[Minggu Adven ke IV:  Yes 7:10-14; Mzm 24:1-6; Rm 1:1-7; Mat 1:18-24]

Mungkin tak ada orang yang dapat menggambarkan dengan tepat, bagaimana rasanya menantikan kelahiran seorang bayi, selain daripada ibu yang mengandungnya. Ada banyak perasaan sang ibu yang tak dapat dilukiskan: rasa ingin tahu yang besar, seperti apa rupa anaknya, atau keinginan untuk segera menimang sang buah hati. Ada rasa pengharapan yang besar akan janji Tuhan untuk menyertai dan memberikan sukacita melalui kelahiran anak itu. Demikianlah sepertinya, yang dialami oleh Bunda Maria, menjelang kelahiran Yesus. Seluruh hidup kitapun sebenarnya merupakan masa penantian yang panjang akan kedatangan Tuhan. Untuk dapat menghayatinya dengan sungguh, mari kita menempatkan diri seolah kita menantikan-Nya bersama dengan Bunda Maria, ibunda-Nya.

Bacaan-bacaan hari ini mengatakan bahwa Bunda Maria yang mengandung dan melahirkan Kristus merupakan penggenapan nubuat nabi Yesaya. “Seorang perawan (almah) muda akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Immanuel” (Yes 7:14). Tanda ini disebut sebagai tanda yang besar, yang bagaikan dari sesuatu di dunia orang mati yang di bawah ataupun dari sesuatu dari tempat tertinggi yang di atas (Yes 7:11). Para Bapa Gereja menghubungkan perawan muda ini, dengan Perawan Maria. St. Hieronimus mengatakan, jika hanya seorang perempuan muda yang mengandung, tanda macam apakah itu? Sedangkan yang dibicarakan di sini adalah tanda yang sangat istimewa, yang belum pernah terjadi. Maka bukan hanya perempuan biasa yang dibicarakan di sini, namun adalah seorang perawan muda yang mengandung dan melahirkan anak laki-laki. Ini digenapi dalam diri Bunda Maria, saat ia mengandung dari Roh Kudus untuk melahirkan Sang Penyelamat, yaitu Yesus, yang berarti Allah yang menyelamatkan. Ia juga disebut Imanuel, yang artinya Allah menyertai kita (Mat 1: 23). Penyelamatan dan penyertaan Tuhan inilah yang kita rayakan setiap kali memperingati hari raya Natal, dan karena itu layaklah kita bersuka cita.

Tanda dari Allah ini menjadi penggenapan rencana-Nya yang jauh mengatasi rencana manusia. Dalam kitab Yesaya dikisahkan tentang Raja Ahas, Raja Yehuda, yang membangun sekutu dengan raja Assyria, karena takut kalah dari raja Israel dan Syria. Allah tidak berkenan akan persekutuan Yehuda dengan bangsa Assyria ini, sebab persekutuan tersebut membawa pengaruh berhala kepada umat-Nya. Maka ungkapan raja Ahas yang tidak mau mencobai Tuhan, sesungguhnya adalah jawaban yang pura-pura, sebab sesungguhnya ia telah mencobai Tuhan dengan keputusannya mengandalkan kekuatannya sendiri daripada mengandalkan Tuhan. Bagaimana dengan kita? Ketika hari kedatangan Tuhan Yesus semakin dekat, mari kita bertanya kepada diri kita sendiri: Apakah aku juga bersikap seperti raja Ahas? Apakah aku juga cenderung lebih mengutamakan diri sendiri daripada mengutamakan Tuhan? Apakah dari luar nampaknya kita baik-baik saja, tetapi sesungguhnya di dalam hati kita masih belum sungguh-sungguh merindukan Dia? Mari kita mengikuti teladan St. Yusuf dan Bunda Maria, yang dengan tulus hati mendengarkan dan melakukan kehendak Allah, untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus. Mungkin ada banyak hal yang kita lakukan sebagai persiapan Natal, namun mari kita mengingat yang terpenting, yaitu bertobat dan menyediakan tempat yang utama dalam hati kita, untuk  Sang Immanuel, yaitu Allah yang menyertai kita.

