada saat itulah Tuhan ‘menghembuskan’ jiwa kepada manusia baru ciptaan-Nya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya, dapat lahir dan berkembang sebagai manusia dewasa. Adalah suatu ironi untuk membayangkan bahwa kita manusia berasal dari ‘fetus’ yang bukan manusia. Logika sendiri sesungguhnya mengatakan, bahwa apa yang akan bertumbuh menjadi manusia layak disebut sebagai manusia.
Dasar Kitab Suci
1. Kitab suci juga mengajarkan bahwa manusia sudah terbentuk sebagai manusia sejak dalam kandungan ibu:
Yes 44:2: “Beginilah firman TUHAN yang menjadikan engkau, yang membentuk engkau sejak dari kandungan dan yang menolong engkau…”
Allah sendiri mengatakan telah membentuk kita sejak dari kandungan, artinya, sejak dalam kandungan kita sudah menjadi manusia yang telah dipilih-Nya.
Ayb 31: 15: “Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?”
Ayub menyadari bahwa ia dan juga orang-orang lain telah diciptakan/ dibentuk oleh Allah sejak dalam kandungan.
Yes 49, 1,5: “….TUHAN telah memanggil aku sejak dari kandungan telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku…. Maka sekarang firman TUHAN, yang membentuk aku sejak dari kandungan untuk menjadi hamba-Nya, untuk mengembalikan Yakub kepada-Nya…”
Nabi Yesaya mengajarkan bahwa Allah telah memanggilnya sejak ia masih di dalam kandungan (sesuatu yang tidak mungkin jika ketika di dalam kandungan ia bukan manusia).
2. Kitab Suci mengajarkan bahwa setiap kehidupan di dalam rahim ibu adalah ciptaan yang unik, yang sudah dikenal oleh Tuhan:
Yer 1:5: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.”
Mazmur 139: 13, 15-16: “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku…. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”
Gal 1:15-16: “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia”
Luk 1:41-42: “Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus lalu berseru, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.”
Di dalam kisah ini, Yohanes Pembaptis yang masih berada dalam kandungan Elisabet dapat melonjak gembira pada saat mendengar salam Maria. Lalu Elisabet-pun mengucapkan salam kepada Maria dan kepada Yesus yang ada dalam kandungan Bunda Maria sebagai ‘buah rahim’-nya. Tentulah ini menunjukkan bahwa kehidupan janin di dalam kandungan sudah menunjukkan kehidupan seorang manusia, yang sudah dapat turut melonjak karena suka cita, dan layak untuk ‘diberkati’ sebagai manusia. Janin di dalam kadungan bukan hanya sekedar sepotong daging/ fetus tanpa identitas. Sejak di dalam kandungan, Allah telah membentuk kita secara khusus, memperlengkapi kita dengan berbagai sifat dan karakter tertentu agar nantinya dapat melakukan tugas-tugas perutusan kita di dunia.
3. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk memperhatikan dan mengasihi saudara-saudari kita yang terkecil dan terlemah, sebab dengan demikian kita melakukannya untuk Kristus sendiri.
Mat 25:45: “… sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.”
Aborsi yang pada akhirnya membunuh janin, entah di dalam atau di luar kandungan, adalah tindakan pembunuhan yang bertentangan dengan perintah Yesus untuk memperhatikan dan mengasihi saudari-saudari kita yang terkecil dan terlemah.
4. Kitab Suci menuliskan bahwa kita tidak boleh membunuh, atau jika mau dikatakan dengan kalimat positif, kita harus mengasihi sesama kita.
Kel 20: 13; Ul 5:17; Mat 5:21-22; 19:18: “Jangan membunuh.”
Mat 22:36-40; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9, Gal 5:14: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
1 Yoh 3:15 “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.”
Jika di dunia ini mulai banyak kampanye untuk melindungi binatang-binatang, (terutama binatang langka), maka adalah suatu ironi, jika manusia malahan melakukan aborsi yang membunuh sesama manusia, yang derajatnya lebih tinggi dari binatang. Apalagi jika aborsi dilegalkan/ diperbolehkan secara hukum. Maka menjadi suatu ironi yang mengenaskan: ikan lumba-lumba dilindungi mati-matian, tetapi bayi-bayi manusia dimatikan dan tidak dilindungi.
Suatu permenungan: seandainya kita adalah janin itu, tentu kitapun tak ingin ditusuk dan dipotong-potong sampai mati. Maka, jika kita tidak ingin diperlakukan demikian, janganlah kita melakukannya terhadap bayi itu. Atau, kalau kita mengatakan bahwa kita mengimani Kristus Tuhan yang hadir di dalam mahluk ciptaan-Nya yang terkecil itu, maka sudah selayaknya kita tidak menyiksanya apalagi membunuhnya! Kita malah harus sedapat mungkin memeliharanya dan memperlakukannya dengan kasih.
5. Kitab Suci menuliskan, bahwa jika kita tidak peduli akan nasib saudara-saudari kita yang lemah ini, kita sama dengan Kain, yang pura-pura tidak tahu nasib saudaranya sendiri.
