[Hari Minggu Biasa XII: Za 12: 10-11; 13:1; Mzm 63:2-9; Gal 3:26-29; Luk 9:18-24]
“Ini ada sedikit oleh-oleh dari Spanyol…,” ujar seorang teman. Aku membuka kotak kecil yang nampak dari luar seperti kotak obat pil. Begitu kubuka, kulihat selembar kertas berisi tulisan dalam bahasa Spanyol, yang seperti menuliskan indikasi dosis obat. Tetapi yang di dalam kotak itu bukan obat. Tetapi adalah sebuah Crucifix (Yesus yang tersalib) yang terbuat dari logam perak, sebesar sekitar 7 cm. Walau aku tidak paham bahasa Spanyol, tapi kupikir mungkin secarik kertas instruksi itu menuliskan semacam anjuran untuk sejenak berdoa memandang atau memegang Crucifix itu di beberapa kesempatan dalam sehari. Aku terhenyak. Berapa kali sehari aku memandang Salib Tuhan Yesus? Berapa kali sehari aku mengucapkan terima kasih kepada-Nya yang telah ditikam karena dosa-dosaku dan dosa seluruh dunia?
Kitab Nabi Zakaria yang kita baca hari ini mengingatkan kita bahwa ratusan tahun sebelum Yesus lahir, kematian-Nya ditikam demi “membasuh dosa dan kecemaran” (Za 12:10; 13:1) telah dinubuatkan. Yesus menggenapi nubuat itu, sebagai seorang dari keturunan Daud yang dibunuh di Yerusalem dengan cara disalib dan ditikam. Jika kubaca Kitab Raja-raja yang mencatat banyak nama raja keturunan Daud, tak ada satupun yang memenuhi nubuat ini. Adakah orang yang pernah meninggal secara demikian tragis seperti yang dialami Tuhan Yesus? Ditikam karena dosa-dosa orang lain? Yang karena kesuciannya dapat membasuh kecemaran? Sungguh, hanya Tuhan Yesus yang menggenapi nubuat ini. Ia adalah Sang Kurban yang tahir, yang mencurahkan darah-Nya agar kita semua yang percaya kepada-Nya memperoleh hidup di dalam Dia. Demikianlah pengajaran Perjanjian Lama yang menghubungkan darah dengan nyawa/ kehidupan dan bahwa pendamaian terhadap dosa selalu dihubungkan dengan korban nyawa (lih. Im 17:11,14), mempersiapkan kita untuk semakin menghargai pengorbanan Kristus. Larangan makan darah makhluk apapun yang ditetapkan di sana, adalah untuk mempersiapkan kita agar kita menerima Darah Sang Putra Allah, yang mendamaikan kita dengan Allah dan dengan sesama kita. Ia yang adalah Sang Mesias, Putra Allah yang hidup, rela mencurahkan darah-Nya bagi kita, agar kita memperoleh “nyawa-Nya”, yaitu hidup ilahi-Nya. Oleh pengorbanan Kristus, kita yang telah dibaptis dalam kematian-Nya dapat disatukan dalam darah-Nya, dan dengan demikian, “mengenakan” Kristus (Gal 3:27). Dengan disatukan dengan Kristus, kita pun disatukan dengan semua orang yang sama-sama telah menerima darah-Nya itu. Kehidupan ilahi yang tercurah melalui darah-Nya menyatukan perbedaan suku, bangsa, status dan berbagai perbedaan lainnya. Mengapa? Karena kita menyadari bahwa Tuhan kita telah menyerahkan nyawa-Nya demi semua orang, untuk mendamaikan semua orang.
Semoga setiap kali kita memandang salib Kristus, kita dipenuhi rasa syukur kepada-Nya. Semoga kita dapat berkata seperti yang dikatakan Rasul Petrus, “Yesus, Engkaulah Mesias, Putra Allah yang hidup” (Luk 9:20; bdk. Mat 16:16). Terima kasih tak terhingga atas pengorbanan-Mu untuk menyelamatkan aku dan seluruh dunia.” Namun ungkapan pengakuan iman itu, juga membawa konsekuensi. Sebab dengan mengakui Kristus sebagai Penyelamat kita, kita pun diajak-Nya untuk mengikuti jejak-Nya. Yaitu, tidak ragu berkorban bagi orang lain, ataupun dengan rela memikul salib yang Tuhan percayakan dalam kehidupan kita, supaya kita dapat memperoleh penggenapan janji keselamatan-Nya itu. Sebab Yesus Sang Mesias berkata, “Setiap orang yang mau mengikuti Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku” (Luk 9:23).
Kini aku semakin menyadari dan menghargai tradisi Gereja Katolik yang selalu memasang Crucifix dalam gedung-gedung gereja dan menggunakannya dalam berbagai doa dan ibadat. Sebab memang Kristus telah bangkit mulia, namun sebelum itu Ia terlebih dahulu melalui salib dan kematian-Nya. Salib dan kematian-Nya itu menjadi tanda yang paling jelas akan penggenapan nubuat para nabi, bahwa Ia adalah sungguh Sang Mesias dari Allah. Salib yang dipandang dunia sebagai penghinaan dan penghukuman, dijadikan Allah sebagai sumber kemuliaan dan rahmat. Sebab Allah Sang pemberi hidup pernah tergantung dan ditikam di sana, serta mencurahkan darah-Nya yang maha mulia, demi kasih-Nya kepada kita. Untuk menebus dosa-dosaku dan dosa-dosamu.
Kupandang Crucifix itu, dan berdoa, “Tuhan Yesus, Engkaulah Mesias dan Penyelamatku. Betapa hatiku bersyukur untuk pengorbanan-Mu. Semoga Engkau memampukan aku untuk mengikuti jejak-Mu. Agar aku tidak cepat urung dan mengeluh dalam menjalani kehidupan yang kerap menuntut pengorbanan dan kerja keras; ataupun penderitaan yang menyertainya. Semoga kuingat pesan-Mu hari ini, bahwa jika aku setia memikul salibku setiap hari bersama Engkau, maka Engkau akan berkenan menyelamatkan aku. Mengingat besarnya kasih-Mu, bantulah aku juga untuk dapat merindukan agar semakin banyak orang juga memperoleh keselamatan yang daripada-Mu. O, Tuhan Yesus, terimalah ucapan syukur dan kasih-ku. Amin.”