3 COMMENTS

  1. Shalom Pak Stef/Bu Ingrid.

    Apa arti “natal”? Apakah Natal boleh / bisa dirayakan kapanpun (selain 25 Desember)? Apakah yang dirayakan hari dan kelahiranNya atau hanya kelahiranNya, atau ada yang lebih besar dari itu?
    Apa pendapat Bapak/Ibu tentang perayaan atau suasana natal yang cenderung lepas dari makna sentral yang adalah kelahiran Yesus Kristus (khususnya di dunia barat)dengan segala bentuk pernak-pernik tradisi termasuk santa claus?
    Terima kasih.

    • Shalom Yuvan,

      Natal artinya adalah kelahiran, dan dalam hal ini adalah kelahiran Kristus Sang Juru Selamat umat manusia. Untuk menentukan hari Natal, Gereja berpatokan pada pengajaran St. Yohanes Krisostomus, yang berpandangan bahwa memang Kristus lahir di tanggal 25 Desember. Tentang hal ini, telah dibahas di artikel ini, silakan klik.

      Jika kita umum merayakan dan mensyukuri hari ulang tahun kita maupun orang-orang terdekat kita, maka wajarlah jika kita merayakan dan mensyukuri hari kelahiran Yesus, Tuhan dan Penyelamat kita, saat Ia menjelma menjadi manusia. Sebagaimana suasana kelahiran anggota keluarga pasti membawa suka cita, maka suasana kelahiran Tuhan Yesus pada masa Natal juga membawa suka cita. Bagi umat Katolik suka cita kedatangan Tuhan ini tidak berdiri sendiri, tetapi juga diawali dengan masa persiapan dan pertobatan. Masa persiapan inilah yang sepertinya diabaikan oleh mereka yang non-Kristiani. Namun jika kita melihat kepada hal positifnya adalah, suka cita karena kelahiran Kristus itu begitu besar, hingga dirasakan juga oleh orang-orang yang tidak/ belum mengenal Dia, sehingga merekapun ingin merayakannya.

      Demikian pula dengan tradisi Santa Claus. Sebenarnya yang ingin diadopsi oleh dunia sekular adalah tradisi St. Nicholas (270-343), seorang Uskup di abad ke-4 yang mempunyai perhatian kepada kaum miskin. Ia dikenal sebagai uskup yang peduli kepada kaum miskin dan anak-anak. Pesta peringatan St. Nicholas adalah 6 Desember. Sekilas kisahnya, dapat dibaca di link ini, silakan klik. Untuk mengikuti teladan St. Nicholas inilah umumnya paroki-paroki Gereja Katolik mengadakan aksi Natal, untuk berbagi kepada mereka yang miskin menjelang perayaan Natal. Demikianlah, dunia sekular mengambil tradisi St. Nicholas dengan memberikan nama baru, Santa Claus, yang digambarkan sebagai figur yang membagi-bagikan hadiah Natal.

      Jika kita sebagai umat Katolik telah mempersiapkan Natal secara rohani, maka kita tidak perlu risau dengan adanya pernak pernik Natal. Sebab, yang terpenting adalah kita menangkap makna Natal yang utama, yaitu perayaan hari kelahiran Kristus Penyelamat kita. Kita merayakan hari dan masa istimewa ini dalam kesatuan dengan Gereja-Nya. Selanjutnya, hal pernak pernik Natal bukanlah yang terpenting, dan karena itu tidak seharusnya menyusahkan kita ataupun mengalihkan perhatian kita dari makna utama Natal.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. syalom Tim Katolisitas
    Berkat kelahiran Yesus Kristus adalah berkat bagi seluruh umat manusia yang percaya kepada Nya, yang saya mau tanya , apakah kelahiran ini merupakan inkarnasi Allah menjadi manusia ?
    Sebelumnya saya ucapkan terima kasih , Selamat masa adven
    Tuhan memberkati

    [dari katolisitas: Inkarnasi Allah dimulai ketika Maria menerima kabar sukacita dari Malaikat Gabriel, dengan menyatakan “”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38)]

Comments are closed.