Kel 4: 9 Firman Tuhan kepada Kain, “Di mana Habel adikmu itu?” Ia (Kain) menjawab, “Aku tidak tahu.” Padahal tidak mungkin ia tidak tahu sebab Kain sendirilah yang memukul Habel adiknya hingga ia mati (lih. Kel 4:8).
Adalah suatu fakta yang memprihatinkan, yang menyangkut Presiden Barrack Obama yang terkenal oleh kebijakannya memperbolehkan aborsi. Pada suatu kesempatan dalam wawancara tanggal 16 Agustus 2008 (pada saat itu ia masih menjadi senator Illinois), ia ditanya oleh Pastor Rick Warren, “Jadi kapan menurut anda seorang bayi memperoleh hak azasinya?” Ini adalah pertanyaan yang menyangkut iman dan bagaimana iman itu bekerja dalam hati nurani dan kebijaksanaan sang (calon) Presiden. Namun sayangnya jawaban Obama adalah, “Answering that question with specificity, you know, is above my pay grade.” (Menjawab pertanyaan itu dengan detailnya, kamu tahu, itu melampaui batas gaji/ penghasilan saya). Suatu jawaban yang kelihatan sangat enteng untuk pertanyaan yang sangat serius. Ini sungguh mirip dengan jawaban Kain, “Aku tidak tahu.” Padahal, tentu bukannya tidak tahu, tetapi lebih tepatnya tidak mau tahu. Sebab fakta science dan bahkan akal sehat sesungguhnya telah begitu jelas menunjukkan kapan manusia terbentuk sebagai manusia.
Alkitab menunjukkan dan bahkan ilmu pengetahuan membuktikan bahwa kehidupan manusia berawal dari masa konsepsi. Satu sel ini kemudian berkembang menjadi janin yang sungguh sudah berbentuk manusia, walaupun masih di dalam kandungan. DNA dan keseluruhan 46 kromosom terbentuk saat konsepsi. Jantung janin telah berdetak di hari ke-18, keseluruhan struktur syaraf terbentuk di hari ke- 20. Di hari ke 42, semua tulang sudah lengkap, gerak refleks sudah ada. Otak dan semua sistem tubuh terbentuk di minggu ke-8. Semua sistem tubuh berfungsi dalam 12 minggu. Hanya orang yang menutup diri terhadap semua fakta ini dapat berkata, “aku tidak tahu” kapan kehidupan manusia dimulai, dan apakah janin itu seorang manusia atau bukan.
Pengajaran Bapa Gereja
1. Didache: Pengajaran dari kedua belas Rasul (80- 110) ((Lihat J. Tixeront, A Handbook of Patrology))
Mungkin tak banyak orang mengetahui bahwa larangan aborsi sudah berlaku sejak abad ke-1. Dalam Didache, yang merupakan katekese moral, aborsi dan mungkin juga kontrasepsi (yang dikatakan dalam istilah “magic” atau “drug“) ((Lihat John Hardon, S.J., “The Catholic Tradition on the of Contraception” on line http://www.therealpresence.org/archives/Abortion_Euthanasia/Abortion_Euthanasia_004.htm Ia menulis: Istilah ini ‘mageia‘ dan ‘pharmaka‘ dimengerti berkaitan dengan ritus-ritus magis dan/ atau minuman/ obat untuk kontrasepsi dan sebagai dosa besar, yang umum dilakukan oleh orang-orang pagan:
“Thou shalt not commit sodomy, thou shalt not commit fornication; thou shalt not steal; thou shalt not use magic; thou shalt not use drug; thou shalt not procure abortion, nor commit infanticide. ((Didache, II, 1-2))
2. Konsili Elvira (305) dan Konsili Ancyra (314) mengecam aborsi, silakan melihat teks lengkapnya di link ini, silakan klik.
3. Beberapa Bapa Gereja yang mengajarkan larangan aborsi:
The Apocalypse of Peter (ca. 135)
Tertullian (c.160-240)
Athenagoras (d. 177)
Minucius (3rd Century AD)
Basil (c.329-379)
Ambrose (c.340-397)
Jerome (347-420)
John Chrysostom (347-407)
Augustine of Hippo (354-430)
St. Caesarius, Bishop of Arles (470-543)
Theodorus Priscianus (c.4th-5th century AD)
Justinian (527-565)
Gregory the Great (540-604)
Disciple of Cassiodorus (after 540 AD)
Apocalypse of Paul
The Apostolic Constitutions
The Letter of Barnabas
Hippolytus
Teks lengkapnya dari masing-masing Bapa Gereja tersebut, silakan klik di link ini.
Pengajaran Magisterium Gereja Katolik
Maka, Magisterium Gereja Katolik dengan teguh menjunjung tinggi kehidupan manusia dan menentang aborsi, karena memang demikianlah yang sudah diajarkan oleh para rasul dan diimani Gereja sepanjang sejarah.
1. Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes 27, “Selain itu apa saja yang berlawanan dengan kehidupan sendiri, misalnya bentuk pembunuhan yang mana pun juga, penumpasan suku, pengguguran (aborsi), eutanasia atau bunuh diri yang disengaja; apa pun yang melanggar keutuhan pribadi manusia, …. apa pun yang melukai martabat manusia, seperti kondisi-kondisi hidup yang tidak layak manusiawi, pemenjaraan yang sewenang-wenang, pembuangan orang-orang, perbudakan, pelacuran, perdagangan wanita dan anak-anak muda; begitu pula kondisi-kondisi kerja yang memalukan, sehingga kaum buruh diperalat semata-mata untuk menarik keuntungan…. itu semua dan hal-hal lain yang serupa memang perbuatan yang keji. Dan sementara mencoreng peradaban manusiawi, perbuatan-perbuatan itu lebih mencemarkan mereka yang melakukannya, dari pada mereka yang menanggung ketidak-adilan, lagi pula sangat berlawanan dengan kemuliaan Sang Pencipta.”
2. Paus Paulus VI dalam surat ensikliknya, Humanae Vitae 13 mengutip Paus Yohanes XXIII mengatakan, “Hidup manusia adalah sesuatu yang sakral, dari sejak permulaannya, ia secara langsung melibatkan tindakan penciptaan oleh Allah.” Maka manusia tidak mempunyai dominasi yang tak terbatas terhadap tubuhnya secara umum; manusia tidak mempunyai dominasi penuh atas kemampuannya berkembang biak justru karena pemberian kemampuan berkembang biak itu ditentukan oleh Allah untuk memberi kehidupan baru, di mana Tuhan adalah sumber dan asalnya.
Dalam surat ensiklik yang sana Paus Paulus VI juga menyebutkan kedua aspek perkawinan yaitu persatuan (union) dan penciptaan kehidupan baru (pro-creation). Maka “usaha interupsi/ pemutusan terhadap proses generatif yang sudah berjalan, dan terutama, aborsi yang dengan sengaja diinginkan, meskipun untuk alasan terapi, adalah mutlak tidak termasuk dalam cara-cara yang diizinkan untuk pengaturan kelahiran.” ((Paus Paulus VI, Humanae Vitae 14, mengutip Roman Catechism of the Council of Trent, Part II, ch. 8, Paus Pius XI, ensiklik Casti Connubii: AAS 22 (1930), pp. 562-64; …. Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, 51: AAS 58, 1966, p. 1072)).
3. Congregation for the Doctrine of the Faith, Declaration on Procured Abortion: (18 November 1974), nos 12-13, AAS (1974), 738:
“…from the time that the ovum is fertilized, a life is begun which is neither that of the father nor the mother; it is rather the life of a new human being with his own growth. It would never be made human if it were not human already. This has always been clear, and … modern genetic science offers clear confirmation. It has demonstrated that from the first instant there is established the programme of what this living being will be: a person, this individual person with his characteristic aspects already well determined. Right from fertilization the adventure of a human life begins, and each of its capacities requires time-a rather lengthy time-to find its place and to be in a position to act.”
Karena hidup manusia dimulai saat konsepsi/ fertilisasi, maka manusia harus dihormati dan diperlakukan sebagai manusia sejak masa konsepsi dan karenanya, sejak saat konsepsi, hak-haknya sebagai manusia harus diakui, terutama haknya untuk hidup. ((lihat Congregation for the Doctrine of the Faith, Instruction on Respect for Human Life in its Origin and on the Dignity of Procreation Donum Vitae: (22 February 1987), I, No. 1, AAS 80 (1988), 79))
4. Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, Evangelium Vitae menekankan bahwa Injil Kehidupan (the Gospel of Life) yang diterima Gereja dari Tuhan Yesus sebenarnya telah menggema di hati semua orang. Setiap orang yang terbuka terhadap kebenaran dan kebaikan akan mengenali hukum kodrat yang tertulis di dalam hatinya (lih. 2:14-15) tentang kesakralan kehidupan manusia dari sejak awal mula sampai akhirnya; dan dengan demikian dapat mengakui adanya hak dari setiap orang untuk dapat hidup. Sesungguhnya atas dasar pengakuan akan hak untuk hidup inilah setiap komunitas manusia dan komunitas politik didirikan. ((Lihat Yohanes Paulus II, Evangelium Vitae, 2))
Paus Yohanes Paulus II kemudian menyebutkan adanya hubungan yang dekat antara kontrasepsi dan aborsi. Kontrasepsi menentang kebenaran sejati tentang hubungan suami istri, sedangkan aborsi menghancurkan kehidupan manusia. Kontrasepsi menentang kebajikan kemurnian di dalam perkawinan, sedangkan aborsi menentang kebajikan keadilan dan merupakan pelanggaran perintah “Jangan membunuh” ((Lihat Evangelium Vitae, 13)). Maka keduanya sebenarnya berasal dari pohon yang sama, berakar dari mental hedonistik yang tidak mau menanggung akibat dalam hal seksualitas, berpusat pada kebebasan yang egois, yang menganggap ‘pro-creation‘ sesuatu beban untuk pencapaian cita-cita/ personal fulfillment.
Paus Yohanes Paulus II menyebutkan mentalitas sedemikian mendorong bertumbuhnya “culture of death” di dalam masyarakat, yang pada dasarnya menentang kehidupan. ((Lihat Evangelium Vitae 24, 26, 28)) Dalam mentalitas ini, bayi/ anak-anak maupun orang tua yang sakit-sakitan dianggap sebagai ‘beban’ sehingga muncullah budaya aborsi dan euthanasia. Suatu yang sangat menyedihkan! Padahal seharusnya, manusia memilih kehidupan seperti yang diperintahkan Allah, “Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut kepada-Nya….” (Ul 30:19-20).
Akhirnya, berikut ini adalah pengajaran definitif dari Paus Yohanes Paulus II yang menolak aborsi ((Evangelium Vitae 62)):
“Therefore, by the authority which Christ conferred upon Peter and his Successors, in communion with the Bishops-who on various occasions have condemned abortion and who in the aforementioned consultation, albeit dispersed throughout the world, have shown unanimous agreement concerning this doctrine-I declare that direct abortion, that is, abortion willed as an end or as a means, always constitutes a grave moral disorder, since it is the deliberate killing of an innocent human being. This doctrine is based upon the natural law and upon the written Word of God, is transmitted by the Church’s Tradition and taught by the ordinary and universal Magisterium.”
Efek-efek negatif dari aborsi
Tidak mengherankan, karena aborsi adalah perbuatan yang menentang hukum alam dan hukum Tuhan, maka tindakan ini membawa akibat- akibat negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi, maupun juga kepada para pelaku aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi muda, yang tidak lagi melihat kesakralan makna perkawinan.
Ibu yang mengandung bayi, terutama menanggung akibat negatif, baik bagi fisik maupun psikologis, yaitu kemungkinan komplikasi fisik, resiko infeksi, perdarahan, atau bahkan kematian. Selanjutnya, penelitian dalam Journal of the National Cancer Institute di Amerika juga menunjukkan wanita yang melakukan aborsi meningkatkan resiko 50% terkena kanker payudara. Sebab aborsi membuat terputusnya proses perkembangan natural payudara, sehingga jutaan selnya kemudian mempunyai resiko tinggi mengalami keganasan. Selanjutnyapun kehamilan berikutnya mempunyai peningkatan resiko gagal 45%, atau komplikasi lainnya seperti prematur, steril, kerusakan cervix. Selanjutnya tentang hal ini dapat anda lihat di link ini, silakan klik.
Di atas semua itu adalah tekanan kejiwaan yang biasanya dialami oleh wanita- wanita yang mengalami aborsi. Tekanan kejiwaan ini membuat mereka depresi, mengalami kesedihan yang berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar perasaan bersalah, membenci diri sendiri, bahkan sampai mempunyai kecenderungan bunuh diri. Menurut studi yang diadakan oleh David Reardon yang memimpin the Elliot Institute for Social Sciences Research di Springfield Illinois (di negara Obama menjadi senator): 98% wanita yang melakukan aborsi menyesali tindakannya, 28% wanita sesudah melakukan aborsi mencoba bunuh diri, 20% wanita post-aborsi mengalami nervous breakdown, 10% dirawat oleh psikiatris.
Ini belum menghitung adanya akibat negatif dalam masyarakat, terutama generasi muda. Legalisasi aborsi semakin memerosotkan moral generasi muda, yang dapat mempunyai kecenderungan untuk mengagungkan kesenangan seksual, ataupun memikirkan kepentingan diri sendiri, tanpa memperhitungkan tanggung jawab. Suatu mentalitas yang sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani.
Bagi yang telah melakukan aborsi
Paus Yohanes Paulus II dengan kebapakan mengatakan bahwa Gereja menyadari bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita melakukan aborsi. Gereja mengajak para wanita yang telah melakukan aborsi untuk menghadapi segala yang telah terjadi dengan jujur. Perbuatan aborsi tetap merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa, namun juga janganlah berputus asa dan kehilangan harapan. Datanglah kepada Tuhan dalam pertobatan yang sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa. Percayakanlah kepada Allah Bapa jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai sekarang junjunglah kehidupan, entah dengan komitmen mengasuh anak-anak yang lain, atau bahkan menjadi promotor bagi banyak orang agar mempunyai pandangan yang baru dalam melihat makna kehidupan manusia. ((Lihat Evangelium Vitae 99)). Anjuran ini juga berlaku bagi para dokter, petugas medis atau siapapun yang pernah terlibat dalam tindakan aborsi, entah dengan menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu proses aborsi itu sendiri. Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi, sehingga tidak lagi mau melakukannya.
Kesimpulan
Pengajaran Alkitab dan Gereja Katolik menyatakan, “Kehidupan manusia adalah sakral karena sejak dari awalnya melibatkan tindakan penciptaan Allah” ((Evangelium Vitae 53)). Kehidupan, seperti halnya kematian adalah sesuatu yang menjadi hak Allah ((lihat Evangelium Vitae, 39, lihat Ayub 12:10)), dan manusia tidak berkuasa untuk ‘mempermainkannya’. Perbuatan aborsi menentang hukum alam dan hukum Allah, maka tak heran, perbuatan ini mengakibatkan hal yang sangat negatif kepada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Aborsi adalah tindakan pembunuhan manusia, walaupun ada sebagian orang yang menutup mata terhadap kenyataan ini. Gereja Katolik tidak pernah urung dalam menyatakan sikapnya yang “pro-life“/ mendukung kehidupan, sebab, Gereja menghormati Allah Pencipta yang memberikan kehidupan itu. Tindakan melindungi kehidupan ini merupakan bukti nyata dari iman kita kepada Kristus, yang adalah Sang Hidup (Yoh 14:6) dan pemberi hidup itu sendiri.
Mari, di tengah-tengah budaya yang menyerukan “kematian”/ culture of death, kita sebagai umat Katolik dengan berani menyuarakan “kehidupan”/ culture of life. Mari kita melihat di dalam setiap anak yang lahir, di dalam setiap orang yang hidup maupun yang meninggal, gambaran kemuliaan Tuhan Pencipta yang telah menciptakan manusia sesuai dengan gambaran-Nya. Dengan demikian, kita dapat menghormati setiap orang, dan memperlakukan setiap manusia sebagaimana mestinya demi kasih dan hormat kita kepada Tuhan yang menciptakannya.
Mari bersama kita mewartakan Injil Kehidupan, yang menyatakan kepenuhan kebenaran tentang manusia dan tentang kehidupan manusia. Semoga kita dapat memiliki hati nurani yang jernih, sehingga kita dapat mendengar seruan Tuhan untuk memperhatikan dan mengasihi sesama kita yang terkecil, yakni mereka yang sedang terbentuk di dalam rahim para ibu. Sebab Yesus bersabda, “Apa yang kau lakukan terhadap saudaramu yang paling kecil ini, engkau lakukan untuk Aku…” (lih. Mat 25:45).
Slmt pagi Pak Stef dan Ibu Inggrid. Akhir2 ini perkembangan terapi dlm dunia medis berkembang sangat pesat, di antaranya yg sangat menjanjikan adalah terapi stem cell untuk memperbaiki kerusakan organ. Saya bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam. Mohon Pak Stef dan ibu Inggrid berkenan memberikan panduan yg bisa saya terapkan sehari2 dalam memberikan terapi dan menjawab pertanyaan para pasien sehubungan dg perkembangan terapi ini, agar tidak bertentangan dg iman Katolik. Apabila ada buku atau situs resmi Katolik yg bisa saya baca/akses sehubungan dg hal ini, saya sangat berterima kasih.
Terima kasih dan salam hormat bagi Pak Stef dan Ibu Inggrid.
Shalom Fransiscus Xaverius, Terapi stem cells yang disetujui (dapat dibenarkan secara moral) oleh Magisterium Gereja Katolik adalah terapi stem cells yang diambil dari: 1) tubuh orang dewasa, atau adult stem cells; 2) umbilical cord (tali pusar bayi), segera setelah bayi dilahirkan; 3) fetus bayi yang telah meninggal secara wajar/ bukan karena di-aborsi. Namun pengambilan stem cells dari embrio yang masih hidup yang dapat mengakibatkan kematian pada janin tersebut, tidak dapat dibenarkan secara moral. Dokumen yang memuat ajaran Gereja Katolik sehubungan dengan stem cells ini, adalah: Dignitas Personae and Related Information. . . , Congregation for the Doctrine of the Faith,… Read more »
Yth Romo Wanta dan Ibu Inggrid, saya seorang ibu muda yg sedang hamil anak pertama saya. Baru2 ini ketika saya memeriksakan ke dokter kandungan, diketahui bahwa kehamilan saya membahayakan bagi saya dan janin saya, apabila saya masih nekat melanjutkan, ada kemungkinan bahwa hanya salah satu dari kami yang selamat atau janin saya akan meninggal dalam kandungan. Karena itu dokter menyarankan untuk aborsi. Yang ingin saya tanyakan, apakah saya berdosa apabila saya melakukan aborsi dengan alasan seperti itu? Saya sangat ingin melahirkan bayi saya..tapi saya juga tidak ingin karena keegoisan saya, malah akan menyakiti beberapa pihak..saya juga tidak ingin berdosa…saya harus… Read more »
Shalom Sukma, Ada baiknya jika Anda meminta pendapat dokter kandungan lain untuk memperoleh pertimbangan lain (second opinion) untuk kasus Anda. Sebab belum tentu dokter yang kedua memberikan kesimpulan yang sama. Namun apapun keadaannya, Gereja Katolik tidak memperbolehkan aborsi, apalagi demi alasan keadaan yang belum pasti (baru prediksi). Maka yang harus diusahakan adalah mempertahankan keduanya, yaitu sang ibu (yaitu Anda) dan sang bayi (anak Anda). Jika di dalam prosesnya terjadi sesuatu keadaan yang sungguh genting, sampai misalnya harus dilakukan operasi untuk menyelamatkan Anda berdua, namun kemudian sang janin wafat, maka hal itu bukanlah aborsi, sebab hal itu tidak merupakan sesuatu yang… Read more »
Yth. Para Pengasuh Katolisitas, Secara kebetulan saya menemukan website katolisitas ini yang sangat banyak memberikan pencerahan kepada saya dan menyadarkan saya akan apa yang pantas dan tidak pantas saya lakukan. Sehubungan dengan artikel di atas mengenai dosa aborsi, saya ingin menyampaikan pengalaman saya disini kiranya bisa mendapat petunjuk yang baik bagaimana saya dapat bertindak. Pengalaman saya bermula dari saya menjalin hubungan (pacaran) dengan seorang wanita (non – Katolik). Pengalaman punya pacar ini merupakan pengalaman pertama saya seumur hidup (Pada saat itu usia saya 24 Tahun). Seiring dengan berjalannya hubungan kami, meskipun mengetahui bahwa melakukan hubungan diluar nikah merupakan dosa namun… Read more »
Salam Johanes, Tiada dosa yang tak terampuni jika kita menyesalinya dan berniat memperbaiki situasi, datang pada Kristus yang hadir dalam Sakramen Tobat. Segeralah mengaku dosa, didahului pemeriksaan batin dan doa-doa tobat. Dasar pertobatan kita semua adalah bahwa kasih dan kerahiman Bapa lebih besar daripada dosa kita. Syarat mengaku dosa hanyalah kerendahan hati untuk datang dan mengaku pada Kristus melalui Gereja yang diwakili oleh imam. Anda mesti tahu, bahwa dosa yang tidak diakukan akan menjadi bahaya laten yaitu penumpulan hati nurani yang akan membawa ke dosa yang lebih besar dan menjatuhkan kita secara moral, sosial, bahkan tidak mustahil secara ekonomi, dan yang… Read more »
mengenai ijin pengampunan yang previlegenya dimiliki oleh Uskup atau Romo yang sudah ditentukan ada di mana ya, Romo Wanta atau Pak Stef??
[dari katolisitas: Seseorang dapat mengaku dosa kepada imam seperti biasa. Kalau ada dosa-dosa di mana pengampunan hanya diberikan oleh Uskup, maka imam tersebut akan menyampaikannya orang tersebut untuk mengaku dosa kepada Uskup. Kalau imam tersebut mengampuni dosa-dosa tersebut, berarti imam tersebut telah diberi wewenang oleh Uskup setempat.]
salam
lalu apa yang terjadi dengan jiwa si bayi ini yang telah diaborsi atau dibunuh? Apakah di surga? Jiwa2 bayi ini kan belum dibaptis dan untuk masuk surga atau mendapatkan keselamatan harus dibaptis dulu. Di api penyucian? Jiwa2 ini kan murni, apanya yang disucikan?
terima kasih
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban ini – silakan klik]
Syalom,
bagaimana orang Katolik memperlakukan plasenta/bali setelah melahirkan? Apakah ritual adat untuk menguburkan dan diberi sesaji, diperbolehkan?
Shalom Renni,
Menurut pengetahuan saya, tidak ada aturan khusus dari Gereja Katolik sehubungan dengan mengubur plasenta setelah sang ibu melahirkan bayinya. Sebaiknya ditanyakan dahulu, apakah tujuan menguburkan plasenta? Jika tujuannya adalah superstitious/ berkenaan dengan tahyul atau kepercayaan tertentu, maka tidak boleh dilakukan. Jika tidak ada kepercayaan tahayul, namun misalnya hanya karena melanjutkan tradisi keluarga, maka dapat dilakukan, tetapi tentu tidak perlu memakai sesaji.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih atas respon dari Bu Inggrid.
Setelah bertanya lebih lanjut tentang mengapa ada ritual tersebut, ternyata berhubungan dengan tahayul. Karena orang tua suami saya masih mengikuti tradisi daerah kami. Dan menganggap plasenta adalah teman bayi selama dalam kandungan dan dianggap memiliki roh, sehingga dikuburkan dan diberi benda-benda sesaji. Apakah saya berdosa jika melakukan hal ini, bukan karena keinginan saya sendiri tetapi terpaksa untuk menghormati orang tua suami saya yang non-Kristen.
Shalom Renni, Walaupun anda tidak berkehendak, namun faktanya perbuatan menguburkan dengan benda- benda sesaji tersebut tidak sesuai dengan ajaran Kristiani, karena berbau tahayul. Maka jika ditanya apakah dosa, jawabannya tetap dosa. Namun mungkin kadarnya tidak seberat jika anda melakukannya atas kehendak dan kesadaran Anda sendiri. Selanjutnya, silakan bicarakan hal ini baik- baik dengan orang tua suami Anda itu karena bukannya tidak mungkin ia akan mengharuskan anda melakukannya lagi jika Anda melahirkan anak- anak yang berikutnya. Perlu diingat bahwa bagaimanapun Anda sudah dewasa dan anda berhak menentukan pilihan Anda sendiri, apalagi dalam hal yang berkenaan dengan keyakinan iman Anda. Saya percaya… Read more »
Terima kasih Bu Ingrid atas penjelasannya.
Seperti Bu Ingrid jelaskan sebelumnya bahwa tidak aturan khusus dari Gereja Katolik mengenai plasenta. Mungkin bu Ingrid bisa memberi tahu saya bagaimana seharusnya orang Katolik memahami dan memperlakukan plasenta agar sesuai dengan Iman Katolik dan tidak terjebak dalam tahayul.
Terima kasih banyak ya Bu. GBU
Salam Renni, Plasenta atau “ari-ari” secara medis berfungsi sebagai penyalur makanan dan saluran lainnya, yang menghubungkan janin dengan ibunya. Peran penting plasenta ini berhenti setelah bayi lahir. Namun dalam masyarakat tertentu, masih ada kepercayaan bahwa di samping fungsi medis, ada pula hubungan “gaib” tertentu antara bayi dengan plasentanya. Karena itu, sebagian masyarakat yang mewarisi kepercayaan kuno ini masih terlihat melakukan berbagai macam ritual yang tidak ada kaitannya dengan iman Katolik. Pendeknya, takhayul. Salah satunya adalah mengubur plasenta di dekat rumah, bahkan harus diberi pelita. Kadang-kadang pemendaman plasenta diikuti juga benda-benda tertentu yang dipercaya akan berpengaruh atas nasib dan kehidupan si… Read more »
saya udah baca artikel di atas…
jadi kalau begitu masih adakah pengampunan buat org tua yang melakukan aborsi??
padahal itukan dosa yang sangat besar dan tdk disukai TUHAN
Shalom Gusniati, Sabda Tuhan mengatakan kepada kita, “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita… ” (1 Ptr 3:18), kecuali dosa menghujat Roh Kudus, yang penjelasannya sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Dengan demikian, seseorang yang telah melakukan dosa aborsi (ataupun dosa besar lainnya seperti pembunuhan ataupun perzinahan), jika ia sungguh- sungguh bertobat, maka dosanya tetap dapat diampuni. Pengakuan dosa ini dapat diberikan melalui sakramen Pengakuan Dosa, dan khusus untuk dosa aborsi ini yang dilakukan dan berhasil, menurut Kitab Hukum Kanonik (KHK 1398) mengakibatkan yang melakukannya terkena sangsi ekskomunikasi latae sententiae, sehingga Pengakuan Dosa aborsi harus dilakukan… Read more »
Apakah pemakaian kontrasepsi IUD juga sebagai abortif janin, karena bisa sudah terjadi pembuahan namun gagal nidasi karena endometrium dalam proses inflamasi karena benda asing. Apakah alasan ini gereja Katolik melarang IUD? Mohon penjelasan
[Dari Katolisitas: Gereja Katolik melarang penggunaan alat kontrasepsi, baik yang sifatnya abortif atau tidak abortif, karena secara moral pemakaian alat kontrasepsi tidak dapat dibenarkan. Mohon membaca jawaban dari pertanyaan yang serupa pertanyaan anda di sini, silakan klik.]
Rm,saya mau tanya. Ada teman saya yang bercerita bahwa dia telah hamil padahal belum menikah. Dia bicara dengan saya akan menggugurkan bayi itu. Saya bingung bagaimana mencegahnya,dan dia sudah melakukannya dengan minum obat. Apakah saya juga ikut berdosa karena tidak mampu mencegah pembunuhan?
Shalom Anggi,
Pada akhirnya, keputusan ada di tangan teman anda sendiri. Maka jika anda sudah memberitahukan kepadanya, bahwa tindakan pengguguran adalah dosa dan anda sudah sedapat mungkin berusaha untuk mencegahnya, maka sesungguhnya anda sudah melakukan tugas anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya sdh baca artikel diatas,yang menjadi pertanyaan,;Dari penelitian dr,pada seorang Ibu hamil,mengatakan bahwa si Ibu tdk bisa melahirkan Bayi yang di kandungnya,dikarenakan adanya teroid pada si Ibu,Kalau anak dilahirkan tidak menjamin nyawa si Ibu.
Bagai mana Gereja memandang hal ini,dan bagaimana menurut Alkitab,Terimakasih
Shalom Fransiskus Dany,
Secara prinsip, kita tidak dapat melakukan pembunuhan kepada bayi secara ‘langsung’ demi keselamatan ibu. Kalau hal ini dilakukan, maka hasil yang baik adalah merupakan akibat dari perbuatan yang jahat, yaitu membunuh bayi. Dua nyawa tersebut adalah sama-sama berharga di mata Tuhan. Lain halnya, kalau ada suatu operasi yang dilakukan oleh ibu tersebut, kemudian bayi tersebut terbunuh. Dalam kasus ini, kesembuhan yang dialami oleh ibu tersebut adalah hasil dari suatu operasi (bukan merupakan perbuatan dosa) dan bukan dari hasil pembunuhan. Semoga dapat semakin jelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
saya setuju bahwa Tuhan melarang aborsi. aborsi sama saja dengan tindakan pembunuhan. Allah sendirlah yang berkehendak membentuk manusia sejak fertilisasi dan tentu Allah berkehendak juga bahwa ia dilahirkan kedunia sebagai manusia yang layak hidup. sejak fertilisasi sigot sebagai calon bayi dan seterusnya bayi yang adalah manusia seutuhnya memiliki hak untuk hidup dan ingat bahwa ALLAHLAH yang memberikan hak itu manusia manapun tidak berhak untuk mencabut kehidupan itu. merampas hak Tuhan sama saja dengan DOSA.
syalom, GBU
Seorang teman bercerita bahwa istrinya telah mengambil tindakan aborsi ( seijin suami dan keluarga dan dokter ). Aborsi dilakukan saat usia kandungan nya 4 bulan. Alasan diambil tindakan aborsi, karena bayi yang dikandung tidak memiliki perkembangan tempurung kepala yang sempurna. Sehingga otaknya tidak dilindungi. Dengan kata lain tidak memiliki tempurung kepala. Menurut dokter jika dibiarkan lahir saat 9 bulan nanti, si bayi cuman hanya memiliki umur 1 hari maximal, kemudian akan meninggal Dia juga cerita kasus itu ke seorang dokter. Dia juga pernah menangani kasus serupa. Karena dulu dia bertugas di daerah pedalaman, yang tidak memiliki alat USG, dsb, dia… Read more »
Shalom Dominica, Terima kasih atas pertanyaannya. Dalam keadaan yang anda ceritakan, maka aborsi yang dilakukan tetap tidak diperbolehkan, karena itu adalah pembunuhan secara langsung. Ini berarti bayi (yang berarti manusia) dibunuh karena ada anggota tubuhnya yang tidak lengkap. Apakah kita akan membunuh saudara kita yang karena kecelakaan, membuat tempurung kepalanya retak? Kita harus memikirkan bahwa kehormatan (dignity) dari sang bayi adalah sama seperti dignity orang yang telah dewasa. Kalau kita tidak boleh melakukan pembunuhan kepada orang dewasa dalam kondisi tersebut, maka kita juga tidak boleh melakukannya kepada bayi. Biarlah bayi tersebut lahir dengan normal. Dan kalaupun bayi itu meninggal, biarlah… Read more »
sdri Dominica yg dikasihi Kristus Saya tidak tahu persis kasus nya, tetapi dari keterangan anda saya menduga kasus yang terjadi adalah anencephaly. Keadaan ini merupakan kegagalan pertumbuhan otak besar (cerebral hemisphere) dan tempurung kepala (calvaria) sehingga perkembangan otak terhenti hanya pada batang otak (brain stem). tidak terdapat “batok kepala”. Karena cerebral hemisphere bertanggung jawab atas fungsi kognitif, bayi-bayi dengan anencephali dipastikan tidak akan pernah mencapai kesadaran dan apapun yang timbul dari kesadaran itu (berpikir, misalnya). setiap kasus bayi dengan anencephali merupakan kasus etik yang sulit. kasus yang terkenal adalah kasus bayi K . di mana pihak keluarga ingin sang bayi… Read more »
Terima kasih atas nasihatnya.. sesungguhnya ia telah mmbuka mata hati yg selama ini buta sbb dosa dunia,.. terima kasih sekali lagi,,moga Tuhan mgampuni sgala dosa yg tlah sya lakukan,, saya brharap .. masi ada sinar cinta kasih Yesus d dlm hidup sya..~
Bagi teman-teman yang ingin mengetahui lebih jauh tentang aborsi, silahkan mengikuti seminar khusus tentang aborsi yang diadakan oleh Perduki Chapter Utara 1 pada:
Hari, tgl : Sabtu, 28 Mei 2011
Waktu : Pkl. 09:00
Tempat : Restaurant Golden Leaf – Kelapa Gading
Bersama Romo Dr.Peter dan Dr.Boyke
trima kasih. untk segala pengetahuannya ini sangat bermanfaat untk saya dlm berkatekese.
apakah aborsi itu dosa ? dan siapa yang menanggung dosa itu nanti,bagaimana cara mengadopsi dan apa cara yang harus dilakukan.mengapa bisa membentuk menjadi bayi
Shalom Constantinus, 1. Tentang Aborsi Aborsi itu dosa, karena termasuk tindakan pembunuhan. Yang menanggung dosa aborsi adalah mereka yang melakukannya, entah ibu sang janin, ataupun ayahnya, jika ia mengajurkannya, demikian juga dengan para dokter/ para medis, dan pihak lainnya yang memungkinkan terjadinya tindakan aborsi tersebut. Selanjutnya silakan membaca di artikel ini (silakan klik di judul berikut): Mengapa aborsi itu dosa?Kekejaman aborsi 2. Tentang adopsi Demikian keterangan yang saya peroleh dari situs LBH: Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain… Read more »
Romo Wanta yang terhormat, hukuman ekskomunikasi seperti apa yg biasanya diberikan Bapa Uskup??
[Dari Katolisitas: pertanyaan ini digabungkan karena satu topik]
Satu pertanyaan lagi Romo, jika si pelaku aborsi sudah mengaku dosa,apakah setelah itu dia bisa menerima Tubuh Kristus lagi? Terima kasih sebelumnya Romo yang terkasih
Dia Yth Beberapa tentang Sanksi dalam Gereja (sanksi pidana) bisa dibaca dalam Buku VI judul IV Hukum dan penghukuman lainnya, kann 1331 dstnya. Tentang sanksi: orang yang terkena sanksi ekskomunikasi dilarang: 1. ambil bagian apapun sebagai pelayan dalam perayaan kurban ekaristi atau upacara upacara ibadat lain manapun, 2. merayakan sakramen- sakramen atau sakramentali dan menyambut sakramen, 3. menunaikan jabatan jabatan atau pelayanan pelayanan tugas gerejawi manapun atau juga melakukan tindakan kepemimpinan. salam Rm Wanta Tambahan dari Stef: Menjawab pertanyan ke-dua: Kalau pelaku aborsi telah mendapatkan pengampunan dalam Sakramen Pengampunan Dosa (baik oleh uskup maupun pastor yang diberi kewenangan), maka dia… Read more »